• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

IRHAM HABIBI HARAHAP NIM : 8136172042

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

IRHAM HABIBI HARAHAP. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Motivasi Belajar Siswa Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung. 2015.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pemecahan Masalah, Motivasi Belajar Siswa

Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah, lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung, (2) Perbedaan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung, (3) Kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah, (4) Pola ragam jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP di Sibuhuan. Secara acak, dipilih satu sekolah sebagai subyek penelitian, yaitu SMP Negeri 1 Barumun sebanyak dua kelas dari tujuh kelas. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan kelas eksperimen 2 diberi perlakuan pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah matematik, angket motivasi belajar siswa dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,823 dan 0,8012 berturut-turut untuk kemampuan pemecahan masalah matematika dan angket motivasi belajar siswa.

Analisis data kemampuan pemecahan masalah matematik dilakukan dengan analisis kovarians (ANAKOVA), Angket motivasi belajar siswa dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan hasil kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil anakova untuk Fhitung=28,643 lebih besar Ftabel 4,007 (2) Terdapat Perbedaan motivasi belajar siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari nilai Asymp Sig. (two tailed) adalah 0,000 < 0,05. (3) Kadar Aktivitas aktif siswa telah memenuhi waktu persentase ideal yang ditetapkan (4) Proses Penyelesaian jawaban siswa yang dikenakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung.

(7)

ii ABSTRACT

Irham Habibi Harahap. Differences in Mathematical Problem Solving Ability and Motivation Student With Problem Based Learning and Learning Direct. 2015.

Keywords: Problem Based Learning, Problem Solving, motivation to Learn Students

The aim of this study was to examine: (1) Differences in the ability of solving mathematical students who received problem-based learning, better than students who received direct instruction, (2) The difference in learning motivation of students who received problem-based learning is better than students who acquire learning directly, (3) active activity levels of students during the process of problem-based learning, (4) Pattern diverse responses of the students in solving problems on problem-based learning and hands-on learning.

This research is a semi-experimental. The study population was a class VIII student of SMP in Sibuhuan. Randomly selected one school as research subjects, namely SMP Negeri 1 Barumun of two classes of seventh grade. 1 untreated experimental class of problem based learning and classroom learning experiment 2 were treated langsung. Instrumen used consisted of: mathematical problem solving ability test, students' learning motivation questionnaire and observation sheet. The instrument has been declared eligible content validity, and reliability coefficient of 0.823 and 0.8012 respectively for mathematical problem solving skills and student learning motivation questionnaire.

Data analysis was performed mathematical problem solving ability by analysis of covariance (Anacova), Questionnaire student motivation by Mann-Whitney test. The results showed that (1) There are differences in the results of mathematical problem solving abilities among the students who were given a problem-based learning with the students who were given direct instruction. This is evident from the results Anacova for greater Fhitung = 28.936 Ftabel 3.965 (2) There is a difference in students' motivation is given a problem-based learning with the students who were given direct instruction. This can be seen from the value Asymp Sig. (two-tailed) was 0.000<0.05. (3) active activity levels of students have met the ideal percentage specified time (4) Completion Process imposed students answer problem-based learning is better than direct.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Selama proses penulisan, terdapat beberapa kendala dan keterbatasan dari penulis, akantetapi bimbingan dan arahan serta bantuan dari beberapa pihak menjadi motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

Dalam kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Waminton Rajagukguk, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd dalam kapasitasnya sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika pasca sarjana UNIMED sekaligus narasumber I. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED, Bapak Prof. Dr.Sahat Saragih, M.Pd, sebagai narasuber II dan Bapak Dr. Martua Manullang, M.Pd sebagai nara sumber III yang telah banyak memberikan masukan dan sumbangsih pemikiran sehingga menambah khasanah pengetahuan penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea selaku Direktur Pasca Sarjana UNIMED, Asisten Direktur I, dan II Program Pascasarjana Unimed, yang telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di Universitas Negeri Medan.

(9)

iv

5. Bapak Drs. Ali Kamar nasution selaku Kepala SMP Negeri Barumun, yang telah memberikan izin melakukan penelitian, pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

6. Ayahanda Lahmuddin Harahap dan Almh Ibunda tercinta Nuraini Tanjung, beserta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan doa restu, semangat dan bantuan lainnya kepada penulis selama dalam perkuliahan. 7. Teman-teman mahasiswa, sahabat para kader HIMMAH, Senioren dan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, semoga kita semua sukses dalam bingkai rahmat dan rhido Allah SWT, serta tesis ini bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis sangat menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang dikemas dalam saran dan kritik yang baik demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, 10 Desember 2015 Penulis

(10)

v

2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 19

2.3. Hakekat Motivasi 23

2.3.1 Motivasi Belajar Siswa 26 2.3.2 Jenis dan Sifat Motivasi 28

2.3.3 Fungsi Motivasi 29

2.3.4 Pentingnya motivasi 30

2.4 Belajar dan Pembelajaran Matematik 32 2.5 Pembelajaran Berbasis Masalah 37 2.5.1 Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah 40 2.5.2 Tujuan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah 44 2.5.3 Manfaat Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah45 2.5.4 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah 46

2.6 Pembelajaran Langsung 48

2.6.1 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Langsung 551 2.6.1 Perbedaan pedagogik pembelajaran berbasis

masalah dan pembelajaran langsung 52

2.7 Materi Pelajaran 54

2.8 Teori Belajar Yang Mendukung 58

2.9 Proses Jawaban 62

2.10 Penelitian yang Relevan 64

2.11 Kerangka Konseptual 65

(11)

vi

BAB III METODE PENELITIAN 72

3.1. Jenis Penelitian 72

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 72 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 73 3.4. Mekanisme dan Rancangan Penelitian 73

3.4.1 Studi Pendahuluan 74

3.4.2 Menyusun Perangkat Pembelajaran 74

3.4.3 Rancangan Penelitian 82

3.5 Variabel Penelitian 83

3.6 Instrumen Penelitian 84

3.6.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik 84 3.6.2 Angket Motivasi Belajar Siswa 86

3.6.3 Lembar Observasi 87

3.7 Tekhnik Analisis Data 88

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif 89 3.7.2 Analisis Statistik Infrensial 95

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 108

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian 108 4.1.1. Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan

Instrumen Penelitian 108

4.2. Hasil Analisis Deskriptif Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah 109

4.2.1. Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah 110 4.2.2. Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah 114 4.3. Analisis Deskriptif Angket Motivasi Belajar Siswa 118 4.3.1. Hasil Analisis Deskripitif Angket Motivasi

Belajar Siswa Kelas Eksperimen 1 118 4.3.2. Hasil Analisis Deskriptif Angket Motivasi

Belajar Siswa Kelas Eksperimen 2 124 4.4. Analisis Statistik Infrensial Data Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik 131 4.5. Hasil Analisis statistik Infrensial Angket

Motivasi Belajar Siswa 142 4.6. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran 144 4.7. Analisis keberagaman Proses Jawaban Siswa

Pada Tes Pemecahan Masalah Matematik 147 4.8. Pembahasan Hasil Penelitian 161

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 170

5.1. Kesimpulan 170

5.2. Saran 171

DAFTAR PUSTAKA 173

LAMPIRAN 177

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah 47 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Langsung 51 2.3 Perbedaan Pedagogik Antara Pembelajaran Berbasis

Masalah Dengan Pembelajaran Konvensional 53 3.1 Hasil validasi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah 75 3.2 Hasil Validasi Postes Kemampuan Pemecahan Masalah 75 3.3 Hasil Validasi Angket Motivasi Belajar Siswa 76 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas 77 3.5 Interpretase Koefisien Reliabilitas 79

3.6 Rancangan Penelitian 82

3.7 Kisi-kisi Pretes dan Postes 85 3.8 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Siswa 87

3.9 Kategori Aktivitas Siswa 88

3.10 Interval Skor Pemecahan Masalah Matematik 89 3.11 Kategori Tingkat Motivasi Belajar Siswa 91 3.12 Persentase Waktu Ideal untuk Aktivitas Aktif Siswa 93 3.13 Rancangan Analisis Data Anakova 95 3.14 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data,

Alat Uji dan Uji Statistik 107 4.1 Hasil Uji Perangkat Pembelajaran 109 4.2 Hasil Uji Perhitungan Validitas Setiap Butir Soal 109 4.4 Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah 110 4.5 Ukuran Gejala Pusat dan Variansi Data Pretes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik eksperimen1 111 4.6 Hasi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik kelas Pembelajaran Langsung 112 4.7 Ukuran Gejala Pusat dan Variansi Data Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik kelas eksperimen 2 113 4.8 Rekapitulasi Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik 114

4.9 Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah 114 4.10 Ukuran Gejala Pusat dan Variansi Data Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik kelas Eksperimen 1 115 4.11 Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Kelas Eksperimen 2 116

4.12 Ukuran Gejala Pusat dan Variansi Data Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik kelas Eksperimen 2 117 4.13 Rekapitulasi Hasil Postes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa 118

(13)

viii

4.18 Persentase Ulet dan Tekun dalam Belajar 121 4.19 Persentase Mempunyai Kegiatan Meraih Cita-cita 122

4.20 Persentase Hadiah 123

4.21 Persentase Hukuman 123

4.22 Persentase Persaingan Dengan Teman/Lingkungan 124 4.23 Persentase Senang Menjalankan Tugas dalam Belajar 124 4.24 Persentase Menunjukkan Minat Mendalami Materi Yang

Dipelajari Lebih Jauh Lagi 125 4.25 Bersemangat dan Bergairah Untuk Berprestasi 126 4.26 Persentase Merasakan Pentingnya Belajar 127 4.27 Persentase Ulet dan Tekun Menghadapi Tugas Belajar 127 4.28 Persentase Mempunyai Kegiatan Untuk Meraih Cita-cita 128

4.29 Persentase Hadiah 129

4.30 Persentase Hukuman 129

4.31 Persentase Persaingan dengan Teman/Lingkungan 130 4.32 Persentase Angket Motivasi Belajar Siswa Dengan

Pembelajaran Berbasis Masalah dan Langsung 130 4.33 Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 132 4.34 Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 133 4.35 Koefisien Persamaan Regresi Kelas PBM 133 4.36 Koefisien Persamaan Kelas Pembelajaran Langsung 134 4.37 Analisis Varians Uji Independensi Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Kelas PBM 134 4.38 Analaisis Varians Uji Linearitas Kelas PBM 135 4.39 Analisis Varians Uji Independensi Kelas PL 136 4.40 Analisis Varians Uji Linearitas Kemampuan Pemecahan

(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lembar Jawaban Kosong 4

1.2 Lembar Jawaban Salah 5

1.3 Lembar Jawaban Benar 5

3.1 Prosedur Penelitian 81

4.1 Grafik Hasil Pretes Pemecahan Masalah Matematik Siswa Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah 112 4.2 Grafik Hasil Pretes Pemecahan Masalah Matematik

Dengan Pembelajaran Langsung 112 4.3 Grafik Hasil Postes Eksperimen 1 115 4.4 Grafik Hasil Postes Eksperimen 2 117 4.5 Diagram Persentase Aktivitas Siswa 144 4.6 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1

Kelas Eksperimen 1 149

4.7 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1

Kelas Eksperimen 2 149

4.8 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2

Kelas Eksperimen 1 152

4.9 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2

Kelas Eksperimen 2 152

4.10 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3

Kelas Eksperimen 1 155

4.11 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3

Kelas Eksperimen 2 155

4.12 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 4

Kelas Eksperimen 1 158

4.13 Ragam Pola Jawaban Butir Soal Nomor 4

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah merupakan salah satu wahana berkumpul dan belajar para

komunitas insan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Pentingnya ilmu

pengetahuan dikarenakan permasalahan yang begitu kompleks akan dihadapi

dalam kehidupan bermasyarakat dan sebagai pembeda komunitas harkat dan

martabat suatu bangsa. Sehingga, para pemangku kepentingan, melakukan

berbagai macam cara dan mencari rumusan yang sesuai untuk menjawab

problematika pendidikan yang terjadi di dalam negeri, demi terwujudnya generasi

yang berkualitas dan punya daya tawar dalam menyongsong era globalisasi.

Materi pelajaran yang dimuat dalam sekolah merupakan referensi awal

bagi peserta didik yang akan menghadapi dunia nyata. Akan tetapi peserta didik

sering beranggapan bahwa materi yang dimuat tidak berkorelasi dengan

kebutuhan mereka dan menganggap sesuatu yang sulit untuk dipelajari, apalagi

materi yang dibahas berkaitan dengan mata pelajaran matematika, banyak yang

beranggapan adalah materi yang sulit dan momok yang sangat menakutkan. Pada

hal, matematika merupakan bidang studi yang sangat penting untuk dipelajari.

Karena, “selalu ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang lain, ditambah lagi

dengan para peserta didik yang akan menghadapi berbagai permasalahan dalam

kehidupan yang tentunya membutuhkan pemikiran yang realistis, sudah barang

tentu sejalan dengan cara berpikir matematis yang kritis, sistematis, logis, kreatif,

dan kemampuan bekerjasama”(Depdiknas, 2003a).

(16)

2

Paling (dalam Abdurrahman, 2003) mengatakan bahwa “matematika

adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap permasalahan yang

dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan

tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan

yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam

melihat dan menggunakan hubungan-hubungan”. Dari pendapat ini dapat

diketahui bahwa sesungguhnya matematika itu memiliki peranan penting untuk

berkembang dan juga dalam berbagai bidang kehidupannya.

Pendidikan matematika ini diperoleh mulai dari pendidikan sekolah dasar,

sekolah menengah, dan juga sampai pada jenjang perguruan tinggi. Setelah

memperoleh pendidikan matematika di sekolah maka akan tercapai tujuan

pendidikan matematika sekolah. Yaitu :

(1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, dan menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi, (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba–coba, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, (4) memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah (Depdiknas, 2003a)

Dari hal di atas dapat diketahui bahwa salah satu aspek kompetensi yang

diharapkan dalam pendidikan matematika adalah pemecahan masalah. Karena

melihat perannya yang strategis dalam mengembangkan potensi intelektual siswa.

Siswa menjadi terampil dalam menyeleksi informasi, menganalisa dan siswa

belajar bagaimana melakukan proses penemuan dengan pemecahan masalah.

Sebagaimana dikatakan Hudojo (2005:133) bahwa “Pemecahan masalah

(17)

3

disebabkan antara lain: (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang

relevan, kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya; (2) kepuasan

intelektual akan timbul dari dalam, yang merupakan masalah intrinsik; (3) potensi

intelektual siswa meningkat; (4) siswa belajar bagaimana melakukan penemuan

dengan melalui proses melakukan penemuan”.

Pembelajaran matematika merupakan aspek penting bagi siswa disekolah.

sejalan dengan yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics

atau NCTM (Wahyudin, 2008:62) yaitu: “(1) daya matematis bagi semua dalam

masyarakat teknologi; (2) matematika sebagai sesuatu yang seseorang lakukan

menyelesaikan masalah, berkomunikasi, bernalar; (3) suatu kurikulum untuk

semua yang meliputi rentang luas muatan, beraneka ragam konteks, dan

koneksi-koneksi yang terencana; (4) belajar matematika sebagai proses aktif yang

konstruktif; (5) pembelajaran didasarkan pada masalah-masalah yang nyata”.

Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara

logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerja

sama dalam menghadapi berbagai masalah”.

Lebih lanjut Sumarno (dalam Saragih, 2007:2) menyatakan bahwa

“kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika itu disebut

dengan daya matematik (mathetamtical power) atau keterampilan matematika

(doing math)”. Daya matematik dalam tujuan pembelajaran matematika berupa

kemampuan untuk menghadapi permasalahan baik dalam matematika maupun

kehidupan nyata. Sedangkan keterampilan matematika melakukan sesuatu dengan

(18)

4

Salah satu keterampilan matematika yang berkaitan dengan karakteristik

berpikir tingkat tinggi dan berpikir tingkat rendah adalah kemampuan pemecahan

masalah. Sebagaimana NCTM (Wahyudin, 2008:67) menekankan “pemecahan

masalah sebagai fokus sentral dari kurikulum matematika”. Pentingnya

pemecahan masalah merupakan wahana untuk membangun berpikir tingkat tinggi.

Sehingga, kemampuan pemecahan masalah bukan hanya sebagai tujuan

pembelajaran, tetapi mereka juga termotivasi untuk bekerja dengan

sungguh-sungguh menyelesaikan permasalahan matematika.

Akan tetapi berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di

SMP Negeri 1 Barumun pada tahun ajaran 2014/2015 masih banyak kejanggalan

terhadap penyelesaian soal. Ini membuktikan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematik siswa masih rendah. Sebagai contoh : Harga 5 buah Apel dan

4 buah jeruk di Pasar Sibuhuan adalah Rp. 50.000,-. Sedangkan 2 buah Apel dan 3

buah Jeruk di tempat yang sama Rp. 27.000,-. Jika Ruki membeli 3 buah Apel dan

2 jeruk berapakah uang yang harus dibayarkan?.

Soal tersebut diberikan kepada 32 siswa, 10 orang (31,25%) diantaranya

tidak menjawab soal tersebut, 16 orang (50%) menjawab dengan jawaban yang

salah dan 6 orang (18,75%) yang menjawab benar, dari hasilnya menunjukkan

kemampuan pemecahan masalah rendah, gambaran jawaban beberapa siswa dapat

dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.1 lembar jawaban siswa kosong

siswa tidak menuliskan jawaban atas soal

(19)

5

Dari gambar di atas diketahui bahwa siswa kesulitan dalam memahami

masalah, merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Padahal soal

membutuhkan pemecahan masalah. Sehingga pada saat soal diberikan, siswa tidak

menjawab pertanyaan pada lembar jawaban. Tetapi hanya menuliskan soal saja.

Padahal soal sangat sering dijumpai dalam kehidupan nyata.

Gambar 1.2 Lembar jawaban siswa salah

Sedangkan pada gambar 1.2 di atas siswa mengerti dengan arah soal yang

diberikan. Akan tetapi siswa tersebut belum faham bagaimana semestinya

memecahkan permasalahan tersebut. Sehingga siswa tidak mengetahui bagaimana

yang semestinya menyelesaikan soal tersebut dengan benar.

Gambar 1.3 lembar jawaban Siswa yang benar

Siswa salah dalam

memecahkan masalah dan menjawab soal

(20)

6

Pada gambar 1.3 di atas, jawaban siswa benar dalam menuliskan apa yang

diketahui, ditanyakan dan memecahkan masalah tersebut. Akan tetapi hanya

sebagian kecil dari keseluruhan siswa yang mampu menyelesaikan masalah yang

diberikan. Dapat disimpulkan dari beberapa jawaban siswa bahwa kemampuan

pemecahan masalah siswa masih rendah.

Selain observasi di atas, nilai rata-rata matematika siswa saat UN pada

tahun 2014 berada di bawah KKM yang ditetapkan di SMP Negeri 1 Barumun,

yaitu 6,43 atau 6,43<70. Berdasarkan interview peneliti terhadap guru bidang

studi matematika dikatakan bahwa hasil belajar dan nilai UN matematika berada

di bawah KKM yang sudah ditetapkan, dikarenakan siswa kurang mampu

menyelesaikan masalah matematika. Dalam hal ini, siswa kurang terbiasa dalam

menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah, sehingga bila dihadapkan pada

soal-soal pemecahan masalah, siswa cenderung kurang bisa. oleh karena itu, perlu

dilatih kepada siswa agar mempunyai bekal dalam memecahkan masalah

matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik

siswa, dipengaruhi oleh pembelajaran yang digunakan guru selama ini belum

mampu membangkitkan gairah siswa untuk belajar, memotivasi siswa dalam

menyelesaikan soal-soal yang berbentuk masalah. Rendahnya kemampuan siswa

dalam menyelesaikan permasalahan dikarenakan proses pembelajaran yang

dilakukan guru dalam mengajar hanya menerangkan konsep, memberikan contoh

soal, tanya jawab (jika ada), dilanjutkan dengan menyuruh siswa untuk

(21)

7

Disamping kemampuan pemecahan masalah, Peneliti juga fokus pada

motivasi belajar siswa. Karena motivasi mempunyai peran yang sangat penting

bagi siswa dalam belajar. Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dimyati dan

Mudjiono, 2013:42) “motivasi adalah tenaga yang menggerakkan aktivitas

seseorang dan mengarahkan aktivitas seseorang”. Rendahnya motivasi membuat

siswa malas belajar bahkan acuh terhadap pelajaran matematika. Dalam proses

pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk

diperhatikan. Seringnya terjadi di sekolah, siswa yang kurang berprestasi bukan

disebabkan karena kemampuannya yang kurang. tetapi disebabkan motivasi yang

tidak ada, membuat siswa untuk tidak berusaha untuk menggerakkan segala

kemampuannya belajar.

Bukan hal yang jarang lagi, seringnya guru gagal membawa suasana

belajar yang baik dikarenakan penggunaan metode pembelajaran yang kurang

tepat. Siswa yang berprestasi rendah kemungkinan besar disebabkan karena tidak

adanya dorongan atau motivasi. Motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak

untuk membangkitkan minat siswa, menjamin kelangsungan proses belajar,

sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2007:75) yang menyatakan

bahwa “hasil belajar itu dikatakan optimal bila ada motivasi yang tepat”.

Pengetahuan dan pehamanan tentang motivasi belajar pada siswa sangat

bermanfaat bagi guru untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara

semangat siswa tentang arti pentingnya belajar. Karena walau bagaimanapun

semangat guru untuk mengajari siswa kalau motivasi belajar tidak tumbuh pada

(22)

8

Ada Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya motivasi siswa

di sekolah. Sebagaimana Dimyati dan Mudjiono (2013:97) menyebutkan

diantaranya, pertama cita-cita atau aspirasi siswa, timbulnya cita-cita dibarengi

oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa, dan nilai-nilai kehidupan.

Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian. Kedua

kemampuan siswa, keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan

atau kecakapan mencapainya. Keinginan membaca perlu dibarengi dengan

kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf. Ketiga kondisi siswa,

kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi

belajar. Keempat kondisi lingkungan siswa, lingkungan siswa dapat berupa

keadaan alam, lingkungan tempat tinggal pergaulan sebaya, dan kehidupan

bermasyarakat. Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruhi oleh

lingkungan sekitar. Kelima unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran,

siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang

mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Keenam upaya guru dan

membelajarkan siswa, guru adalah seorang pendidik profesional. Upaya guru

membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan diluar sekolah.

Motivasi siswa timbul karena cita-cita yang didorong oleh perkembangan

akal, moral, kemauan, kemampuan, kondisi pribadi sisiwa, kondisi lingkungan

dan upaya guru sebagai pendidik yang professional. Karena siswa adalah makhluk

sosial yang mempunyai kebutuhan. Sebagaimana David Mc Cleeland dalam

Dimyati dan Mudjiono (2013:82) berpendapat bahwa “setiap orang memiliki tiga

jenis kebutuhan dasar, yaitu : (i) kebutuhan akan kekuasaan, (ii) kebutuhan untuk

(23)

9

Ada tiga unsur motivasi yang harus diperhatikan dalam melihat

pengaruhnya, yaitu: pertama tujuan, bahwa manusia adalah makhluk yang

mempunyai tujuan, walaupun manusia tidak ada sebenarnya yang mempunyai

tujuan yang sama. Kedua kekuatan dalam diri, ketika seluruh kekuatan yang

dimiliki manusia berupa energi, apakah itu energi fisik, otak, mental dan spiritual

berkolaborasi dan menjelma, maka timbullah dorongan batin untuk melakukan

sesuatu dengan baik dan benar. Ketiga keuntungan, setiap manusia pasti ingin

mendapatkan keuntungan disetiap pekerjaan, meski harus dihindari sikap mau

bekerja manakala ada keuntungan langsung (direct profit) yang akan

diperolehnya. Akan tetapi keinginan memperoleh imbalan, rasa ingin

meningkatkan diri dan seperangkat keinginan mencari keuntungan adalah bagian

yang tidak terpisahkan dari keseluruhan aktivitas manusia.

Namun fakta di lapangan berbeda terhadap yang diharapkan. berdasarkan

hasil observasi terhadap guru dalam proses pembelajaran matematika, guru hanya

mencari cara yang mudah dalam memberikan pelajaran, cenderung mengejar

setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh siswa,

serta terlebih dahulu mendemonstrasikan contoh masalah, kemudian siswa

diberikan soal yang sesuai dengan contoh tersebut, guru beranggapan bahwa hal

yang demikian dapat meningkatkan kemampuan siswa. Sehingga kenyataannya

berbanding terbalik, siswa tidak mempergunakan kemampuannya sendiri untuk

menyelesaikan masalah. Namun, hanya mencontoh pekerjaan guru. Kurangnya

kegiatan yang menarik dalam pembelajaran dapat menyebabkan rendahnya

(24)

10

Pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru juga mengakibatkan

keinginan siswa untuk belajar rendah. Karena Proses pembelajaran tidak hanya

transfer knowledge. tetapi juga menciptakan situasi yang dapat membawa

perubahan tingkah laku positif pada siswa. Pola pembelajaran seperti ini harus

dirubah dengan cara menggiring siswa untuk mencari ilmunya sendiri. Proses

pembelajaran yang monoton dan didominasi oleh guru dapat menyebabkan

kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika dan mengarah pada proses

pembelajaran yang tidak aktif. Siswa akan merasa jenuh dan kurang tertarik untuk

mengikuti pelajaran. sehingga motivasi untuk memahami materi apa yang

diberikan oleh guru tidak ada pada siswa. Pada hal motivasi mempunyai peran

yang sangat penting dalam kegiatan belajar, daya penggerak dalam diri siswa

untuk menumbuhkan minat belajar dan faktor psikis yang bersifat non intelektual.

Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi bisa gagal karena

kurangnya motivasi pada diri siswa dalam belajar.

Guru sebagai salah satu aktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar,

diuntut untuk mengkontruksi proses pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa. Menurut Napitupulu

(2008:9) bahwa “model, pendekatan, strategi, metode ataupun teknik yang

digunakan guru diyakini berpengaruh besar terhadap pencapaian hasil belajar

anak”. Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa

diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan

kepada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan disesuaikan

dengan tingkat kognitif siswa, serta penggunaan metode evaluasi yang terintegrasi

(25)

11

Selain kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar

siswa, Proses penyelesaian jawaban siswa juga menjadi fokus peneliti. Hal ini

berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal dan

untuk mengetahui sejauh mana barometer penguasaan siswa terhadap materi agar

dapat diteliti lebih lanjut mengenai penyebab kesalahan siswa. “Penyebab

kesalahan siswa tersebut harus mendapat pemecahan yang tuntas sehingga

kesalahan yang sama tidak terulang dikemudian hari”(Hidayat dkk, 2013:40).

Proses penyelesaian jawaban siswa itu penting, untuk mengetahui

bagaimana pola pikir siswa. Karena pada hakekatnya, pola pikir antara siswa

berbeda terhadap masalah yang akan diselesaikan. Selain itu, proses penyelesaian

jawaban siswa juga berkaitan dengan variasi jawaban siswa dalam menyelesaikan

permasalahan yang diberikan .

Namun berdasarkan hasil ujicoba yang dilakukan peneliti terhadap proses

penyelesaian jawaban. setelah dianalisis kurang bervariasi, artinya masih banyak

terdapat siswa mempunyai jawaban yang sama terhadap soal yang diberikan. Hal

tersebut kemungkinan bisa terjadi, karena selama ini pada saat pembelajaran guru

memberikan maslah-masalah matematika yang tertutup, Jarang sekali siswa diajak

menganalisis serta mengunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, guru perlu menyusun soal yang kontekstual atau

berhubungan dengan kehidupan nyata siswa selama kegiatan pembelajaran. Salah

satu cara yang dapat digunakan oleh guru yaitu dengan menerapkan pembelajaran

berbasis masalah. Karena Pada pembelajaran berbasis masalah terdapat beberapa

ciri khasnya berupa penilaian autentik dimana guru dapat menilai hasil kerja siswa

(26)

12

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan

pembelajaran yang menyajikan berbagai pilihan masalah kontekstual sehingga

merangsang peserta didik untuk belajar. Sebagaimana diungkapkan oleh Santrock

(2008:374) “Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang lebih

menekankan pada pemecahan masalah autentik seperti masalah yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari” Dengan guru memberikan berbagai situasi yang nyata,

secara tidak langsung mengajak siswa untuk bereksprimen, menguji berbagai hal

untuk menemukan jawabannya kemudian membandingkan dengan siswa lain

merupakan cara dari pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah sejalan dengan Kurikulum yang telah

dirancang dan disiapkan oleh pemerintah, bahkan telah diujicobakan di beberapa

sekolah di Indonesia walau hanya dengan tenggat waktu yang sedikit, tapi banyak

sekolah yamg merespon dengan positif. karena pada pembelajarannya

menekankan untuk memfasilitasi peserta didik agar memiliki kompetensi (sikap,

pengetahuan dan keterampilan) yang memadai untuk eksis pada abad 21 yang

bercirikan sebagai berikut (Kemdikbud, 2013):

1. Pembelajaran diarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu dari beberapa sumber belajar, dengan melakukan observasi, bukan diberitahu. 2. Pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (menanya)

bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab).

3. Pembelajaran diarahkan utnuk berpikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin).

4. Pembelajaran menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Sebagaimana Piaget (Arends, 2008:47) mengatakan bahwa “Pembelajaran

berbasis masalah dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) yang

menempatkan permasalahan dalam dunia nyata sehingga siswa dapat

(27)

13

memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan

pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan

dan membandingkannya dengan temuan siswa lain”. Pembelajaran dengan

ciri-ciri tersebut adalah merupakan pembelajaran yang menerapkan metode ilmiah.

Pendekatan pembelajaran yang menerapkan tahapan metode ilmiah dinyatakan

sebagai pendekatan saintifik (scientifc approach). Untuk mampu mencapai

tahapan-tahapan tersebut maka didalam kelas matematika perlu diajarkan cara

pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa yang baik dan tepat dengan

harapan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Berangkat dari uraian di atas, peneliti menganggap bahwa Pembelajaran

berbasis masalah melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi, membantu

siswa menjadi pebelajar yang mandiri dengan bimbingan yang berulang-ulang

sekaligus memotivasi belajar matematik siswa. Oleh karena itu, judul penelitian

ini adalah perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi

belajar siswa dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari beberapa uraian pada latar belakang masalah di atas terdapat

beberapa masalah diantaranya:

a. Hasil belajar matematika siswa rendah

b. Siswa belajar secara pasif, menerima pelajaran yang diberikan gurunya sebagai

barang jadi.

c. Pembelajaran masih berpusat pada guru

d. Respon yang diberikan siswa atas permasalahan yang diberikan tidak sesuai

(28)

14

e. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah.

f. Motivasi belajar siswa masih rendah

g. Proses penyelesaian soal siswa belum sesuai dengan kompetensi yang

diharapkan.

h. Pembelajaran berbasis masalah belum diterapkan.

i. Siswa cenderung menghindari soal-soal yang menantang karena terbiasa

dengan soal-soal yang rutin.

j. Proses pembelajaran disekolah kurang menarik karena masih cenderung

dengan pembelajaran langsung.

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas

dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan yang

diharapkan maka penulis membatasi masalah berupa:

a. Kemampuan pemecahan masalah matematik siwa

b. Motivasi belajar siswa masih rendah

c. Proses jawaban siswa

d. Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang diajukan pada penilitian ini

adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran

(29)

15

b. Apakah terdapat perbedaan motivasi belajar siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

c. Bagaimana kadar aktivitas aktif siswa, selama peroses penerapan pembelajaran

berbasis masalah.

d. Bagaimana peroses jawaban siswa dalam pemecahan masalah matematik pada

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik

siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran

langsung.

b. Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

c. Untuk mendeskripsikan kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran

berbasis masalah.

d. Untuk mengetahui proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal

pemecahan masalah pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran

langsung.

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka diharapkan hasil penelitian

ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Sebagai acuan bagi guru-guru matematika yang ingin mengembangkan

(30)

16

b. Sebagai masukan bagi guru-guru tentang alternatif pembelajaran yang dapat

digunakan dalam pembelajaran

c. Sebagai masukan bagi segenap pembaca dan pemerhati yang peduli terhadap

peningkatan mutu pendidikan secara khusus pada pendidikan matematika

1.7 Defenisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam penulisan ini, perlu

dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan ini.

a. Kemampuan pemecahan masalah matematik yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah kemampuan siswa terhadap suatu masalah untuk dipecahkan atau

diselesaikan dalam topik pembelajaran matematika dengan fase siswa mampu

memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah sesuai

rencana, memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang diperoleh.

b. Motivasi belajar adalah dorongan yang dimiliki seseorang baik yang datang

dari dalam (intrinsik) meliputi: 1) Senang menjalankan tugas belajar, 2)

Mendalami materi yang dipelajari lebih jauh lagi, 3) Bersemangat dan

bergairah untuk berprestasi, 4) Menyadari pentingnya belajar, 5) Ulet dan

tekun dalam menghadapi masalah belajar, 6) Mempunyai kegiatan untuk

meraih cita-cita dengan cara belajar, maupun dari luar (ekstrinsik) meliputi: 1)

Hadiah (reward), 2) Hukuman (punishment), 3) Persaingan dengan teman /

lingkungan diri individu, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan

dalam diri yang mendorong individu untuk belajar.

c. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran dari pilihan

berbagai masalah dan diperoleh dari kemampuan kritis serta kemampuan siswa

(31)

17

pembelajaran, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan

siswa untuk belajar; (3) memberikan bantuan menyelediki, menganalisa secara

mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5)

menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

d. Pembelajaran langsung adalah suatu pembelajaran yang berpusat pada guru

dengan memiliki lima langkah yaitu: menetapkan tujuan, penjelasan, dan atau

demonstrasi, panduan, praktek, umpan balik dan perluasan praktek.

e. Pretes adalah adalah tes kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada

materi prasyarat.

f. Proses jawaban siswa adalah cara yang digunakan siswa untuk menyelesaikan

masalah, dianalisis dari kesalahan dan keberagaman langkah penyelesaian dan

(32)

170

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pelaksanaan

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung dengan menekankan

pada kemampuan pemecahan masalah matematika dan motivasi belajar siswa,

maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang

diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran langsung.

2. Perbedaan motivasi belajar siswa, antara siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran langsung.

3. Aktivitas aktif siswa dengan pembelajaran berbasis masalah adalah efektif.

Dengan merujuk pada kriteria yang ditetapkan, toleransi pencapaian

keefektifan waktu yang digunakan terpenuhi.

4. Pola jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran berbasis

masalah lebih baik dan bervariasi bila dibandingkan dengan pembelajaran

langsung. Berdasarkan temuan penelitian, dari keempat indikator yang diukur

menyelesaikan masalah masih mengalami kesulitan.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa lebih baik

dengan pembelajaran berbasis masalah. Dengan pembelajaran berbasis masalah

membuat siswa berani mengemukakan ide-ide, memiliki sikap demokratis,

(33)

171

sehingga menimbulkan rasa senang dalam belajar. Guru sebagai teman belajar,

mediator, fasilitator untuk lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan

ajar serta karakteristik kemampuan individual siswa. Jika hal ini dilakukan secara

berkesinambungan membawa dampak positif terhadap pengetahuan dimasa yang

akan datang, berdasarkan beberapa uraian di atas, peneliti menyarankan beberapa

hal berikut :

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran berbasis masalah menjadi kendala bagi siswa karena belum

mengenal secara utuh cara belajar yang digunakan. Disarankan kepada

guru mengenalkan terlebih dahulu mengenai fase-fase pembelajaran

kepada siswa.

b. Suasana kelas yang agak ribut ketika proses diskusi kelompok membuat

terganggunya aktivitas belajar lainnya. Disarankan agar guru lebih aktif

berkeliling dalam kelas dan memberikan teguran atau peringatan kepada

siswa yang tidak mengikuti pembelajaran secara antusias.

c. Kurang beragamnya soal yang diberikan kepada siswa selama proses

pembelajaran. Disarankan guru untuk memberikan soal yang beragam

pada masing-masing kelompok dan mempertasekannya di depan kelas,

sehingga kelompok yang lain dapat memahami bentuk soal yang beragam.

d. Penelitian ini hanya terbatas pada materi sistem persamaan linear dua

variabel. Diharapkan kepada peneliti lainnya untuk mengembangkannya

(34)

172

e. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti berharap pada indikator menyelesaikan

masalah perlu adanya suatu usaha yang terencana, agar siswa dapat

(35)

173

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama.

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

_______________. (2012). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : Yayasan PeNA

Arends, R. (2007). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. 2008. Yokyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. __________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Dahar, R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Depdiknas. (2003a). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat kurikulum

Balitbang Depdiknas

Dimyiati dan Mudjiono. (2013). Belajar dan pembalajaran. Jakarta : Direktoral Jenderal Perguruan Tinggi Dekdikbud.

Fergusson, G, A. (1989). Statistical Analisys In Psychology and Education. Sixth Edition, Singapore : Mc. Graw- Hill International Book Co.

Hasan, I.M. (2011). Pokok-pokok Materi Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara Hidayat, dkk. (2013). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal pada

Ruang Dimensi Tiga Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa.Jurnal Pendidikan Matematika Solusi, (online). Eprints.uns.ac.id/3896/1/1460-3258-1-PB.pdf, diakses 20 September 2014.

Hamzah, A. M dan Muhlisrarini. (2014). Perencanaan Dan Pembelajaran Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

(36)

174

Kadir. (2015). Statistika Terapan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Karaduman, B. G. (2013). The Relationship Between prospective Primary Mathemaic Teacher’s Attitudes Towards Problem Based Learning And Their studying Tendencies. Jurnal Internasional Ijonte Vol. 4 edisi Oktober 2013.

Khoiriyah, D. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self-Efficacy Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah di MAN 1 Padangsidimpuan. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Mardapi, D. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, Yogyakarta: Mitra Cendikia

Majid, A. (2013) Strategi Pembelajaran. Bandung. Remaja Rosdakarya

Napitupulu, E. (2008). Developing Reasioning Skill And Problem Solving

Trought Problem Based Liearning. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 1 Edisi Juni 2008.

Neter, J. (2005). Applied Linier Statistical Model. Illions: Richard D. Erwin, INC.

Newman. J.M. (2005) Problem Based Learning: An Introduction and Overview of the Key Features of the Approach. Journal of Veterinary

Padmavathy. R. D (2013). Efectiveness of Problem Based Learning In Mathematics. International Multydisciplinary e-Journal Vol-II Jan 2013.

Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Polya, G. (1973). How To Solve (2ndEd. Princeton University Press. Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press

(37)

175

Saefudin, Abdul Aziz dkk. (2012). Pengembangan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Jurnal Nasional Al Bidayah, (Online), Vol 4 No.1, (journal.uin suka.ac.id/ Albidayah / article/ download/22/25, diakses 02 Oktober 2014).

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, edisi I, cetakan ke-6. Jakarta: Kencana prenada Media group.

___________. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Santrock, W. (2008). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Terjemahan oleh Tri Wibowo. Jakarta: Kencana.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sardiman, A. M. (2007). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta : PT Raja Grasindo Persada.

Simorangkir, F. (2013). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Berpikir Kritis Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional. Tesis tidak diterbitkan. Medan: UNIMED.

Sinaga, B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsitos

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sugiyono. (2008). MetodePenelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

________. (2011). MetodePenelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

(38)

176

Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 24 Juli

Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Uno, B. H. (2012). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

_________. (2013). Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara. Usman, U. Moh. (2010). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Van De Walle, J.A. (2008). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA Abong.

White, H. Speaking of Teaching. Satanford University Newsletter On Teachino. Winter 2001 Vol 11 No.1

Yamin, M. (2008). Paradigma Pendidikan Kontruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.

Gambar

Tabel 2.12.2
Gambar1.11.2
Gambar 1.1 lembar jawaban siswa kosong
Gambar 1.2 Lembar jawaban siswa salah

Referensi

Dokumen terkait

4.1 Menurut saya SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) telah bekerja dengan baik untuk melindungi pekerja yang ada di Yayasan Pendidikan Al-Azhar di Medan. Variabel Y

 Model conditional demand : 10 persen kenaikan harga menurunkan 4,7 persen bungkus rokok yang dikonsumsi. CHEPS FKMUI, 15

JUDUL TPP : Prarancangan Pabrik Butil Asetat dari Butanol dan Asam Asetat dengan Metode Fischer Proses Batch.. Kapasitas 80.000 Ton

Perbedaan Bank Sehat dengan Bank Gagal, dan Menguji Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Bank Gagal dan Sehat.. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan

1) Tahap pertama persiapan, yang meliputi: a) dalam segi materi pembelajaran CIRC dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran kelompok, b) menetapkan siswa dalam

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan metode Bamboo Dancing dalam pembelajaran IPA daur air pada

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan: (1) Motivasi peziarah datang ke Makam Kyai Ageng Balak dalam era modernisasi yaitu motivasi ekonomi, motivasi keselamatan

Pandangan Ahli mengenai Model Bimbingan Kelompok Berbasis Bermain (BKBB) untuk Mengembangkan Karakter Kindness Anak Usia Dini.. Pengaruh Model Bimbingan Kelompok Berbasis