• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nunukan Chicken In Tarakan Island As Germplasm Of Kalimantan Timur Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nunukan Chicken In Tarakan Island As Germplasm Of Kalimantan Timur Province"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

AYAM NUNUKAN DI PULAU TARAKAN SEBAGAI PLASMA

NUTFAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MUHAMMAD ALWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah Provinsi Kalimantan Timur, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Muhammad Alwi NIM D151100131

(3)

RINGKASAN

MUHAMMAD ALWI. Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI dan SRI DARWATI.

Ayam nunukan merupakan ayam lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Beberapa keunggulan ayam nunukan adalah warna bulu spesifik, pertumbuhan bulu lambat sehingga sangat cocok di daerah panas, dan lebih efisien pada metabolisme protein yang mengandung sulfur (sistin dan metionin), dan ayam nunukan lebih unggul dibandingkan ayam kampung, yaitu pada pertambahan bobot badan dan produksi telur. Kajian tentang karakteristik ayam nunukan akan memberikan tambahan informasi sebagai bahan acuan me nentukan kebijakan yang tepat untuk pelestarian, pemanfaatan, pengembangan ayam nunukan, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi ayam nunukan di Pulau Tarakan, yaitu karakteristik fenotipik dari sifat kualitatif dan kuantitatif sebagai landasan pengembangan dan pemuliaan.

Metode pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara langsung. Pengamatan sifat kualitatif dilakukan pada sembilan sifat, yaitu: bentuk jengger, warna paruh, warna daun telinga, warna shank, warna kulit, warna bulu, pola bulu, kerlip bulu dan corak bulu. Pengukuran sifat kuantitatif dengan menggunakan jangka sorong digital, penggaris, pita ukur, timbangan digital, dan tali, yaitu pada 20 sifat, terdiri dari: panjang paruh, lebar paruh, tebal paruh, panjang kepala, lebar kepala, tinggi jengger, lebar jengger, tebal jengger, bobot badan, panjang badan, lingkar dada, panjang punggung, panjang sayap, panjang leher, lebar pelvis, panjang femur, panjang tibia, panjang shank (metatarsus), lingkar shank, dan panjang jari ketiga, serta karakteristik telur: berat telur, panjang telur, lebar telur, berat kuning telur, berat putih telur, persentase kuning telur, persentase putih telur, warna kerabang telur, dan bobot kerabang. Karakteristik peternak diamati dengan teknik wawancara dan pengisian kuisioner oleh peternak.

Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan dianalisis secara deskriptif. Frekuensi gen dihitung berdasarkan hukum hardy-weinberg. Karakteristik sifat kuantitatif antar sampel ayam nunukan diuji denga n menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan tiap sifat antar lokasi. Uji t dilakukan menggunakan software Minitab versi 14.0. Dilakukan uji T2 hotteling untuk mengetahui perbedaan antar populasi ayam antar lokasi penelitian, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan analisis komponen utama (AKU), pada analisis AKU, sifat bobot badan tidak diikutkan dalam proses analisis. Analisis dilakukan menggunakan software Minitab versi 14.0. Karakteristik peternak dianalisis secara deskriptif.

Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan relatif sama untuk semua lokasi pengamatan, yaitu jengger tunggal, warna paruh dan shank kuning, bulu berwarna coklat kemerahan dengan pola columbian. Dugaan genotip berdasarkan fenotip ternak adalah pp ZIdZ- ZIdW ii ee ZsZs ZsWZbZb ZbW, dan warna kerabang telur putih (prpr).

(4)

sayap, panjang leher, panjang femur, lingkar shank, dan panjang jari ketiga. Ayam nunukan betina hanya terdapat dua sifat yang berbeda nyata, yaitu sifat lebar paruh dan panjang shank, menandakan bahwa sifat kuantitatif ayam jantan lebih bervariasi dibandingkan pada ayam betina.

Karakteristik terlur ayam nunukan berbeda nyata pada parameter tebal kerabang, sedangkan pada parameter yang lain, tidak ada perbedaan antara semua lokasi penelitian. Karakteristik telur ayam nunukan di Pulau Taraka n agak berbeda dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh peneliti yang lain, namun tidak berbeda signifikan.

Populasi ayam nunukan di Pulau Tarakan adalah 155 ekor di Tarakan Tengah (32.26% dewasa kelamin), 245 ekor di Tarakan Timur (42.86% dewasa kelamin), dan 940 ekor di Tarakan Barat (34.26% dewasa kelamin). Persentase populasi efektif cukup tinggi, yang bernilai lebih dari 85% pada tiap lokasi, yaitu 92% di Tarakan Tengah, 86.67% di Tarakan Timur, dan 87.57% di Tarakan Barat. Peningkatan inbreeding cukup rendah (0.17%) untuk keseluruhan ayam, dengan nilai paling kecil pada Tarakan Barat (0.32%) dan paling besar pada Tarakan Tengah (1.08%).

Penciri ukuran tubuh ayam nunukan jantan adalah sifat panjang badan dan penciri bentuk tubuh adalah sifat panjang sayap. Pada ayam betina penciri ukuran tubuh adalah sifat lingkar dada, dan penciri bentuk tubuh adalah sifat panjang tubuh.

Peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan berjumlah 16 orang. Peternak tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Tarakan Tengah (tiga peternak), Tarakan Timur (empat peternak), dan Tarakan Barat (sembilan peternak). Sebagian besar peternak berada pada usia produktif dengan pengalaman beternak yang cukup tinggi. Semua peternak memelihara ayam nunukan hanya sebagai usaha sambilan.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik ayam nunukan di Pulau Tarakan adalah sama dengan karakteristik ayam nunukan pada umumnya, dengan sifat kualitatif jengger tunggal, paruh dan shank berwarna kuning, bulu berwarna coklat kemerahan untuk jantan dan kuning kemeraha n untuk betina dengan pola columbian, dan bulu sayap dan bulu ekor pada jantan dan betina tidak tumbuh sempurna, dugaan genotip pp ZIdZ- ZIdW ii ee ZsZs ZsWZbZb ZbW. Keragaman sifat fenotip kuantitatif ayam jantan antar lokasi masih tinggi, sedangkan pada betina lebih seragam, yaitu terdapat 13 sifat kuantitatif yang berbeda nyata antar kecamatan pada ayam jantan, dan dua sifat pada ayam betina.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD ALWI. Nunukan Chicken in Tarakan Island as Germplasm of Kalimantan Timur Province. Supervised by CECE SUMANTRI and SRI DARWATI.

Nunukan chicken is local chicken which has the potential to be developed. Some advantages nunukan chicken is specific coat color, hair growth is slow so it fits in the hot area, and more efficient in the metabolism of proteins containing sulfur (cystine and methionine), and nunukan chicken was superior on body weight gain and production eggs then general local chicken. Studies on the characteristics of nunukan chicken will provide additional information as a reference to conserve, utilization, and development of nunukan chicken, therefore the purpose of this study was to characterize the nunukan chicken in Tarakan Island on phenotypic characteristics of qualitative and quantitative trait as the basis for development and advancement.

Methods of observation and data collection was done directly. Qualitative trait of the observations made on nine traits, namely: shape comb, beak color, ear color, shank color, skin color, hair color, hair pattern, flicker feathers and feather patterns. Quantitative trait measurements used digital calipers, ruler, measuring tape, digital scales, and a rope, which was at 20 traits, consisting of: beak length, beak wide, thick beak, head length, head width, comb height, comb width, thickness comb, body weight, body length, chest circumference, long backs, long wings, long neck, wide pelvis, femur length, tibia length, length of shank (metatarsus), shank circumference, and length of the third finger, and egg characteristics: egg weight, egg length, egg width, yolk weight, weight of egg white, egg yolk percentage, percentage of egg white, egg shell color, and shell weights. Farmer characteristics observed by filling the questionnaire and interview with the farmers.

Characteristics of qualitative traits of nunukan chicken was analyzed by descriptive statistical methods. Gene frequency was calculated based on Hardy-Weinberg law. Quantitative trait characteristics between the samples of nunukan chicken was tested using t-student test to determine any differences between locations. T-student test performed using Minitab software version 14.0. Hotteling T2 test done to know the difference between chicken populations among study sites, and followed by principal component analysis (AKU). The analysis of the AKU, the trait of body weight were not included in the analysis process. Analyses were performed using Minitab software version 14.0. Farmer characteristics were analyzed by descriptive statistical methods.

The characteristics of qualitative properties of nunukan chicken relatively similar for all sampling sites, namely single comb, beak and shank color yellow, reddish-brown fur with columbian pattern. Alleged genotype based on phenotype livestock was pp ZIdZ- ZIdW ii ee ZsZs ZsWZbZb ZbW, and white eggshell color (prpr).

(6)

finger length), whereas in females nunukan chicken there are only two real different properties, that was beak width and shank length, indicating that on the quantitative trait, the male nunukan chicken is more varied than in the female.

The characteristics of egg significantly different on eggshell thickness, while the other parameters there was not difference between sites. Characteristics of nunukan chicken eggs in Tarakan Island was somewhat different than the results reported by other researchers, however, it was not differ significantly.

The number of nunukan chicken population in Tarakan Island was 155 heads in the Middle Tarakan (32.26% sexual maturity), 245 heads in East Tarakan (42.86% sexual maturity), and 940 heads in West Tarakan (34.26% sexual maturity). Generally, percentage of effective population was high, which was worth more than 85% at each location. It was 92% in the Middle Tarakan, 86.67% in East Tarakan, and 87.57% in the West Tarakan. Inbreeding Increase was quite low (0.17%) for the whole chicken, with the smallest value in the West Tarakan (0.32%) and greatest in the Middle Tarakan (1.08%).

Identifier of body size on male nunukan chicken was the body length, and identifier on body shape was the wing lenght. Whereas on female nunukan chicken, identifier of body size was the chest circumference, and identifier on body shape was the body length.

The farmer of nunukan chicken on the Tarakan Island was numbered 16 person. Farmers spread in three districts, namely Central Tarakan (three farmers), East Tarakan (four farmers), and West Tarakan (nine farmers). Most of the farmers were in the productive age with experience raising high enough. All farmers breed the nunukan chicken only as a sideline.

The conclude is nunukan chicken in Tarakan Island was not different between other locations, with the c haracteristics of the qualitative nature was a single comb, beak and shank are yellow, reddish-brown fur for males and for females with reddish yellow columbian pattern, and wing feathers and tail feathers in males and females do not grow perfectly, with genotype assesment was pp ZIdZ- ZIdW ii ee ZsZs ZsW ZbZb ZbW. Quantitative phenotypic trait variability between sites male chicken was still high, while the female was more uniform, there are 13 different quantitative traits between locations on male chicken, and two traits on female chicken.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

AYAM NUNUKAN DI PULAU TARAKAN SEBAGAI PLASMA

NUTFAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MUHAMMAD ALWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah Provinsi Kalimantan Timur

Nama : Muhammad Alwi NIM : D151100131

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Dr Ir Sri Darwati, MSi

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan

Prof Dr Ir Muladno, MSA Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan karunia yang tak terhitung bilangannya, dan atas izin-Nya lah semata sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan mulai bulan September hingga Desember 2012 adalah Ayam Nunukan, dengan judul Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah Provinsi Kalimantan Timur.

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc dan Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi selaku komisi pembimbing yang telah memberi arahan, bimbingan dan masukan kepada penulis sejak awal penelitian hingga terselesaikannya penulisan karya ilmiah ini, demikian juga kepada Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor, MrurSc yang telah banyak memberi arahan pada awal penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sumiati, MSc selaku dosen penguji ujian tesis yang telah memberi banyak saran dan masukan. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan, Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan (Disnaktan), dan rekan kerja saat proses pengumpulan data. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua (Bapak Rustam dan Ibu Hafsah), saudara, keluarga, dan sahabat, atas dukungan doa, dana, dan kasih sayang yang selalu menjadi pendukung penulis dalam berkarya.

Semoga karya ini menjadi amal jariyah bagi penulis, dan memberi manfaat bagi bangsa dan negara.

Bogor, Agustus 2013

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik kualitatif ayam nunukan 5

2 Karakteristik kuantitatif ayam nunukan 6

3 Karakteristik telur ayam nunukan 7

4 Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam 8 5 Sifat kualitatif ayam nunukan jantan dan betina 17

6 Sifat kuantitatif ayam nunukan jantan 20

7 Hasil uji t sifat kuantitatif ayam nunukan jantan dengan ayam kampung jantan

21

8 Sifat kuantitatif ayam nunukan betina 22

9 Hasil uji t sifat kuantitatif ayam nunukan betina dengan ayam kampung betina

22

10 Karakteristik telur ayam nunukan 23

11 Hasil uji t telur ayam nunukan dengan ayam kampung 24 12 Jumlah populasi dan populasi efektif ternak 24 13 Persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan jantan 25 14 Persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan betina 26 15

16

Jenis-jenis pakan yang digunakan oleh peternak ayam nunukan Data peternak ayam nunukan

28 29

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ayam nunukan jantan dan betina 5

2 Bentuk dan letak tulang pada kerangka ayam 12

3 Pulau Tarakan 15

4 Ayam nunukan dewasa kelamin jantan dan betina 16 5 Matrik plot ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan jantan dan

betina

27

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

6 7

Hasil analisis komponen utama (AKU) ayam nunukan betina Data ukuran dan bentuk tubuh dengan sifat yang diamati pada ayam nunukan jantan berdasarkan persamaan AKU

44 49

8 Data ukuran dan bentuk tubuh dengan sifat yang diamati pada ayam nunukan betina berdasarkan persamaan AKU

51

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan unggas di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternakan, karena merupakan ujung tombak dalam pemenuhan kebutuhan pangan hewani. Ternak unggas saat ini memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi daging nasional, yaitu 66.29%, kemudian disusul daging sapi sebesar 19%. Dari jumlah daging unggas tersebut, sekitar 79% berasal dari ternak ayam ras, sekitar 15.64% berasal dari ternak ayam kampung (ayam lokal), dan sisanya (5.35%) adalah dari ternak unggas lainnya (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012).

Ternak unggas tetap menjadi tumpuan sumber bahan pangan hewani karena beberapa hal yang menguntungkan bagi masyarakat yaitu: murah, mudah didapat dan relatif lebih disukai. Pengembangan peternakan ayam diusahakan tidak hanya bertumpu pada ayam ras pedaging (Suprijatna 2010). Hal ini didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu (1). ayam ras pedaging tingkat ketergantungannya sangat tinggi terhadap luar negeri dalam pengadaan sarana produksi (bibit, ransum dan obat) dan teknologi, (2). penyebaran produk ayam ras pedaging belum mampu menjangkau pelosok-pelosok wilayah terpencil, hanya terbatas di kota-kota besar. Menurut Ahmad dan Siswansyah (2006), Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, dan yang mampu memenuhi kebetuhan pangan hewani adalah ayam lokal, karena dipelihara oleh masyarakat sampai di pelosok-pelosok.

Pengembangan ayam lokal belum optimal dalam menyediakan pangan hewani dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Menurut Yusdja dan Ilham (2006), hampir semua jenis ternak domestik tidak mendapat sentuhan teknologi pembibitan yang intensif. Mutu ternak semakin buruk karena ternak yang baik selalu dipilih untuk dipotong. Menurut Suprijatna (2010), pengembangan ternak ayam lokal sebagai produk pangan daging unggas memiliki prospek yang baik. Indikasinya adalah bahwa permintaan produk daging ayam lokal meningkat setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa: 1) ayam lokal masih istimewa bagi masyarakat karena rasa daging yang khas; 2) terdapat kecenderungan beralihnya konsumen tertentu ke produk daging organik; 3) adanya pangsa pasar tersendiri bagi ayam lokal yang tercermin dari semakin banyaknya restoran dan gerai yang menggunakan ayam lokal. Ternak ayam lokal juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu mampu beradaptasi secara baik terhadap lingkungannya dan memiliki keragaman genetik yang sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan data statisti k bahwa populasi ayam lokal selalu meningkat, yaitu tercatat 243.423.389 ekor pada tahun 2008, 249.963.499 ekor pada 2009, 257.544.104 ekor pada 2010, dan 264.339.634 ekor pada 2011. Hal ini juga terlihat pada jumlah konsumsi daging ayam lokal, yaitu 0.521 kg/kapita/tahun pada 2009, 0.626 kg/kapita/tahun pada 2010, dan 0.626 kg/kapita/tahun pada 2011 (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012).

(16)

(AI), ditandai dengan tingginya frekuensi gen antiviral Mx, yaitu 42,3%, dan juga ayam lokal berpotensi untuk dijadikan strain ternak penghasil daging dan telur yang tahan terhadap serangan virus AI.

Ayam nunukan merupakan salah satu jenis ayam lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ayam tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan telur. Beberapa keunggulan ayam nunukan menurut Sartika et al. (2006) adalah warna bulu spesifik, pertumbuhan bulu lambat sehingga sangat cocok di daerah panas, dan lebih efisien pada metabolisme protein yang mengandung sulfur (sistin dan metionin), dan ayam nunukan lebih unggul dibandingkan ayam kampung, yaitu pada pertambahan bobot badan dan produksi telur. Menurut Hadinoto (1987), ayam nunukan merupakan ayam jenis berat tubuh sedang. Berat badan umur empat bulan sekitar 1.2 sampai 1.5 kg. Berat badan betina dewasa (umur 12 bulan) dapat mencapai 2 sampai 2.5 kg, dan pada jantan mencapai 2.5 sampai 3.5 kg. Produksi telur rata-rata per tahun adalah 100 sampai 140 butir per ekor. Mulai bertelur pada umur 6 sampai 7 bulan, dengan lama produksi hingga 2.5 tahun. Harga ayam nunukan cukup tinggi dibandingkan dengan harga ayam ras di daerah pulau Tarakan. Harga ayam nunukan Rp. 60 000 per kilogram bobot hidup, hal ini sama dengan harga ayam kampung, sebagai perbandingan harga ayam ras pedaging (ayam broiler) adalah Rp. 25 000 per kilogram bobot hidup (Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan 2011).

Menurut Wafiatiningsih et al. (2005), beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pemeliharaan ayam nunukan ini hampir tidak ada bedanya dengan permasalahan yang dihadapi pada pengembangan ayam buras pada umumnya, seperti kurang mendapat perhatian pemerintah, pemuliaan ternak kurang intensif, masalah pakan dan manajemen pemeliharaan, selain itu tujuan utama pemeliharaan ayam nunukan hanya terbatas untuk pemenuhan konsumsi keluarga dan untuk keperluan tradisi ritual keagamaan. Saat ini, populasi ayam nunukan mulai berkurang, namun belum ada data yang menyebutkan jumlah populasi ayam nunukan saat ini. Populasi ayam nunukan tersebar di Pulau Tarakan dan Kabupaten Nunukan, dan beberapa tempat lain di Provinsi Kalimantan Timur (Wafiatiningsih et al. 2005).

Pengetahuan tentang karakteristik ayam nunukan merupakan langkah awal untuk pelestarian, peningkatan produktifitas dan pengembangan lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan di Pulau Tarakan karena merupakan daerah asal ayam nunukan, dan tempat pertama kali ayam nunukan dipelihara secara luas oleh masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya langkah-langkah yang dilakukan untuk pelestarian dan peningkatan produktifitas ayam nunukan di Pulau Tarakan Provinsi Kalimantan Timur.

Perumusan Masalah

(17)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ayam nunukan secara fenotipik berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif, dan keadaan sosial ekonomi peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkan informasi yang akurat dan lengkap tentang karakteristik ayam nunukan di Pulau Tarakan sebagai bahan acuan untuk pelestarian, pengembangan, dan pemuliaan ayam nunukan di Pulau Tarakan oleh pihak yang berwenang.

Hipotesis

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Nunukan Asal Usul

Ayam nunukan berasal dari Pulau Tarakan di Kalimantan Timur (Creswell dan Gunawan 1982). Ayam ini pernah dikembangkan di pulau Nunukan sehingga disebut juga ayam nunukan. Konon ayam ini berasal dari dataran Cina, dan masuk ke Pulau Tarakan sekitar tahun 1920 sampai 1922 (Hadinoto 1987). Menurut Disnak Kalimantan Timur (1995), asal muasal ayam nunukan menurut sejarahnya pada waktu zaman Belanda sekitar tahun 1920, dua per usahaan besar yaitu NHM (Noenoekan Houtanchap Matschappij) di Pulau Nunukan dan BPM (Bataafse Petroleum Matschappij) di Pulau Tarakan banyak mempekerjakan imigran dari dataran Cina yang kemudian menetap di wilayah tersebut. Diperkirakan rute perjalanan para imigran tersebut membawa ayam adalah Hongkong-Sandakan-Tawau-Nunukan-Tarakan. Maka ayam ini dikenal juga sebagai ayam cina atau ayam tawau, dan datang pertama kali ke Pulau Nunukan sehingga dinamakan ayam nunukan.

Ayam nunukan lebih banyak berkembang di Pulau Tarakan. Hal ini disebabkan para imigran dari Cina beralih profesi menjadi pedagang sambil memelihara ayam nunukan dan menetap di Pulau Tarakan setelah perusahaan-perusahaan tersebut tutup. Perkembangan selanjutnya ayam nunukan banyak juga dipelihara oleh masyarakat setempat dan beradaptasi dengan baik selama ± 80 tahun. Oleh karena itu, ayam nunukan telah diklaim sebagai ayam lokal Kalimantan Timur yang merupakan plasma nutfah unggulan daerah (Sartika et al. 2006).

Menurut Zein dan Sulandari (2009), ayam nunukan termasuk ayam asli Indonesia hasil domestikasi yang berada dalam satu clade dengan ayam hutan merah (G.g. gallus) yang termasuk ayam hutan Indonesia, sehingga dapat dikatakan berdekatan secara geneologis (berbagai leluhur yang sama) dengan ayam hutan merah. Sulandari (2006) menyatakan bahwa dari 15 rumpun ayam lokal Indonesia, ayam nunukan termasuk dalam rumpun ayam berukuran tubuh sedang dan memiliki kesamaan ukuran tubuh dengan ayam lokal yang berada pada kelompok yang sama, yaitu ayam kedu hitam, cemani, arab golden, arab silver dan kalosi. Berdasarkan matriks jarak genetik, ayam nunukan memiliki jarak genetik paling dekat dengan ayam tolaki (ayam kampung dari Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara).

Karakteristik dan Performans

(19)

Sumber: Salam (2012)

Gambar 1 Ayam nunukan jantan (kiri) dan betina (kanan).

Ayam nunukan umur kurang dari 120 hari, sayap dan ekor hanya berbulu kapas (Priyono 1982). Menurut Sartika et al. (2006), ayam nunukan berwarna merah kecoklatan (buff), dengan pola bulu columbian (bagian ujung sayap dan ujung ekor berwarna hitam), kerlip bulu keemasan, corak bulu dominan polos, tetapi masih ada yang bercorak lurik (barred) walaupun frekuensinya hanya sedikit yaitu hanya 3.6%, warna ceker kuning atau putih yang ditunjukkan oleh frekunesi gen qi, qe, qs dan qId masing-masing sebesar 100%, bentuk jengger sebagian besar berbentuk tunggal (single) dan hanya sebesar 16.4% berbentuk pea. Karakteristik fenotipik sifat kuantitatif ayam nunukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik kualitatif ayam Nunukan

Bagian Tubuh Betina Dewasa Jantan Dewasa Warna Frekuensi

(%)

Warna Frekuensi (%) Jengger Merah muda 66.67 Merah muda 57.14 Paruh Kuning kecoklatan 66.67 Kuning kecoklatan 57.14 Daun telinga Putih,

merah muda

66.67 Merah tua 71.43 Kulit Krem muda 52.38 Kuning 57,14 Shank Kuning 100.00 Kuning 100.00 Leher Coklat, hitam 61.9 Coklat tua 71.43 Punggung Abu-abu, coklat, hitam 47.62 Abu-abu, coklat tua,

hitam

71.43 Dada Coklat muda 76.19 Coklat tua 42.86 Sayap luar Coklat tua, hitam dan

coklat, hitam, putih

33.33 Coklat tua, hitam 57,14 Sayap dalam Coklat muda 42.86 Coklat muda, hitam 42.86 Ekor Coklat, hitam 42.86 Tak berekor 71.43 Paha Coklat muda 76.19 Coklat muda 57.14

(20)

Priyono (1982) menyatakan bahwa telur ayam nunukan yang ditetaskan menghasilkan DOC yang berbobot 33 sampai 37 gram per ekor. Creswell dan Gunawan (1982), melaporkan bahwa DOC ayam nunukan 30.2 gram, umur empat minggu 168 gram, umur delapan minggu 482 gram, umur 12 minggu 843 gram, umur 16 minggu 1 304 gram, dan umur 20 minggu 1 507 gram, dan bertelur pada umur 146 hari (21 minggu), dengan teknik pemeliharaan intensif.

Menurut Sartika et al. (2006), ayam nunukan dewasa mempunyai bobot badan berkisar 1.5 sampai 3 kg pada jantan, dan betinanya berkisar 1.1 sampai 2.8 kg. Menurut Hodijah (1991), ayam nunukan mulai bertelur pada umur 175 hari (5.8 bulan) pada bobot badan 1.6 kg. Karakteristik fenotipik sifat kuantitatif ayam nunukan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik kuantitatif ayam nunukan

Bagian tubuh Rataan

Jantan Betina

Bobot badan (g) 2 151.48 ± 358.99 1 525.18 ± 307.16 Panjang paruh (mm) 38.03 ± 2.77 34.82 ± 2.14 Lebar paruh (mm) 16.74 ± 1.90 16.94 ± 2,93

Tebal paruh (mm) 12.87 ± 1.29 11.9 ± 1.47

Panjang kepala (mm) 45.30 ± 4.39 44.34 ± 4.01 Lebar kepala (mm) 32.09 ± 2.35 29.98 ± 1.89 Tinggi jengger (mm) 46.15 ± 17.64 18.86 ± 6.98 Lebar jengger (mm) 91.52 ± 24.57 45.11 ± 12.25 Tebal jengger (mm) 13.71 ± 5.86 4.75 ± 2.30 Panjang badan (cm) 43.19 ± 2.98 39.40 ± 2.24 Lingkar dada (cm) 42.29 ± 3.10 36.72 ± 3.17 Panjang punggung (cm) 27.67 ± 2.88 24.41 ± 1.98 Panjang sayap (cm) 22.57 ± 1.21 19.74 ± 0.99 Panjang leher (cm) 11.71 ± 1.31 10.56 ± 0.86 Lebar pelvis (mm) 16.59 ± 5.96 29.76 ± 7.92 Panjang femur (cm) 11.48 ± 0.98 9.76 ± 0.85 Panjang tibia (cm) 14.88 ± 1.05 12.41 ± 0.92 Panjang shank (cm) 10.81 ± 0.68 8.97 ± 0.63 Lingkar shank (cm) 5.24 ± 0.37 4.19 ± 0.35

Panjang taji (mm) 16.40 ± 12.69 -

Lebar taji (mm) 8.78 ± 1.34 -

Sumber: Sulandari et al. (2006)

(21)

(1991), perlakuan ransum dengan tingkat energi berbeda (2 600 kkal/kg dan 2 900 kkal/kg) pada ayam nunukan hingga fase bertelur tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan. Demikian juga terhadap pemberian ransum dengan tingkat protein yang berbeda (yaitu 12% dan 14%) tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan. Perbedaan tingkat energi (2 600 kkal/kg dan 2 900 kkal/kg) dan protein (yaitu 12% dan 14%) dalam ransum ayam nunukan juga tidak berpengaruh pada konversi ransum. Karakteristik telur ayam nunukan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik telur ayam nunukan

Parameter Rataan

Berat telur (g) 47.12 ± 3.07

Panjang telur (mm) 49.45 ± 1.61

Lebar telur (mm) 38.62 ± 0.93

Indeks telur 0.78 ± 0.02

Berat kuning telur (g) 17.43 ± 1.28 Berat putih telur (g) 23.46 ± 3.24 Persentase kuning telur (%) 42.81 ± 4,.22 Persentase putih telur (%) 57.19 ± 4.22 Warna kerabang telur Coklat muda keputihan

Sumber: Wafiatiningsih et al. (2005)

Karakteristik Fenotipik

Karakteristik fenotipik pada hewan terdiri atas sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dibedakan atau dikelompokkan, seperti warna bulu, warna shank dan bentuk jengger. Ekspresi sifat kualitatif ditentukan oleh satu gen tunggal sampai dua pasang gen. Perbedaan sifat ini hampir seluruhnya ditentukan oleh perbedaan genetik, sedangkan perbedaan lingkungan memberikan pengaruh yang kecil bahkan tidak ada, sehingga variasi sifat kualitatif juga merupakan variasi genetik (Warwick et al. 1995). Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan, karena sifat-sifat ini dapat dijadikan merek dagang tertentu atau dapat juga dijadikan ciri dari breed tertentu. Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau beberapa pasang gen (Warwick et al. 1995). Menurut (Noor 1996) bahwa sifat-sifat kualitatif, seperti warna, pola warna, sifat bertanduk, atau tidak bertanduk sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya. Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam dapat disimak pada Tabel 4.

(22)

Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat produksi dan reproduksi (produktivitas) atau sifat yang dapat diukur seperti bobot badan, ukuran-ukuran tubuh, produksi daging dan telur. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen (poligen) yang bereaksi secara aditif, dominan maupun epistatis, dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Warwick 1995). Ukuran-ukuran tubuh (morfometrik tubuh) yang penting untuk diamati dan dijadikan penentu karakteristik jenis ayam antara lain adalah bobot tubuh, panjang bagian-bagian kaki, panjang sayap, panjang paruh dan tinggi jengger (Mansjoer et al. 1989).

Tabel 4 Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam

Ekspresi Lokus Genotip Fenotip

Warna bulu I-i I-

(23)

setiap generasi akibat tindakan seleksi ditentukan oleh nilai heritabilitas dan jumlah kelebihan dari individu-individu terpilih terhadap rata-rata populasi di tempat mereka berasal (Mansjoer 1985).

Sifat-sifat kuantitatif yang penting untuk penentuan morfologi ayam diantaranya adalah bobot badan, panjang tulang femur (betis), tibia dan tarsometatarsus, lingkar tulang tarsometatarsus, panjang jari kaki ketiga, panjang sayap, panjang paruh (maxilla) dan tinggi jengger. Penampilan ukuran-ukuran tubuh tersebut, selain dipengaruhi oleh sifat kegenetikan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Kemurnian suatu bangsa ayam ditentukan dari keseragaman ciri -ciri tubuh tersebut (Mansjoer 1985). Dijelaskan juga beberapa sifat yang berhubungan dengan produktifitas daging yang tinggi dapat digambarkan oleh ukuran lingkar dada, panjang dada, panjang cakar (shank, tarsometatarsus), panjang betis, panjang paha dan bobot badan. Panjang dan lingkar cakar (shank), panjang dada dan lebar dada mempunyai korelasi positif dengan bobot badan. Panjang cakar (shank) merupakan penduga paling tepat untuk bobot badan (Mansjoer 1985).

Kematian yang biasa dinyatakan dalam persen kematian ( mortalitas) merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan efisiensi produksi suatu usaha beternak unggas. Banyaknya kematian dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sanitasi serta makanan yang kurang memenuhi kebutuhan. Beberapa bangsa ayam ditemukan perbedaan daya tahan terhadap penyakit, misalnya pullorum (Jull 1978). Lebih lanjut Jull (1978) juga menjelaskan bahwa silang dalam (inbreeding) akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap lingkungan, sehingga akan meningkatkan kematian anak ayam, maupun ayam muda. Hal ini telah dibuktikan oleh para peneliti yang terdahulu. Perkawinan antara galur ayam yang mortalitasnya tinggi dengan yang rendah akan menghasilkan keturunan dengan jumlah kematian yang sedikit.

Dewasa kelamin dapat diketahui dari umur pertama bertelur, hal ini dapat dijadikan sebagai patokan dewasa kelamin (Mansjoer 1985). Dewasa kelamin menggambarkan sudah berfungsinya organ-organ reproduksi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Proses perkembangan alat kelamin mencapai maksimal dan mulai bekerja pada umur yang berbeda pada spesies, bangsa, makanan dan individu. Perkembangan alat kelamin diawasi oleh kelenjer pituitaria. Menurut Hodijah (1991), ayam nunukan mencapai dewasa kelamin pada umur 175 hari (5.8 bulan). Menurut Creswell dan Gunawan (1982), ayam nunukan mulai bertelur pada umur 21 minggu (146 hari), dan menurut Hadinoto et al. (1987), ayam nunukan mulai bertelur pada umur 6-7 bulan.

Analisis Komponen Utama (AKU)

Komponen utama dibentuk melalui dua cara (Everitt dan Dunn 1998). Cara pertama, komponen utama dibentuk dari matriks kovarian variabel-variabel dan cara yang kedua komponen utama dibentuk dari matriks korelasi variabel-variabel. Komponen utama yang dibentuk dari matriks kovarian lebih efektif untuk menjelaskan deferensiasi antar-kelompok ternak dan mampu menerangkan keragaman data yang lebih banyak dibanding komponen utama yang dibentuk dari matriks korelasi.

(24)
(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Te mpat

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai September hingga Desember 2012. Penelitian ini dilakukan di peternakan rakyat yang terdapat di Pulau Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur, yaitu di Kecamatan Tarakan Timur (Tartim), Kecamatan Tarakan Barat (Tarbar), dan Kecamatan Tarakan Tengah (Tarteng).

Materi

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis menulis, daftar pertanyaan (kuisioner) untuk peternak dan borang pengukuran karakteristik fenotipik ternak. Alat untuk mengukur sifat kuantitatif meliputi pita ukur satuan milimeter, timbangan digital satuan gram, jangka sorong digital ketelitian 0.00 dengan satuan terkecil milimeter, dan penggaris ukur satuan milimeter.

Bahan yang digunakan adalah sampel ayam nunukan dewasa kelamin (umur lebih dari enam bulan) sebanyak 211 ekor yang diperoleh dari tiga kecamatan di Pulau Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur, dan sebagai pembanding digunakan pula sampel ayam kampung dewasa kelamin (umur lebih dari enam bulan) sebanyak 120 ekor. Teknik pengambilan sampel dengan cara purpossive sampling, yaitu jumlah sampel yang diambil disesuaikan dengan jumlah populasi ayam pada masing-masing kecamatan (korelasi positif).

Jumlah sampel yang diambil terdiri dari 14 ekor ayam jantan dan 25 ekor ayam betina di Kecamatan Tarakan Tengah, 27 ekor ayam jantan dan 45 ekor ayam betina di Tarakan Timur, dan 45 ekor ayam jantan dan 55 ekor ayam betina di Tarakan Barat, sedangkan sampel ayam kampung 20 ekor untuk masing-masing jenis kelamin ternak pada tiap lokasi. Sampel telur ayam nunukan sebanyak 15 butir dari Kecamatan Tarakan Tengah, 17 butir dari Kecamatan Tarakan Timur, dan 19 butir dari Kecamatan Tarakan Barat. Sampel telur ayam kampung sebanyak 15 butir tiap lokasi. Responden peternak ayam nunukan sebanyak 16 orang yang terdapat di Pulau Tarakan, yang terdiri dari tiga orang peternak dari Kecamatan Tarakan Tengah, empat orang dari Kecamatan Tarakan Timur, dan sembilan orang dari Kecamatan Tarakan Barat. Responden yang dipilih memiliki lebih dari dua ekor ayam nunukan.

Prosedur

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran karakteristik ayam, dan wawancara langsung pada peternak dalam bentuk pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Pengamatan dan pengukuran beberapa karakteristik sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa sifat kualitatif yang diamati adalah: bentuk jengger, warna paruh, warna daun telinga, warna shank, warna kulit, warna bulu, pola bulu, kerlip bulu, dan corak bulu.

(26)

telur: berat telur, panjang telur, lebar telur, berat kuning telur, berat putih telur, persentase kuning telur, persentase putih telur, warna kerabang telur, dan bobot kerabang. Secara umum bagian-bagian tubuh ayam yang diukur sesuai dengan kerangka ayam.

Sumber: Jull 1978.

Gambar 2 Bentuk dan letak tulang pada kerangka ayam

Pengukuran masing-masing peubah yang diamati adalah dengan cara sebagai berikut:

1. Panjang paruh, yaitu diukur dari pangkal paruh hingga ujung paruh menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

2. Lebar paruh, yaitu jarak bagian kiri ke bagian kanan pangkal paruh, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

3. Tebal paruh, yaitu jarak antara bagian atas ke bagian bawah pangkal paruh, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

4. Panjang kepala, yaitu panjang antara tulang atlas dengan lacrimal, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

5. Lebar kepala, yaitu jarak kedua bagian sisi kepala, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

6. Tinggi jengger, yaitu jarak dari pangkal jengger hingga puncak jengger, diukur menggunakan penggaris mistar (dalam satuan mm). 7. Lebar jengger, yaitu jarak bagian terdepan dengan bagian terbelakang

jengger, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm). 8. Tebal jengger, yaitu jarak kedua sisi pada pangkal jengger, diukur

(27)

9. Bobot badan, yaitu bobot secara keseluruhan satu ekor ternak, diukur menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram).

10. Panjang tubuh, yaitu panjang antara ujung paruh hingga pangkal ekor, diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan cm).

11. Lingkar dada, yaitu panjang lingkaran tubuh ayam melalui tulang sternum dan pelvis, diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan cm). 12. Panjang punggung, yaitu jarak antara pangkal leher dengan pangkal

ekor, diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan cm).

13. Panjang sayap, yaitu jarak antara pangkal sayap hingga ujung sayap (phalanges), diukur menggunakan penggaris mistar (dalam satuan cm). 14. Panjang leher, yaitu panjang antara pangkal leher hingga tulang atlas,

diukur menggunakan tali, kemudian dikonversi dengan pita ukur (dalam satuan mm).

15. Lebar pelvis, yaitu lebar tulang pelvis, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

16. Panjang femur, yaitu panjang tulang femur (paha), diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

17. Panjang tibia, yaitu panjang tulang tibia (betis), diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

18. Panjang shank, yaitu panjang tulang metatarsus (shank), diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

19. Lingkar shank, yaitu panjang keliling shank, diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan mm).

20. Panjang jari ketiga, yaitu jarak dari pangkal jari ketiga hingga ujung kuku, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

21. Berat telur, yaitu bobot keselurahan satu butir telur ayam, diukur dengan menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram)

22. Panjang telur, diukur dengan menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm)

23. Lebar telur, diukur dengan menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm)

24. Berat kuning telur, diukur dengan menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram)

25. Berat putih telur, diukur dengan mengurangkan bobot putih dan kuning telur dengan bobot kuning telur (dalam satuan gram)

26. Persentase kuning telur, didapatkan dengan cara membagi berat kuning telur dengan berat telur, lalu dikalikan 100

27. Persentase putih telur, didapatkan dengan cara membagi berat putih telur dengan berat telur, lalu dikalikan 100

28. Bobot kerabang, yaitu bobot kerabang tanpa selaput telur, diukur dengan menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram).

Analisis Data

(28)

Karakteristik sifat kuantitatif antar sampel ayam nunukan diuji dengan menggunakan uji t-student untuk mengetahui perbedaan tiap sifat antar lokasi,

dengan persamaan: = �1−�2

2 1

�1+ 1

�2

(Steel dan Torrie 1991). Uji t-student

dilakukan menggunakan software Minitab versi 14.0.

Uji T2 hotteling untuk mengetahui perbedaan antar populasi ayam antar lokasi penelitian, dengan persamaan: T2 = n1n2

n1+ n2 X1−X2 SG.

−1 X 1−

X2 (Gaspersz 1992), jika berbeda nyata dilanjutkan dengan analisis komponen

utama (AKU) dengan persamaan: Yj = a1jx1 + a2jx2 + a3jx3 + ... a19jx19 (sifat bobot

badan tidak dimasukkan dalam penghitungan AKU). Analisis dilakukan menggunakan software Minitab versi 14.0. Populasi efektif ternak dihitung dengan persamaan: Ne = (4n x jantan x n betina)/(n jantan + n betina) (Christensen 2003). Peningkatan inbreeding (inbreeding increase) per generasi dihitung menggunakan persamaan: ∆F = 1/(2Ne) (Christensen 2003).

Data karakteristik peternak dianalisis secara deskriptif. Umur peternak dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: belum produktif (usia kurang dari 15 tahun), produktif (usia antara 15 sampai 55 tahun) dan tidak produktif (usia lebih dari 55 tahun). Pengalaman beternak dihitung berdasarkan lamanya responden beternak ayam nunukan, yaitu: 0 sampai 5 tahun (belum berpengalaman), 6 sampai 10 tahun (cukup berpengalaman), dan >10 tahun (sangat berpengalaman). Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang merupakan usaha pokok responden. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang diselesaikan responden, meliputi SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi. Tujuan beternak adalah apa yang diharapkan responden dalam beternak.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Pulau Tarakan terletak di bagian utara Kalimantan Timur, pemerintahan daerah berupa kotamadya tingkat dua (Kotamadya Tarakan). Kota Tarakan mempunyai luas 657.33 km2 yaitu 38.2% bagiannya, atau 250.8 km2 berupa daratan dan sisanya sebanyak 61.8% atau 406.53 km2 berupa lautan. Tarakan terdiri dari empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Tarakan Timur, Tarakan Tengah, Tarakan Barat dan Tarakan Utara (Gambar 3). Jumlah kelurahan di Kota Tarakan pada tahun 2010 tercatat sebanyak 20 kelurahan (Pemkot Tarakan 2011).

Gambar 3 Pulau Tarakan. (Insert: Pulau Kalimantan).

(30)

Karakteristik Sifat Kualitatif

Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan (Tabel 5) untuk bentuk jengger 100% berbentuk tunggal, warna paruh 100% kuning emas, warna shank 100% kuning emas, bulu 100% berwarna (coklat kemerahan untuk jantan dan kuning kemerahan untuk betina), pola bulu sebagian besar (>95%) pola columbian seperti tampak pada Gambar 4, hal ini menguatkan penjelasan yang dikemukakan oleh Sulandari (2006), bahwa ciri ayam nunukan warna coklat kemerahan (buff), bulu utama sayap dan ekor tidak berkembang, paruh dan ceker berwarna kuning, pola bulu columbian. Dapat diartikan bahwa karakteristik yang ada pada ayam nunukan di Pulau Tarakan saat ini dapat dijadikan penanda karakteristik ayam nunukan yang murni, dengan dugaan genotip pp ZIdZ- ZIdW ii ee ZsZs ZsWZbZb ZbW, dan warna kerabang telur putih (prpr). Walaupun demikian, pada beberapa sampel ternak masih terdapat variasi sifat, yaitu pada sifat warna daun telinga, warna kulit, pola dan kerlip bulu, dengan nilai keseragaman >95%. Menurut Wafiatiningsih et al. (2005), adanya variasi pada beberapa sifat kemungkinan diakibatkan oleh percampuran dengan ayam kampung jenis lain.

Gambar 4 Ayam nunukan dewasa kelamin jantan (kiri) dan betina (kanan)

(31)

Tabel 5 Sifat kualitatif ayam nunukan dan ayam kampung

Peubah Genotip

Ayam Nunukan Ayam Kampung

Tarteng Tartim Tarbar Tarteng Tartim Tarbar

FenotipFrek. Gen Fenotip Frek. Gen Fenotip Frek. Gen Fenotip Fenotip Fenotip

(32)
(33)

Beberapa sifat kualitatif ayam nunukan di Kecamatan Tarakan Timur dan Tarakan Barat terdapat variasi pada ayam jantan dan juga betina, yaitu pada sifat warna daun telinga pada kedua kecamatan. Variasi warna kulit pada Tarakan Timur, pola bulu dan kerlip bulu pada Tarakan Barat. Menurut Budipurwanto (2001), karakteristik sifat kualitatif dapat dijadikan patokan untuk penentuan suatu bangsa ayam, yaitu beberapa sifat penting diantaranya adalah warna bulu, warna kerabang telur, warna shank, dan bentuk jengger.

Dibandingkan dengan sifat kualitatif aya m kampung yang terdapat di Pulau Tarakan, maka tampak berbeda dengan sifat kualitatif ayam nunukan, seperti yang terdapat pada Tabel 6. Semua sifat kualitatif yang diamati memiliki tingkat keragaman dan koefisien variasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam nunukan. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa ayam nunukan di Pulau Tarakan merupakan rumpun ayam lokal, yang berbeda dengan ayam kampung yang terdapat di Pulau Tarakan.

Dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Wafiatiningsih et al. (2005) (Tabel 1) dan Sartika et al. (2006), diketahui bahwa tingkat keseragaman dari hasil pengamatan ini masih lebih tinggi. Semua parameter yang diamati memiliki frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh Wafiatiningsih et al. (2005), kecuali pada parameter warna shank, yaitu memiliki frekuensi 100% sama seperti hasil yang diperoleh pada pengamtan ini. Beberapa perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan sumber sampel dan jumlah sampel yang digunakan.

Karakteristik Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif yang diamati berjumlah 20 sifat. Berdasarkan hasil uji t, beberapa sifat kuantitatif pada sampel ayam nunukan jantan berbeda nyata (P<0.05), yaitu pada sifat lebar paruh, tebal paruh, lebar kepala, lebar jengger, tebal jengger, bobot badan, panjang badan, panjang punggung, panjang sayap, panjang leher, panjang femur, lingkar shank, dan panjang jari ketiga. Selengkapnya dapat disimak pada Tabel 6.

Adanya sifat yang berbeda nyata pada ayam jantan untuk masing-masing kecamatan kemungkinan disebabkan oleh tingginya keragaman genetik dan adanya interaksi genetik dengan lingkungan, sedangkan pengaruh dari lingkungan sangat kecil. Keadaan alam dan lingkungan pada masing-masing kecamatan relatif sama, demikian juga teknik dan pola pemeliharaan ternak pada masing-masing kecamatan di tiap peternak relatif sama.

(34)

Tabel 6 Sifat kuantitatif ayam nunukan jantan

Variabel Sifat

Lokasi

Rataan Koefisien Variasi

Tarteng Tartim Tarbar Tarteng Tartim Tarbar

Jumlah sampel (n) 14 27 45 14 27 45

Bobot badan (g) 2245±151.9ab 2286±199.8a 2078±257.6b 5.45 5.53 4.69

Panjang paruh (mm) 38.69±2.11 38.78±2.14 38.32±1.79 10.66 9.05 8.57 Lebar paruh (mm) 19.44±2.07ab 18.71±1.69a 20.11±1.72b 7.26 7.07 7.75

Tebal paruh (mm) 12.73±0.92a 12.81±0.91a 13.49±1.04b 8.59 6.37 5.25

Panjangkepala (mm) 49.82±4.28 48.16±3.07 48.39±2.54 7.64 4.01 7.94

Lebar kepala (mm) 39.99±3.06ab 42.32±1.69a 40.05±3.18b 16.59 16.63 14.05

Tinggi jengger (mm) 54.21±8.99 55.79±9.28 52.85±7.42 7.45 7.97 10.12

Lebar jengger (mm) 102.84±7.66ab 113.19±9.03a 103.53±10.48b 13.71 10.52 13.37

Tebal jengger (mm) 17.87±2.45a 19.59±2.06b 18.11±2.42a 6.77 8.74 12.4

Panjang badan (cm) 43.12±1.76a 42.95±1.43a 41.43±2.48b 4.08 3.34 5.99

Lingkar dada (cm) 32.15±1.87 33.63±1.16 33.24±2.19 5.82 3.45 6.6

Panjangpunggung (cm) 20.22±0.61ab 20.44±0.69a 19.16±1.94b 3.01 3.37 10.14

Panjang sayap (cm) 25.21±2.06a 26.54±1.64b 25.47±1.29a 8.19 6.16 5.09

Panjang leher (cm) 12.82±1.35a 12.11±0.64b 12.81±1.08a 10.52 5.3 8.4

Lebar pelvis (mm) 75.05±2.59 75.47±2.51 75.09±2.32 3.45 3.32 3.09

Panjang femur (cm) 10.97±0.92ab 11.7±0.52a 10.94±0.97b 8.43 4.45 8.91

Panjang tibia (cm) 14.11±1.06 14.08±0.5 14.07±0.92 7.54 3.56 6.56

Panjang shank (cm) 10.15±0.84 9.74±0.85 10.10±0.91 8.3 8.77 9.03

Lingkar shank (cm) 5.75±0.36ab 5.81±0.32a 5.33±0.43b 6.24 5.45 8.12

Panjang jari ketiga (cm) 6.12±0.36a 6.31±0.23b 5.66±0.27c 5.96 3.6 4.75

Keterangan: Tarteng = Tarakan Tengah, Tartim = Tarakan Timur, Tarbar = Tarakan Barat, n = jumlah sampel

Berdasarkan hasil uji t sifat kuantitatif antara ayam nunukan jantan dengan ayam kampung jantan, terdapat beberapa sifat yang berbeda nyata pada masing-masing lokasi. Di Tarakan Tengah, ada tujuh sifat yang berbeda nyata (P<0.05), yaitu sifat bobot badan, panjang paruh, tinggi jengger, lebar jengger, panjang badan, lingkar shank, dan panjang jari ke-tiga. Lokasi Tarakan Timur, terdapat 14 sifat yang berbeda nyata (P<0.05), yaitu pada sifat bobot badan, panjang paruh, lebar kepala, tinggi jengger, lebar jengger, tebal jengger, panjang badan, lingkar dada, panjang punggung, panjang femur, panjang tibia, panjang shank, dan panjang jari ke-tiga. Terdapat 12 sifat yang berbeda pada Tarakan Barat.

(35)

Tabel 7 Hasil uji t sifat kuantitatif ayam nunukan jantan dengan ayam kampung jantan

Variabel Sifat

Lokas i

Tarakan Tengah Tarakan Timur Tarakan Barat

Nunukan Kampung Nunukan Kampung Nunukan Kampung

Jumlah sampel 14 20 27 20 45 20

Bobot badan (g) 2245±151.9a 1984.3±393.8b 2286±199.8a 1853±348.3b 2078±257.6 1955.7±413.7 Panjang paruh (mm) 38.69±2.11a 34.76±2.67b 38.78±2.14a 34.16±2.13b 38.32±1.79a 33.97±2.86b Lebar paruh (mm) 19.44±2.07 20.27±2.59 18.71±1.69 19.64±2.28 20.11±1.72 20.1±2.27 Tebal paruh (mm) 12.73±0.92 12.94±1.3 12.81±0.91 12.94±1.17 13.49±1.04a 12.86±1.26b P. kepala (mm) 49.82±4.28 49.47±4 48.16±3.07 48.27±4.64 48.39±2.54 48.86±4.32 Lebar kepala (mm) 39.99±3.06 40.77±2.87 42.32±1.69a 40.2±2.48b 40.05±3.18 40.72±2.78 Tinggi jengger (mm) 54.21±8.99a 41.11±19.63b 55.79±9.28a 41.3±20.12b 52.85±7.42a 38.67±20.7b Lebar jengger (mm) 102.84±7.66a 72.09±33.92b 113.19±9.03a 75.05±37.13b 103.53±10.48a 68.17±34.18b Tebal jengger (mm) 17.87±2.45 16.28±3.76 19.59±2.06a 16.54±4.2b 18.11±2.42a 16.4±3.87b Panjang badan (cm) 43.12±1.76a 39.87±2.4b 42.95±1.43a 38.9±2.53b 41.43±2.48a 39.86±3.07b Lingkar dada (c m) 32.15±1.87 31.55±2.23 33.63±1.16a 31.26±2.25b 33.24±2.19a 31.39±2.57b P. punggung (cm) 20.22±0.61 19.61±1.32 20.44±0.69a 19.61±1.26b 19.16±1.94 19.94±1.48 Panjang sayap (cm) 25.21±2.06 25.78±1.51 26.54±1.64 25.79±1.26 25.47±1.29 25.33±1.66 Panjang leher (c m) 12.82±1.35 12.2±0.92 12.11±0.64 12.12±0.89 12.81±1.08a 12.21±0.97b Lebar pe lvis (mm) 75.05±2.59 73.08±4.75 75.47±2.51 73.48±4.73 75.09±2.32a 73.29±4.23b Panjang fe mur (c m) 10.97±0.92 10.77±1.07 11.7±0.52a 10.57±0.9b 10.94±0.97 11.02±1.18 Panjang tibia (c m) 14.11±1.06 13.47±0.86 14.08±0.5a 13.1±0.96b 14.07±0.92a 13.15±1.1b Panjang shank (cm) 10.15±0.84 10.61±0.95 9.74±0.85a 10.55±1.02b 10.10±0.91a 10.72±1.09b Lingkar shank (c m) 5.75±0.36a 5.33±0.49b 5.81±0.32a 5.29±0.46b 5.33±0.43 5.49±0.48 P. jari ketiga (c m) 6.12±0.36a 5.39±0.41b 6.31±0.23a 5.32±0.36b 5.66±0.27a 5.46±0.42b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lokasi yang sama berarti berbeda nyata (P<0.05)

Hasil uji t pada ayam nunukan betina (Tabel 8) diketahui bahwa terdapat dua sifat yang berbeda nyata (P<0.05) antar lokasi pengamatan, yaitu pada sifat lebar paruh dan panjang shank. Berdasarkan hasil uji t, jumlah sifat yang berbeda nyata pada ayam nunukan jantan lebih banyak (13 sifat) dibandingkan dengan betina (dua sifat), hal ini menandakan bahwa keragaman fenotip pada ayam nunukan jantan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam betina. Namun jika membandingkan ukuran dari masing-masing sifat yang diamati antara ayam nunukan jantan dengan ayam betina, tampak bahwa ukuran sifat-sifat yang diamati lebih besar pada ayam jantan.

(36)

Tabel 8 Sifat kuantitatif ayam nunukan betina

Variabel Sifat

Lokasi

Rataan Koefisien Variasi

Tarteng Tartim Tarbar Tarteng Tartim Tarbar

Jumlah sampel (n) 25 45 55 25 45 55

Bobot badan (g) 1537±157.60 1590±157.20 1562±172.60 10.25 9.89 11.05

Panjang paruh (mm) 32.89±1.21 32.25±1.05 32.47±0.98 3.69 3.26 3.03

Lebar paruh (mm) 18.31±1.8ac 16.78±1.31bc 17.48±1.72c 9.83 7.78 9.81

Tebal paruh (mm) 12.09±0.68 12.12±0.78 12.22±0.72 5.66 6.4 5.88

Panjang kepala (mm) 45.52±4.14 44.96±2.99 44.89±2.94 9.09 6.66 6.56

Lebar kepala (mm) 33.77±1.26 33.72±1.39 33.41±1.35 3.73 4.13 4.04

Tinggi jengger (mm) 25.15±6.03 23.54±5.23 23.66±5.28 23.97 22.22 22.31 Lebar jengger (mm) 53.66±13.57 52.39±14.78 52.97±14.73 25.29 28.20 27.80

Tebal jengger (mm) 7.94±1.98 8.42±2.42 8.09±2.53 24.89 28.72 31.31

Panjang badan (cm) 36.84±2.16 36.73±1.46 36.75±1.51 5.85 3.97 4.11

Lingkar dada (cm) 31.57±2.62 32.79±1.71 32.18±2.45 8.30 5.21 7.61

Panjang punggung (cm) 19.26±1.43 19.99±1.11 19.52±1,5 7.44 5.54 7.69

Panjang sayap (cm) 21.55±1.20 21.57±1.30 21.50±1,22 5.58 6.04 5.66

Panjang leher (cm) 10.56±0.78 10.85±0.60 10.72±0.71 7.42 5.58 6.60

Lebar pelvis (mm) 66.56±5.05 67.10±4.83 67.13±4.56 7.59 7.21 6.80

Panjang femur (cm) 8.79±0.47 9.13±0.65 8.99±0.58 5.30 7.08 6.48

Panjang tibia (cm) 11.87±0.83 11.92±0.69 11.94±0.71 6.99 5.83 5.92

Panjang shank (cm) 8.43±0.63a 8.87±0.6b 8.59±0.7a 7.52 6.80 8.11

Lingkar shank (cm) 4.22±0.11 4.21±0.11 4.22±0.11 2.67 2.72 2.60

Panjang jari ketiga (cm) 4.39±0.18 4.35±0.21 4.37±0.22 4.09 4.89 5.02

Keterangan: Tarteng = Tarakan Tengah, Tartim = Tarakan Timur, Tarbar = Tarakan Barat, n=jumlah sampel

Tabel 9 Hasil uji t sifat kuantitatif ayam nunukan betina dengan ayam kampung betina

Variabel Sifat

Lokas i

Tarakan Tengah Tarakan Timur Tarakan Barat

Nunukan Kampung Nunukan Kampung Nunukan Kampung

Jumlah sampel (n) 25 20 45 20 55 20

Bobot badan (g) 1537±157,6 1444,3±183,9 1590±157,2a 1422,9±184,8b 1562±172,6a 1420,7±158,7b Panjang paruh (mm) 32,89±1,21a 30,61±1,14b 32,25±1,05a 30,54±1,08b 32,47±0,98a 30,52±1,38b Lebar paruh (mm) 18,31±1,8 17,67±1,11 16,78±1,31a 17,73±1,11b 17,48±1,72 17,78±1,22 Tebal paruh (mm) 12,09±0,68 12,13±1,23 12,12±0,78 12,09±1,19 12,22±0,72 12,01±1,17 P. kepala (mm) 45,52±4,14a 43,18±4,66b 44,96±2,99 43,15±4,29 44,89±2,94a 43,1±4,25b Lebar kepala (mm) 33,77±1,26 33,88±1,79 33,72±1,39 33,98±1,49 33,41±1,35 32,34±6,92 Tinggi jengger (mm) 25,15±6,03a 18,29±8,4b 23,54±5,23a 14,77±9,02b 23,66±5,28a 19,02±7,94b Lebar jengger (mm) 53,66±13,57a 36,05±11,57b 52,39±14,78a 29,87±14,66b 52,97±14,73a 38±11,84b Tebal jengger (mm) 7,94±1,98 7,51±2,22 8,42±2,42a 6,24±2,17b 8,09±2,53 7,45±1,92 Panjang badan (cm) 36,84±2,16 37,67±1,29 36,73±1,46a 37,51±1,36b 36,75±1,51 37,21±1,31 Lingkar dada (cm) 31,57±2,62a 29,37±1,23b 32,79±1,71a 29,2±1,29b 32,18±2,45a 29,38±1,29b P. punggung (cm) 19,26±1,43 18,56±0,88 19,99±1,11a 18,22±1,03b 19,52±1,5a 18,13±0,97b Panjang sayap (cm) 21,55±1,2 22,05±1,36 21,57±1,3 22,08±1,23 21,50±1,22 21,91±1,02 Panjang leher (cm) 10,56±0,78a 11,66±1,39b 10,85±0,6a 11,49±1,17b 10,72±0,71a 11,21±1,07b Lebar pelvis (mm) 66,56±5,05a 71,72±3,67b 67,10±4,83a 71,75±3,87b 67,13±4,56a 71,53±3,29b Panjang femur (cm) 8,79±0,47a 9,22±0,48b 9,13±0,65 9,03±0,52 8,99±0,58 8,99±0,57 Panjang tibia (cm) 11,87±0,83 11,76±0,89 11,92±0,69 11,58±0,81 11,94±0,71a 11,49±0,88b Panjang shank (cm) 8,43±0,63 8,64±0,61 8,87±0,6a 8,44±0,7b 8,59±0,7 8,37±0,57 Lingkar shank (cm) 4,22±0,11a 4,07±0,19b 4,21±0,11a 3,99±0,23b 4,22±0,11a 4±0,18b P. jari k etiga (cm) 4,39±0,18a 4,79±0,32b 4,35±0,21a 4,72±0,22b 4,37±0,22a 4,73±0,31b

(37)

Perbedaan ini juga menggambarkan bahwa keragaman genetik masih sangat tinggi yang tergambarkan dari ekpresi sifat kuantitatif pada ayam nunukan dengan ayam kampung betina. Demikian juga pada ayam nunukan jantan dengan ayam kampung jantan, yang juga memiliki tingkat perbedaan sifat kuantitatif yang tinggi. Hal ini berarti bahwa ayam nunukan yang ada di Pulau Tarakan berbeda sifat kuantitatifnya jika dibandingkan dengan ayam kampung yang terdapat di Pulau Tarakan.

Karakteristik Telur

Hasil uji t pada ukuran bagian-bagian telur ayam nunukan (Tabel 10) yang diamati, diketahui bahwa pada parameter tebal kerabang berbeda nyata antara lokasi pengamatan, sedangkan pada parameter bagian telur yang lain (yaitu berat telur, panjang telur, lebar telur, berat kuning telur, berat putih telur, persentase kuning telur, persentase putih telur, bobot kerabang) tidak terdapat perbedaan nyata. Hal ini berarti bahwa karakteristik telur ayam nunukan di Pulau Tarakan relatif sama antara semua lokasi pengamatan. Karakteristik telur ayam nunukan di Pulau Tarakan jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Wafiatiningsih et al. (2005) (Tabel 3), diketahui bahwa ada perbedaan ukuran pada semua bagian-bagian telur yang diamati, namun tidak berbeda secara signifikan. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan lokasi sumber sampel, yaitu berasal dari Pulau Nunukan.

Tabel 10 Karakteristik telur ayam nunukan

Variabel

Lokasi

Rataan Koefisien Variasi Tarteng Tartim Tarbar Tarteng Tartim Tarbar Jumlah sampel (n) 15 17 19 15 17 19 Berat telur (g) 39.15±5.42 40.64±2.77 40.08±5.05 13.84 6.81 12.59 Panjang telur (mm) 50.45±3.29 50.81±1.66 51.09±3.26 6.52 3.27 6.38 Lebar telur (mm) 38.06±1.46 38.52±0.82 38.17±1,39 3.83 2.14 3.65 Berat kuning telur (g) 13.49±2.27 14.36±1.13 14.22±2.21 16.83 7.85 15.53 Berat putih telur (g) 21.74±3.18 22.19±1.63 22.06±3.0 14.65 7.37 13.61 Pers. kuning telur (%) 34.36±2.06 35.32±1.14 35.38±2.19 6.00 3.24 6.18 Pers. putih telur (%) 55.51±2.01 54.59±1.25 55.03±2.26 3.62 2.29 4.12 Bobot kerabang (g) 3.43±0.37 3.66±0.46 3.59±0.36 10.92 12.68 10.04 Tebal kerabang (mm) 0.289±0.03a 0.297±0.04a 0.273±0.01b 9.55 12.47 4.57 Keterangan: Tarteng = Tarakan Tengah, Tartim = Tarakan Timur, Tarbar = Tarakan Barat, n=jumlah sampel; angka yang diikuti huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (P<0.05)

(38)

Tabel 11 Hasil uji t telur ayam nunukan dengan ayam kampung

Variabel

Lokasi

Tarakan Tengah Tarakan Timur Tarakan Barat

Nunukan Kampung Nunukan Kampung Nunukan Kampung

Jumlah sampel (n) 15 15 17 15 19 15

Berat telur (g) 39.15±5.42 40.94±3.63 40.64±2.77 39.72±3.41 40.08±5.05 41.36±2.88 Panjang telur (mm) 50.45±3.29 51.67±2.72 50.81±1.66 51.56±2.46 51.09±3.26 50.62±3.35 Lebar telur (mm) 38.06±1.46 39.43±5.58 38.52±0.82 38.94±5.68 38.17±1,39 38.72±1.35 Berat kuning telur (g) 13.49±2.27 13.42±1.17 14.36±1.13a 13.17±1.06b 14.22±2.21 13.46±1.17 Berat putih telur (g) 21.74±3.18 23.18±2.6 22.19±1.63 22.51±2.46 22.06±3.0 23.37±1.91 Persentase kuning telur (%) 34.36±2.06a 32.81±1.18b 35.32±1.14a 33.08±0.96b 35.38±2.19a 32.53±1.39b Persentase putih telur (%) 55.51±2.01 56.51±2.07 54.59±1.25a 56.56±1.85b 55.03±2.26 56.49±1.61 Bobot kerabang (g) 3.43±0.37a 3.91±0.02b 3.66±0.46 3.87±0.37 3.59±0.36a 4.13±0.37b Tebal kerabang (mm) 0.28±0.03 0.29±0.01 0.29±0.04 0.29±0.01 0.27±0.01a 0.31±0.02b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lokasi yang sama artinya berbeda nyata (P<0.05)

Populasi Efektif

Populasi efektif dipengaruhi oleh rasio jantan dan betina, dan jumlah total ternak dewasa kelamin. Jumlah populasi efektif tertinggi terdapat pada Kecamatan Tarakan Barat (162 ekor), seperti terdapat pada Tabel 12. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah ternak yang terdapat pada kecamatan tersebut, dengan rasio jantan-betina yang relatif sama antar kecamatan. Populasi efektif paling rendah pada Tarakan Tengah (46 ekor), hal ini karena jumlah ternak pada Kecamatan tersebut merupakan yang paling rendah. Populasi efektif total untuk semua kecamatan adalah 299 ekor, hal ini sama dengan 87.94% jumlah ternak dewasa kelamin.

Tabel 12 Jumlah populasi dan populasi efektif ternak

Uraian Lokasi penelitian

Tarteng Tartim Tarbar Total

Populasi ternak (ekor):

Persantase Populasi Efektif (%) 92 86.67 87.57 87.94

Peningkatan Inbreeding (∆F) (%) 1.08 0.55 0.31 0.17

Keterangan: Tarteng = Tarakan Tengah; Tartim = Tarakan Timur; Tarbar = Tarakan Barat

(39)

ternak. Ternak hasil inbreeding umumnya memiliki kemamp uan adaptasi dengan lingkungan rendah. Menurut Noor (2004), pengaruh buruk inbreeding ini biasanya berhubungan dengan penurunan fertilitas, peningkatan mortalitas, penurunan daya tahan terhadap penyakit, penurunan daya hidup, dan penurunan laju pertumbuhan. Namun demikian, inbreeding juga berpengaruh positif pada peningkatan keseragaman ternak.

Analisis Komponen Utama

Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur varian-kovarian (kombinasi data multivariat yang beragam) melalui kombinasi linear dari peubah-peubah tertentu, sedangkan secara umum bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya (Gaspersz 1992). Everitt dan Dunn (1998) menerangkan bahwa pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran tubuh.

Tabel 13 Persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan jantan

Lokasi Persamaan AKU KT

(40)

Penciri ukuran tubuh ayam nunukan jantan berdasarkan hasil AKU untuk Tarakan Tengah dan Tarakan Timur adalah sifat panjang sayap, dan pada Tarakan Barat sifat panjang badan. Penciri ukuran tubuh untuk total sampel adalah sifat panjang badan. Penciri bentuk tubuh untuk masing-masing kecamatan sama dengan sifat penciri ukuran tubuh, sedangkan pada total sampel, penciri bentuk adalah sifat panjang sayap. Hal ini berarti bahwa penciri ukuran ternak ayam nunukan jantan di Pulau Tarakan adalah sifat panjang badan, dan penciri bentuk adalah sifat panjang sayap. Selengkapnya dapat disimak pada Tabel 13.

Penciri ukuran tubuh ayam nunukan betina berdasarkan hasil AKU (Tabel 14) untuk masing-masing kecamatan adalah sifat lingkar dada, demikian juga penciri ukuran tubuh untuk total sampel ternak betina adalah sifat lingkar dada. Penciri bentuk tubuh ternak betina untuk berbeda untuk masing-masing kecamatan, yaitu sifat panjang badan pada Tarakan Tengah dan Tarakan Timur, dan sifat panjang sayap untuk Tarakan Barat, sedangkan pada total sampel ternak betina penciri bentuk tubuh adalah sifat panjang sayap.

Tabel 14 Persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan betina

Lokasi Persamaan AKU KT

(41)

Berdasarkan diagram kerumunan ukuran dan bentuk tubuh (Gambar 5), maka diketahui bahwa ayam jantan pada Tarakan Tengah memiliki kesamaan ukuran tubuh dengan ayam jantan pada Tarakan Timur, sedangkan ayam jantan pada Tarakan Barat berbeda ukuran tubuh dengan ayam jantan pada lokasi ya ng lain. Bentuk tubuh ayam jantan pada Tarakan Tengah berbeda jika dibandingkan dengan Tarakan Timur dan Tarakan Barat, sedangkan pada Tarakan Timur dengan Tarakan Barat terdapat terdapat sedikit kesamaan bentuk tubuh. Berdasarkan persamaan yang terdapat pada Tabel 14, kemudian dihitung nilai korelasi antara bentuk tubuh dengan ukuran tubuh yang diamati (lihat Lampiran 5 dan 6) dengan menggunakan ukuran sifat-sifat yang diamati pada tiap individu ternak, sehingga diperoleh matrik plot (Gambar 5).

Berdasarkan diagram kerumunan (Gambar 5), ukuran tubuh ayam betina tampak berbeda pada semua lokasi, tetapi terlihat data tidak mengelompok pada satu titik, hanya pada Tarakan Timur dengan Tarakan Barat sedikit memiliki sedikit kesamaan tetapi data masih bervariasi. Terdapat kesamaan bentuk tubuh pada Tarakan Tengah dengan Tarakan Timur, sedangkan pada Tarakan Barat, jika dibandingkan dengan dua lokasi lain, terdapat perbedaan bentuk tubuh.

X (UKURAN)

Keterangan: 1=Tarakan Tengah, 2=Tarakan Timur, 3=Tarakan Barat

Gambar 5 Diagram kerumunan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan jantan (kiri) dan betina (kanan)

Bahan Pakan

(42)

Tabel 15 Jenis bahan pakan yang digunakan oleh peternak ayam nunukan

Bahan pakan Sumber Umur pemberian

Pakan ayam komersil Beli DOC-2 bulan

Jagung halus Beli 2-4 bulan

Jagung pipil Beli >4 bulan

Sisa makanan Rumah tangga Sejak mulai diumbar Tumbuhan dan hewan

kecil

Lahan tempat ayam diumbar

Sejak mulai diumbar

Jenis pakan yang disebutkan dalam Tabel 15, digunakan bervariasi pada tiap-tiap peternak, hal ini berdasarkan pola pemeliharaan, luasan lahan yang digunakan, dan juga modal yang dimiliki oleh peternak. Kurangnya catatan mengenai jumlah pakan yang diberikan, memungkinkan pembarian pakan tidak memenuhi kebutuhan nutrisi harian ternak. Bahan pakan yang digunakan oleh peternak selalu tersedia sepanjang tahun, terutama pada bahan pakan yang yang bersumber dari pakan komersial. Ketersedian bahan pakan dari lingkungan (yaitu sisa makanan rumah tangga, tumbuhan dan hewan kecil) akan terpengaruh dari kondisi alam.

Karakteristik Peternak

Jumlah peternak ayam nunukan yang ada di Pulau Tarakan berjumlah 16 peternak (Tabel 16), termasuk yang dikelola langsung oleh Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan (Disnaktan) Kota Tarakan di Rural Rearing Multipication Centre (RRMC). Peternak tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Tarakan Tengah (tiga peternak), Tarakan Timur (empat peternak), dan Tarakan Barat (sembilan peternak). Jumlah ini lebih sedikit dari data yang dimiliki oleh Disnaktan Kota Tarakan (25 peternak). Penyebab berkurangnya jumlah peternak ayam nunukan adalah akibat wabah flu burung yang menyebabkan banyak ternak yang mati, sehingga peternak berhenti memelihara ayam nunukan, dan beberapa beralih memelihara jenis ternak lain.

Umur peternak sebagian besar pada umur produktif, yaitu 100% pada Kecamatan Tarakan Tengah, 75% pada Tarakan Timur, dan 77.78% pada Tarakan Barat. Hal ini memberi keuntungan pada produktifitas peternak, yaitu tingkat produksi akan lebih baik dibandingkan jika peternak tidak pada umur produktif. Peternak memelihara ayam nunukan hanya sebagai usaha sambilan, hal ini terjadi pada semua peternak yang ada (100%), dengan tujuan sebagai penghasilan tambahan dan hobbi. Pemeliharaan ternak sebatas usaha sambilan menyebabkan jumlah modal dan skala usaha sangat terbatas, sesuai dengan yang dikemukakan Suprijatna (2010) bahwa usaha peternakan ayam lokal di Indo nesia umumnya sebagai usaha sambilan menyebabkan modal terbatas, jumlah kepemilikan ternak rendah, tenaga kerja rendah, dan pendapatan rendah.

(43)

peternak dalam menjalankan usahanya beternak ayam nunukan. Walaupun demikian, perlu adanya pelatihan dan pengarahan dari pemerintah agar peternak ayam nunukan lebih terarah dan terprogram, sehingga produktifitasnya dapat lebih ditingkatkan.

Tabel 16 Data peternak ayam nunukan

Uraian

b. Belum/tidak produktif (15< tahun/55> tahun)

(44)

Gambar

Gambar 1  Ayam nunukan jantan (kiri) dan betina (kanan).
Tabel 2  Karakteristik kuantitatif ayam nunukan
Tabel 3  Karakteristik telur ayam nunukan
Tabel 4  Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah pengaruh program kegiatan event promosi dan komunikasi persuasif kepada anggota dan calon anggota terhadap minat anggota Koperasi Kredit Bina Seroja pada periode

Tanaman kacang tanah memiliki spesifikasi lokasi tersendiri yaitu memerlukan curah hujan antara 800-1.300 mm/tahun, namun tidak menghendaki hujan yang terlalu keras karena

 perubahan iklim klim memberikan dampak memberikan dampak penurunan terhadap penurunan terhadap hasil hasil produksi produksi cabai cabai rawit rawit dari dari hasil hasil

Renstra Perangkat Daerah Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas tahun 2016–2021 ini merupakan dokumen perencanaan jangka menengah Perangkat Daerah untuk

Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian terdahulu dapat ditunjukkan bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan berhitung

Sementara hasil uji Non–Response Bias menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara jawaban responden pada penelitian hari pertama dengan jawaban responden

Persyaratan struktur perlu.dipenuhi sebagai berikut : 1 perencanaan pondasi bangunan harus didasarkan pada penyelidikan tanah dan peralatan yang akan digunakan; 2 perencanaan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Urusan Ketahanan Pangan dan Urusan Kelautan dan Perikanan Tahun 2016 disusun sebagai salah satu bentuk