• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENILAIAN RISIKO KEBAKARAN PADA TANGKI TIMBUN WT16 PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENILAIAN RISIKO KEBAKARAN PADA TANGKI TIMBUN WT16 PT"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN RISIKO KEBAKARAN PADA TANGKI TIMBUN WT16

PT.BRIDGESTONE TIRE INDONESIA TAHUN 2012 DENGAN

MENGGUNAKAN AS/NZS 4360 : 2004, ALOHA(AREAL LOCATION OF

HAZARDOUS ATMOSPHERE) DAN ACCEPTABLE SEPARATION

DISTANCE CALCULATOR

Widya Inayah ; Zulkifli Djunaidi

Departemen kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Abstrak

Tangki timbun WT16 pada PT. Bridgestone Tire Indonesia memiliki risiko kebakaran yang tinggi dikarenakan merupakan cairan mudah terbakar. Walaupun jumlah kejadian mengenai kebakaran pada tangki timbun WT16 ini tidak ditemukan di Indonesia, namun penilaian risiko kebakaran merupakan aktifitas mendasar yang harus dilakukan oleh industri kimia, petrokimia dan industri yang menggunakan hidrokarbon dalam proses produksinya. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa keadaan tangki timbun WT16. Penelitian ini menggunakan penilaian risiko secara kualitatif yang menghasilkan bahwa kebakaran pada tangki timbun WT16 ini termasuk kedalam Medium Risk. Kemudian berdasarkan perhitungan dengan ALOHA software di dapatkan hasil radiasi panas pada jarak 71 meter dari tangki dengan intensitas radiasi 10 Kw/ m2, 97 meter dari tangki dengan intensitas radiasi panas 5 Kw/m2 dan 147 meter dari tangki dengan intensitas 2 Kw/m2 pada tangki nomor 3 dan 10 Kw/m2 pada jarak 68 meter, intensitas panas 5 Kw/m2 pada jarak 94 meter dan dengan intensitas panas 2 Kw/m2 pada jarak 142 meter pada tangki nomor 2. Serta jarak aman berdasarkan perhitungan menggunakan acceptable separation distance calculator didapatkan hasil jarak aman bagi manusia dari tangki nomor 3 dan bangunan masing masing 179, 16 meter dan 35,38 meter untuk dan untuk tangki nomor 2 jarak aman berada pada jarak 128, 60 meter dan 24,48 meter untuk manusia dan bangunan masing masing

.

Abstract

WT16 Solvent storage tank has a potential fire risk because these tanks contain flammable liquid solvent. Even though, there is no record that this case ever happens in Indonesia. But, fire risk assessment is the essential activities that need to do for chemical industry, petrochemical industry or any other industry that use hydrocarbon in their industrial activity. The method used for this paper is descriptive method with secondary data about the storage tank. This paper use qualitative risk assessment result that fire risks for WT16 the storage

(2)

tank is Medium. Then based on the calculation of the ALOHA software in getting the results of the thermal radiation in tank number 3 have 71 meters with 10 Kw/m2 intensity of radiation, 97 meters with 5 Kw/m2 intensity of radiation, 147 meter with Kw/m2 intensity of radiation and for tank number 2 have 68 meters with 10 Kw/m2 intensity of radiation, 94 meters with 5 Kw/m2 intensity of radiation, 142 meters with 2 Kw/m2 intensity of radiation. Then, a safe distance by calculating using the acceptable separation distance calculator results obtained within safe for humans 179, 16 meters and 35.38 meters for buildings for tank number 3 and for the tank number 2 the safe distance is at 128, 60 meters for humans and 24, 48 feet for the building.

Keyword : storage tank, solvent, ALOHA, AS/NZS : 4360, ASD calculation

1. Latar Belakang penelitian

Kasus kebakaran di berbagai negara di dunia menjadi landasan penulis melakukan penelitian ini. Data data yang digunakan penulis adalah antara lain data mengenai kasus kejadian kebakaran di Amerika Serikat pada tahun 2011 yang ditangani oleh departemen kebakaran publik Amerika sebesar 1.389.500 kasus dengan kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 4,4% dari tahun sebelumnya. Kerugian akibat kebakaran yang terjadi ini adalah kematian pada 3.005 jiwa, luka luka pada 17.500 jiwa dan kerugian material senilai 11,7 juta dolar Amerika. Dari data diatas, dapat di lihat bahwa setiap 30 menit di amerika terjadi cedera akibat kebakaran dan setiap 23 detik, pemadam kebakaran menangani sebuah kasus kebakaran (NFPA Fire Analysis and Research, 2012). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh fire statistics, Inggris memiliki jumlah kejadian kebakaran sebanyak 624.000 kasus sepanjang tahun 2010-2011 dengan jumlah kematian terkait kebakaran sebanyak 388 kasus, biaya yang harus dikeluarkan akibat kejadian kebakaran di Inggris raya sebesar 1,8 juta poundsterling atau sebesar 0,13% dari Gross Domestic Product negaranya (The Geneva Assosiation, 2012).

Australia pada tahun 2009 memiliki kerugian kibat kebakaran sebesar 945 juta dolar australia atau 0,08% dari Gross Domestic Product dengan jumlah kematian akibat kebakaran sebesar 175 jiwa (The Geneva Association, 2012). Jepang pada tahun 2009 terjadi 1900 kasus kematian akibat kebakaran dengan kerugian mencapai 605 miliar yen atau sebesar 0,12% (The Geneva Association, 2012). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh The Geneva Association tahun 2012, pada tahun 2009 di Singapura terjadi 1 kasus kematian akibat kebakaran dengan kerugian material sebesar 115 juta dolar singapura atau 0,04% Gross Domestic Product. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data statistik yang diambil dari

(3)

Masyarakat profesi proteksi kebakaran indonesia pada tahun 2007 di DKI Jakarta terjadi sebanyak 855 kasus kebakaran dengan 15 korban kematian dan 63 korban luka-luka. Kerugian akibat kebakaran sepanjang tahun 2007 itu ditaksir sebesar Rp 168.675.120.000.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah dikarenakan Kebocoran WT16 dalam jumlah yang besar merupakan salah satu kejadian major accident yang dapat terjadi pada PT. Bridgestone Tire Indonesia yang memiliki keseluruhan kapasitas tangki sebesar 56.343 liter dengan tangki terbesar berkapasitas 23.125 liter. Dengan kapasitas yang cukup besar tersebut, jika terjadi kebocoran pada tangki penyimpanan dapat menimbulkan kecelakaan kerja dalam skala yang besar. Maka dari itu, penilaian risiko kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk mengetahui seberapa besar risiko kejadian kebakaran itu dapat terjadi. Hal ini diperlukan untuk melihat seberapa besar kemungkinan risiko ini dapat terjadi, bagaimana dampaknya dan tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk pencegahan bahkan tanggap darurat kejadian kebakaran.

Tujuan penelitian umum dalam penelitian ini adalah Mengetahui seberapa besar risiko yang diterima jika suatu kejadian kebakaran terjadi pada tangki timbun WT16 berdasarkan penilaian risiko menggunakan standar AS/NZS 4360: 2004, ALOHA software dan acceptable separation distance calculator di tangki timbun WT16 PT. Bridgestone Tire Indonesia.

2. Tinjauan Teori

Kebakaran diartikan sebagai reaksi berantai yang kompleks dimana terjadi kombinasi antara bahan bakar dengan oksigen yang menghasilkan panas, asap dan nyala api (ALOHA, 2007). Ada tiga elemen yang menyebabkan terjadinya kebakaran, yaitu oksigen, bahan bakar dan panas atau biasa disebut dengan segitiga api.Oksigen yang terdapat dalam kebakaran didapatkan langsung dari udara di sekitar kita, jumlah oksigen yang terdapat dalam lingkungan sejumlah 21% dari total udara atmosfir. Bahan bakar dalam sebuah kejadian kebakaran dapat bersifat padat, cair dan gas. Komponen yang ketiga adalah panas, panas ini diproduksi melalui reaksi oksidasi yang terjadi akibat sebuah kebakaran. dalam terjadinya panas, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber penyalaan atau ignition sources.

Seiring dengan perkembangan pengetahuan, telah menyimpulkan adanya satu komponen baru dalam terjadinya sebuah kebakaran. penambahan elemen ini menggantikan segitiga api menjadi fire tetrahedron. Komponen keempat tersebuat adalah reaksi berantai, reaksi berantai antara bahan bakar dan molekul oksigen inilah yang menyebabkan terus menyalanya api apabila sebuah kebakaran terjadi.

(4)

a. Penilaian Risiko

Risiko diartikan sebagai kemungkinan terjadinya sebuah bahaya menyebabkan kerusakan atau kehilangan (Federal Emergency Management Agency, 1996). Dalam pengertian risiko tersebut ada tiga hal penting yang harus diperhatikan, antara lain kemungkinan dari sebuah kejadian yang tidak diinginkan terjadi, konsekuensi dari kejadian tersebut dan kerusakan yang diakibatkan dari kejadian tersebut.

Dalam handbook Risk Management Guidelines Companion To AS/NZS 4360: 2004 penilaian risiko termasuk kedalamnya. Penilaian risiko masuk kedalam tahap ke-2, ke-3 dan ke-4 dalam manajemen risiko, yaitu kegiatan identifikasi bahaya, analisis risiko dan evaluasi risiko.

Identifikasi Risiko

Hal yang harus diperhatikan dalam identifikasi risiko atara lain apa, dimana dan kapan sebuah risiko terjadi, mengapa dan bagaimana hal tersebut terjadi dan alat serta teknik yang digunakan dalam identifikasi bahaya tersebut

Analisis Risiko

Analisis risiko digunakan untuk mengembangkan pemahaman tentang risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya. Dalam melakukan analisis ririko yang perlu diperhatikan adalah pengendalian yang telah ada, konsekuensi, dan likelihood dari sebuah bahaya. Informasi yang dapat digunakan antara lain kejadian terdahulu yang serupa, pengelaman prakti dan relevan, literature, eksperimen dan prototype, penggunaan model dan simulasi. Dalam penilaian risiko berdasarkan AS/ NZS 4360, ada tiga jenis analisis yang dapat digunakan dalam penilaian risiko, antra lain analisis kualitatif , analisis semi-kuantitatif dan analisis semi-kuantitatif.

Evaluasi Risiko

Tujuan dari evaluasi risiko adalah untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan keluaran analisis risiko yang dilakukan apakah penanganan yang harus dilakukan dan prioritas penanganan risiko.

b. ALOHA ( Areal Location of Hazardous Atmosphere)

ALOHA ( Areal Location of Hazardous Atmosphere) merupakan sebuah program komputer yang di desain secara khusus untuk menangani kejadian kebocoran bahan kimia. Selain itu, ALOHA dalam penerapannya juga dapat digunakan untuk

(5)

kegiatan perencanaan tanggap darurat dan peatihan. Dengan jumlah bahan kimia yang tersedia sebanyak 1000 jenis, diharapkan ALOHA dapat menyajikan data yang akurat dan cepat. Dalam penggunanya ada 5 hal utama yang perlu dilakukan. Hal tersebut, antara lain :

1. Indikasikan tempat dan waktu dimana sebuah bahan kimia mengalami kebocoran

2. Pilih bahan kimia yang akan dilakukan permodelan dalam ALOHA 3. Masukan data tentang keadaan lingkungan di sekitar tempat kejadian

4. Gambarkan atau paparkan bagaimana sebuah bahan kimia dapat lepas dari tempat penyimpanannya

5. Gunakan ALOHA untuk menggambarkan threat zone pada suatu kejadian kebocoran. Kejadian ini dapat berupa kebakaran, ledakan maupun dispersi gas.

c. Acceptable Separation Distance

Acceptable separation distance diartikan sebagai jarak minimum dari sebuah bahaya berdasarkan standar blast overpressure dari HUD dan juga radiasi panas. Aboveground storage tank merupakan satu-satunya tangki timbun yang dapat digunakan dalam perhitungan ini. Ada 5 skenario yang dapat digunakan dalam perhitungan ini, skenario tersebut antara lain :

a. Above ground container, containing a pressurized product as a cryogenic liquefied gas contained in a diked container

b. Aboveground container, containing a pressurized product as a cryogenic liquefied gas contained in an undiked container

c. Aboveground container, containing a pressurized product (not a cryogenic liquefied gas) in an undiked cotainer

d. Aboveground container, containing an unpressurized product in a diked container

e. Aboveground container, containing an unpressurized product in an undiked container

3. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan di PT. Bridgestoen Tire Indonesia pada september-november 2012 ini dilakukan dengan design study deskriptif dengan pendekatan observasional

(6)

cross-sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data hasil dari observasi langsung penulis dan juga data pendukung atau data sekunder perusahaan seperti jumlah kejadian kebakaran dan spesifikasi tangki timbun WT16.

Langkah awal penelitian, penulis melakukan identifikasi bahaya potensi kebakaran yang ada di area tangki timbun WT16. Setelah didapatkan potensi bahaya apa saja yang dapat menyebabkan kebakaran di tangki timbun, penulis akan melakukan penilaian risiko kebakaran di area tangki timbun. Penilaian risiko ini dilakukan dengan menggunaan dua instrumen, untuk instrumen pertama penulis akan melakukan penilaian risiko dengan menggunakan standar AS/NZS 4360 : 2004. Sedangkan, untuk instrument kedua penulis menggunakan permodelan ALOHA software untuk mengetahui seberapa besar dampak dari sebuah kejadian kebakaran. selain itu, untuk upaya mitigasi penulis juga menggunakan acceptable separation distance calculator untuk menghitung jarak aman bagi manusia dan bangunan.

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah tangki timbun WT16 nomor 2 dan 3. Pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan kapasitas tangki timbun nomor tiga merupakan yang terbesar dibandingkan 3 dan tangki nomor 2 sebagai tangki dengan kapasitas terkecil. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan sebaran kebakaran yang terjadi berdasarkan perbedaan kapasitas. Selain itu pemilihan tangki timbun juga didasarkan pada jarak antara satu tangki dengan tangki lainnya kecil, berdekatan dengan area cement house, paraffin storage dan tempat penyimpanan sulfur.

Pada penelitian ini, penulis menetapkan beberapa asumsi dalam penentuan variabel. Asumsi ini penulis gunakan untuk menjalankan ALOHA software yang akan penulis gunakan. Asumsi yang penulis gunakan antara lain :

1. Untuk penggunaan pada ALOHA software, penulis hanya melihat kejadian kebocoran pada tangki nomor 2 dan 3 saja. Penulis mengasumsikan volume tangki timbun nomor 2 dan 3 berisi penuh .

2. Kondisi atmosfir pada skenario diasumsikan berdasarkan kondisi rata-rata keadaan atmosfir di kota bekasi. Untuk parameter mengenai kondisi atmosfir ini penulis menggunakan data mengenai kondisi atmosfir yang dikeluarkan oleh BMKG, tanpa penulis lakukan pengukuran sendiri menggunakan alat ukur.

Perhitungan dan permodelan penulis lakukan dalam penelitian ini menggunakanpiranti lunak yang dikeluarkan oleh Unite States Environmental protection agency (EPA) yaitu Area

(7)

local of hazardous Atmosphere (ALOHA); tabel penilaian risiko dari AS/NZS 4360 : 2004 dan Acceptable Separation Distance Calculator.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis yang dimaksudkan untuk memperolah gambaran mengenai bahaya apa saja yang terdapat di perusahaan terkait kebakaran, penilaian risiko secara kualitatif, permodelan ALOHA software untuk mengetahui seberapa besar dampak dari sebuah kejadian kebakaran. selain itu, penulis juga menggunakan acceptable separation distance calculator untuk menghitung jarak aman bagi manusia dan bangunan.

4. Hasil dan Pembahasan

Penelitian kali ini penulis menggunakan tangki nomor 2 dan tangki nomor 3 dalam penilaian risiko kali ini. Tangki nomor 2 dan tangki nomor 3 di pilih penulis untuk melihat perbandingan besarnya radiasi panas dan jarak aman yang dibutuhkan oleh kedua tangki tersebut. Tangki nomor 2 memiliki kapasitas atau volume tangki sebesar 10.432 liter dengan diameter alas tangki 2,92 meter. Sedangkan, tangki nomor 3 memiliki kapasitas sebesar 23.125 liter dengan diameter alas tangki 3,73 meter.

Pada penelitian ini, penulis melakukan penilaian risiko dengan qualitative risk assessment untuk mengetahui apa saja yang dapat menyebabkan terjadi kebakaran pada tangki timbun WT16. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi bahaya adalah sumber bahaya, risiko dari bahaya tersebut, konsekuensinya, penyebab dari adanya bahaya, pengendalian dan kapan serta dimana sebuah kejadian terjadi.

Kegiatan penilaian risiko dalam penelitian ini, penulis menggunakan penilaian risiko secara kualitatif. Penilaian risiko secara kualitatif ini penulis gunakan dengan alasan bahwa sumber data yang digunakan tidak mendukung apabila penulis menggunakan penilaian risiko lainnya baik secara semi kuantitatif maupun kuantitatif. Penilaian risiko ini berupa perkalian likelihood dan consequences berdasarkan tabel penilaian risiko yang terdapat dalam Handbook Risk Management Guidelines Companion to AS/NZS 4360:2004. Penilian risiko ni dilakukan terhadap komponen komponen dari tangki timbun, komponen tersebut antara lain Drain Pan, Tangki, Tank Gauge, Pompa, Flexible hose serta Line and Connection pada tangki. Dari penilaian risiko ini didapatkan bahwa risiko dasar dari tangki timbun ini termasuk ke dalam kategori medium risk, sehingga dibutuhkan pemantauan secara spesifik, prosedur tanggap darurat serta tanggung jawab manajemen secara spesifik

(8)

Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah bahan kimia dengan pengkodean WT16 pada PT. Bridgestone Tire Indonesia. WT 16 ini merupakan special boiling point solvent atau termasuk ke dalam cairan mudah terbakar atau pelarut golongan white spirit. Bahan kimia ini biasa digunakan dalam proses produksi pada pabrik ban.

Pada penelitian ini penulis menggunakan n-hexane sebagai interpretasi dari bahan kimia WT16. Penggantian penggunakan n-hexane dalam penelitian dikarenakan informasi mengenai chemical properties WT16 sulit untuk ditemukan dan berdasarkan MSDS (terlampir yang dikeluarkan oleh TOTAL SOLANE terdapat kandungan n-hexane dalam produknya. Selain itu, n-hexane digunakan karena adanya beberapa penelitian terkait bahan bakar ataupun pelarut yang berbahan dasar hidrokarbon menggunakan n-hexane sebagai bahan penelitiannya.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan ALOHA software. Berikut adalah hasil perhitungan yang penulis dapatkan :

a. Hasil perhitungan pada Tangki nomor 3

Dari text summary hasil perhitungan diketahui bahwa kebakaran terjadi pada jarak 50 cm dari bawah tangki dengan panjang robekan sebesar 30 cm menyebabkan bahan kimia menyebar sejauh 25 meter (diameter). Maksimal tinggi api yang terjadi sebesar 41 meter dengan durasi kebakaran selama 7 menit. Jumlah bahan kimia yang terbakar sebanyak 11.599 kilogram dari 15.129 kilogram yang ada dalam penyimpanan.

Berdasarkan worst case scenario yang terjadi akibat lubang pada tangki timbun WT16 nomor 3. Bahan kimia tersebut bocor dan menyebar ke area di sekitar tangki timbun dan terdapat api di sekitar tempat kejadian. Dari kejadian tersebut efek radiasi panas yang timbul dihitung dengan ALOHA software yang kemudian menghasilkan keluaran sebagai berikut.

Pada jarak 71 meter, akibat yang dapat timbul pada orang berada 71 meter dari titik pusat kebakaran akan mendapatkan pajanan radiasi panas dengan kekuatan 10 Kw/m2 atau 5 kali dari panas radiasi matahari yang dapat menyebabkan potential letal atau kematian secara langsung. Kemudian, pada jarak 97 meter dari titik pusat kebakaran radiasi panas yang diterima sebesar 5 Kw/m2 atau setara dengan 2,5 kali radiasi panas matahari ke bumi dapat menyebabkan efek terbakar tingkat 2 pada manusia yang berada di tempat tersebut dan pada jarak 147 meter dari pusat kebakaran, manusia yang berada di tempat tersebut

(9)

akan mengalami rasa panas atau terbakar namun tidak menimbulkan efek yang cukup serius. Pada jarak ini kekuatan radiasi yang ditimbulkan sebesar 2 Kw/m2 .

Pencitraan Threat Zone pda Tangki nomor 3

Source Strength pada Tangki nomor 3

Dari diagram source strength di atas dapat dilihat jumlah bahan bakar atau n-hexane yang terbakar berdasarkan waktu pembakaran yang ada. Dari menit 0 sampai dengan menit kedua jumlah bahan bakar yang terbakar bervariasi mulai dari 1000 kilogram sampai dengan 3000 kilogram. Kemudian dari menit ke 2 sampai menit ke 4 jumlah n-hexane yang terbakar cenderung konstan berkisar di angka 3000 kilogram. Dan dari menit ke 4 sampai ke 7 mulai terjadi penurunan

(10)

jumlah n-hexane yang terbakar, jumlah n-hexane yang terbakar mulai dari kurang lebih 1000 kilogram yang terus menurun sampai 0 kilogram.

Selain untuk melihat jumlah bahan yang terbakar dari diagram source strength ini juga dapat dilihat grafik flashover pada kebakaran di tangki timbun WT16 nomor 3. Pada 0 menit terjadi proses incipience atau ignition berupa kenaikan suhu yang disebabkan oleh reaksi eksotermis. Dari menit 0 sampai dengan menit ke 2 terjadi proses growth berupa kenaikan kebakaran, proses perkembangan api ini dipengaruhi oleh tipe bahan, jumlah bahan dan oksigen. kemudian dari menit ke 2 sampai ke 4 terjadi proses fully developed dimana jumlah energi yang dihasilkan dari kebakaran mencapai pada tingkat maksimum. Dan pada menit ke 4 sampai dengan menit ke 7 terjadi proses decay, pada proses ini jumlah energy telah berkurang dan suhu gas dari pembakaran juga menurun. Penurunan energi ini dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah bahan yang terbakar.

Diagram Flashover Tangki nomor 3

b. Hasil Perhitungan pada Tangki nomor 2

Berdasarkan worst case scenario yang terjadi akibat lubang pada tangki timbun WT16 nomor 3. Bahan kimia tersebut bocor dan menyebar ke area di sekitar tangki timbun dan terdapat api di sekitar tempat kejadian. Dari kejadian tersebut efek radiasi panas yang timbul dihitung dengan ALOHA software yang kemudian menghasilkan keluaran sebagai berikut.

(11)

Pada jarak 68 meter, akibat yang dapat timbul pada orang berada 68 meter dari titik pusat kebakaran akan mendapatkan pajanan radiasi panas dengan kekuatan 10 Kw/m2 atau 5 kali dari panas radiasi matahari yang dapat menyebabkan potential letal atau kematian secara langsung. Kemudian, pada jarak 94 meter dari titik pusat kebakaran radiasi panas yang diterima sebesar 5 Kw/m2 atau setara dengan 2,5 kali radiasi panas matahari ke bumi dapat menyebabkan efek terbakar tingkat 2 pada manusia yang berada di tempat tersebut dan pada jarak 142 meter dari pusat kebakaran, manusia yang berada di tempat tersebut akan mengalami rasa panas atau terbakar namun tidak menimbulkan efek yang cukup serius. Pada jarak ini kekuatan radiasi yang ditimbulkan sebesar 2 Kw/m2 .

(12)

Source Strength pada Tangki nomor 3

Dari diagram source strength di atas dapat dilihat jumlah bahan bakar atau n-hexane yang terbakar berdasarkan waktu pembakaran yang ada. Dari menit 0 sampai dengan menit kedua jumlah bahan bakar yang terbakar bervariasi mulai dari 1000 kilogram sampai dengan 3000 kilogram. Kemudian dari menit ke 2 sampai menit ke 4 jumlah n-hexane yang terbakar cenderung konstan berkisar di angka 3000 kilogram. Dan dari menit ke 4 sampai ke 7 mulai terjadi penurunan jumlah n-hexane yang terbakar, jumlah n-hexane yang terbakar mulai dari kurang lebih 1000 kilogram yang terus menurun sampai 0 kilogram.

Selain untuk melihat jumlah bahan yang terbakar dari diagram source strength ini juga dapat dilihat grafik flashover pada kebakaran di tangki timbun WT16 nomor 3. Pada 0 menit terjadi proses incipience atau ignition berupa kenaikan suhu yang disebabkan oleh reaksi eksotermis. Dari menit 0 sampai dengan menit ke 2 terjadi proses growth berupa kenaikan kebakaran, proses perkembangan api ini dipengaruhi oleh tipe bahan, jumlah bahan dan oksigen. kemudian dari menit ke 2 sampai ke 4 terjadi proses fully developed dimana jumlah energi yang dihasilkan dari kebakaran mencapai pada tingkat maksimum. Dan pada menit ke 4 sampai dengan menit ke 7 terjadi proses decay, pada proses ini jumlah energy telah berkurang dan suhu gas dari pembakaran juga menurun. Penurunan energi ini dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah bahan yang terbakar.

(13)

Diagram Flashover Tangki nomor 2

2. Acceptable Separation Distance

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan ASD calculator pada tangki nomor 3 didapatkan hasil jarak aman untuk manusia sebesar 587,81 kaki

atau sebesar 179,16 meter dan jarak aman yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah bangunan adalah berjarak 116,08 kaki atau 35,38 meter dari tangki timbun. Sedangkan untuk tangki nomor 2, didapatkan hasil jarak aman untuk manusia sebesar 421,90 kaki atau sebesar 128,60 meter dan jarak aman yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah bangunan adalah berjarak 80,34 kaki atau 24,48 meter

dari tangki timbun.

5. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa bahaya kebakaran pada tangki timbun WT16 PT. Bridgestone Tire Indonesia termasuk ke dalam tingkatan risiko menengah ( medium risk ) sehingga dibutuhkan pemantauan secara spesifik, prosedur tanggap darurat serta tanggung jawab manajemen secara spesifik. Sedangkan untuk permodelan dan perhitungan menggunakan ALOHA dan Acceptable Separation Distance Calculator terdapat dalam tabel berikut.

Hasil Penilaian Tangki nomor 3 Tangki nomor 2

(14)

Tinggi Tangki (meter) 2,12 1,56

Volume tangki (liter) 23.125 10.432

Jumlah massa (kg) 15.129 6.825

Jumlah massa yang terbakar (kg) 11.599 4.641

Burn rate (kg/min) 2.980 2.770

Tinggi maksimal api (meter) 41 40

Waktu terbakar (min) 7 3

Diameter bocoran (meter) 25 24

Thermal radiation (meter)

Red 71 68

Orange 97 94

Yellow 147 142

Acceptable Separation Distance Calculation (meter)

People 179,16 128,60

Building 35,38 24,48

6. Saran

Dalam penelitian kali ini penulis merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko kebakaran yang dapat timbul di tangki timbun WT16. Ada dua jenis rekomendasi atau pengendalian yang penulis ajukan ini dalam penelitian ini. Pengendalian tersebut baik bersifat administratif maupun yang berhubungan dengan persyaratan umum berdasarkan standar atau peraturan yang ada. Untuk persyaratan umum, penulis menggunakan 2 standar yaitu standar NFPA 30 dan standar dari International Fire Code. Persyaratan tersebut antara lain penulis sajikan dalam tabel berikut :

NFPA 30A

Kapasitas maksimum :

Untuk tangki class I dan class II (keterangan terlampir) kapasitas maksimum 12.000 galon per tangki dan jumlah maksimal tangki 48.000 galon

Overfill / pencegahan kebocoran :

Alarm pada kapasitas tangki 90% ; shut-off otomatis pada kapasitas 98% Secondary containment :

(15)

class I liqiud

Enclosed secondary containment harus tersedia emergency vent

The interstitial space harus dilakukan pengecekan dengan menggunakan udara bertekan dan udara vacuum

Separation Distance : (protected tank, more than 6000 gallon) 25 meter dari property line

15 meter dari akses umum

3 meter untuk masing masing tangki Perpipaan :

Bukaan tangki harus ada diatas batas maksimum isi

Sediakan means of escape untuk mencegah bocoran dari siphon flow Shut-off dan cek valves membutuhkan perangkat pressure relief Sistem perpipaan harus di beri perlidungan dari kerusakan fisik Pengisian :

Perlu adanya pompa bertekanan sebagain alat pendeteksi kobocoran Operasi Pengisian Tangki :

Jarak antara mobil pengisian dengan tangki timbun 25 untuk cairan kelas I

International Fire Code

Kapasitas Maksimum :

12000 galon untuk tangki tunggal dan 48000 galon untuk jumlah keseluruhan tangki Overfill/ pencegahan kebocoran :

Spill container, minimal 5 galon + kapasitasi maksimum tangki Alarm pada kapasitas 90% ; shut-off pada kapasitas 95% Secondary Containment :

Diperlukan adanya drainage control atau diking

Enclosed secondary containment dibutuhkan adanya emergency venting Separation Distance :

15 meter terhadap bangunan lain 25 meter terhadap property line 3 meter antar tangki

Perpipaan :

(16)

Dibutuhkan adanya perangkat anti-siphon

Corrosion and galvanic protection (IFC, 30403.6.5) Piping support (IFC, 3403.6.8)

Piping joint (IFC, 3403.6.10) Operasi Pengisian Tangki :

Jarak antara mobil pengisian minimal 25 meter untuk class I liqiud Fire Protection (General Requirement)

Leak Detection (Automatic tank gauge) Steel Fire Prooping

Sprinkler System Water Curtain Foam Chamber Dike

Drainage

Remote Control Valve Fire Pump

Explosion Control Emergency Shutdown Inert Gas

Selain mengenai persyaratan di atas ada hal yang tidak kalah penting yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalisir terjadinya bahaya. Hal tersebut adalah tidakan administratif atau administrative control. Pengendalian administratif yang penulis ajukan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Peraturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan

Manajemen mendeklarasikan peraturan mengenai kesehatan dan keselamatan serta peraturan ditampilkan di tempat tempat dimana pekerja berada

b. Manual Keselamatan

Manajemen menyediakan manual keselamatan baik berupa booklet, pamflet atau manual sejenis lainnya. Hal ini digunakan untuk meningkatkan budaya keselamatan di perusahaan.

(17)

Manajemen membuat atau mengembangkan On-Site Emergency Plan. Perencanaan ini harus selalu diperbaharui dengan menambahakan ditail yang mungkin terjadi akibat pengembangan produk.

d. Material Safety Data Sheets

MSDS bahan kimia harus tersedia dan diketahui oleh manajemen. e. Papan Instruksi

Berbagai macam papan instruksi baik yang bersifat peringatan atau pun yang bersifat lebih umum ditampilkan di berbagai tempat yang berbeda.

f. Inspeksi dan Perbaikan

Inspeksi dan perbaikan perlu dilakukan secara bertahap oleh perusahaan. inspeksi dan perbaikan ini dilakukan di berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan ditempat kerja, baik berupa proses kerja maupun pada area penyimpanan. g. Penyimpanan Kejadian Kecelakaan

Semua kejadian kecelakaan harus dilakukan investigasi sesuai dengan format yang berlaku.

h. House Keeping

House keeping dilakukan terhadapat seluruh peralatan, aksesoris, tank, vesel dan lain lain. Hal yang dilakukan bukan saja memperhatikan kebersihan dan kerapihan dari bagian bagian tersebut. Namun juga memperhatikan konten lain seperti nama barang, kapasitas, bentuk fisik, kebocoran, kerusakan dll.

i. Program Pelatihan Keselamatan

Program pelatihan keselamatan harus diberikan kepada seluruh tingkatan atau jabatan pekerjaan.

j. Langkah Langkah Keselamatan Kebakaran

Langkah langkah keselamatan yang dibuat oleh perusahaan harus disesuaikan dengan bahaya yang ada di perusahaan. untuk langkah keselamatan yang penulis buat ini hanya berfokus pada bahaya kebakaran pada tangki timbun WT16. Langkah-langkah keselamatan kebakaran yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko kebakaran, antara lain :

1. Pastikan tidak ada penggunaan alat alat yang dapat menimbulkan api di area bahan mudah terbakar.

2. Cegah timbulnya kebakaran atau ledakan yang dapat timbul dari konsentrasi berlebih uap bahan kimia.

(18)

3. Pastikan, walaupun timbul uap dari bahan bakar. Uap tersebut tidak melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan.

4. Jangan berikan tekanan, jangan lakukan pemotongan, pengelasan, penyolderan, penggrindaan atau kegiatan lain yang dapat menyebabkan timbulnya panas atau api.

5. Untuk menghindari terjadinya elektro statis, semua komponen yang berbahan dasar logam harus dalam keadaan grounded dan dilakukan pengecekan secara bertahap.

6. Latihan respon tanggap darurat perlu dilakukan secara periodikal.

7. Semua komponen yang berkaitan dengan upaya tanggap darurat harus dilakukan pengecekan agar selalu dalam kondisi baik apabila digunakan. 8. SOP perlu disiapkan untuk proses yang menggunakan bahan kimia

berbahaya dan juga dalam proses penanganan bahan kimia.

9. Lakukan kaliberasi pada peralatan keselamatan dan pengendalian minimal satu tahun sekali.

10. Tank dan sistem perpipaan perlu dilakukan pemeriksaan pengkaratan minimal 6 bulan sekali berdasarkan standar IS 2379.

11. Jadwal perbaikan harus dipersiapkan untuk semua peralatan.

12. Gunakan work permit system untuk pekerjaan di tempat berbahaya ataupun pada pekerjaan yang tidak biasa dilakukan (misalnya : perbaikan dan pengecekan).

13. Saat dilakukan unloading WT16, pastikan alat pemadam api berada pada jarak yang dapat dijangkau.

Kepustakaan

Abs consulting ; doyon emerald. (2009). Comprehensive Evaluation and Risk Assessment of Alaska’s Oil and Gas Infrastructure Proposed Risk Assessment Methodology.

Changa, J. I., & Linb, C. C. (2006). A study of storage tank accidents. Journal of Loss Prevention in the Process Industries 19.

Department for Communities and Local Government Publications. (2006). Fire Safety Risk Assesment . London.

(19)

Department of Housing and Urban Development Community Planning and Development Office of Environment and Energy Environmental Planning Division. (2008 ). Acceptable Separation Distance (ASD) Assessment Tool Users Guide :Appendix A – Flowcharts. Department of Housing and Urban Development.

______,. (2008). Acceptable Separation Distance (ASD) Assessment Tool Users Guide. Department of Housing and Urban Development.

Karter, M. J. (2012). FIRE LOSS IN THE UNITED STATES DURING 2011. MA: National Fire Protection Association Fire Analysis and Research Division.

Mayer, G. (2009). Fire Statistics Monitor .

PRAKRUTI ENVIRONMENTAL ENGINEERS. (2010). RISK ASSESSMENT & DISASTER MANAGEMENT PLAN. Gujarat : Utkanth Society.

Rummer, J. M. (1975). Design of a safe system for conducting prservation of vehicle fuel tank . Texas: U.S Departement of Commerce .

The Canadian Council of Ministers of the Environment. (1994). Environmental Code of Practice for Aboveground Storage Tank Systems Containing Petroleum Products. The National Task Force on Storage Tanks.

The European Solvents Industry Group (ESIG) ; the American Chemistry Council (ACC). The Solvents Family. Arlington: the American Chemistry Council (ACC).

The Geneva Association . (2012). World Fire Statistics Bulletin . Geneva : The Geneva Association.

TOTAL. SOLANE : Aliphatic Hidrocarbon Solvent . TOTAL.

U.S. Environmental Protection Agency ; National Oceanic and Atmospheric Administration. (2011). ALOHA : example scenario . Washington, D.C.: U.S.Environmental Protection Agency.

______,. (2011). ALOHA : User's Manual. Washington D.C: U.S. Environmental Protection Agency.

Gambar

Diagram Flashover Tangki nomor 3
Diagram Flashover Tangki nomor 2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dimulai dari proses mengidentifikasi potensi bahaya penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja beserta sumbernya, kemudian dilakukan

Metode: Penelitian yang dilaksanakan penulis menggunakan metode deskriptif yang memberikan penjelasan mengenai identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor risiko umum (ketersediaan material, keterlambatan pengiriman material dari supplier, dan ketidakjelasan pasal-pasal

Pada bagian pengelasan terdapat risiko bahaya ergonomic yaitu posisi kerja yang tidak ergonomic dengan nilai kemungkinan B (Sering terjadi) dikalikan dengan nilai

Hasil penelitian dengan menggunakan hazard identification risk control pada lini produksi amatan terdapat 7 aktivitas kegiatan terdapat 10 bahaya yang terjadi

Analisis Penilaian Risiko Terhadap Potensi Bahaya Pekerjaan Dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) Hasil penelitian yang diperoleh dari analisis penilaian risiko

Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas dan adanya ketidak konsistenan dari hasil penelitian terdahulu, maka dilakukan penelitian lebih dalam mengenai

Setelah dilakukan identifikasi bahaya dengan menggunakan metode Job Safety Analysis JSA, diketahui bahwa pada proses produksi yang dilakukan di bengkel las terdapat 28 potensi bahaya