• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Direction for Development of Water Supply System at Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Direction for Development of Water Supply System at Bogor."

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

i

ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN

AIR MINUM KOTA BOGOR

ADE MEUTIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ADE MEUTIA. Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan MUHAMMAD ARDIANSYAH.

Pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi menyebabkan peningkatan kebutuhan air, terutama dari sektor rumah tangga di Kota Bogor. Dilain pihak ketersediaan air bersih cenderung menurun karena kekurangan sumber daya air, perubahan iklim, pencemaran badan air, over-eksploitasi air bawah tanah dan rendahnya efisiensi penggunaan air. Oleh karena itu, penyediaan air perkotaan merupakan faktor penting dan sistem penyediaan air menjadi tugas penting pemerintah.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisis keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan air Kota Bogor 20 tahun akan datang, (2) untuk menganalisis spasial daerah yang terlayani dan berpotensi tidak terlayani oleh sistem distribusi air PDAM, (3) untuk merumuskan arahan pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air pada tahun 2031 tidak dapat terpenuhi, dimana ketersediaan air akan mengalami kekurangan sekitar 1.252 liter per detik. Simulasi EPANET 2.0 menunjukkan 7kelurahan berpotensi tidak terlayani sistem distribusi perpipaan PDAM karena elevasi yang tinggi dan tekanan air perpipaan yang rendah. Prioritas pertama pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor adalah sistem penyediaan yang dikelola oleh PDAM, dan mempromosikan penggunaan sistem komunal untuk daerah yang sulit dilayani oleh sistem distribusi perpipaan yang dikelola PDAM secara teknis dan ekonomis.

(5)

iii

SUMMARY

ADE MEUTIA. The Direction for Development of Water Supply System at Bogor. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and MUHAMMAD ARDIANSYAH.

Population growth and socioeconomic development are currently driving a rapid increase in water demand, especially from household sectors at Bogor City. Meanwhile availability of fresh water is likely to decrease since lack of water resources, climate change, water pollution, over-exploitation of ground water and low efficiency of water usage. Therefore, municipal water management is an important factor and water supply system becomes most essential duties of the government.

The objectives of this research are: (1) to analyze the balance of water supply and water demand at Bogor’s water supply system , (2) to perform spatial analysis on regions where the populations have (and not) been served by PDAM water distribution system, (3) to formulate the direction for development of water supply system at the study sites.

The results show that water demand in 2031 can not be satisfied, where water supply would have a lack around 1 252 liters per second. EPANET 2.0 simulation show 7 kelurahan potentially underserved by PDAM pipe-based water distribution system, due to its high elevation and low water pressure on pipe. The primary strategy for development of water supply system at Bogor is to push the development of water supply system by PDAM - as the first priority and promote the use of communal-based wells water supply for the areas that are technically (and or economically) difficult to be served by PDAM water distribution system.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN

AIR MINUM KOTA BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

iii Judul Tesis : Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor Nama : Ade Meutia

NRP : A156110164

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwi PutroTejo Baskoro, MSc Ketua

Dr Ir Muhammad Ardiansyah Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah air minum, dengan judul Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Bapak Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing yang telah membagikan ilmu dan memberikan arahan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, MSc selaku penguji, terima kasih untuk kritikan dan masukannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus, sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah yang senantiasa memberikan dukungan dan dorongan motivasi dalam penyelesaian studi serta saran penyempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan PWL 2011 atas kebersamaannya. Serta terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi serta meluangkan waktunya untuk diwawancarai selama penelitian. Terima kasih penulis kepada Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) yang telah memberikan beasiswa dalam pembiayaan pendidikan dan penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami dan anak tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Sistem Penyediaan Air Minum 4

Kebutuhan Air Minum 5

Ketersediaan Air Baku 7

Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum 9

Penentuan Persepsi Masyarakat 10

Analisis Hirarki Proses 11

Penelitian Sebelumnya 12

METODE PENELITIAN 14

Kerangka Pemikiran 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Metode Pengumpulan Data 17

Bahan dan Alat 17

Metode Analisis Data 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor 22

Analisis Ketersediaan Air Baku 27

Analisis Spasial Penyediaan Air Minum 51

Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan SPAM 67 Arahan Kebijakan Pengembangan SPAM melalui AHP 69

SIMPULAN DAN SARAN 73

Simpulan 73

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 77

(12)

DAFTAR TABEL

1 Standar kebutuhan air domestik 6

2 Standar kebutuhan air non domestik 6

3 Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan output yang diharapkan

16 4 Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan 20

5 Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP 21

6 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan 23

7 Perhitungan prediksi kebutuhan air Kota Bogor 25

8 Prediksi kebutuhan air per zona 26

9 Debit historis Sungai Cisadane 28

10 Debit transformasi bulanan Sungai Cisadane 29

11 Koefisien random yang telah dinormalisasi 29

12 Hasil pembangkitan debit sintetis Sungai Cisadane 31 13 Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang 32

14 Debit historis Mata air Tangkil tahun 2000-2011 35

15 Debit transformasi Mata air Tangkil 35

16 Koefisien random yang telah dinormalisasi 36

17 Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Tangkil 37 18 Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang 38 19 Debit historis Mata air Bantarkambing tahun 2000-2011 40

20 Debit transformasi Mata air Bantarkambing 40

21 Koefisien random yang telah dinormalisasi 41

22 Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Bantarkambing 42 23 Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang 43 24 Debit historis Mata air Kotabatu tahun 2000-2011 45

25 Debit transformasi Mata air Kotabatu 45

26 Koefisien random yang telah dinormalisasi 46

27 Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Kotabatu 47 26 Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang 48 27 Debit historis dan debit prediksi mataair Palasari 50 28 Jumlah keluarga pengguna PDAM dan sumur di Kota Bogor 52

29 Wilayah terlayani SPAM non PDAM 53

30 Kebutuhan air minum zona 1 54

31 Kebutuhan air minum zona 2 56

32 Kebutuhan air minum zona 3 58

33 Kebutuhan air minum zona 4 60

34 Kebutuhan air minum zona 5 63

35 Kebutuhan air minum zona 6 64

36 Kelangkaan sumber air minum 67

37 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pamsimas per kelurahan

67 38 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem komunal

per kelurahan

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor 7

2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor 8

3 Kerangka pikir penelitian 15

4 Hirarki AHP penyusunan arahan pengembangan SPAM 20 5 Uji normal data random untuk debit sintetis Sungai Cisadane 30 6 Debit historis 1988-2009 dan debit bangkitan 2010-2031 S.Cisadane 33

7 Prediksi debit Sungai Cisadane tahun 2031 33

8 Water balance Sungai Cisadane tahun 2009 34

9 Prediksi water balance Sungai Cisadane tahun 2031 34 10 Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Tangkil 36 11 Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Ma Tangkil 39

12 Prediksi debit Mata air Tangkil tahun 2031 39

13 Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Bantarkambing 41 14 Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Mata air 44

Bantarkambing

15 Prediksi debit Mata air Bantarkambing tahun 2031 44 16 Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Kotabatu 46 17 Debit historis 2000-2011 dan debit bangkitan 2012-2031 Mata air 49

Kotabatu

18 Prediksi debit Mata air Kotabatu tahun 2031 49 19 Fluktuasi debit bulanan Mata air Palasari tahun 2009-2012 50

20 Prediksi debit Mata air Palasari 50

21 Peta zona pelayanan sistem penyediaan air minum PDAM Kota 51

22 Peta pelayanan SPAM zona 1 54

23 24

Peta simulasi sistem perpipaan zona 1 tahun 2031 Peta wilayah terkendala pelayanan perpipaan

55 56

25 Peta pelayanan SPAM zona 2 57

26 Peta simulasi sistem perpipaan zona 2 tahun 2031 57

27 Peta pelayanan SPAM zona 3 59

28 Peta simulasi sistem perpipaan zona 3 tahun 2031 59

29 Peta pelayanan SPAM zona 4 61

30 Peta simulasi sistem perpipaan zona 4 tahun 2031 62

31 Peta pelayanan SPAM zona 5 63

32 Peta simulasi sistem perpipaan zona 5 tahun 2031 64

33 Peta pelayanan SPAM zona 6 65

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai koefisien determinasi (R2) model pertumbuhan penduduk Kota Bogor

77 2 Persamaan proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor 79 3 Peta tingkat persepsi masyarakat terhadap SPAM 81

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan terhadap air minum terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya (Labadie 2004). Air minum dalam konteks ini adalah sumber air bersih untuk air minum, baik yang berasal dari sumber terlindungi, sumber tidak terlindungi, dan air perpipaan (Bappenas 2007).

Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga merupakan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat dilakukan dengan sistem perpipaan atau non perpipaan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Pengembangan SPAM merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah terhadap Millennium Development Goals (MDG) atau tujuan pembangunan global. MDG disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB. Terdapat 8 tujuan dan 18 target MDG yang dideklarasikan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Tujuan ketujuh dan target kesepuluh MDG adalah menurunkan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. Pencapaian Indonesia untuk target ini sebesar 47.71% pada tahun 2009, sedangkan target tahun 2015 adalah 68.87%, sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk meningkatkan akses terhadap air minum agar target dapat tercapai (Bappenas 2010).

Akses penduduk terhadap air minum di kawasan perkotaan terus mengalami penurunan menurut Laporan Pencapaian MDG Indonesia 2010, dimana penduduk perkotaan yang mendapatkan akses air minum pada tahun 2001 adalah 59.50% dan tahun 2009 turun menjadi 49.82%, sedangkan target akses terhadap air minum penduduk perkotaan yang harus dicapai pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu 75.29%. Relatif rendahnya akses terhadap air minum tersebut mencerminkan tingkat pembangunan infrastruktur air minum belum bisa menyamai pertumbuhan penduduk khususnya di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah fasilitas air minum yang tidak terawat dan tidak dikelola secara berkelanjutan.

(16)

2

Sistem penyediaan air minum di Kota Bogor ditangani oleh PDAM Tirta Pakuan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bogor. Data produksi PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 mencatat bahwa pelanggan yang dilayani sebesar 103 841 pelanggan atau sekitar 56.28%penduduk kota, dengan kapasitas produksi 1 499 liter/detik dan debit distribusi sebesar 1 416 liter/detik. Untuk mencapai target MDG, penduduk yang terlayani tahun 2015 adalah 70.50%, dan target tahun 2031 sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun 2011-2031, adalah 87.71%. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perencanaan penyediaan air minum yang mengikuti pertumbuhan dan perkembangan kota untuk mencapai target tersebut.

Studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) yang dilaksanakan oleh Bappeda Kota Bogor tahun 2010, mencatat bahwa penduduk Kota Bogor yang menggunakan PDAM sebesar 43.78%, menggunakan sumur (sumur dangkal, sumur bor, sumur gali, dan sumur tidak terlindungi) sebesar 44.85%, menggunakan mata air 3.61%, dan lainnya 7.78%. Studi EHRA menemukan sekitar 10.50% rumah tangga mengalami kelangkaan dari sumber air yang digunakan dalam satu tahun terakhir (Bappeda 2010)

Sumber utama air baku PDAM Tirta Pakuan berasal dari Sungai Cisadane dan empat mata air yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu, yaitu Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air Palasari. Keandalan mata air sebagai air baku yang ekonomis mengalami penurunan terus menerus karena dampak meningkatnya konversi lahan di catchment area. Sementara air baku dari Sungai Cisadane mengalami pencemaran yang tinggi yang membutuhkan biaya besar dalam pengolahan untuk menjadikannya air bersih dan layak untuk diminum.

Perubahan penutupan lahan di DAS Cisadane Hulu menyebabkan terjadinya pengurangan luas hutan dari 63.53% (tahun 2004) menjadi 15.41% (tahun 2008) dan terjadi peningkatan luas permukiman dari 10.13% pada tahun 2004 menjadi 34.66% pada tahun 2008 (Stevanus 2010). Tingginya perubahan penutupan lahan menjadi area terbangun menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi berkurang, dan pada akhirnya mempertinggi run off. Dengan kondisi yang demikian, jebakan air tanah akan berada jauh di dalam batuan dasarnya sehingga muka air tanah menjadi turun dan debit air yang tersedia di catchment area akan mengalami penurunan.

Laju konversi lahan di catchment area menyebabkan debit mata air semakin berkurang dari perkiraan rencana debit produksi. Data produksi PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 menunjukkan debit Mata air Tangkil dari 170 liter/detik turun menjadi 124 liter/detik pada tahun 2011, kapasitas debit produksi Mata air Bantarkambing dari 170 liter/detik turun menjadi 150 liter/detik pada tahun 2011, dan debit Mata air Kotabatu pada tahun 2011 menurun menjadi 48 liter/detik, sedangkan debit tahun 2005 adalah 61 liter/detik.

(17)

3 Perumusan Masalah

Masalah ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan keseimbangan antara supply dan demand air minum penting untuk diestimasi, sehingga perlu diprediksi kebutuhan dan ketersediaan air minum hingga 20 tahun akan datang. Masih jauhnya target yang akan dicapai untuk melayani kebutuhan air minum Kota Bogor perlu dianalisis kemampuan pelayanan air bersih secara spasial untuk mengetahui proporsi penduduk yang dapat terlayani air minum PDAM dan yang dilayani non PDAM. Permasalahan selanjutnya yang menjadi fokus penelitian ini adalah terkait sistem penyediaan air minum yang belum terintegrasi antara pelayanan PDAM dengan non PDAM, agar target pelayanan air minum dapat tercapai maka arahan pengembangan SPAM yang tepat perlu disinergikan antara pihak pengelola, pelaksana dan pemangku kepentingan bidang air minum di Kota Bogor.

Permasalahan yang telah diuraikan tersebut menghasilkan beberapa pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini, yaitu:

1. Berapa besarnya kebutuhan air minum hingga 20 tahun yang akan datang dan bagaimana keandalan air baku yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut?

2. Kelurahan apa yang dapat dilayani melalui sistem PDAM dan kelurahan apa saja yang berpotensi dikembangkan pelayanan non PDAM?

3. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholders terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum, dan arahan yang tepat untuk Kota Bogor hingga 20 tahun yang akan datang agar sistem SPAM yang terintegrasi dapat terwujud.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kebutuhan air minum hingga 20 tahun akan datang (tahun 2031) dan menganalisis ketersediaan sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

2. Menganalisis wilayah yang dapat dilayani dan berpotensi tidak terlayani oleh sistem distribusi perpipaan PDAM Tirta Pakuan.

3. Menyusun arahan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor.

Manfaat Penelitian

(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Indonesia diperkirakan akan terancam krisis air sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, dan pengelolaan sumber daya air yang lemah. Dalam masa seratus tahun berlalu, jumlah penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan kebutuhan air naik tujuh kali lipat (Rajasa 2002).

Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini mengakibatkan terjadinya kelangkaan air akibat kurangnya ketersediaan pasokan air (water supply) dibandingkan dengan permintaannya (water demand). Menurut pandangan konvensional, air merupakan barang sosial yang dapat diperoleh secara gratis namun sejak kelangkaan air bersih menjadi masalah dunia pandangan air sebagai barang sosial mulai bergeser menjadi barang ekonomi karena keterbatasan air untuk masyarakat (Fauzi 2004).

Air adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam kebutuhan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan. Penyediaan air minum merupakan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat sehingga menjadi prioritas utama dalam pengalokasian sumber daya air. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada 5 pilar yaitu; (1) upaya konservasi, (2) pendayagunaan sumber daya air, (3) pengendalian daya rusak air, (4) manajemen pengelolaan sumber daya air yang terbuka, dan (5) keterlibatan peran masyarakat.

Sistem Penyediaan Air Minum

Penyediaan air minum adalah kegiatan memenuhi kebutuhan air minum masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Sistem penyediaan air minum (SPAM) merupakan satu kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum, meliputi sistem pelayanan untuk suatu komunitas yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan domestik, non domestik (sarana umum dan sarana komersial) dan industri (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005).

(19)

5 komunal atau perkotaan disebut juga public water supply system, adalah suatu sistem untuk pelayanan komunitas dan pelayanan untuk keperluan menyeluruh seperti keperluan domestik, sarana perkotaan maupun industri.

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM dilakukan oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan SPAM. (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005).

Sistem penyediaan air minum perkotaan terbagi dalam tiga komponen, yaitu berturut-turut komponen sumber air, komponen pengolahan air dan komponen distribusi pelayanan air. Pada komponen distribusi pelayanan air, kepuasaan konsumen harus memenuhi standar kualitas air, kuantitas air, kontinuitas air, dan harga jual air yang kompetitif. Keberhasilan distribusi pelayanan air bersih sangat tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air maupun kontinuitas sumber air (Arwin dan Mukmin 2006). Pengambilan air dari sumbernya harus memperhatikan daya dukung sumber daya air tersebut dan dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan lingkungannya serta memperhatikan aspirasi masyarakat setempat dan kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.

Prediksi keberhasilan pembangunan sistem penyediaan air minum dapat dianalisis dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu; (1) menghitung persentase jumlah penduduk yang terlayani sistem perpipaan, (2) menghitung persentase jumlah sistem menurut kondisi jaringan perpipaan, (3) menghitung pencapaian pelayanan hingga tahun yang ditargetkan dengan memproyeksikan kondisi eksisting, serta dibandingkan dengan target daerah dan nasional, (4) menentukan faktor yang mempengaruhi kondisi jaringan perpipaan, (5) menganalisis kemungkinan pencapaian target pelayanan dengan memperhatikan kendala yang mungkin terjadi (Masduqi et al. 2007).

Kebutuhan Air Minum

Sistem penyediaan air minum memerlukan besarnya kebutuhan dan pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk, tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Data mengenai keadaan penduduk daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan permodelan evaluasi sistem distribusi air minum. Kebutuhan air secara garis besar mencakup kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan untuk pemukiman penduduk, sedangkan non domestik memenuhi kebutuhan di sektor kehidupan lainnya. Studi kebutuhan air bersih selain kebutuhan domestik dan non domestik harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya kehilangan air (misal kebocoran), kebutuhan untuk hydrant, dan untuk perawatan kota (Mayangsari 2008).

(20)

6

Tabel 1 Standar kebutuhan air domestik

Kebutuhan non domestik meliputi kebutuhan di sarana perkotaan (public use) seperti sarana sosial, niaga, industri, pendidikan, kesehatan, lembaga, hiburan, olah raga, tempat ibadah, pasar, dan lainnya. Kebutuhan non domestik dihitung dari jumlah pemakai air dikalikan standar pemakaian kebutuhan domestik, seperti yang terdapat pada Tabel 2.

Konsumsi air berubah sesuai dengan aktivitas masyarakat. Pemakaian rata-rata harian adalah pemakaian rata-rata-rata-rata dalam sehari atau pemakaian setahun dibagi 365 hari. Pada hari tertentu di setiap minggu, bulan atau tahun akan terdapat pemakaian air yang lebih besar daripada kebutuhan rata-rata perhari, pemakaian air tersebut disebut pemakaian hari maksimum. Kebutuhan hari maksimum (Qhm) adalah perkalian kebutuhan rata-rata dengan nilai faktor hari maksimum. Demikian pula pada jam-jam tertentu di dalam satu hari, pemakaian air akan meningkat lebih besar daripada kebutuhan air rata-rata perhari yang dikenal dengan pemakaian jam puncak. Untuk mengetahui kebutuhan jam puncak adalah dengan mengalikan nilai faktor jam puncak dengan kebutuhan air rata-rata perhari. Berdasarkan pedoman standar konsumsi air minum Departemen Pekerjaan Umum (2005) nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 dan nilai faktor jam puncak adalah 1.05.

Tabel 2 Standar kebutuhan air non domestik

Kategori kota berdasarkan jumlah jiwa Standar konsumsi non domestik % l/o/h Metropolitan >2 000 000 20-30 x >210 Metropolitan >1 000 000 – 2 000 000 20-30 x 150-210 Besar >500 000 – 1 000 000 20-30 x 120-150 Besar >100 000 – 500 000 20-30 x 100-150 Sedang >20 000 – 100 000 20-30 x 90-100

Kecil 3 000 – 20 000 20-30 x 60-100

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006) Jumlah penduduk (jiwa) Jenis kota Jumlah kebutuhan

(liter/orang/hari) >2 000 000 Metropolitan >210

>1 000 000 – 2 000 000 Metropolitan >150-210 >500 000 – 1 000 000 Besar >120-150 >100 000 – 500 000 Besar >100-150 >20 000 – 100 000 Sedang >90-100

3 000 – 20 000 Kecil >60-100

(21)

7 Ketersediaan Air Baku

Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang mengalirkan air ke daerah hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat kuat, artinya wilayah hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air minum berkelanjutan secara kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem wilayah hulu yang menjadi resapan airnya terganggu (Acreman 2004).

Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009 memiliki data bahwa debit aliran air tanah yang relatif besar di Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor. CAT tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh besarnya ketersediaan air tanah yang berkorelasi dengan besarnya pengisian kembali (jumlah imbuhan air tanah), berasal dari curah hujan yang masuk ke CAT Bogor, sehingga kapasitas air tanah yang berada di wilayah cekungan Bogor berpotensi dijadikan sumber air baku untuk pengembangan penyediaan air bersih atau air minum. CAT Bogor meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Meskipun air tanah mempunyai potensi untuk dijadikan sumber air baku, pemanfaatannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan karena air tanah juga berfungsi untuk menjaga kestabilan permukaan tanah, sehingga khususnya untuk air tanah dalam sangat penting untuk dijaga keberadaannya secara berkelanjutan guna terjaganya kontinuitas sumber air baku tersebut.

Gambar 1 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor

(22)

8

Gambar 2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor Sumber: Bappeda (2008)

Peta Hidrogeologi CAT Bogor seperti Gambar 2 menunjukkan secara umum Kota Bogor bagian utara merupakan akuifer dengan aliran antar butir produktif sedang dengan sebaran luas dan kedudukan muka air tanah dalam dengan debit umumnya kurang dari 5 liter/detik. Kota Bogor bagian tengah, selatan dan barat merupakan akuifer produktif tinggi dengan penyebaran luas tersebar, banyak ditemui mata air dengan debit umumnya lebih dari 5 liter/detik. Bagian barat daya Kota Bogor hingga bagian utara Gunung Salak merupakan akuifer dengan aliran antar celah produktif sedang dengan penyebaran luas, air tanah terdapat pada pori-pori dan rekahan endapan vulkanik muda, bagian ini ditemukan mata air dengan debit kurang dari 5 liter/detik.

Sungai utama yang mengalir di Cekungan Bogor adalah Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Kedua sungai tersebut dapat diandalkan sebagai sumber air baku untuk pengembangan penyediaan air minum di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Fluktuasi debit sungai Cisadane mulai Oktober-Februari debit sungainya meningkat, kemudian menurun dan berfluktuasi dari Maret-Juni. Selanjutnya menurun pada Bulan Juli dan mengalami debit paling minimal pada Bulan Agustus dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Sutopo 2011).

(23)

9 stokastik urutan unit waktu adalah mutlak penting, penyajian stokastik mempertahankan sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan urutan-urutan kejadiannya (Nuraeni 2011).

Model stokastik berusaha mengungkapkan kembali perilaku statistik dari serangkaian waktu hidrologi tanpa memperhatikan kejadian yang sebenarnya. Hidrologi stokastik mampu mengisi kekosongan yang ada di antara metode-metode deterministik, dan hidrologi probabilistik (Weilbull, 2005). Pada model stokastik, karakteristik dan urutan aliran di masa lampau memberikan pertanda untuk aliran dimasa datang. Jika aliran tahun ini kecil, meskipun belum pasti, mungkin aliran tahun berikutnya akan lebih kecil daripada nilai tengahmya. Demikian pula aliran besar cenderung mengikuti aliran-aliran besar. Data historis memberikan informasi yang berharga tentang aliran yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Model untuk meregenerasi haruslah menggunakan informasi tersebut untuk menggambarkan aliran di masa datang secara eksak (Nuraeni 2011).

Model stokastik yang dikenal dan sering dipergunakan antara lain; (1) Model Autoregresive (Model AR) (2) Model Moving Average (Model MA), (3) Model Autoregresive Moving Average (Model ARMA), (4) Model Autoregresive Integrated Moving Average (Model ARIMA), dan (5) Model Disagregasi. Model Autoregresif adalah model yang paling menarik karena model ini paling sederhana penggunaannya dan mempunyai pola gerakan yang tergantung dari waktu, dimana harga dari variabel pada waktu saat ini tergantung harga pada waktu yang lalu (Salas etal. 1980).

Model Autoregresif secara umum dikemukakan oleh Thomas dan Fiering pada tahun 1962, Yevjevich pada tahun 1963, serta Box-Jenkins pada tahun 1970. Model Thomas dan Fiering banyak digunakan untuk membangkitkan debit aliran sungai bulanan. Data dari setiap bagian diregresikan terhadap bulan sebelumnya, sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linir.

Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum

EPANET 2.0 adalah program komputer yang berbasis windows yang merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa, pompa, katup dan reservoir. Output yang dihasilkan dari program EPANET 2.0 ini antara lain debit yang mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing-masing titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan operasi instalasi, pompa dan reservoir serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang terkandung dalam air bersih yang didistribusikan serta penentuan umur air dan dapat digunakan sebagai simulasi penentuan lokasi sumber sebagai arah pengembangan.

(24)

10

tekanan ditiap node, tinggi muka air didalam tanki/reservoir dan konsentrasi bahan kimia seperti desinfektan klor (Rossman 2000).

Data keluaran dari program EPANET 2.0 dapat memberikan gambaran nilai debit aliran air dalam pipa, tinggi tekanan air pada node tertentu, tinggi/elevasi air pada masing-masing bak tampungan (reservoar), dan perkiraan konsentrasi sisa bahan kimia pada node tertentu. Teknik pemodelan EPANET 2.0 urutannya adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan arah aliran secara visual di dalam jaringan dan mengisi properti data masukan model jaringannya sesuai tabel input (Suhardi 2007).

EPANET dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources Division of the US Environmental Protection Agency's National Risk Management Research Laboratory. EPANET 2.0 adalah perangkat lunak publik domain dan terbuka yang dapat melakukan pengeditan terhadap input data, running hydraulic dan simulasi air serta menampilkan jaringan perpipaan dan node dalam berbagai format dengan kode warna, tabel, grafik terhadap waktu dan plot kontur sesuai kebutuhan analisis pengguna. Hasil analisis simulasi tersebut bermanfaat bagi pengambil keputusan, baik ditingkat manajemen maupun dilingkup tim perencana, sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai input data dalam perencanaan desain sistem distribusi air.

Untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih kepada masyarakat maka dibutuhkan pengelolaan suatu sistem distribusi air secara baik. Pengelolaan sistem distribusi air yang baik membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penyajian data yang cepat dan tepat sehingga aktivitas pelayanan akan selalu mengikuti perkembangan secara dinamis. Untuk pengoptimalan pengelolaan distribusi air bersih diperlukan suatu sistem informasi dari distribusi air bersih yang mampu menyelesaikan permasalahan pengelolaan dan penyajian data (Suhardi 2007).

Penentuan Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat adalah tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu identitas bersama yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Adrianto 2006).

Masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam pelaksanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat akan sangat mendorong terciptanya suatu hasil pembangunan yang baik, karena biar bagaimanapun masyarakatlah yang mengetahui sekaligus memahami kondisi apa yang ada di wilayahnya. Disamping itu, dengan melibatkan mereka dalam proses pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan.

(25)

11 pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang lain tidak sama (Nurcahyo 2005).

Untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap sesuatu dapat dilakukan sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada responden yang disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. Selanjutnya metode analisis deskriptif kuantitatif yang didukung dengan analisa kualitatif dapat dilakukan untuk mempermudah menganalisa persepsi masyarakat tersebut (Adrianto 2006).

Analisis Hirarki Proses (AHP)

AHP adalah teknik yang digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang diambil. Menurut Saaty (1993) hirarki suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok–kelompok, lalu diatur menjadi suatu bentuk hirarki.

AHP didesain untuk dapat digunakan pada penilaian yang bersifat subyektif untuk menyusun urutan dari prioritas elemen–elemen berdasarkan bobot elemen yang ditinjau dengan menggunakan perbandingan berpasangan antar elemen. AHP digunakan untuk mendapatkan bobot elemen, atau dalam metode ini bisa disebut sebagai skala rasio, dari perbandingan pasangan pada struktur hirarki yang multi level. Model AHP dalam proses pengambilan keputusan menggunakan pendekatan kolektif dari beberapa opini atau pendapat individu.

Prinsip dasar kerja metode AHP dalam pengambilan keputusan didasarkan pada, yaitu:

1. Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah yang dilakukan untuk mendefinisikan suatu masalah yang rumit dan kompleks hingga menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dan opini dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan pada bidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan yang terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil keputusan untuk menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut.

2. Penentuan prioritas elemen-elemen kriteria dapat dilihat sebagai kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas dibuat berdasarkan pandangan para pihak yang dianggap ahli dan yang memiliki kepentingan terhadap pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung.

(26)

12

dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat.

4. Konsistensi logis dari jawaban yang diberikan oleh responden merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A>B dan B>C maka secara logis responden harus menyatakan bahwa A>C, berdasakan nilai numerik yang telah disediakan.

AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan yang komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Penelitian Sebelumnya

Kajian Pemanfaatan Air di Daerah Irigasi Katulampa

Rizali (2007) melakukan analisis keseimbangan neraca air di Sungai Ciliwung Bendung Katulampa. Ketersediaan air di saluran irigasi Katulampa menunjukkan inflow yang terbesar sekitar 6.36 m3/detik terjadi di hampir seluruh bulan dan yang terkecil terjadi pada bulan Agustus dan September. Ketersediaan air di Bendung Katulampa ditentukan dengan debit andalan dengan membuat hubungan antara debit dengan probabilitas. Kurva durasi debit aliran diperoleh melalui perhitungan debit andalan ditentukan dengan tingkat peluang 80% dan 90%.

(27)

13 pemeliharaan sungai sebesar 636 liter/detik. Setelah diketahui ketersediaan dan kebutuhan air selanjutnya dianalisis keseimbangannya dengan neraca air.

Ketersediaan air dan kebutuhan air pada tahun 2006 dapat dikatakan bahwa air masih mencukupi untuk sektor yang ada. Proyeksi masa yang akan datang (tahun 2020) dengan skenario yang digunakan, ketersediaan air tahun 2020 masih dapat dipenuhi sesuai dengan asumsi yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air domestik, pertanian, industri dan lainnya.

Kajian Keandalan Air Sungai Cisadane Memenuhi Laju Permintaan Air Baku PDAM Kota Bogor

Arwin dan Mukmin (2006) menganalisis keandalan debit Sungai Cisadane dalam memenuhi kebutuhan debit PDAM Kota Bogor. Debit sumber air baku yang harus dipenuhi untuk memenuhi target pemerintah Kota Bogor (2010) adalah 2 375 liter/detik, dimana eksisting sumber air baku tahun 2004 adalah 1.225 liter/detik, sehingga pada tahun 2010 diperlukan penambahan debit air baku sebesar 1 150 liter/detik.

Prospek air Sungai Cisadane sebagai air baku PDAM Kota Bogor dalam rangka peningkatan pelayanan hingga tahun 2010 dianalisis secara statistik dengan meneliti perilaku debit air kering yang tercatat di masa lampau untuk dapat menentukan keandalan debit air masa depan sesuai dengan ketentuan teknis penyediaan air minum perkotaan. Dari analisis statistik data aliran minimum Sungai Cisadane pada periode musim-musim kemarau (debit air ekstrim kering) dari penelurusan debit air kering di Pos Batubelaah (1971-2003) bahwa besaran debit air tidak ditemukan suatu distribusi teoritis yang mutlak seragam untuk semua uji kesesuian distribusi teoritis tetapi ada kecenderungan didominasi oleh distribusi Log-Pearson III.

(28)

14

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Target penduduk Kota Bogor yang terlayani air bersih pada tahun 2031 adalah 87.71% (Bappeda Kota Bogor 2011). Ketersediaan sumber air dalam memenuhi kebutuhan semakin terbatas. Kapasitas penyadapan air baku di intake dan kapasitas instalasi pengolahan air mempunyai ambang batas tertentu. Sementara jumlah penduduk semakin meningkat dan kebutuhan air minum terus meningkat. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan air minum Kota Bogor, dan kapasitas pelayanan air minum maka perlu dilakukan analisis estimasi kebutuhan dan ketersediaan air masa yang akan datang agar kebutuhan penduduk dapat terpenuhi.

Penyediaan air minum 20 tahun yang akan datang (tahun 2031) dianalisis secara spasial untuk mengetahui wilayah yang penduduknya dilayani PDAM dan non PDAM. Analisis spasial dilakukan dengan analisis pemetaan pelayanan air minum PDAM dan simulasi hidrolika pelayanan perpipaan PDAM untuk melihat kemampuan kapasitas infrastruktur yang ada. Selanjutnya dilakukan analisis persepsi masyarakat yang pemenuhan kebutuhan air minumnya berasal dari non PDAM, untuk mengetahui sistem pelayanan yang paling tepat dan cocok dalam pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat tersebut.

Rencana penyediaan air minum PDAM dan Non PDAM mengacu pada RTRW Kota Bogor 2011-2031, Master Plan SPAM Kota Bogor Tahun 2008, dan Review Rencana Induk SPAM Kota Bogor Tahun 2011. Berbagai rencana yang disusun untuk memenuhi kebutuhan air minum hingga tahun 2031 perlu ditentukan prioritas arahan yang tepat sasaran dengan menghimpun pendapat-pendapat stakeholders. Analisis Hirarki Proses (AHP) digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dengan pilihan terbaik dari beberapa alternatif rencana dan arahan pengembangan SPAM Kota Bogor. Rencana dan arahan pengembangan SPAM prioritas akan menjadi masukan untuk review rencana tata ruang wilayah khususnya dalam rencana struktur ruang, rencana sistem jaringan air minum. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(29)

15

Pengembangan SPAM non PDAM

Analisis AHP untuk arahan pengembangan sistem penyediaan air minum Analisis spasial pelayanan air minum perpipaan PDAM 20 tahun akan datang

Wilayah terlayani Wilayah tidak terlayani

Persepsi masyarakat tentang SPAMyang representatif

Pengembangan SPAM PDAM

Penambahan jaringan distribusi Pencarian

sumber baru

Efisiensi operasional& maintenance

Pengelolaan SPAM berbasis

masyarakat

Sistem komunal Analisis kebutuhan dan ketersediaan air

20 tahun akan datang Kondisi aktual:

-Pertumbuhan dan kebutuhan penduduk semakin meningkat -Ketersediaan air baku ekonomis semakin menurun

-Proporsi penduduk terlayani SPAM belum mencapai target

RTRW & Rencana induk SPAM

(30)
[image:30.842.59.782.130.497.2]

16

Tabel 3 Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan output yang diharapkan

No Tujuan Jenis data Sumber data

Teknik pengumpulan data Teknik analisis data Output yang diharapkan 1 Menganalisis kebutuhan

dan ketersediaan air

• Jumlah penduduk • Jumlah pelanggan per

zona

• Data debit mata air • Data debit Sungai

Cisadane • BPS • PDAM • Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane Pengumpulan data sekunder

• Analisis

pertumbuhan penduduk (growth)

• Analisis debit

bangkitan untuk ketersediaan air baku

a.Prediksi kebutuhan air hingga tahun 2031 b. Prediksi ketersediaan

air baku

2 Menganalisis wilayah terlayani air bersih yang dikelola PDAM melalui perpipaan

• Peta jaringan air bersih • Peta citra Kota Bogor • Peta struktur ruang • Data panjang

&diameter pipa

• Output 1 • PDAM • Bappeda

Pengumpulan data sekunder

• Analisis spasial

perpipaan PDAM

• Simulasi EPANET

distribusi perpipaan 20 th yad

a. Peta wilayah yang terlayani PDAM b. Peta wilayah yang tidak terlayani PDAM

3 Menyusun arahan untuk pengembangan SPAM Kota Bogor

• Rencana induk SPAM • RTRW

• Data studi EHRA

• Output 2a • Output 2b • PDAM • Bappeda • Dinas

Pengawasan Bangunan dan Permukiman

• Wawancara

persepsi masyarakat

• Wawancara

AHP

• Analisis persepsi

masyarakat

• Analisis AHP

(31)

17 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti data dari PDAM Tirta Pakuan, BPS, Bappeda Kota Bogor, Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane maupun literatur-literatur dari perpustakaan, internet dan jurnal. Adapun data primer diperoleh dari wawancara dengan masyarakat yang tidak terlayani oleh PDAM, dan kuesioner AHP dengan stakeholders yang terkait dengan sistem penyediaan air minum. Jenis data, sumber data, dan metode analisis yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.

Bahan dan Alat

Bahan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data primer didapatkan dari wawancara dan kuesioner dari masyarakat dan para pakar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan perangkat lunak Python, ArcGIS, AutoCad, MapInfo dan EPANET 2.0, dan peralatan penunjang lainnya.

Metode Analisis Data

Penyediaan air minum perkotaan diprioritaskan pelayanan dengan sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM karena lebih andal dan sehat (Bappenas 2007), sehingga analisis pertama yang dilakukan adalah terhadap wilayah pelayanan PDAM dengan sistem perpipaan.

Analisis Kebutuhan Air Minum

Analisis kebutuhan air minum untuk memprediksi kebutuhan 20 tahun mendatang diawali dengan memproyeksikan jumlah penduduk dengan analisis pertumbuhan, kemudian memperkirakan jumlah penduduk yang akan dilayani sesuai target RTRW. Selanjutnya prediksi kebutuhan domestik dihitung dari perkalian jumlah jiwa terhadap kebutuhan domestik

Model pertumbuhan penduduk menggunakan persamaan pertumbuhan (persamaan 1 sampai 4), dengan menggunakan software pemograman Phyton. Software ini dipilih karena mampu mengeksekusi persamaan yang cukup banyak, jumlah persamaan yang dieksekusi dalam penelitian ini sebanyak 272 persamaan (4 persamaan model proyeksi jumlah penduduk di 68 kelurahan).

Discrete Time Model : Pt = Po (1 + r) …..….…….……1

Continuous Time Model : Pt = Po + αt ……….…………2

Exponensial : Pt = Po exp (αt) ………....………3

Kurva Gompertz/Saturation :

Pt = W exp(α+βt) 1 + exp(α+βt)

(32)

18

Pt merupakan prediksi jumlah penduduk pada tahun yang ditentukan dalam satuan jiwa. Po merupakan jumlah penduduk tahun awal. R merupakan pertumbuhan penduduk. t merupakan titik tahun yang akan dihitung prediksinya (selisih tahun antar Pt dan Po). W, α, β adalah konstanta. Model yang digunakan adalah model pertumbuhan dengan nilai R2 tertinggi, yaitu mendekati nilai 1. Analisis Debit Bangkitan untuk Prediksi Ketersediaan Air Baku

Prediksi ketersediaan air dari Sungai Cisadane dan empat mata air yang dikelola oleh PDAM Tirta Pakuan 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan menggunakan pemodelan stokastik Thomas Fiering. Data debit historis yang dipakai adalah data debit bulanan. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data debit dilihat dari koefisien skewness (Cs), jika nilai Cs tidak mendekati nol maka data asli harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi data yang mendekati normal dengan nilai Cs mendekati nol. Transformasi dilakukan dengan menggunakan metode Probability Plot of Correlation Coefficient (PPCC) dengan rumus:

λ λ λ ) 1 ( ( ) ) ( − = m j j

tm

X

X λ 0

) ( )

(j log m j

tm X

X λ = λ = 0

dimana :

) (j tm

X λ = Debit hasil transformasi

λ = Parameter transformasi

) (j m

X = Debit historis

Selanjutnya adalah melakukan pembangkitan data debit bulanan, persamaan model stokastik dengan metode Thomas Fiering dengan rumus sebagai berikut:

)

1

(

)

(

1 2

1

1

q

b

Qx

q

r

Qx

i+

=

j+

+

j i

j

+

ξ

i

σ

j+

j j j j r b σ σ 1 . + = Dimana :

Qx i+1 , Qxi = nilai sintetik pada bulan ke i+1 dan ke-i

1

, j+ j q

q = nilai rata-rata bulanan pada saat bulan ke j dan j+1 bj = koefisien regresi least square

ξi = nilai acak pada saat ke i

σj+1 = simpangan baku pada saat bulan ke j+1

rj = koefisien korelasi data bulanan pada saat bulan ke j

(33)

19 Berikutnya melakukan re-transformasi debit bulanan hasil metode Thomas Fiering untuk menghasilkan data debit sebenarnya dengan rumus sebagai berikut:

X = ( Xt.λ +1)1/λ Dimana :

X = Debit re-transformasi Xt = Debit transformasi

λ = Parameter transformasi

Analisis Spasial terhadap Wilayah Pelayanan Air Minum

Analisis spasial wilayah pelayanan air minum dilakukan pada wilayah pelayanan yang dikelola PDAM Tirta Pakuan, untuk mengetahui wilayah yang terlayani PDAM dan persentase penduduk yang terlayani. Wilayah pelayanan dengan sistem perpipaan dibagi menjadi 6 zona. Pembagian zona ini berdasarkan kemampuan debit dan tekanan air dari reservoir, karena sistem pengaliran mengandalkan sistem gravitasi. Jaringan perpipaan yang telah dibangun dalam bentuk sistem informasi geografis (Geographic Information System atau GIS) dibentuk jaringan topologi setiap zonanya.

Pengecekan fitur line dan point pada koneksi pipa perlu diperhatikan dalam pembentukan GIS network topologi. Topologi tersebut merupakan aturan yang membentuk relasi spasial antar fitur. Setelah topologi terbentuk data GIS tersebut ditransfer ke perangkat lunak EPANET 2.0. Dengan EPANET 2.0 pengecekan fitur dan topologi dapat dilakukan, semua node pipa dipastikan saling terhubung, dan diidentifikasi kemiripan 2 node berdekatan dengan syarat diameter pipa tepat, tidak ada pipa paralel yang overlap dan pompa atau asesoris pipa terkoneksi dengan fitur line (Edwards 2009)

Dalam menjalankan program EPANET 2.0 data-data yang diperlukan antara lain:

1. Koordinat X dan Y, digunakan untuk menentukan posisi node pada arah horizontal dan vertikal.

2. Titik elevasi node, dimana digunakan untuk perhitungan sisa tekanan. 3. Kebutuhan rata-rata air untuk suplai atau besar debit suplai dari sumber. 4. Pola kebutuhan.

5. Tinggi tekanan pada titik reservoar yang biasanya dimasukkan adalah nilai tinggi elevasi titik reservoar.

6. Titik awal node pipa, dalam pembuatan titik awal sebaiknya dimulai dari titik perkiraan arah aliran dalam pipa.

7. Titik akhir node pipa.

8. Panjang pipa dan diameter pipa. 9. Koefisien kekasaran pipa.

10.Koefisien kehilangan tekanan di aksesoris pipa, jika dimasukan "0" maka minor losses diabaikan.

11.Status keadaan pipa, tertutup, terbuka atau aliran pipa hanya satu arah.

(34)

20

Analisis Deskriptif Kuantitatif terhadap Persepsi Masyarakat

Penentuan persepsi responden terhadap prioritas sistem penyediaan air minum Kota Bogor dilakukan dengan sejumlah pertanyaan melalui wawancara. Responden akan ditanyakan tentang sistem penyediaan air minum yang paling tepat diterapkan di wilayah permukiman mereka. Masing-masing kategori jawaban akan diberi nilai dari 0 sampai 9, dimana nilai terbesar adalah “Sangat Setuju” (SS) dengan nilai 9 dan yang terkecil adalah “Sangat Tidak Setuju” (STS) dengan nilai 0. Hasil dari kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah responden, sehingga dapat diperoleh nilai yang menggambarkan tingkat persepsi responden. Interval nilai rata-rata dari pernyataan/tanggapan untuk tingkat persepsi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan Interval nilai tanggapan Tingkat persepsi

6,00 – 9,00 Tinggi

3,00 – 5,99 Sedang

0,00 – 2,99 Rendah

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum. Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden.

Analisis Hirarki Proses (AHP) untuk Arahan Pengembangan SPAM

Prioritas arahan pengembangan SPAM Kota Bogor ditentukan dengan menggunakan AHP dalam menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang diambil. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dalam penelitian ini memuat dua level hirarki seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Hirarki AHP penyusunan prioritas arahan pengembangan SPAM Prioritas Pengembangan SPAM di Kota Bogor

PDAM

Pengelolaan Air Minum Berbasis

Masyarakat Penambahan

Jaringan Distribusi

Penambahan Sumber Air Baku Baru

Efisiensi operasional&

maintenance

Pengelolaan Sistem komunal

(35)

21 Menentukan prioritas dari setiap kriteria dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Penilaian kepentingan dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i memiliki salah satu angka tingkat kepentingan pada skala dasar, misalnya dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali (kebalikannya) ketika dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya, sama penting.

Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Saaty menetapkan skala 1 sampai 9 untuk menilai perbandingan berpasangan (paired comparison). Skala perbandingan berpasangan tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP

Nilai skala Keterangan

1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan

Nilai-nilai perbandingan kemudian konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Apabila rasio konsistensi (consistency ratio atau CR) sudah memenuhi syarat dibawah 0.10 maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap pengambil keputusan untuk dibuat matriks pendapat gabungan dan dilakukan perhitungan bobot prioritas masing-masing sub-elemen, lalu dilakukan pengolahan vertikal untuk memperoleh vektor prioritas sistem.

(36)

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor

Kebutuhan air secara umum dikelompokkan menjadi kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan rumah tangga yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, persentase penduduk yang dilayani, dan konsumsi pemakaian air. Kebutuhan non domestik dapat dihitung dari persentase kebutuhan domestik, dimana mencakup kebutuhan air di fasilitas sosial, niaga, perkantoran dan industri.

Tingkat kebutuhan air suatu wilayah dengan jumlah populasi yang lebih besar akan lebih tinggi dibandingkan wilayah yang berpopulasi lebih sedikit. Tingkat kebutuhan air di suatu wilayah berkaitan dengan jumlah populasi. Populasi merupakan faktor yang terpenting dalam memperkirakan penggunaan air pada masa mendatang. Prediksi kebutuhan air diawali dengan memproyeksikan jumlah penduduk pada masa yang akan datang.

Proyeksi Jumlah Penduduk

Perkiraan penggunaan air didasarkan pada proyeksi penduduk, beberapa metode telah dikembangkan sehubungan dengan proyeksi populasi. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota Bogor 20 tahun akan datang digunakan analisis pertumbuhan (growth). Model pertumbuhan penduduk yang digunakan pada penelitian ini adalah discrete time, continuous time, eksponensial dan saturation. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor diproyeksikan per kelurahan karena prediksi kebutuhan air dihitung berdasarkan zona pelayanan yang menggunakan satuan wilayah terkecil kelurahan. Kota Bogor terdiri dari 68 kelurahan, pada kurun waktu 1990-2010 pertumbuhan penduduk pada setiap kelurahan memiliki model pertumbuhan yang berbeda, kelurahan di pusat kota mengalami penurunan jumlah penduduk dan kelurahan di sub pusat kota mengalami peningkatan. Dari empat model pertumbuhan yang digunakan dipilih salah satu model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi untuk memproyeksikan jumlah penduduk.

(37)

23 Tabel 6 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan

Kecamatan Kelurahan

Jumlah penduduk (jiwa) Sensus Tahun

Proyeksi jumlah penduduk(jiwa) Tahun

1990 2000 2010 2015 2021 2031

Bogor Selatan Mulyaharja 8 258 12 262 18 164 21 286 26 678 38 822

Pamoyanan 6 026 8 920 13 190 15 450 17 587 20 337

Ranggamekar 6 248 9 440 13 054 15 035 16 708 18 685

Genteng 4 093 5 786 7 660 8 817 9 796 11 062

Kertamaya 2 971 3 898 5 566 6 628 8 077 11 229

Rancamaya 3 525 4 217 6 206 7 517 9 098 12 507

Bojongkerta 4 962 6 124 8 898 10 969 13 420 18 780

Harjasari 5 502 9 711 13 911 16 732 17 862 18 721

Muarasari 6 601 8 241 9 843 10 988 11 732 12 649

Pakuan 4 744 4 966 5 653 5 846 6 171 6 753

Cipaku 7 983 9 944 12 722 14 744 16 156 18 056

Lawanggintung 8 084 7 906 7 676 7 538 7 351 6 979

Batutulis 10 784 10 485 10 301 10 165 10 026 9 798

Bondongan 14 929 13 446 13 482 12 810 12 394 11 731

Empang 18 194 16 760 17 238 17 579 17 903 18 457

Cikaret 12 180 15 401 17 828 17 996 18 883 19 977

Bogor Timur Sindangsari 7 456 7 859 9 796 10 318 11 251 12 996 Sindangrasa 6 382 9 371 13 328 15 970 18 069 20 726

Tajur 6 170 5 989 6 549 6 598 6 719 6 925

Katulampa 7 883 17 774 27 080 28 857 30 624 31 826

Baranangsiang 22 554 24 043 26 781 29 068 30 972 34 428

Sukasari 12 023 11 964 11 564 11 600 11 511 11 161

Bogor Utara Bantarjati 17 509 22 339 24 261 25 152 25 731 26 244 Tegalgundil 14 278 22 577 27 402 31 050 32 166 32 971 Tanahbaru 11 212 17 254 23 222 25 624 27 744 29 948

Cimahpar 8 048 10 936 17 782 22 053 28 408 43 324

Ciluar 6 949 9 016 14 656 18 218 22 645 31 520

Cibuluh 13 794 17 623 18 775 18 961 19 061 19 115

Kedunghalang 12 104 15 658 20 580 22 997 26 165 31 632

Ciparigi 10 156 16 710 23 765 26 973 29 602 32 282

Bogor Tengah Paledang 12 499 10 421 11 520 12 122 12 873 14 231

Gudang 8 831 7 603 7 434 6 934 6 571 6 006

Babakan Pasar 11 967 10 480 10 163 9 549 9 079 8 346 Tegallega 14 766 14 564 18 606 19 669 21 324 24 398

Babakan 8 780 6 039 9 297 9 743 9 971 10 361

Sempur 9 204 7 829 8 117 8 265 8 446 8 757

Pabaton 4 718 3 719 3 007 2 712 2 377 1 908

Cibogor 9 467 7 473 7 581 7 636 7 702 7 813

Panaragan 7 375 6 270 7 147 7 786 8 435 9 638

Kebonkalapa 11 033 10 336 11 128 11 642 12 181 13 137

Ciwaringin 8 323 6 496 7 398 7 895 8 536 9 721

Bogor Barat Pasirmulya 3 617 4 270 4 907 5 321 5 834 6 801

Pasirkuda 10 654 12 053 14 104 14 886 16 152 18 507 Pasirjaya 15 131 17 327 20 549 22 764 24 963 28 892 Gunungbatu 16 940 18 209 18 631 18 852 18 940 19 009

Loji 10 755 12 000 13 506 14 843 15 726 17 044

Menteng 13 954 13 587 15 689 15 741 16 323 17 340

Cilendek Timur 8 091 10 349 16 058 17 986 22 051 30 967 Cilendek Barat 11 560 14 309 16 622 18 319 19 943 22 499 Sindangbarang 11 185 11 893 16 319 17 915 20 344 25 146

Margajaya 3 986 5 040 5 369 5 424 5 455 5 472

Balungbangjaya 6 799 8 577 12 131 12 993 15 280 20 020

Situgede 5 236 6 999 9 054 10 565 12 084 14 619

Bubulak 7 025 8 939 13 952 15 264 18 629 25 968

Semplak 7 395 8 497 10 694 12 157 13 638 16 378

Curugmekar 4 755 7 453 12 152 15 375 17 247 19 071

Curug 5 142 6 925 11 347 13 675 17 488 26 349

Tanah Sareal Kedungwaringin 9 885 16 382 21 315 25 996 27 453 28 565 Kedungjaya 9 125 10 495 12 767 13 926 15 454 18 384 Kebonpedes 21 935 21 109 22 329 22 804 23 544 24 833

Tanahsareal 10 342 8 511 8 847 9 020 9 232 9 596

Kedungbadak 19 594 21 786 27 381 29 456 32 691 38 892

Sukaresmi 5 830 8 662 11 593 13 285 14 836 16 825

Sukadamai 7 949 9 727 13 113 15 285 18 054 23 826

Cibadak 8 794 15 686 25 037 28 866 37 953 59 879

Kayumanis 6 181 8 398 13 233 16 102 20 704 31 476

Mekarwangi 6 675 8 457 18 457 23 558 34 052 62 928

Kencana 5 255 7 329 16 847 23 100 34 948 69 677

(38)

24

Secara umum prediksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor 20 tahun akan datang mengalami peningkatan (Tabel 6). Beberapa kelurahan mengalami penurunan jumlah penduduk, yaitu Kelurahan Lawanggintung, Batutulis, Bondongan, Sukasari, Gudang, Babakanpasar, dan Pabaton. Tujuh kelurahan tersebut telah mengalami titik jenuh (saturation) dikarenakan beberapa hal, diantaranya keterbatasan ketersediaan ruang seperti yang terjadi di Kelurahan Lawanggintung, Batutulis dan Bondongan, serta adanya keterbatasan fungsi ruang perkotaan yang beralih menjadi pusat perekonomian dan jasa seperti Kelurahan Sukasari, Gudang, Babakanpasar, dan Pabaton.

Prediksi Kebutuhan Air Minum

Perkiraan kebutuhan air minum dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk yang telah dianalisis sebelumnya, selanjutnya persentase penduduk terlayani direncanakan sebesar 87.71% pada tahun 2031. Dari prediksi jumlah penduduk yang akan dilayani dapat diperkirakan jumlah sambungan rumah tangga, dengan asumsi satu rumah tangga terdiri atas 5 jiwa penduduk. Selanjutnya pemakaian air rumah tangga direncanakan sesuai dengan standar pemakaian air untuk sambungan rumah Kota Bogor dalam Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan, yaitu 155 l/o/h pada tahun 2031, dan pemakaian air hidran umum (HU) adalah 30 l/o/h, dengan asumsi setiap hidran dipergunakan oleh 100 orang. Target pelayanan penduduk melalui HU disetiap zona didasarkan atas rencana pada Rencana Induk SPAM PDAM, dimana tahun 2031 persentase masyarakat dilayani HU sebesar 0.1% dari perkiraan penduduk terlayani. Selanjutnya dihitung merupakan jumlah kebutuhan domestik dari penjumlahan kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan hidran umum tersebut.

Perkiraan kebutuhan non domestik dihitung dari persentase kebutuhan domestik. Kebutuhan non domestik Kota Bogor berdasarkan Rencana Induk PDAM adalah 22% terhadap kebutuhan domestik, sehingga angka ini menjadi acuan untuk perhitungan kebutuhan fasilitas non domestik pada penelitian ini.

Besaran debit air baku yang dibutuhkan harus memperhitungkan debit kehilangan air baik di pipa distribusi maupun kehilangan air untuk operasional dan maintenance. Tingkat kehilangan air ditargetkan pada tahun 2031 sebesar 29% berdasarkan RTRW. Debit air yang hilang dihitung dengan mengalikan tingkat kehilangan air tersebut dengan total kebutuhan domestik dan non domestik.

(39)

25 penduduk yang akan dilayani dan tingkat kehilangan air masing-masing zona ditetapkan berdasarkan Rencana induk SPAM PDAM, dimana penentuannya mengacu pada target yang direncanakan dalam RTRW. Perhitungan prediksi penduduk yang terlayani, prediksi kebutuhan domestik dan non domestik hingga prediksi kebutuhan air baku dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Prediksi kebutuhan air minum Kota Bogor

Uraian Satuan Kondisi Proyeksi

thn 2011 thn 2031

A Jumlah penduduk kota jiwa 990 480 1 432 920

B Target penduduk terlayani a % 55.70 87.71

C Penduduk terlayani (C = A x B) jiwa 526 215 1 256 814

D Keluarga terlayani (D = C : 5) unit 105 243 251 363

E Jumlah sambungan rumah

unit 97 127 235 125

(E = 93.54 % b X D)

F Standar pemakaian air rumahtangga c l/o/h 148 155

G Kebutuhan air rumah tangga

liter/detik 831.29 2109.05 (G = (F x E x 5) / (24 x 3600)

H Jumlah hidran umum (HU) unit 29 215

I Standar pemakaian HU d l/o/h 30 30

J Kebutuhan air melalui HU

liter/detik 0.10 44.79

(J = I x H x 100 e / (24 x 3600)

K Total kebutuhan domestik (K = G + J) liter/detik 832.30 2 153.84 L Total kebutuhan non domestik liter/detik 183.11 538.46

(L = f % x K)

M Kehilangan air g % 33.46 29.00

N Debit harian rata-rata (Qhrt)

liter/detik 1526.01 3791.97 (N = (K+L) x 100 / 100 – M

O Debit harian maksimum (Qhm)

liter/detik 1754.91 4360.76 (O = 1.15 h x N)

P Debit kebutuhan air baku

liter/detik 1842.65 4578.81

(P = 1.05 i x O)

a

Target penduduk dilayani berdasarkan RTRW 2011-2031 dan Rencana Induk PDAM tahun 2011

b

Jumlah sambungan rumah adalah 93.54% dari total sambungan, 6.46% adalah sambungan niaga sosial, instansi pemerintah dan industri (PDAM 2011)

c

Se

Gambar

Tabel 3  Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan output yang diharapkan
Tabel 24  Debit historis Mata air Kotabatu tahun 2000-2011
Tabel 26  6  Koefisien random yang telah dinormalisasi
Tabel 27  Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Kotabatu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cara kerja metode Haar Cascade Classifier untuk mendeteksi indera penglihatan adalah diawali dari pengambilan gambar yang dilakukan secara langsung melalui webcam

SEHINGGA TERNAK YANG HIDUP PADA SUATU TEMPAT YANG MEMPUNYAI IKLIM TERTENTU MAKA AKAN TERBIASA DAN JIKA PINDAH KETEMPAT LAIN YANG BARU MAKA AKAN MEMPENGARUHI KEGIATAN FAALI TUBUH

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, yang akan dilihat bagamana pelaksanakan program pemerintah berupa Sekolah Standar Nasional (SSN), yang

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah memprediksi kemungkinan terjadinya curah hujan maksimum pertahun Kota Semarang yang datanya tercatat di Stasiun Meteorologi Kelas

1) Pendidik harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya. 2) Pendidik

Berdasarkan hasil analisis data ditemukan: (1) Penerapan metode role play dan media sketsa sebagai berikut: (a) Guru membentuk kelompok, (b) Guru memberikan tugas, (c)

PTSP di MAN Kota Batu pun sudah sangat sesuai standart pendidikan yang telah di tetapkan, bisa diambil kesimpulan bahwa kinerja staff di PTSP layanan terpadu satu pintu sudah

Pada pemberitaan Tanjung Balai dalam surat kabar Republika, frekuensi mengenai sumber berita, narasumber birokrat menjadi persentasi yang terbanyak sebesar 38%