• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT KARKAS DAN NON KARKAS SAPI SILANGAN

LOKAL PADA BOBOT POTONG YANG BERBEDA

ZULHAM MIRZA PRABOWO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ZULHAM MIRZA PRABOWO. Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan RUDY PRIYANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bobot potong terhadap karkas dan non karkas pada sapi silangan lokal yang dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH). Sebanyak 81 ekor sapi silangan lokal jantan digunakan dalam penelitian ini. Bobot potongnya diklasifikasikan pada empat kelompok yaitu BP I (276-325 kg), BP II (326-375 kg), BP III (376-425 kg), dan BP IV (426-475 kg). Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), selanjutnya jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot potong berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap sifat karkas dan non karkas. Bobot potong yang semakin meningkat dari 294.19 kg (BP I) menjadi 451.67 kg (BP IV) akan menyebabkan peningkatan pada bobot karkas dan non karkas (P<0.05). Sementara itu, persentase karkas dan non karkas terutama kulit, kaki dan saluran pencernaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) terhadap bobot potong.

Kata Kunci :bobot potong, karkas, non karkas, sapi silangan lokal

ABSTRACT

ZULHAM MIRZA PRABOWO. Carcass and Non Carcass Traits of Local Crossbred Cattle at Different Slaughter Weight. Supervised by HENNY NURAINI and RUDY PRIYANTO.

The Objective of this study was to evaluate the effect of slaughter weight on carcass and non carcass characteristics from crossbred beef cattle at public slaughtered house. Eighty one male crossbred beef cattle were used in this research. The slaughter weight (SW) were classified into four groups, namely SW I (276-325 kg), SW II (326-375 kg), SW III (376-425 kg) and SW IV (426-475 kg). The data were analyzed by analysis of variance (ANOVA), further differences between treatments where tested by Duncan multiple range test. The results showed that differences in slaughter weight resulted in significantly different (P<0,05) carcass and non carcass component. Increased in slaughter weight from SW I (294.19 kg) to SW IV (451.67 kg) might caused increases in carcass and non carcass weight (P<0.05). Meanwhile, the percentages of carcass and non carcass particularly skin, shank and gastrointestinal track were not significantly (P>0.05) affected by slaughter weight.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SIFAT KARKAS DAN NON KARKAS SAPI SILANGAN

LOKAL PADA BOBOT POTONG YANG BERBEDA

ZULHAM MIRZA PRABOWO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda

Nama : Zulham Mirza Prabowo NIM : D14090065

Disetujui oleh

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Pembimbing I

Dr Ir Rudy Priyanto Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Bapak Dr Ir Rudy Priyanto selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Muladno, MSA yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis ucapkan kepada para dosen penguji Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi, Ibu Ir Anita S. Tjakradidjaja, MRurSc, Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas terlaksananya penelitian ini.

Penulis juga sampaikan penghargaan kepada Lia Julianty, Achmad Ubaidillah, dan Irmawan Purpranoto serta Muhammad Ismail, SPt yang telah membantu selama proses penelitian dan pengumpulan data. Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim Laboratorium Ruminansia Besar (pak Eko, pak Cucu, mbak Indah, kak Dudi, kak Sugma, mang Ujang, pak Tatang) atas bantuan dan dukungan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tersayang yaitu ayah, ibu, mbak Nia, mas Wawan dan Arganta Yuda. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman IPTP 46 tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Penelitian 4

Sifat Karkas Sapi Silangan Lokal 5

Sifat Non Karkas Sapi Silangan Lokal 7

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR TABEL

Sifat karkas sapi silangan lokal jantan pada bobot potong yang 1

berbeda 5

Rataan bobot non karkas sapi silangan lokal pada bobot potong yang 2

berbeda 8

Rataan persentase non karkas sapi silangan lokal pada bobot potong 3

Hasil analisis ragam bobot ofal merah 12

4

Hasil analisis ragam bobot ofal hijau kosong 12

5

Hasil analisis ragam persentase ofal merah 13

10

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan daging sapi yang melimpah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan daging sapi nasional. Jenis-jenis sapi yang tersedia dan mempunyai konstribusi untuk pemenuhan daging di Indonesia adalah sapi bali, sapi madura, peranakan ongole (PO), sapi silangan lokal, dan sapi perah jantan. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012) menunjukkan bahwa hasil survei karkas tahun 2012 tentang jumlah ketersediaan sapi dalam konstribusi pemenuhan daging adalah sapi bali (14%), sapi madura (7.3%), sapi PO (8.4%), sapi silangan lokal (60.2%) dan sapi perah (10.1%). Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa sapi silangan lokal mempunyai kontribusi yang tinggi dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi secara nasional.

Sapi silangan lokal adalah sapi yang berasal dari persilangan sapi Bos Taurus dengan sapi Bos indicus atau sapi lokal yang dipelihara di Indonesia. Sapi silangan lokal yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari program inseminasi buatan (IB). Jenis sapi silangan yang banyak dipelihara masyarakat adalah simpo (Simmental x Peranakan Ongole) dan limpo (Limousin x Peranakan Ongole). Sapi silangan lokal diharapkan dapat mencapai produktivitas lebih tinggi dibandingkan sapi lokal sehingga dapat membantu dalam pemenuhan daging sapi bagi masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (2011) dalam pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau terlihat bahwa potensi yang tinggi dari sapi silangan lokal dalam pemenuhan kebutuhan daging dapat dilihat dari jumlah populasi sapi silangan di Indonesia sebesar 4,4 juta ekor.

Faktor lainnya yang menjadi perhatian selain populasi sapi silangan lokal adalah kondisi bobot potong sapi yang dipelihara di peternakan sampai dilakukan pemotongan ternak. Bobot potong yang dicapai akan mempengaruhi karkas yang dihasilkan. Menurut Carvalho et al. (2010) yang menyatakan bahwa besarnya bobot karkas sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak saat sebelum dipotong dan bobot tubuh kosong tubuh ternak. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong dan bobot komponen tubuh yang terdiri atas komponen karkas dan komponen non karkas (Purbowati et al. 2011).

Sapi-sapi yang dipotong dari peternakan rakyat mempunyai bobot potong yang beragam. Perbedaan bobot potong ini dapat disebabkan karena sistem pemeliharaan yang berbeda. Sapi yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan pemberian pakan konsentrat yang cukup nutrisi akan mempunyai bobot potong yang berbeda dengan sapi yang dipelihara dengan pemberian pakan hanya berasal dari hijauan. Perbedaan kondisi bobot potong yang ada di peternakan dapat dilakukan evaluasi untuk melihat produktivitas karkas.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat karkas dan non karkas sapi silangan lokal pada bobot potong yang berbeda yang dipotong di rumah pemotongan hewan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan pengamatan produktivitas karkas sapi silangan lokal dibeberapa rumah pemotongan hewan. Pengelompok-kan sapi didasarPengelompok-kan pada bobot potong kemudian dihitung data karkas dan non karkas

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan Juni sampai Agustus 2012. Pengambilan data karkas dan non karkas dilaksanakan di empat provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Rumah pemotongan hewan (RPH) yang digunakan yaitu elders Bogor, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kota Bogor, Cibinong, Kota Semarang, Kota Salatiga, Surya Jaya, Pegirian dan Banten.

Bahan

Penelitian ini menggunakan sapi silangan lokal jantan dengan kisaran bobot potong yang berbeda. Jumlah sapi yang digunakan adalah 81 ekor. Sapi yang digunakan berasal dari rumah pemotongan hewan.

Gambar 1 Sapi silangan lokal Alat

(13)

3 Prosedur Penelitian

Prosedur awal dan identifikasi ternak

Prosedur awal yang dilakukan untuk melakukan penelitian adalah perizinan kepada dinas peternakan setempat dan rumah pemotongan hewan setempat. Setelah mendapatkan izin untuk pengambilan data, dilakukan survei terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi di RPH. Teknis yang dilakukan yaitu sapi yang akan dipotong sebelumnya dilakukan identifikasi. Identifikasi ternak meliputi : bangsa, bobot potong, jenis kelamin dan kondisi ternak. Bangsa yang digunakan pada penelitian adalah sapi silangan lokal. Sapi yang telah dilakukan identifikasi kemudian dilakukan penimbangan bobot potong. Sapi yang ditimbang bobot potongnya akan diklasifikasikan pada kategori kelompok bobot potong.

Pemotongan ternak dan pengkarkasan

Proses pemotongan yang akan menghasilkan karkas dilakukan dengan memotong kepala pada bagian di antara tulang osipital (os.occipitale) dengan tulang tengkuk pertama (os.atlas). Pemotongan kaki depan pada bagian antara carpus dan metacarpus sedangkan kaki belakang diantara tarsus dan metatarsus. Pemisahan ekor dilakukan paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal terikut pada karkas (BSN 2008).

Pemotongan dilakukan dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah antara tulang osipital dan tulang os.atlas, kemudian dipotong pada pembuluh darah arteri carotis, vena jugularis, esofagus dan trakhea sehingga pengeluaran darah sempurna. Kepala yang telah dipisahkan ditimbang untuk didapatkan bobot kepala. Kaki depan dan belakang dipisahkan pada bagian sendi carpus-metacarpus dan tarsus-metatarsus, kemudian hewan digantung pada kaki belakang bagian tendon achiles. Kaki kemudian ditimbang dan dicatat untuk didapatkan bobot kaki.

Pengulitan dilakukan dari kulit daerah anus sampai leher di bagian perut dan dada, kemudian kulit ditimbang untuk didapatkan bobot kulit. Pengeluaran organ dalam dilakukan dari rongga perut dan dada dengan menyayat pada daerah dinding abdomen sampai dada. Bagian ofal merah (hati, paru-paru, limpa, ginjal, jantung, trakea) dan ofal hijau kosong (lambung, usus, lemak yang menyelimuti organ dalam) ditimbang bobotnya. Pembelahan karkas dilakukan dengan membelah bagian sepanjang tulang belakang dari sakral sampai leher. Karkas dibelah menjadi 2 bagian yaitu karkas kiri dan kanan. Tahapan selanjutnya adalah karkas ditimbang dan dicatat untuk mendapatkan bobot karkas segar.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(14)

4

Yij = µ + Pi + ij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan

µ : Nilai tengah umum (rataan umum)

Pi : Pengaruh kelompok bobot potong terhadap rataan umum

ij : Galat percobaan

Data yang diperoleh diolah dengan mengunakan analisis ragam (ANOVA) dan perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah

1. Bobot potong. Bobot potong (kg) adalah bobot tubuh sapi sesaat sebelum dipotong.

2. Bobot karkas dan persentase karkas. Bobot karkas (kg) adalah bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki, organ reproduksi dan ambing, ekor, serta lemak berlebih (BSN 2008). Persentase karkas (%) adalah perhitungan berdasarkan perbandingan antara bobot karkas dibagi dengan bobot potong dikali 100%.

3. Bobot dan persentase non karkas. Bobot non karkas (kg) adalah hasil penimbangan kulit, kepala, kaki, ekor, ofal merah (hati, jantung, limpa, paru-paru, ginjal), ofal hijau kosong (terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum, lemak internal, dan usus yang telah dibuang dan dibersihkan dari isi saluran pencernaan setelah dipisahkan dari karkas). Persentase non karkas (%) adalah perhitungan berdasarkan perbandingan bobot organ-organ non karkas (kulit, kepala, ekor, kaki, ofal merah, ofal hijau kosong) dengan bobot karkas dikalikan 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Sapi silangan lokal ini merupakan sapi tipe besar dengan laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan sapi lokal. Sapi silangan memiliki karakteristik atau ciri-ciri eksterior seperti contohnya pada sapi simpo dan limpo mempunyai warna coklat muda sampai coklat kemerahan. Sapi simpo merupakan persilangan antara sapi Simmental dengan sapi peranakan ongole (PO) sedangkan limpo merupakan persilangan antara sapi Limousin dengan sapi PO (Aryogi 2005). Sapi simpo mempunyai ciri bercak putih di kepala sedangkan sapi limpo tidak terdapat bercak putih. Hal ini yang membedakan antara sapi simpo dan limpo (Trifena 2011). Sapi yang digunakan pada penelitian berasal dari rumah pemotongan yang ada di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

(15)

5 memenuhi standar operasional dari proses pemotongan sampai dihasilkannya karkas. RPH ini memiliki gang way untuk jalur sapi masuk ke restraining box. Selain itu terdapat hoist atau alat penggantung yang digunakan untuk penggantung sapi agar lebih mudah dilakukan pengulitan, pemotongan kaki, pengeluaran jeroan dan pembelahan karkas. RPH tradisional umumnya menggunakan alat yang sederhana dalam pemotongan sampai dihasilkan karkas.

Teknik pemotongan pada setiap rumah pemotongan hewan juga berbeda. Rumah pemotongan hewan di Jawa Barat dan Banten, cara pemotongannya yaitu karkas dibagi menjadi empat, ekor termasuk bagian non karkas dan sebagian coccygeal termasuk dalam karkas. Rumah pemotongan hewan di daerah Jawa Tengah mempunyai cara pemotongan yaitu karkas dibagi menjadi dua dan ekor termasuk dalam karkas. Proses trimming lemak pada rumah pemotongan hewan di daerah Jawa Barat, Banten dan Jawa Tengah sebagian besar masih dilakukan sedangkan di Jawa Timur tidak dilakukan trimming lemak.

Sifat Karkas Sapi Silangan Lokal

Karkas merupakan aspek yang penting dalam penentuan nilai ekonomis dan produktivitas ternak khususnya pada hasil daging. Karkas sapi menurut BSN (2008) adalah bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus atau karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor, serta lemak berlebih. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas karkas adalah bobot potong. Pengaruh perbedaan bobot potong sapi silangan lokal jantan terhadap sifat-sifat karkas (bobot karkas, persentase karkas, bobot lemak dan persentase lemak trimming) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat karkas sapi silangan lokal jantan pada bobot potong yang berbeda

Variabel Kelompok Bobot Potong

perbedaan yang nyata (P<0.05) (uji jarak berganda Duncan). BP = Bobot Potong.

BP I = 276-325 kg ; BP II = 326-375 kg ; BP III = 376-425 kg ; BP IV = 426-475 kg.

Bobot Potong

Bobot potong adalah bobot tubuh hewan yang ditimbang sesaat sebelum dipotong. Bobot potong yang diperlihatkan pada Tabel 1 hanya menunjukkan rataan pada setiap kisaran atau kategori bobot potong tanpa dilakukan analisis ragam. Bobot potong penelitian ini yaitu BP I (294.19 kg), BP II (351.154 kg), BP III (397.83 kg) dan BP IV (451.67 kg).

(16)

6

potong sapi untuk pasar tradisional lebih rendah dibandingkan untuk pasar khusus. Hal ini disebabkan sapi yang dipotong untuk pasar tradisional tidak digemukkan terlebih dahulu (Halomoan et al. 2001). Rata-rata bobot potong sapi untuk kebutuhan konsumen pasar tradisional adalah 371.59 kg. Konsumen pasar tradisional lebih menyukai daging yang mempunyai lemak seminimal mungkin (Halomoan et al. 2001). Sapi dengan bobot potong yang lebih tinggi cenderung mempunyai laju pertumbuhan yang cepat (Santi 2008).

Sapi yang dipotong sebagian besar diperuntukkan pada pasar tradisional sehingga bobot potongnya masih belum mencapai optimal. Sapi silangan tersebut masih dapat digemukkan terlebih dahulu dan dilakukan penundaan pemotongan untuk mencapai bobot yang optimal. Hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan bobot potong adalah melakukan perbaikan dalam pemeliharaan khususnya terhadap pakan. Pemberian pakan yang baik dan cukup nutrisi akan meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi, sehingga pencapaian bobot potong akan lebih optimal. Santi (2008) melaporkan bahwa sapi silangan lokal limpo dan simpo dapat mencapai bobot potong yaitu 540.69 kg dan 539.36 kg. Menurut penelitian Soeharsono (2011) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan harian sapi silangan hasil IB dapat mencapai 1.49 kg/hari.

Bobot badan yang lebih berat dapat menunjukkan bahwa sapi mempunyai efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih besar sehingga produktivitasnya lebih baik (Muhibbah 2007). Perbedaan bobot ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis pada masing-masing ternak. Peningkatan bobot potong yang mencapai optimal akan diharapkan tercapainya peningkatan daging yang dihasilkan.

Lemak pada penelitian ini adalah lemak trimming yang diambil saat proses pemotongan ternak. Lemak ini tidak dimasukkan ke dalam karkas karena dipisahkan saat proses pemotongan dan pengkarkasan sapi. Lemak trimming ini tidak menunjukkan lemak secara keseluruhan pada bagian tubuh ternak. Hasil bobot lemak dan persentase lemak trim yang ditunjukkan pada Tabel 1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) diantara kelompok bobot potong. Lemak trim yang dipisahkan adalah lemak subkutan.

Bobot Karkas

Bobot karkas pada penelitian ini merupakan bobot karkas panas tanpa dilakukan proses pendinginan. Bobot karkas dapat digunakan sebagai evaluasi dan ukuran produktivitas karkas (Muhibbah 2007). Berdasarkan Tabel 1 semakin tinggi bobot potong yang mengalami peningkatan dari bobot 294.19 kg (BP I) menjadi bobot 451.67 kg (BP IV), bobot karkas meningkat secara signifikan (P<0.05) dari 150.64 kg menjadi 236.94 kg.

Santi (2008) menyatakan bahwa sapi silangan lokal simpo dengan bobot potong 539.36 kg menghasilkan bobot karkas sebesar 284.6 kg. Hasil penelitian Santi (2008) menunjukkan nilai bobot karkas yang lebih berat dari bobot karkas pada penelitian ini karena memiliki bobot potong yang lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rahaldo (2012) bahwa semakin tinggi bobot potong maka bobot karkas juga akan semakin tinggi.

(17)

7 kelamin, bobot potong dan konformasi (Santi 2008). Sapi yang mempunyai tipe besar mempunyai bobot tubuh dan karkas yang besar. Sapi silangan lokal merupakan bangsa sapi tipe besar karena mempunyai ukuran-ukuran tubuh yang besar meliputi tinggi badan dan lingkar dada (Liasari 2007).

Bobot karkas ini dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui persentase daging yang akan dihasilkan oleh ternak. Daging menjadi suatu indikasi nilai ekonomis seekor ternak. Menurut Carvalho et al. (2010) menyatakan bahwa persentase daging pada sapi persilangan antara sapi Simmental dengan sapi peranakan Ongole dapat mencapai 81.80 %.

Persentase Karkas

Persentase karkas didapatkan dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong dikali seratus persen. Persentase karkas yang dihasilkan untuk sapi silangan lokal dengan kategori BP I (51.23%), BP II (53.12%), BP III (52.89%), dan BP IV (52.50%). Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian Santi (2008) yang menyatakan bahwa sapi silangan lokal persentase karkas sapi limpo dan simpo pada bobot potong 540.69 kg dan 539.36 kg yaitu 53.72 % dan 53.96 %. Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase karkas tidak berbeda pada bobot potong yang berbeda.

Persentase karkas tidak dipengaruhi secara nyata oleh peningkatan bobot potong. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi tubuh khususnya pada kondisi perlemakan pada tubuh sapi yang berbeda pada setiap kelompok bobot potong. Setiap kelompok bobot potong menunjukkan kondisi tubuh yang berbeda-beda sehingga persentase karkas tidak berberbeda-beda pula. Kondisi tubuh dapat diketahui melalui Body Condition Score (BCS) pada setiap ternak. Menurut penelitian Haryoko (2011) yang menyatakan bahwa parameter Body Condition Score (BCS) dapat digunakan untuk memprediksi persentase karkas pada sapi jantan PO.

Sifat Non Karkas Sapi Silangan Lokal

Hasil bobot dan persentase non karkas yang meliputi kulit, ofal merah, ofal hijau kosong, kaki, kepala, dan ekor ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Bobot potong dipengaruhi oleh komponen bagian non karkas pada tubuh sapi (Suryadi 2006). Tabel 2 menunjukkan dengan meningkatnya bobot potong dari 294.19 kg (BP I) menjadi bobot 451.67 kg (BP IV), bobot kulit dan kepala meningkat secara signifikan (P<0.05) dari BP I sampai BP IV. Meningkatnya bobot potong menunjukkan pula peningkatan organ non karkas. Organ-organ non karkas meliputi kaki, kepala, ekor, kulit, ofal merah dan ofal hijau kosong mempunyai kecenderungan untuk mengalami peningkatan dengan adanya peningkatan bobot potong. Hasil ini sesuai dengan Liasari (2007) yang melaporkan bahwa sapi dengan bobot potong yang lebih tinggi organ non karkasnya juga semakin tinggi.

(18)

8

menurun. Persentase bagian kepala dan kaki mengalami penurunan karena bagian tubuh ternak ini merupakan bagian yang masak dini. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rahaldo (2012) yang menyatakan bahwa persentase kepala sapi brahman cross menurun dengan meningkatnya bobot potong dan bobot karkas. Tobing et al. (2004) menyatakan bahwa kepala dan kaki merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan yang besar pada awal kehidupan, tetapi mengalami penurunan pertumbuhan pada akhir kehidupan.

Tabel 2 Rataan bobot non karkas sapi silangan lokal pada bobot potong yang berbeda

perbedaan yang nyata (P<0.05) (uji jarak berganda Duncan).

BP = Bobot Potong.

BP I = 276-325 kg ; BP II = 326-375 kg ; BP III = 376-425 kg ; BP IV = 426-475 kg.

Tabel 3 Rataan persentase non karkas sapi silangan lokal pada bobot potong yang berbeda

Keterangan :a,b Huruf-huruf yang berbeda pada angka di baris yang sama menunjukan perbedaan

yang nyata (P<0.05) (uji jarak berganda Duncan). BP = Bobot Potong.

BP I = 276-325 kg ; BP II = 326-375 kg ; BP III = 376-425 kg ; BP IV = 426-475 kg

(19)

9 pertumbuhan jantung dan hati mempunyai kecenderungan pertumbuhan pada golongan masak dini.

Bobot potong yang berbeda mempengaruhi bobot kulit sapi silangan. Bobot potong yang semakin besar akan menghasilkan kulit yang semakin luas sehingga bobotnya akan semakin besar (Hudallah et al. 2007). Bobot kulit yang semakin besar diikuti dengan penurunan persentase kulit. Hal ini dikarenakan pertumbuhan karkas lebih tinggi daripada pertumbuhan organ-organ non karkas sehingga persentase bagian kulit menurun.

Pertumbuhan bagian karkas meliputi otot, lemak dan tulang lebih awal terbentuk dan mempunyai tingkat pertumbuhan yang berbeda sehingga pertumbuhan bagian non karkas semakin menurun dengan meningkatnya bagian karkas pada ternak yang telah mencapai tingkat kedewasaan tubuh. Pertumbuhan otot, lemak (intermuskular dan subkutan) dan tulang mempunyai hubungan yang relatif terhadap pertumbuhan karkas. Lemak memiliki koefisien pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan otot dan tulang (Priyanto et al. 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sifat karkas dan non karkas sapi silangan lokal yang dipotong di berbagai rumah pemotongan hewan dapat dijadikan acuan untuk peningkatan produksi daging sapi. Klasifikasi bobot potong sapi mempengaruhi bobot karkas, bobot non karkas dan persentase non karkas terutama ofal merah, kepala dan ekor. Namun demikian klasifikasi tersebut tidak mempengaruhi persentase karkas, lemak trim serta persentase kulit, ofal hijau kosong dan kaki.

Saran

Peningkatan bobot potong untuk sapi-sapi yang akan dipotong di rumah pemotongan hewan sangat diperlukan untuk menghasilkan karkas yang lebih baik. Sapi pada bobot potong yang lebih tinggi dapat menghasilkan karkas yang lebih tinggi pula. Peningkatan bobot potong menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging selain meningkatkan populasi ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Aryogi, Sumadi, Hardjosubroto W. 2005. Performans sapi silangan peranakan ongole di dataran rendah (studi kasus di kecamatan kota Anyar kabupaten Probolinggo Jawa Timur). Di dalam : Mathius IW, Bahri S, Tarmudji, Prasetyo LH, Triwulaningsih E, Tiesnamurti B, Sendow I, dan Suhardono, editor. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2005 Sept 12-13; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : Puslitbang Peternakan. hlm 1-7.

(20)

10

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. [SNI] Standar Nasional Indonesia Nomor 6159 : 1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta (ID) : Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. [SNI] Standar Nasional Indonesia Nomor 3932 : 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta (ID) : Badan Standarisasi Nasional.

Carvalho M, Soeparno, Ngadiono N. 2010. Pertumbuhan dan produksi karkas sapi peranakan ongole dan simental peranakan ongole jantan yang dipelihara secara feedlot. Bul Petern. 34(1): 38-46.

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian.

Halomoan F, Priyanto R, Nuraini H. 2001. Karakteristik ternak dan karkas sapi untuk kebutuhan pasar tradisional dan pasar khusus. J Media Petern. 24(2): 12-17.

Haryoko I, Suparman P. 2011. Evaluation of carcass production of peranakan ongole cattle based on beart girth measurement, body condition score and slaughter weight. J. Anim. prod. 11(1): 28-33.

Hudallah, Lestari CMS, Purbowati E. 2007. Persentase karkas dan non karkas domba lokal jantan dengan metode pemberian pakan yang berbeda. Di dalam : Darmono, Wina E, Nurhayati, Sani Y, Prasetyo LH, Triwulaningsih E, Sendow I, Natalia L, Priyanto D, Indraningsih, dan Herawati T, editor. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2007 Ags 21-22; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : Puslitbang Peternakan. hlm 380-386.

Liasari GH. 2007. Ukuran tubuh dan karakteristik karkas sapi hasil inseminasi buatan yang dipelihara secara intensif pada berbagai kategori bobot potong [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Likadja JC. 2009. Persentase non karkas dan jeroan kambing kacang pada umur dan ketinggian wilayah berbeda di Sulawesi Selatan. Bul Ilmu Petern Perikanan. 8(1): 29-35.

Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Jilid I. Edisi ke-2. Bogor (ID) : IPB Pr.

Muhibbah V. 2007. Parameter tubuh dan sifat-sifat karkas sapi potong pada kondisi tubuh yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Priyanto R, Johnson R, Taylor DG. 2009. The growth patterns of carcass tissues

within wholesale cuts in fattening steer. J Indonesian Trop Anim Agric. 34(3): 153-159.

Purbowati E, Purnomoadi A, Lestari CMS, Kamiyatun. 2011. Karakteristik karkas sapi jawa (studi kasus di RPH Brebes, Jawa Tengah). Di dalam : Hardi Prasetyo L, editor. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2011 Jun 7-8; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : Puslitbang Peternakan. hlm 353-361.

[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Survei karkas sapi dan kerbau 2012. Newsletter Pusdatin 9(93): 1-12.

(21)

11 Santi WP. 2008. Respon penggemukan sapi PO dan persilangannya sebagai hasil inseminasi buatan terhadap pemberian jerami padi fermentasi dan konsentrat di kabupaten Blora [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Soeharsono, Saptati RA, Diwyanto K. 2011. Produktivitas sapi potong silangan hasil inseminasi buatan dengan ransum berbeda formula. Di dalam : Hardi Prasetyo L, editor. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2011 Jun 7-8; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : Puslitbang Peternakan. hlm 50-57.

Suryadi U. 2006. Pengaruh bobot potong terhadap kualitas dan hasil karkas sapi brahman cross. J Petern Tropis Indonesia 31(1): 21-27.

Tobing MM, Lestari CMS, Dartosukarno S. 2004. Proporsi karkas dan non karkas domba lokal jantan menggunakan pakan rumput gajah dengan berbagai level ampas tahu. J Pengembangan Petern Tropis : 90 – 97.

Trifena, Budisatria IGS, Hartatik T. 2011. Perubahan fenotip sapi peranakan ongole, simpo, dan limpo pada keturunan pertama dan keturunan kedua (backcross). Bul Petern. 35(1): 11-16.

(22)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam bobot karkas

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Kelompok Bopot 3 55 284.85847 18 428.28616 108.75 <.0001 Galat 77 13 048.41258 169.45990

Total 80 68 333.27105

Lampiran 2 Hasil analisis ragam persentase karkas

Sumber DB JK KT F hit Pr > F Kelompok Bopot 3 34.0924194 11.3641398 1.40 0.2498

Galat 77 625.8621907 8.1280804

Total 80 659.9546101

Lampiran 3 Hasil analisis ragam bobot kulit

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 1 164.653347 388.217782 18.16 <.0001 Galat 75 1 603.678941 21.382386

Total 78 2 768.332289

Lampiran 4 Hasil analisis ragam bobot ofal merah

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 803.855636 267.951879 11.75 <.0001 Galat 75 1 710.170852 22.802278

Total 78 2 514.026489

Lampiran 5 Hasil analisis ragam bobot ofal hijau kosong

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 753.097539 251.032513 8.38 <.0001 Galat 75 2 246.794469 29.957260

Total 78 2 999.892008 Lampiran 6 Hasil analisis ragam bobot kaki

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 144.9911568 48.3303856 25.17 <.0001 Galat 75 144.0221926 1.9202959

(23)

13 Lampiran 7 Hasil analisis ragam bobot kepala

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 430.6287952 143.5429317 52.44 <.0001 Galat 75 205.3138478 2.7375180

Total 78 635.9426430 Lampiran 8 Hasil analisis ragam bobot ekor

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 0.85254422 0.28418141 6.29 0.0007

Galat 75 3.38977730 0.04519703

Total 78 4.24232152

Lampiran 9 Hasil analisis ragam persentase kulit

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 13.8065348 4.6021783 0.92 0.4348 Galat 75 374.6835467 4.9957806

Total 78 388.4900815

Lampiran 10 Hasil analisis ragam persentase ofal merah

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 35.5454743 11.8484914 2.44 0.0713 Galat 75 364.7989025 4.8639854

Total 78 400.3443768

Lampiran 11 Hasil analisis ragam persentase ofal hijau kosong

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 6.8377879 2.2792626 0.28 0.8405 Galat 75 613.0508868 8.1740118

Total 78 619.8886747 Lampiran 12 Hasil analisis ragam persentase kaki

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 3.30882619 1.10294206 1.73 0.1674 Galat 75 47.72502779 0.63633370

(24)

14

Lampiran 13 Hasil analisis ragam persentase kepala

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 8.7474652 2.9158217 2.31 0.0831 Galat 77 94.6453272 1.2619377

Total 80 103.3927923

Lampiran 14 Hasil analisis ragam persentase ekor

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 0.08047401 0.02682467 2.15 0.1014 Galat 75 0.93709127 0.01249455

Total 78 1.01756528

Lampiran 15 Hasil analisis ragam bobot lemak

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 53.3585041 17.7861680 1.16 0.3439 Galat 25 382.6784269 15.3071371

Total 28 436.0369310

Lampiran 16 Hasil analisis ragam persentase lemak

Sumber DB JK KT Fhit Pr > F Kelompok Bopot 3 5.9745194 1.9915065 0.37 0.7732 Galat 25 133.4805504 5.3392220

Total 28 139.4550698

RIWAYAT HIDUP

Zulham Mirza Prabowo, dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada tanggal 7 Mei 1990. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bambang Irianto, SP dan Suwarni. Pendidikan sekolah menengah dimulai dari tahun 2003 di SMP Negeri 1 Bojonegoro sampai tahun 2006. Pendidikan lanjutan menengah atas ditempuh pada tahun 2006 sampai tahun 2009 di SMA Negeri 1 Bojonegoro. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Kepramukaan dan Rohis merupakan organisasi yang pernah diikuti penulis selama menempuh pendidikan. Selama di IPB, penulis aktif di organisasi

kemahasiswaan antara lain FAMM AL AN’AAM dan Himpunan Mahasiswa

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tehnik analisis data yang dipergunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Persepsi kemanfaatan berpengaruh positif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan kognitif dapat bermain tebak-tebakan pada anak kelompok B TK Pertiwi 2 Sidodadi Masaran Sragen mengalami peningkatan pada

Sistem yang dirancang pada alat berfungsi dengan baik, dapat dilihat pada data pengujian tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.15, semua bagian alat baik perangkat keras maupun

a) Aspek kepengawasan sekolah yaitu pengertian kepengawasan sekolah, fungsi dan peran kepengawasan sekolah, jenis-jenis kepengawasan sekolah. b) Aspek Pembinaan Kegiatan

Persentase tren dalam analisis ini menunjukkan perubahan data keuangan perusahaan dalam persen (%) untuk beberapa tahun berdasarkan suatu tahun dasar tertentu, dan

Dengan demikian untuk menurunkan kadar besi dalam arang sekam padi dapat digunakan sebagai alternatif media filtrasi dalam pengolahan air. KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH ATRIBUT KUALITAS, HARGA, DESAIN DAN PELAYANAN SEPEDA MOTOR HONDA TERHADAP KEPUTUSAN