PROFIL EKHOKARDIOGRAFI MOTION-MODE
ANJING KAMPUNG PADA PEMBERIAN
KOMBINASI OBAT BIUS XYLAZINE-KETAMINE
DAN ZOLAZEPAM-TILETAMINE
OLEH
Rr. SOESATYORATIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Profil Ekhokardiografi Motion-mode
Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the effect of xylazine-ketamine and zolazepam-tiletamine anaesthetic combination in Indonesian mongrel dog heart using M-mode echocardiography. The study was to conduct in five young female dogs with age of 10±2 months, and weight 10±2.5 kg. Examination were performed to dogs in conscious state or after receiving anaesthesi combination intra muscular. The instrument used in this study were ultrasound device (Sonoscope SSI-1000) and convex type transduser with small footprint scanner of 3-7.5 MHz frequency with animal′s position in right lateral recumbency for short axis view. Eleven parameter of M-mode echocardiography measured were, interventricular septum (IVS), left ventricular internal dimension (LVID), left ventricular wall (LVW) at end-diastole (d) and end- systole (s), stroke volume (SV), cardiac output (CO), ejection time (ET), fractional shortening (FS) and heart rate( HR ). From this study, we found that anaesthetie combination of xylazine-ketamineand causes reduction of parameter HR, LVWd and LVWs, SV, CO, and increation of parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS, but the opposite combination of ZT causes increation of HR, LVWd and LVWs, SV, CO, and reduction on parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS. The result showed that the combination of xylazine-ketamineand injection have lower values at parameter HR, LVW, SV, and CO (P < 0,05), and higher values at parameter LVID, ET and FS (P < 0,05) and combination of zolazepam-tiletamine injection have higher values at parameter HR, LVWDd and LVWS, SV, CO (P < 0,05), and lower values at parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS (P < 0,05)
RINGKASAN
Rr. Soesatyoratih. Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine
Dibimbing oleh R. Harry Soehartono dan Deni Noviana
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap kerja jantung melalui teknik pengamatan ekhokardiografi M-mode pada anjing kampung (Canis lupus familiaris). Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ekor anjing kampung betina berumur 10+2 bulan dengan berat badan 10+2,5 kg. Bahan dan alat yang digunakan adalah obat bius xylazine-ketamine dan
zolazepam-tiletamine, termometer, tensimeter, stetoskop, alat cukur rambut, alat EKG, alat USG dengan fasilitas tambahan monitoring EKG, dan transduser atau
probe dengan frekuensi 3,7-5 MHz tipe convex.
Pemeriksaan dilakukan terhadap semua anjing yang diawali dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan elektrokardiografi. Pemeriksaan nilai awal ekhokardiografi (USG jantung) dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan klinis, tekanan darah dan rekaman listrik jantung berada dalam kisaran normal. Pengamatan dilakukan pada kelima ekor anjing dalam keadaan sadar dan tenang. Pada pemeriksaan ekhokardiografi hewan dalam keadaan sadar ditidurkan di atas tempat berbaring khusus dengan posisi right lateral recumbancy
dan posisi transduser right parasternal (RPS) short axis view. Untuk membantu
pengamatan ekhokardiografi M-mode, diperlukan juga tampilan
elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Transduser diposisikan setelah detak jantung terpalpasi antara intercostae 4-6 dan antara sternum dan costo-condral junction. Posisi transduser short-axis view dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode dan M-mode. Sebelas parameter ekhokardiografi M-mode yang diukur adalah interventricular septum (IVS), left ventricular internal dimension (LVID), left ventricular wall (LVW) pada end-diastole (d) dan end-systole (s), stroke volume (SV), cardiac output (CO), ejection time (ET), fractional shortening (FS)dan heart rate (HR).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi xylazine-ketamine
akan menurunkan nilai HR, LVWd, dan LVWs, SV, CO (P<0,05) lima menit setelah penyuntikan dan tetap bertahan sampai 30 menit. Pada periode yang sama kombinasi xylazine-ketamine akan meningkatkan nilai LVIDd dan LVIDs, ET dan FS (P<0,05). Sebaliknya kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan nilai HR, LVWd, dan LVWs, SV dan CO dimulai 5 menit setelah injeksi dan tetap tinggi setelah 20 menit injeksi (P<0,05), sedangkan pada waktu yang sama kombinasi zolazepam-tiletamine akan menurunkan nilai LVIDd dan LVIDs, ET dan FS(P<0,05).
Dari hasil seluruh pengamatan dapat dilihat xylazine yang termasuk pada golongan alpha-2 adrenoreceptor mempunyai efek mendepres sistem kardiovaskular melalui penekanannya pada sistem saraf simpatis, sedangkan
ketamine mempunyai efek menstimulasi sistem saraf simpatis. Jika dikombinasikan dengan alpha-2 agonis seperti xylazine maka akan terjadi penurunkan efek dari ketamine. Dampak dari pemberian kombinasi xylazine-ketamine adalah terjadinya penurunan frekuensi jantung, peningkatan dari dimensi internal ruang ventrikel jantung yang akan diikuti oleh peningkatan dari
stroke volume. Penurunan frekuensi jantung yang diikuti oleh peningkatan stroke volume akan berakhir pada terjadinya penurunan dari cardiac output. Kebalikan dengan efek kombinasi xylazine-ketamine, kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan dimensi internal ruang ventrikel jantung yang diikuti oleh penurunan dari stroke volume. Peningkatan frekuensi jantung yang disertai oleh penurunan dari stroke volume akibat dari pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan cardiac output. Cardiac output menjadi sangat penting karena cardiac output bertanggung jawab terhadap transportasi darah (oksigen dan nutrien) untuk menyuplai kebutuhan jaringan tubuh selama berjalannya operasi. Walaupun kombinasi zolazepam-tiletamine
akan meningkatkan cardiac output tapi harus tetap berhati-hati karena pemberian kombinasi ini dapat meningkatkan frekuensi jantung sampai dua kali lipat dari frekuensi jantung normal.
Dari penelitian ini terlihat bahwa injeksi kombinasi xylazine-ketamine
akan menekan sistem kardiovaskular, sebaliknya injeksi kombinasi zolazepam-tiletamine akan menstimulasi sistem kardiovaskular
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PROFIL EKHOKARDIOGRAFI MOTION-MODE
ANJING KAMPUNG PADA PEMBERIAN
KOMBINASI OBAT BIUS XYLAZINE-KETAMINE
DAN ZOLAZEPAM-TILETAMINE
OLEH
Rr. SOESATYORATIH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Profil Ekhokardiografi M-mode Anjing Kampung
pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine- Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine
Nama : Rr. Soesatyoratih
NRP : B351070051
Program Studi : Ilmu Biomedis Hewan (IBH)
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Drh. R. Harry Soehartono, MAppSc., Ph.D Drh. Deni Noviana Ph.D
Ketua Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana-IPB
Ilmu Biomedis Hewan
Drh. H. Agus Setiyono, MS., Ph.D., APVet Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 10 Juli 1960 dari ayah R. Soetoyo
Poerbojopoetro dan ibu Rr. Soelasmi. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh
bersaudara.
Tamat Sekolah Dasar Blok S Pagi I Jakarta tahun 1973, penulis kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama LXXXV Jakarta tamat tahun 1976.
Pendidikan Lanjutan Atas diselesaikan tahun 1980 di SMAN VI Jakarta.
Pendidikan sarjana ditempuh penulis di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1984. Tahun 1986, penulis lulus sebagai
Dokter Hewan. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan pada Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Penulis bekerja sebagai staf pengajar
pada Bagian Bedah Radiologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
hidayah-Nyalah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 ini ialah
Profil jantung dengan judul “ Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing
Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan
Zolazepam-Tiletamine “ telah berhasil penulis selesaikan. Tesis ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang
terhormat drh. H. Agus Setiyono, MS, PhD., APVet sebagai Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan, drh.R.Harry Soehartono,M.App.Sc., Ph.D sebagai ketua
komisi pembimbing, dan drh. Deni Noviana, Ph.D sebagai anggota komisi
pembimbing atas segala bimbingan, arahan, masukkan dan perhatian yang
diberikan selama penelitian ini berjalan. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada drh. Siti Zaenab sebagai pemilik Klinik Hewan My Vets yang telah membantu penulis dengan mengizinkan menggunakan fasilitas klinik seperti alat
ultrasonografi, tensimeter, dan lain-lain sehingga penelitian ini dapat berjalan
dengan baik, ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Karindo Alkestron
yang telah membantu peminjaman alat ultrasonografi untuk kelancaran
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta
Drs.Wisnanto, MSc dan anak-anakku tersayang Widyo Utomo dan Satryo Utomo
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR ISI
Kondisi Kesehatan Anjing... 4
Konduksi Listrik Jantung... 10
Dinamika Jantung... 11
Electrocardiography... 13
Echocardiography... 14
Rigth Parasternal View (RPS) ... 15
Left Apical View (LAp) ... 18
Left Parasternal View (LPS) ... 18
Suprasternal dan Subcostal View ... 19
Xylazine... 21
METODE PENELITIAN... 31
Waktu dan Tempat Penelitian... 31
Bahan dan Alat... 31
Metode Penelitian... 31
Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah... 31
Pemeriksaan Elektrokardiografi... 32
Pemeriksaan Awal Ekhokardiografi... 33
Pembiusan dan Pemeriksaan Ekhokardiografi... 34
HASIL DAN PEMBAHASAN... 39
Pemeriksaan Fisik dan Jantung... 39
Pengamatan Parameter M-mode Echocardiography... 39
Heart Rate (HR) ... 39
Left Ventricular posterior Wall thickness at end-diastole (LVWd)... 42
Left Ventricular posterior Wall thickness at end-systole (LVWs)... 42
Left Ventricular Internal Dimension at end-diastole (LVIDd)... 44
Left Ventricular Internal Dimension end-systole (LVIDs)... 44
Interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd)... 47
Interventricular septal thickness at end-systole (IVSs)... 47
Stroke volume (SV) ... 49
Cardiac Output (CO) ... 51
Ejection time (ET) ... 53
Fractional shortening (FS) ... 55
KESIMPULAN.... 58
SARAN... ... 58
DAFTAR PUSTAKA... 59
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi 5
Tabel 2. Fase Siklus Jantung 107
Tabel 3. Nilai normal parameter M-mode echocardiography anjing 35 Tabel 4. Rata-rata suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi jantung,
tekanan darah dan EKG 36
Tabel 5. Pengamatan frekuensi jantung anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 36 Tabel 6. Pengamatan ketebalan dinding ventrikel kiri anjing setelah
perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan
zolazepam-tiletamine 39
Tabel 7. Pengamatan LVIDd dan LVIDsf anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 40 Tabel 8. Pengamatan ketebalan dinding septa intra ventrikel anjing
setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan
zolazepam-tiletamine 43
Tabel 9. Pengamatan stroke volume anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 45 Tabel 10. Pengamatan cardiac output anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 47 Tabel 11. Pengamatan ejection time anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 49 Tabel 12. Pengamatan fractional shortening anjing setelah perlakuan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 12. Efek utama yang dimediasi oleh alfa dan beta adrenoceptor 22 Gambar 13. Pembentukan dan pelepasan norepinephrine pada
saraf adrenergic 23
Gambar 14. Skema diagram dari benzodiazepin-GABA-kompleks
kanal klorida GABA=γ-aminobutyric acid 29
Gambar 15. Posisi pemasangan cuff pada kaki depan 32
Gambar 16. Tensimeter 32
Gambar 17. Posisi berbaring hewan left lateral recumbancy dan
posisi pemasangan lead 33
Gambar 18. Alat elektrokardiografi 33
Gambar 19. Posisi tidur hewan right lateral recumbancy dan posisi
tranduser right parasternal short axis view 37
Gambar 20. Alat ultrasonografi 37
Gambar 21. Cara menghitung parameter pada ekhokardiografi M-mode 37 Gambar 22. Pengamatan Frekuensi Jantung Anjing setelah
Perlakuan Pemberian Xylazine-Ketaminedan
Zolazepam-Teletamine 40 Gambar 23. Pengamatan ketebalan dinding ventikel kiri anjing
pada saat diastol (Gambar. a) dan sistol (Gambar. b) setelah perlakuan pemberian xylazine- ketamine dan
zolazepam-tiletamine 43
Gambar 24a. Pengamatan LVIDd anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine 45 Gambar 24b. Pengamatan LVIDs anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine 46 Gambar 25. Pengamatan IVSd dan IVSs anjing setelah perlakuan
pemberian Xylazine -ketamine dan zolazepam- tiletamine 48 Gambar 26. Pengamatan Stroke Volume (SV) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 49 Gambar 27. Pengamatan Cardiac Output (CO) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 51 Gambar 28. Pengamatan Ejection Time anjing setelah perlakuan
pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 54 Gambar 29. Pengamatan Fractional Shortening (FS) anjing setelah
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. RAL in TiME HR... 63
Lampiran 2. RAL in TiME LVWd... 67
Lampiran 3. RAL in TiME LVWs... 71
Lampiran 4. RAL in TiME LVIDd... 75
Lampiran 5. RAL in TiME LVIDs... 79
Lampiran 6. RAL in TiME IVSd... 83
Lampiran 7. RAL in TiME IVSs... 87
Lampiran 8. RAL in TiME SV... 91
Lampiran 9. RAL in TiME CO... 95
Lampiran 10. RAL in TiME ET... 99
Lampiran 11. RAL in TiME FS... 103
1
Dari sekian banyak ras anjing, masyarakat banyak memelihara anjing
kampung (Canis lupus familiaris). Anjing mempunyai pesona tersendiri karena lucu dan cerdik serta mempunyai arti penting dalam hal penelitian,
maka kesehatan hewan menjadi perhatian pemilik anjing dan dokter hewan.
Populasi anjing kampung (Canis lupus familiaris) banyak dan mudah didapat, serta memiliki daya adaptasi yang baik dengan kemampuan
reproduksi yang cukup tinggi.
Berbagai penyakit dapat menyerang anjing, ada penyakit yang harus
ditangani dengan tindakan bedah ataupun tindakan bedah yang bersifat
pengendalian reproduksi seperti ovariohisterektomi dan kastrasi (Trisoli
dan Gouletsou 2011).
Untuk melakukan tindakan pembedahan, hewan harus dianastesi
terlebih dahulu. Banyak jenis obat bius yang dapat digunakan namun
mempunyai berbagai efek samping. Efek dari obat bius dapat
mempengaruhi otak, otot, sistem respirasi dan sistem kardiovaskular.
Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang paling terpengaruh oleh
pemberian anastetikum (Narbutas dan Lekas 2002). Fungsi jantung terutama ventrikel kiri memompakan darah keseluruh tubuh untuk memasok oksigen
dan zat nutrisi ke jaringan tubuh (Egner, Carr dan Brown 2007) sehingga
jika jantung terpengaruh karena pemberian obat bius maka akan
mempengaruhi jaringan tubuh yang lain. Dengan mengetahui efek obat bius
terhadap jantung akan lebih mudah memilih obat bius yang cocok untuk
individu anjing. Selain organ jantung organ paru juga akan terpengaruh
karena pemberian obat bius ini. Obat bius yang sering dipergunakan dalam
dunia kedokteran hewan adalah kombinasi obat bius xylazine-ketamine
2
alasan tersebut pemilihan kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan
zolazepam-tiletamine dalam penelitian ini karena kombinasi obat bius
xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine sering digunakan di tempat praktek dokter hewan untuk membius kucing dan anjing, aplikasinya mudah,
murah dan merupakan sediaan short acting anestesi.
Dalam kedokteran hewan teknik ultrasonografi sudah banyak
digunakan untuk diagnosa kebuntingan, melihat kelainan jaringan pada
organ tubuh seperti hati, ginjal, limpa, dan lain-lain. Ultasonografi jantung
atau ekhokardiografi merupakan salah satu teknik non invasif yang
digunakan untuk mendiagnosa penyakit pada jantung seperti kebocoran
katup jantung, kelainan pada otot jantung seperti hipertrofi otot jantung
maupun dilatasi dari lumen ventrikel jantung (Nakatani dan Beppu 1992).
Walaupun penelitian terhadap jantung dengan menggunakan teknik
ekhokardiografi M-mode sudah banyak dilakukan (Kitahata et a.l 1999), pengamatan dinamika jantung dengan kombinasi obat bius belum dilakukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti tertarik untuk
mengetahui pengaruh obat bius terhadap profil atau dinamika jantung
melalui teknik ekhokardiografi M-mode pada anjing lokal (Canis lupus familiaris).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap profil atau dinamika jantung melalui teknik pengamatan ekhokardiografi
M-mode pada anjing kampung (Canis lupus familiaris).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap profil atau dinamika jantung serta pemilihan kombinasi obat bius yang tepat dalam melakukan tindakan pembiusan selama operasi
3 Hipotesa
1. Ada perbedaan dinamika jantung disebabkan oleh pemberian kombinasi
obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine.
2. Tidak ada perbedaan dinamika jantung disebabkan oleh pemberian
4
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Anjing
Anjing termasuk hewan mamalia pemakan daging atau karnivora.
Anjing mengalami domestikasi dari serigala sejak 1500 tahun yang lalu.
Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam Anonim (2009) :
Kingdom : Animalia
Kondisi kesehatan anjing secara umum dapat dilihat dari
pemeriksaan fisik hewan baik secara inspeksi, palpasi maupun auskultasi.
Pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan darah, urin,
feses, elektrokardiografi (Bove 2010), radiografi (Guglielmini et al 2009) maupun ultrasonografi (Cutwell et al 2011). Theresa (2002) menyatakan anjing yang sehat terlihat mata dan anus bersih, respirasi tenang dan teratur,
bulu halus bercahaya dan bersih, kulit kering dan lembut, kelenjar getah bening tidak ada pembengkakan dan simetris, hidung sedikit basah dan
kering, pulsus teratur, gigi putih tanpa plak dan gusi berwarna merah muda
dan cerah. Menurut Tiley dan Smith (1997) suhu tubuh normal anjing 37,8–
39,50C, frekuensi pernafasan normal 20-30 per menit dan detak jantung
normal 120-140 per menit.
Meyer (1992) memberikan gambaran darah normal anjing dewasa
adalah Red Blood Cell (5,5–8,5) x 106/Ul, Hemoglobin (12–18) g/dL,
5
Blood Cell (5,5–16,9) x 103/uL, Band neutrophils (0,0–0,299)x 103/uL,
Segmented neutrophils (3,0-12,0) x 103/uL, Lymphocytes (1,0–4,9) x 103/uL,
Monocytes (0,1–1,4) x103/uL, Eosinophil (0,1–0,49) x 103/uL, Platelets
(175–500) x 103/uL, Basofil jarang.
American Society of Anesthesiologist (ASA) mengklasifikasikan status pasien pada prosedur anastesi (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi
Kategori Kondisi fisik Contoh kondisi klinis
Klas I dengan atau tanpa operasi tidak ada harapan hidup dalam 24 jam. Suber: Lumb dan Jones,1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead, 2003
Dari tabel 1, kriteria hewan yang digunakan pada penelitian ini
6
Kondisi kesehatan anjing khususnya jantung harus ditunjang pula
oleh pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), Radiografi toraks dan Ekhokardiografi (USG jantung). Elektrokardiografi berguna mengetahui kelainan irama dan otot jantung, pengaruh obat jantung, deteksi ada
gangguan elektrolit dan memperkirakan ada pembesaran jantung (Gravahan
2003), selanjutnya radiografi toraks dilakukan bila ada keluhan seperti
kardiopulmonari, dispnoe, takhipnoe, batuk, dan abnormalitas suara paru
atau jantung. Radiografi toraks juga digunakan untuk mengetahui ukuran
jantung hewan (Gravahan 2003). Ekhokardiografipada pencitraan M-mode
digunakan untuk melihat empat ruang jantung, denyut dan ritme jantung,
evaluasi gerakan dinding ventrikel dan interventricular septum, mengukur ketebalan dinding dari tiap ruang saat sistol dan diastol (Cutwell, Bonagura
dan Schober 2011),struktur dan fungsi katup atrioventrikular(Carlsson et al
2009), chordae tendineae dan otot pappilari, juga ketebalan dari epikardium/perikardium dan melihat ada cairan atau massa di ruang
perikardium (Barr 1990).
Cairan tubuh adalah konduktor yang baik, maka aktivitas kelistrikan
jantung dideteksi dari permukaan tubuh dan dimonitor dengan alat yang
disebut elektrokadiograf. Elektrokardiograf membuat rekaman grafik yang
disebut elektrokardiogram. Elektrokardiograf merupakan alat yang sangat
umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung (Becker
2006). Elektrokardiografi dapat direkam dengan menempelkan elektroda
pada tempat tertentu di kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat di dalam layar monitor atau tergambar di atas kertas. Hasil
perekaman elektrokardiografi berupa defleksi voltase yang disebabkan oleh
depolarisasi atrial dan ventrikel, serta repolarisasi ventrikel (Colville &
7 SISTEM KARDIOVASKULAR
Gambar 1. Anatomi jantung anjing (O’Grady dan O′Sullivan 2010)
Jantung berada dalam rongga toraks dibagian mediastinum. Jantung
karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang antara intercostal
ketiga sampai keenam. Sumbu memanjang jantung membentuk sudut 45
derajat dengan sternum. Bagian basis jantung mengarah ke craniodorsal dan apeks berada pada garis tengah pertemuan diafragma dengan sternum
(Colville & Bassert 2002).
Otot jantung bergaris seperti pada otot lurik. Perbedaannya terdapat
pada serabut yang bercabang dan mengadakan anastomose bersambung
satu sama lain, tersusun memanjang seperti pada otot bergaris, dan tidak
dapat dikendalikan kemauan (Pearce 2009).
Aktvitas listrik jantung akibat dari perubahan permeabilitas
membran sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran
tersebut. Masuknya ion-ion, maka muatan listrik sepanjang membran ini
mengalami perubahan yang relatif. Ada tiga macam ion yang mempunyai
fungsi penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu kalium (K+), natrium (Na+),
dan kalsium (Ca2+). Kalium lebih banyak di dalam sel, sedangkan kalsium
8
Dalam keadaan istirahat, sel-sel otot jantung mempunyai muatan
positif di bagian luar sel dan muatan negatif di dalam sel. Perbedaan
muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan terjadi perubahan, muatan dalam sel berubah menjadi positif, sedangkan di luar sel menjadi negatif. Proses
terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan depolarisasi.
Kemudian setelah rangsangan sel berubah kembali pada keadaan muatan
semula, proses ini dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut
dinamakan aksi potensial. Aksi potensial yang terjadi disebabkan oleh
rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan termis ( Syaifuddin 2009 ).
Aksi potensial dibagi dalam lima fase yaitu ( Syaifuddin 2009 ) :
1. Fase istirahat
Bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam sel bermuatan
negatif. Membran sel lebih permeabel terhadap kalium dari pada natrium
sehingga sebagian kecil kalium merembes keluar sel.
2. Fase depolarisasi
Peningkatan permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium
masuk ke dalam sel.
3. Fase polarisasi parsial
Segera setelah terjadi depolarisasi, terdapat sedikit perubahan masuknya
kalsium ke dalam sel.
4. Fase plato ( keadaan stabil )
Fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang agak lama dimana keseimbangan ion positif masuk dan keluar. Aliran kalsium dan natrium
masuk dan keluar dengan seimbang.
5. Fase repolarisasi ( cepat )
Muatan kalsium dan natrium secara berangsur-angsur meningkat sehingga
9
Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus oleh
sebuah membran yang disebut perikardium. Membran ini terdiri dari dua
lapis yaitu perikardium viseral dan perikardium parietal. Di sebelah dalam jantung dilapisi endotelium. Lapisan ini disebut endokardium.
Katup-katupnya hanya merupakan bagian yang lebih tebal dari membran ini (Reece
2006).
Menurut Pearce (2009), tebal dinding jantung dilukiskan terdiri atas
tiga lapis, yaitu: Pericardium atau pembungkus luar, Myocardium atau lapisan otot tengah, dan Endocardium sebagai batas dalam. Dinding otot jantung tidak sama tebalnya. Dinding ventrikel paling tebal dan dinding di
sebelah kiri lebih tebal dari dinding sebelah kanan. Dinding atrium tersusun
atas otot yang lebih tipis (Pearce 2009). Sebelah dalam dinding ventrikel
ditandai berkas-berkas otot yang tebal yaitu otot-otot papilaris. Pada tepi
bawah otot-otot ini terkait benang-benang tendon tipis, yaitu chordae tendineae. Benang-benang ini mempunyai kaitan kedua yaitu pada tepi bawah katup atrio-ventrikuler. Kaitan ini menghindarkan kelopak katup
terdorong masuk ke dalam atrium, bila ventrikel berkontraksi (Lippold
and Cogdel 1991).
Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua ruang yang berdinding
tipis yang disebut atrium atau serambi dan dua ruang yang berdinding tebal
yang disebut ventrikel atau bilik. Atrium kanan dan kiri dipisahkan oleh
sekat yang dikenal sebagai septum interatrium sedangkan ventrikel kiri dan
kanan dipisahkan oleh sekat yang disebut septum interventrikel. Jantung memiliki empat katup yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi darah. Setiap
katup berespon terhadap perubahan tekanan. Katup dikelompokkan dalam
dua jenis yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar. Katup
atrioventrikular terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan
mempunyai tiga buah daun katup, disebut katup trikuspidalis. Sedangkan
katup yang letaknya diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua
10
dari ventrikel kanan. Katup semilunar aortaterletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari tiga daun katup yang simetris setengah bulan disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut (Reece
2006). Anatomi jantung dapat dilihat pada gambar 1.
Jantung memompa darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik
atau peredaran darah besar yaitu dari jantung keseluruh tubuh kembali ke
jantung dan sirkulasi pulmonari atau peredaran darah kecil, yaitu jantung ke
paru kembali ke jantung. Setiap sistem sirkulasi dibagi menjadi sistem vena
dan sistem arterial. Sistem sistemik vena bermula dari darah yang tidak
mengandung oksigen masuk ke atrium kanan melalui vena jantung yaitu
vena cava cranialis dan vena cava caudalis (Reece 2006). Dari sini darah mengalir menuju ke ventikel kanan, yang kemudian akan dipompa masuk ke
sirkulasi pulmonari terutama arteri pulmonari. Pembuluh darah yang
membawa darah ke jantung disebut vena sedangkan yang membawa darah
keluar dari jantung disebut arteri. Arteri pulmonari adalah satu-satunya
arteri yang membawa darah yang tidak mengandung oksigen. Vena
pulmonari adalah satu-satunya vena yang membawa darah yang
mengandung oksigen. Darah dalam arteri pulmonalis mengalir ke pembuluh
kapiler paru disini karbon dioksida akan dibuang dan diganti oleh oksigen.
Darah yang sudah mengandung oksigen kemudian mengalir melalui vena
pulmonari menuju ke atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri yang
selanjutnya akan diedarkan keseluruh tubuh melalui aorta (Conville and Bassert 2002).
Konduksi listrik jantung
Sistem perangsangan dan konduksi listrik jantung yang mengatur
konduksi listrik jantung, konduksi listrik jantung (pace maker) ini antara lain: SA node (nodus sinoatrial) impuls perangsangan ritmis yang normal dicetuskan, kemudian menuju ke jalur internodus yang menjalarkan impuls
11
Selanjutnya, His Bundle (serabut His) yang akan membawa impuls yang berasal dari atrium ke ventrikel, dan berkas serabut purkinje kiri dan kanan yang membawa impuls-impuls jantung ke seluruh bagian ventrikel. Sistem konduksi jantung ini berfungsi untuk membangkitkan impuls-impuls yang
menyebabkan timbulnya kontraksi ritmis otot jantung, dan untuk
mengkonduksikan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung (Cunningham
2002).
Dinamika jantung
Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan sebuah
debar jantung sampai debar jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri dari
dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode jantung
berkontraksi dengan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga darah
dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Sedangkan periode
jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol (Conville and Bassert
2002). Dalam satu siklus jantung terdapat 7 fase yang dimulai dari periode
sistol sampai dengan diastol (Lampiran 12. dan Tabel 2). Fase yang pertama
disebut kontraksi atrium (atrial contraction) dimana terjadi kontraksi atrium baik kanan maupun kiri, darah yang berasal dari atrium kanan masuk ke
dalam ventrikel kanan dan darah yang berasal dari atrium kiri masuk ke
dalam ventrikel kiri, pada kondisi ini katup atrioventrikular terbuka dan
katup semilunar tertutup. Setelah darah masuk ke ventrikel, tekanan di
dalam ventrikel akan meningkat. Tekanan yang tinggi di dalam ventrikel menyebabkan tertutupnya katup atrioventrikular. Penutupan katup
atrioventrikular ini menghasilkan suara jantung ‘lup’ (S1) (Setiadi 2007).
Fase yang kedua disebut kontraksi isovolumetrik (isovolumetrik contraction), merupakan suatu fase dimana ventrikel telah berkontraksi tetapi belum terjadi perubahan volume darah di ventrikel baik ventrikel
kanan maupun kiri. Pada kondisi ini katup atrioventrikular dan semilunar
tertutup. Karena tekanan di kedua ventrikel semakin meningkat dan impuls
listrik telah mencapai ventrikel, maka darah akan diejeksikan dari ventrikel
12
ini disebut juga sebagai rapid ejection, pada kondisi ini terjadi pembukaan katup semilunar aorta dan semilunar pulmonalis, sedangkan katup
atrioventrikular masih tertutup. Kemudian memasuki fase keempat yang disebut reduced ejection, darah yang diejeksikan dari ventrikel semakin lama semakin berkurang, pada fase ini tidak ada perubahan kondisi katup
masih sama dengan fase yang ketiga. Selanjutnya, fase yang kelima disebut
isovolumetrik relaxation, merupakan suatu kondisi dimana terjadi relaksasi di ventrikel tetapi tidak terjadi perubahan volume (Udjianti 2010). Tekanan
di kedua ventrikel menurun drastis, karena tekanan di ventrikel lebih rendah
dari pada di atrium mengakibatkan penutupan katup semilunar baik aorta
maupun pulmonalis yang akan menghasilkan suara jantung ‘dup’ (S2)
(Setiadi 2007). Karena tekanan di kedua ventrikel menurun drastis
mengakibatkan terbukanya katup atrioventrikular. Pembukaan katup
atrioventrikular, menyebabkan terjadinya pengisian darah secara pasif dari
atrium ke ventrikel. Fase keenam ini disebut dengan rapid filling. Kemudian fase yang ketujuh adalah reduced ejection, darah semakin sedikit yang berpindah ke ventrikel. Pengisian darah secara pasif dari atrium ke ventrikel
sebesar 90% dari volume darah akibat pembukaan katup atrioventrikular.
Setelah itu, fase ini akan kembali ke fase yang pertama yaitu atrial contraction, dimana terjadi pengisian darah secara aktif sebesar 10% dari volume darah akibat kontraksi atrium (Reece 2006).
Jantung memompa darah melalui dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal dalam setiap denyut (Tortora 2005). Darah dari seluruh tubuh melewati dua vena besar yang disebut vena cava masuk ke atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah dari atrium kanan
mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel
hampir dipenuhi darah, atrium kanan berkontraksi mendorong darah masuk
ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan berkontraksi
mendorong darah masuk ke dalam arteri menuju paru melalui katup
pulmonal. Dalam paru-paru, darah menyerap oksigen yang ditukar dengan
karbondioksida, kemudian darah mengalir melalui vena pulmonal menuju
13
melalui katup berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke ventrikel kiri.
Kemudian ventrikel kiri berkontraksi untuk mendorong darah melalui katup
semilunar aorta ke dalam mitral menuju ventrikel kiri. Saat ventrikel kiri hampir dipenuhi darah, atrium kiri akan pembuluh aorta menuju ke seluruh
tubuh. Darah yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai
ke seluruh tubuh kecuali paru (Calvert 2007).
Gambar 2. Siklus Jantung (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan :A (aorta), RA (Right Atrial), RV (Right Ventricular), LA (Left Atrial), LV (Left Venticular), AV(atrioventricular),
PA (Pulmonary Artery),⇒⇒⇒⇒Arah Siklus Jantung
Elektrokardiografi
Cairan tubuh adalah konduktor yang baik, maka aktivitas kelistrikan
jantung dapat dideteksi dari permukaan tubuh yang dimonitor dengan alat
elektrokadiograf. Elektrokardiograf yang membuat rekaman grafik disebut elektrokardiogram. Elektrokardiograf digunakan untuk mendiagnosa
disfungsi elektris jantung dengan menempelkan elektroda pada tempat
tertentu di kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat di
layar atau tergambar di atas kertas. Hasil perekaman elektrokardiograf
berupa defleksi voltase karena depolarisasi atrial dan ventrikel, serta
14
Gambar 3. Elektrokardiogram ( O′Grady & O′Sillivan 2010)
Keterangan :
P=depolarisasi kedua atrium, Kompleks QRS=depolarisasi ventrikel, T=repolarisasi ventrikel, P amp = amplitudo gelombang P ; P dur = durasi gelombang P; PR int= interval PR; R amp = amplitudo gelombang R ; QRS dur = durasi gelombang komplek QRS ; QT int = interval QT; T amp = amplitudo gelombang T.
Elektrokardiogram normal terdiri dari gelombang P, “kompleks”
QRS, dan gelombang T. Gelombang P adalah arus listrik yang dibangkitkan
sewaktu atrium mengalami depolarisasi sebelum berkontraksi, dan
kompleks QRS ketika ventrikel mengalami depolarisasi sebelum
berkontraksi. Oleh karena itu P dan QRS adalah gelombang depolarisasi. Gelombang T oleh repolarisasi ventrikel (Colville and Bassert 2002).
Gelombang tersebut di elektrokardiogram dapat dilihat pada gambar 3.
Ekhokardiografi
Ekhokardiografi atau ultrasonografi jantung adalah teknik dalam
citra jantung melalui gelombang ultrasound yang dipantulkan atau ekho. Ekhokardiografi merupakan metode yang aman, non-invasif untuk diagnosa anatomik dan hemodinamik. Pemahaman terhadap sifat fisik dari ultrasound
sangat penting untuk pemeriksaan ekhokardiografi dengan interpretasi hasil
yang didapat (Gravahan 2003 ).
Metode ekhokardiografi berbeda dengan teknik abdominal karena
penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk dan paru yang berisi udara. Keterbatasan ini membutuhkan transduser
dengan permukaankecil. Pemeriksaan ekhokardiografi untuk menampilkan
15
transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing dengan
ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 2-4
MHz untuk anjing dengan ukuran besar (>40 kg).
Pada gambar 4 dapat dilihat axis sentral ventrikel kiri atau left ventricularaxis dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apeks dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri. Saat
transduser diorientasikan pada scan plane atau sejajar dengan garis axis ini, didapatkan gambaran long-axis. Jika scane plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis (Panninck and d′Anjou 2008).
Gambar 4. Ekhokardiografi orientasi dan anatomi ( Panninck and d′Anjou 2008 ).
Standart pencitraan ekhokardiografi yang ditetapkan oleh American Society of Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck and d′Anjou 2008 ) adalah :
Right Parasternal View ( RPS )
Hewan berada dalam posisi berbaring ke kanan. Transduser
diposisikan setelah terpalpasi detak jantung antara intercostae 4-6 dan antara sternum dan costo - condral junction. Posisi transduser bisa short-axis view atau long-axis view. Pada short-axis view didapatkan pencitraan
16
maka didapatkan pencitraan M-mode untuk pengukuran dimensi ruang
jantung dan ketebalan otot jantung yang meliputi left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol, left ventricular internal dimension at end-systole
(LVIDs) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir systole, left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir diastole, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir systole, interventricular septal thicknessat end-diastole (IVSd) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir diastole, interventricular septal thickness at end-
systole (IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir
systole.
Ejection Time (ET) adalah waktu yang dibutuhkan untuk ventrikel kanan dan kiri berkontraksi mengeluarkan darah ke sirkulasi pulmonum dan
sirkulasi sistemik, dihitung dari end-diastole sampai end-systole (Panninck and d’Anjou 2008). Pengukuran pencitraan ekhokardiografi M-mode dapat
dilihat pada gambar 8. Pengukuran LVID, LVW dan IVS dilakukan untuk
mengetahui fungsi myocardial, kemudian didapatkan nilai Fractional Shortening (FS) dari perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs) : LVIDd,
Left ventricular volume at end diastole (EDV) = (LVIDd)2, Left ventricular volume at end systole (ESV) = (LVIDs)2, Stroke Volume (SV)= EDV – ESV,
Cardiac output adalah volume darah yang dikeluarkan ventrikel baik itu dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan ke dalam sirkulasi pulmonal dan
sistemik selama satu menit (Udjianti 2010). Cardiac Output (CO) = (SVxHR). Nilai-nilai ini digunakan untuk mengetahui daya kerja ventrikel
17
Gambar 5. Right parasternal long axis-view (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan :
• Right parasternal long-axis four-chamber view (2a).
• Right parasternal long-axis left ventricular outflow tract view (2b).
• Right parasternal long-axis view of the left ventricular inflow and outflow tracts (2c).
Gambar 6. Right Parasternal short-axis view (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan:
•Right parasternal short-axis view at the level of the papillary muscles (3.2)
•Right parasternal short-axis view at the level of the chordae tendinae (3.3)
•Right parasternal short-axis view at the level of the mitral valve (3.4)
•Right parasternal short-axis view at the level of the aortic valve (3.5)
18
Gambar 7. Right Parasternal ( RPS ) short axis view ( Panninck & d′Anjou 2008 ).
Gambar 8. M-mode pada Left Ventricel ( LV ) level ( Panninck & d′Anjou 2008)
Left apical view ( LAp )
Hewan berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan
setelah terpalpasi detak jantung antara intercostae ke 5-7 dan antara sternum dan costo-condral junction (Panninck and d′Anjou 2008). Dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang jantung dan membawa aorta masuk ke
dalam scan plane sehingga memungkinkan visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical four-chamber, transduser diputar 900 searah jarum jam menghasilkan apical two-chamber
termasuk atrium dan ventrikel kiri (Panninck and d’Anjou 2008). Posisi
19
Gambar 9. Left Apical View ( Panninck & d′Anjou 2008).
Left parasternal view ( LPS )
Hewan berada dalam posisi berbaring ke kiri. Setelah terpalpasi
detak jantung diposisikan antara intercostae 3-4 dan antara sternum dan
20
21
Gambar 11. Left Parasternal Long Axis View ( Panninck & d′Anjou 2008).
Suprasternal dan Subcostal View
Hewan berada dalam posisi berbaring ke kanan, dengan
menempatkan transduser pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan transduser hampir secara langsung ke
22 Xylazine
Farmakologi
Alpha-2 adrenoreceptor memiliki potensi sedativa dan analgesika.
Xylazine merupakan golongan obat ini yang pertama kali dipergunakan di kedokteran hewan. Xylazine bekerja pada reseptor alpha-1 dan 2 (Gambar 12). Efek agonist xylazine pada reseptor alpha terletak di jantung yaitu dengan mendepres sistem kardiovascular (Seymour and Novakovski 2007).
Gambar 12. Efek utama yang dimediasi oleh alfa dan beta adrenoceptor ( Mycek, Harvey & Champe 1997)
Norepinephrine merupakan neurotransmiter yang bekerja pada saraf adrenergik. Menurut Mycek, et al., 1997, proses pembentukkan
23
Gambar 13. Pembentukan dan pelepasan Norepinephrine dari saraf adrenergic
1. Sintesis dari norepinephrine
Tyrosine masuk ke dalam axonplasma dari saraf adrenergik dengan batuan Na+, kemudian dihidroksilasi menjadi dihydroksyphenylalanine (DOPA)
oleh tyrosine hydroksylase. Ini merupakan awal mula terbentuknya
norepinephrine. DOPA kemudian dikarboksilasi membentuk dopamine.
2. Penyimpanan norepinephrine ke dalam kantong
Dopamine kemudian masuk ke dalam kantong sinaptik (synaptic vesicles atau synaptic knob). Dopamine dihidroksilasi membentuk
norepinephrine dengan bantuan enzim Dopamine β-hydroxylase. Di dalam kantong sinaptik mengandung dopamine atau norepinephrine
24 3. Pelepasan norepinephrine
Ketika ada potensial aksi maka akan merangsang masuknya ion kalsium
(Ca++) dari cairan ekstraseluler masuk ke sitoplasma saraf. Peningkatan kalsium pada membrana sel kantong sinaptik menyebabkan kantong
sinaptik melepaskan norepinephrine menuju ke sinaps.
4. Pengikatan dengan reseptor
Norepinephrine yang dilepaskan dari kantong sinaptik akan menyeberangi ruang sinaptik (synaptic space) dan berikatan dengan reseptor posinaptik pada organ efektor (alpha-1 reseptor) dengan menstimulasi pelepasan
norepinephrine atau pada presinaptik reseptor (alpha-2 reseptor) pada ujung saraf dengan menghambat pelepasan norepinephrine.
5. Penghancuran norepinephrine
Setelah norepinephrine dilepas dari presinaptik saraf, norepinephrine akan cepat kembali masuk ke dalam kantong sinaptik, dan kemudian dihancurkan
dengan bantuan enzyme monoamine oxidase (MAO). Norepinephrine yang tidak diabsorbsi oleh kantong sinaptik akan dihancurkan oleh enzim lain
yang disebut catechol-O-methyl transferase (COMT).
Farmakokinetik
Pada pemberian dengan rute intra muscular absorbsi xylazine cukup cepat. Pada kucing dan anjing onset pemberian obat ini baik secara intra muscular maupun sub kutan sekitar 10 – 15 menit, dan 2 – 5 menit pada pemberian dengan rute intra vena. Efek analgesik yang ditimbulkan hanya sekitar 15-30 menit, akan tetapi efek sedativnya dapat bertahan sekitar
1-2 jam tergantung dari besarnya dosis yang diberikan. Dosis anaestesi
pada anjing 1,1 mg/kg bb secara intra vena dan 1,1-2,2 mg/kg bb secara
25 Ketamine HCL
Farmakologi
Ketamine adalah derivat sikloheksil dengan rumus mirip fensiklidin (Thay 2007). Ketamine merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamine memiliki sifat analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan 2009).
Neurofarmakologi ketamine cukup kompleks, berikatan dengan beberapa neurotransmiter yaitu reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan reseptor non NMDA glutamate, reseptor nicotinic dan muscarinic cholinergic, reseptor monoaminergik dan opoid (Seymour and Novakovski 2007). Ketamine berefek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot kombinasi dengan alpha-2 agonis, acepromazine dan benzodiazepine akan menurunkan efek tersebut (Seymour and Novakovski 2007). Efek ketamine
pada sistem kardiovaskular meningkatkan frekuensi jantung (heart rate), tekanan darah, dan cardiac output (CO). Peningkatan hemodinamika ini bervariasi tergantung pada peningkatan kerja otot jantung dan kebutuhan
oksigen. Pada jantung sehat peningkatan suplai oksigen terjadi karena ada
vasodilatasi dari pembuluh darah koroner dan peningkatan cardiac output (Seymour and Novakovski 2007).
Glutamate dan aspartate termasuk kelas excitatory amono acid
(eksitatori asam amino) yang menghasilkan eksitasi pada semua level
interneuron karena depolarisasi yang dihasilkan dari peningkatan sodium
dan kation lainnya (Brander 1991).
Glutamate dan aspartate adalah transmiter eksitatori asam amino dengan distribusi yang luas di spinal cord dan otak. Agen anastesi disosiasi seperti ketamine, phencyclidine dan tiletamine menurunkan efek eksitatori yang dihasilkan oleh glutamate dan aspartate. Ada tiga subtipe reseptor yang dikeluarkan saraf melalui glutamate dan aspartate. Salah satu dari ketiga subtipe reseptor ini adalah reseptor N-methylaspartate (NMA), dan agen disosiasi bekerja sebagai selektif antagonis, dan efek anastesinya
26
menghambat reseptor NMDA di susunan saraf pusat dan dapat menurunkan
efek “ wind-up “ (Plumb 2005).
Efek anastesinya disebabkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmiter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat.
Efek analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk
sistem viseral. Ketamine tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meningkat (Gunawan 2009).
Anastesi dengan ketamine diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai halusinasi, keadaan ini dikenal
sebagai anastesi disosiasi. Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik
berupa dilatasi pupil, salivasi, gerakan tungkai spontan, dan peningkatan
tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10 – 15 menit, analgesi bertahan
sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1 – 2 jam. Pada
masa pemulihan dapat terjadi emergence phenomenon yang merupakan kelainan psikis berupa disorientasi, ilusi, dan mimpi buruk. Kejadian
fenomena ini dapat dikurangi dengan pemberian diazepam sebelum
pemberian ketamine (Gunawan 2009).
Ketamine adalah satu-satunya anastetik yang merangsang kardiovaskular karena efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis.
Tekanan darah, frekuensi nadi, dan curah jantung naik sampai 25%,
sehingga ketamine bermanfaat untuk pasien dengan resiko hipotensi dan asma (Gunawan 2009).
Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan
cardiac output, denyut nadi, dan tekanan darah. Kenaikkan hemodinamik berhubungan dengan peningkatan kerja myocardial (otot jantung) dan konsumsi oksigen. Pada jantung yang sehat suplai oksigen dapat meningkat
melalui dilatasi pembuluh darah koroner dan peningkatan cardiac output. Rangsangan dari pusat sistem simpatis bertanggung jawab pada rangsangan
sistem kardiovaskular. Penggunaan secara bersama-sama dengan sedativa
27
Ketamine menghambat GABA, dan juga memblok serotonin,
norepinefrin, dan dopamin di sistem saraf pusat (Plumb 2005).
Farmakokinetik
Setelah pemberian ketamine secara intra muscular pada kucing dan anjing, level puncak akan terjadi 10-15 menit setelah pemberian (Seymour
and Novakovski 2007). Ketamine didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dengan cepat, dengan level paling tinggi dapat ditemukan di otak, hati, paru
dan lemak. Ketamine dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit berupa demethylation dan hydroxylation dan sebagian dalam bentuk utuh akan dieleminasi melalui urin. Waktu paruh eliminasi ketamine pada kucing, anjing, sapi, dan kuda sekitar 1 jam dan pada manusia 2-3 jam. Dosis
anaestesi pada anjing 11mg/kg bb (Plumb 2005).
Zolazepam - Tiletamine
sehingga tiap mililiter larutan mengandung 50 mg zoletil, 50 mg tiletamine. Larutan ini dapat disimpan selama 4 hari pada temperatur ruang dan 14 hari
dalam lemari pendingin.
Efek farmakologi kombinasi zolazepam dan tiletamine serupa dengan kombinasi diazepam dan ketamine (Seymour and Novakovski 2007).
Zolazepam adalah senyawa turunan pyraolodiazepinon yang secara struktural terkait dengan obat-obatan benzodiazepine, yang mempunyai efek sebagai muscle relaxant dan anticonvulsant. Zolazepam sendiri dapat menekan susunan saraf pusat secara ringan dan mempunyai efek yang
28
Diazepam termasuk pada golongan benzodiazepine (Mycek, Harvey and Champe 1997). Reseptor benzodiazepine hanya ditemukan di sistem saraf pusat dan lokasinya pararel dengan saraf GABA (Mycek, Harvey and Champe 1997). Benzodiazepine menyebabkan sedasi, hipnotik dan sedikit memiliki kemampuan analgesik (Mycek, Harvey and Champe 1997). Efek
benzodiazepine pada sistem kadiovaskular umumnya ringan, kecuali pada
intoksikasi berat. Pada dosis praanaestesi semua benzodiazepine dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan frekuensi jantung (Gunawan
2009).
Benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anaestesi umum. Peningkatan dosis
benzodiazepine menyebabkan depresi susunan saraf pusat, tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anaestesi umum yang
spesifik, karena kesadaran pasien tetap bertahan dan relaksasi otot yang
diperlukan untuk pembedahan tidak tercapai. Mekanisme kerja
benzodiazepine pada susunan saraf pusat terutama merupakan interaksinya dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam
gama amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang
terikat pada membran dan dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu
reseptor GABAA dan reseptor GABAB. Reseptor GABAA berperan pada
sebagian besar neurotransmiter di susunan saraf pusat. Benzodiazepine
bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB.
Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA berikatan
pada subunit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal
klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel (Gambar 14),
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membransel dan
menyebabkan sel sukar tereksitasi (Gunawan 2009).
Tiletamine sering kali dihubungkan dengan ketamine karena memiliki kesamaan sifat. Umumnya penggunaan tiletamine dikombinasikan dengan zolazepam (Seymour and Novakovski 2007). Aplikasi tiletamine
29
tekanan darah, dan hipersalivasi. Sedangkan pada anjing dapat
menyebabkan salivasi dan meningkatkan frekuensi jantung (Plumb, 2005 ).
Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan
cardiac output, denyut nadi, dan tekanan darah. Kenaikkan hemodinamik berhubungan dengan peningkatan kerja myocardial (otot jantung) dan konsumsi oksigen (Seymour and Novakovski 2007). Karena efek
farmakologi ketamine sama dengan tiletamine maka pemberian tiletamine
akan meningkatkan frekuensi jantung (heart rate) dan cardiac output (CO).
Gambar 14. Skema Diagram dari Benzodiazepin-GABA-Kompleks Kanal Klorida GABA = γ - amino butyric acid ( Mycek, Harvey & Champe 1997)
Farmakokinetik
Pemberian kombinasi zolazepam dan tiletamine pada kucing dapat menghasilkan sedasi dan anaestesi umum. Setelah penyuntikan intra vena
induksi anaestesi berjalan cepat sekitar 60-90 detik. Onset setelah
30
rasa sakit karena pH larutan ini yang asam yaitu antara 2,0-3,5. Durasi
anaestesi dari larutan ini tergantung pada dosis yang digunakan yaitu antara
31
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 2010
di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Klinik
Hewan My Vets, Jalan Kemang Selatan 8 nomor 7 A, Jakarta Selatan.
Bahan dan Alat
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah 5 ekor anjing
kampung betina berumur 10 ± 2 bulan dengan berat badan 10 ± 2,5 kg.
Bahan dan alat yang digunakan adalah obat bius xylazine-ketamine dan
zolazepam-tiletamine, termometer, tensimeter, stetoskop, alat cukur rambut, alat EKG, alat USG dengan fasilitas tambahan monitoring EKG, dan
transduser atau probe dengan frekuensi 3.7-5 MHz tipe convex.
Metode Penelitian
Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah
Pemeriksaan dilakukan terhadap semua anjing yang diawali dengan
pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan temperatur dengan mengukur
temperatur rektal menggunakan termometer digital, menghitung pulsus
melalui vena femoralis, menghitung respirasi dengan mengamati gerakan
pernafasan dari dada. Masing-masing pengamatan dilakukan pengulangan
sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan
elektrokardiografi. Pada waktu melakukan pemeriksaan tekanan darah dan elektrokardiografi hewan dalam keadaan sadar dan tenang.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan melilitkan cuff pada kaki depan di atas atau di bawah siku (Gambar 15) , kemudian pompa
ditekan hingga jarum pada tensimeter mencapai angka 240 lalu pompa
dilepas, biarkan jarum pada tensimeter turun keposisi angka 0, perhatikan
ada tiga lampu menyala pada tensimeter, lampu pertama pada posisi kanan
32
Mean Arterial Pressure (MAP) dan lampu ketiga pada posisi kiri menunjukkan tekanan diastol (Gambar 16).
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan pada hewan dalam
keadaan sadar dan tenang. Pertama-tama dilakukan pencukuran rambut
pada kaki depan kiri dan kanan di daerah siku dan kedua kaki belakang di daerah lutut untuk meletakkan lead. Hewan ditidurkan di atas meja yang
dialasi oleh handuk dengan posisi left lateral recumbancy, kemudian dilakukan pemasangan lead pada keempat kaki dengan menggunakan gel
EKG. Kabel merah dipasangkan pada kaki depan kanan, kabel kuning pada
kaki depan kiri, kabel hijau pada kaki belakang kiri dan kabel hitam pada
kaki belakang kanan (Gambar 17). Setelah keempat lead terpasang dengan
benar dan hewan sudah dalam keadaan tenang perekaman EKG baru dapat
dimulai. Setelah dilakuka perekaman, hasilnya (elektrokardiogram)
dievaluasi secara kualitatif dengan memperhatikan parameter ritme jantung
yang teratur, frekuensi jantung berkisar 110 -140 kali per menit (Tilley dan
Smith 1997), adanya gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS
(O′Grady dan O′Sullivan 2010). Gambar 15. Posisi pemasangan cuff pada kaki depan (sumber: Egner et al. 2007)
Gambar 16. Tensimeter
33
Gambar 17. Posisi berbaring hewan left lateral recumbancy dan posisi pemasangan lead (Data pribadi)
Gambar 18. Alat elektrokardiografi (Data pribadi)
Pemeriksaan Awal Ekhokardiografi
Pemeriksaan nilai awal ekhokardiografi (USG jantung) dilanjutkan
setelah hasil pemeriksaan klinis, tekanan darah dan rekaman listrik jantung
berada dalam kisaran normal. Pemeriksaan diawali dengan pencukuran
rambut di daerah dada sebelah kanan untuk peletakkan transduser. Pada
pemeriksaan ekhokardiografi hewan dalam keadaan sadar ditidurkan di atas
tempat berbaring khusus dengan posisi right lateral recumbancy dan posisi transduser right parasternal (RPS) short axis view (Gambar 19). Untuk membantu pengamatan ekhokardiografi M-mode, diperlukan juga tampilan
elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Transduser
34
antara sternum dan costo - condral junction. Posisi transduser short-axis view dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode dan M-mode untuk pengukuran HR, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs, IVSd, IVSs, ET, FS, CO, dan SV.
Heart Rate (frekuensi jantung) dihitung dengan cara mengukur antara dua gelombang R pada tampilan elektrokardiografi pada layar monitor (Gambar
21). IVSd dihitung dengan mengukur jarak interventrikular septa pada saat
end diastole sedangkan IVSs dihitung dengan cara mengukur jarak interventrikular septa saat end sistole (Gambar 21) Menghitung LVIDd dengan cara mengukur jarak LVID pada saat end diastole dan LVIDs dengan mengukur jarak LVID pada saat end sistole (Gambar. 21). LVWd dihitung dengan mengukur jarak LVW pada saat end diastole dan LVWs dihitung dengan mengukur jarak LVW pada saat end sistole (Gambar 21).
Pengamatan kesebelas parameter di atas dilakukan tiga kali
pengulangan dan data tersimpan di komputer mesin USG (Gambar 20).
Hewan dikatakan sehat jika kesebelas parameter berada dalam kisaran
normal (Tabel 3).
Pembiusan dan Pemeriksaan Ekhokardiografi
Setelah dinyatakan sehat secara umum dan sehat jantung, kemudian
hewan diberi perlakuan penyuntikkan kombinasi obat bius xylazine dengan dosis 2,2 mg/kg bb dan ketamine dengan dosis 11 mg/kg bb secara intra muscular dan dilakukan pengamatan ekhokardiografi M-mode dengan dibantu tampilan elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor.
Pengukuran parameter HR, IVSd, IVSs, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs,
CO, ET, dan FS dilakukan setiap 10 menit sampai pengamatan 60 menit,
dan setiap pengamatan dilakukan tiga kali pengulangan penghitungan dan
data tersimpan pada komputer USG. Anjing diistirahatkan selama satu
minggu untuk menghilangkan efek dari pemberian kombinasi obat bius
35
parameter ekhokardiografi yang sama dengan perlakuan sebelumnya. Semua
perlakuan ini dilakukan pada kelima ekor anjing.
Metode kerja dapat dilihat pada tabel 4, sedangkan protokol jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Nilai normal parameter ekhokardiografi M- mode anjing
No Parameter Referensi
1 HR (x/mnt) 98 (74 - 122)*
* Sumber referensi: Crippa et al. 1992
Keterangan :
HR : Heart Rate
IVSd : Interventricular septal thickness at end-diastole IVSs : Interventricular septal thickness at end-systole LVIDd : Left ventricular inter dimension at end-diastole LVIDs : Left ventricular inter dimension at end-systole
LVWd : Left ventricular posterior wall thickness at end-diastole LVWs : Left ventricular posterior wall thickness at end-systole ET : Ejection Time
FS : Fractional Shortening SV : Stroke Volume CO : Cardiac Output
36 Tabel 4. Metode Kerja
Kegiatan Alat Parameter Σ Pengamatan
Pemerikasaan
Tekanan Darah Tensimeter - Sistol
- Diastol
- MAP
3 kali
Kelistrikan Jantung EKG - Ritme jantung
- Frekuensi .jantung
Tabel 5. Protokol Jadwal Penelitian
Hewan
A1: Anjing 1, A2: Anjing2, A3: Anjing 3, A4: Anjing4, A5: Anjing5 Minggu ke-1, 5, 9, 13 dan ke- 17: observasi hewan
Minggu ke-2, 6,10, 14 dan ke- 18: pemeriksaan klinis (suhu tubuh, frekuensi nadi,frekuensi nafas), berat badan dan pemeriksaan darah
Minggu ke-3, 7,11, 15 dan ke-19: pemeriksaan klinis, berat badan, tekanan darah, EKG, USG (data normal), kemudian diberi perlakuan Xylazine-Ketamine
Minggu ke-4, 8, 12, 16 dan ke-20: pemeriksaan klinis, berat badan, tekanan darah, EKG, USG, kemudian diberi perlakuan zolazepam-tiletamine