• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Ekhokardiografi M-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine- Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Ekhokardiografi M-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine- Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL EKHOKARDIOGRAFI MOTION-MODE

ANJING KAMPUNG PADA PEMBERIAN

KOMBINASI OBAT BIUS XYLAZINE-KETAMINE

DAN ZOLAZEPAM-TILETAMINE

OLEH

Rr. SOESATYORATIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Profil Ekhokardiografi Motion-mode

Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir Tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the effect of xylazine-ketamine and zolazepam-tiletamine anaesthetic combination in Indonesian mongrel dog heart using M-mode echocardiography. The study was to conduct in five young female dogs with age of 10±2 months, and weight 10±2.5 kg. Examination were performed to dogs in conscious state or after receiving anaesthesi combination intra muscular. The instrument used in this study were ultrasound device (Sonoscope SSI-1000) and convex type transduser with small footprint scanner of 3-7.5 MHz frequency with animals position in right lateral recumbency for short axis view. Eleven parameter of M-mode echocardiography measured were, interventricular septum (IVS), left ventricular internal dimension (LVID), left ventricular wall (LVW) at end-diastole (d) and end- systole (s), stroke volume (SV), cardiac output (CO), ejection time (ET), fractional shortening (FS) and heart rate( HR ). From this study, we found that anaesthetie combination of xylazine-ketamineand causes reduction of parameter HR, LVWd and LVWs, SV, CO, and increation of parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS, but the opposite combination of ZT causes increation of HR, LVWd and LVWs, SV, CO, and reduction on parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS. The result showed that the combination of xylazine-ketamineand injection have lower values at parameter HR, LVW, SV, and CO (P < 0,05), and higher values at parameter LVID, ET and FS (P < 0,05) and combination of zolazepam-tiletamine injection have higher values at parameter HR, LVWDd and LVWS, SV, CO (P < 0,05), and lower values at parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS (P < 0,05)

(4)

RINGKASAN

Rr. Soesatyoratih. Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine

Dibimbing oleh R. Harry Soehartono dan Deni Noviana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap kerja jantung melalui teknik pengamatan ekhokardiografi M-mode pada anjing kampung (Canis lupus familiaris). Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ekor anjing kampung betina berumur 10+2 bulan dengan berat badan 10+2,5 kg. Bahan dan alat yang digunakan adalah obat bius xylazine-ketamine dan

zolazepam-tiletamine, termometer, tensimeter, stetoskop, alat cukur rambut, alat EKG, alat USG dengan fasilitas tambahan monitoring EKG, dan transduser atau

probe dengan frekuensi 3,7-5 MHz tipe convex.

Pemeriksaan dilakukan terhadap semua anjing yang diawali dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan elektrokardiografi. Pemeriksaan nilai awal ekhokardiografi (USG jantung) dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan klinis, tekanan darah dan rekaman listrik jantung berada dalam kisaran normal. Pengamatan dilakukan pada kelima ekor anjing dalam keadaan sadar dan tenang. Pada pemeriksaan ekhokardiografi hewan dalam keadaan sadar ditidurkan di atas tempat berbaring khusus dengan posisi right lateral recumbancy

dan posisi transduser right parasternal (RPS) short axis view. Untuk membantu

pengamatan ekhokardiografi M-mode, diperlukan juga tampilan

elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Transduser diposisikan setelah detak jantung terpalpasi antara intercostae 4-6 dan antara sternum dan costo-condral junction. Posisi transduser short-axis view dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode dan M-mode. Sebelas parameter ekhokardiografi M-mode yang diukur adalah interventricular septum (IVS), left ventricular internal dimension (LVID), left ventricular wall (LVW) pada end-diastole (d) dan end-systole (s), stroke volume (SV), cardiac output (CO), ejection time (ET), fractional shortening (FS)dan heart rate (HR).

(5)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi xylazine-ketamine

akan menurunkan nilai HR, LVWd, dan LVWs, SV, CO (P<0,05) lima menit setelah penyuntikan dan tetap bertahan sampai 30 menit. Pada periode yang sama kombinasi xylazine-ketamine akan meningkatkan nilai LVIDd dan LVIDs, ET dan FS (P<0,05). Sebaliknya kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan nilai HR, LVWd, dan LVWs, SV dan CO dimulai 5 menit setelah injeksi dan tetap tinggi setelah 20 menit injeksi (P<0,05), sedangkan pada waktu yang sama kombinasi zolazepam-tiletamine akan menurunkan nilai LVIDd dan LVIDs, ET dan FS(P<0,05).

Dari hasil seluruh pengamatan dapat dilihat xylazine yang termasuk pada golongan alpha-2 adrenoreceptor mempunyai efek mendepres sistem kardiovaskular melalui penekanannya pada sistem saraf simpatis, sedangkan

ketamine mempunyai efek menstimulasi sistem saraf simpatis. Jika dikombinasikan dengan alpha-2 agonis seperti xylazine maka akan terjadi penurunkan efek dari ketamine. Dampak dari pemberian kombinasi xylazine-ketamine adalah terjadinya penurunan frekuensi jantung, peningkatan dari dimensi internal ruang ventrikel jantung yang akan diikuti oleh peningkatan dari

stroke volume. Penurunan frekuensi jantung yang diikuti oleh peningkatan stroke volume akan berakhir pada terjadinya penurunan dari cardiac output. Kebalikan dengan efek kombinasi xylazine-ketamine, kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan dimensi internal ruang ventrikel jantung yang diikuti oleh penurunan dari stroke volume. Peningkatan frekuensi jantung yang disertai oleh penurunan dari stroke volume akibat dari pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan cardiac output. Cardiac output menjadi sangat penting karena cardiac output bertanggung jawab terhadap transportasi darah (oksigen dan nutrien) untuk menyuplai kebutuhan jaringan tubuh selama berjalannya operasi. Walaupun kombinasi zolazepam-tiletamine

akan meningkatkan cardiac output tapi harus tetap berhati-hati karena pemberian kombinasi ini dapat meningkatkan frekuensi jantung sampai dua kali lipat dari frekuensi jantung normal.

Dari penelitian ini terlihat bahwa injeksi kombinasi xylazine-ketamine

akan menekan sistem kardiovaskular, sebaliknya injeksi kombinasi zolazepam-tiletamine akan menstimulasi sistem kardiovaskular

(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PROFIL EKHOKARDIOGRAFI MOTION-MODE

ANJING KAMPUNG PADA PEMBERIAN

KOMBINASI OBAT BIUS XYLAZINE-KETAMINE

DAN ZOLAZEPAM-TILETAMINE

OLEH

Rr. SOESATYORATIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada

Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Profil Ekhokardiografi M-mode Anjing Kampung

pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine- Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine

Nama : Rr. Soesatyoratih

NRP : B351070051

Program Studi : Ilmu Biomedis Hewan (IBH)

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Drh. R. Harry Soehartono, MAppSc., Ph.D Drh. Deni Noviana Ph.D

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana-IPB

Ilmu Biomedis Hewan

Drh. H. Agus Setiyono, MS., Ph.D., APVet Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 10 Juli 1960 dari ayah R. Soetoyo

Poerbojopoetro dan ibu Rr. Soelasmi. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh

bersaudara.

Tamat Sekolah Dasar Blok S Pagi I Jakarta tahun 1973, penulis kemudian

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama LXXXV Jakarta tamat tahun 1976.

Pendidikan Lanjutan Atas diselesaikan tahun 1980 di SMAN VI Jakarta.

Pendidikan sarjana ditempuh penulis di Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1984. Tahun 1986, penulis lulus sebagai

Dokter Hewan. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains

Program Studi Ilmu Biomedis Hewan pada Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Penulis bekerja sebagai staf pengajar

pada Bagian Bedah Radiologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

hidayah-Nyalah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 ini ialah

Profil jantung dengan judul “ Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing

Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan

Zolazepam-Tiletamine “ telah berhasil penulis selesaikan. Tesis ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang

terhormat drh. H. Agus Setiyono, MS, PhD., APVet sebagai Ketua Program Studi

Ilmu Biomedis Hewan, drh.R.Harry Soehartono,M.App.Sc., Ph.D sebagai ketua

komisi pembimbing, dan drh. Deni Noviana, Ph.D sebagai anggota komisi

pembimbing atas segala bimbingan, arahan, masukkan dan perhatian yang

diberikan selama penelitian ini berjalan. Ucapan terima kasih juga disampaikan

kepada drh. Siti Zaenab sebagai pemilik Klinik Hewan My Vets yang telah membantu penulis dengan mengizinkan menggunakan fasilitas klinik seperti alat

ultrasonografi, tensimeter, dan lain-lain sehingga penelitian ini dapat berjalan

dengan baik, ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Karindo Alkestron

yang telah membantu peminjaman alat ultrasonografi untuk kelancaran

penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta

Drs.Wisnanto, MSc dan anak-anakku tersayang Widyo Utomo dan Satryo Utomo

atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(12)

DAFTAR ISI

Kondisi Kesehatan Anjing... 4

Konduksi Listrik Jantung... 10

Dinamika Jantung... 11

Electrocardiography... 13

Echocardiography... 14

Rigth Parasternal View (RPS) ... 15

Left Apical View (LAp) ... 18

Left Parasternal View (LPS) ... 18

Suprasternal dan Subcostal View ... 19

Xylazine... 21

METODE PENELITIAN... 31

Waktu dan Tempat Penelitian... 31

Bahan dan Alat... 31

Metode Penelitian... 31

Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah... 31

Pemeriksaan Elektrokardiografi... 32

Pemeriksaan Awal Ekhokardiografi... 33

Pembiusan dan Pemeriksaan Ekhokardiografi... 34

(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

Pemeriksaan Fisik dan Jantung... 39

Pengamatan Parameter M-mode Echocardiography... 39

Heart Rate (HR) ... 39

Left Ventricular posterior Wall thickness at end-diastole (LVWd)... 42

Left Ventricular posterior Wall thickness at end-systole (LVWs)... 42

Left Ventricular Internal Dimension at end-diastole (LVIDd)... 44

Left Ventricular Internal Dimension end-systole (LVIDs)... 44

Interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd)... 47

Interventricular septal thickness at end-systole (IVSs)... 47

Stroke volume (SV) ... 49

Cardiac Output (CO) ... 51

Ejection time (ET) ... 53

Fractional shortening (FS) ... 55

KESIMPULAN.... 58

SARAN... ... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi 5

Tabel 2. Fase Siklus Jantung 107

Tabel 3. Nilai normal parameter M-mode echocardiography anjing 35 Tabel 4. Rata-rata suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi jantung,

tekanan darah dan EKG 36

Tabel 5. Pengamatan frekuensi jantung anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 36 Tabel 6. Pengamatan ketebalan dinding ventrikel kiri anjing setelah

perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan

zolazepam-tiletamine 39

Tabel 7. Pengamatan LVIDd dan LVIDsf anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 40 Tabel 8. Pengamatan ketebalan dinding septa intra ventrikel anjing

setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan

zolazepam-tiletamine 43

Tabel 9. Pengamatan stroke volume anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 45 Tabel 10. Pengamatan cardiac output anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 47 Tabel 11. Pengamatan ejection time anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 49 Tabel 12. Pengamatan fractional shortening anjing setelah perlakuan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 12. Efek utama yang dimediasi oleh alfa dan beta adrenoceptor 22 Gambar 13. Pembentukan dan pelepasan norepinephrine pada

saraf adrenergic 23

Gambar 14. Skema diagram dari benzodiazepin-GABA-kompleks

kanal klorida GABA=γ-aminobutyric acid 29

Gambar 15. Posisi pemasangan cuff pada kaki depan 32

Gambar 16. Tensimeter 32

Gambar 17. Posisi berbaring hewan left lateral recumbancy dan

posisi pemasangan lead 33

Gambar 18. Alat elektrokardiografi 33

Gambar 19. Posisi tidur hewan right lateral recumbancy dan posisi

tranduser right parasternal short axis view 37

Gambar 20. Alat ultrasonografi 37

Gambar 21. Cara menghitung parameter pada ekhokardiografi M-mode 37 Gambar 22. Pengamatan Frekuensi Jantung Anjing setelah

Perlakuan Pemberian Xylazine-Ketaminedan

Zolazepam-Teletamine 40 Gambar 23. Pengamatan ketebalan dinding ventikel kiri anjing

pada saat diastol (Gambar. a) dan sistol (Gambar. b) setelah perlakuan pemberian xylazine- ketamine dan

zolazepam-tiletamine 43

Gambar 24a. Pengamatan LVIDd anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine 45 Gambar 24b. Pengamatan LVIDs anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine 46 Gambar 25. Pengamatan IVSd dan IVSs anjing setelah perlakuan

pemberian Xylazine -ketamine dan zolazepam- tiletamine 48 Gambar 26. Pengamatan Stroke Volume (SV) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 49 Gambar 27. Pengamatan Cardiac Output (CO) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 51 Gambar 28. Pengamatan Ejection Time anjing setelah perlakuan

pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 54 Gambar 29. Pengamatan Fractional Shortening (FS) anjing setelah

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RAL in TiME HR... 63

Lampiran 2. RAL in TiME LVWd... 67

Lampiran 3. RAL in TiME LVWs... 71

Lampiran 4. RAL in TiME LVIDd... 75

Lampiran 5. RAL in TiME LVIDs... 79

Lampiran 6. RAL in TiME IVSd... 83

Lampiran 7. RAL in TiME IVSs... 87

Lampiran 8. RAL in TiME SV... 91

Lampiran 9. RAL in TiME CO... 95

Lampiran 10. RAL in TiME ET... 99

Lampiran 11. RAL in TiME FS... 103

(17)

1

Dari sekian banyak ras anjing, masyarakat banyak memelihara anjing

kampung (Canis lupus familiaris). Anjing mempunyai pesona tersendiri karena lucu dan cerdik serta mempunyai arti penting dalam hal penelitian,

maka kesehatan hewan menjadi perhatian pemilik anjing dan dokter hewan.

Populasi anjing kampung (Canis lupus familiaris) banyak dan mudah didapat, serta memiliki daya adaptasi yang baik dengan kemampuan

reproduksi yang cukup tinggi.

Berbagai penyakit dapat menyerang anjing, ada penyakit yang harus

ditangani dengan tindakan bedah ataupun tindakan bedah yang bersifat

pengendalian reproduksi seperti ovariohisterektomi dan kastrasi (Trisoli

dan Gouletsou 2011).

Untuk melakukan tindakan pembedahan, hewan harus dianastesi

terlebih dahulu. Banyak jenis obat bius yang dapat digunakan namun

mempunyai berbagai efek samping. Efek dari obat bius dapat

mempengaruhi otak, otot, sistem respirasi dan sistem kardiovaskular.

Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang paling terpengaruh oleh

pemberian anastetikum (Narbutas dan Lekas 2002). Fungsi jantung terutama ventrikel kiri memompakan darah keseluruh tubuh untuk memasok oksigen

dan zat nutrisi ke jaringan tubuh (Egner, Carr dan Brown 2007) sehingga

jika jantung terpengaruh karena pemberian obat bius maka akan

mempengaruhi jaringan tubuh yang lain. Dengan mengetahui efek obat bius

terhadap jantung akan lebih mudah memilih obat bius yang cocok untuk

individu anjing. Selain organ jantung organ paru juga akan terpengaruh

karena pemberian obat bius ini. Obat bius yang sering dipergunakan dalam

dunia kedokteran hewan adalah kombinasi obat bius xylazine-ketamine

(18)

2

alasan tersebut pemilihan kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan

zolazepam-tiletamine dalam penelitian ini karena kombinasi obat bius

xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine sering digunakan di tempat praktek dokter hewan untuk membius kucing dan anjing, aplikasinya mudah,

murah dan merupakan sediaan short acting anestesi.

Dalam kedokteran hewan teknik ultrasonografi sudah banyak

digunakan untuk diagnosa kebuntingan, melihat kelainan jaringan pada

organ tubuh seperti hati, ginjal, limpa, dan lain-lain. Ultasonografi jantung

atau ekhokardiografi merupakan salah satu teknik non invasif yang

digunakan untuk mendiagnosa penyakit pada jantung seperti kebocoran

katup jantung, kelainan pada otot jantung seperti hipertrofi otot jantung

maupun dilatasi dari lumen ventrikel jantung (Nakatani dan Beppu 1992).

Walaupun penelitian terhadap jantung dengan menggunakan teknik

ekhokardiografi M-mode sudah banyak dilakukan (Kitahata et a.l 1999), pengamatan dinamika jantung dengan kombinasi obat bius belum dilakukan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti tertarik untuk

mengetahui pengaruh obat bius terhadap profil atau dinamika jantung

melalui teknik ekhokardiografi M-mode pada anjing lokal (Canis lupus familiaris).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap profil atau dinamika jantung melalui teknik pengamatan ekhokardiografi

M-mode pada anjing kampung (Canis lupus familiaris).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap profil atau dinamika jantung serta pemilihan kombinasi obat bius yang tepat dalam melakukan tindakan pembiusan selama operasi

(19)

3 Hipotesa

1. Ada perbedaan dinamika jantung disebabkan oleh pemberian kombinasi

obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine.

2. Tidak ada perbedaan dinamika jantung disebabkan oleh pemberian

(20)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Anjing

Anjing termasuk hewan mamalia pemakan daging atau karnivora.

Anjing mengalami domestikasi dari serigala sejak 1500 tahun yang lalu.

Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam Anonim (2009) :

Kingdom : Animalia

Kondisi kesehatan anjing secara umum dapat dilihat dari

pemeriksaan fisik hewan baik secara inspeksi, palpasi maupun auskultasi.

Pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan darah, urin,

feses, elektrokardiografi (Bove 2010), radiografi (Guglielmini et al 2009) maupun ultrasonografi (Cutwell et al 2011). Theresa (2002) menyatakan anjing yang sehat terlihat mata dan anus bersih, respirasi tenang dan teratur,

bulu halus bercahaya dan bersih, kulit kering dan lembut, kelenjar getah bening tidak ada pembengkakan dan simetris, hidung sedikit basah dan

kering, pulsus teratur, gigi putih tanpa plak dan gusi berwarna merah muda

dan cerah. Menurut Tiley dan Smith (1997) suhu tubuh normal anjing 37,8–

39,50C, frekuensi pernafasan normal 20-30 per menit dan detak jantung

normal 120-140 per menit.

Meyer (1992) memberikan gambaran darah normal anjing dewasa

adalah Red Blood Cell (5,5–8,5) x 106/Ul, Hemoglobin (12–18) g/dL,

(21)

5

Blood Cell (5,5–16,9) x 103/uL, Band neutrophils (0,0–0,299)x 103/uL,

Segmented neutrophils (3,0-12,0) x 103/uL, Lymphocytes (1,0–4,9) x 103/uL,

Monocytes (0,1–1,4) x103/uL, Eosinophil (0,1–0,49) x 103/uL, Platelets

(175–500) x 103/uL, Basofil jarang.

American Society of Anesthesiologist (ASA) mengklasifikasikan status pasien pada prosedur anastesi (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi

Kategori Kondisi fisik Contoh kondisi klinis

Klas I dengan atau tanpa operasi tidak ada harapan hidup dalam 24 jam. Suber: Lumb dan Jones,1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead, 2003

Dari tabel 1, kriteria hewan yang digunakan pada penelitian ini

(22)

6

Kondisi kesehatan anjing khususnya jantung harus ditunjang pula

oleh pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), Radiografi toraks dan Ekhokardiografi (USG jantung). Elektrokardiografi berguna mengetahui kelainan irama dan otot jantung, pengaruh obat jantung, deteksi ada

gangguan elektrolit dan memperkirakan ada pembesaran jantung (Gravahan

2003), selanjutnya radiografi toraks dilakukan bila ada keluhan seperti

kardiopulmonari, dispnoe, takhipnoe, batuk, dan abnormalitas suara paru

atau jantung. Radiografi toraks juga digunakan untuk mengetahui ukuran

jantung hewan (Gravahan 2003). Ekhokardiografipada pencitraan M-mode

digunakan untuk melihat empat ruang jantung, denyut dan ritme jantung,

evaluasi gerakan dinding ventrikel dan interventricular septum, mengukur ketebalan dinding dari tiap ruang saat sistol dan diastol (Cutwell, Bonagura

dan Schober 2011),struktur dan fungsi katup atrioventrikular(Carlsson et al

2009), chordae tendineae dan otot pappilari, juga ketebalan dari epikardium/perikardium dan melihat ada cairan atau massa di ruang

perikardium (Barr 1990).

Cairan tubuh adalah konduktor yang baik, maka aktivitas kelistrikan

jantung dideteksi dari permukaan tubuh dan dimonitor dengan alat yang

disebut elektrokadiograf. Elektrokardiograf membuat rekaman grafik yang

disebut elektrokardiogram. Elektrokardiograf merupakan alat yang sangat

umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung (Becker

2006). Elektrokardiografi dapat direkam dengan menempelkan elektroda

pada tempat tertentu di kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat di dalam layar monitor atau tergambar di atas kertas. Hasil

perekaman elektrokardiografi berupa defleksi voltase yang disebabkan oleh

depolarisasi atrial dan ventrikel, serta repolarisasi ventrikel (Colville &

(23)

7 SISTEM KARDIOVASKULAR

Gambar 1. Anatomi jantung anjing (O’Grady dan O′Sullivan 2010)

Jantung berada dalam rongga toraks dibagian mediastinum. Jantung

karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang antara intercostal

ketiga sampai keenam. Sumbu memanjang jantung membentuk sudut 45

derajat dengan sternum. Bagian basis jantung mengarah ke craniodorsal dan apeks berada pada garis tengah pertemuan diafragma dengan sternum

(Colville & Bassert 2002).

Otot jantung bergaris seperti pada otot lurik. Perbedaannya terdapat

pada serabut yang bercabang dan mengadakan anastomose bersambung

satu sama lain, tersusun memanjang seperti pada otot bergaris, dan tidak

dapat dikendalikan kemauan (Pearce 2009).

Aktvitas listrik jantung akibat dari perubahan permeabilitas

membran sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran

tersebut. Masuknya ion-ion, maka muatan listrik sepanjang membran ini

mengalami perubahan yang relatif. Ada tiga macam ion yang mempunyai

fungsi penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu kalium (K+), natrium (Na+),

dan kalsium (Ca2+). Kalium lebih banyak di dalam sel, sedangkan kalsium

(24)

8

Dalam keadaan istirahat, sel-sel otot jantung mempunyai muatan

positif di bagian luar sel dan muatan negatif di dalam sel. Perbedaan

muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan terjadi perubahan, muatan dalam sel berubah menjadi positif, sedangkan di luar sel menjadi negatif. Proses

terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan depolarisasi.

Kemudian setelah rangsangan sel berubah kembali pada keadaan muatan

semula, proses ini dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut

dinamakan aksi potensial. Aksi potensial yang terjadi disebabkan oleh

rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan termis ( Syaifuddin 2009 ).

Aksi potensial dibagi dalam lima fase yaitu ( Syaifuddin 2009 ) :

1. Fase istirahat

Bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam sel bermuatan

negatif. Membran sel lebih permeabel terhadap kalium dari pada natrium

sehingga sebagian kecil kalium merembes keluar sel.

2. Fase depolarisasi

Peningkatan permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium

masuk ke dalam sel.

3. Fase polarisasi parsial

Segera setelah terjadi depolarisasi, terdapat sedikit perubahan masuknya

kalsium ke dalam sel.

4. Fase plato ( keadaan stabil )

Fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang agak lama dimana keseimbangan ion positif masuk dan keluar. Aliran kalsium dan natrium

masuk dan keluar dengan seimbang.

5. Fase repolarisasi ( cepat )

Muatan kalsium dan natrium secara berangsur-angsur meningkat sehingga

(25)

9

Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus oleh

sebuah membran yang disebut perikardium. Membran ini terdiri dari dua

lapis yaitu perikardium viseral dan perikardium parietal. Di sebelah dalam jantung dilapisi endotelium. Lapisan ini disebut endokardium.

Katup-katupnya hanya merupakan bagian yang lebih tebal dari membran ini (Reece

2006).

Menurut Pearce (2009), tebal dinding jantung dilukiskan terdiri atas

tiga lapis, yaitu: Pericardium atau pembungkus luar, Myocardium atau lapisan otot tengah, dan Endocardium sebagai batas dalam. Dinding otot jantung tidak sama tebalnya. Dinding ventrikel paling tebal dan dinding di

sebelah kiri lebih tebal dari dinding sebelah kanan. Dinding atrium tersusun

atas otot yang lebih tipis (Pearce 2009). Sebelah dalam dinding ventrikel

ditandai berkas-berkas otot yang tebal yaitu otot-otot papilaris. Pada tepi

bawah otot-otot ini terkait benang-benang tendon tipis, yaitu chordae tendineae. Benang-benang ini mempunyai kaitan kedua yaitu pada tepi bawah katup atrio-ventrikuler. Kaitan ini menghindarkan kelopak katup

terdorong masuk ke dalam atrium, bila ventrikel berkontraksi (Lippold

and Cogdel 1991).

Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua ruang yang berdinding

tipis yang disebut atrium atau serambi dan dua ruang yang berdinding tebal

yang disebut ventrikel atau bilik. Atrium kanan dan kiri dipisahkan oleh

sekat yang dikenal sebagai septum interatrium sedangkan ventrikel kiri dan

kanan dipisahkan oleh sekat yang disebut septum interventrikel. Jantung memiliki empat katup yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi darah. Setiap

katup berespon terhadap perubahan tekanan. Katup dikelompokkan dalam

dua jenis yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar. Katup

atrioventrikular terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan

mempunyai tiga buah daun katup, disebut katup trikuspidalis. Sedangkan

katup yang letaknya diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua

(26)

10

dari ventrikel kanan. Katup semilunar aortaterletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari tiga daun katup yang simetris setengah bulan disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut (Reece

2006). Anatomi jantung dapat dilihat pada gambar 1.

Jantung memompa darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik

atau peredaran darah besar yaitu dari jantung keseluruh tubuh kembali ke

jantung dan sirkulasi pulmonari atau peredaran darah kecil, yaitu jantung ke

paru kembali ke jantung. Setiap sistem sirkulasi dibagi menjadi sistem vena

dan sistem arterial. Sistem sistemik vena bermula dari darah yang tidak

mengandung oksigen masuk ke atrium kanan melalui vena jantung yaitu

vena cava cranialis dan vena cava caudalis (Reece 2006). Dari sini darah mengalir menuju ke ventikel kanan, yang kemudian akan dipompa masuk ke

sirkulasi pulmonari terutama arteri pulmonari. Pembuluh darah yang

membawa darah ke jantung disebut vena sedangkan yang membawa darah

keluar dari jantung disebut arteri. Arteri pulmonari adalah satu-satunya

arteri yang membawa darah yang tidak mengandung oksigen. Vena

pulmonari adalah satu-satunya vena yang membawa darah yang

mengandung oksigen. Darah dalam arteri pulmonalis mengalir ke pembuluh

kapiler paru disini karbon dioksida akan dibuang dan diganti oleh oksigen.

Darah yang sudah mengandung oksigen kemudian mengalir melalui vena

pulmonari menuju ke atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri yang

selanjutnya akan diedarkan keseluruh tubuh melalui aorta (Conville and Bassert 2002).

Konduksi listrik jantung

Sistem perangsangan dan konduksi listrik jantung yang mengatur

konduksi listrik jantung, konduksi listrik jantung (pace maker) ini antara lain: SA node (nodus sinoatrial) impuls perangsangan ritmis yang normal dicetuskan, kemudian menuju ke jalur internodus yang menjalarkan impuls

(27)

11

Selanjutnya, His Bundle (serabut His) yang akan membawa impuls yang berasal dari atrium ke ventrikel, dan berkas serabut purkinje kiri dan kanan yang membawa impuls-impuls jantung ke seluruh bagian ventrikel. Sistem konduksi jantung ini berfungsi untuk membangkitkan impuls-impuls yang

menyebabkan timbulnya kontraksi ritmis otot jantung, dan untuk

mengkonduksikan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung (Cunningham

2002).

Dinamika jantung

Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan sebuah

debar jantung sampai debar jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri dari

dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode jantung

berkontraksi dengan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga darah

dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Sedangkan periode

jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol (Conville and Bassert

2002). Dalam satu siklus jantung terdapat 7 fase yang dimulai dari periode

sistol sampai dengan diastol (Lampiran 12. dan Tabel 2). Fase yang pertama

disebut kontraksi atrium (atrial contraction) dimana terjadi kontraksi atrium baik kanan maupun kiri, darah yang berasal dari atrium kanan masuk ke

dalam ventrikel kanan dan darah yang berasal dari atrium kiri masuk ke

dalam ventrikel kiri, pada kondisi ini katup atrioventrikular terbuka dan

katup semilunar tertutup. Setelah darah masuk ke ventrikel, tekanan di

dalam ventrikel akan meningkat. Tekanan yang tinggi di dalam ventrikel menyebabkan tertutupnya katup atrioventrikular. Penutupan katup

atrioventrikular ini menghasilkan suara jantung ‘lup’ (S1) (Setiadi 2007).

Fase yang kedua disebut kontraksi isovolumetrik (isovolumetrik contraction), merupakan suatu fase dimana ventrikel telah berkontraksi tetapi belum terjadi perubahan volume darah di ventrikel baik ventrikel

kanan maupun kiri. Pada kondisi ini katup atrioventrikular dan semilunar

tertutup. Karena tekanan di kedua ventrikel semakin meningkat dan impuls

listrik telah mencapai ventrikel, maka darah akan diejeksikan dari ventrikel

(28)

12

ini disebut juga sebagai rapid ejection, pada kondisi ini terjadi pembukaan katup semilunar aorta dan semilunar pulmonalis, sedangkan katup

atrioventrikular masih tertutup. Kemudian memasuki fase keempat yang disebut reduced ejection, darah yang diejeksikan dari ventrikel semakin lama semakin berkurang, pada fase ini tidak ada perubahan kondisi katup

masih sama dengan fase yang ketiga. Selanjutnya, fase yang kelima disebut

isovolumetrik relaxation, merupakan suatu kondisi dimana terjadi relaksasi di ventrikel tetapi tidak terjadi perubahan volume (Udjianti 2010). Tekanan

di kedua ventrikel menurun drastis, karena tekanan di ventrikel lebih rendah

dari pada di atrium mengakibatkan penutupan katup semilunar baik aorta

maupun pulmonalis yang akan menghasilkan suara jantung ‘dup’ (S2)

(Setiadi 2007). Karena tekanan di kedua ventrikel menurun drastis

mengakibatkan terbukanya katup atrioventrikular. Pembukaan katup

atrioventrikular, menyebabkan terjadinya pengisian darah secara pasif dari

atrium ke ventrikel. Fase keenam ini disebut dengan rapid filling. Kemudian fase yang ketujuh adalah reduced ejection, darah semakin sedikit yang berpindah ke ventrikel. Pengisian darah secara pasif dari atrium ke ventrikel

sebesar 90% dari volume darah akibat pembukaan katup atrioventrikular.

Setelah itu, fase ini akan kembali ke fase yang pertama yaitu atrial contraction, dimana terjadi pengisian darah secara aktif sebesar 10% dari volume darah akibat kontraksi atrium (Reece 2006).

Jantung memompa darah melalui dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik

dan sirkulasi pulmonal dalam setiap denyut (Tortora 2005). Darah dari seluruh tubuh melewati dua vena besar yang disebut vena cava masuk ke atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah dari atrium kanan

mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel

hampir dipenuhi darah, atrium kanan berkontraksi mendorong darah masuk

ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan berkontraksi

mendorong darah masuk ke dalam arteri menuju paru melalui katup

pulmonal. Dalam paru-paru, darah menyerap oksigen yang ditukar dengan

karbondioksida, kemudian darah mengalir melalui vena pulmonal menuju

(29)

13

melalui katup berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke ventrikel kiri.

Kemudian ventrikel kiri berkontraksi untuk mendorong darah melalui katup

semilunar aorta ke dalam mitral menuju ventrikel kiri. Saat ventrikel kiri hampir dipenuhi darah, atrium kiri akan pembuluh aorta menuju ke seluruh

tubuh. Darah yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai

ke seluruh tubuh kecuali paru (Calvert 2007).

Gambar 2. Siklus Jantung (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan :A (aorta), RA (Right Atrial), RV (Right Ventricular), LA (Left Atrial), LV (Left Venticular), AV(atrioventricular),

PA (Pulmonary Artery),⇒⇒⇒⇒Arah Siklus Jantung

Elektrokardiografi

Cairan tubuh adalah konduktor yang baik, maka aktivitas kelistrikan

jantung dapat dideteksi dari permukaan tubuh yang dimonitor dengan alat

elektrokadiograf. Elektrokardiograf yang membuat rekaman grafik disebut elektrokardiogram. Elektrokardiograf digunakan untuk mendiagnosa

disfungsi elektris jantung dengan menempelkan elektroda pada tempat

tertentu di kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat di

layar atau tergambar di atas kertas. Hasil perekaman elektrokardiograf

berupa defleksi voltase karena depolarisasi atrial dan ventrikel, serta

(30)

14

Gambar 3. Elektrokardiogram ( O′Grady & O′Sillivan 2010)

Keterangan :

P=depolarisasi kedua atrium, Kompleks QRS=depolarisasi ventrikel, T=repolarisasi ventrikel, P amp = amplitudo gelombang P ; P dur = durasi gelombang P; PR int= interval PR; R amp = amplitudo gelombang R ; QRS dur = durasi gelombang komplek QRS ; QT int = interval QT; T amp = amplitudo gelombang T.

Elektrokardiogram normal terdiri dari gelombang P, “kompleks”

QRS, dan gelombang T. Gelombang P adalah arus listrik yang dibangkitkan

sewaktu atrium mengalami depolarisasi sebelum berkontraksi, dan

kompleks QRS ketika ventrikel mengalami depolarisasi sebelum

berkontraksi. Oleh karena itu P dan QRS adalah gelombang depolarisasi. Gelombang T oleh repolarisasi ventrikel (Colville and Bassert 2002).

Gelombang tersebut di elektrokardiogram dapat dilihat pada gambar 3.

Ekhokardiografi

Ekhokardiografi atau ultrasonografi jantung adalah teknik dalam

citra jantung melalui gelombang ultrasound yang dipantulkan atau ekho. Ekhokardiografi merupakan metode yang aman, non-invasif untuk diagnosa anatomik dan hemodinamik. Pemahaman terhadap sifat fisik dari ultrasound

sangat penting untuk pemeriksaan ekhokardiografi dengan interpretasi hasil

yang didapat (Gravahan 2003 ).

Metode ekhokardiografi berbeda dengan teknik abdominal karena

penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk dan paru yang berisi udara. Keterbatasan ini membutuhkan transduser

dengan permukaankecil. Pemeriksaan ekhokardiografi untuk menampilkan

(31)

15

transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing dengan

ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 2-4

MHz untuk anjing dengan ukuran besar (>40 kg).

Pada gambar 4 dapat dilihat axis sentral ventrikel kiri atau left ventricularaxis dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apeks dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri. Saat

transduser diorientasikan pada scan plane atau sejajar dengan garis axis ini, didapatkan gambaran long-axis. Jika scane plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis (Panninck and d′Anjou 2008).

Gambar 4. Ekhokardiografi orientasi dan anatomi ( Panninck and d′Anjou 2008 ).

Standart pencitraan ekhokardiografi yang ditetapkan oleh American Society of Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck and d′Anjou 2008 ) adalah :

Right Parasternal View ( RPS )

Hewan berada dalam posisi berbaring ke kanan. Transduser

diposisikan setelah terpalpasi detak jantung antara intercostae 4-6 dan antara sternum dan costo - condral junction. Posisi transduser bisa short-axis view atau long-axis view. Pada short-axis view didapatkan pencitraan

(32)

16

maka didapatkan pencitraan M-mode untuk pengukuran dimensi ruang

jantung dan ketebalan otot jantung yang meliputi left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol, left ventricular internal dimension at end-systole

(LVIDs) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir systole, left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir diastole, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir systole, interventricular septal thicknessat end-diastole (IVSd) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir diastole, interventricular septal thickness at end-

systole (IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir

systole.

Ejection Time (ET) adalah waktu yang dibutuhkan untuk ventrikel kanan dan kiri berkontraksi mengeluarkan darah ke sirkulasi pulmonum dan

sirkulasi sistemik, dihitung dari end-diastole sampai end-systole (Panninck and d’Anjou 2008). Pengukuran pencitraan ekhokardiografi M-mode dapat

dilihat pada gambar 8. Pengukuran LVID, LVW dan IVS dilakukan untuk

mengetahui fungsi myocardial, kemudian didapatkan nilai Fractional Shortening (FS) dari perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs) : LVIDd,

Left ventricular volume at end diastole (EDV) = (LVIDd)2, Left ventricular volume at end systole (ESV) = (LVIDs)2, Stroke Volume (SV)= EDV – ESV,

Cardiac output adalah volume darah yang dikeluarkan ventrikel baik itu dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan ke dalam sirkulasi pulmonal dan

sistemik selama satu menit (Udjianti 2010). Cardiac Output (CO) = (SVxHR). Nilai-nilai ini digunakan untuk mengetahui daya kerja ventrikel

(33)

17

Gambar 5. Right parasternal long axis-view (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan :

Right parasternal long-axis four-chamber view (2a).

Right parasternal long-axis left ventricular outflow tract view (2b).

Right parasternal long-axis view of the left ventricular inflow and outflow tracts (2c).

Gambar 6. Right Parasternal short-axis view (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan:

Right parasternal short-axis view at the level of the papillary muscles (3.2)

Right parasternal short-axis view at the level of the chordae tendinae (3.3)

Right parasternal short-axis view at the level of the mitral valve (3.4)

Right parasternal short-axis view at the level of the aortic valve (3.5)

(34)

18

Gambar 7. Right Parasternal ( RPS ) short axis view ( Panninck & d′Anjou 2008 ).

Gambar 8. M-mode pada Left Ventricel ( LV ) level ( Panninck & d′Anjou 2008)

Left apical view ( LAp )

Hewan berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan

setelah terpalpasi detak jantung antara intercostae ke 5-7 dan antara sternum dan costo-condral junction (Panninck and d′Anjou 2008). Dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang jantung dan membawa aorta masuk ke

dalam scan plane sehingga memungkinkan visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical four-chamber, transduser diputar 900 searah jarum jam menghasilkan apical two-chamber

termasuk atrium dan ventrikel kiri (Panninck and d’Anjou 2008). Posisi

(35)

19

Gambar 9. Left Apical View ( Panninck & d′Anjou 2008).

Left parasternal view ( LPS )

Hewan berada dalam posisi berbaring ke kiri. Setelah terpalpasi

detak jantung diposisikan antara intercostae 3-4 dan antara sternum dan

(36)

20

(37)

21

Gambar 11. Left Parasternal Long Axis View ( Panninck & d′Anjou 2008).

Suprasternal dan Subcostal View

Hewan berada dalam posisi berbaring ke kanan, dengan

menempatkan transduser pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan transduser hampir secara langsung ke

(38)

22 Xylazine

Farmakologi

Alpha-2 adrenoreceptor memiliki potensi sedativa dan analgesika.

Xylazine merupakan golongan obat ini yang pertama kali dipergunakan di kedokteran hewan. Xylazine bekerja pada reseptor alpha-1 dan 2 (Gambar 12). Efek agonist xylazine pada reseptor alpha terletak di jantung yaitu dengan mendepres sistem kardiovascular (Seymour and Novakovski 2007).

Gambar 12. Efek utama yang dimediasi oleh alfa dan beta adrenoceptor ( Mycek, Harvey & Champe 1997)

Norepinephrine merupakan neurotransmiter yang bekerja pada saraf adrenergik. Menurut Mycek, et al., 1997, proses pembentukkan

(39)

23

Gambar 13. Pembentukan dan pelepasan Norepinephrine dari saraf adrenergic

1. Sintesis dari norepinephrine

Tyrosine masuk ke dalam axonplasma dari saraf adrenergik dengan batuan Na+, kemudian dihidroksilasi menjadi dihydroksyphenylalanine (DOPA)

oleh tyrosine hydroksylase. Ini merupakan awal mula terbentuknya

norepinephrine. DOPA kemudian dikarboksilasi membentuk dopamine.

2. Penyimpanan norepinephrine ke dalam kantong

Dopamine kemudian masuk ke dalam kantong sinaptik (synaptic vesicles atau synaptic knob). Dopamine dihidroksilasi membentuk

norepinephrine dengan bantuan enzim Dopamine β-hydroxylase. Di dalam kantong sinaptik mengandung dopamine atau norepinephrine

(40)

24 3. Pelepasan norepinephrine

Ketika ada potensial aksi maka akan merangsang masuknya ion kalsium

(Ca++) dari cairan ekstraseluler masuk ke sitoplasma saraf. Peningkatan kalsium pada membrana sel kantong sinaptik menyebabkan kantong

sinaptik melepaskan norepinephrine menuju ke sinaps.

4. Pengikatan dengan reseptor

Norepinephrine yang dilepaskan dari kantong sinaptik akan menyeberangi ruang sinaptik (synaptic space) dan berikatan dengan reseptor posinaptik pada organ efektor (alpha-1 reseptor) dengan menstimulasi pelepasan

norepinephrine atau pada presinaptik reseptor (alpha-2 reseptor) pada ujung saraf dengan menghambat pelepasan norepinephrine.

5. Penghancuran norepinephrine

Setelah norepinephrine dilepas dari presinaptik saraf, norepinephrine akan cepat kembali masuk ke dalam kantong sinaptik, dan kemudian dihancurkan

dengan bantuan enzyme monoamine oxidase (MAO). Norepinephrine yang tidak diabsorbsi oleh kantong sinaptik akan dihancurkan oleh enzim lain

yang disebut catechol-O-methyl transferase (COMT).

Farmakokinetik

Pada pemberian dengan rute intra muscular absorbsi xylazine cukup cepat. Pada kucing dan anjing onset pemberian obat ini baik secara intra muscular maupun sub kutan sekitar 10 – 15 menit, dan 2 – 5 menit pada pemberian dengan rute intra vena. Efek analgesik yang ditimbulkan hanya sekitar 15-30 menit, akan tetapi efek sedativnya dapat bertahan sekitar

1-2 jam tergantung dari besarnya dosis yang diberikan. Dosis anaestesi

pada anjing 1,1 mg/kg bb secara intra vena dan 1,1-2,2 mg/kg bb secara

(41)

25 Ketamine HCL

Farmakologi

Ketamine adalah derivat sikloheksil dengan rumus mirip fensiklidin (Thay 2007). Ketamine merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamine memiliki sifat analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan 2009).

Neurofarmakologi ketamine cukup kompleks, berikatan dengan beberapa neurotransmiter yaitu reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan reseptor non NMDA glutamate, reseptor nicotinic dan muscarinic cholinergic, reseptor monoaminergik dan opoid (Seymour and Novakovski 2007). Ketamine berefek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot kombinasi dengan alpha-2 agonis, acepromazine dan benzodiazepine akan menurunkan efek tersebut (Seymour and Novakovski 2007). Efek ketamine

pada sistem kardiovaskular meningkatkan frekuensi jantung (heart rate), tekanan darah, dan cardiac output (CO). Peningkatan hemodinamika ini bervariasi tergantung pada peningkatan kerja otot jantung dan kebutuhan

oksigen. Pada jantung sehat peningkatan suplai oksigen terjadi karena ada

vasodilatasi dari pembuluh darah koroner dan peningkatan cardiac output (Seymour and Novakovski 2007).

Glutamate dan aspartate termasuk kelas excitatory amono acid

(eksitatori asam amino) yang menghasilkan eksitasi pada semua level

interneuron karena depolarisasi yang dihasilkan dari peningkatan sodium

dan kation lainnya (Brander 1991).

Glutamate dan aspartate adalah transmiter eksitatori asam amino dengan distribusi yang luas di spinal cord dan otak. Agen anastesi disosiasi seperti ketamine, phencyclidine dan tiletamine menurunkan efek eksitatori yang dihasilkan oleh glutamate dan aspartate. Ada tiga subtipe reseptor yang dikeluarkan saraf melalui glutamate dan aspartate. Salah satu dari ketiga subtipe reseptor ini adalah reseptor N-methylaspartate (NMA), dan agen disosiasi bekerja sebagai selektif antagonis, dan efek anastesinya

(42)

26

menghambat reseptor NMDA di susunan saraf pusat dan dapat menurunkan

efek “ wind-up “ (Plumb 2005).

Efek anastesinya disebabkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmiter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat.

Efek analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk

sistem viseral. Ketamine tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meningkat (Gunawan 2009).

Anastesi dengan ketamine diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai halusinasi, keadaan ini dikenal

sebagai anastesi disosiasi. Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik

berupa dilatasi pupil, salivasi, gerakan tungkai spontan, dan peningkatan

tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10 – 15 menit, analgesi bertahan

sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1 – 2 jam. Pada

masa pemulihan dapat terjadi emergence phenomenon yang merupakan kelainan psikis berupa disorientasi, ilusi, dan mimpi buruk. Kejadian

fenomena ini dapat dikurangi dengan pemberian diazepam sebelum

pemberian ketamine (Gunawan 2009).

Ketamine adalah satu-satunya anastetik yang merangsang kardiovaskular karena efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis.

Tekanan darah, frekuensi nadi, dan curah jantung naik sampai 25%,

sehingga ketamine bermanfaat untuk pasien dengan resiko hipotensi dan asma (Gunawan 2009).

Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan

cardiac output, denyut nadi, dan tekanan darah. Kenaikkan hemodinamik berhubungan dengan peningkatan kerja myocardial (otot jantung) dan konsumsi oksigen. Pada jantung yang sehat suplai oksigen dapat meningkat

melalui dilatasi pembuluh darah koroner dan peningkatan cardiac output. Rangsangan dari pusat sistem simpatis bertanggung jawab pada rangsangan

sistem kardiovaskular. Penggunaan secara bersama-sama dengan sedativa

(43)

27

Ketamine menghambat GABA, dan juga memblok serotonin,

norepinefrin, dan dopamin di sistem saraf pusat (Plumb 2005).

Farmakokinetik

Setelah pemberian ketamine secara intra muscular pada kucing dan anjing, level puncak akan terjadi 10-15 menit setelah pemberian (Seymour

and Novakovski 2007). Ketamine didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dengan cepat, dengan level paling tinggi dapat ditemukan di otak, hati, paru

dan lemak. Ketamine dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit berupa demethylation dan hydroxylation dan sebagian dalam bentuk utuh akan dieleminasi melalui urin. Waktu paruh eliminasi ketamine pada kucing, anjing, sapi, dan kuda sekitar 1 jam dan pada manusia 2-3 jam. Dosis

anaestesi pada anjing 11mg/kg bb (Plumb 2005).

Zolazepam - Tiletamine

sehingga tiap mililiter larutan mengandung 50 mg zoletil, 50 mg tiletamine. Larutan ini dapat disimpan selama 4 hari pada temperatur ruang dan 14 hari

dalam lemari pendingin.

Efek farmakologi kombinasi zolazepam dan tiletamine serupa dengan kombinasi diazepam dan ketamine (Seymour and Novakovski 2007).

Zolazepam adalah senyawa turunan pyraolodiazepinon yang secara struktural terkait dengan obat-obatan benzodiazepine, yang mempunyai efek sebagai muscle relaxant dan anticonvulsant. Zolazepam sendiri dapat menekan susunan saraf pusat secara ringan dan mempunyai efek yang

(44)

28

Diazepam termasuk pada golongan benzodiazepine (Mycek, Harvey and Champe 1997). Reseptor benzodiazepine hanya ditemukan di sistem saraf pusat dan lokasinya pararel dengan saraf GABA (Mycek, Harvey and Champe 1997). Benzodiazepine menyebabkan sedasi, hipnotik dan sedikit memiliki kemampuan analgesik (Mycek, Harvey and Champe 1997). Efek

benzodiazepine pada sistem kadiovaskular umumnya ringan, kecuali pada

intoksikasi berat. Pada dosis praanaestesi semua benzodiazepine dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan frekuensi jantung (Gunawan

2009).

Benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anaestesi umum. Peningkatan dosis

benzodiazepine menyebabkan depresi susunan saraf pusat, tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anaestesi umum yang

spesifik, karena kesadaran pasien tetap bertahan dan relaksasi otot yang

diperlukan untuk pembedahan tidak tercapai. Mekanisme kerja

benzodiazepine pada susunan saraf pusat terutama merupakan interaksinya dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam

gama amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang

terikat pada membran dan dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu

reseptor GABAA dan reseptor GABAB. Reseptor GABAA berperan pada

sebagian besar neurotransmiter di susunan saraf pusat. Benzodiazepine

bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB.

Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA berikatan

pada subunit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal

klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel (Gambar 14),

menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membransel dan

menyebabkan sel sukar tereksitasi (Gunawan 2009).

Tiletamine sering kali dihubungkan dengan ketamine karena memiliki kesamaan sifat. Umumnya penggunaan tiletamine dikombinasikan dengan zolazepam (Seymour and Novakovski 2007). Aplikasi tiletamine

(45)

29

tekanan darah, dan hipersalivasi. Sedangkan pada anjing dapat

menyebabkan salivasi dan meningkatkan frekuensi jantung (Plumb, 2005 ).

Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan

cardiac output, denyut nadi, dan tekanan darah. Kenaikkan hemodinamik berhubungan dengan peningkatan kerja myocardial (otot jantung) dan konsumsi oksigen (Seymour and Novakovski 2007). Karena efek

farmakologi ketamine sama dengan tiletamine maka pemberian tiletamine

akan meningkatkan frekuensi jantung (heart rate) dan cardiac output (CO).

Gambar 14. Skema Diagram dari Benzodiazepin-GABA-Kompleks Kanal Klorida GABA = γ - amino butyric acid ( Mycek, Harvey & Champe 1997)

Farmakokinetik

Pemberian kombinasi zolazepam dan tiletamine pada kucing dapat menghasilkan sedasi dan anaestesi umum. Setelah penyuntikan intra vena

induksi anaestesi berjalan cepat sekitar 60-90 detik. Onset setelah

(46)

30

rasa sakit karena pH larutan ini yang asam yaitu antara 2,0-3,5. Durasi

anaestesi dari larutan ini tergantung pada dosis yang digunakan yaitu antara

(47)

31

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 2010

di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan

Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Klinik

Hewan My Vets, Jalan Kemang Selatan 8 nomor 7 A, Jakarta Selatan.

Bahan dan Alat

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah 5 ekor anjing

kampung betina berumur 10 ± 2 bulan dengan berat badan 10 ± 2,5 kg.

Bahan dan alat yang digunakan adalah obat bius xylazine-ketamine dan

zolazepam-tiletamine, termometer, tensimeter, stetoskop, alat cukur rambut, alat EKG, alat USG dengan fasilitas tambahan monitoring EKG, dan

transduser atau probe dengan frekuensi 3.7-5 MHz tipe convex.

Metode Penelitian

Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah

Pemeriksaan dilakukan terhadap semua anjing yang diawali dengan

pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan temperatur dengan mengukur

temperatur rektal menggunakan termometer digital, menghitung pulsus

melalui vena femoralis, menghitung respirasi dengan mengamati gerakan

pernafasan dari dada. Masing-masing pengamatan dilakukan pengulangan

sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan

elektrokardiografi. Pada waktu melakukan pemeriksaan tekanan darah dan elektrokardiografi hewan dalam keadaan sadar dan tenang.

Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan melilitkan cuff pada kaki depan di atas atau di bawah siku (Gambar 15) , kemudian pompa

ditekan hingga jarum pada tensimeter mencapai angka 240 lalu pompa

dilepas, biarkan jarum pada tensimeter turun keposisi angka 0, perhatikan

ada tiga lampu menyala pada tensimeter, lampu pertama pada posisi kanan

(48)

32

Mean Arterial Pressure (MAP) dan lampu ketiga pada posisi kiri menunjukkan tekanan diastol (Gambar 16).

Pemeriksaan Elektrokardiografi

Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan pada hewan dalam

keadaan sadar dan tenang. Pertama-tama dilakukan pencukuran rambut

pada kaki depan kiri dan kanan di daerah siku dan kedua kaki belakang di daerah lutut untuk meletakkan lead. Hewan ditidurkan di atas meja yang

dialasi oleh handuk dengan posisi left lateral recumbancy, kemudian dilakukan pemasangan lead pada keempat kaki dengan menggunakan gel

EKG. Kabel merah dipasangkan pada kaki depan kanan, kabel kuning pada

kaki depan kiri, kabel hijau pada kaki belakang kiri dan kabel hitam pada

kaki belakang kanan (Gambar 17). Setelah keempat lead terpasang dengan

benar dan hewan sudah dalam keadaan tenang perekaman EKG baru dapat

dimulai. Setelah dilakuka perekaman, hasilnya (elektrokardiogram)

dievaluasi secara kualitatif dengan memperhatikan parameter ritme jantung

yang teratur, frekuensi jantung berkisar 110 -140 kali per menit (Tilley dan

Smith 1997), adanya gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS

(O′Grady dan O′Sullivan 2010). Gambar 15. Posisi pemasangan cuff pada kaki depan (sumber: Egner et al. 2007)

Gambar 16. Tensimeter

(49)

33

Gambar 17. Posisi berbaring hewan left lateral recumbancy dan posisi pemasangan lead (Data pribadi)

Gambar 18. Alat elektrokardiografi (Data pribadi)

Pemeriksaan Awal Ekhokardiografi

Pemeriksaan nilai awal ekhokardiografi (USG jantung) dilanjutkan

setelah hasil pemeriksaan klinis, tekanan darah dan rekaman listrik jantung

berada dalam kisaran normal. Pemeriksaan diawali dengan pencukuran

rambut di daerah dada sebelah kanan untuk peletakkan transduser. Pada

pemeriksaan ekhokardiografi hewan dalam keadaan sadar ditidurkan di atas

tempat berbaring khusus dengan posisi right lateral recumbancy dan posisi transduser right parasternal (RPS) short axis view (Gambar 19). Untuk membantu pengamatan ekhokardiografi M-mode, diperlukan juga tampilan

elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Transduser

(50)

34

antara sternum dan costo - condral junction. Posisi transduser short-axis view dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode dan M-mode untuk pengukuran HR, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs, IVSd, IVSs, ET, FS, CO, dan SV.

Heart Rate (frekuensi jantung) dihitung dengan cara mengukur antara dua gelombang R pada tampilan elektrokardiografi pada layar monitor (Gambar

21). IVSd dihitung dengan mengukur jarak interventrikular septa pada saat

end diastole sedangkan IVSs dihitung dengan cara mengukur jarak interventrikular septa saat end sistole (Gambar 21) Menghitung LVIDd dengan cara mengukur jarak LVID pada saat end diastole dan LVIDs dengan mengukur jarak LVID pada saat end sistole (Gambar. 21). LVWd dihitung dengan mengukur jarak LVW pada saat end diastole dan LVWs dihitung dengan mengukur jarak LVW pada saat end sistole (Gambar 21).

Pengamatan kesebelas parameter di atas dilakukan tiga kali

pengulangan dan data tersimpan di komputer mesin USG (Gambar 20).

Hewan dikatakan sehat jika kesebelas parameter berada dalam kisaran

normal (Tabel 3).

Pembiusan dan Pemeriksaan Ekhokardiografi

Setelah dinyatakan sehat secara umum dan sehat jantung, kemudian

hewan diberi perlakuan penyuntikkan kombinasi obat bius xylazine dengan dosis 2,2 mg/kg bb dan ketamine dengan dosis 11 mg/kg bb secara intra muscular dan dilakukan pengamatan ekhokardiografi M-mode dengan dibantu tampilan elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor.

Pengukuran parameter HR, IVSd, IVSs, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs,

CO, ET, dan FS dilakukan setiap 10 menit sampai pengamatan 60 menit,

dan setiap pengamatan dilakukan tiga kali pengulangan penghitungan dan

data tersimpan pada komputer USG. Anjing diistirahatkan selama satu

minggu untuk menghilangkan efek dari pemberian kombinasi obat bius

(51)

35

parameter ekhokardiografi yang sama dengan perlakuan sebelumnya. Semua

perlakuan ini dilakukan pada kelima ekor anjing.

Metode kerja dapat dilihat pada tabel 4, sedangkan protokol jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 3. Nilai normal parameter ekhokardiografi M- mode anjing

No Parameter Referensi

1 HR (x/mnt) 98 (74 - 122)*

* Sumber referensi: Crippa et al. 1992

Keterangan :

HR : Heart Rate

IVSd : Interventricular septal thickness at end-diastole IVSs : Interventricular septal thickness at end-systole LVIDd : Left ventricular inter dimension at end-diastole LVIDs : Left ventricular inter dimension at end-systole

LVWd : Left ventricular posterior wall thickness at end-diastole LVWs : Left ventricular posterior wall thickness at end-systole ET : Ejection Time

FS : Fractional Shortening SV : Stroke Volume CO : Cardiac Output

(52)

36 Tabel 4. Metode Kerja

Kegiatan Alat Parameter Σ Pengamatan

Pemerikasaan

Tekanan Darah Tensimeter - Sistol

- Diastol

- MAP

3 kali

Kelistrikan Jantung EKG - Ritme jantung

- Frekuensi .jantung

Tabel 5. Protokol Jadwal Penelitian

Hewan

A1: Anjing 1, A2: Anjing2, A3: Anjing 3, A4: Anjing4, A5: Anjing5 Minggu ke-1, 5, 9, 13 dan ke- 17: observasi hewan

Minggu ke-2, 6,10, 14 dan ke- 18: pemeriksaan klinis (suhu tubuh, frekuensi nadi,frekuensi nafas), berat badan dan pemeriksaan darah

Minggu ke-3, 7,11, 15 dan ke-19: pemeriksaan klinis, berat badan, tekanan darah, EKG, USG (data normal), kemudian diberi perlakuan Xylazine-Ketamine

Minggu ke-4, 8, 12, 16 dan ke-20: pemeriksaan klinis, berat badan, tekanan darah, EKG, USG, kemudian diberi perlakuan zolazepam-tiletamine

Gambar

Gambar 5. Right parasternal long axis-view (O′Grady  & O′Sillivan  2010)
Gambar 8.  M-mode pada Left Ventricel ( LV ) level  ( Panninck & d′Anjou 2008)
Gambar 9.  Left Apical View ( Panninck & d′Anjou 2008).
Gambar 10. Left Parasternal Short Axis View  ( Panninck & d′Anjou 2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih

Drainase Bawah Permukaan tanah adalah sistim drainase yang di alirkan dibawah tanah ( tanam ) biasanya karena sisi artistik atau pada suatu area yang tidak memungkinkan

Produk yang kami Tenda terpal, tenda sarnafil, tenda kerucut, tenda kafe, tenda pleton, tenda promosi, payung promosi, tenda payung jati, tarpaulin pvc, tenda gudang, tenda

Pada terbitan ini diawali dengan tulisan tentang eksistensi usaha petani budidaya ikan nila, analisis beban kerja produksi perusahaan pembekuan ikan, analisis pemasaran ikan

Kebakaran hutan juga disebabkan ulah manusia yang melakukan aktivitas seperti pembukaan lahan dengan membakar hutan pada akhirnya terjadi polusi udara akibat kabut asap

Angka Ramalan (ARAM) II produksi kacang hijau Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 diperkirakan sebesar 70,95 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan produksi sebesar 40,54 ribu

Merupakan suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan seluruh potensi yang ada dari seluruh bagian dalam suatu kelompok orang atau badan atau organisasi untuk

Pada penelitian Pradika (2017) menunjukkan hasil bahwa likuiditas yang diproksikan current ratio tidak berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern. Hasil pengujian