• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT KAITANNYA DENGAN

DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL

DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SURINI. Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan EKO SRI WIYONO.

Informasi mengenai daerah penangkapan ikan potensial sangat penting dalam kesuksesan operasi penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan dipengaruhi oleh faktor oseanografi salah satunya suhu permukaan laut (SPL). Suhu permukaan laut di Teluk Lampung hasil pengukuran satelit dan hasil tangkapan tongkol, kembung dan teri di PPI Lempasing digunakan untuk menduga daerah penangkapan potensial. Sebaran SPL di perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 malam hari berkisaran 27.22-28.91 ⁰C (s2=0.4), sedangkan siang hari berkisaran 27.99-30.16 ⁰C (s2=0.3). Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Lempasing cukup beragam yang didominasi oleh ikan tongkol (41%), teri (22.9%) dan kembung (12.2%). Ikan tongkol dominan tertangkap pada ukuran 21.0-27.0 cm (32.10%), kembung 16.8-20.1 cm (57.5%). Suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Daerah penangkapan potensial pada bulan Juli 2012 untuk ikan tongkol terdapat di perairan Condong, Kelagian, Legundi, Puhawang, Tanjung Putus dan Tegal, untuk ikan kembung terdapat di Kelagian dan ikan teri terdapat di sekitar pulau Condong dan Kelagian. Kata kunci : daerah penangkapan, SPL

ABSTRACT

SURINI. The Relation Temperature of Sea Surface Variability and Catch Rate of Small Pelagic Fish in Lampung Bay Waters. Supervised by DOMU SIMBOLON dan EKO SRI WIYONO.

The information about potential fishing grounds are very important for fishing effectivity. Fishing ground was influence by oceanography factors such as sea surface temperature (SST). The measurement of sea surface temperature by satellite and Auxis thazard catch, Rastrelliger sp. catch and anchovy catch can be used to estimate the potential fishing grounds. The distribution of sea surface temperature in Lampung Bay in July 2012 at the nighttime was about 27.99-30.16 0

C (s2=0.4), while at the daytime was about 27.99-30.16 ⁰C (s2=0.3). The catches landed in PPI Lempasing consisted of 40 species and most of them was Auxis thazard (41%), followed by Rastrelliger sp. (12.2%) and anchovy (22.9%). Most of caught Auxis thazard was about 21.0-27.0 cm (32.10%), Rastrelliger sp. was about 16.8-20.1 cm (57.5%). The colleration of SST and the catch was not significant. The potential fishing grounds for Auxis thazard in July 2012 were around Condong, Kelagian, Legundi, Puhawang, Tanjung Putus and Tegal Islands, for Rastrelliger sp. was around Kelagian Island, and for anchovy was around Condong and Kelagian Island

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT KAITANNYA DENGAN

DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL

DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG

SURINI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung Nama : Surini

NIM : C44090038

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Ir Domu Simbolon, MSi Pembimbing I

Dr Ir Eko Sri Wiyono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah daerah penangkapan ikan, dengan judul Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Domu Simbolon, MSi dan Dr Ir Eko Sri Wiyono, MSi selaku pembimbing, Dr Mustarudin STP. MSi selaku penguji, Vita Rumanti Kurniawati SPi. MT selaku Komisi Pendidikan serta Kepala PPI Lempasing beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, teman-teman kontrakan, teman-teman PSP 46 atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Jenis dan sumber data 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

Analisis suhu permukaan Laut 4

Variabilitas 4

Analisis hasil tangkapan 5

Hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan 5

Pendugaan daerah penangkapan ikan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Perairan Teluk Lampung 7

Komposisi Jumlah dan Jenis Hasil Tangkapan 8

Ukuran Panjang Ikan 10

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Jumlah Hasil Tangkapan 11

Ikan tongkol (Euthynnus sp.) 11

Ikan kembung (Rastreliger sp.) 11

Ikan teri (Stolephorus sp.) 12

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Ukuran Hasil Tangkapan 13

Ikan tongkol (Euthynnus sp.) 13

Ikan kembung (Rastreliger sp.) 14

Penyebaran daerah penangkapan ikan 15

(10)

DAFTAR TABEL

1. Kisaran koefisien korelasi 6

2. Penilaian indikator DPI 7

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Penelitian 2

2. Sebaran suhu permukaan laut siang dan malam pada bulan Juli 2012 7 3. Jumlah ikan yang dominan tertangkap pada bulan Juli 2012 8 4. Nilai CPUE ikan dominan tertangkap menurut jenis alat tangkap

di perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 9 5. Hubungan SPL rata-rata dengan hasil tangkapan ikan tongkol

pada bulan Juli 2012 11

6. Hubungan SPL rata-rata dengan hasil tangkapan ikan kembung

pada bulan Juli 2012 12

7. Hubungan SPL rata-rata dengan hasil tangkapan ikan teri pada

bulan Juli 2012 13

8. Diagram pencar SPL dengan ukuran panjang ikan tongkol 14 9. Diagram pencar SPL dengan ukuran panjang ikan kembung 15 10. Daerah penangkapan ikan tongkol yang potensial pada bulan Juli

2012 16

11. Daerah penangkapan ikan kembung yang potensial pada bulan

Juli 2012 17

12. Daerah penangkapan ikan teri yang potensial pada bulan Juli 2012 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sebaran SPL siang dan malam pada bulan Juli 2012 22

2. Perhitungan standar deviasi dan varian SPL 26

3. Jenis dan komposisi hasil tangkapan di PPI Lempasing pada

bulan Juli 2012 28

4. Frekuensi ukuran panjang hasil tangkapan pada bulan Juli 2012 29 5. Hubungan SPL dengan hasil tangkapan pada bulan Juli 2012 30 6. Hubungan suhu permukaan laut dengan ukuran ikan 32

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sirkulasi perairan Teluk Lampung dipengaruhi oleh tiga massa air yaitu massa air berasal dari Laut Jawa, Samudra Hindia dan campuran dari keduanya. Dengan demikian,, kondisi perairan dalam hal ini suhu permukaan laut Teluk Lampung sangat menarik untuk diteliti.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menyebutkan potensi perikanan Selat Sunda yang termasuk didalamnya adalah Teluk Lampung merupakan bagian dari WPP 572 mencapai 565.200 ton/tahun dengan potensi ikan pelagis sebanyak 315.900 ton/tahun. Berdasarkan data tersebut maka sektor perikanan, terutama ikan pelagis di Teluk Lampung memiliki peluang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara lebih optimal.

Pola kehidupan ikan tidak dapat dipisahkan dari parameter oseanografi yang meliputi suhu, salinitas, arus, dan kandungan klorofil a. Parameter oseanografi, termasuk suhu perairan dapat dijadikan pedoman dalam menentukan daerah penangkapan ikan potensial. Hal tersebut disebabkan setiap spesies ikan memiliki kisaran suhu optimal untuk penyebaran dan penangkapan. Dengan demikian,, variabilitas suhu berpengaruh terhadap penyebaran ikan di suatu perairan.

Pengukuran suhu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung (in-situ) dan tidak langsung melalui teknologi penginderaan jauh (eks-situ). Pengamatan terhadap laut Indonesia yang luas lebih efektif dan efisien dilakukan secara eks-situ karena pengamatan in-situ akan membutuhkan biaya yang sangat tinggi, waktu yang lama, dan energi yang cukup banyak.

Mengingat potensi perikanan di perairan Teluk Lampung yang cukup besar maka dibutuhkan kajian yang sistematis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap optimalisasi operasi penangkapan ikan. Salah satu dari faktor-faktor yang dimaksud adalah daerah penangkapan ikan. Informasi tentang daerah penangkapan ikan yang potensial masih kurang atau terbatas dewasa ini di perairan Teluk Lampung. Informasi mengenai daerah penangkapan ikan yang potensial dapat menghemat biaya operasi dan mencegah terjadinya penangkapan ikan yang berukuran kecil.

(12)

2

Tujuan

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1) Menentukan sebaran dan variabilitas suhu permukaan laut;

2) Menentukan komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan, serta ukuran ikan yang dominan tertangkap;

3) Menganalisis hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan pelagis dan

4) Memprediksi daerah penangkapan ikan pelagis. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi terkait daerah penangkapan ikan pelagis potensial di perairan Teluk Lampung kepada pihak terkait (nelayan dan pemilik kapal). Output yang diperoleh diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan, kaitannya dengan variabilitas sebaran suhu permukaan laut.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah pengambilan data lapang yang dilakukan dari Juli sampai Agustus 2012 di perairan Teluk Lampung (Gambar 1). Tahap kedua ialah men-download data citra sebaran suhu permukaan laut dari internet (www.oceancolor.gsfc.nasa.gov) yang dilaksanakan dari Desember 2012.

(13)

3 Alat

Alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut: 1) Penggaris digunakan mengukur panjang ikan;

2) Alat tulis digunakan mencatat ukuran hasil tangkapan; 3) Kamera digital untuk dokumentasi penelitian;

4) Microsoft excel, SeaDAS, digunakan untuk menghitung analisis korelasi, menentukan suhu permukaan laut pada tiap titik, membuat peta sebaran suhu permukaan laut; dan

5) Kuisioner untuk mempermudah memperoleh data primer. 6) Peta Teluk Lampung

Jenis dan Sumber Data

Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi spesies ikan yang tertangkap, jumlah ikan yang tertangkap berdasarkan spesies, ukuran panjang ikan yang dominan tertangkap, posisi dan waktu operasi penangkapan ikan. Data primer diperoleh dari armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Lempasing. Data sekunder berupa suhu permukaan laut yang diperoleh dari internet (www.oceancolor.gsfc.nasa.gov).

Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kasus. Objek penelitian adalah armada penangkapan yang spesies target tangkapannya ikan pelagis dan umumnya one day fishing yaitu payang dan purse seine. Seluruh armada yang ada di PPI Lempasing merupakan populasi. Selanjutnya, populasi armada tersebut ditentukan subpopulasi, dan subpopulasi yang diambil meliputi armada payang (N1 = 63), dan purse seine (N2 = 44). Masing-masing subpopulasi diambil sebanyak 10% dari jumlah subpopulasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gay dan Diehl (1992), bahwa sampel yang diambil minimal 10% dari subpopulasi. Oleh sebab itu, jumlah sampel yang diambil dari payang sebanyak 6 kapal dan 4 kapal untuk sampel purse seine.

Metode pengumpulan data dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa jumlah hasil tangkapan, jenis hasil tangkapan dan posisi penangkapan diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner oleh nelayan selama 1 bulan. Responden yang relevan adalah nahkoda atau kapten kapal dan anak buah kapal (ABK) dari kapal sampel. Penentuan responden dipilih dengan pertimbangan bahwa kapten dianggap mengetahui posisi dan waktu penangkapan, sedangkan ABK mengetahui jumlah dan jenis hasil tangkapan. Posisi penangkapan dapat ditentukan melalui peta lokasi penangkapan ikan dengan menandai posisi yang menjadi daerah penangkapan ikan.Data ukuran panjang ikan yang dominan tertangkap pada setiap posisi daerah penangkapan dilakukan dengan pengamatan langsung. Sampel ikan diperoleh secara acak setelah hasil tangkapan disortir menurut jenis/spesies, tetapi belum disortir menurut ukuran ikan. Sampel ikan yang diambil sebanyak 30 ekor.

(14)

4

posisi dan waktu yang bersamaan dengan kegiatan penangkapan ikan dan informasi lainnya yang erat kaitannya dengan topik penelitian.

Analisis Data

Analisis suhu permukaan laut

Data suhu permukaan laut diketahui dengan men-download data melalui situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data tersebut Selanjutnya, diolah untuk memperoleh nilai dan gambaran sebaran suhu permukaan laut di Teluk Lampung. Proses awal yang dilakukan adalah men-download data level 3 composite data 3 harian dengan resolusi spasial 4 km. Data yang dipilih dengan format HDF (Hierarchical Data Format) merupakan data yang tampilannya sudah datar (flat). Data hasil download diekstrak terlebih dahulu sehingga data tersebut dapat diolah lebih lanjut.

Langkah pertama adalah croping atau pemotongan citra melalui program display yang terdapat pada menu SeaDAS. Tahap croping dilakukan pada lokasi penelitian yaitu Teluk Lampung. Pengaturan untuk ukuran pixel and line sample rate dirubah menjadi 1. Setelah itu load data suhu permukaan laut yang sudah dipotong. Terdapat tiga output dari hasil pengolahan SeaDAS yaitu output gambar dengan ekstensi PNG (*.PNG), ASCII, dan binary. Pengolahan data menggunakan SeaDAS yang dipilih adalah output ekstensi ASCII. Output dalam bentuk ASCII tersebut Selanjutnya, digunakan untuk mengetahui sebaran suhu permukaan laut yang ada pada lokasi penelitian.

Penentuan nilai suhu permukaan laut diperoleh dari data ASCII hasil pengolahan perangkat lunak, Selanjutnya, diproses di Microsoft Excel 2007. Data tersebut diimpor dan disimpan ulang dalam ekstensi xls (*.xls) ataupun dalam ekstensi yang lain untuk mempermudah pada proses Selanjutnya,.

Pembuatan peta sebaran suhu permukaan laut diperoleh dari data hasil pengolahan dari Microsoft Excel 2007 diolah kembali menggunakan software surfer 9,0 untuk meperoleh peta sebaran suhu permukaan laut serta garis konturnya.

Nilai dominan dari suhu permukaan laut pada daerah penelitian disajikan dalam grafik dan Selanjutnya, dianalisis sebarannya menurut waktu operasi penangkapan. Di samping itu pada analisis ini juga dilihat pergerakan suhu permukaan laut secara spasial dengan melihat sebaran suhu permukaan laut harian pada perairan Teluk Lampung.

Variabilitas

Variabilitas atau keragaman data (sampel) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono 2011).

= ∑ ( − )

−1

(15)

5

Jika nilai V ≤ 15% maka data dikatakan seragam Jika nilai V > 15% maka data dikatakan menyebar Analisis hasil tangkapan

Hasil tangkapan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil tangkapan yang diperoleh dari masing-masing sampel selama penelitian digabung untuk menganalisis komposisi hasil tangkapan berdasarkan skala penyebaran daerah penangkapan ikan.

Hasil tangkapan disajikan menurut CPUE per alat tangkap yaitu payang dan purse seine. Nilai CPUE diperoleh dari perbandingan hasil tangkapan dengan jumlah trip payang dan purse seine (King 1995 vide Purnamaningtyas 2006).

= ℎ ( )

ℎ ( )

Ukuran hasil tangkapan disajikan menurut kelompok ukuran yang diperoleh dengan cara menghitung selang kelas.

= 1 + 3.32 ( ) maturity). Ukuran hasil tangkapan dikelompokkan menjadi ikan yang layak tangkap dan tidak layak tangkap. Pengelompokan ini diperoleh dengan cara membandingkan ukuran hasil tangkapan dengan nilai LM. Apabila ukuran hasil tangkapan kurang dari LM maka ikan tersebut dikatakan tidak layak tangkap, dan ukuran hasil tangkapan lebih besar atau sama dengan LM maka ikan dikatakan layak tangkap.

Hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan

(16)

6

Tabel 1 Kisaran koefisien korelasi

r korelasi

r = 0 tidak ada korelasi 0 < r <0.2 korelasi sangat rendah 0.2 < r < 0.4 korelasi rendah

0.4 < r < 0.7 korelasi yang cukup berarti 0.7 < r < 0.9 korelasi yang tinggi, kuat 0.9 < r < 1.0 korelasi sangat tinggi r = 1 korelasi sempurna. Sumber : Hasan 2003

Pendugaan daerah penangkapan ikan

Daerah penangkapan ikan dapat ditentukan menggunakan metode skoring dengan menggunakan tiga indikator, yaitu ukuran panjang hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan dan suhu permukaan laut (Tabel 2). Pendugaan daerah penangkapan ikan berdasarkan indikator ukuran panjang ikan hasil tangkapan diperoleh dengan cara membandingkan panjang ikan dengan LM dari masing-masing jenis ikan. Daerah penangkapan ikan berdasarkan indikator jumlah/produktivitas hasil tangkapan diduga dengan nilai CPUE.

Pendugaan daerah penangkapan ikan berdasarkan sebaran suhu permukaan laut optimum dan tidak optimum diawali dengan analisis hubungan antara SPL dengan hasil tangkapan. Jika SPL berpengaruh terhadap hasil tangkapan, maka suhu dapat dijadikan sebagai indikator DPI dan ditentukan kisaran suhu optimum untuk penangkapan. Akan tetapi jika suhu tidak memiliki hubungan dengan hasil tangkapan, maka suhu tidak digunakan sebagai indikator daerah penangkapan ikan.

Perbedaan kriteria CPUE tinggi dan rendah memiliki selisih nilai 2. Perbedaan kriteria suhu permukaan laut optimal dan tidak optimal juga memiliki selisih nilai 2. Sebaliknya, pada kriteria ukuran ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap memiliki selisih nilai yang lebih besar yaitu 4. Perbedaan pemberian skor yang tinggi pada kategori ukuran ikan sangat penting demi keberlanjutan ekosistem perairan. Penentuan daerah penangkapan ikan tidak hanya berorientasi finansial tapi juga orientasi ekologi.

(17)

7 Tabel 2 Penilaian indikator DPI

Kriteria DPI Skor

Ukuran Panjang ikan ≥ LM (layak tangkap) Potensial 6 Panjang ikan < LM (tidak layak tangkap) Tidak potensial 2 CPUE CPUE ≥ CPUE rata-rata (tinggi) Potensial 6 CPUE < CPUE rata-rata (rendah) Tidak potensial 4

Suhu Suhu optimal Potensial 6

Suhu tidak optimal Tidak potensial 4

LM : Length at first maturity

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Teluk Lampung

Suhu permukaan laut malam dan siang hari di Teluk Lampung pada Juli 2012 cenderung fluktuatif (Gambar 2). Suhu malam hari berkisar 27.22-28.91 ⁰C dengan suhu rata-rata 28.39 ⁰C. Suhu siang hari berkisar 27.99-30.16 ⁰C dengan suhu rata-rata 29.12 ⁰C. Sebaran suhu permukaan laut siang dan malam dapat dilihat pada Lampiran 1.

Varian merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok data (Sugiyono 2011). Hasil perhitungan nilai varian pada Lampiran 2 diperoleh nilai varian gabungan sebesar 0.5 (V = 2.45%), siang 0.3 (V = 1.85%) dan malam 0.4 (V = 2.25%). Nilai koefisien keragaman (V) sebaran SPL masih dikatakan seragam, karena nilai V lebih kecil dari 15%.

(18)

8

dibandingkan dengan siang hari, karena pada tanggal tersebut terjadi penutupan awan pada Teluk Lampung. Awan akan menyerap dan menyebarkan sinar-sinar yang datang (Hutabarat et al. 1985). Selanjutnya, jika dalam perjalanannya radiasi sinar matahari bertemu dengan benda yang memiliki dimensi yang sangat kecil (awan) maka akan mengalami pemantulan, pembiasan dan penghamburan (Tjasyono dan Bayong 2004), sehingga radiasi matahari yang sampai ke bumi berkurang.

Suhu permukaan laut yang lebih hangat terdapat pada daerah timur Teluk Lampung. Hal tersebut disebabkan pada bulan Juli arus yang berasal dari Laut Jawa menuju Selat Sunda kemudian masuk kearah Teluk Lampung (Oktavia 2011). Air yang berasal dari laut jawa memiliki suhu yang lebih hangat dari pada air yang ada di Samudera Hindia (DKP 2002).

Komposisi Jumlah dan Jenis Hasil Tangkapan

Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Lempasing periode Juli 2012 cukup beragam dengan jumlah 36.71 ton (Lampiran 3). Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil tersebut adalah payang dan purse seine. Ikan yang dominan tertangkap adalah ikan tongkol sebanyak 41%, kembung sebanyak 12% dan teri sebanyak 22.9% (Gambar 3).

Payang yang berbasis di PPI Lempasing terdiri atas payang yang beroperasi siang hari dan malam hari. Payang yang beroperasi pada malam hari menggunakan waring, sedangkan payang yang beroperasi siang hari menggunakan jaring berukuran 1 inci. Metode pengoperasian payang pertama adalah menentukan atau mencari gerombolan ikan. Selanjutnya, kapal digerakkan untuk mengintari gerombolan ikan tersebut. Nakoda kapal bertugas mengarahkan kapal mendekati gerombolan ikan. Kapal secara perlahan mengintari gerombolan ikan sambil menurunkan payang. Setelah payang melingkar sempurna tali selambar ditarik oleh para ABK. Tali selambar kanan dan kiri ditarik secara bersamaan agar ikan masuk tepat ke kantong atau memperkecil kemungkinan ikan

(19)

9 meloloskan diri. Payang yang beroperasi pada malam hari menggunakan alat bantu lampu senter untuk mempermudah mencari gerombolan ikan.

Purse seine dioperasikan pada malam hari menggunakan lampu yang sebelumnya telah dipasang terlebih dahulu. Lampu petromax besar dipasang dan ditunggu sampai 4-5 jam atau sampai sekiranya ikan sudah berkumpul mengelilingi lampu tersebut. Selanjutnya, lampu petromax besar diganti dengan lampu petromax yang berukuran lebih kecil oleh ABK dengan cara berenang agar ikan berkumpul di tengah. Kapal digerakkan oleh nakoda menuju lampu tersebut sambil menurunkan jaring, kecepatan kapal dalam menurunkan jaring berpengruh terhadap hasil tangkapan. Tali selambar kemudian ditarik menggunakan alat bantu line hauller.

Nilai CPUE per alat tangkap disajikan pada Gambar 4, berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai yang paling tinggi adalah ikan teri (177 kg/trip) yang ditangkap menggunakan payang. Ikan teri yang ditangkap menggunakan purse seine memiliki nilai CPUE paling kecil (12.00 kg/trip). Ikan teri banyak tertangkap menggunakan payang karena umumnya tertarik pada cahaya lampu. Seperti halnya pendapat Genisa (1998), bahwa ikan kecil seperti ikan teri, kembung, tembang dan selar menyukai cahaya. Oleh sebab itu, ketika alat tangkap payang dan purse seine dioperasikan ikan teri ikut tertangkap.

Gambar 4 Nilai CPUE ikan dominan tertangkap menurut jenis alat tangkap di perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012

(20)

10

Ukuran Panjang Ikan

Menurut Nontji (2005) ikan tongkol memijah di dekat pantai, ikan ini banyak ditangkap menggunakan payang dan purse seine. Hasil tangkapan ikan tongkol yang didaratkan memiliki ukuran bervariasi (Lampiran 4). Ikan tongkol paling banyak tertangkap pada ukuran 21-27 cm sebanyak 32.1%, sedangkan ukuran yang paling sedikit tertangkap 49-55 cm sebanyak 1.8%.

Ikan tongkol yang layak tangkap adalah saat ikan tersebut tertangkap paling tidak sudah pernah memijah minimal satu kali yaitu lebih besar atau sama dengan 28 cm. Seperti halnya penelitian Yusfihandayani (2004) ikan tongkol yang ada di perairan Selat Sunda pertama kali memijah pada ukuran 28-30 cm. Ikan tongkol yang tertangkap lebih kecil dari 28 cm maka ikan tersebut belum layak tangkap. Ikan tongkol yang tertangkap lebih besar atau sama dengan 28 cm maka ikan tersebut layak tangkap. Ikan tongkol tidak layak tangkap yang di daratkan di PPI Lempasing sebesar 54% dan ikan yang layak tangkap sebesar 46%.

Ikan kembung merupakan ikan pemakan plankton (Nontji 2005) yang dapat ditangkap menggunakan purse seine. Ukuran hasil tangkapan kembung cenderung bervariasi (Lampiran 4). Ikan kembung paling banyak tertangkap pada ukuran 16.8-20.0 cm sebesar 57.5%. Sebaliknya, ukuran yang paling sedikit tertangkap adalah 27.0-30.3 sebanyak 1.1%.

Ikan kembung layak tangkap adalah yang memiliki ukuran lebih besar atau sama dengan LM (19 cm). Lagi pula menurut Zamroni et al. (2008) ukuran LM untuk ikan kembung di perairan Utara Jawa berkisar 19-20 cm. Ikan kembung tidak layak tangkap yang berada di perairan Teluk Lampung sebanyak 53% dan ukuran yang layak tangkap sebanyak 47%.

Ukuran pertama kali ikan matang gonad (LM) ikan berbeda-beda menurut spesies dan letak geografisnya. Sehubungan dengan itu Zamroni et al. (2008) mengatakan nilai LM ikan kembung yang ada di Perairan Jawa berkisar 19-20 cm, sedangkan menurut Mosse (1996) bahwa ukuran LM ikan kembung di perairan Pulau Ambon sebesar 24 cm. Perbedaan nilai LM pada tiap daerah mengindikasikan bahwa letak geografi berpengaruh terhadap ukuran LM. Seperti halnya pendapat Sjafei et al. (1992) bahwa ikan-ikan yang sama spesiesnya juga berbeda matang gonadnya jika letak geografis perairannya berbeda.

Ikan yang ditangkap menggunakan purse seine dan payang banyak yang tidak layak tangkap. Purse seine dan payang di PPI Lempasing memiliki ukuran mata jaring yang kecil (1 inci), sehingga ikan kembung yang berukuran kecil juga ikut tertangkap (selektivitas alat tangkap rendah). Oleh sebab itu,, perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan ukuran mata jaring yang optimum untuk meningkatkan selektivitas alat tangkap, sehingga ikan yang berukuran kecil tidak ikut tertangkap. Selanjutnya, pemerintah daerah juga harus berperan aktif dalam pengaturan penentuan ukuran hasil tangkapan yang layak tangkap serta mengawasi penggunaan ukuran mata jaring yang terlalu kecil.

(21)

11 demikian, untuk ikan teri tidak dibahas hubungan antara suhu permukaan laut dengan LM.

Ikan yang tertangkap di bawah ukuran LM mengindikasikan bahwa masih banyak nelayan yang menangkap ikan hanya berorientasi finansial tanpa melihat orientasi ekologi. Apabila hal ini terus dilakukan akan menyebabkan kelangkaan sumber daya ikan yang Selanjutnya, berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem.

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Jumlah Hasil Tangkapan

Ikan tongkol (Euthynnus sp.)

Ikan tongkol tertangkap pada suhu 27.90-30.16 ⁰C (Gambar 5), seperti halnya penelitian Muklis et al. (2009) bahwa kisaran suhu yang sesuai untuk distribusi ikan tongkol adalah 27.00-30.10 ⁰C. Oleh sebab itu, hampir semua ikan tongkol tertangkap pada kisaran suhu optimal tersebut.

Fluktuasi hasil tangkapan ikan tongkol (ikan pelagis) disebabkan oleh migrasi secara vertikal. Selanjutnya, Nahib et al. (2010) mengatakan bahwa, beberapa jenis ikan pelagis akan berenang lebih dalam apabila suhu permukaan perairan hangat (28.00 ⁰C). Oleh sebab itu,, ketika ikan tongkol berenang lebih dalam alat tangkap payang dan purse seine tidak mampu menjangkaunya.

Gambar 5 Hubungan SPL rata-rata dengan hasil tangkapan ikan tongkol pada bulan Juli 2012

Ikan kembung (Rastreliger sp.)

Ikan kembung tertangkap pada kisaran suhu 27.20-28.90 ⁰C (Gambar 6), hal tersebut sesuai dengan pendapat Zen et al. (2005). Menurut Zen et al. (2005) suhu permukaan laut yang optimal untuk penangkapan ikan kembung berkisar 28.82-30.48 ⁰C. Selanjutnya, Jamil et al. (2010) menyatakan bahwa ikan kembung memiliki pusat konsentrasi pada kisaran suhu 28.50-29.50 ⁰C.

(22)

12

Hasil tangkapan paling tinggi terdapat pada tanggal 24 Juli ketika terjadi bulan gelap (Gambar 6). Perikanan light fishing seperti purse seine efektif dilakukan saat bulan gelap. Seperti halnya pendapat Genisa (1998) bahwa, pada saat bulan purnama/terang sulit dilakukan penangkapan menggunakan lampu karena cahaya terbagi rata. Selanjutnya, untuk penangkapan dengan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya lampu terbias sempurna ke dalam air. Lagi pula pada saat bulan terang nelayan tidak melakukan operasi penangkapan ikan sehingga hasil tangkapan kembung yang didaratkan di PPI Lempasing berkurang. Ikan teri (Stolephorus sp.)

Ikan teri tertangkap pada kisaran suhu 28.00-29.50 ⁰C (Gambar 7). Seperti halnya penelitian Wachjuni (1982) vide Murdiyanto et al. (1984), bahwa suhu permukaan laut yang sesuai untuk penangkapan ikan teri berkisar 29.00 ⁰C. Hasil tangkapan paling banyak terjadi pada tanggal 14 Juli ketika terjadi bulan terang. Akan tetapi ikan kembung banyak tertangkap pada saat bulan gelap, hal ini mengindikasikan bahwa perikanan light fishing tidak hanya dipengaruhi oleh cahaya lampu namun juga dipengaruhi faktor cuaca, faktor oseanografi dan faktor operasi penangkapan ikan. Seperti halnya menurut Simbolon (2004) bahwa ketika terjadi cuaca yang buruk atau terang bulan maka operasi penangkapan tidak efektif. Selanjutnya, keberhasilan operasi penangkapan ikan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor oseanografi namun juga dipengaruhi oleh faktor teknis operasi penangkapan ikan (Syahdan et al. 2007).

(23)

13

Hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan disajikan pada Lampiran 5. Nilai koefisien korelasi antara suhu permukaan laut dengan ikan tongkol (r = 0.18), kembung (r = 0.21) dan teri (r = 0.11) tidak menunjukkan hubungan yang kuat/nyata, sebab ikan tertangkap pada kisaran suhu yang dapat ditoleransi. Berikutnya menurut Simbolon (2007) jika sebaran suhu perairan masih berada pada kisaran nilai yang dapat ditoleransi ikan, maka suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap keberadaan ikan.

Fluktuasi hasil tangkapan selain dipengaruhi oleh suhu permukaan laut juga diduga disebabkan oleh produktivitas primer. Seperti halnya pendapat Ati dan Kepel (2006), bahwa fitoplankton merupakan tumbuhan akuatik penyumbang energi terbesar walaupun fitoplankton menghuni suatu lapisan permukaan yang tipis dimana terdapat cukup cahaya matahari (16% dari intensitas cahaya permukaan). Selanjutnya, kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh kelimpahan zooplankton yang menunjukkan pergantian fungsi antara keduanya, menyebabkan zooplankton dikontrol oleh kelimpahan fitoplankton pada suatu waktu begitu pula Sebaliknya, (Kaswadji 2008).

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Ukuran Hasil Tangkapan

Ikan tongkol (Euthynnus sp.)

Uji statistik SPL dengan ukuran hasil tangkapan ikan tongkol disajikan pada Lampiran 6 dan memperlihatkan hubungan yang rendah (r = 0.21). Ikan yang berukuaran besar (≥ 28 cm) dominan tertangkap pada kisaran suhu 29.00-30.00 ⁰C, dan ikan yang berukuran kecil (< 28 cm) dominan tertangkap pada suhu 29.00-30.00 ⁰C (Gambar 8). Hal ini mengindikasikan ikan tongkol ukuran besar/dewasa tersebar pada kisaran SPL yang lebih lebar (28.00-30.00 ⁰C) sedangkan tongkol ukuran kecil/muda tersebar pada kisaran SPL yang lebih sempit (29.00-30.00 ⁰C).

Ikan tongkol yang berukuran besar tertangkap pada kisaran SPL yang bervariasi, sedangkan ikan yang berukuran kecil tertangkap pada kisaran suhu Gambar 7 Hubungan SPL rata-rata dengan hasil tangkapan ikan teri pada bulan

(24)

14

yang homogen. Seperti halnya pernyataan Simbolon (2004) bahwa ikan yang berukuran besar umumnya memiliki adaptasi pada berbagai kisaran suhu perairan karena dipengaruhi oleh sistem metabolisme yang baik.

Gambar 8 Diagram pencar SPL dengan ukuran panjang ikan tongkol

Ikan kembung (Rastreliger sp.)

Uji statistik suhu permukaan laut dengan ukuran hasil tangkapan kembung menunjukkan hubungan sangat rendah (r = 0.04) dan disajikan pada Lampiran 6. Akan tetapi, pada diagram pencar (Gambar 9) terlihat ikan kembung yang berukuran besar (≥ 19.6 cm) dominan tertangkap pada suhu 27.00-29.00 ⁰C, sedangkan ikan yang berukuran kecil (< 19.6) tertangkap pada suhu 27.00-30.00

⁰C.

Ikan kembung yang besar menyukai kisaran suhu 27.00-29.00 ⁰C, di samping itu menurut Burhanudin et al. (1984) bahwa ikan kembung memijah pada kisaran suhu 28.00-29.30 ⁰C. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kembung dewasa lebih terkonsentrasi pada kisaran suhu yang lebih sempit dibandingkan dengan kembung yang masih kecil/muda. Apabila dikaitkan dengan pendapat Burhanudin et al. (1984), maka pemilihan suhu pada interval sempit pada ikan dewasa diduga sebagai persiapan untuk melakukan pemijahan. Walau demikian perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kisaran SPL untuk pemijahan kembung di Teluk Lampung.

(25)

15

Gambar 9 Diagram pencar SPL dengan ukuran panjang ikan kembung

Penyebaran daerah penangkapan ikan

Penentuan daerah penangkapan ikan didasarkan pada tiga indikator, yaitu CPUE, ukuran hasil tangkapan dan suhu permukaan laut. Penentuan daerah penangkapan ikan periode Juli 2012 dapat dilihat pada Lampiran 7. Kondisi daerah penangkapan dibagi menjadi dua yaitu: kategori potensial dan tidak potensial. Nelayan yang berbasis di PPI Lempasing pada bulan Juli hanya melakukan operasi penangkapan ikan dibagian barat Teluk Lampung dengan pertimbangan DPI mudah dijangkau.

Ikan tongkol (Euthynnus sp.)

(26)

16

Ikan kembung (Rastreliger sp.)

Pendugaan daerah penangkapan ikan kembung disajikan pada Gambar 11. Indikator yang digunakan untuk menduga DPI kembung adalah ukuran hasil tangkapan, CPUE dan SPL. Daerah penangkapan ikan yang potensial terdapat di Pulau Piabung. Daerah penangkapan yang tidak potensial terdapat pada Pulau Balak, Condong, Legundi, Puhawang, Kelagian, Tegal dan Tangkil. Daerah penangkapan ikan kembung di perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 lebih banyak yang tidak potensial dibandingkan dengan yang potensial.

(27)

17

Ikan teri (Stolephorus sp.)

Pendugaan daerah penangkapan ikan teri menggunakan indikator SPL dan CPUE disajikan pada Gambar 12. Daerah penangkapan yang potensial terdapat di Pulau Condong dan Kelagian, sedangkan DPI yang tidak potensial terdapat di Pulau Balak, Legundi dan Puhawang. Daerah penangkapan ikan teri di perairan Teluk Lampung lebih banyak yang tidak potensial dari pada yang potensial.

Suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini disebabkan masih ada faktor lain yang mempengaruhi hasil tangkapan baik faktor oseanografi maupun faktor-faktor teknis produksi. Penentuan DPI ikan pelagis hanya berdasarkan indikator CPUE, ukuran hasil tangkapan dan SPL belum tentu akurat sebaiknya perlu pengamatan yang lebih intensif pada parameter-parameter yang lain (Simbolon 2003).

Kegiatan penangkapan ikan di Teluk Lampung yang ada saat ini sudah berada pada kondisi yang mengkhawatirkan (Lampiran 7). Hal ini terlihat dari nilai CPUE yang tinggi namun hasil tangkapan banyak yang berukuran lebih kecil dari LM (kecil). Kondisi ini dapat diartikan bahwa nelayan terus melakukan penangkapan untuk menutupi biaya produksi yang tinggi tanpa melihat kondisi lingkungan.

Mengingat kondisi sumber daya perikanan yang mengkhawatirkan maka perlu pengembangan teknologi penangkapan ikan di perairan Teluk Lampung lebih difokuskan pada jenis alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini

(28)

18

diharapkan operasi penangkapan ikan tidak merusak habitat dan dapat mempertahankan kelestarian sumber daya perikanan di Teluk Lampung. Seperti halnya menurut Hariyanto et al. (2008), teknologi penangkapan yang dapat dikembangkan di Teluk Lampung adalah bubu dan pancing untuk memanfaatkan komoditas potensial yaitu krustacea dan ikan lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1) SPL di perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 malam hari dan siang hari memiliki variabilitas seragam. Suhu malam hari berkisar 27.22-28.91 ⁰C dengan rata-rata 28.39 ⁰C, dan pada siang hari memiliki kisaran 27.99-30.16

⁰C dengan suhu rata-rata 29.12 ⁰C.

(29)

19 21.0-27.0 cm (32.10%). Selanjutnya, ikan kembung tertangkap pada ukuran 10.0-30.0 cm yang didominasi oleh ukuran 16.8-20.1 cm (57.5%). Ikan tongkol tidak layak tangkap lebih dominan dengan komposisi 54:46%, dan ikan kembung dengan komposisi 53:47%.

3) Suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

4) Daerah penangkapan ikan (DPI) tongkol potensial di perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 lebih banyak dibandingkan kategori tidak potensial dan DPI potensial tersebut relatif jauh dari PPI Lempasing yaitu di Perairan Condong, Kelagian, Legundi, Puhawang, Tanjung Putus dan Tegal. Daerah penangkapan potensial ikan kembung lebih sempit dibandingkan dengan daerah penangkapan tidak potensial dan cenderung tersebar di sekitar pantai PPI Lempasing yaitu Pulau Piabung. Daerah penangkapan potensial untuk ikan teri lebih sempit dibandingkan dengan tidak potensial, dan DPI potensial tersebut terdapat di perairan Condong dan Kelagian.

Saran

1) Perlunya penelitian mengenai suhu yang optimal untuk pemijahan ikan kembung.

2) Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang karakteristik oseanografi yang lain, yang mempengaruhi sebaran daerah penangkapan ikan di perairan Teluk Lampung.

DAFTAR PUSTAKA

Ati RNA, Kepel T. 2006. Hubungan struktur komunitas fitoplankton dengan parameter kualitas air di perairan pesisir Pulau Bonerate dan Pulau Kalao bagian timur. Jurnal Segara. 2(1):1-9.

Burhanudin S, Martosejowo S, Adrim M, Hutomo M. 1984. Sumber daya ikan kembung. Jakarta (ID): LIPI.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2002. Peta oseanografi wilayah perairan Indonesia. 7.

(30)

20

Hariyanto T, Baskoro MS, Haluan J, Iskandar BH. 2008. Pengembangan teknologi penangkapan ikan berbasis komoditas potensial di Teluk Lampung. Jurnal Saintek Perikanan. 3(2):44-50.

Hasan I. 2003. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Hutabarat S, M Evans S. Pengantar Oseanografi. Depok (ID): UI Pr.

Jamil S, Marsoedi, Soemarno, Sukoso. 2010. Penentuan daerah konsentrasi ikan kembung lelaki dengan menggunakan model kinesis di perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1(1):(1-2).

Kaswadji R, Hatta M, Umar NA. 2009. Penyusunan model untuk penangkapan berkelanjutan ikan pelagis dengan pendekatan jenjang trofik di Selat Makasar. Jurnal Natur Indonesia. 12(1):67-74.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Estimasi potensi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia. KKP. Mosse JW, Hutubessy BG. 1996. Umur, pertumbuhan dan ukuran pertama kali

matang gonad ikan kembung (Rastreliger kanagurta) dari perairan Pulau Ambon dan sekiranya. J. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Universitas Pattimura. 1(1).

Muklis, Gaol JL, Simbolon D. 2009. Pemetaan daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol di perairan utara NAD. ITKT. 1(1):(24-32).

Murdiyanto B, Arnaya N, Monintja D, Haluan J, Mulyana N. 1984. Studi fish behavior dalam hubungannya dengan fishing: handling dan maintenance ikan teri (Slolephorus spp) dalam pengangkutan. Laporan penelitian. FPIK IPB. Nahib I, Sutrisno D, Suriadi AB, Niendyawati, Rahadiati. 2010. Prediksi Sebaran

Fishing Ground Menggunakan Data Modis Multitemporal, Oseanografi dan Kearifan Lokal Divalidasi dengan Hasil Tangkapan Real yang Terplot Spasial. Bogor (ID):Bakosurtanal.

Nontji A. 2005. Laut Nusantara Ed Revisi. Jakarta (ID): Djambatan.

Oktavia R, Pariwono JI, Manurung P. 2011. Variasi muka laut dan arus geostrofik permukaan Selat Sunda berdasarkan data pasut dan angin tahun 2008. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan. 3(2):127-152.

Purnamaningtyas SE, Sugiarti Y, Hartati SR. 2006. Hasil tangkapan ikan dengan menggunakan bubu di Teluk Saleh, NTB. Seminar Nasional Ikan Iv; Jatiluhur, Indonesia. 255-264.

Simbolon D. 2003. Komposisi hasil tangkapan cakalang hubungannya dengan kondisi suhu, salinitas, dan arus perairan di perairan laut Banda Sulawesi Tenggara. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 3(2):1-12.

Simbolon D. 2004. Suatu studi tentang potensi pengembangan sumberdaya ikan cakalang dan teknologi yang ramah lingkungan. Buletin PSP. 13(1):48-67. Simbolon D. 2007. Pendugaan daerah penangkapan ikan tongkol berdasarkan

pendekatan suhu permukaan laut deteksi satelit dan hasil tangkapan di perairan Teluk Palabuhanratu. Jurnal Litbangda NTT. Kupang. 4:23-30.

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta.

Sjafei D, Raharjo MF, Affandi R, Brojo M, Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan II Reproduksi Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

(31)

21 (Katsuwanus pelamis) di perairan bagian timur Sulawesi Tenggara. Bulletin PSP. 16(2):246-259.

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatlogi Ed Ke-2. Bandung (ID): ITB Pr.

Wijopriono, Mahiswara. 1993. Disain dan karakteristik jaring pukat cincin ukuran sedang di pantai utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 1(3):95-108.

Yusfihandayani R. 2009. Pengaruh perbedaan bahan atraktor terhadap hasil tangkapan ikan pelagis dengan menggunakan payang bugis. Jurnal Kelautan Nasional. 2(Edisi Khusus):77-94.

Zamroni A, Suwarso, Mukhlis NA. 2008. Biologi reproduksi dan genetik populasi ikan kembung (Rastriliger brachysoma, family Scombridae) di pantai Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 14(2):215-226.

(32)

22

Lampiran 1 (lanjutan)

Pengamatan malam hari

Lampiran1 (lanjutan)

Pengamatan malam hari

Lampiran 1 Sebaran SPL siang dan malam pada bulan Juli 2012

9 Juli 2012 10 Juli 2012

11 Juli 2012 12 Juli 2012

15 Juli 2012 16 Juli 2012

(33)

23 Lampiran 1 (lanjutan)

17 Juli 2012 22 Juli 2012

23 Juli 2012 24 Juli 2012

(34)

24

Lampiran 1 (lanjutan)

Pengamatan siang hari

8 Juli 2012 14 Juli 2012

15 Juli 2012 16 Juli 2012

22 Juli 2012 23 Juli 2012

(35)

25 Lampiran 1 (lanjutan)

24 Juli 2012 25 Juli 2012

26 Juli 2012 27 Juli 2012

28 Juli 2012 29 Juli 2012

30 Juli 2012

(36)

26

(37)

27 Lampiran 2 (Lanjutan)

Perhitungan SPL siang Column1

Mean 29,21543975

Standard Error 0,011876009

Median 29,265

Mode 29,281

Standard

Deviation 0,542019815 Sample Variance 0,29378548 Kurtosis 1,279478388 Skewness

-0,570229792

Range 4,295

Minimum 26,93

Maximum 31,225

Sum 60855,761

(38)

28

Lampiran 3 Jenis dan komposisi hasil tangkapan di PPI Lempasing pada bulan Juli 2012

Nama ikan Berat (kg) Persentase (%)

tongkol 15051,75 41,0

kembung 4480 12,2

teri 8422 22,9

ikan kantung semar 1866 5,1

belida 295 0,8

selar hijau 1834 5,0

selar betong 92 0,3

waliran 1284 3,5

tenggiri 791,5 2,2

simba 402 1,1

layur 269 0,7

kiter 193 0,5

tanjan 701 1,9

bondolan 167 0,5

layang 40 0,1

lemuru 50 0,1

peperek 31 0,1

petek 30 0,1

lainnya 709,25 1,9

(39)

29 Lampiran 4 Lampiran 4 Frekuensi ukuran panjang hasil tangkapan pada bulan

Juli 2012

Frekuensi hasil tangkapan ikan tongkol SK Frekuensi presentasi (%)

14-20 24 21,4

21-27 36 32,1

28-34 3 2,7

35-41 34 30,4

42-48 13 11,6

49-55 2 1,8

jumlah 112 100,0

Frekuensi hasil tangkapan ikan kembung SK frekuensi persentase %

10-13.3 5 5,7

13.4-16.7 17 19,5

16.8-20.1 50 57,5

20.2-23.5 12 13,8

23.6-26.9 2 2,3

27-30.3 1 1,1

jumlah 87 100,0

(40)

30

Lampiran 5 Hubungan SPL dengan hasil tangkapan pada bulan Juli 2012

Kembung

27,50 28,00 28,50 29,00 29,50 30,00 30,50

(41)

31 Lampiran 5 (lanjutan)

Teri

y = 106,5x - 2893 R² = 0,042

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

28,00 28,50 29,00 29,50 30,00

SPL (⁰C)

H

as

il

ta

n

gka

pa

n

(

(42)

32

Lampiran 6 Hubungan suhu permukaan laut dengan ukuran ikan

tongkol

27,5 28,0 28,5 29,0 29,5 30,0 30,5

(43)

33 Lampiran 7 Evaluasi DPI

Evaluasi DPI Ikan Tongkol berdasarkan CPUE, ukuran, dan sebaran SPL

DPI

TP: Tidak potensial, P: Potensial

Evaluasi DPI Ikan Kembung berdasarkan CPUE, ukuran, dan sebaran SPL

DPI

(44)

34

Lampiran 7 (Lanjutan)

Evaluasi DPI ikan teri berdasarkan CPUE dan sebaran SPL

DPI

Indikator DPI

Kategori DPI CPUE (kg/trip) SPL (⁰C)

Nilai Bobot Nilai Bobot Bobot Kategori

balak 12,00 4 27,50 4 8 TP

condong 125,00 6 28,50 6 12 P

kelagian 109,00 6 28,50 6 12 P

legundi 83,36 4 28,50 6 10 TP

(45)

35

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2  Sebaran suhu permukaan laut siang dan malam pada  bulan Juli 2012
Gambar 4  Nilai CPUE ikan dominan tertangkap menurut jenis alat tangkap di
Gambar 6  Hubungan SPL rata-rata dengan hasil tangkapan ikan kembung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemeliharaan pada saat shutdown testing adalah berupa pengujian individu yaitu, pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kinerja dan karakteristik relai itu

Hasil penelitian Ramly (2012) menyebutkan bahwa berdasarkan survey dengan responden Perguruan Tinggi dan Perbankan Syariah, kendala dalam penyiapan tenaga terampil dari lembaga

penyehatan lingkungan, bantuan dari proyek air minum dan penyehatan lingkungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah maka perlu membentuk susunan pengurus Himpunan

Dengan menggunakan uji Mann Whitney diperoleh hasil tidak ditemukan perbedaan yang signifikan untuk kadar interleukin 6 antara kelompok ringer asetat malat dan ringer

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat menjalani kehiduannya dengan baik tanpa adanya Al-Qur’an, karena Alquran memperkenalkan banyak hukum-hukum yang berkaitan

Untuk semua anggota tata usaha Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang, yang telah banyak membantu untuk kebutuhan

Kajian tinjauan ini telah dilaksanakan dengan matlamat untuk mengenal pasti kemahiran pengajaran pensyarah pendidikan khas (masalah pendengaran)

Sekolah dapat (1) membeli buku-buku yang sesuai dengan minat, usia, dan jenjang kemampuan membaca siswa untuk memperkaya koleksi perpustakaan sekolah dan pojok baca kelas;