• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JARAK DARI HUTAN DAN KONDISI LANSKAP

PERTANIAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN

HYMENOPTERA

M. YASIN FARID

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ABSTRAK

M. YASIN FARID. Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan ALI NURMANSYAH.

Kondisi lanskap di suatu wilayah mempunyai peranan yang sangat besar untuk menentukan tingkat keanekaragaman organisme yang ada di wilayah tersebut. Peningkatan keanekaragaman habitat dapat meningkatkan keanekaragaman serangga di dalamnya. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari hubungan antara kondisi lanskap dan jarak dari hutan dengan kelimpahan dan keanekaragaman Hymenoptera di pertanaman sayuran. Pengambilan sampel serangga dilakukan mulai bulan Agustus sampai Oktober 2012 pada 8 tempat berbeda yang meliputi Kecamatan Cisarua, Megamendung, Caringin, Tamansari dan Cigombong Kabupaten Bogor. Lokasi pengamatan dibagi menjadi 4 kriteria jarak: 0 sampai 500 m dari hutan (A03, A04), 500 sampai 1000 m dari hutan (A10,B02), 1000 sampai 1500 m dari hutan (A09,B01) dan 1500 sampai 2600 m dari hutan (A06,A08). Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan memasang 4-15 buah yellow pan trap (YPT) pada masing-masing lokasi. Jumlah serangga Hymenoptera yang tertangkap pada pengamatan adalah 779 individu yang terdiri dari 26 famili dan 130 spesies yang berhasil dikumpulkan. Jumlah serangga terbanyak diperoleh pada lokasi dengan jarak 1500 sampai 2600 m dari hutan. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon, keanekaragaman spesies tertinggi terdapat pada lanskap dengan jarak 1000 sampai 1500 m dari hutan (B01) yang berada di Kecamatan Tamansari. Kesamaan spesies antar lokasi tercatat masih rendah dengan nilai dibawah 50%, akan tetapi komposisi spesies antar lokasi tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman Hymenoptera tidak berkorelasi dengan jarak dari hutan akan tetapi dipengaruhi oleh kondisi dan tipe lanskap.

(3)

ABSTRACT

M. YASIN FARID. The effect of agricultural landscapes and forest distance toward diversity of Hymenoptera. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI and ALI NURMANSYAH.

Landscape conditions have an enormous role in determining the level of biodiversity. Complexity of habitats has been known to be associated with the increase of spesies richness. The purpose of this research is to study the effect of distance from the forest and agricultural landscapes toward abundance and diversity of hymenoptera in vegetable crops. A survey was conducted in the month of August 2012 until October 2012 at eight different habitats in Cisarua, Megamendung, Tamansari, Caringin and Cigombong from Bogor District. The habitat observed is divided into four criteria: habitats that are located within 0 to 500 m, 500 to 1000 m, 1000 to 1500 m, and 1500 to 2600 m from the forest. Sampling was done by installing 4 to 15 Yellow Pan Trap (YPT) in each locations. Altogether there were 779 individuals belonging to 26 families and 130 species that were collected. Species richness was found in the habitats that are located 1500 to 2600 m from the forest.Based on Shannon's index, the highest diversity was found to be on landscape with the distance of 1000 to 1500 m from the forest (B01) in sub-district Tamansari. Spesies similarity was found to be quite with less than 50% between different habitats. However, species composition between different habitats does not show is any difference. Result of the study does not show that diversity of Hymenoptera is effected by distance from forest instead it is more influenced by conditions and type of agricultural landscapes.

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(5)

PENGARUH JARAK DARI HUTAN DAN KONDISI LANSKAP

PERTANIAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN

HYMENOPTERA

M. YASIN FARID

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Program Studi Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Penelitian : Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera

Nama Mahasiswa : M. Yasin Farid

NIM : A34080027

Disetujui oleh

Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si. Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan KaruniaNya penelitian ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul

“Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap

Keanekaragaman Hymenoptera”. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2012 sampai Desember 2012 di Kabupaten Bogor. Sumber dana penelitian ini berasal dari Hibah kompetensi DIKTI.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir Damayanti Buchori, M.Sc. dan Dr. Ir Ali Nurmansyah, M.Si. selaku komisi pembimbing atas bimbingan yang telah dilakukan mulai persiapan penelitian sampai penulisan skripsi. Dr. Ir Purnama Hidayat, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas nasehat yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis, BAZNAS RI dan PT. PIJAR NUSA PASIFIK yang telah memberikan beasiswa, Asri Puspita Sari yang selalu mendoakan, memberi semangat dan memfasilitasi penulisan. Mas Jalu,Pak Sudarsono, Mbak Adha, Mbak Nita, Mbak Laras, Pak ucup, Rado dan Huda atas semangat dan bantuannya selama penelitian. Selanjutnya, Arif, Jack, Ceca, Ijah, Bush, Acoy, Ipul dan teman – teman HPT 45 atas kerjasama dan bantuan morilnya

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya. Semoga skripsi ini banyak memberikan manfaat.

Bogor, Maret 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 3

Tujuan 3

Manfaat Penelitian 3

BAHAN DAN METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan dan Alat 4

Metode Penelitian 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kelimpahan dan Keanekaragaman Hymenoptera 9

Indeks Keanekaragaman Hymenoptera 12

Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera 14

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(9)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi lokasi pengamatan di sekitar gunung Salak dan gunung

Gede Pangrango, Kabupaten Bogor 5

2 Data jumlah bidang lahan (patch) lanskap Kabupaten Bogor hasil analisis dengan Quantum GIS 1.8.0 6

3 Persentase penggunaan lahan pada lokasi pengamatan di Kabupaten Bogor 7

4 Jenis dan kelimpahan Hymenoptera pada lanskap dengan berbagai jarak dari hutan yang berbeda di Kabupaten Bogor 10

5 Jumlah individu Hymenoptera pada setiap lokasi pengamatan berdasarkan kelompok fungsionalnya di Kabupaten Bogor 12

6 Jumlah spesies, jumlah individu, indeks keanekaragaman dan indeks dominansi Hymenoptera di Kabupaten Bogor 13

7 Persentase kesamaan spesies antar lokasi berdasarkan indeks kesamaan Sorenson 14

8 Data hasil analisis mantel dengan R-statistik 14

9 Data hasil uji mantel antar lokasi sampling di Kabupaten Bogor 16

10 Data hasil Analisys of Similarity (ANOSIM) 16

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi pengamatan di sekitar gunung Salak dan gunung Gede Pangrango, Kabupaten Bogor 4

2 Digitasi lokasi menggunakan software Quantum GIS versi 1.8.0 6

3 Jumlah individu dan spesies Hymenoptera pada berbagai lanskap dengan jarak dari hutan yang berbeda di Kabupaten Bogor 11

4 Hubungan total bidang lahan (patch) dengan jumlah spesies Hymenoptera pada lanskap pertanian di Kabupaten Bogor 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi jenis sayuran dan habitat yang ada di sekitar lokasi pengamatan di Kabupaten Bogor 22

2 Deskripsi letak administrasi lokasi pengamatan di Kabupaten Bogor 24

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi lanskap dalam suatu wilayah memilki peranan yang sangat besar dalam menentukan tingkat keanekaragaman organisme yang ada di dalamnya. Definisi lanskap menurut Forman dan Gordon (1986) adalah suatu areal heterogen yang tersusun dari ekosistem yang saling berinteraksi dan memiliki pola semacam yang berulang. Definisi lain dari lanskap adalah konfigurasi partikel topografi, tanaman penutup, permukaan lahan dan pola kolonisasi yang tidak terbatas, beberapa koherensi dari kealamian dan proses kultural dan aktivitas (Green dalam Ferina 1998). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lanskap adalah kesatuan wilayah di permukaan bumi yang terdiri dari kesatuan ekosistem yang saling berinteraksi. Lanskap terdiri dari tiga proses dasar yang terjadi di dalamnya yaitu struktur, fungsi dan dinamika (Fry 1999). Tiga proses dasar tersebut saling berkaitan satu sama lain yang pada gilirannya dapat mengakibatkan perubahan dominansi habitat pada lanskap tersebut.

Struktur lanskap adalah kumpulan elemen-elemen lanskap yang membentuk suatu ekosistem dan memiliki sifat fisik tertentu yang dapat diukur seperti ukuran, bentuk, jarak dan jumlah habitat yang ada didalamnya (Yaherwandi et. al. 2007). Menurut Samways (1995), terdapat tiga struktur dasar pembentuk lanskap yaitu matriks (matrix), bidang lahan (patch) dan koridor (corridor). Matriks merupakan elemen lanskap yang memiliki ukuran paling luas dan memiliki peranan penting dalam fungsi lanskap. Bidang lahan (patch) merupakan suatu area yang memiliki penampakan berbeda dengan matriks yang mengelilingi serta ukurannya yang lebih kecil jika dibandingkan dengan matriks. Selanjutnya koridor merupakan lahan sempit yang kedua sisinya linier dan berbeda dengan matriks serta dapat berperan sebagai habitat, koridor perpindahan dan koridor perintang. Pada lanskap pertanian di Kabupaten Bogor, matriks dapat berupa hutan yang berada di sekitar gunung Salak dan gunung Gede Pangrango yang masih memiliki keanekaragaman habitat tinggi. Bidang lahan (patch) dapat berupa petakan-petakan lahan pertanian serta lahan di sekitarnya baik berupa semak maupun pemukiman. Dalam hal yang sama, koridor yang ada pada lanskap pertanian di Kabupaten Bogor dapat berupa tanaman pagar (habitat), pematang (koridor perpindahan) serta jalan dan pemukiman (koridor perintang).

(11)

2

Lanskap pertanian merupakan sekumpulan ekosistem baik ekosistem pada areal pertanaman maupun areal di luarnya (Forman dan Godron 1986). Lanskap pertanian dapat dibedakan menjadi lanskap pertanian sederhana yaitu lahan pertanian yang hanya terdiri atas satu jenis tanaman (monokultur) dan tumbuhan liar. Selanjutnya lanskap pertanian kompleks yaitu lahan pertanian yang memiliki banyak macam tanaman (polikultur) dan beberapa tanaman liar di sekitarnya. Lanskap pertanian berbeda dengan habitat alami, komposisi lanskap pertanian cenderung lebih homogen jika dibandingkan dengan habitat alami. Homogenitas yang terjadi pada lanskap pertanian terjadi akibat adanya proses kehilangan spesies dan rusaknya jejaring makanan sebagai akibat dari praktek budidaya pertanian yang intensif (Kruess dan Tscharntke 1994). Menurut van Emden (1990) peningkatan keanekaragaman habitat dalam lanskap pertanian dapat meningkatkan keanekaragaman serangga hama dan serangga bermanfaat. Sehingga, lanskap pertanian yang ditopang oleh berbagai macam tanaman dan tumbuhan liar serta vegetasi yang lebih kompleks akan mempunyai serangga hama dan musuh alami yang lebih beragam dibandingkan dengan lanskap pertanian yang lebih homogen. Menurut Marino dan Landis (2000), keanekaragaman struktur lanskap pertanian tidak hanya mempengaruhi keanekaragaman musuh alami akan tetapi juga kelimpahan dan keefektifannya.

Sebagai habitat alami, hutan mempunyai banyak keanekaragaman flora dan fauna baik yang sudah teridentifikasi maupun yang belum. Keanekaragaman tersebut akan membentuk suatu keseimbangan, sehingga pada habitat alami seperti hutan jarang ditemukan kerusakan tumbuhan akibat serangga herbifor. Menurut van Emden (1990), peningkatan keanekaragaman ekosistem pada suatu lanskap pertanian akan meningkatkan keanekaragaman serangga hama dan serangga bermanfaat yang berperan menekan kerusakan tanaman oleh hama. Selain itu, keanekaragaman ekosistem pada struktur lanskap juga mempengaruhi kelimpahan serta keefektifan musuh alami (Marino dan Landis 2000). Sebagian besar musuh alami yang termasuk kelompok serangga parasitika menyerang inangnya pada fase pradewasa, akan tetapi setelah mencapai fase dewasa serangga ini tetap membutuhkan makanan berupa polen dan nektar untuk melanjutkan hidup serta berkembangbiak. Hutan dengan keanekaragaman yang tinggi pada tumbuhan penyusun struktur lanskapnya dapat mencukupi kebutuhan musuh alami akan polen dan nektar, serta dapat dijadikan sebagai tempat berlindung saat terjadi keadaan yang tidak memungkinkan (Thomas dan Marshall 1999)

Musuh alami yang memiliki keanekaragaman tinggi serta berperan penting dalam usaha pertanian berasal dari ordo Hymenoptera. Dari jumlah famili yang dimiliki ordo ini, hampir 74% familinya berperan sebagai parasitoid (Yaherwandi

(12)

3

parasitika khususnya Hymenoptera masih terkonsentrasi pada taksonomi dan biologisnya saja. Oleh sebab itu, data mengenai keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi parasitoid yang berhubungan dengan perubahan struktur lanskap sangat terbatas. Pada sisi lain, informasi ini sangat penting untuk pengelolaan sistem pertanian yang berorientasi pada Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Sangat diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai hubungan keanekaragaman, kelimpahan serta komposisi parasitoid terhadap perubahan struktur lanskap yang terjadi, khususnya di wilayah Bogor.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara jarak dari hutan dan kondisi lanskap pertanian dengan kelimpahan dan keanekaragaman Hymenoptera.

Manfaat

(13)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di 5 kecamatan di Kabupaten Bogor yang terdapat pertanaman sayuran meliputi Kecamatan Cisarua, Megamendung, Tamansari, Caringin dan Cigombong serta di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai Maret 2012 hingga Januari 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa : alkohol 70%, dan air sabun. Alat yang digunakan berupa : mangkuk kuning (yellow pan trap), botol film, kuas, saringan, tabung ependorf, mikroskop stereo, GPS dan buku identifikasi.

Metode Penelitian

Survei Lokasi

Pada tahap ini dilakukan pencarian lahan pertanian terutama pertanian sayuran. Pada pemantauan pertama hanya dilakukan pencarian lahan sayuran di seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Di wilayah Bogor ditemukan 31 calon wilayah yang akan dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kriteria yang dibutuhkan.

Penentuan Lokasi

Gambar 1 Peta lokasi pengamatan di sekitar gunung Salak dan gunung Gede Pangrango, Kabupaten Bogor.

(14)

5

Lokasi pengambilan sampel adalah lahan sayuran yang memenuhi kriteria jarak dari hutan serta keadaan struktur lanskap. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, didapatkan 8 lokasi yang dijadikan tempat pengambilan sampel. Lokasi pengamatan berada di sekitar gunung Gede Pangrango dan gunung Salak dapat dilihat pada Gambar 1.

Lokasi pengamatan dibagi ke dalam 4 kriteria berdasarkan jarak dari hutan yaitu kelompok J1 (0 sampai 500 m) yang terdiri dari lokasi A03 dan A04, J2 (500 sampai 1000 m) terdiri dari lokasi A10 dan B02, J3 (1000 sampai 1500 m) terdiri dari lokasi A09 dan B01 serta kelompok J4 (1500 sampai 2600 m) terdiri dari lokasi A06 dan A08. Deskripsi masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Deskripsi lokasi pengamatan di sekitar gunung Salak dan gunung Gede Pangrango, Kabupaten Bogor

Lokasi Ketinggian1 Jarak_Hutan2 Kode Grup_jarak2 Kecamatan Desa

A03 1034 330 J1 0-500 Cisarua Cibeureum

(15)

6

Gambar 2 Digitasi lokasi menggunakan Program Quantum GIS versi 1.8.0

Analisis Hasil Pemetaan

Gambar yang diperoleh dari Quantum GIS kemudian dianalisis berdasarkan penggunaan lahan dan jenis komoditasnya. Akhirnya diperoleh jumlah bidang lahan untuk lahan pertanian sayuran, pertanian non-sayuran, perumahan dan lahan hijau. Dengan mengetahui jumlah petakan, lanskap yang ada dapat dikelompokkan menjadi lanskap sederhana dan lanskap kompleks. Data jumlah bidang lahan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah bidang lahan (patch) lanskap hasil analisis dengan Quantum GIS 1.8.0

Lanskap Pertanian Perumahan Lahan

hijau Total

Sayuran Nonsayuran Total

A03 4 5 9 9 9 27

A04 7 18 25 4 15 44

A06 24 11 35 15 10 60

A08 27 39 66 2 4 72

A09 18 3 21 9 15 45

A10 20 44 64 6 18 88

B01 9 20 29 8 22 59

B02 18 13 31 4 11 46

A: sekitar gunung Gede ; B: sekitar gunung Salak.

Penentuan Unit Pengamatan

Unit pengamatan ditentukan berdasarkan jumlah dan luasan petakan sayuran yang terdapat pada masing-masing lokasi pengamatan. Semakin banyak jumlah dan besar luasan petak pengamatan maka semakin banyak juga unit pengamatan yang diperoleh, begitu juga sebaliknya. Persentase penggunaan lahan untuk masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Pertanian sayuran

Pertanian non-sayuran

(16)

7

Tabel 3 Persentase penggunaan lahan pada lokasi pengamatan di Kabupaten Bogor

Lanskap Pertanian (%) Perumahan (%) Lahan hijau (%)

A: sekitar gunung Gede ; B: sekitar gunung Salak

Pengambilan Sampel

Yellow pan trap (YPT) adalah perangkap kuning yang terbuat dari mangkuk dengan diameter 15 cm dan tinggi 5 cm. mangkuk kuning diisi larutan air sabun hingga 2/3 bagian dengan tujuan mematikan serangga yang masuk dalam perangkap. kemudian diletakkan di lapangan sebanyak 4-15 buah pada setiap lokasi. Jumlah YPT tergantung ukuran dan jumlah patch sayuran yang ada pada setiap lokasi. YPT diletakkan di lapang selama 24 jam kemudian semua serangga yang terperangkap dibersihkan dari kotoran dan dipindahkan ke dalam botol film yang berisi alkohol 70% kemudian di lakukan pelabelan sesuai lokasi peletakan YPT.

Identifikasi

Identifikasi sampel diawali dengan menyortir serangga yang didapatkan berdasarkan ordo. Setelah dipisahkan sesuai ordo kemudian untuk Ordo Hymenoptera dilanjutkan ketingkat famili hingga morfospesies. Semua proses identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku panduan Hymenoptera of The World (Goulet dan Huber 1993).

Analisis data

Data yang diperoleh disusun dengan Microsoft Excel 2010 kemudian dilakukan analisis menggunakan perhitungan indeks keanekaragaman dengan rumus Shannon-Wiener (Magurran 1988) yang menitik beratkan pada kekayaan spesies (richness) yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Pi = Proporsi jumlah individu spesies parasitoid ke-i (ni) terhadap total individu (N) ; (ni/N)

(17)

8

rendah. Asumsi yang dipakai bahwa individu terambil secara acak dari populasi besar, dan semua spesies terwakili dalam contoh (Maguran 1998)

Indeks Keanekaragaman Simpson yang digunakan untuk mengetahui dominansi spesies lebih menitik beratkan pada perhitungan kelimpahan spesies (abundance) yang dominan daripada kekayaan spesies (richness) yang dapat yang dihitung dengan menggunakan persamaan:

Kemiripan komposisi spesies Hymenoptera antar lokasi dihitung menggunakan Indeks Sorensen yang memiliki persamaan:

IS =

IS : Indeks Kesamaan Spesies Sorensen A : Jumlah spesies Hymenoptera di habitat 1 B : Jumlah spesies Hymenoptera di habitat 2

C : Jumlah spesies Hymenoptera yang sama di kedua habitat yang dibandingkan.

Nilai IS berkisar antara 0-1. Nilai 1 terjadi bila jumlah spesies yang ditemukan di kedua habitat adalah sama.

Pengaruh jarak dari hutan dan jarak antar lokasi terhadap keanekaragaman spesies Hymenoptera dihitung dengan analisis statistik dan uji lanjut menggunakan program R-statistic yang terdiri dari uji mantel dan Analysis of Similarity (ANOSIM).

Uji mantel dilakukan untuk mengetahui hubungan matriks antara jarak lokasi dari hutan dengan kemiripan jenis spesies yang terdapat pada setiap lokasi. Pengujian dimulai dengan menganalisis semua Hymenoptera yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya dilakukan tanpa menggunakan semut dan yang terakhir hanya menganalisis Hymenoptera yang bersifat sebagai parasitoid. Keeratan hubungan antara jarak dari hutan dengan keanekaragaman Hymenoptera dapat dilihat dari nilai r dan nilai P yang diperoleh. Semakin besar nilai r yang diperoleh berarti semakin besar hubungan antara dua variabel yang diuji. Selain itu, hubungan dikatakan signifikan apabila nilai P yang diperoleh kurang dari α (0.05).

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan dan Keanekaragaman Hymenoptera

Total jumlah Hymenoptera yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini adalah 779 individu yang terdiri dari 26 famili dan 130 spesies. Jumlah Hymenoptera yang dikumpulkan dari lanskap J1(A03 dan A04) yaitu 203 individu dan 51 spesies, lanskap J2 (A10 dan B02) yaitu 181 individu dan 58 spesies, lanskap J3 (A09 dan B01) mempunyai 185 individu dan 62 spesies, dan lanskap J4 (A06 dan A08) yaitu 210 individu dan 56 spesies (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa kekayaan spesies paling tinggi terdapat pada lanskap J3 yang memiliki 62 spesies. Jarak lanskap J3 yang relatif jauh dari hutan akan tetapi memiliki jumlah spesies paling tinggi menunjukkan bahwa tingkat kelimpahan dan kekayaan spesies Hymenoptera tidak dipengaruhi langsung oleh jarak dari hutan akan tetapi sangat dipengaruhi oleh komposisi dan pengelolaan habitat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kamarudin et al. (2005) yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat kelimpahan dan perkembangan spesies dipengaruhi oleh pH tanah, tanaman penutup dan kepadatan makanan.

Secara umum Hymenoptera yang memiliki jumlah spesies dan individu berlimpah pada semua lanskap adalah Famili Diapriidae, Encyrtidae dan Trichogrammatidae. Kelimpahan yang tinggi pada beberapa famili tersebut dapat diakibatkan oleh tingginya jumlah inang pada area pengamatan. Inang merupakan sumber daya utama bagi parasitoid, sehingga makin tinggi jumlah inang maka akan semakin banyak pula Hymenoptera yang dapat hidup pada inang tersebut. Selain famili-famili dominan, terdapat juga beberapa famili yang hanya ada pada satu tipe lanskap saja. Famili tersebut meliputi famili Eupelmidae yang hanya ditemukan pada lanskap J1, famili Eucoilidae hanya ditemukan pada lanskap J2, famili Megaspilidae dan Sphecidae hanya ditemukan pada lanskap J3 serta famili Cynipidae, Figitidae dan Halistidae yang hanya ditemukan lanskap J4. Keberadaan famili yang hanya ada pada satu tipe lanskap dapat terjadi akibat adanya efek koridor perintang yaitu koridor yang menghambat pergerakan individu tertentu untuk melintasi lanskap (Forman dan Godron 1986).

(19)

10

Tabel 4 Rata-rata jenis dan kelimpahan Hymenoptera pada lanskap dengan berbagai jarak dari hutan yang berbeda di Kabupaten Bogor

Famili J1* J2 J3 J4

(20)

11

Gambar 3 Jumlah individu dan spesies Hymenoptera pada berbagai lanskap dengan jarak dari hutan yang berbeda di Kabupaten Bogor

Kelimpahan dan keanekaragaman spesies Hymenoptera (Gambar 3) menunjukkan adanya perbedaan pada berbagai lanskap dengan jarak berbeda dari hutan. Jumlah individu dan spesies tertinggi terdapat pada lanskap A04 yang berjarak 200 m dari hutan dengan 146 individu serta 41 spesies. Lokasi A04 yang terletak di Kecamatan Megamendung memiliki keanekaragaman spesies tertinggi dikarenakan pada lanskap ini, kondisi lanskap pertaniannya cukup kompleks dengan berbagai macam tanaman di dalamnya. Lanskap pertanian kompleks yaitu lahan pertanian yang memiliki banyak macam tanaman (polikultur) dan beberapa tanaman liar di sekitarnya (Yaherwandi et al. 2007). Keadaan lanskap pertanian yang kompleks akan mengakibatkan habitat yang ada di dalamnya beragam. Habitat yang beragam tersebut berfungsi sebagai penyedia inang alternatif, makanan serangga dewasa, tempat berlindung serta pembentuk iklim mikro yang mendukung kelangsungan hidup dan keanekaragaman Hymenoptera (Dryer dan Landis 1997). Selain memiliki jarak dari hutan yang cukup dekat, kondisi lanskap A04 memiliki proporsi habitat yang mendukung kelangsungan hidup Hymenoptera. Lanskap A04 didominasi areal pertanian dengan umur tanaman relatif pendek yang dikelilingi oleh tumbuhan liar berupa semak serta hutan. Tanaman pertanian yang memiliki umur relatif pendek dapat menyebabkan peningkatan tingkat keanekaragaman Hymenoptera. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fry (1999) yang mengatakan bahwa struktur lanskap seperti ukuran, bentuk lahan, proporsi habitat pertanaman dan tumbuhan liar akan mempengaruhi aliran spesies, energi dan nutrisi dalam lanskap yang pada gilirannya akan mempengaruhi juga tingkat keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.

Secara umum, Hymenoptera yang ditemukan dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan fungsinya yaitu : kelompok parasitoid terdiri dari 681 individu, kelompok predator 87 individu, serta kelompok polinator 14 individu (Tabel 5). Kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada lanskap dengan berbagai jarak dari hutan yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Mayoritas famili Hymenoptera yang berhasil dikumpulkan berperan sebagai parasitoid

41

200 330 740 820 1090 1300 2500 2590

Jarak dari hutan (m)

Spesies

(21)

12

(LaSalle dan Gauld 1993). Hal ini menunjukkan bahwa parasitoid memiki peranan yang sangat penting dalam ekosistem pertanian untuk pengendalian hama. Modifikasi populasi parasitoid pada ekosistem pertanian dapat mengatur populasi serangga hama sehingga tidak melampaui ambang ekonomi dan merugikan secara ekonomi (van Emden 1990). Dengan demikian, perlu diperhatikan peranan dan keberadaan Hymenoptera dalam pengelolaan ekosistem pertanian dengan cara memodifikasi lingkungan area pertanian yang mendukung keberadaan Hymenoptera parasitoid.

Tabel 5 Rata-rata jumlah individu Hymenoptera pada setiap Yellow Pan Trap berdasarkan kelompok fungsionalnya di Kabupaten Bogor

Lokasi Parasitoid* Predator* Polinator*

* Berdasarkan buku Goulet dan Huber (1993) dan asumsi bahwa formicidae adalah predator.

Indeks Keanekaragaman Hymenoptera Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Spesies Hymenoptera

Hymenoptera yang diperoleh dari beberapa tipe lanskap dengan jarak dari hutan yang berbeda memiliki kekayaan individu dan kelimpahan spesies yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh keadaan cuaca saat pengambilan sampel, keadaan habitat sekitar lahan, ketinggian tempat dan teknik budidaya yang dilakukan.

(22)

13

Tabel 6 Jumlah spesies (S), Jumlah individu (I),Indeks keanekaragaman (H) dan indeks dominansi (D) Hymenoptera pada tipe lanskap berbeda di Kabupaten Bogor

Keanekaragaman Kriteria jarak dari hutan

A03 A04 A06 A08 A09 A10 B01 B02

S 23 41 37 32 33 30 40 40

I 57 146 125 87 104 84 81 98

H 2.025 2.208 2.138 2.272 1.782 1.82 2.377 2.34

D 0.099 0.09 0.094 0.089 0.153 0.175 0.093 0.077

A: sekitar gunung Gede ; B: sekitar gunung Salak.

Menurut Odum (1998), keanekaragaman akan bernilai tinggi jika nilai indeks dominansi relatif rendah. Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa semua tipe lanskap menunjukkan nilai indeks dominansi yang beragam akan tetapi nilai indeks keanekaragamannya tidak banyak berbeda untuk semua lanskap, sehingga dapat dikatakan keanekaragaman Hymenoptera relatif sama pada setiap tipe lanskap. Tingkat keanekaragaman Hymenoptera yang didominasi oleh Hymenoptera parasitoid tidak terlalu tinggi dimungkinkan akibat dari keanekaragaman vegetasi dan inang yang ada pada masing-masing lokasi juga rendah.

Indeks Kesamaan Spesies Hymenoptera

Menurut hasil penelitian, persentase indeks kesamaan Sorensen pada lanskap dengan kompleksitas dan jarak dari hutan yang berbeda memiliki persentase yang berbeda-beda. Indeks kesamaan spesies tertinggi berada pada lokasi B02 dengan A06 sebesar 48.33% (Tabel 7). Nilai ini menunjukkan bahwa lanskap B02 dan A06 memiliki kesamaan spesies tertinggi jika dibandingkan dengan kesamaan spesies pada lanskap yang lain. Hal ini dapat terjadi akibat tanaman sayuran penyusun kedua lanskap memiliki kesamaan. Kesamaan tanaman penyusun lanskap ini dapat mengakibatkan spesies serangga hama dan musuh alami yang ada pada kedua lanskap juga akan memiliki tingkat kesamaan yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Yaherwandi et al. (2007) juga menyatakan bahwa tingkat keanekaragaman Hymenoptera pada suatu lanskap dipengaruhi oleh keadaan dan komposisi tanaman penyusun lanskap tersebut.

(23)

14

Tabel 7 Prosentase kesamaan spesies antar lokasi berdasarkan indeks kesamaan Sorenson A: sekitar gunung Gede ; B: sekitar gunung Salak.

Pengaruh Jarak dari Hutan dan Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera

Pengaruh Jarak dari Hutan terhadap Keanekaragaman Hymenoptera

Uji mantel dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak suatu lokasi dari hutan terhadap tingkat keanekaragaman Hymenoptera yang ada di dalamnya. Hasil uji mantel terhadap semua Hymenoptera yang berhasil dikumpulkan menunjukkan bahwa jarak dari hutan tidak mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman Hymenoptera (Tabel 8). Hal ini ditunjukkan dengan nilai r yang diperoleh tidak ada yang mendekati angka 1. Selain itu, nilai P yang diperoleh dari semua lanskap lebih tinggi dari α (0.05) sehingga bisa dikatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak lanskap dari hutan dengan keanekaragaman Hymenoptera. Jika semut dikeluarkan, nilai r dan nilai P yang diperoleh pada semua lokasi juga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jarak lanskap dari hutan dengan keanekaragaman Hymenoptera, begitu juga dengan hasil uji mantel khusus Hymenoptera parasitoid. Tidak adanya pengaruh jarak dari hutan terhadap keanekaragaman Hymenoptera khususnya parasitoid diduga karena kurang beragamnya inang yang ada pada lokasi pengamatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Heinrichs et al. (1994) yang menyatakan bahwa keanekaragaman parasitoid mengikuti keanekaragaman inang yang ada.

(24)

15

Pengaruh Kondisi Lanskap Pertanian terhadap Keanekaragaman Hymenoptera

Lanskap pertanian merupakan sekumpulan ekosistem baik ekosistem pada areal pertanaman maupun areal di luarnya (Forman & Godron 1986). Secara umum lanskap pertanian dapat dibedakan menjadi lanskap pertanian sederhana dan lanskap pertanian kompleks. Kompleksitas suatu lanskap selain dilihat dari komposisi penyusunnya juga dapat dilihat dari jumlah patch penyusun lanskap tersebut (McGarigal dan Marks 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah spesies Hymenoptera yang ditemukan pada suatu lanskap mengalami fluktuasi seiring dengan peningkatan jumlah patch yang menyusun lanskap tersebut (Gambar 4). Penurunan jumlah spesies yang terjadi pada lokasi A09 jika dibandingkan dengan A04 mungkin terjadi akibat perlakuan petani yang berbeda pada dua lokasi tersebut. Lokasi A04 yang dibudidayakan secara organik dengan banyak macam sayuran yang ditanam memungkinkan terjadinya ekosistem yang mendukung keberadaan Hymenoptera. Hal ini dapat mengakibatkan jumlah spesies Hymenoptera yang ada pada lokasi A04 lebih banyak jika dibandingkan dengan A09 meskipun jumlah patch yang ada pada lokasi A04 lebih sedikit. Selanjutnya pada lokasi A06, A08 dan A10 jumlah spesies mengalami penurunan seiring dengan peningkatan jumlah patch yang ada. Penurunan jumlah spesies yang terjadi dimungkinkan akibat dari perilaku petani yang intensif dalam pengaplikasian pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman.

Gambar 4 Hubungan total bidang lahan (patch) dengan jumlah spesies Hymenoptera pada lanskap pertanian di Kabupaten Bogor

Struktur lanskap adalah kumpulan elemen-elemen lanskap yang membentuk suatu ekosistem dan memiliki sifat fisik tertentu yang dapat diukur seperti ukuran, bentuk, jarak dan jumlah habitat yang ada didalamnya (Yaherwandi et. al. 2007). Kondisi lanskap lokasi A04 yang terletak pada Kecamatan Megamendung

(25)

16

mempunyai struktur dengan bentuk dan habitat yang lebih beragam dibandingkan dengan lokasi yang lain. Lokasi ini didominasi oleh lahan pertanian yang terletak di lereng bukit dengan banyak macam tanaman liar. Keanekaragaman habitat tanaman liar berupa semak serta jenis sayuran yang dibudidayakan secara organik pada lokasi A04 sangat mendukung keberadaan Hymenoptera yang ada di dalamnya. Selanjutnya menyebabkan lokasi A04 memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Fry (1999) yang menyatakan bahwa struktur dan kondisi lanskap akan mempengaruhi tingkat keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.

Pengaruh Jarak Antar Lanskap terhadap Keanekaragaman Hymenoptera Uji mantel yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh jarak antar lokasi terhadap keanekaragaman Hymenoptera yang ada di dalamnya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara keduanya (Tabel 9). Tidak adanya korelasi jarak antar lokasi terhadap keanekaragaman Hymenoptera terlihat dari kecilnya nilai r yang diperoleh dan nilai P yang melebihi nilai α (0.05). Selanjutnya dilakukan analisis yang sama terhadap Hymenoptera tanpa semut. Hasil yang diperoleh hampir sama dengan hasil analis Hymenoptera keseluruhan yaitu nilai r yang diperoleh kecil serta nilai P melebihi α (0.05). seperti halnya analisis Hymenoptera keseluruhan dan tanpa semut, analisis yang dilakukan terhadap Hymenoptera parasitoid juga tidak menunjukkan adanya korelasi antara jarak antar lokasi pengamatan terhadap keanekaragaman Hymenoptera yang ada di dalamnya.

Perbedaan komposisi spesies Hymenoptera antar kelompok lokasi dengan kriteria jarak dari hutan yang berbeda dilihat dengan Analisys of Similarity

(ANOSIM). Hasil ANOSIM (Tabel 10) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan komposisi spesies antar kelompok lokasi dengan jarak dari hutan yang berbeda. Hal ini ditunjukkan dengan R yang didapatkan bernilai negatif, selain itu nilai P yang didapatkan juga lebih besar dari nilai α (0.05) yaitu sebesar 0.714. ANOSIM yang dilakukan terhadap sampel Hymenoptera tanpa semut juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan analisis terhadap keseluruhan Hymenoptera. Jika Hymenoptera non-parasitoid dikeluarkan, hasil ANOSIM yang didapatkan juga tidak menunjukkan adanya perbedaan komposisi spesies antar lokasi dengan jarak dari hutan yang berbeda.

(26)

17

Hymenoptera R Nilai P

Keseluruhan -0.125 0.714

Tanpa semut -0.156 0.719

Parasitoid -0.073 0.617

(27)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah spesies terbanyak di setiap yellow pan trap yang dipasang, terdapat pada tipe lanskap dengan jarak 500 – 1000 m dari hutan. Hymenoptera parasitoid mendominasi semua tipe lanskap yang diamati. Keanekaragaman spesies Hymenoptera tertinggi terdapat pada lanskap B01 dengan jarak 1000-1500m dari hutan. Kesamaan spesies antar tipe lanskap cukup rendah yaitu dibawah 50%. Hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa keanekaragaman Hymenoptera dipengaruhi langsung oleh jarak dari hutan akan tetapi dipengaruhi oleh kondisi dan tipe lanskap.

Saran

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Borror DJ, Tripelhorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Ed ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajahmada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Study of Insects. Desmann RF, Milton JP dan Freeman PH. 1977. Prinsip Ekologi untuk

Pembangunan Ekonomi. Sumarwoto O, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia. Terjemahan dari: The Principle of Ecology to Economic Development.

Dryer LE, Landis DA. 1997. Influence of non-crop habitat on distribution of Eriborus terebrans (Hym: Ichneumonidae) in corn fields. Environ. Entomol. 26: 924 – 932.

Farina A. 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology. London (GB): Chapman and Hall.

Forman RTT, Gordon M. 1986. Landscape Ecology. New York (US): John Wiley & Sons.

Fry GLA. 1999. Lanscape ecological principles and sustainable agriculture. BCPC Symposium Proceedings No 63; p 247–254.

Godfray HCJ. 1994. Parasitoid: Behavioral & Evolutionary Ecology. New Jersey (US): Princeton University Press.

Goulet H, Huber JT.1993. Hymenoptera of The World: And Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Agriculture Canada Publication.

Haila Y. 2002. A Conceptual genealogy of fragmentation research: from island biogeography to landscape ecology. Ecological Applications 12: 321-334. Heinrichs EA, Aguda RM, Barrion AT, Bharathi M, Chelliah S, Dalle D,

Gallagher KO, kritani K, Roberts DW, Smith CM, Weber G. 1994. Biology and Management of Rice Insects. New Delhi (IN): IRRI-Willey Eastern. Helmi M.2007. Zonasi ekosistem alami pulau kecil dengan pendekatan ekologi

lanskap di Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

LaSalle J, Gauld ID. 1993. Hymenoptera: Their Diversity, and Their Impact on the Diversity of Other Organisms. LaSalle J, Gauld ID, editor. Hymenoptera and Biodiversity. Wallingfor (UK): CAB international. hlm. 1-26.

Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and its Measurement. New Jersey (US): Princeton University Press.

Marino PC, Landis DA. 2000. Parasitoid community structure: implications for biological control in agricultural landscape. Di dalam: Ekbon B, Irwin ME, Robert Y, editor. Interchanges of Insect between Agriculturan and Surrounding Landscapes. Boston (US): Kluwer Academic Publishers. hlm. 183-193.

McGarigal, K. and B.J. Marks. 1995. FRAGSTATS: Spatial Pattern Analysis Program for Quantifying Landscape Structure. Portland (US): Department of Agriculture, Forest Service, Pacific Northwest Research Station.

(29)

Morrison ML, Marcot BG, Mannan RW. 1992. Wildlife-Habitat Relationships. The university of Wisconsin, Madison. 343p.

Odum. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Sumingan C, editor. Yogyakarta (ID): UGM Press.

Quicke DLJ. 1997. Parasitic Wasps. London (GB): Chapman and Hall.

Rizali A, Buchori D, Triwidodo H. 2002. Keanekaragaman serangga pada lahan persawahan-tepian hutan: indikator untuk kesehatan lingkungan. HAYATI Journal of Biosciences 9:41-48.

Schowalter TD. 2000. Insect ecology: an ecosystem approach. San Diego (CA): Academic Press.

Solichah C, Witjaksono dan Martono E. 2004. Ketertarikan Plutella xylostella L terhadap beberapa macam ekstrak daun Cruciferae.Agrosains 6(2): 80-84. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects: Concepts and

Aplication. London (GB): Blackwell Science.

Thamrin M, Asikin S dan Najib M. 2003. Eksplorasi unsur esensial komponen pengendalian hama terpadu bagi hama di lahan rawa. Seminar Hasil-hasil Penelitian; 2003 Oktober 18-24. Banjarbaru (ID): Balitran Banjarbaru. Thomas CFG, Marshall EJP. 1999. Arthropod abundance and diversity in

differently vegetated marginsof arable fields. Agriculture Ecosystem and Environment. 72:131-144.

van Emden HF.1991. Plant diversity and natural enemy efficiency in agroecosystems. Di dalam: Mackkauer M, Ehler LE, Roland J, editor.

Critical Issues in Biological Control. London (GB): Camridge University Press. hlm 63-80.

Wanger TC, Rauf A, Schwarze S. 2010. Pesticides and tropical biodiversity.

Frontlers in Ecology and the Environment 8:178-179.

Yaherwandi, Manuwoto S, Buchori D, Hidayat P, Budiprasetyo L. 2007. keanekaragaman komunitas Hymenoptera parasitoid pada ekosistem padi.

(30)
(31)
(32)

Lampiran 2 Deskripsi letak administrasi lokasi pengamatan di Kabupaten Bogor

Lokasi longitude latitude Altitude(m) Dominasi Budidaya Jarak_Hutan (m) Grup_jarak (m) Kecamatan Desa

A03 106.9355 -6.70098 1034 Pertanian Non organik 330 0-500 Cisarua Cibereum

A04 106.9091 -6.70586 925 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A06 106.9192 -6.68878 872 Perumahan Non organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

A08 106.8229 -6.76156 637 Pertanian Non organik 2500 1500-2600 Caringin Wates Jaya

A09 106.8631 -6.73269 727 Pertanian Non organik 1090 1000-1500 Caringin Lemah Duhur

A10 106.8334 -6.76684 685 Pertanian Non organik 740 500-1000 Caringin Pasir Buncit

B01 106.7375 -6.65667 643 Perumahan Non organik 1300 1000-1500 Tamansari Tamansari

B02 106.7729 -6.72578 653 Pertanian Non organik 820 500-1000 Cigombong Pasir Jaya

(33)

Lampiran 3 Deskripsi lokasi peletakan Yellow Pan Trap (YPT) pada masing-masing lanskap di Kabupaten Bogor

Lokasi YPT longitude latitude Dominasi Budidaya Jarak_Hutan(m) Grup_jarak(m) Kecamatan Desa

A03 A 106.93405 -6.70238 Pertanian

Non

organik 330 0-500 Cisarua Cibereum

A03 B 106.93402 -6.702297 Pertanian

Non

organik 330 0-500 Cisarua Cibereum

A03 C 106.93412 -6.702279 Pertanian

Non

organik 330 0-500 Cisarua Cibereum

A03 D 106.93426 -6.70227 Pertanian

Non

organik 330 0-500 Cisarua Cibereum

A03 E 106.93419 -6.702176 Pertanian

Non

organik 330 0-500 Cisarua Cibereum

A04 A 106.91044 -6.705977 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A04 B 106.9105 -6.7062 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A04 C 106.9106 -6.70635 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A04 D 106.91071 -6.705934 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A04 E 106.91082 -6.706107 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A04 F 106.91084 -6.706332 Pertanian organik 200 0-500 Megamendung Sukaresmi

A06 A 106.91742 -6.689022 Perumahan

Non

organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

A06 B 106.91741 -6.689186 Perumahan

Non

organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

(34)

Lampiran 3 Lanjutan…

Lokasi YPT longitude latitude Dominasi Budidaya Jarak_Hutan(m) Grup_jarak(m) Kecamatan Desa

A06 C 106.9177 -6.689346 Perumahan Non organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

A06 D 106.91789 -6.688888 Perumahan Non organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

A06 E 106.91884 -6.688636 Perumahan Non organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

A06 F 106.91891 -6.68878 Perumahan Non organik 2590 1500-2600 Megamendung Sukagalih

A08 A 106.82568 -6.765049 Pertanian Non organik 2500 1500-2600 Caringin Wates Jaya

A08 B 106.82556 -6.76519 Pertanian Non organik 2500 1500-2600 Caringin Wates Jaya

A08 C 106.82567 -6.765409 Pertanian Non organik 2500 1500-2600 Caringin Wates Jaya

A08 D 106.82584 -6.765313 Pertanian Non organik 2500 1500-2600 Caringin Wates Jaya

A08 E 106.826 -6.765176 Pertanian Non organik 2500 1500-2600 Caringin Wates Jaya

A09 A 106.86372 -6.734171 Pertanian Non organik 1090 1000-1500 Caringin

Lemah Duhur

A09 B 106.86408 -6.734761 Pertanian Non organik 1090 1000-1500 Caringin

Lemah Duhur

A09 C 106.86422 -6.734886 Pertanian Non organik 1090 1000-1500 Caringin

Lemah Duhur

A09 D 106.86447 -6.734634 Pertanian Non organik 1090 1000-1500 Caringin

Lemah Duhur

A09 E 106.86461 -6.734697 Pertanian Non organik 1090 1000-1500 Caringin

(35)

Lampiran 3 Lanjutan…

Lokasi YPT longitude latitude Dominasi Budidaya Jarak_Hutan(m) Grup_jarak(m) Kecamatan Desa

A09 F 106.86477 -6.734795 Pertanian

(36)

Lampiran 3 Lanjutan…

Lokasi YPT longitude latitude Dominasi Budidaya Jarak_Hutan(m) Grup_jarak(m) Kecamatan Desa

B01 H 106.73695 -6.654172 Perumahan

Non

organik 1300 1000-1500 Tamansari Tamansari

B02 A 106.77345 -6.724964 Pertanian

Non

organik 820 500-1000 Cigombong Pasir Jaya

B02 B 106.77357 -6.724913 Pertanian

Non

organik 820 500-1000 Cigombong Pasir Jaya

B02 C 106.7736 -6.724817 Pertanian

Non

organik 820 500-1000 Cigombong Pasir Jaya

B02 D 106.77365 -6.725029 Pertanian

Non

organik 820 500-1000 Cigombong Pasir Jaya

B02 E 106.77353 -6.725059 Pertanian

Non

organik 820 500-1000 Cigombong Pasir Jaya

(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 13 April 1990. Penulis merupakan putra pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Ma’ruf dan Ibu Zulaikha. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di MI. Miftahul Ulum Urek-urek pada tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Islam Gondanglegi, Malang. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Gondanglegi, Malang. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi pengamatan di sekitar gunung Salak dan gunung Gede
Tabel 1  Deskripsi lokasi pengamatan di sekitar gunung Salak dan gunung Gede
Gambar 2  Digitasi lokasi menggunakan Program Quantum GIS versi 1.8.0
Tabel 3  Persentase penggunaan lahan pada lokasi pengamatan di Kabupaten Bogor
+5

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan yang dibuat oleh kepala daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Berlandaskan data pada Tabel 1 diperoleh bahwa kualitas semen ejakulat kambing jantan PE secara makroskopis pada parameter warna dan konsistensi semen antara kelompok

Untuk itulah dari pemikiran hemat energi dari sepeda listrik, kami membuat TA yang berjudul “Rancang Bangun Sepeda Listrik Roda Tiga Untuk Penyandang

Selain itu, jika saja sebuah acara berolahraga yang telah dibuat ternyata memiliki kurang peminat, pengguna yang membuat acara tersebut akan ditawarkan untuk

Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan

Jumlah Saham yang ditawarkan 1.507.009.079 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai Nominal Rp.. HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU (HMETD) PT RUKUN RAHARJA Tbk

Untuk menambah wawasan dalam bidang perbankan, serta dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh ROA, ROE dan EPS terhadap harga saham perbankan dengan

Penelitian yang berhubungan dilakukan oleh Mayangsari (2001) meneliti pengaruh struktur aset, tingkat pertumbuhan, besaran perusahaan, profitabilitas, operating leverage, dividen