PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM
“EMAK INGIN NAIK HAJI”
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
AYU FARAHDISA NIM : 107051000293
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM
“EMAK INGIN NAIK HAJI”
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
AYU FARAHDISA NIM : 107051000293
Pembimbing
Gun Gun Heryanto, M.Si NIP: 19760812 200501 1 005
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul:Pengemasan Pesan Moral Analisis Framing Film “Emak Ingin Naik Haji”, telah diajukan dalam siding munaqasyah fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 14 Juni
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) program Strat satu (S I) pada jurusan Manajemen
Dakwah.
Jakarta, 14 Juni 2011
Panitia Sidang Munaqasyah,
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Anggota
Pembimbing,
ABSTRAK
Ayu Farahdisa 107051000293
PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM “EMAK INGIN NAIK HAJI”
Film merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam menyampaikan pesan, karena film dapat memberikan efek baik dari aspek edukatif, afektif, maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Dalam penyampaian pesannya media film tidak hanya sekedar bercerita akan tetapi juga memberikan gambaran dalam kehidupan sosial sebuah komunitas. Begitu juga dengan film Emak Ingin Naik Haji yang menggambarkan kondisi keseharian masyarakat Indonesia, tentang cinta tulus dan tak terbatas antara seorang Ibu dan anaknya. FilmEmak Ingin Naik Haji adalah sebuah mega film buah karya Aditya
Gumay yang diambil dari cerpen karya Asma Nadia yang berjudul “Emak Ingin Naik Haji”. Cerpen yang diangkat oleh sang Sutradara dari Majalah Noor tersebut
kemudian dikembangkan menjadi suatu skenario filmEmak Ingin Naik Haji yang judulnya sama persis seperti cerpennya. Film ini mendapat respon positif dari masyarakat dengan jumlah penonton yang luar biasa. Dengan berbagai keunggulan film tersebut, maka penulis melakukan penelitian mendalam pada aspek cerita film khususnya pada naskah film ini, guna memahami isu dan pesan yang sebenarnya hendak disampaikan.
Masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana isi cerita film yang dibingkai oleh Aditya Gumay sebagai Sutradara film Emak Ingin Naik Haji. Dengan menggunakan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dan menggunakan Teori Agenda Setting Media, dapat ditelaah bagaimana realitas simbolik yang disajikan dalam film Emak Ingin Naik Haji dan bagaimana proses pengemasan pesan oleh Aditya Gumay dalam film ini melalui elemen Sintaksis, Skrip, Tematik, dan Retoris sesuai isu pesan yang ditonjolkan dalam frame-frame yang terdapat dalam cerita film tersebut.
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam pelaksanaannya lebih dilakukan pada pemaknaan teks. Pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi, kemudian data-data dianalisis melalui strukturframing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrohiim.
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, serta berkat ridho dan
hidayah-Nya pula skripsi yang berjudul Pengemasan Pesan Moral dalam Film
“Analisis Framing Film Emak Ingin Naik Haji” ini dapat penulis selesaikan,
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.
Kom. I) program studi S 1 pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menjadi
zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak
kekurangan-kekurangan yang harus disempurnakan. Untuk itu kritik dan saran
selalu penulis harapkan demi kemajuan kita bersama di masa depan.
Melalui kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Kiswantoro dan Ibunda tercinta Melly
Amelia serta Kakaku satu-satunya Haris Kisumal atas inspirasi dan
dorongan motivasi yang tak terhingga sehingga penulis dapat
2. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi beserta Pembantu Dekan. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A
selaku Pudek 1, Bapak Drs. H. Mahmud Djalal, M.A selaku Pudek II, dan
Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A selaku Pudek III.
3. Bapak Drs. Jumroni, M. Si dan Dra. Umi Musyarofah, MA, selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, yang banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan sejumlah berkas-berkas
perkuliahan.
4. Bapak Drs. Gun Gun Heryanto, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi
yang banyak memberikan masukan dan ilmunya demi perbaikan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Prof. Dr. Andi Faisal Bakhti, MA, selaku dosen penasehat akademik yang
sejak awal penulis kuliah di FIDIKOM dengan jurusan KPI serta sebelum
penyusunan skripsi ini telah banyak memberikan motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi dengan baik sesuai
harapan.
6. Seluruh Dosen, serta para staf Tata Usaha dan Akademik Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan berbagai hal,
terutama ilmu dan pengalaman.
7. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan
8. Bapak Aves, selaku Produser film “Emak Ingin Naik Haji” yang telah
memberikan waktunya untuk memberikan informasi kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman KKN ‘95’ 2010, Disya, Ica, Wildah, Gauzi, Irvan,
Sholahudin, Abi, Dede, Fawas, Aris, Arman, Kiki, Maris, Saeful, Bukhori,
Badrus, Ridwan, Bangkit, dan Abil yang telah mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama selama sebulan di Bandung Barat, Desa
Cicangkang Hilir.
10. Teman-temn KPI Angkatan 2007 khusunya kelas D yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan masukan,
inspirasi, motivasi, dan kenangan indah selama penulis kuliah.
11. Sahabat-sahabat tersayang, Shohib, Irvan, Rajesh, Vera, Anay, Azis,
Kanda Umar, Nisa, Suci, Fitria, Ayu, Lala, Fuad, Ichal, Mitha, Rekha,
Reza, Ida, Ecca, Ella, Rifat, Farah, Arini, Nunu, Niken, Wempi, Kanda
Very, Fauzan, Adit, Salsha yang selalu memberikan semangat dan
dorongan bagi penulis.
12. Teman-teman HMI KOMFAKDA, BEM-Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, BEM-Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah
banyak memberikan penulis pengalaman dan pembelajaran di luar
Universitas.
13. Teman-teman seperjuangan, MD, BPI, PMI, Kessos dan Jurnalistik, serta
seluruh senior yang secara langsung ataupun tidak telah memberikan
Serta teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, namun tak mengurangi Respect penulis kepada mereka semua.
Terimakasih atas bantuan, dorongan dan motivasi untuk penulis sampai penulisan
skripsi ini selesai. Besar harapan penulis adanya Saran dan Kritik dari pembaca
sehingga menjadi pijakan keberhasilan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi
ini bisa membawa manfaat. Amin ya Robbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Juni 2011
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBING... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iii
ABSTRAK... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Metodologi Penelitian ... 9
E. Penelitian Terdahulu ... 21
F. Sistematika Penulisan ... 22
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Agenda Setting Media ... 23
B. Konstruksi Realitas ... 26
C. Konseptualisasi Film... 29
D. Pengertian Moral ... 33
E. Definisi Pesan ... 35
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji
1. Tim Produksi Film Emak Ingin Naik Haji... 42
2. Pemeran Tokoh Film Emak Ingin Naik Haji ... 43
B. Sinopsis Film Emak Ingin Naik Haji ... 44
BAB IV ANALISIS FRAMING FILM EMAK INGIN NAIK HAJI
A. Realitas Simbolik dalam Film Emak Ingin Naik Haji... 47
B. Pengemasan Pesan Moral dalam Film Emak Ingin Naik Haji ... 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran-saran... 82
DAFTAR PUSTAKA... 85
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Film adalah media komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan
suatu pesan sosial maupun moral kepada khalayak banyak dengan tujuan
memberikan informasi, hiburan, dan ilmu yang tentunya bermanfaat dan mendidik
ketika dilihat dan didengar oleh khalayak banyak. Film mempunyai seni tersendiri
dalam memilih suatu peristiwa untuk dijadikan sebuah cerita.
Film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan. Ia
juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas
terlihat dalam masyarakat.1
Film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya tersebut
ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis.
Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan jenis komunikasi massa
lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif. Film atau cinemathograpie
berasal dari dua kata cinema + tho yaitu phytos (cahaya) dan grapie (tulisan,
gambar dan citra). Film atau motion picture ditemukan dari hasil pengembangan
prinsip-prinsip fotograpi dan proyektor.2
Film adalah salah satu media komunikasi massa, yang unik dibandingkan
dengan media lainya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap,
penerjemahanya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata,
juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas
1
Pranajaya,Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992), h. 6.
2
ragamnya, berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif
yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara seksama apa
yang mungkin ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik
ceritanaya. Yang tak kalah pentingnya, film merupakan ekspersi atau pernyataan
dari sebuah kebudayaan ia juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang
kadang kurang terlihat jelas terlihat dalam masyarakat.3
Film juga termasuk media massa dan media massa ini adalah surat kabar,
film, radio, dan televisi. Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran
pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak,
yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat
kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si
komunikator. Dengan demikian, maka jelas bahwa komunikasi massa atau
komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” (one way trafic). Begitu
pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima,
dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Wartawan surat kabar, penyiar radio,
penyiar televisi, atau sutradara film tidak mengetahui nasib pesan yang
disampaikan kepada khalayak itu.4
Jadi menurut peneliti bahwa penonton film belum tentu mengamalkan atau
mengikuti apa yang dia lihat atau apa yang dia tonton dalam film. Sifatnya belum
pasti karena mungkin dia hanya melihat film itu untuk sekedar hiburan karena
tokoh yang membintangi film tersebut dia senangi dan lain-lain sebagainya.
walaupun terkadang film itu diangkat dari kisah nyata yang seharusnya diambil
hikmahnya (informasinya).
3
Pranajaya,Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, h.19.
4
Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama diputar berjudul
Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada
Tahun 1927-1928-an Krueger Corporation memproduksi film Eulis Atjih, dan
sampai tahun 1930, masyarakat disuguhi filmLoetoeng Kasaroeng, Si Conat dan
Pareh Film-film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang-orang
Belanda dan Cina.5
Film bicara yang pertama berjudul Terang Bulan yang bintangi oleh
Roekiah dan R. Mochtar. Pada saat perang Asia Timur Raya di penghujung tahun
1941, perusahaan perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu
berpindah tangan kepada pemerintah Jepang, diantaranya adalah NV. Multi Film
yang diubah namanya menjadiNippon Eiga Sha, yang selanjutnya memproduksi
film feature dan film dokumenter. Jepang telah memanfaatkan film untuk media
informasi dan propaganda. Namun, tatkala bangsa Indonesia sudah
memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 Nippon
Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia.6
Effendi sebagaimana dikutip Elvinaro Ardiyanto dalam bukunya yang
berjudul Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, setiap halnya televisi siaran, tujuan
khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi
dalam film akan terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.
Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain
sebagai media hiburan, film nasional, film nasional dapat digunakan sebagai
5
Onong Uchjana Effendy,Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) Cet Ke-3, h. 217.
6
media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nations and
charakter building.7
Abad ke-21 sepertinya telah menjadi babak baru bagi kehidupan umat
manusia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia. Oleh karena pada
masa itu telah terjadi revolusi kehidupan hampir di semua sektornya. Era pasar
bebas sebagai konsekuensi dari adanya globalisasi seakan-akan memaksa setiap
orang untuk terus bekerja keras tanpa mengenal lelah dan mengenal waktu hanya
demi mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan jaman. Sehingga hampir
saja tidak ada waktu untuk menghadiri forum pengajian dan semacamnya. Padahal
kalau boleh jujur, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesungguhnya
mereka juga membutuhkan hal-hal yang bersifat spiritual (ketenangan batiniah)
yang hanya dapat diperoleh lewat jalan dakwah.8
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Syiar Deddy Mizwar
karangan Zaenal Arifin, Berangkat dari fenomena itu, model dakwah melalui
tayangan film dan sinetron menjadi salah satu pilihan tepat untukk menjawab
berbagai persoalan di atas karena karena dakwah dalam konteks ini bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya, tetapi juga menjadi media hiburan. Film
dan sinetron itu sendiri adalah dua hal yang serupa tetapi tak sama. Maksudnya,
yang disebut film dalam masyarakat kita sesungguhnya adalah film teatrikal yang
di produksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung-gedung pertunjukan atau
bioskop (cinema). Dalam istilah lain, sinetron juga dapat disebut dengan film
televisi (television film) yang dibuat khusus untuk siaran televisi. Namun
demikian, keduannya merupakan hasil karya seni peran yang bersifat imajinatif
7
Elvinaro Ardianto,Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 136.
8
(tidak sebenarnya) untuk menggambarkan suatu objek atau sebuah realitas
kehidupan dan mengandung misi atau tujuan tertentu dari pihak yang
memproduksinya.9
Film “Emak Ingin Naik Haji” sukses meraih penghargaan terpuji dalam
festival film Bandung, di Hotel Horison, Bandung, Jumat (23/4). Film ini terpilih
sebagai Film terpuji, selain meraih penghargaan sebagai Film terpuji Festival Film
Bandung (FFB) 2010, Film Emak Ingin Naik Haji juga menang di kategori
Pemeran Utama Pria Terpuji yang diraih Reza Rahardian, Pemeran Utama Terpuji
diraih Ati Kanser, Sutradara Terbaik diraih Aditya Gumay, dan Penata Artistik
terpuji diraih Herlin Lanang. Dengan demikian dalam Festival Film Bandung
2010 ini, film Emak Ingin Naik Haji total meraih lima penghargaan.10
Seperti diketahui film merupakan salah satu acara yang ditayangkan
televisi. Terdapat beberapa pesan moral yang dapat diangkat atau diambil
maknanya dari tayangan-tayangan film yang disesuaikan dengan alur atau jalan
cerita dari isi film tersebut. Sebab film memberikan peluang untuk terjadinya
peniruan apakah itu positif ataupun negatif. Dikarenakan dampak yang
ditimbulkan lewat acara-acara film begitu besar maka sungguh pas dan tepat jika
proses dakwah pun dilakukan melalui film-film yang bertemakan dakwah. Salah
satu film yang memberikan pesan dakwah sekaligus pesan moral adalah film
“Emak Ingin Naik Haji”.
Film “Emak Ingin Naik Haji” bercerita tentang: Emak, seorang wanita
berusia lanjut yang sabar, tulus, dan penuh kebaikan hati, seperti umat Islam
9
Zaenal Arifin,Syiar Deddy Mizwar, h. 93-94.
10
lainnya, sangat ingin menunaikan ibadah haji. Sayangnya, Emak tidak memiliki
biaya untuk mewujudkan keinginannya. Kehidupan Emak sehari-hari hanya
bergantung pada hasil jualan kue. Ada juga sedikit tambahan uang dari Zein,
anaknya yang duda, penjual lukisan keliling. Walaupun Emak tahu bahwa pergi
haji adalah salah satu hal yang mungkin sulit diraih, Emak tidak putus asa, dia
tetap mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk disetorkan ke tabungan haji di
bank. Zein, yang melihat kegigihan Emak, berusaha dengan berbagai cara untuk
dapat mewujudkan keinginan Emak. Tapi, Keterbatasannya sebagai penjual
lukisan keliling, serta masalah-masalah yang diwarisinya dari perkawinannya
yang gagal, menyebabkan Zein hampir-hampir putus asa dan nekat. Sementara,
tetangga Emak yang kaya raya sudah beberapa kali menunaikan haji, apalagi pergi
umroh. Di tempat lain ada orang berniat menunaikan haji hanya untuk
kepentingan politik.
Alasan peneliti mengapa memilih film Emak Ingin Naik Haji dalam
penelitian yaitu karena film ini memang banyak terjadi dalam kehidupan
sehari-hari yang bisa dijadikan contoh yang baik atau buruk untuk para penontonnya.
Menceritakan seorang anak sholeh yang ingin membahagiakan Emaknya untuk
pergi haji. Kecintaan dan perjuangan seorang anak agar Emaknya bisa naik haji,
membuat penonton tak terasa meneteskan air mata ketika menontonnya dan
merasa kesal ketika melihat dalam peran lain bahwa seseorang di tempat yang
berbeda naik haji dengan begitu gampangnya. Karena orang kaya atau karena
jabatan yang memaksanya untuk naik haji. Sinematografi film ini memang tidak
indah, tapi kameramen mampu menangkap indahnya sebuah perkampungan.
menutupi segala kekurangan film ini. Aty Cancer dan Reza Rahardian yang
bermain dengan sangat mantap. Hubungan antara anak dan Emak sangat klop dan
apa yang dimainkan mereka adalah sebuah contoh bagaimana aktor seharusnya
menjiwai peran dengan sungguh-sungguh.
Ada banyak pesan yang terkandung dalam film Emak Ingin Naik Haji,
diantaranya: Mencari gelar haji/hajjah menaikkan status sosial atau unjuk
kekayaan adalah niatan-niatan yang semestinya harus dikubur dalam-dalam saat
hendak menunaikan ibadah haji. Karena tiap amalan sekecil apapun hanya pantas
ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih ibadah haji merupakan
amalan mulia yang memiliki kedudukan tinggi di dalam Islam. Haji ke Baitullah
merupakan ibadah yang sangat mulia dalam Islam.
Kemudian dilihat dari aspek penonton pemutaran perdana filmEmak ingin
Naik Haji di PIM I Jakarta Selatan, tim 21cineplex.com yang diundang untuk
menyaksikan film ini bersama sang sutradara Aditya Gumay, penulis novel Asma
Nadia dan penulis naskah film ini Adenin Adlan, benar-benar merasa tersentuh
dengan apa yang baru saja kami saksikan. Lebih dari 80 menit pemutaran film ini,
kami menyaksikan sebuah karya yang menurut kami sangat menyentuh
perasaan.11
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti bermaksud
menyusun skripsi dengan judul Pengemasan Pesan Moral Dalam Film: Analisis
Framing Film“Emak Ingin Naik Haji”
11 Komentar penonton ‘film emak ingin naik haji’,
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari semakin luas dan melebarnya pembatasan maka
penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya pada analisis
tekstual dalam naskah film (Final Draft Scenario) Emak Ingin Naik Haji karya
Aditya Gumay.
Sedangkan perumusan masalah yang diangkat adalah :
1. Bagaimanakah Realitas Simbolik yang disajikan dalam film Emak Ingin
Naik Haji?
2. Bagaimanakah Pengemasan pesan moral yang disampaikan Aditya Gumay
dalam filmEmak Ingin Naik Haji?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Realitas Simbolik yang disajikan dalam filmEmak
Ingin Naik Haji
2. Untuk mengetahui Pengemasan pesan yang disampaikan Aditya
Gumay dalam filmEmak Ingin Naik Haji
b. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
perkembangan kajian dakwah dan kajian komunikasi terutama media
komunikasi massa, serta memberikan pandangan baru tentang analisis
2. Manfaat Praktis
Memberi kontribusi pada para praktisi media terutama praktisi film
dalam menganalisisframingfilm bernuansa religi.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Konstruktivisme
Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap
paradigma positivis. Menurut paradigma kontruktivisme, realitas sosial yang
diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa
dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma kostruktivisme yang ditelusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku alam, karena manusia pemberian makna
ataupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.
Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber,
menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat
dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang
timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa setiap individu
akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan,
dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan
dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta
pemahaman (interpretive understanding).12
Kajian paradigma kostruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara
dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan
mengkontruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.
12
Menurut kamus komunikasi definisi Konstruksi adalah suatu konsep, yakni
abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus yang dapat diamati dan
diukur. Implikasi dalam paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa
pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar untuk
mengerti. Menurut Ardianto, konstruktivisme merupakan salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi
(bentukan) kita sendiri.13
Sehingga komunikasi itu dapat dirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di
tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori
Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah diri yang
terlibat dalam lingkup publik, -pada dirinya terdapat atribut sosial budaya
masyarakatnya, sedangkan Self adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran
khasnya di tengah sejumlah pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Implikasi
paradigma konstuktivisme tiodak dapat dipisahkan dari tiga logika dasar desain
pesan, yaitu ekpresif, konvensional, dan retoris.14
Logika ekpresif dimana memperlakukan komunikasi sebagai suatu model
ekpresif diri, memiliki sifat pesan yang terbuka, relatif secara alami, dan sedikit
memperhatikan yang menjadi keinginan orang lain. Logika konvensional dimana
memandang komunikasi sebagai permainan yang dilakukan secara teratur,
komunikasi biasanya dilakukan berdasarkan norma, kesopanan, atau aturan yang
diterima bersama, sehingga komunikasi berlangsung secara sopan dan tertib, serta
terkadang mengandung bentuk-bentuk jebakan kesopanan (seperti: “tolong”,
“silahkan/please”, dll). Logika retoris dimana memandang komunikasi sebagai
13
Onong Uchjana Effendy,Kamus Komunikasi, h. 72.
14
suatu cara mengubah aturan melalui negosiasi, pesannya bisa dirancang fleksibel,
berwawasan, dan berpusat pada orang.
2. Metode Penelitian
Metodelogi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif dapat menunjukan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat,
sejarah, tingkah laku, atau hubungan kekerabatan. Beberapa data dapat diukur
melalui data sensus, tetapi analisisnya adalah analisis data kualitatif. Beberapa
peneliti memperoleh data dengan cara interview dan observasi. Teknik-tekniknya
menghubungkan secara normal dengan metode kualitatif.15
Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum
yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat.
Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial
dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan
untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.16 Dan penelitian ini
bersifat kualitatif karena dalam pelaksanaanya lebih dititik beratkan pada
pemaknaan teks, dari pada penjumlahan kategori. Analisis ini tidak digunakan
untuk mencari data frekuensi, akan tetapi untuk menganalisis dari data yang
tampak, maka analisis ini digunakan untuk memahami fakta dan bukan untuk
menjelaskan fakta tersebut.17
3. Jenis Penelitian
Berdasarkan dari tujuannya ini menggunakan jenis penelitian eksplantif
kaitannya dengan penelitian analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald
15
Syamsir Salam, MS,Metodologi Penelitian (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta & UIN Jakarta Press, 2006), h. 30.
16
Bungin,Sosiologi Komunikasi,h. 303.
17
M, Kosicki dalam struktur sintaksis adalah untuk mengetahui cara penulis
menyusun cerita, struktur skrip untuk mengetahui cara penulis mengisahkan
cerita, struktur tematik untuk mengetahui cara penulis menulis cerita, dan struktur
retoris untuk mengetahui cara penulis menekankan cerita.18 Peneliti mencoba
mencari tahu sebab dan alasan mengapa peristiwa bisa terjadi, diantaranya
menjelaskan secara akurat mengenai satu topik masalah, menghubungkan
topik-topik yang berbeda namun memiliki keterkaitan.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan antara peneliti yaitu seseorang yang
berharap mendapat informasi dan informan yaitu seorang yang diasumsikan
mempunyai informasi langsung dari sumbernya.19 Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan kepada Bpk. Aves, selaku Produser film “Emak Ingin
Naik Haji.”
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah instrument pengumpulan data yang sering digunakan
dalam berbagai metode pengumpulan data. Metode observasi yaitu dengan
mendatangi langsung lokasi kantor MizanProductions House dan wawancara
langsung dengan Produser Film Emak Ingin Naik Haji, kegiatan ini yang
sering dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi. Tujuannya untuk
mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.
18
Ipah Farihah,Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayattullah Jakarta(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006).
19
Dokumentasi bisa berbentuk dokumen publik atau dokumen privat,20 melalui
potongan film, buku-buku, dan media massa yang berhubungan dengan judul
yang penulis angkat.
5. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisisFraming. Framing
didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan
informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada tersebut.
Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi
dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen suatu isu memperoleh alokasi
sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang
terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam
penarikan kesimpulan.21
Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat sebuah
informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Suatu peningkatan dalam
penonjolan mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi,
melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam
ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara
penempatannya atau pengulangan dengan simbol-simbol budaya yang sudah
dikenal.22
Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk
mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)
dibingkai oleh media.23
20
Rachmat Kriyanto,Tehnik Praktisi Riset Komunikasi, h. 116.
21
Alex Sobur,Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 163.
22
Alex Sobur,Analisis Teks Media, h. 164.
23
Analisis bingkai merupakan dasar stuktur kognitif yang memandu persepsi
dan representasi realitas ―membongkar ideologi dibalik penulisan informasi,
Menjelaskan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman terhadap
sebuah peristiwa.24
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang merupakan salah satu dari
analisisframingterpopuler yang digunakan untuk memperoleh gambaran isi pesan
yang disampaikan. Model analisis ini dibagi dalam empat struktur besar, yakni
meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Struktur berhubungan
dengan bagaimana penulis menyusun gagasan dalam sebuah cerita.
Bagian-bagain yang diamati adalah judul, latar dan lainnya. Bagian ini disusun dalam
bentuk tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman
bagaimana cerita hendak disusun.25
Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita
yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan
adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan
oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar
kemenarikan sebuah cerita fiksi.26
1. Struktur Sintaksis
Struktur berhubungan dengan bagaimana penulis menyusun gagasan
dalam sebuah cerita. Bagian-bagain yang diamati adalah judul, latar dan lainnya.
Bagian ini disusun dalam bentuk tetap dan teratur sehingga membentuk skema
yang menjadi pedoman bagaimana cerita hendak disusun.
24
Jumroni,Metode-metode Penelitian Komunikasi, h. 92.
25
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 113.
26
Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita
yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan
adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan
oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar
kemenarikan sebuah cerita fiksi.27
Peristiwa dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional,
kaitan dan acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang
menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa
peristiwa fungsional merupakan inti sebuah karya fiksi yang bersangkutan.
Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan
peristiwa-peristiwa penting (baca : peristiwa-peristiwa fungsional) dalam pengurutan penyajian cerita
(atau : secara plot).28
Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh
dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur
lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang
melingkupi batin seorang tokoh. Dalam hal ini bukannya alur dan
peristiwa-peristiwa penting yang diceritakan melainkan bagaimana suasana alam dan batin
dilukiskan. Selain peristiwa dalam sebuah plot cerita dikenal juga adanya konflik.
Konflik menyarankan pada sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi
atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang jika tokoh (-tokoh) itu mempunyai
kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa
dirinya. Bentuk konflik sebagai bentuk kejadian, dapat dibedakan dalam dua
kategori; konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.
27
Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian, h. 113.
28
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi dengan sesuatu yang diluar dirinya–
dengan ingkungan alam – dengan lingkungan manusia. Sedangkan konflik
internal (atau: konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang
tokoh(atau: tokoh-tokoh)cerita.29
Ada satu lagi yang menetukan (arah) perkembangan plot adalah klimaks.
Menurut Stanton dalam buku Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyanto
menyatakan, klimaks adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas
tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari
kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita, peristiwa dan
saat itu memang harus terjadi tidak boleh tidak.30
2. Struktur Skrip
Struktur skrip melihat bagaimana strategi penulis cerita mengisahkan atau
menceritakan peristiwa sesuai dengan plotnya, dan berdasarkan nilai konstruksi
dramatik sebuah cerita dalam skenario. Dalam berita, wartawan menggunakan
beberapa peringkat dalam struktur skrip ini yaitu What(apa),When (kapan),Who
(siapa), Where (dimana), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Begitu juga
dengan penulis cerita tetap menggunakan unsur-unsur tersebut dalam
mengisahkan cerita, namun sudah dikemas dalam unsur-unsur skenario film.
Cerita adalah perjuangan protagonis dalam mengatasi problema tema dan untuk
mencapai goal. Lintasan perjuangan tersebut berupa rangkaian adegan, yakni
adegan yang merupakan pokok-pokok cerita, adegan-adegan yang indah dan
29
Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian ,h. 122-124.
30
memiliki nilai dramatik, yakni yang mengandung konflik, ketakutan, dan
sebagainya.31
3. Struktur Tematik
Struktur tematik berhubungan cara penulis berita mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar
kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Perangkat framing yang
digunakan adalah detail, koherensi, bentuk kalimat dan kata ganti. Melalui
perangkat-perangkat ini membantu melihat bagaimana pemahaman itu
diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.32
Detail merupakan strategi komunikator mengekspresikan sikapnya dengan
cara yang implisit. Komunikator detail dalam mengemas pesan, mana yang
dikembangkan dan mana yang diceritakan dengan detail yang besar, akan
menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media. Koherensi
adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi, atau kalimat. Sehingga cerita
yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang
menghubungkannya.33
Koherensi memiliki beberapa macam kategori: pertama, koherensi
sebab-akibat, yaitu proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari
proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas, yakni proposisi atau satu kalimat
sebagai penjelas proposisi atau kata lain. Ketiga, koherensi pembeda, yakni
31
Misbach Yusa Biran,Teknik Menulis Skenario Film Cerita (Yokyakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 128.
32
Eriyanto,Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media (Yokyakarta: LkiS, 2006), cet. ke-6, hal. 238.
33
proposisi atau kalimat satu dipandang menjadi kebalikan atau lawan dari proposisi
atau kalimat lain.34
Adapun kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau
tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Gagasan yang tunggal
dinyatakan dalam kalimat tunggal, dan gagasan yang bersegi dinyatakan dalam
kalimat majemuk.35
Perangkat lain adalah proposisi, menurut Poespoprodjo proposisi adalah
suatu penuturan yang utuh, atau ungkapan keputusan dalam kata-kata.36
Kata ganti adalah elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan
suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh
komunikator untuk menunjukan di mana posisi seseorang dalam wacana.37
4. Struktur Retoris
Retoris berhubungan dengan bagaimana penulis cerita menekankan arti
tertentu ke dalam cerita. Struktur ini akan melihat bagaimana penulis memakai
pilihan kata, idiom, bentuk cerita yang ditampilkan sebagai penekanan arti
tertentu kepada pembaca atau penonton.
Leksikon adalah pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk
menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai
menunjukan sikap dan ideologi tertentu.38
Sedangkan metafora, dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari
suatu cerita. Pemakaian metafora ini bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti
34
Eriyanto,Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media, h. 2.263.
35
E. Zaenal Arifin, dan S. Amran Tasai,Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademik Pressindo, 1995), Cet. Ke-1, h. 78.
36
Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 170.
37
Poespoprodjo,Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, h. 253.
38
makna suatu teks. Penulis cerita menggunakan kepercayaan masyarakat,
ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno bahkan
mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci untuk memperkuat pesan
utama. Penggunaan metafora ini sebagai landasan berfikir atas pendapat atau
gagasan tertentu kepada publik.39
TabelFramingModel Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Sumber : Alex Sobur, (Analisis Teks Media)
E. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian Pengemasan Pesan Moral Dalam Film: Analisis
Framing Film “Emak Ingin Naik Haji”, peneliti terinspirasi pada skrisi-skripsi
terdahulu. DiantaranyaAnalisis Framing Film Ketika Cinta Bertasbih 2 oleh Nur
Ani Handayani. Persamaannya yaitu sama-sama membahas analisis framing
terhadap film. Perbedaannya yaitu di skripsi ini menggunakan analisis framing
39
Poespoprodjo,Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, h. 259.
Struktur Perangkat Framing Struktur Yang Di amati
SINTAKSIS Cara wartawan menyusun cerita
model Gamson dan Modigliani.40 Skripsi yang kedua yaitu Analisis Framing
Pemberitaan Kampanye Politik Pilkada DKI Jakarta Di Koran Harian Warta
Kota. Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas analisis framing.
Sedangkan pebedaannya dimana skripsi ini subjek yang diteliti adalah
pemberitaan kampanye politik pilkada DKI Jakarta di Koran warta kota.41 Skripsi
yang ketiga yaitu Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married oleh Yayu
Rulia. Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas analisis Framing
mengenai pengemasan pesan moral. Sedangkan perbedaannya terletak pada
subjek yang diteliti adalah Film Get Married.42 Skripsi yang keempat yaitu
Analisis Isi Pesan Dakwah Film “Emak Ingin Naik Haji”. Persamaannya yaitu
sama-sama menggunakan subjek Film yang sama yaitu Film “Emak Ingin Naik
Haji”. Sedangkan perbedaannya yaitu pada objek yang diteliti adalah Analisis Isi
Pesan Dakwah.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang
terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian.
40
Nur Ani Handayani, Analisis Framing Film Ketika Cinta Bertasbih 2, Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.
41
Sarmoko, Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Politik Pilkada DKI Jakarta Di Koran Harian Warta Kota,Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.
42
BAB II LANDASAN TEORITIS membahas teori agenda setting media,
konseptualisasi film, definisi pesan, konseptualisasiframing.
BAB III GAMBARAN UMUN FILM EMAK INGIN NAIK HAJI yang terdiri
dari Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji, Tim
Produksi Film Emak Ingin Naik Haji, Pemeran Tokoh Film Emak
Ingin Naik Haji, Deskripsi Karakter Pemain Film Emak Ingin Naik
Haji, Sinopsi Film Emak Ingin Naik Haji.
BAB IV ANALISIS FRAMING FILM EMAK INGIN NAIK HAJI membahas
hasil penelitian yang berisi tentang bagaimana pengemasan pesan dan
realitas simbolik apa saja yang disajikan Aditya Gumay dalam film
Emak Ingin Naik Haji.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Teori Agenda Setting Media
Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu
akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Teori ini
menyatakan bahwa media assa mengangkat sejumlah isu dan mengabaikan isu
yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa sebagai wacana
publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat oleh media massa
dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan urutan yang dipilihkan
oleh media massa.
Maxwel McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama kali
memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973
dengan publikasi pertamanya “The Agenda Setting of The Mass Media.”43
Munculnya Teori Agenda Setting merupakan respons terhadap beberapa
teori yang telah ada sebelumnya. Teori sebelumnya yang merujuk pada paradigma
Magic Bullet, paradigma ini dipengaruhi situasi perang dunia II dan masa
kejayaan Hitler, sehingga media menjadi corong utama kekuasaan. Magic Bullet
menganggap bahwa media mempunyai pengaruh yang besar dan efek langsung
pada audiens yang menjadi komunikan.44
Seorang teoritisi Agenda Setting, Cohen, faktanya media tidak selalu
berhasil
43
Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007), h. 195.
44
untuk membuat orang langsung meyakini sebuah realitas. Dalam pengertian
umum Agenda Setting berhubungan dengan tiga agenda yang saling berhubungan
dalam teori-teorinya yakni Agenda Media, Agenda Publik, dan Agenda Kebijakan
pemerintah. Namun yang peneliti guakan ialah Agenda Media. Agenda media
adalah seperangkat topik atau isu yang dibahas oleh media (televisi, radio, koran,
dan lain-lain).
Agenda Setting dalam pengertian khusus adalah proses dimana berita
media mengarahkan publik dalam menetapkan hal-hal yang bersifat relatif penting
untuk melihat beragam isu publik. Agenda Setting mempengaruhi publik bukan
dengan mengangkat “isu-isu ini penting” secara terbuka, namun lebih dengan
memberikan ruang dan waktu agar publik menganggap isu-isu itu penting. Teori
Agenda Setting melakukan penelitian secara luas kepada berbagai macam jenis
media, baik cetak maupun elektronik. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa
media lebih menekankan untuk membangun kesadaran audiens akan sebuah isu
atau realitas, bukan membangun keyakinan akan isu atau realitas itu.45
Teori ini menyatakan bahwa media massa mengangkat sejumlah isu dan
mengabaikan isu yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa
sebagai wacana publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat
oleh media massa dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan
urutan yang dipilihkan oleh media massa. Sebagaimana dikutip oleh Onong
Uchjana Effendy di dalam bukunya David Heaver “Media Agenda Setting and
Media Manipulations” (1981) menuliskan bahwa pers sebagai media komunikasi
massa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan menbentuk
45
seperti sebuah kaledioskop yang menyaring dan membentuk cahaya. Sehingga
media tidak hanya sekedar merefleksikan hal-hal atau peristiwa, melainkan
menyeleksi dan membentuknya menjadi bernilai berita (news value) dan hanya
sedikit saja yang tidak bernilai berita.46
Agenda Setting mengembangkan isu atau citra yang menyolok dalam
pikiran publik. Fungsi agenda setting merupakan proses linier yang terdiri dari
tiga bagian. Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun, proses ini
memunculkan isu-isu bagaimana agenda media ditempatkan pada tempat yang
pertama. Kedua, agenda media dalam beberapa hal mempengaruhi atau
berinteraksi dengan agenda publik terhadap pentingnya isu. Ketiga, proses
bagaimana memunculkan pertanyaan, bagaimana kekuasaan media mempengaruhi
agenda publik.47
Agendasetting meggambarkan kekuatan pengaruh media yang sangat kuat
terhadap pembentukan opini masyarakat. Mengutip dari tulisan S. Djuarsa
Senjdaya dalam bukunya “Teori Komunikasi”.
“Media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda”48
Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik justru hanya
jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa
akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang
46
Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 287.
47
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 37.
48
diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada
konteks ini media massa memiliki fungsiagenda setter sebagaimana yang dikenal
dengan Teori Agenda Setting. Tesis utama teori ini adalah besarnya perhatian
masyarakat terhadap sebuah isu amat bergantung seberapa besar media
memberikan perhatian pada isu tersebut. Bila satu media, apalagi sejumlah media,
menaruh sebuah kasus sebagaiheadline, diasumsikan kasus itu pasti memperoleh
perhatian yang besar dari khalayak. Ini tentu berbeda jika, misalnya kasus tersebut
dimuat di halaman dalam, bahkan di pojok bawah pula. Faktanya, konsumen
media jarang memperbincangkan kasus yang tidak dimuat oleh media, yang boleh
jadi kasus itu justru sangat penting untuk masyarakat.49
Menurut McCombs dan Shaw berpendapat sebagaimana yang telah dikutip
oleh Jalaludin Rahmat bahwa:
Dampak media massa adalah kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif diantara individu-individu telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa, disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia kita. Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkan.50
Jadi, menurut peneliti media massa mempunyai kemampuan untuk
memilih dan menekankan topik tertentu yang dianggapnya penting (menetapkan
agenda) sehingga membuat khalayak berpikir bahwa isu yang dipilih media itu
penting.
49
Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 167.
50
B. Konstruksi Realitas
Dalam konstruksi realitas bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan
instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Pilihan kata dan cara penyajian
suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas dan sekaligus
menetukan makna yang muncul dari bahasa.51
Istilah Konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter
L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku yang berjudul Tafsir Sosial atas
Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Dalam buku tersebut mereka
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan innteraksinya, dimana
individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subjektif. Berger dan Luckmann memulai penjelasan realitas
sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan” mereka
mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas-realitas, yang
diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri.
Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realias-realita situ
nyata dan memilki karakteristik secara spesifik.52
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan
melalui 3 proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektifasi, dan internalisasi. Proses
ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan
realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan
simbolis.53
51
Alex Sobur,Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 90-91.
52
Alex Sobur,Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 91.
53
1. Realitas Objektif
Menurut Subiakto yang dikutip oleh Burhan Bungin bahwa realitas
objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang
berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan.
Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang
diberikan oleh orang lain.
2. Realitas Simbolis
Realitas simbolis adalah merupakan ekpresi simbolis dari realitas objektif
dalam berbagai bentuk. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia
menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan
hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi yang berfungsi untuk
membuat objektif dan subjektif yang masuk akal dan mengatur bentuk-bentuk
sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupan.
3. Realitas Subjektif
Realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui
proses internalisasi.54 Dapat dikatakan institusi masyarakat tercipta dan
dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun
masyarakat dan institusi sosial terlihat secara objektif, namun pada
kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui interaksi.
4. Tahap Konstruksi Sosial Pada Media Massa
Substansi teori dan pendekatan konstruksi atas realitas Berger dan Luckmann
adalah proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam
54
kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis
sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi modern di Amerika
Serikat tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena
yang menarik untuk dibicarakan.55
C. Konseptualisasi Film
1. Pengertian Film
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2003), film diartikan
sebagai (1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif
(yang akan dibuat potret) atau tempat positif yang akan dimainkan di bioskop; (2)
Lakon (cerita) gambar hidup.56
Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang
bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak (baca:
statis), sedangkan film memberikan ilusi gerak (moving camera). Film adalah
gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar hidup adalah bentuk
seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film merupakan teknologi
hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dan
skala luas di samping pers, radio, dan televisi.57
Berdasarkan undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah
karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada seluloid,
pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya
55
Burhan Bungin,Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 202.
56
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi. Ke-3, h. 316.
57
dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau
lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan pembuatan jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan,
pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film.58
Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film memiliki
realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Film
menunjukan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara
menghadapi masa kini dan keinginan manusia pada masa yang akan datang.
Sehingga dalam perkembangannya, film bukan lagi sekedar usaha menampilkan
“Citra Bergerak” (Moving Images). Namun telah diikuti oleh muatan-muatan
kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya
hidup.59
Jadi, menurut peneliti bahwa film adalah cerita atau gambaran kehidupan
nyata sehari-hari yang digambarkan melalui media elektronik baik audio maupun
visual untuk disampaikan dan disajikan kepada khalayak banyak agar dapat
dinikmati pesannya yang terkandung.
2. Jenis-Jenis Film
Jenis-Jenis film dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut :
a. Film Cerita (story film)
Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita,
sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa
manusia. Cerita dalam film ini diambil dari kisah-kisah sejarah, cerita nyata dari
kehidupan sehari-hari, atau khayalan yang diolah untuk menjadi film. Film cerita
58
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32.
59
Victor C. Mambor, “Satu Abad”Gambar Idoep” di Indonesia,
diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide, dengan pertolongan gambar-gambar,
gerak dan dikemas yang memungkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan
yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi penikmatnya. Ide atau
pesan cerita menggunakan pendekatan yang bersifat membujuk. Oleh karena itu
film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai-nilai.60
b. Film Berita (newsreel)
Film berita adalah filom mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar
terjadi. Kamera sekedar merekam peristiwa, karena sifatnya berita, film ini
disajikan kepada publik harus bernilai berita (newsvalue), film berita
menitikberatkan pada segi pemberitaan kejadian aktual, misalnya dokumentasi
peristiwa perang, dan komunikasi upacara kenegaraan.61
c. Film Dokumentar (Documentary Film)
Istilahdokumentary awalnya digunakan oleh seorang (sutradara director)
Inggris Jhon Grierson. Film dokumenter didefinisikan oleh Grierson sebagai karya
ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality). Titik berat dalam
film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Raymond Spottiswoode
dalam bukunya A Grammar of the Film menyatakan “Film dokumenter dilihat
dari segi subjek dan pendekatannya adalah penyajian hubungan manusia yang di
dramatis dengann kehidupan kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial,
maupun politik.” Dan dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang kurang
penting dibandingkan dengan isinya.62
60
Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 211.
61
Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996), h. 13.
62
d. Film Kartun (cartoon film)
Film kartun adalah film yang berasal dari lukisan para seniman. Titik berat
dalam pembuatan film kartun adalah seni lukis. Film ini adalah hasil dari
imajinatif para seniman lukis yang kemudian menghidupkan gambar-gambar
seolah-olah hidup.63 Film kartun juga disebut sebagai film animasi filom animasi
memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain, seperti;
boneka, meja dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi seperti
halnya Mickey Mouse, Donald Duck dan Shincan.64
3. Unsur-unsur Film
Beberapa unsur yang terdapat dalam sebuah film. Unsur-unsur tersebut
adalah:
a. Title(Judul)
b. Crident Title, meliputi : produser, karyawan, artis dll
c. Tema film
d. Intrik, yaitu usaha pemeranan film untuk mencapai tujuan
e. Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan
f. Plot (alur cerita)
g. Suspend atau keterangan, masalah yang masih terkatung-katung
h. Million Setting, latar belakang terjadinya peristiwa, masa waktu, bagi kota,
perlengkapan, aksesoris.
i. Sinopsis, yaitu untuk memberi ringkasan atau gambaranm dengan cepat
kepada orang yang berkepentingan
j. Trailer, yaitu bagian film yang menarik
63
Effendy,Ilmu Teori, h. 216
64
k. Character, yaitu karakteristik pelaku-pelaku
4. Struktur-struktur Film
Adapun struktur-struktur dalam film adalah sebagai berikut :
a. Pembagian cerita (scene) b. Pembagian adegan (squence) c. Jenis pengambilan gambar (shoot) d. Pemilihan adegan pembuka (opening) e. Alur cerita dancontunuity
f. Intrique, meliputijealousy, penghianatan, rahasia bocor, tipu muslihat dll g. Anti Klimaks, penyelesaian masalah.
h. Ending, akhir cerita dari sebuah film, bisa berakhir bahagia (happy ending) atau berakhir menyedihkan (sad ending).65
D. Pengertian Moral
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik-buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan.66 Kata moral sendiri berasal dari bahasa latin
yaitumos ataumores yang berarti adat istiadat, kebiasaan kelakuan, tabiat, watak,
dan cara hidup. Sedangkan secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan
untuk menetukan batas dari sifat, perangai, kehendak pendapat atau perbuatan
buruk yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.67
Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,
patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan lisan atau tertulis tentang
bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia baik. Sumber dasar
ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajarann agama dan
ideologi-ideologi tertentu.68
65
Pranajaya,Film dan Masyarakat, h. 103.
66
W. J. S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XXI, h. 278.
67
Abudin, Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), cet. 5, h. 94.
68
Dalam buku Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa moral adalah kesusilaan
atau kebiasaan yang dapat mencakup:
1. Seluruh kaidah kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku pada suatu
kelompok tertentu.
2. Ajaran kesusilaan yang dipelajari secara sistematis di dalam etika, falsafah
moral dan teknologi moral.
Menurut Zakiah Darajat, Moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran
(nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang
disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Ajaran moral
membuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat diantara sekelompok
manusia. Norma moral adalahy tentang bagaimana manusia harus hidup supaya
menjadi baik sebagai manusia. Adapaun kategori berdasarkan pesan moral ada
tiga macam:
1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan.
2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri. Menjadi sub; ambisi
harga diri, takut dan lain-lain.
3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial
termasuk hubungan dengan alam. Dibagi menjadi sub kategori;
persahabatan, kesetiaan, penghianatan, permusuhan dan lain-lain.69
E. Definisi Pesan
Pesan menurut Onong Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah : “suatu
komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan
69
seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya
disampaikan kepada orang lain”. Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa
pesan itu adalah “produk fiktif yang nyata yang di hasilkan oleh sumber –
encoder”(Siahaan, 1991). Kalau berbicara maka“pembicara”itulah pesan, ketika
menulis suratmaka “tulisan surat” itulah yang dinamakan pesan.70
Pesan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berupa lambang atau tanda
seperti kata-kata (tertulis ataupun lisan), gestur dll.71
Pesan berarti amanat yang disampaikan dari komunikator kepada
komunikan.72
Jadi, menurut peneliti pesan adalah kata-kata baik lisan maupun tulisan
yang akan disampaikan pemberi pesan kepada penerima pesan untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan.
F. KonseptualisasiFraming
Framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,
khususnya untuk menganalisis media. Gagasan mengenai framing pertama kali
dilontarkan Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur
konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik,
kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk
mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh ooleh
Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan
perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.
70
Definisi Pesan http://all-about-theory.blogspot.com/2010/10/pengertian-pesan.html, diakses pada tanggal,16 Maret 2011 pada pukul 10.30.
71
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, h. 278.
72
Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan
dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas ini, hasil
akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah
tampak. Akibatnya khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek yang tidak
disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama
sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.73
Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu
komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan
aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam perspektif komunikasi, analisis
framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat
mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan
pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti
atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.
Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang
diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke
mana berita tersebut. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai
kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan
diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide
yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Menurut Erving Goffman,
secara sosiologis konsepframe analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita
mengklasifikasi, mengorgamisasi, dan menginterpretasi secara aktif
pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu
73