• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengemasan pesan moral analisis framing film emak ingin naik Haji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengemasan pesan moral analisis framing film emak ingin naik Haji"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM

“EMAK INGIN NAIK HAJI”

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

AYU FARAHDISA NIM : 107051000293

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM

“EMAK INGIN NAIK HAJI”

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

AYU FARAHDISA NIM : 107051000293

Pembimbing

Gun Gun Heryanto, M.Si NIP: 19760812 200501 1 005

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul:Pengemasan Pesan Moral Analisis Framing Film “Emak Ingin Naik Haji”, telah diajukan dalam siding munaqasyah fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 14 Juni

2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) program Strat satu (S I) pada jurusan Manajemen

Dakwah.

Jakarta, 14 Juni 2011

Panitia Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota

Pembimbing,

(4)

ABSTRAK

Ayu Farahdisa 107051000293

PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM “EMAK INGIN NAIK HAJI”

Film merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam menyampaikan pesan, karena film dapat memberikan efek baik dari aspek edukatif, afektif, maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Dalam penyampaian pesannya media film tidak hanya sekedar bercerita akan tetapi juga memberikan gambaran dalam kehidupan sosial sebuah komunitas. Begitu juga dengan film Emak Ingin Naik Haji yang menggambarkan kondisi keseharian masyarakat Indonesia, tentang cinta tulus dan tak terbatas antara seorang Ibu dan anaknya. FilmEmak Ingin Naik Haji adalah sebuah mega film buah karya Aditya

Gumay yang diambil dari cerpen karya Asma Nadia yang berjudul “Emak Ingin Naik Haji”. Cerpen yang diangkat oleh sang Sutradara dari Majalah Noor tersebut

kemudian dikembangkan menjadi suatu skenario filmEmak Ingin Naik Haji yang judulnya sama persis seperti cerpennya. Film ini mendapat respon positif dari masyarakat dengan jumlah penonton yang luar biasa. Dengan berbagai keunggulan film tersebut, maka penulis melakukan penelitian mendalam pada aspek cerita film khususnya pada naskah film ini, guna memahami isu dan pesan yang sebenarnya hendak disampaikan.

Masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana isi cerita film yang dibingkai oleh Aditya Gumay sebagai Sutradara film Emak Ingin Naik Haji. Dengan menggunakan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dan menggunakan Teori Agenda Setting Media, dapat ditelaah bagaimana realitas simbolik yang disajikan dalam film Emak Ingin Naik Haji dan bagaimana proses pengemasan pesan oleh Aditya Gumay dalam film ini melalui elemen Sintaksis, Skrip, Tematik, dan Retoris sesuai isu pesan yang ditonjolkan dalam frame-frame yang terdapat dalam cerita film tersebut.

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam pelaksanaannya lebih dilakukan pada pemaknaan teks. Pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi, kemudian data-data dianalisis melalui strukturframing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrohiim.

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, serta berkat ridho dan

hidayah-Nya pula skripsi yang berjudul Pengemasan Pesan Moral dalam Film

“Analisis Framing Film Emak Ingin Naik Haji” ini dapat penulis selesaikan,

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.

Kom. I) program studi S 1 pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas

Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menjadi

zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak

kekurangan-kekurangan yang harus disempurnakan. Untuk itu kritik dan saran

selalu penulis harapkan demi kemajuan kita bersama di masa depan.

Melalui kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Kiswantoro dan Ibunda tercinta Melly

Amelia serta Kakaku satu-satunya Haris Kisumal atas inspirasi dan

dorongan motivasi yang tak terhingga sehingga penulis dapat

(6)

2. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi beserta Pembantu Dekan. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A

selaku Pudek 1, Bapak Drs. H. Mahmud Djalal, M.A selaku Pudek II, dan

Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A selaku Pudek III.

3. Bapak Drs. Jumroni, M. Si dan Dra. Umi Musyarofah, MA, selaku Ketua

Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, yang banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan sejumlah berkas-berkas

perkuliahan.

4. Bapak Drs. Gun Gun Heryanto, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi

yang banyak memberikan masukan dan ilmunya demi perbaikan dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Andi Faisal Bakhti, MA, selaku dosen penasehat akademik yang

sejak awal penulis kuliah di FIDIKOM dengan jurusan KPI serta sebelum

penyusunan skripsi ini telah banyak memberikan motivasi sehingga

penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi dengan baik sesuai

harapan.

6. Seluruh Dosen, serta para staf Tata Usaha dan Akademik Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan berbagai hal,

terutama ilmu dan pengalaman.

7. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan

(7)

8. Bapak Aves, selaku Produser film “Emak Ingin Naik Haji” yang telah

memberikan waktunya untuk memberikan informasi kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman KKN ‘95’ 2010, Disya, Ica, Wildah, Gauzi, Irvan,

Sholahudin, Abi, Dede, Fawas, Aris, Arman, Kiki, Maris, Saeful, Bukhori,

Badrus, Ridwan, Bangkit, dan Abil yang telah mau bekerja sama untuk

mencapai tujuan bersama selama sebulan di Bandung Barat, Desa

Cicangkang Hilir.

10. Teman-temn KPI Angkatan 2007 khusunya kelas D yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan masukan,

inspirasi, motivasi, dan kenangan indah selama penulis kuliah.

11. Sahabat-sahabat tersayang, Shohib, Irvan, Rajesh, Vera, Anay, Azis,

Kanda Umar, Nisa, Suci, Fitria, Ayu, Lala, Fuad, Ichal, Mitha, Rekha,

Reza, Ida, Ecca, Ella, Rifat, Farah, Arini, Nunu, Niken, Wempi, Kanda

Very, Fauzan, Adit, Salsha yang selalu memberikan semangat dan

dorongan bagi penulis.

12. Teman-teman HMI KOMFAKDA, BEM-Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, BEM-Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah

banyak memberikan penulis pengalaman dan pembelajaran di luar

Universitas.

13. Teman-teman seperjuangan, MD, BPI, PMI, Kessos dan Jurnalistik, serta

seluruh senior yang secara langsung ataupun tidak telah memberikan

(8)

Serta teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu, namun tak mengurangi Respect penulis kepada mereka semua.

Terimakasih atas bantuan, dorongan dan motivasi untuk penulis sampai penulisan

skripsi ini selesai. Besar harapan penulis adanya Saran dan Kritik dari pembaca

sehingga menjadi pijakan keberhasilan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi

ini bisa membawa manfaat. Amin ya Robbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juni 2011

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBING... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Penelitian Terdahulu ... 21

F. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Agenda Setting Media ... 23

B. Konstruksi Realitas ... 26

C. Konseptualisasi Film... 29

D. Pengertian Moral ... 33

E. Definisi Pesan ... 35

(10)

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji

1. Tim Produksi Film Emak Ingin Naik Haji... 42

2. Pemeran Tokoh Film Emak Ingin Naik Haji ... 43

B. Sinopsis Film Emak Ingin Naik Haji ... 44

BAB IV ANALISIS FRAMING FILM EMAK INGIN NAIK HAJI

A. Realitas Simbolik dalam Film Emak Ingin Naik Haji... 47

B. Pengemasan Pesan Moral dalam Film Emak Ingin Naik Haji ... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran-saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 85

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film adalah media komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan

suatu pesan sosial maupun moral kepada khalayak banyak dengan tujuan

memberikan informasi, hiburan, dan ilmu yang tentunya bermanfaat dan mendidik

ketika dilihat dan didengar oleh khalayak banyak. Film mempunyai seni tersendiri

dalam memilih suatu peristiwa untuk dijadikan sebuah cerita.

Film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan. Ia

juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas

terlihat dalam masyarakat.1

Film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya tersebut

ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis.

Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan jenis komunikasi massa

lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif. Film atau cinemathograpie

berasal dari dua kata cinema + tho yaitu phytos (cahaya) dan grapie (tulisan,

gambar dan citra). Film atau motion picture ditemukan dari hasil pengembangan

prinsip-prinsip fotograpi dan proyektor.2

Film adalah salah satu media komunikasi massa, yang unik dibandingkan

dengan media lainya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap,

penerjemahanya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata,

juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas

1

Pranajaya,Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992), h. 6.

2

(12)

ragamnya, berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif

yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara seksama apa

yang mungkin ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik

ceritanaya. Yang tak kalah pentingnya, film merupakan ekspersi atau pernyataan

dari sebuah kebudayaan ia juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang

kadang kurang terlihat jelas terlihat dalam masyarakat.3

Film juga termasuk media massa dan media massa ini adalah surat kabar,

film, radio, dan televisi. Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran

pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak,

yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat

kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si

komunikator. Dengan demikian, maka jelas bahwa komunikasi massa atau

komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” (one way trafic). Begitu

pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima,

dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Wartawan surat kabar, penyiar radio,

penyiar televisi, atau sutradara film tidak mengetahui nasib pesan yang

disampaikan kepada khalayak itu.4

Jadi menurut peneliti bahwa penonton film belum tentu mengamalkan atau

mengikuti apa yang dia lihat atau apa yang dia tonton dalam film. Sifatnya belum

pasti karena mungkin dia hanya melihat film itu untuk sekedar hiburan karena

tokoh yang membintangi film tersebut dia senangi dan lain-lain sebagainya.

walaupun terkadang film itu diangkat dari kisah nyata yang seharusnya diambil

hikmahnya (informasinya).

3

Pranajaya,Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, h.19.

4

(13)

Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama diputar berjudul

Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada

Tahun 1927-1928-an Krueger Corporation memproduksi film Eulis Atjih, dan

sampai tahun 1930, masyarakat disuguhi filmLoetoeng Kasaroeng, Si Conat dan

Pareh Film-film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang-orang

Belanda dan Cina.5

Film bicara yang pertama berjudul Terang Bulan yang bintangi oleh

Roekiah dan R. Mochtar. Pada saat perang Asia Timur Raya di penghujung tahun

1941, perusahaan perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu

berpindah tangan kepada pemerintah Jepang, diantaranya adalah NV. Multi Film

yang diubah namanya menjadiNippon Eiga Sha, yang selanjutnya memproduksi

film feature dan film dokumenter. Jepang telah memanfaatkan film untuk media

informasi dan propaganda. Namun, tatkala bangsa Indonesia sudah

memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 Nippon

Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia.6

Effendi sebagaimana dikutip Elvinaro Ardiyanto dalam bukunya yang

berjudul Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, setiap halnya televisi siaran, tujuan

khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi

dalam film akan terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.

Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain

sebagai media hiburan, film nasional, film nasional dapat digunakan sebagai

5

Onong Uchjana Effendy,Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) Cet Ke-3, h. 217.

6

(14)

media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nations and

charakter building.7

Abad ke-21 sepertinya telah menjadi babak baru bagi kehidupan umat

manusia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia. Oleh karena pada

masa itu telah terjadi revolusi kehidupan hampir di semua sektornya. Era pasar

bebas sebagai konsekuensi dari adanya globalisasi seakan-akan memaksa setiap

orang untuk terus bekerja keras tanpa mengenal lelah dan mengenal waktu hanya

demi mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan jaman. Sehingga hampir

saja tidak ada waktu untuk menghadiri forum pengajian dan semacamnya. Padahal

kalau boleh jujur, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesungguhnya

mereka juga membutuhkan hal-hal yang bersifat spiritual (ketenangan batiniah)

yang hanya dapat diperoleh lewat jalan dakwah.8

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Syiar Deddy Mizwar

karangan Zaenal Arifin, Berangkat dari fenomena itu, model dakwah melalui

tayangan film dan sinetron menjadi salah satu pilihan tepat untukk menjawab

berbagai persoalan di atas karena karena dakwah dalam konteks ini bukan hanya

untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya, tetapi juga menjadi media hiburan. Film

dan sinetron itu sendiri adalah dua hal yang serupa tetapi tak sama. Maksudnya,

yang disebut film dalam masyarakat kita sesungguhnya adalah film teatrikal yang

di produksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung-gedung pertunjukan atau

bioskop (cinema). Dalam istilah lain, sinetron juga dapat disebut dengan film

televisi (television film) yang dibuat khusus untuk siaran televisi. Namun

demikian, keduannya merupakan hasil karya seni peran yang bersifat imajinatif

7

Elvinaro Ardianto,Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 136.

8

(15)

(tidak sebenarnya) untuk menggambarkan suatu objek atau sebuah realitas

kehidupan dan mengandung misi atau tujuan tertentu dari pihak yang

memproduksinya.9

Film “Emak Ingin Naik Haji” sukses meraih penghargaan terpuji dalam

festival film Bandung, di Hotel Horison, Bandung, Jumat (23/4). Film ini terpilih

sebagai Film terpuji, selain meraih penghargaan sebagai Film terpuji Festival Film

Bandung (FFB) 2010, Film Emak Ingin Naik Haji juga menang di kategori

Pemeran Utama Pria Terpuji yang diraih Reza Rahardian, Pemeran Utama Terpuji

diraih Ati Kanser, Sutradara Terbaik diraih Aditya Gumay, dan Penata Artistik

terpuji diraih Herlin Lanang. Dengan demikian dalam Festival Film Bandung

2010 ini, film Emak Ingin Naik Haji total meraih lima penghargaan.10

Seperti diketahui film merupakan salah satu acara yang ditayangkan

televisi. Terdapat beberapa pesan moral yang dapat diangkat atau diambil

maknanya dari tayangan-tayangan film yang disesuaikan dengan alur atau jalan

cerita dari isi film tersebut. Sebab film memberikan peluang untuk terjadinya

peniruan apakah itu positif ataupun negatif. Dikarenakan dampak yang

ditimbulkan lewat acara-acara film begitu besar maka sungguh pas dan tepat jika

proses dakwah pun dilakukan melalui film-film yang bertemakan dakwah. Salah

satu film yang memberikan pesan dakwah sekaligus pesan moral adalah film

“Emak Ingin Naik Haji”.

Film “Emak Ingin Naik Haji” bercerita tentang: Emak, seorang wanita

berusia lanjut yang sabar, tulus, dan penuh kebaikan hati, seperti umat Islam

9

Zaenal Arifin,Syiar Deddy Mizwar, h. 93-94.

10

(16)

lainnya, sangat ingin menunaikan ibadah haji. Sayangnya, Emak tidak memiliki

biaya untuk mewujudkan keinginannya. Kehidupan Emak sehari-hari hanya

bergantung pada hasil jualan kue. Ada juga sedikit tambahan uang dari Zein,

anaknya yang duda, penjual lukisan keliling. Walaupun Emak tahu bahwa pergi

haji adalah salah satu hal yang mungkin sulit diraih, Emak tidak putus asa, dia

tetap mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk disetorkan ke tabungan haji di

bank. Zein, yang melihat kegigihan Emak, berusaha dengan berbagai cara untuk

dapat mewujudkan keinginan Emak. Tapi, Keterbatasannya sebagai penjual

lukisan keliling, serta masalah-masalah yang diwarisinya dari perkawinannya

yang gagal, menyebabkan Zein hampir-hampir putus asa dan nekat. Sementara,

tetangga Emak yang kaya raya sudah beberapa kali menunaikan haji, apalagi pergi

umroh. Di tempat lain ada orang berniat menunaikan haji hanya untuk

kepentingan politik.

Alasan peneliti mengapa memilih film Emak Ingin Naik Haji dalam

penelitian yaitu karena film ini memang banyak terjadi dalam kehidupan

sehari-hari yang bisa dijadikan contoh yang baik atau buruk untuk para penontonnya.

Menceritakan seorang anak sholeh yang ingin membahagiakan Emaknya untuk

pergi haji. Kecintaan dan perjuangan seorang anak agar Emaknya bisa naik haji,

membuat penonton tak terasa meneteskan air mata ketika menontonnya dan

merasa kesal ketika melihat dalam peran lain bahwa seseorang di tempat yang

berbeda naik haji dengan begitu gampangnya. Karena orang kaya atau karena

jabatan yang memaksanya untuk naik haji. Sinematografi film ini memang tidak

indah, tapi kameramen mampu menangkap indahnya sebuah perkampungan.

(17)

menutupi segala kekurangan film ini. Aty Cancer dan Reza Rahardian yang

bermain dengan sangat mantap. Hubungan antara anak dan Emak sangat klop dan

apa yang dimainkan mereka adalah sebuah contoh bagaimana aktor seharusnya

menjiwai peran dengan sungguh-sungguh.

Ada banyak pesan yang terkandung dalam film Emak Ingin Naik Haji,

diantaranya: Mencari gelar haji/hajjah menaikkan status sosial atau unjuk

kekayaan adalah niatan-niatan yang semestinya harus dikubur dalam-dalam saat

hendak menunaikan ibadah haji. Karena tiap amalan sekecil apapun hanya pantas

ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih ibadah haji merupakan

amalan mulia yang memiliki kedudukan tinggi di dalam Islam. Haji ke Baitullah

merupakan ibadah yang sangat mulia dalam Islam.

Kemudian dilihat dari aspek penonton pemutaran perdana filmEmak ingin

Naik Haji di PIM I Jakarta Selatan, tim 21cineplex.com yang diundang untuk

menyaksikan film ini bersama sang sutradara Aditya Gumay, penulis novel Asma

Nadia dan penulis naskah film ini Adenin Adlan, benar-benar merasa tersentuh

dengan apa yang baru saja kami saksikan. Lebih dari 80 menit pemutaran film ini,

kami menyaksikan sebuah karya yang menurut kami sangat menyentuh

perasaan.11

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti bermaksud

menyusun skripsi dengan judul Pengemasan Pesan Moral Dalam Film: Analisis

Framing Film“Emak Ingin Naik Haji”

11 Komentar penonton ‘film emak ingin naik haji’,

(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari semakin luas dan melebarnya pembatasan maka

penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya pada analisis

tekstual dalam naskah film (Final Draft Scenario) Emak Ingin Naik Haji karya

Aditya Gumay.

Sedangkan perumusan masalah yang diangkat adalah :

1. Bagaimanakah Realitas Simbolik yang disajikan dalam film Emak Ingin

Naik Haji?

2. Bagaimanakah Pengemasan pesan moral yang disampaikan Aditya Gumay

dalam filmEmak Ingin Naik Haji?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Realitas Simbolik yang disajikan dalam filmEmak

Ingin Naik Haji

2. Untuk mengetahui Pengemasan pesan yang disampaikan Aditya

Gumay dalam filmEmak Ingin Naik Haji

b. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

perkembangan kajian dakwah dan kajian komunikasi terutama media

komunikasi massa, serta memberikan pandangan baru tentang analisis

(19)

2. Manfaat Praktis

Memberi kontribusi pada para praktisi media terutama praktisi film

dalam menganalisisframingfilm bernuansa religi.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Konstruktivisme

Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap

paradigma positivis. Menurut paradigma kontruktivisme, realitas sosial yang

diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa

dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma kostruktivisme yang ditelusuri dari

pemikiran Weber, menilai perilaku alam, karena manusia pemberian makna

ataupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.

Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber,

menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat

dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang

timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa setiap individu

akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan,

dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan

dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta

pemahaman (interpretive understanding).12

Kajian paradigma kostruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara

dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan

mengkontruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.

12

(20)

Menurut kamus komunikasi definisi Konstruksi adalah suatu konsep, yakni

abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus yang dapat diamati dan

diukur. Implikasi dalam paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa

pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar untuk

mengerti. Menurut Ardianto, konstruktivisme merupakan salah satu filsafat

pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi

(bentukan) kita sendiri.13

Sehingga komunikasi itu dapat dirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di

tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori

Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah diri yang

terlibat dalam lingkup publik, -pada dirinya terdapat atribut sosial budaya

masyarakatnya, sedangkan Self adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran

khasnya di tengah sejumlah pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Implikasi

paradigma konstuktivisme tiodak dapat dipisahkan dari tiga logika dasar desain

pesan, yaitu ekpresif, konvensional, dan retoris.14

Logika ekpresif dimana memperlakukan komunikasi sebagai suatu model

ekpresif diri, memiliki sifat pesan yang terbuka, relatif secara alami, dan sedikit

memperhatikan yang menjadi keinginan orang lain. Logika konvensional dimana

memandang komunikasi sebagai permainan yang dilakukan secara teratur,

komunikasi biasanya dilakukan berdasarkan norma, kesopanan, atau aturan yang

diterima bersama, sehingga komunikasi berlangsung secara sopan dan tertib, serta

terkadang mengandung bentuk-bentuk jebakan kesopanan (seperti: “tolong”,

“silahkan/please”, dll). Logika retoris dimana memandang komunikasi sebagai

13

Onong Uchjana Effendy,Kamus Komunikasi, h. 72.

14

(21)

suatu cara mengubah aturan melalui negosiasi, pesannya bisa dirancang fleksibel,

berwawasan, dan berpusat pada orang.

2. Metode Penelitian

Metodelogi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian

kualitatif dapat menunjukan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat,

sejarah, tingkah laku, atau hubungan kekerabatan. Beberapa data dapat diukur

melalui data sensus, tetapi analisisnya adalah analisis data kualitatif. Beberapa

peneliti memperoleh data dengan cara interview dan observasi. Teknik-tekniknya

menghubungkan secara normal dengan metode kualitatif.15

Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum

yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat.

Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial

dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan

untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.16 Dan penelitian ini

bersifat kualitatif karena dalam pelaksanaanya lebih dititik beratkan pada

pemaknaan teks, dari pada penjumlahan kategori. Analisis ini tidak digunakan

untuk mencari data frekuensi, akan tetapi untuk menganalisis dari data yang

tampak, maka analisis ini digunakan untuk memahami fakta dan bukan untuk

menjelaskan fakta tersebut.17

3. Jenis Penelitian

Berdasarkan dari tujuannya ini menggunakan jenis penelitian eksplantif

kaitannya dengan penelitian analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald

15

Syamsir Salam, MS,Metodologi Penelitian (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta & UIN Jakarta Press, 2006), h. 30.

16

Bungin,Sosiologi Komunikasi,h. 303.

17

(22)

M, Kosicki dalam struktur sintaksis adalah untuk mengetahui cara penulis

menyusun cerita, struktur skrip untuk mengetahui cara penulis mengisahkan

cerita, struktur tematik untuk mengetahui cara penulis menulis cerita, dan struktur

retoris untuk mengetahui cara penulis menekankan cerita.18 Peneliti mencoba

mencari tahu sebab dan alasan mengapa peristiwa bisa terjadi, diantaranya

menjelaskan secara akurat mengenai satu topik masalah, menghubungkan

topik-topik yang berbeda namun memiliki keterkaitan.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara peneliti yaitu seseorang yang

berharap mendapat informasi dan informan yaitu seorang yang diasumsikan

mempunyai informasi langsung dari sumbernya.19 Dalam penelitian ini

wawancara dilakukan kepada Bpk. Aves, selaku Produser film “Emak Ingin

Naik Haji.”

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah instrument pengumpulan data yang sering digunakan

dalam berbagai metode pengumpulan data. Metode observasi yaitu dengan

mendatangi langsung lokasi kantor MizanProductions House dan wawancara

langsung dengan Produser Film Emak Ingin Naik Haji, kegiatan ini yang

sering dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi. Tujuannya untuk

mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.

18

Ipah Farihah,Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayattullah Jakarta(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006).

19

(23)

Dokumentasi bisa berbentuk dokumen publik atau dokumen privat,20 melalui

potongan film, buku-buku, dan media massa yang berhubungan dengan judul

yang penulis angkat.

5. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisisFraming. Framing

didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan

informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada tersebut.

Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi

dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen suatu isu memperoleh alokasi

sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang

terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam

penarikan kesimpulan.21

Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat sebuah

informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Suatu peningkatan dalam

penonjolan mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi,

melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam

ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara

penempatannya atau pengulangan dengan simbol-simbol budaya yang sudah

dikenal.22

Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk

mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media.23

20

Rachmat Kriyanto,Tehnik Praktisi Riset Komunikasi, h. 116.

21

Alex Sobur,Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 163.

22

Alex Sobur,Analisis Teks Media, h. 164.

23

(24)

Analisis bingkai merupakan dasar stuktur kognitif yang memandu persepsi

dan representasi realitas ―membongkar ideologi dibalik penulisan informasi,

Menjelaskan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman terhadap

sebuah peristiwa.24

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang merupakan salah satu dari

analisisframingterpopuler yang digunakan untuk memperoleh gambaran isi pesan

yang disampaikan. Model analisis ini dibagi dalam empat struktur besar, yakni

meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Struktur berhubungan

dengan bagaimana penulis menyusun gagasan dalam sebuah cerita.

Bagian-bagain yang diamati adalah judul, latar dan lainnya. Bagian ini disusun dalam

bentuk tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman

bagaimana cerita hendak disusun.25

Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita

yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan

adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan

oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar

kemenarikan sebuah cerita fiksi.26

1. Struktur Sintaksis

Struktur berhubungan dengan bagaimana penulis menyusun gagasan

dalam sebuah cerita. Bagian-bagain yang diamati adalah judul, latar dan lainnya.

Bagian ini disusun dalam bentuk tetap dan teratur sehingga membentuk skema

yang menjadi pedoman bagaimana cerita hendak disusun.

24

Jumroni,Metode-metode Penelitian Komunikasi, h. 92.

25

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 113.

26

(25)

Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita

yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan

adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan

oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar

kemenarikan sebuah cerita fiksi.27

Peristiwa dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional,

kaitan dan acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang

menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa

peristiwa fungsional merupakan inti sebuah karya fiksi yang bersangkutan.

Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan

peristiwa-peristiwa penting (baca : peristiwa-peristiwa fungsional) dalam pengurutan penyajian cerita

(atau : secara plot).28

Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh

dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur

lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang

melingkupi batin seorang tokoh. Dalam hal ini bukannya alur dan

peristiwa-peristiwa penting yang diceritakan melainkan bagaimana suasana alam dan batin

dilukiskan. Selain peristiwa dalam sebuah plot cerita dikenal juga adanya konflik.

Konflik menyarankan pada sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi

atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang jika tokoh (-tokoh) itu mempunyai

kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa

dirinya. Bentuk konflik sebagai bentuk kejadian, dapat dibedakan dalam dua

kategori; konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.

27

Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian, h. 113.

28

(26)

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi dengan sesuatu yang diluar dirinya–

dengan ingkungan alam – dengan lingkungan manusia. Sedangkan konflik

internal (atau: konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang

tokoh(atau: tokoh-tokoh)cerita.29

Ada satu lagi yang menetukan (arah) perkembangan plot adalah klimaks.

Menurut Stanton dalam buku Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyanto

menyatakan, klimaks adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas

tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari

kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita, peristiwa dan

saat itu memang harus terjadi tidak boleh tidak.30

2. Struktur Skrip

Struktur skrip melihat bagaimana strategi penulis cerita mengisahkan atau

menceritakan peristiwa sesuai dengan plotnya, dan berdasarkan nilai konstruksi

dramatik sebuah cerita dalam skenario. Dalam berita, wartawan menggunakan

beberapa peringkat dalam struktur skrip ini yaitu What(apa),When (kapan),Who

(siapa), Where (dimana), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Begitu juga

dengan penulis cerita tetap menggunakan unsur-unsur tersebut dalam

mengisahkan cerita, namun sudah dikemas dalam unsur-unsur skenario film.

Cerita adalah perjuangan protagonis dalam mengatasi problema tema dan untuk

mencapai goal. Lintasan perjuangan tersebut berupa rangkaian adegan, yakni

adegan yang merupakan pokok-pokok cerita, adegan-adegan yang indah dan

29

Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian ,h. 122-124.

30

(27)

memiliki nilai dramatik, yakni yang mengandung konflik, ketakutan, dan

sebagainya.31

3. Struktur Tematik

Struktur tematik berhubungan cara penulis berita mengungkapkan

pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar

kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Perangkat framing yang

digunakan adalah detail, koherensi, bentuk kalimat dan kata ganti. Melalui

perangkat-perangkat ini membantu melihat bagaimana pemahaman itu

diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.32

Detail merupakan strategi komunikator mengekspresikan sikapnya dengan

cara yang implisit. Komunikator detail dalam mengemas pesan, mana yang

dikembangkan dan mana yang diceritakan dengan detail yang besar, akan

menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media. Koherensi

adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi, atau kalimat. Sehingga cerita

yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang

menghubungkannya.33

Koherensi memiliki beberapa macam kategori: pertama, koherensi

sebab-akibat, yaitu proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari

proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas, yakni proposisi atau satu kalimat

sebagai penjelas proposisi atau kata lain. Ketiga, koherensi pembeda, yakni

31

Misbach Yusa Biran,Teknik Menulis Skenario Film Cerita (Yokyakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 128.

32

Eriyanto,Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media (Yokyakarta: LkiS, 2006), cet. ke-6, hal. 238.

33

(28)

proposisi atau kalimat satu dipandang menjadi kebalikan atau lawan dari proposisi

atau kalimat lain.34

Adapun kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau

tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Gagasan yang tunggal

dinyatakan dalam kalimat tunggal, dan gagasan yang bersegi dinyatakan dalam

kalimat majemuk.35

Perangkat lain adalah proposisi, menurut Poespoprodjo proposisi adalah

suatu penuturan yang utuh, atau ungkapan keputusan dalam kata-kata.36

Kata ganti adalah elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan

suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh

komunikator untuk menunjukan di mana posisi seseorang dalam wacana.37

4. Struktur Retoris

Retoris berhubungan dengan bagaimana penulis cerita menekankan arti

tertentu ke dalam cerita. Struktur ini akan melihat bagaimana penulis memakai

pilihan kata, idiom, bentuk cerita yang ditampilkan sebagai penekanan arti

tertentu kepada pembaca atau penonton.

Leksikon adalah pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk

menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai

menunjukan sikap dan ideologi tertentu.38

Sedangkan metafora, dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari

suatu cerita. Pemakaian metafora ini bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti

34

Eriyanto,Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media, h. 2.263.

35

E. Zaenal Arifin, dan S. Amran Tasai,Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademik Pressindo, 1995), Cet. Ke-1, h. 78.

36

Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 170.

37

Poespoprodjo,Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, h. 253.

38

(29)

makna suatu teks. Penulis cerita menggunakan kepercayaan masyarakat,

ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno bahkan

mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci untuk memperkuat pesan

utama. Penggunaan metafora ini sebagai landasan berfikir atas pendapat atau

gagasan tertentu kepada publik.39

TabelFramingModel Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Sumber : Alex Sobur, (Analisis Teks Media)

E. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Pengemasan Pesan Moral Dalam Film: Analisis

Framing Film “Emak Ingin Naik Haji”, peneliti terinspirasi pada skrisi-skripsi

terdahulu. DiantaranyaAnalisis Framing Film Ketika Cinta Bertasbih 2 oleh Nur

Ani Handayani. Persamaannya yaitu sama-sama membahas analisis framing

terhadap film. Perbedaannya yaitu di skripsi ini menggunakan analisis framing

39

Poespoprodjo,Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, h. 259.

Struktur Perangkat Framing Struktur Yang Di amati

SINTAKSIS Cara wartawan menyusun cerita

(30)

model Gamson dan Modigliani.40 Skripsi yang kedua yaitu Analisis Framing

Pemberitaan Kampanye Politik Pilkada DKI Jakarta Di Koran Harian Warta

Kota. Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas analisis framing.

Sedangkan pebedaannya dimana skripsi ini subjek yang diteliti adalah

pemberitaan kampanye politik pilkada DKI Jakarta di Koran warta kota.41 Skripsi

yang ketiga yaitu Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married oleh Yayu

Rulia. Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas analisis Framing

mengenai pengemasan pesan moral. Sedangkan perbedaannya terletak pada

subjek yang diteliti adalah Film Get Married.42 Skripsi yang keempat yaitu

Analisis Isi Pesan Dakwah Film “Emak Ingin Naik Haji”. Persamaannya yaitu

sama-sama menggunakan subjek Film yang sama yaitu Film “Emak Ingin Naik

Haji”. Sedangkan perbedaannya yaitu pada objek yang diteliti adalah Analisis Isi

Pesan Dakwah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang

terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab yaitu:

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian.

40

Nur Ani Handayani, Analisis Framing Film Ketika Cinta Bertasbih 2, Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.

41

Sarmoko, Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Politik Pilkada DKI Jakarta Di Koran Harian Warta Kota,Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.

42

(31)

BAB II LANDASAN TEORITIS membahas teori agenda setting media,

konseptualisasi film, definisi pesan, konseptualisasiframing.

BAB III GAMBARAN UMUN FILM EMAK INGIN NAIK HAJI yang terdiri

dari Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji, Tim

Produksi Film Emak Ingin Naik Haji, Pemeran Tokoh Film Emak

Ingin Naik Haji, Deskripsi Karakter Pemain Film Emak Ingin Naik

Haji, Sinopsi Film Emak Ingin Naik Haji.

BAB IV ANALISIS FRAMING FILM EMAK INGIN NAIK HAJI membahas

hasil penelitian yang berisi tentang bagaimana pengemasan pesan dan

realitas simbolik apa saja yang disajikan Aditya Gumay dalam film

Emak Ingin Naik Haji.

(32)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Agenda Setting Media

Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu

akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Teori ini

menyatakan bahwa media assa mengangkat sejumlah isu dan mengabaikan isu

yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa sebagai wacana

publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat oleh media massa

dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan urutan yang dipilihkan

oleh media massa.

Maxwel McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama kali

memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973

dengan publikasi pertamanya “The Agenda Setting of The Mass Media.”43

Munculnya Teori Agenda Setting merupakan respons terhadap beberapa

teori yang telah ada sebelumnya. Teori sebelumnya yang merujuk pada paradigma

Magic Bullet, paradigma ini dipengaruhi situasi perang dunia II dan masa

kejayaan Hitler, sehingga media menjadi corong utama kekuasaan. Magic Bullet

menganggap bahwa media mempunyai pengaruh yang besar dan efek langsung

pada audiens yang menjadi komunikan.44

Seorang teoritisi Agenda Setting, Cohen, faktanya media tidak selalu

berhasil

43

Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007), h. 195.

44

(33)

untuk membuat orang langsung meyakini sebuah realitas. Dalam pengertian

umum Agenda Setting berhubungan dengan tiga agenda yang saling berhubungan

dalam teori-teorinya yakni Agenda Media, Agenda Publik, dan Agenda Kebijakan

pemerintah. Namun yang peneliti guakan ialah Agenda Media. Agenda media

adalah seperangkat topik atau isu yang dibahas oleh media (televisi, radio, koran,

dan lain-lain).

Agenda Setting dalam pengertian khusus adalah proses dimana berita

media mengarahkan publik dalam menetapkan hal-hal yang bersifat relatif penting

untuk melihat beragam isu publik. Agenda Setting mempengaruhi publik bukan

dengan mengangkat “isu-isu ini penting” secara terbuka, namun lebih dengan

memberikan ruang dan waktu agar publik menganggap isu-isu itu penting. Teori

Agenda Setting melakukan penelitian secara luas kepada berbagai macam jenis

media, baik cetak maupun elektronik. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa

media lebih menekankan untuk membangun kesadaran audiens akan sebuah isu

atau realitas, bukan membangun keyakinan akan isu atau realitas itu.45

Teori ini menyatakan bahwa media massa mengangkat sejumlah isu dan

mengabaikan isu yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa

sebagai wacana publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat

oleh media massa dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan

urutan yang dipilihkan oleh media massa. Sebagaimana dikutip oleh Onong

Uchjana Effendy di dalam bukunya David Heaver “Media Agenda Setting and

Media Manipulations” (1981) menuliskan bahwa pers sebagai media komunikasi

massa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan menbentuk

45

(34)

seperti sebuah kaledioskop yang menyaring dan membentuk cahaya. Sehingga

media tidak hanya sekedar merefleksikan hal-hal atau peristiwa, melainkan

menyeleksi dan membentuknya menjadi bernilai berita (news value) dan hanya

sedikit saja yang tidak bernilai berita.46

Agenda Setting mengembangkan isu atau citra yang menyolok dalam

pikiran publik. Fungsi agenda setting merupakan proses linier yang terdiri dari

tiga bagian. Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun, proses ini

memunculkan isu-isu bagaimana agenda media ditempatkan pada tempat yang

pertama. Kedua, agenda media dalam beberapa hal mempengaruhi atau

berinteraksi dengan agenda publik terhadap pentingnya isu. Ketiga, proses

bagaimana memunculkan pertanyaan, bagaimana kekuasaan media mempengaruhi

agenda publik.47

Agendasetting meggambarkan kekuatan pengaruh media yang sangat kuat

terhadap pembentukan opini masyarakat. Mengutip dari tulisan S. Djuarsa

Senjdaya dalam bukunya “Teori Komunikasi”.

“Media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda”48

Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik justru hanya

jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa

akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang

46

Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 287.

47

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 37.

48

(35)

diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada

konteks ini media massa memiliki fungsiagenda setter sebagaimana yang dikenal

dengan Teori Agenda Setting. Tesis utama teori ini adalah besarnya perhatian

masyarakat terhadap sebuah isu amat bergantung seberapa besar media

memberikan perhatian pada isu tersebut. Bila satu media, apalagi sejumlah media,

menaruh sebuah kasus sebagaiheadline, diasumsikan kasus itu pasti memperoleh

perhatian yang besar dari khalayak. Ini tentu berbeda jika, misalnya kasus tersebut

dimuat di halaman dalam, bahkan di pojok bawah pula. Faktanya, konsumen

media jarang memperbincangkan kasus yang tidak dimuat oleh media, yang boleh

jadi kasus itu justru sangat penting untuk masyarakat.49

Menurut McCombs dan Shaw berpendapat sebagaimana yang telah dikutip

oleh Jalaludin Rahmat bahwa:

Dampak media massa adalah kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif diantara individu-individu telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa, disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia kita. Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkan.50

Jadi, menurut peneliti media massa mempunyai kemampuan untuk

memilih dan menekankan topik tertentu yang dianggapnya penting (menetapkan

agenda) sehingga membuat khalayak berpikir bahwa isu yang dipilih media itu

penting.

49

Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 167.

50

(36)

B. Konstruksi Realitas

Dalam konstruksi realitas bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan

instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Pilihan kata dan cara penyajian

suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas dan sekaligus

menetukan makna yang muncul dari bahasa.51

Istilah Konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter

L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku yang berjudul Tafsir Sosial atas

Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Dalam buku tersebut mereka

menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan innteraksinya, dimana

individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami

bersama secara subjektif. Berger dan Luckmann memulai penjelasan realitas

sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan” mereka

mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas-realitas, yang

diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri.

Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realias-realita situ

nyata dan memilki karakteristik secara spesifik.52

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan

melalui 3 proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektifasi, dan internalisasi. Proses

ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan

realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan

simbolis.53

51

Alex Sobur,Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 90-91.

52

Alex Sobur,Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 91.

53

(37)

1. Realitas Objektif

Menurut Subiakto yang dikutip oleh Burhan Bungin bahwa realitas

objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang

berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan.

Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang

diberikan oleh orang lain.

2. Realitas Simbolis

Realitas simbolis adalah merupakan ekpresi simbolis dari realitas objektif

dalam berbagai bentuk. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia

menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan

hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi yang berfungsi untuk

membuat objektif dan subjektif yang masuk akal dan mengatur bentuk-bentuk

sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupan.

3. Realitas Subjektif

Realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses

penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui

proses internalisasi.54 Dapat dikatakan institusi masyarakat tercipta dan

dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun

masyarakat dan institusi sosial terlihat secara objektif, namun pada

kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui interaksi.

4. Tahap Konstruksi Sosial Pada Media Massa

Substansi teori dan pendekatan konstruksi atas realitas Berger dan Luckmann

adalah proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam

54

(38)

kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis

sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi modern di Amerika

Serikat tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena

yang menarik untuk dibicarakan.55

C. Konseptualisasi Film

1. Pengertian Film

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2003), film diartikan

sebagai (1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif

(yang akan dibuat potret) atau tempat positif yang akan dimainkan di bioskop; (2)

Lakon (cerita) gambar hidup.56

Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang

bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak (baca:

statis), sedangkan film memberikan ilusi gerak (moving camera). Film adalah

gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar hidup adalah bentuk

seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film merupakan teknologi

hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dan

skala luas di samping pers, radio, dan televisi.57

Berdasarkan undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah

karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa

pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada seluloid,

pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya

55

Burhan Bungin,Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 202.

56

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi. Ke-3, h. 316.

57

(39)

dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau

lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh kegiatan yang

berhubungan dengan pembuatan jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan,

pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film.58

Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film memiliki

realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Film

menunjukan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara

menghadapi masa kini dan keinginan manusia pada masa yang akan datang.

Sehingga dalam perkembangannya, film bukan lagi sekedar usaha menampilkan

“Citra Bergerak” (Moving Images). Namun telah diikuti oleh muatan-muatan

kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya

hidup.59

Jadi, menurut peneliti bahwa film adalah cerita atau gambaran kehidupan

nyata sehari-hari yang digambarkan melalui media elektronik baik audio maupun

visual untuk disampaikan dan disajikan kepada khalayak banyak agar dapat

dinikmati pesannya yang terkandung.

2. Jenis-Jenis Film

Jenis-Jenis film dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut :

a. Film Cerita (story film)

Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita,

sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa

manusia. Cerita dalam film ini diambil dari kisah-kisah sejarah, cerita nyata dari

kehidupan sehari-hari, atau khayalan yang diolah untuk menjadi film. Film cerita

58

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32.

59

Victor C. Mambor, “Satu Abad”Gambar Idoep” di Indonesia,

(40)

diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide, dengan pertolongan gambar-gambar,

gerak dan dikemas yang memungkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan

yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi penikmatnya. Ide atau

pesan cerita menggunakan pendekatan yang bersifat membujuk. Oleh karena itu

film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai-nilai.60

b. Film Berita (newsreel)

Film berita adalah filom mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar

terjadi. Kamera sekedar merekam peristiwa, karena sifatnya berita, film ini

disajikan kepada publik harus bernilai berita (newsvalue), film berita

menitikberatkan pada segi pemberitaan kejadian aktual, misalnya dokumentasi

peristiwa perang, dan komunikasi upacara kenegaraan.61

c. Film Dokumentar (Documentary Film)

Istilahdokumentary awalnya digunakan oleh seorang (sutradara director)

Inggris Jhon Grierson. Film dokumenter didefinisikan oleh Grierson sebagai karya

ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality). Titik berat dalam

film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Raymond Spottiswoode

dalam bukunya A Grammar of the Film menyatakan “Film dokumenter dilihat

dari segi subjek dan pendekatannya adalah penyajian hubungan manusia yang di

dramatis dengann kehidupan kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial,

maupun politik.” Dan dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang kurang

penting dibandingkan dengan isinya.62

60

Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 211.

61

Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996), h. 13.

62

(41)

d. Film Kartun (cartoon film)

Film kartun adalah film yang berasal dari lukisan para seniman. Titik berat

dalam pembuatan film kartun adalah seni lukis. Film ini adalah hasil dari

imajinatif para seniman lukis yang kemudian menghidupkan gambar-gambar

seolah-olah hidup.63 Film kartun juga disebut sebagai film animasi filom animasi

memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain, seperti;

boneka, meja dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi seperti

halnya Mickey Mouse, Donald Duck dan Shincan.64

3. Unsur-unsur Film

Beberapa unsur yang terdapat dalam sebuah film. Unsur-unsur tersebut

adalah:

a. Title(Judul)

b. Crident Title, meliputi : produser, karyawan, artis dll

c. Tema film

d. Intrik, yaitu usaha pemeranan film untuk mencapai tujuan

e. Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan

f. Plot (alur cerita)

g. Suspend atau keterangan, masalah yang masih terkatung-katung

h. Million Setting, latar belakang terjadinya peristiwa, masa waktu, bagi kota,

perlengkapan, aksesoris.

i. Sinopsis, yaitu untuk memberi ringkasan atau gambaranm dengan cepat

kepada orang yang berkepentingan

j. Trailer, yaitu bagian film yang menarik

63

Effendy,Ilmu Teori, h. 216

64

(42)

k. Character, yaitu karakteristik pelaku-pelaku

4. Struktur-struktur Film

Adapun struktur-struktur dalam film adalah sebagai berikut :

a. Pembagian cerita (scene) b. Pembagian adegan (squence) c. Jenis pengambilan gambar (shoot) d. Pemilihan adegan pembuka (opening) e. Alur cerita dancontunuity

f. Intrique, meliputijealousy, penghianatan, rahasia bocor, tipu muslihat dll g. Anti Klimaks, penyelesaian masalah.

h. Ending, akhir cerita dari sebuah film, bisa berakhir bahagia (happy ending) atau berakhir menyedihkan (sad ending).65

D. Pengertian Moral

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik-buruk

terhadap perbuatan dan kelakuan.66 Kata moral sendiri berasal dari bahasa latin

yaitumos ataumores yang berarti adat istiadat, kebiasaan kelakuan, tabiat, watak,

dan cara hidup. Sedangkan secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan

untuk menetukan batas dari sifat, perangai, kehendak pendapat atau perbuatan

buruk yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.67

Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,

patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan lisan atau tertulis tentang

bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia baik. Sumber dasar

ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajarann agama dan

ideologi-ideologi tertentu.68

65

Pranajaya,Film dan Masyarakat, h. 103.

66

W. J. S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XXI, h. 278.

67

Abudin, Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), cet. 5, h. 94.

68

(43)

Dalam buku Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa moral adalah kesusilaan

atau kebiasaan yang dapat mencakup:

1. Seluruh kaidah kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku pada suatu

kelompok tertentu.

2. Ajaran kesusilaan yang dipelajari secara sistematis di dalam etika, falsafah

moral dan teknologi moral.

Menurut Zakiah Darajat, Moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran

(nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang

disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Ajaran moral

membuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat diantara sekelompok

manusia. Norma moral adalahy tentang bagaimana manusia harus hidup supaya

menjadi baik sebagai manusia. Adapaun kategori berdasarkan pesan moral ada

tiga macam:

1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan.

2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri. Menjadi sub; ambisi

harga diri, takut dan lain-lain.

3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial

termasuk hubungan dengan alam. Dibagi menjadi sub kategori;

persahabatan, kesetiaan, penghianatan, permusuhan dan lain-lain.69

E. Definisi Pesan

Pesan menurut Onong Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah : “suatu

komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan

69

(44)

seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya

disampaikan kepada orang lain”. Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa

pesan itu adalah “produk fiktif yang nyata yang di hasilkan oleh sumber –

encoder”(Siahaan, 1991). Kalau berbicara maka“pembicara”itulah pesan, ketika

menulis suratmaka “tulisan surat” itulah yang dinamakan pesan.70

Pesan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berupa lambang atau tanda

seperti kata-kata (tertulis ataupun lisan), gestur dll.71

Pesan berarti amanat yang disampaikan dari komunikator kepada

komunikan.72

Jadi, menurut peneliti pesan adalah kata-kata baik lisan maupun tulisan

yang akan disampaikan pemberi pesan kepada penerima pesan untuk mencapai

sesuatu yang diinginkan.

F. KonseptualisasiFraming

Framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,

khususnya untuk menganalisis media. Gagasan mengenai framing pertama kali

dilontarkan Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur

konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik,

kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk

mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh ooleh

Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan

perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.

70

Definisi Pesan http://all-about-theory.blogspot.com/2010/10/pengertian-pesan.html, diakses pada tanggal,16 Maret 2011 pada pukul 10.30.

71

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, h. 278.

72

(45)

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan

dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas ini, hasil

akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah

tampak. Akibatnya khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek yang tidak

disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama

sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.73

Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu

komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam perspektif komunikasi, analisis

framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat

mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan

pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti

atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang

diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke

mana berita tersebut. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai

kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan

diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide

yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Menurut Erving Goffman,

secara sosiologis konsepframe analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita

mengklasifikasi, mengorgamisasi, dan menginterpretasi secara aktif

pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu

73

Gambar

GAMBARAN UMUM
gambar dan citra). Film atau motion picture ditemukan dari hasil pengembangan
Grafika, 1999), h. 170. Poespoprodjo,
Tabel Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
+7

Referensi

Dokumen terkait

12. Menutup pelajaran Pada saat menutup pelajaran, guru kembali menyimpulkan materi yang baru saja dipelajari. Kemudian guru memberikan tugas kepada peserta didik

Pompa lumpur dikategorikan kepada positive displancement pump,cara kerja dari pompa lumpur adalah dengan pemindahan secara langsung dari saluran hisap ke

Hasil kajian menunjukkan bahwa dari tiga paket teknologi budidaya yang dikaji, paket introduksi-2 menghasilkan produksi buah yang paling besar, kemudian diikuti oleh paket

Apabila refrigeran melewati evaporator, tekanan saluran hisap naik dan tekanan ini mendorong diafragma. Jika tekanan dalam bola thermal turun sama dengan kenaikan tekanan

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan di atas, maka diperlukan suatu pembelajaran berbasis ZPD dengan bantuan teks perubahan konseptual sebagai sumber bacaan, sehingga

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari cuitan Puisi “Doa yang ditukar” , Fadli Zon menggambarkan bahwa lawan politiknya dalam masa kampanye telah menggunakan

Hasil penilaian konsumen terhadap daya tanggap dari petugas apotek Kimia Farma Oesapa, Oesapa Medika, K24 Oesapa dan Rister Life dalam menangani kebutuhan pasien,

[r]