• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA

( Tinjauan Sosiologi Sastra )

Skripsi

Disusun oleh:

AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS

X1206022

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA

( Tinjauan Sosiologi Sastra )

Oleh:

AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS

X1206022

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(3)

commit to user

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd.

Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.

NIP 19440315197804 1 001

NIP 19540520198503 1 002

(4)

commit to user

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal

:

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan

1. Ketua

: Dra. Raheni Suhita, M. Hum.

_____________

2. Sekretaris : Dr. Andayani, M. Pd.

_____________

3. Anggota I : Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd ._____________

4. Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.

_____________

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

NIP 19600727 1987021 001

(5)

commit to user

Akhmad Akhsan Nur Annas. Kritik Sosial dan Nilai Pendidikan Kumpulan

Cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (Tinjauan Sosiologi Sastra)

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas

Maret Surakarta, Juni 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Kritik sosial yang

terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam kumpulan cerpen

Emak Ingin

Naik Haji karya Asma Nadia (2),

Nilai pendidikan yang terkandung dalam

kumpulan cerpen

Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, dengan menggunakan

pendekatan sosiologi sastra. Data yang diperoleh peneliti berasal dari kumpulan

cerpen,

Emak Ingin Naik Haji. Karya ini diterbitkan pertama kali oleh Asma

Nadia Publishing House, cetakan pertama Agustus 2009. Teknik pengambilan

sampel dilakukan dengan menggunakan

purposive sampling. Pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik mengkaji dokumen dan arsip

(content analysis). Validitas data diperoleh melalui triangulasi teori, berdasarkan

pada anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaanya

dengan satu teori, tetapi harus dengan beberapa teori. Teknik analisis data

menggunakan teknik analisis Interaktif yang meliputi: reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui

permasalahan sosial dalam keenam cerpen ‘Emak Ingin Naik Haji’, ‘Koran’,

‘Jendela Rara’, ‘Laki-laki yang Menyisir Rindu’, ‘Bulan Kertas’ dan ‘Sepuluh

Juta Rupiah’ tersebut adalah kritik terhadap kemiskinan, kritik terhadap keadilan,

kritik terhadap perkosaan, kritik terhadap pembunuhan, kritik terhadap Korupsi,

kritik terhadap pelacuran, kritik terhadap terorisme, kritik terhadap eksploitasi

anak dan kritik terhadap pendidikan. (2) Nilai-nilai pendidikan yang terdapat

dalam kumpulan cerpen

Emak Ingin Naik Haji

karya Asma Nadia adalah

nilai-nilai pendidikan agama, nilai-nilai-nilai-nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan, dan

nilai-nilai pendidikan moral. Wujud nilai pendidikan ketuhanan atau agama yaitu

beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa kepada Tuhan untuk memohon

sesuatu dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan . Wujud nilai pendidikan sosial

berupa sikap saling tolong-menolong, baik hati, dermawan, tidak

membeda-bedakan teman, sikap peduli kepada teman dan hindari sikap yang tidak

menghargai pendapat orang lain. Wujud nilai pendidikan moral berupa sikap

tanggung jawab, tidak mudah putus asa, pengorbanan, pengabdian, cinta kasih,

berhemat, kesederhanaan, berani karena benar, pantang menyerah, perhatian,

jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, kerja keras, menghormati jasa

orang tua dan mengakui kesalahan dan minta maaf.

(6)

commit to user

Rintangan tak dapat menghancurkanku. Setiap rintangan akan menyerah pada

ketetapan hati yang kukuh.

( Leonardo da Vinci )

(7)

commit to user

Kupersembahkan kepada :

1.

Bapak (Khabib) dan Ibu (Fathonah) yang

senantiasa memberikan do'a restu dan memberikan

dorongan untuk terselesaikannya skripsi ini.

2.

Adikku Yani dan Kholis.

3.

Dede Ana, yang telah mengisi hari-hariku.

4.

Sahabatku Robert, Wahyu, Ari, Roza, Eni, Afni,

Tanti, Anis, Siti, Yulian, dan teman seangkatan

2006 dalam perjuangan yang sama yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu.

5.

Para seniman

6.

Pembaca yang budiman.

(8)

commit to user

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas limpahan rahmat

dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi sebagian

persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak kesulitan dan

hambatan yang dialami penulis selama penyusunan skripsi ini, namun berkat

bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan dan hambatan tersebut dapat

diatasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Untuk

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Rektor Universitas Sebelas Maret selaku pimpinan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2.

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin

untuk penyusunan skripsi.

3.

Drs. Suparno, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan

penyusunan skripsi ini.

4.

Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan

skripsi ini.

5.

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd, selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan

bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

Surakarta, Mei 2010

Penulis

(9)

commit to user

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ...

v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Rumusan Masalah ...

4

C.

Tujuan Penelitian ...

4

D.

Manfaat Penelitian ...

4

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ...

6

A.

Kajian Pustaka ...

6

1.

Hakikat Cerpen ...

6

2.

Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra ...

9

3.

Kritik Sosial dalam Cerpen ... 18

4.

Nilai Pendidikan……… 25

B.

Penelitian yang Relevan……….. 35

C.

Kerangka Berpikir ... 36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A.

Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

(10)

commit to user

D.

Teknik Sampling ... 40

E.

Teknik Pengumpulan Data ... 40

F.

Validitas Data ... 41

G.

Teknik Analisis Data ... 42

H.

Prosedur Penelitian ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 45

A.

Macam-macam Kritik Sosial dalam

Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji ... 45

1.

Cerpen Emak Ingin Naik Haji... 45

2.

Cerpen Koran ... 49

3.

Cerpen Jendela Rara ... 49

4.

Cerpen Bulan Kertas... 58

5.

Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu... 60

6.

Cerpen Sepuluh Juta Rupiah... 61

B.

Nilai Didik yang Terkandung dalam

Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji………. 62

1.

Cerpen Emak Ingin Naik Haji... 62

2.

Cerpen Koran... 66

3.

Cerpen Jendela Rara... 67

4.

Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu... . 72

5.

Cerpen Bulan Kertas... 76

6.

Cerpen Sepuluh Juta Rupiah... 78

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 81

A. Simpulan ... 81

B. Implikasi ... 82

C. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. 88

(11)

commit to user

Halaman

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir... 38

Gambar 2. Model Analisis Interaktif ... 43

(12)

commit to user

Halaman

1. Sinopsis Cerpen ... 89

2. Tentang Asma Nadia ... 104

3. Catatan Perjalanan Pendek Asma Nadia ... 106

4. Pelajaran Tekad Rani Kecil (Helvi Tiana Rosa) ... 110

5. Catatan Kecil Para Sahabat (1) ... 114

6. Catatan Kecil Para Sahabat (2)... 117

7. Permohonan Izin Menyusun Skripsi... 121

7. Surat Izin Menyusun Skripsi ... 122

(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel Waktu Penelitian ... 39

(14)

KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN

KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA

( Tinjauan Sosiologi Sastra )

Skripsi

Disusun oleh:

AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS

X1206022

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(15)

commit to user

KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN

KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA

( Tinjauan Sosiologi Sastra )

Oleh:

AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS

X1206022

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(16)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.

NIP 19440315197804 1 001 NIP 19540520198503 1 002

(17)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

1. Ketua : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. _____________

2. Sekretaris : Dr. Andayani, M. Pd. _____________

3. Anggota I : Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd ._____________

4. Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. _____________

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

NIP 19600727 1987021 001

(18)

commit to user

ABSTRAK

Akhmad Akhsan Nur Annas. Kritik Sosial dan Nilai Pendidikan Kumpulan

Cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (Tinjauan Sosiologi Sastra)

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (2), Nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Data yang diperoleh peneliti berasal dari kumpulan cerpen, Emak Ingin Naik Haji. Karya ini diterbitkan pertama kali oleh Asma Nadia Publishing House, cetakan pertama Agustus 2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik mengkaji dokumen dan arsip (content analysis). Validitas data diperoleh melalui triangulasi teori, berdasarkan pada anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaanya dengan satu teori, tetapi harus dengan beberapa teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis Interaktif yang meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui permasalahan sosial dalam keenam cerpen ‘Emak Ingin Naik Haji’, ‘Koran’, ‘Jendela Rara’, ‘Laki-laki yang Menyisir Rindu’, ‘Bulan Kertas’ dan ‘Sepuluh Juta Rupiah’ tersebut adalah kritik terhadap kemiskinan, kritik terhadap keadilan, kritik terhadap perkosaan, kritik terhadap pembunuhan, kritik terhadap Korupsi, kritik terhadap pelacuran, kritik terhadap terorisme, kritik terhadap eksploitasi anak dan kritik terhadap pendidikan. (2) Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia adalah nilai-nilai pendidikan agama, nilai-nilai-nilai-nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan, dan nilai-nilai pendidikan moral. Wujud nilai pendidikan ketuhanan atau agama yaitu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa kepada Tuhan untuk memohon sesuatu dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan . Wujud nilai pendidikan sosial berupa sikap saling tolong-menolong, baik hati, dermawan, tidak membeda-bedakan teman, sikap peduli kepada teman dan hindari sikap yang tidak menghargai pendapat orang lain. Wujud nilai pendidikan moral berupa sikap tanggung jawab, tidak mudah putus asa, pengorbanan, pengabdian, cinta kasih, berhemat, kesederhanaan, berani karena benar, pantang menyerah, perhatian, jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, kerja keras, menghormati jasa orang tua dan mengakui kesalahan dan minta maaf.

(19)

commit to user

MOTTO

Rintangan tak dapat menghancurkanku. Setiap rintangan akan menyerah pada

ketetapan hati yang kukuh.

( Leonardo da Vinci )

(20)

commit to user

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada :

1. Bapak (Khabib) dan Ibu (Fathonah) yang

senantiasa memberikan do'a restu dan memberikan

dorongan untuk terselesaikannya skripsi ini.

2. Adikku Yani dan Kholis.

3. Dede Ana, yang telah mengisi hari-hariku.

4. Sahabatku Robert, Wahyu, Ari, Roza, Eni, Afni,

Tanti, Anis, Siti, Yulian, dan teman seangkatan

2006 dalam perjuangan yang sama yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu.

5. Para seniman

6. Pembaca yang budiman.

(21)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas limpahan rahmat

dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi sebagian

persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak kesulitan dan

hambatan yang dialami penulis selama penyusunan skripsi ini, namun berkat

bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan dan hambatan tersebut dapat

diatasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Untuk

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sebelas Maret selaku pimpinan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin

untuk penyusunan skripsi.

3. Drs. Suparno, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan

penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan

skripsi ini.

5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd, selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan

bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

Surakarta, Mei 2010

Penulis

(22)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ... 6

A. Kajian Pustaka ... 6

1. Hakikat Cerpen... 6

2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra ... 9

3. Kritik Sosial dalam Cerpen... 18

4. Nilai Pendidikan……… 25

B. Penelitian yang Relevan……….. 35

C. Kerangka Berpikir... 36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 39

B. Bentuk dan Strategi Penelitian... 39

(23)

commit to user

C. Sumber Data ... 40

D. Teknik Sampling... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Validitas Data ... 41

G. Teknik Analisis Data... 42

H. Prosedur Penelitian... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 45

A. Macam-macam Kritik Sosial dalam

Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji ... 45

1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji... 45

2. Cerpen Koran ... 49

3. Cerpen Jendela Rara... 49

4. Cerpen Bulan Kertas... 58

5. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu... 60

6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah... 61

B. Nilai Didik yang Terkandung dalam

Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji………. 62

1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji... 62

2. Cerpen Koran... 66

3. Cerpen Jendela Rara... 67

4. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu... . 72

5. Cerpen Bulan Kertas... 76

6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah... 78

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 81

A. Simpulan... 81

B. Implikasi ... 82

C. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. 88

(24)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir ... 38

Gambar 2. Model Analisis Interaktif ... 43

(25)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Sinopsis Cerpen ... 89

2. Tentang Asma Nadia... 104

3. Catatan Perjalanan Pendek Asma Nadia ... 106

4. Pelajaran Tekad Rani Kecil (Helvi Tiana Rosa) ... 110

5. Catatan Kecil Para Sahabat (1) ... 114

6. Catatan Kecil Para Sahabat (2)... 117

7. Permohonan Izin Menyusun Skripsi... 121

7. Surat Izin Menyusun Skripsi ... 122

(26)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel Waktu Penelitian ... 39

(27)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia yang mengekspresikan

pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang

hakikat kehidupan dengan menggunakan bahasa yang imajinatif dan emosional.

Sebagai hasil imajinatif, sastra selain berfungsi sebagai hiburan yang

menyenangkan, juga berguna untuk menambah pengalaman batin bagi para

pembacanya. Sebuah karya sastra yang baik tidak hanya dipandang sebagai

rangkaian kata tetapi juga ditentukan oleh makna yang terkandung di dalamnya

dan memberikan pesan positif bagi pembacanya (Suwardi Endraswara,2003: 160).

Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang mampu mencerminkan

prinsip kemanusiaan. Tentu ini sejalan dengan kepentingan moral, kegiatan sastra

manusia harus dihidupi oleh semangat intelektual. Imajinasi yang tertuang dalam

karya sastra selalu memperturutkan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini

personal ketika merespon objek di luar dirinya, sehingga ekspresi karya bekerja

atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, dan kekuatan menyerap realitas sosial.

Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerita pendek atau cerpen, seorang

pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Harapannya

para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut (Manuaba,

2007:95).

Sebagai karya kreatif , sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang

indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Atar Semi,

1988:8). Karya sastra merupakan salah satu hasil seni. Ada lagi yang menyebut

sebagai suatu karya fiksi. Fiksi sering pula disebut cerita rekaan ialah cerita dalam

prosa, merupakan hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran, dan

penilaiannya tentang peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atau pun pengolahan

tentang peristiwa-peristiwa yang hanya berlangsung dalam khayalannya (Atar

Semi, 1988 : 31). Membaca fiksi yang bagus ibarat memainkan permainan yang

tinggi tingkat kesulitannya dan bukannya seperti memainkan permainan sepele

tempat para pemain menggampangkan atau bahkan mengabaikan peraturan yang

(28)

ada. Artinya, membaca sebuah fiksi membutuhkan interpretasi yang tinggi untuk

bisa menangkap apa yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam cerita tersebut

(Stanton, 2007: 17).

Karya sastra yang berbentuk prosa antara lain roman, novel, dan cerita

pendek. Ada yang berpendapat bahwa ketiga bentuk tersebut dibedakan menurut

panjang pendeknya cerita, namun sesungguhnya tidaklah sesederhana itu karena

persyaratan yang jelas tentang hal ini belum ada (Manuaba, 2007: 13).

Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu genre sastra di samping puisi dan

novel. Dilihat dari segi pertumbuhan (produktivitas) dan perkembangannya,

secara umum karya-karya sastra Indonesia memperlihatkan fenomena yang sangat

luar biasa. Banyak muncul karya-karya yang menawarkan kemungkinan baru baik

dari segi eksplorasi bahasa, penjelajahan tema dan keberanian bereksperimentasi,

serta tumbuhnya sastrawan-sastrawan muda potensial yang penuh wawasan

estetik dan gagasan kreatif. Ditinjau dari banyaknya gagasan yang ingin

disampaikan, cerpen merupakan bentuk yang paling ringkas karena hanya terdiri

dari satu gagasan utama saja. Kalaupun menceritakan beberapa tahap kehidupan

yang dialami sang tokoh, maka hal itu biasanya dikemukakan secara singkat

sebagai latar belakang terjadinya konflik cerita. Cerpen merupakan susunan

kalimat-kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai bagian awal, tengah, dan

akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yaitu inti cerita atau gagasan yang ingin

disampaikan pengarang. Ruang lingkupnya kecil dan ceritanya berpusat pada satu

tokoh atau satu masalah (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 17).

Cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra diharapkan memunculkan

pemikiran-pemikiran yang positif bagi pembacanya, sehingga pembaca peka

terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan

mendorong untuk berperilaku yang baik. Cerpen dapat dijadikan bahan

perenungan untuk mencari pengalaman karena cerpen mengandung nilai-nilai

kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Pengalaman batin dalam sebuah cerpen

dapat memperkaya kehidupan batin penikmatnya.

Cerpen juga mengungkapkan fenomena sosial dalam aspek-aspek kehidupan

(29)

commit to user

sosial yang kemudian diangkat menjadi sebuah karya seni khususnya cerpen, ini

semakin menarik seiring eksistensi para penulis cerpen yang sangat kreatif dan sarat

dengan muatan edukatif..

Karya sastra yang dikaji dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Emak

Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, ( Asma Nadia Publishing House, tahun 2009)

. Kumpulan cerpen ini dipilih untuk dikaji karena memiliki beberapa kelebihan

yang dilihat dari segi isi dan ekspresi. Kelebihan dalam segi isi, cerita pendek ini

merupakan perjalanan panjang kehidupan, pemikiran, khayalan, imajinasi, intuisi,

dan derap kehidupan.

Asma Nadia merupakan salah satu penulis muda yang peka terhadap

masalah-masalah sosial yang terjadi di sekelilingnya, salah satunya adalah

tertuang dalam karyanya kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji. Asma Nadia

yang pernah mendapatkan penghargaan, antara lain penulis fiksi terbaik nasional

(2000, 2001, 2005), penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA)

sebagai peserta terbaik dan masih banyak lagi.

Yang paling menarik Asma Nadia adalah kepekaan sosialnya, tema-temanya

menyentuh probem etik dan moral dalam balutan suasana religius. Maka

karya-karyanya tidak sekedar menyuguhkan kenikmatan estetik, tetapi juga

memancarkan penyadaran, betapa hidup ini begitu indah dan penuh makna jika

ditaburi sikap toleran, peduli pada sesama makhluk, dan tidak kikir berbagi cinta

pada kebenaran dan kemanusiaan, (Maman S. Mahayana dalam Emak Ingin Naik

Haji).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan secara rinci alasan penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji sarat dengan muatan sosial,

tema-temanya menyentuh problem etik dan moral dalam balutan

religius.

2. Asma Nadia menampilkan problem sosial yang terjadi di sekeliling kita

dan banyak nilai pendidikan yang dapat kita ambil dalam kumpulan

(30)

3. Salah satu judul dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya

Asma Nadia yaitu ’Emak Ingin Naik Haji’ pernah di filmkan ke layar

lebar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas maka

muncul permasalahan sebagai berikut:

1. Kritik sosial apa sajakah yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak

Ingin Naik Haji Karya Asma Nadia yang terefleksi melalui masalah

masalah sosial dalam kumpulan cerpen tersebut?

2. Nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam kumpulan cerpen

Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari analisis ini adalah mendeskripsikan:

1. Kritik sosial yang terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam

kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.

2. Nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin

Naik Haji karya Asma Nadia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang studi analisis cerpen dengan

pendekatan sosiologi sastra

2. Manfaat Praktis.

a. Bagi Guru dan Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia

1) Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia.

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi Guru Bahasa

(31)

commit to user

cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia baik digunakan

sebagai bahan atau materi pembelajaran karena dalam kumpulan

cerpen Emak Ingin Naik Haji banyak mengandung kritik sosial dan

nilai pendidikan yang dapat digunakan sebagai bahan ajar sesuai

dengan kurikulum yang berlaku.

2) Bagi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi dosen

Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa kumpulan cerpen Emak Ingin

Naik Haji karya Asma Nadia baik digunakan sebagai materi

pembelajaran untuk mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra

Indonesia.

b. Bagi Siswa dan Mahasiswa

1) Bagi Siswa

Dapat memahami dan mengapresiasi cerpen juga dapat

mengambil nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam

kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji.

2) Bagi Mahasiswa

Dapat memahami dan menganalisis cerpen dalam usaha

meningkatkan daya apresiasi mahasiswa terhadap sebuah cerpen,

terutama apresiasi mengenai cerpen dengan pendekatan

sosiologi sastra.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan

bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra dengan

(32)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Cerpen

a. Pengertian Cerpen

Fiksi adalah "sebuah dunia dalam kata" yang di dalamnya tejadi kehidupan,

yaitu kehidupan para tokoh dalam peristiwa-peristiwa tertentu (Dresden dalam

Sayuti, 2000: 125). Karya sastra dalam hal ini fiksi lewat medium bahasa

berbicara mengenai manusia dan kemanusiaan, sedangkan manusia tidak terlepas

dari keberadaannya sebagai makhluk sosial dan budaya. Pendapat tersebut sesuai

dengan Wellek dan Warren (1992: 109) bahwa sastra menyajikan kehidupan dan

kehidupan itu sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial.

Cerpen adalah cerita fiksi bentuk prosa yang singkat, padat, yang unsur

ceritanya terpusat pada suatu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan

pelaku terbatas dan keseluruhan cerita memberikan kesan tunggal (Jabrohim,

1995:165-166). Cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca

dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu

dalam diri pembaca. Cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat compression atau

pemadatan, concentration atau pemusatan, dan intensity atau pendalaman, yang

semuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang

disyaratkan oleh panjang cerita (Sayuti, 2000: 10).

Edgar Allan Poe, seperti yang dikutip H.B. Jasin (dalam Burhan

Nurgiyantoro, 1995: 10) memberi pengertian bahwa cerpen adalah sebuah cerita

yang habis dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai

dua jam, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Sesuai

perkembangannya, pembaca cerpen tidak perlu butuh waktu selama itu, cukup

lima belas menit, bahkan kurang, untuk menyelesaikan satu cerpen yang terdapat

di dalam koran, majalah dll.

Ismail Marahimin (2001: 113), menafsirkan cerpen sebagai cerita rekaan

yang lengkap (self contained), tidak ada, tidak perlu ada, dan harus tidak ada

(33)

commit to user

tambahan. Dari pendapat itu, bisa dijelaskan lebih jauh bahwa cerpen merupakan

kebulatan sebuah cerita rekaan yang dibangun ata unsure-unsur pembentuknya

dengan cara tidak berpanjang-lebar.

Secara teknis Ismail Marahimin (2001:112) kembali menegaskan, di dalam

cerpen tidak banyak melibatkan tokoh, cukup satu saja, atau paling banyak empat.

Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh diungkapkan. Fokus, atau perhatian dalam

cerpen itu hanya satu. Sementara konflik itu juga hanya satu. Ketika cerita

dimulai, konflik itu sudah hadir disitu. Tinggal kemudian bagaimana seorang

cerpenis menyelesaikannya.

Sejalan dengan Ismail, Ajip Rosidi (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:

176) menyampaikan cerpen adalah cerita pendek dan merupakan kebulatan ide.

Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen adalah lengkap, bulat,

dan singkat. Selanjutnya, sastrawan ini juga menyampaikan, semua bagian dari

sebuah cerpen mesti terikat paa kesatuan jiwa: pendek, padat, lengkap. Tak ada

bagian-bagian yang boleh dikatakan “lebih” dan bisa dibuang.

Cerpen tidak lain sebuah kebulatan ide yang ditransformasikan melalui

narasi fiktif. Kebulatan ide tersebut dieksplorasikan melalui unsur-unsur intrinsik

cerita. Selain cerpen tidaklah cerita panjang seperti novel. Ukuran cerpen, sekali

lagi pendek, padat tetapi lengkap.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa cerpen

termasuk jenis karya sastra, sifatnya fiktif, merupakan kebulatan ide, dan

ditampilkan secara lengkap dengan narasi yang relatif pendek serta terfokuskan

pada satu persoalan (konflik). Selain itu cerpen lahir sebagai pengembaraan

pengalaman pengarangnya dan merupakan pernyataan sikap terhadap kehidupan.

Secara rinci Mochtar Lubis (1997: 93) menyebutkan kriteria yang terdapat

dalam cerita pendek. Kriteria yang disampaikannya itu adalah sebagai berikut; 1)

cerpen mengandung intepretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai

penghidupan, baik secara langsung atau tidak langsung, 2) cerpen harus

menimbulkan hempasan pikiran pembaca, 3) cerpen harus menimbulkan perasaan

pada pembaca, 4) cerpen mengandung insiden-insiden yang dipilih secara sengaja,

(34)

harus mengandung insiden utama yang menguasai jalan cerita, 6) cerpen harus

mempunyai pelaku utama, 7) jalan cerita padat,8) hingga tercipta satu ”efek” atau

kesan.

c. Perbedaan Cerpen dengan Karya Sastra yang Lain

Sebuah cerpen dilihat dari bentuk cerita terkadang tidak memiliki perbedaan

dengan bentuk prosa yang lainnya. Apabila dilihat dari bentuk atau cara

penulisannya, tentu akan menemukan kesukaran membedakan dengan bentuk

roman atau novel, maka seorang pembaca dituntut benarbenar dapat memahami

sifat dasar atau umum sebuah cerpen. Berdasarkan bidang kajiannya karya sastra

meliputi sastra rekaan (fiksi), drama, dan puisi. Cerita rekaan (fiksi) dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu: cerpen, novel, dan roman (Burhan Nurgiantoro,

2007: 9).

Cerpen adalah suatu cerita yang melukiskan peristiwa atau kejadian apa saja

yang menyangkut persoalan jiwa manusia. Sedangkan novel lebih melukiskan

suatu episode dari kehidupan seseorang dan seringkali masalah yang ditampilkan

mengesankan sesaat. Perbedaan pokok antara cerpen dan novel terletak pada

penampilan tokoh-tokohnya. Novel lebih menekankan pada perubahan nasib

tokoh-tokohnya sehingga memungkinkan untuk menampilkan banyak tokoh

(Wellek dan Warren, 1992: 30).

Cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Akan tetapi,

ukuran panjang pendeknya tidak ada peraturannya, tidak ada kesepakatan di

antara para pengarang dan para ahli. Panjang pendeknya sebuah cerpen bervariasi.

Ditinjau dari segi panjang katanya, cerpen relatif lebih pendek dari pada novel,

walaupun ada pula cerpen yang panjang dan novel yang pendek. Secara lebih

spesifik, istilah cerpen biasanya diterapkan pada prosa fiksi yang yang

panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata. Sedangkan novel umumnya berisi

lebih dari empat puluh lima ribu kata (Sayuti, 2000: 8).

Cerpen dilihat dari segi panjangnya cerita lebih pendek dari pada novel.

Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menceritakan

lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan banyak melibatkan pelbagai

(35)

commit to user

segi penceritaannya cerpen lebih ringkas, tidak ada detail-detail khusus (yang

kurang penting tidak digunakan) dan cerita yang disajikan cenderung lebih

pendek.

Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengungkapkan cerita

yang lebih ringkas tetapi sangat padat. Di pihak lain, kelebihan novel adalah

kemampuan menyampaikan permasalahan yang kompleks. Cerpen dan novel

selain mempunyai perbedaan tentunya juga mempunyai persamaan. Keduanya

dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama, yaitu unsur intrinsik dan

ekstrinsik. Oleh karena itu novel dan cerpen dapat dianalisis dengan pendekatan

yang sama.

2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra

a. Hakikat Sosiologi Sastra

Penelitian sosiologi sastra hadir dari Glickberg (dalam Suwardi Endraswara,

2003: 77) bahwa "all literature, however fantastic or mystical in content, is

animated by a profound social concern, and this is true of even the most flagrant

nihilistic work" yang mempresentasikan bahwa seperti apa bentuk karya sastra

(fantastis dan mistis) pun akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial.

Pencetus sosiologi sastra adalah seorang filsafat Perancis yang bernama Auguste

Comte pada sekitar tahun 1839 melalui sebuah karyanya yang berjudul Cours de

Philosophie Positive. Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap

perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari

tahap sebelumya. Tiga tahapan itu adalah tahap teologis, tahap metafisis, tahap

positif.1) tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di

dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas

manusia, 2) tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam

setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya

akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita

terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan

hukum-hukum alam yang seragam, 3) tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai

(36)

Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis.

Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi

dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang

perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut

disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan

besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile

Durkheim, Ferdinand Tonnies, George Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin

(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan

beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk

perkembangan Sosiologi.(dalam Wapedia, 2010, 1 ,www.Wapedia.mobi.htm).

Menurut Comte, sosiologi berasal dari kata latin socius yang artinya teman atau

sesama dan logos dari kata Yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya,

sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat) (dalam Idianto,

2004: 10). Idianto (2004: 11) menjelaskan bahwa sebagai ilmu, sosiologi

merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran

ilmuan dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

Gunoto Saparie (dalam Luasnya Wilayah Sosiologi Sastra, 2007,

Http.www.SuaraKaryaOnline.htm) menyatakan bahwa paradigma sosiologi sastra

berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu masyarakat dan sastra: karya

sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa

masyarakat. Sosiologi sastra, meskipun belum menemukan pola analisis yang

dianggap memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang

integral dari masyarakat. Tujuannya jelas untuk memberikan kualitas yang

proposional bagi kedua gejala: sastra dan masyarakat

Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang

mempelajari : 1) hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam

gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala-gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan

moral; hukum dengan ekonomi; gerak masyarakat dengan politik dan lain

sebagainya); 2) hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan

gejala-gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologi dan sebagainya); 3)

(37)

commit to user

Roucek dan Warren (dalam Idianto, 2004: 11) mengemukakan bahwa

sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam

kelompok-kelompok. Senada dengan Roucek dan Warren, Paul B. Horton (dalam

Idianto, 2004: 11) mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan

penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Ritzer (dalam Faruk, 1994: 2) mengemukakan sosiologi sebagai suatu ilmu

pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai

beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut

hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Paradigma itu sendiri

diartikannya sebagai satu citra fundamental mengenai pokok persoalan dalam

suatu ilmu pengetahuan. Paradigma itu berfungsi untuk menentukan apa yang

harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana cara

mengajukannya, dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam interpretasi

jawaban-jawaban yang diperoleh.

Max Weber (dalam Idianto, 2004: 11) mengatakan bahwa sosiologi adalah

ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. Selo Soemardjan dan

Soelaeman Soemardi (dalam Soerjono Soekanto, 1990: 21) juga menambahkan

bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial

dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Berdasarkan

pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang

mempelajari tentang manusia dan hubungannya dengan proses-proses sosial

termasuk pada perubahan sosial.

A Teeuw (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003:4) menyatakan bahwa sastra

berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi secara leksikal sastra

berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang

baik, seperti silpasastra (buku petunjuk arsitektur), kamasastra (buku petunjuk

percintaan).

Dalam perkembangan berikut kata sastra sering dikombinasikan dengan

awalan 'su', sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang

(38)

suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan

kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra (dalam

Jabrohim et.al, 2001:157) menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu

sendiri adalah suatu kenyataan sosial

Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu namun

sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra. Menurut

Laurenson dan Swingewood (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 78) karena

sosiologi obyek studinya tentang manusia dan sastrapun demikian. Dengan

demikian, meskipun sosiologi dan sastra berbeda namun saling melengkapi.

Perspektif sosiologi sastra yang juga perlu diperhatikan adalah pernyataan Levin

(Suwardi Endraswara, 2003:79) "Literature is not only the effect of social causes

but also the cause of social effect" yang memberikan arah bahwa penelitian

sosiologi sastra dapat kearah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi

dan sastra yang antara keduanya akan saling mempengaruhi dalam hal-hal tertentu

yang pada gilirannya menarik perhatian peneliti.

Ekarini Saraswati (2003: 3) mengatakan perbedaan yang ada antara

keduanya adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif,

sedangkan sastra mencoba memahami setiap kehidupan sosial dari relung

perasaan yang terdalam. Damono menambahkan (dalam Ekarini Saraswati, 2003:

3) yang satu beranjak dari hasil pemikiran sedangkan yang satu lagi beranjak dari

hasil pergulatan perasaan yang merupakan 2 kutub yang berbeda, seandainya ada

dua orang sosiologi mengadakan penelitian atas satu masyarakat yang sama, hasil

penelitian itu besar kemungkinan menunjukkan persamaan juga, sedangkan

seandainya ada dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama,

hasilnya cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat

dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan orang-orang.

Dalam pandangan Wollf (dalam Suwardi Endraswara, 2003:77) sosiologi

sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik,

terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang

agak lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam

(39)

commit to user

Faruk (1994: 1) berpendapat bahwa sosiologi merupakan gambaran mengenai

cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh

masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosiologi, proses belajar

secara cultural, yang dengannya individu-individu dialokasikan pada dan

menerima peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial itu.

Adapun secara singkat Garbstein (dalam Ekarini Saraswati, 2003:17)

mengungkapkan konsep tentang sosiologi sastra, yaitu:

1) karya sastra tidak dapat dipahami selengkapnya tanpa dihubungkan dengan kebudayaan dan peradaban yang menghasilkannya, 2) gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk penulisannya, 3) karya sastra bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu prestasi, 4) masyarakat dapat mendekati sastra dari dua arah; (a) sebagai faktor material istimewa, (b) sebagai tradisi, 5) kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar perenungan estetis yang tanpa pamrih, 6) kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa depan, 7) jadi, secara epistemologis (dari sudut teori keilmuan) tidak mungkin membangun suatu sosiologi sastra yang general yang meliputi seluruh pendekatan, 8) uraian berikutnya dipusatkan pada sosiologi sastra Marxis yang memang sangat menonjol atau dominant. Garis besarnya adalah sebagai berikut: (a) manusia harus hidup dulu sebelum dapat berpikir, (b) struktur sosial masyarakat ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan khususnya sistem produksi ekonomi. Dibedakan antara infrastruktur dan suprastruktur., 9) walaupun Marx sadar bahwa hubungan sastra dan masyarakat itu rumit, para pengikut Marx tetap menganggap bahwa sastra merupakan fenomena kedua yang ditentukan oleh infrastruktur yaitu ekonomi.

Gunoto Saparie (dalam Luasnya Wilayah Sosiologi Sastra, 2007.

http.www.SuaraKaryaOnline.htm) menyatakan bahwa klasifikasi tersebut tidak

jauh berbeda dengan bagan yang di buat oleh Ian Watt dengan melihat hubungan

timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat. Suwardi Endraswara

(2003: 77) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra

yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin

meneliti sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat karenanya, asumsi dasar

penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial.

Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang

(40)

memang beralasan jika penelitian sosiologi sastra lebih banyak

memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya.

Kehadiran sosiologi sastra, meskipun tergolong muda namun telah

menghasilkan beribu-ribu penelitian, khususnya di perguruan tinggi. Penelitian

demikian mendasarkan asumsi bahwa pengarang merupakan a salient being,

makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik

masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra

berada jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Kesadaran ini muncul

pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal balik dalam derajat tertentu

dengan masyarakatnya; dan sosiologi berusaha mencari pertautan antara sastra

dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensi. Lebih lanjut ia

menyatakan bahwa hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin

(mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat.

Kendati demikian sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari

kenyataan. Berdasarkan pernyataan itu, tentu sastra tidak akan semata-mata

menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar copy kenyataan,

melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan

yang kasar, melainkan sebuah refleksi yang halus dan estetis. (dalam Suwardi

Endraswara, 2003: 78)

Ian Watt Sapardi (dalam Faruk, 1994: 4) juga mengklasifikasikan sosiologi

menjadi tiga bagian, yaitu: konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin

masyarakat, dan fungsi sosial masyarakat.

(41)

commit to user

fungsi sosial sastra, terdapat tiga hubungan yang perlu menjadi perhatian: (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, (b) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai penghibur masyarakat saja, (c) sejauh mana terjadi sintetis antara kemungkinan (a) dengan (b).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi

sastra adalah salah satu pendekatan yang menganalisis karya sastra yang

memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya.

Sosiologi sastra berusaha mengungkapkan keterkaitan antara pengarang, pembaca,

kondisi sosial budaya pengarang maupun pembaca, serta karya sastra itu sendiri

yang mempunyai dasar asumsi bahwa kelahiran sastra tidak dalam kekosongan

sosial. Demikian beberapa ulasan tentang hakikat sosiologi sastra serta hubungan

antara karya sastra dengan masyarakat yang dipakai dalam analisis sosiologi

sastra terhadap kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.

a. PendekatanSosiologiSastra

Banyaknya pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk menganalisis

karya sastra seperti memfokuskan perhatiannya hanya pada aspek-aspek tertentu

pada karya sastra misalnya berkenaan dengan persoalan estetika, moralitas,

psikologi, masyarakat beserta dengan aspek-aspek yang lebih rinsi lagi, dan

sebagainya. Hal itu terjadi karena karya sastra sebagaimana kehidupan itu sendiri,

memang bersifat multidimensional, di dalamnya terdapat berbagai dimensi

kehidupan karena realitas seperti itulah, maka kemudian muncul berbagai macam

pendekatan dalam kajian sastra.

Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk

mengkaji kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. Pendekatan

sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik yang

memahami karya sastra dalam hubungannya dalam realitas dan aspek sosial

kemasyarakatan. Pendekatan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa

keberadaan karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi dalam

masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Sapardi Djoko Damono (dalam

Wiyatmi, 2005: 97), salah seorang ilmuwan yang mengembangkan pendekatan

sosiologi sastra di Indonesia, bahwa karya sastra tidak jatuh begitu saja dari langit,

(42)

Pendekatan sosiologi sastra (dalam Luasnya Sosiologi Sastra, 2007,

Http.www.SuaraKaryaOnline.htm) pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian

pada aspek dokumenter sastra dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra

merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena

sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi,

difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali

menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi,

refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

Pendekatan sosiologi sastra (dalam Jabrohim et.al, 2001: 153) adalah pendekatan

terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa

penulis.

Nyoman Kutha Ratna (2003: 340) dengan pertimbangan bahwa pendekatan

sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat,

maka model analisis yang dapat dilakukan meliputi tiga macam, sebagai berikut:

1) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi, 2) sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika, 3) menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan penelitian karya sastra sebagai gejala kedua.

Menurut Wiyatmi (2005: 97) pendekatan sosiologi sastra merupakan

perkembangan dari pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam

hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan. Pendekatan ini

dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas

dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Jabrohim (2001: 159)

menambahkan bahwa tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapatkan

gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik

antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas tentang

hubungan timbal balik antara ketiga analisis tersebut sangat penting artinya bagi

[image:42.612.132.511.207.500.2]
(43)

commit to user

Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat

mengacu pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan

segi-segi kemasyarakatan (sosial). Sebenarnya pada pendekatan tersebut sastra

dipahami melalui perkawinan ilmu sastra dan ilmu sosiologi. Oleh karena itu,

untuk dapat menerapkan pendekatan ini, disamping harus menguasai ilmu sastra,

kita juga harus menguasai konsep-konsep (ilmu) sosiologi dan data-data

kemasyarakatan yang biasanya ditelaah oleh (ilmu) sosiologi.

Menurut Soekanto (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003:363-364) sosiologi

dianggap sebagai ilmu yang relatif muda, dengan ditandai terbitnya buku yang

berjudul Positive Philosophy yang ditulis oleh Auguste Comte (1798-1857)

kemudian sosiologi berkembang pesat setengah abad kemudian dengan terbitnya

buku Principles of sociology yang ditulis oleh Herbert Spencer (1820-1903).

Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu

pada cara mamahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan sosial. Nyoman Kutha Ratna (2003:364) mengatakan bahwa

tokoh-tokoh yang berperan selain Herbert Spencer yang berasal dari Inggris dan

Auguste Comte yang berasal dari Perancis diantaranya adalah : Karl Marx

(Jerman), Steinmetz (Belanda), Charles Horton Cooley dan Lester F. Ward

(Amerika Serikat) namun demikian, sejarah mencatat Emile Durkheim ilmuwan

sosial Perancis yang kemudian berhasil melembagakan sosiologi sebagai disiplin

akademis (dalam 2009, 1 ,www.Wapedia.mobi.htm). Pendekatan sosiologi sastra

merupakan salah satu metode telaah sastra yang mengaitkan antara hasil karya

sastra dengan masyarakat pada saat karya tersebut diciptakan. Hal ini dikarenakan

suatu hasil karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu reaksi terhadap keadaan

yang ada dalam masyarakat, seni sastra yang berfungsi sosial, artinya tidak

berfaedah untuk seseorang saja, karena itu problem ilmu sastra adalah problem

masyarakat juga. Atar Semi (1993: 52) mengatakan bahwa, “Pendekatan sosiologi

sastra merupakan salah satu pendekatan sastra yang mengkhususkan diri dalam

menelaah karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi sosial

(44)

Junus (dalam Wiyatmi, 2006:101) membedakan sejumlah pendekatan

sosiologi sastra ke dalam beberapa macam, yaitu:

1) sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra sebagai dokumen sosial budaya, 2) sosiologi sastra yang mengkaji penghasilan dan pemasaran karya sastra, 3) sosiologi sastra yang mengkaji penerimaan masyarakat terhadap karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya, 4) sosiologi sastra yang mengkaji pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra, 5) sosiologi sastra yang mengkaji mekanisme universal seni, termaksuk karya sastra, 6) strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann dari Perancis.

Sosiologi sastra oleh Wellek dan Warren (dalam Wiyatmi, 2005: 98)

diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu : sosiologi pengarang, sosiologi karya dan

sosiologi pembaca.

1) sosiologi pengarang yaitu pendekatan yang menelaah mengenai latar belakang sosial, status sosial pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra, 2) sosiologi karya yaitu pendekatan yang menelaah isi karya satra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial, 3) sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra yaitu pendekatan yang menelaah mengenai sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial.

Klasifikasi sosiologi sastra dari Wellek dan Warren inilah yang akan

digunakan dalam penelitian skripsi tentang kritik sosial dan nilai pendidikan

dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, yang

menitikberatkan pada sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri,

yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan

apa yang menjadi tujuannya.

3. Kritik Sosial dalam Cerpen

a. Pengertian kritik sosial

Kata ‘kritik’ yang lazim kita pergunakan dalam bahasa Indonesia berasal

dari bahasa Yunani krinein yang berarti ‘mengamati, membandingkan dan

menimbang’. Dan kritik itu sendiri dapat didefinisikan sebagai pengamatan yang

diteliti, perbandingan yang adil terhadap baik-buruknya kualitas nilai suatu

(45)

commit to user

KBBI (Hasan Alwi, 2001: 601) kritik adalah kecaman atau tanggapan,

kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik-buruk terhadap suatu hasil karya,

pendapat dan sebagainya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut bila dihubungkan

dengan kritik terhadap suatu karya sastra ,kritik adalah tanggapan terhadap hasil

pengamatan suatu karya sastra yang disertai uraian-uraian dan

perbandingan-perbandingan tentang baik buruk hasil karya sastra tersebut.

Kata sosial menurut KBBI (Hasan Alwi, 2001: 1085) adalah berkenaan

dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum. Dari definisi ‘kritik’

dan ‘sosial’ tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud kritik sosial

adalah tanggapan terhadap karya sastra yang berhubungan dengan masyarakat

atau kepentingan umum yang disertai uraian-uraian dan perbandingan tentang

baik buruk karya sastra tersebut.

Ajib Rosidi dalam Henry Guntur Tarigan (1985: 175), mengatakan bahwa

bentuk cerpen merupakan bentuk karya sastra yang digemari dalam dunia

kesusastraan setelah perang dunia kedua. Bentuk ini tidak saja digemari

pengarang yang dengan sependek itu bisa menulis dan mengutarakan kandungan

pikiran yang dua puluh atau tiga puluh tahun sebelumnya barangkali menki

dilahirkan dalam dalam sebuah roman, tetapi juga didiskusikan oleh para pembaca

yang ingin menikmati hasil sastra dengan tidak usah mengorbankan terlalu banyak

waktu. Dalam beberapa bagian saja dari satu jam seseorang bisa menikmati

sebuah cerpen.

Cerpen atau cerita pendek sebagai salah satu prosa fiksi merupakan hasil

pengungkapan pengalaman kehidupan sastrawan yang bersumber dari

realitas-realitas objektif yang ada dilingkungan sosial (Andre Hardjana: 80). Banyaknya

permasalahan pokok yang diangkat oleh pengarang melalui karya-karyanya

menunjukkan betapa jelinya ia memotret berbagai gejolak yang ada di

sekelilingnya. Pembaca yang kritis tentu tidak hanya memilih bacaan sastra yang

murah, tetapi benar-benar memilih buku-buku yang dapat menambah wawasan

hidupnya.

Sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu

(46)

dilahirkan (Jabrohim, 2001: 167). Seorang pengarang senantiasa dan niscaya

hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Ia senantiasa akan telibat dengan beraneka

ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata ruang dan waktu

tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata

nilai di dalamnya berinteraksi.

Pernyataan di atas senada dengan apa yang diungkapkan Putu Arya

Tirtawirya (1982: 83) bahwa renungan atas kehidupan merupakan suatu ciri khas

yang senantiasa terdapat dalam karya sastra. Dengan demikian keadaan

masyarakat di sekitar pengarang akan berpengaruh terhadap kreatifitas pengarang

dalam menghasilkan karya sastra. Pengarang dalam menciptakan karya sastra

mempunyai hak penuh untuk mengharapkan kebebasan dari masyarakat, namun

masyarakat juga mempunyai alasan untuk mengharapkan rasa tanggung jawab

sosial dari pengarang (Sapardi Djoko Damono 1978: 54). Rasa tanggung jawab ini

berupa rasa kritik atau protes, tidak untuk membuat ilusi tetapi untuk

menghancurkannya. “Bagaimanapun sastra, secara tersurat maupun tersirat

merupakan penilaian kritik terhadap jamannya” (Sapardi Djoko Damono

1978:54).

Menurut Saini K.M. (1994: 1-2) ada dua unsur yang diperlukan untuk

terjelma apa yang biasa dinamakan kreatifitas. Kesadaran manusia, yaitu

kepekaan pikiran, perasaan, dan hasratnya adalah unsur yang pertama; unsur

kedua adalah realitas yaitu rangsangan-rangsangan, sentuhan-sentuhan dan

masalah-masalah yang melingkupi serta menggiatkan kesadaran manusia itu.

Dalam konfrontasinya dengan realitas, kesadaran manusia dapat mengambil dua

pilihan (alternatif), yaitu menolak atau menerima realita itu. Menolak berarti

prihatin terhadapnya, menyanggah atau mengutuk. Ketiga keterarahan ini berada

dalam lingkungan tindak protes atau kritik.

Pengungkapan kreatifitas tersebut oleh Mursal Esten (2000: 10) disebut

sebagai cipta rasa yang merupakan pernyataan hati nurani pengarang dan hati

nurani masyarakat yang di dalamnya terdapat sikap, visi (pandangan hidup),

(47)

commit to user

mengatakan bahwa sebuah cipta rasa merupakan kritik terhadap

kenyataan-kenyataan yang berlaku.

Saini K.M. (1994: 3-4) mengemukakan adanya beberapa jenis protes dalam

sastra sesuai dengan sisi-sisi realitas yang merangsangnya. Pengalaman pahit getir

hubungan perorangan antara dua jenis kelamin berbeda menghasilkan begitu

banyak karya sastra yang indah dalam sastra berbagai bangsa; di dalamnya

termasuk protes yaitu protes pribadi. Lingkungan pergaulan yang lebih luas,

misalnya pergaulan antar kelompok dalam masyarakat atau antar bangsa, dapat

juga menimbulkan protes. Inilah yang biasa dimasukkan ke dalam protes sosial.

Namun protes dalam arti berprihatin, menyanggah, berontak, mengutuk, tidak

membatasi sasarannya hanya pada hubungan perorangan atau hubungan dengan

Tuhan.

Dominannya kritik atau protes sosial dalam sastra itu identik pula dengan

dominannya masalah sosial dalam kehidupan atau lembaga di luar sastra. Menurut

Burhan Nurgiyantoro (2000: 331), sastra yang mengandung pesan kritik atau

disebut dengan sastra kritik, lahir di tengah-tengah masyarakat jika terjadi hal-hal

yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Banyak karya sastra

yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang menderita, nasib rakyat kecil yang

perlu dibela, rakyat kecil yang dipermainkan oleh tangan-tangan kekuasaan.

Berbagai penderitaan rakyat itu dapat berupa menjadi korban kesewenangan,

penggusuran, penipuan atau selalu dipandang, diperlakukan atau diputuskan

sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah dan salah. Semua itu adalah hasil

imajinasi pengarang yang telah merasa terlibat dan ingin memperjuangkan hal-hal

yang diyakini kebenarannyalewat karya-karya yang dihasilkannya.

Dengan adanya pengaruh lingkungan masyarakat terhadap hasil karya

seorang pengarang, kebanyakan akan memunculkan kritik sosial terhadap

ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Nurgiyantoro (2000: 331)

mengatakan sastra yang mengandung pesan kritik dapat disebut sebagai

kritik-biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres

dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pengarang umumnya tampil sebagai

(48)

b. Masalah Sosial sebagai Ekspresi Kritik Sosial

Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa (Wellek dan

Warren 1995: 109). Pernyataan tersebut mempunyai pengertian bahwa sastra

menyajikan kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan social yang

disesuaikan dengan norma masyarakat. Sastra yang baik merupakan cerminan

sebuah masyarakat. Sebagai sebuah karya yang imajiner, fiksi menawarkan

berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan.

Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh

Gambar

Gambar 2. Model Analisis  Interaktif .............................................................
Gambar 2. Model Analisis  Interaktif ...........................................................
gambaran yang lengkap, utuh,  dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik
Gambar 1. Kerangka Berpikir
+2

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kandungan kritik sosial dalam buku kumpulan cerpen Bapak Presiden yang Terhormat karya Agus Noor dilihat dari

Kritik sosial pengarang dalam kumpulan cerpen ini adalah hakikat sembahyang, ketergantungan negara terhadap pihak asing, tes seleksi penyelenggara negara, pandangan

menyusun rencana untuk mencuri uang milik Haji Saun. Tetapi di tengah aksinya Zein tersadar bahwa itu perbuatan yang sangat tak pantas. Dia pun mengurungkan niatnya. Namun,

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) latar sosial pengarang (2) struktur cerpen (3) kritik sosial yang terdapat di cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis kandungan kritik sosial dalam kumpulan cerpen Mata Yang Enak Dipandang karya Ahmad Tohari dan relevansi pada mata pelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potret dinamika sosial berhubungan dengan: 1 bentuk masalah soaial, dan 2 dampak masalah sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen Janda

Simpulan dapat Jenis masalah sosial yang termuat dalam lima belas cerpen karya Ahmad Tohari pada kumpulan cerpen Mata yang Enak Dipandang adalah masalah sosial ekonomi, politik, agama,

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan pada kumpulan cerpen Juragan Haji karya Helvy Tiana Rosa, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa konflik sosial yang