• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Macam-macam Kritik Sosial dalam

1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji

Cerpen Emak Ingin Naik Haji menceritakan tentang kehidupan tokoh Zein dan Emaknya yang hidup dalam garis kemiskinan. Dan dalam kondisi itu Emak mempunyai keingingan atau cita-cita sebagai wujud kecintaannya kepada Tuhan dan ingin lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yaitu ingin sekali untuk menunaikan ibadah haji sebagai wujud beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun apa daya biaya yang menjadi faktor utama bagi Emak untuk menunaikan ibadah haji tersebut. Tercermin dalam kutipan berikut:

“Eh, berape sekarang ongkosnya, Zein?” “ONH biasa atau plus, Mak?”

Emak tertawa. Beberapa giginya yang ompong terlihat, “Kagak usah plus-plusan. Mak kagak ngerti.”

“Kalo kagak salah tiga ribu lima ratusan.” “Murah itu!”

Kali ini Zein tertawa,

“Pakai dolar itu, Mak. Kalau dirupiahin mah tiga puluh lima jutaan.” Suara riang Emak kontan meredup, “Dulu sih kita punya tanah. Tapi keburu dijual waktu Bapak sakit.” (EINH:7)

Bagi Zein tidak ada kata menyerah untuk mewujudkan mimpi Emaknya. Zein bekerja keras pantang menyerah untuk mengumpulkan uang untuk melunasi mimpi Emak dan sedikit membalas jasa-jasa Emak meskipun tidak seberapa dibanding pengorbanan Emak mulai dari melahirkan dan membesarkan Zein.

Segala pekerjaan sudah dicoba Zein, mulai dari menjual kaligrafi, sepatu, penjaga warnet, tetapi semua itu belum cukup untuk membawa Emak ke tanah suci. Dan ketika Zein mulai putus asa terbersit dalam pikiran Zein untuk merampok demi mewujudkan mimpi Emak, biarpun dipenjara sekalipun. Semua perlengkapan sudah disiapkan Zein untuk memuluskan aksinya dan rumah Juragan Haji yang dikenal konglomerat yang menjadi sasarannya.

Namun, sebelum Zein melakukan aksinya merampok Tuhan menunjukkan jalan kepada Zein. Tercermin dalam kutipan berikut:

Harapan setitik yang tiba-tiba melenyapkan keinginan untuk menyatroni tempat tinggal Juragan Haji.(EINH: 12)

Kilatan memori melompat cepat menyusuri hari demi hari, hingga tiba waktu pengumuman yang dijanjikan. Mereka bilang nama-nama pemenang akan dimuat di surat kabar pagi hari ini. Dan Zein merasa dadanya meledak saat menemukan namanya tercantum di halaman delapan. Keriangan yang membuatnya melompat dan menari-nari sepanjang jalan. (EINH: 12)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Tuhan menunjukkan jalan kepada Zein bahwa merampok merupakan perbuatan yang melanggar dari ajaran agama dan

commit to user

Tuhan pun memberikan rahmat kepada Zein dengan memberi rezeki yang tidak terpikirkan Zein sebelumnya berupa menang undian dari kupon berhadiah.

Dari uraian di atas secara garis besar dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji terdapat kritik bahwa kemiskinan merupakan salah satu faktor utama seseorang untuk beribadah haji, biaya yang tinggi seakan-akan haji hanya merupakan milik orang-orang kaya yang dapat menunaikannya. Tercermin dalam kutipan berikut;

Kalau melihat kenyataan betapa mudahnya Juragan Haji berangkat setiap tahun, Zein sulit mempercayai berita-berita yang berseliweran, biaya ONH yang terus membumbung, hingga menyulitkan orang-orang kecil untuk berangkat, ratusan jamaah yang batal karena masalah quota, atau penipuan oleh biro haji tidak bertanggung jawab.(EINH:3)

Selain itu dalam cerpen Emak ingin Naik Haji juga terdapat kritik sosial bahwa kita janganlah mudah putus asa dan berbuat yang melanggar hukum dalam keputusasaan dan jangan terlalu bergantung pada undian, selain itu terdapat kritik terhadap adanya kesenjangan sosial di masyarakat. kesenjangan sosial muncul karena adanya jarak antara si kaya dan si miskin. Fasilitas yang mudah bagi mereka yang berharta akan menimbulkan rasa iri bagi orang lain yang tidak bisa mendapatkannya, apalagi jika jarak antara mereka diikuti rasa lebih dari si kaya yang berharta.

Kesenjangan sosial yang terjadi membuat adanya rasa ketidakadilan sosial dan hal ini tercermin dalam cerpen ’Emak Ingin Naik Haji’ digambarkan dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji begitu jauh jarak antara si kaya dan si miskin

Kerinduan yang mengental di mata Emak setiap musim haji tiba. Ketika dan balik jendela, Emak merayapi bangunan megah yang terletak persis di depan rumah kecil mereka. Tempat tinggal Juragan Haji.(EINH: 2)

“Tahun ini dia berangkat lagi, Mak?” tanya Zein.(EINH: 2)

Emak mengangguk, bahkan tanpa mengalihkan pandangan dari bangunan bertingkat yang dilindungi pagar besi setinggi dua meter. “Sama istrinya, Zein. Mertuanya juga ikut.(EINH: 2)

Zein tidak menanggapi. Bukan berita baru karena nyaris setiap tahun tetangga mereka itu berhaji. Lebih sering sendiri atau berdua istri. Kadang mengajak anak-anaknya. Tidak cuma haji, konon Juragan Haji pernah sampai membawa 22 orang sanak keluarganya dalam paket umroh bersama selebritis terkenal.(EINH: 2)

Kalau melihat kenyataan betapa mudahnya Juragan Haji berangkat setiap tahun, Zein sulit mempercayai berita-berita yang berseliweran, biaya ONH yang terus membumbung, hingga menyulitkan orang-orang kecil untuk berangkat, ratusan jamaah yang batal karena masalah quota, atau penipuan oleh biro haji tidak bertanggung jawab.(EINH: 2-3)

Tetangganya yang kaya seakan tidak tersentuh masalah itu.(EINH: 3)

Kutipan diatas menunjukkan adanya perbedaan kelas sosial di masyarakat. Perbedaan kelas inilah yang memunculkan kesenjangan sosial.

Hampir setiap tahun Juragan Haji dapat dengan mudah berangkat haji, biaya yang mahal tidak menjadi masalah baginya. Berbeda dengan keluarga Zein yang hidup dalam pas-pasan dengan Emak dalam rumah kecil mereka, berbanding terbalik dengan rumah Juragan Haji yang bertingkat dan dilindungi pagar setinggi dua meter.

Dapat disimpulkan adanya kritik terhadap kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat kita.

Perbedaan kelas sosial seseorang kadang menimbulkan adanya perbedaan perlakuan dalam masyarakat. Pihak atasan atau mereka yang berduit, yang merasa berkuasa dapat bertindak semau mereka karena menganggap semua permasalahan dapat diselesaikan dengan uang. Perbedaan dalam masalah pelayanan pun muncul, ketika orang yang berduit mendapatkan pelayanan lebih dibanding yang diberikan kepada orang-orang kecil. Tercermin dalam kutipan berikut.

“Semua jemaah sudah dijemput di bandara Jeddah dengan limosin. Bapak tidak akan ketinggalan berita atau urusan kantor. Termasuk tenda di Mina juga diubah menyerupai hotel berbintang lima. Di ruangan nanti tersedia komputer dan internet. Makanan dan minuman mewah. Tersedia faks dan telepon. Juga, televisi yang bisa memonitor kondisi jamaat serta pelajaran manasik haji,” jelas Mitha, sekretaris barunya yang selalu dibalut rok di atas lutut itu, panjang lebar.(EINH:3)

Selama ini bukan biaya atau ketakutan absurd yang menghalanginya naik haji. Seperti kebanyakan laki-laki, dia bukan orang suci.Tapi logikanya mengatakan segala kesulitan bisa dihindarkan jika bisa diantisipasi(EINH: 4)

commit to user

Dokumen terkait