• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Macam-macam Kritik Sosial dalam

3. Cerpen Jendela Rara

Cerpen Jendela Rara menceritakan tentang tokoh Rara yang yang ingin sekali mempunyai jendela pada rumahnya, selama ini keluarga Rara yang hidup dalam kemiskinan dan hidup dibawah kolong jembatan dan rumahnya pun hanya terbuat dari triplek berdempetan dengan rumah-rumah lainnya, dan tidak ada jendela untuk sekedar keluar masuk udara. Oleh sebab itu Rara memohon kepada ibunya dan kakaknya untuk dibuatkan jendela karena menurut Rara jendela penting bagi kehidupan, untuk keluar masuk udara dan keluar masuk sinar matahari. Meski dengan perjuangan yang keras Rara pantang menyerah berusaha mewujudkan mimpinya.

Kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Jendela Rara diantaranya;

a. Kritik Terhadap Masalah Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah pelik yang pada umumnya dijadikan sebagai pangkal dari suatu masalah. Masalah kemiskinan juga menjadi dasar penghalang untuk mewujudkan mimpi. Hal ini tercermin dalam cerpen ’Jendela Rara’. Cerpen ’Jendela Rara’ menceritakan seorang anak perempuan berusia sembilan tahun yang bermimpi mempunyai rumah yang ada jendelanya. Tetapi apa daya kemiskinan merupakan masalah dasar untuk mewujudkan mimpi seseorang.

Sejak ia mengerti arti tempat tinggal, pertanyaan itu kerap disampaikannya pada Emak. Mulanya perempuan berusia empat puluh limaan, yang rambutnya beruban di sana-sini itu, tak menjawab. Baginya tak terlalu penting apa yang ditanyakan anak-anak. Kerasnya kehidupan membuat ia dan lakinya, hanyut dalam kepanikan setiap hari, apa yang bisa dimakan anak-anak esok. Maka pertanyaan apa pun dari anak-anak, lebih sering hanya lewat ditelinga. (Jendela Rara: 87-88)

”Mak kapan kita punya rumah?”(Jendela Rara: 88)

Kanak-kanak seusia Rara, tak mengenal jera atau bosan mengulang pertanyaan serupa. Dan kali ini, ia berhasill mendapat perhatian lebih dari Emak. Sambil menyandarkan punggungnya di dinding tripleks mereka yang tipis, Emak menatap sekeliling. Matanya menyenter rumah kotak mereka yang empat sisinya terbuat dari tripleks. Hanya satu ruangan, di situlah mereka sekeluarga, ia, suami dan lima anaknya__sekarang empat__memulai dan mengakhiri hari-hari. Tak ada jendela, karena rumah-rumah di kolong jalan tol menuju bandara itu terlalu berdempet. Bahkan nyaris tak ada celah untuk sekedar lalu-lalang, kecuali gang senggol yang terbentuk tak sengaja akibat ketidak beraturan rumah-rumah tripleks di sana.(Jendela Rara: 88) Kutipan di atas menunjukkan bahwa keluarga Rara yang hidup dalam garis kemiskinan yang sehari-hari hanyut dalam kepanikan dalam mencari sesuap nasi atau memenuhi kebutuhan sehari-hari lainnya. Emak dan Bapak banting tulang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Tempat tinggal bukan masalah pokok bagi keluarga Rara yang penting bisa makan itu saja sudah lebih dari cukup. Mereka terpaksa tinggal di bawah kolong jembatan, apa daya kemiskinan yang telah membuat mereka terpaksa tinggal di situ dan menghalangi mimpi mereka mempunyai rumah.

Kemiskinan pun merupakan salah satu sebab Asih putus sekolah, Emak dan Bapak tak mampu membiayai sekolah Asih. Tercermin pada kutipan berikut:

Anak yang ketiga perempuan, sebetulnya dulu rajin sekolah, apa daya ia tak sanggup menyekolahkan si Asih. Jadilah gadis lima belas tahun itu drop out dari sekolah, dan sekarang kabarnya sudah jadi anak buah Mami. (Jendela Rara: 90)

Untuk makan saja Emak dan Bapak benar-benar kerja keras banting tulang. Tercermin dalam kutipan berikut.

Jun menatap Emak dan Bapak yang tiduran di atas sehelai tikar usang. Wajah kedua orangtuanya itu tampak letih. Pastilah. Bukan pekerjaan ringan

commit to user

mencomoti barang dari tempat sampah satu ke tempat sampah lain. Belum hasil mulung bapak, ternyata besi-besi tua. Memang bawa untung yang lebih besar. Tapi berat yang dipikul juga jelas jauh dibandingkan sampah botol plastik atau barang-barang lain. Malah akhir-akhir ini cuaca makin panas.(Jendela Rara: 92)

Kritik terhadap kemiskinan ditujukan kepada pemerintah bahwa masih banyak saudara kita yang hidup dalam garis kemiskinan, hidup di bawah kolong jembatan, yang tak sepantasnya menjadi tempat tinggal, dengan mendirikan lapangan pekerjaan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan.

Kebijakan pemerintah seringkali tidak melibatkan partisipasi masyarakatnya dan pembuatan program pembangunan tidak didasarkan atas kebutuhan masyarakat tetapi didasarkan atas kepentingan penguasa. Sistem dan struktur yang timpang di atas berdampak secara sosial, ekonomi, dan politik. Terjadi ketimpangan secara sosial, ekonomi, dan politik akibat kebijakan pemerintah, misalnya secara sosial terjadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, dimana si kaya merasa bahwa mereka telah memiliki segala-galanya. Memang benar secara materi berkecukupan. Sementara si miskin secara materi tidak berkecukupan, namun demikian mereka memiliki kualitas hidup (kebahagiaan lahir dan bathin sebagai manusia yang mampu menikmati hidup).

Kritik juga ditujukan kepada orang-orang kaya yang hidup serba kecukupan, tidak ada salahnya untuk membantu atau memberikan sedikit harta untuk meringankan mereka, dan janganlah menutup mata, tidak ada salahnya kita menoleh ke sisi lain bahwa masih banyak saudara kita yang hidup dalam kondisi yang kekurangan.

Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain. Atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Kritik terhadap adanya kesenjangan sosial juga muncul dalam cerpen Jendela Rara.

Mata lelah Emak mulai menggenang. Andai saja ia bisa memantulkan dua sisi bayangan pikiran di benaknya. Pastialh seperti cermin yang memantulkan dua sisi bayangan. Rumahnya dan penduduk lain di bawah

kolong jembatan ini, di satu sisi.dan rumah Pak RT, di sisi lain, dengan jendela-jendela kaca yang besar.(Jendela Rara:98-99)

Kutipan di atas menunjukkan kesenjangan sosial yang terjadi di lingkungan Rara. Keluarga Rara dan tetangga Rara tinggal di bawah kolong jembatan, jendela yang Rara impikan untuk keluar masuk udara maupun sinar matahari tidak mungkin ada, sebab kondisi rumah yang saling berdempetan. Di sisi lain rumah Pak RT sekaligus orang yang berkuasa di situ, berdiri dengan megahnya dengan jendela-jendela kaca yang besar.

Kritik terhadap pembunuhan juga terdapat dalam cerpen Jendela Rara seperti dalam kutipan berikut.

Anaknya yang keempat, bocah laki-laki, selisih dua tahun dari Rara, tewas dua bulan lalu, dengan luka di leher dan anus.(Jendela Rara: 90)

Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi sebuah pembunuhan dengan korban bocah laki-laki, dan kritik nyang disampaikan adalah bahwa sering kali tindakan kekerasan ataupun pembunuhan, korbannya adalah anak-anak dan tidak menutup kemungkinan sebelum dibunuh anak-anak tersebut dicabul atau disodomi.

Kritik terhadap pembunuhan tersebut ditujukan kepada para pelaku tindak pembunuhan yang begitu kejam dan tindak kriminalitas tersebut seolah sudah menjadi fenomena yang sering terjadi dan muncul di masyarakat kita. Dalam cerpen Jendela Rara juga tampak kritik terhadap pelacuran. Tercermin dalam kutipan berikut.

Rara tahu, tidak Cuma kakaknya yang berubah. Tapi juga kakak si Inah, Ibu si Ipul, dan banyak lagi. Konon mereka dulu juga anak madrasah. Tapi daya tarik rumah pelacuran, yang terletak hanya beberapa ratus meter dari madrasah, terlalu menggoda. Itu jalan pintas dapat duit. Realitas masyarakat di sudut-sudut Jakarta yang bukan tidak diketahui orang.(Jendela Rara:94) ” Tapi banyak yang lebih penting dari jendela,” Asih tak mau kalah, ”Makan kamu misalnya!” lanjutnya kesal. Bayangkan, ia sudah capek-capek tiap malam, kadang lembur merelakan badannya melayani empat tamu dalam semalam. Apa adiknya itu tahu?.(Jendela Rara:95)

commit to user

b. Kritik Terhadap Eksploitasi Anak

Eksploitasi anak adalah memperkerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan. Hanya ingin memenuhi kebutuhan hidup, banyak orang tua yang rela mempekerjakan anak-anaknya. Anak-anak yang seharusnya bersekolah dan menikmati masa kecilnya dengan bermain, kini harus turun ke jalan ngamen, berjualan koran, semir sepatu dll. Tercermin dalam kutipan berikut.

”Iya. Tapi Rara juga ikut ngumpulin duit, ya? Jangan dipake jajan! Kita perlu uang untuk beli kayu, kaca, bikin kusennya...”(Jendela Rara:95) Ahh. Rara mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Besok ia akan mengamen lebih giat. Kalau perlu sambil jual koran, semir sepatu, atau membersihkan kaca mobil-mobil yang berhenti di lampu merah. Apa saja, pikir Rara.(Jendela Rara:96)

”Buat bikin jendela! Jadi kalo kulit Rara geseng, bukan karena main, Mak! Tapi karena Rara kerja banting tulang buat jendela kita!” papar gadis kecil itu ceriwis.(Jendela Rara:97)

Kutipan di atas menggambarkan problematika eksploitasi anak yang seakan tidak tampak dari pandangan, hanya segelintir orang yang saja yang sadar akan hal itu. Namun semua itu terjadi perlahan namun pasti. Memang anak harus belajar mengenai seluk beluk kehidupan dengan berbagai permasalahannya di dalamnya agar kelak ia bisa menghadapi tantangan itu. Akan tetapi bukan berarti anak yang harus menggantikan peran orang tua untuk mencari nafkah. Seharusnya orang tualah yang harus bertanggungjawab terhadap anak-anaknya.

Realitas yang terjadi sekarang, anaklah yang dipaksa bekerja. Setiap waktu yang mereka lalui lebih banyak digunakan untuk mencari uang dari pada bermain layaknya seorang anak. Baik pagi maupun malam lebih banyak mereka nikmati di jalan. Meski panasnya mentari kala terik, dinginnya malam dikala hujan, banyaknya debu dan polusi sudah menjadi santapan sehari-hari, tetapi mereka tidak pernah mengeluh akan hal itu. Meskipun sering kali mereka ingin menikmati indahnya dunia anak-anak. Eksploitasi terhadap anak masih kerap terjadi, khususnya anak di bawah umur.

c. Kritik Terhadap Pendidikan

Pendidikan merupakan hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Namun, dalam kenyataannya hanya orang-orang berduit saja yang mampu untuk mengeyamnya. Tercermin dalam kutipan berikut:

Anak yang ketiga perempuan, sebetulnya dulu rajin sekolah, apa daya ia tak sanggup menyekolahkan si Asih. Jadilah gadis lima belas tahun itu drop out dari sekolah, dan sekarang kabarnya sudah jadi anak buah Mami.(Jendela Rara: 90)

Rara anaknya yang bontot. Keras kepala dan punya keinginan kuat. Sekarang masih sekolah di madrasah ibtidaiyah, itu pun karena kebaikan hati kakak pengajar di sana, ia tak harus membayar sepesar pun. Syukurlah.(Jendela Rara: 90)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Asih harus putus sekolah gara-gara orang tuanya tak mampu lagi membiayai sekolahnya. Sedangkan Rara dapat sekolah karena kebaikan kakak pengajarnya yang tidak mengharuskan Rara untuk membayar biaya sekolahnya. Hal tersebut disebabkan orang tuanya tak mampu apabila untuk membayar semua biaya sekolah Rara. Dan masih banyak Rara-Rara lain yang bernasib sama.

Menunjukkan bahwa pendidikan sekarang hanya diperuntukkan kepada orang-orang berduit saja. Sungguh ironis, di sisi lain anak-anak sekolah dituntut adanya standarisasi pendidikan dengan adanya ujian nasional, di sisi lain anak-anak dibebani dengan biaya pendidikan, apakah orang tuanya mampu membayarnya. Belum lagi harus belajar dengan fasilitas yang minim.

Kritik ditujukan kepada pemerintah yang sesegera mungkin membenahi sistem pendidikan kita dan meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan.

Dokumen terkait