• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wewenang advokat perempuan dalam mengikrarkan talak kliennya: studi aksus di pengadilan agama Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wewenang advokat perempuan dalam mengikrarkan talak kliennya: studi aksus di pengadilan agama Depok"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Depok Kelas II A) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah (Peradilan Agama).

Jakarta, 6 September 2010 Disahkan oleh

Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Drs. H. A Basiq Djalil, SH., MA (...) NIP. 195003061976031001

Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., MH (...) NIP. 197202241998031

Pembimbing I : Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, MA (...) NIP. 197608072003121001

Penguji I : Dr. Alimin Mesra, M.Ag (...) NIP. 196908252000031001

(2)

i

KATA PENGANTAR









Alhamdulillaah qad Wafaqaa Lil’ilmi Khairi Khalqihii Walittuqaa. Segala puji hanya bagi Allah yang selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kedzaliman sampai zaman yang terang benderang.

Dengan penuh segala harapan skripsi yang berjudul “Wewenang advokat perempuan dalam mengikrarkan talak kliennya”(Studi Kasus di Pengadilan Agama Depok). Telah terselesaikan oleh penulis.

Sungguh suatu kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada keluarga besar Alm. Sarmili HB, dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam mensukseskan harapan penulis.

Sebagai bahan yang berharga ini perkenankan penulis menuangkan dalam bentuk ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

(3)

ii

membantu sekali dalam penyusunan skripsi ini.

3. Kamarusdiana, SH. MH, selaku ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah, yang tidak mengenal lelah untuk membantu mahasiswa/I baik dalam bidang birokrasi maupun administrasi kampus.

4. Dr. Ahmad Tholaby Kharlie., SH. MA. Selaku Dosen Pembimbing sekaligus kepribadian yang penulis kagumi yang relegius dan berintelektual, yang telah banyak meluangkan waktunya disela-sela kesibukan karirnya dalam memberikan saran serta masukan maupun nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Selur uh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah menyalurkan ilmunya kepada penulis ketika perkuliahan, mudah-mudahan ilmu yang penulis bermanfaat dan barakah. Jazakallah yaa Ustadzi wayassarallahu ‘an usriddunya wal akhiratikum.

(4)

iii

7. Tak ada sepantas kata yang keluar dari lisan penulis selain kata Terimakasih yang sedalam-dalamnya pertama, kepada Ayahanda Alm. Sarmili HB yang telah mendidik penulis dari kecil. Hanya penulis sayangkan Allah begitu cepat memanggilnya sehingga beliau tidak ikut menyaksikan wisuda putranya. Semoga Allah senantiasa mengampunkan dosa-dosa beliau ketika hidup dan semoga dilapangkan kuburnya. Syukran laka Yaa Abii..kedua, ibundaku Nanih HM yang dengan berdiri sendiri melanjutkan estapet perjuangan ayahku, dengan jerih payah ibuku, sehingga beliau mampu mempertahankan penulis sampai ke jenjang perkuliahan, ibuku yang berusaha tak mengenal lelah demi keberhasilan anaknya. Dan penulis akan berusaha mewujudkan sebuah cita-cita dan harapan kecilnya. Semoga Allah mendengarkan harapan dan cita-cita yang beliau harapkan kepada penulis.

8. Segenap dewan guru TPA Masjid Raya Cinere yang selalu memberikan motifasi dan perhatiannya kepada penulis.

9. Teman-teman Konsentrasi Peradilan Agama B angkatan 2006 yang tak bosan-bosan untuk bertukar pikiran serta pemberi informasi kepada penulis, suka duka, canda tawa kebersamaanmu akan penulis kenang selalu di dalam memori ingatan.

(5)

iv

Penulis tidak bisa membalas dengan apa-apa kecuali dengan do’a yang tulus, serta air mata yang menjadi saksi ketika memanjatkan do’a, dengan kebaikan-kebaikan para pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Semoga Allah akan melipat gandakan amal kebaikannya kelak nanti. Amiin yaa raabal ‘alamiin

Penulis begitu sangat menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun perlu kiranya diberikan demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 6 September 2010 M 25 Ramadhan 1431 H

(6)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan kegunaan penelitian ... 6

D. Metode penelitian ... 7

E. Review Kajian Terdahulu ... 10

F. Kerangka Teori ... 13

G. Sistematika penulisan ... 14

BAB II : KUASA HUKUM PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian dan Dasar Hukumnya ... 17

B. Rukun dan Syarat Wakalah ... 36

C. Berakhirnya wakalah... 40

(7)

vi

A. Pengertian dan Dasar Hukum Ikrar Talak ... 46 B. Tata Cara Ikrar Talak ... 52 C. Ikrar Talak Yang di Lakukan Kuasa Hukum Perempuan ... 55 D. Pandangan Fukaha terhadap Ikrar Talak yang diwakilkan

kepada perempuan ... 58

BAB IV : PANDANGAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN AGAMA

DEPOK TERHADAP IKRAR TALAK YANG

DIWAKILKAN KEPADA ADVOKAT PEREMPUAN

A. Proses Persidangan Ikrar Talak di Pengadilan Agama Depok.... 52 B. Dasar Pemikiran Hakim terhadap Ikrar Talak yang dilakukan

Advokat perempuan ... 53 C. Analisa Penulis ... 56

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran-Saran ... 72

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Advokat atau kuasa hukum adalah pemberi bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan. Saat ini semakin penting seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat serta kompleksitasnya masalah hukum. Advokat merupakan profesi yang memberi jasa hukum, saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping, pemberi advise hukum, atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas namanya.1

Jika manusia memiliki banyak kesibukan, itu wajar-wajar saja. Baik itu kesibukan dalam berdagang, bertani, maupun lainnya. Biasanya jika seseorang memiliki banyak kesibukan, maka waktu pelaksanaan antara satu urusan dan yang lainnya akan saling berbenturan, secara otomatis pihak yang bersangkutan tidak bisa menjalankan semua kesibukannya sendiri secara bersamaan. Khususnya jika yang bersangkutan terpaksa harus pergi keluar negeri maka urusannya yang lain akan terbengkalai.2

1

Abdul Kadir Muhammad, S.H, Hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti, 2008), h. 70

(9)

Demi kebaikan dan kemaslahatan manusia, maka syariat Islam memberikan kemudahan dengan jalan memperbolehkan perwakilan dalam suatu urusan tertentu, kepada orang lain agar ia melaksanakan tugas yang semestinya terbengkalai itu. Dengan diperbolehkannya perwakilan, orang bisa mewakilkan beberapa pekerjaan penting misalnya, untuk menyewakan sesuatu atau membelikan barang tertentu lainnya.3

Dengan demikian orang yang mewakilkan bisa lebih tenang ia masih bisa untuk terus mengembangkan hartanya dan menyempurnakan atau melaksanakan peraturan dan planningyang telah dibuatnya.4

Menurut sistem HIR dan Rbg beracara di muka persidangan pengadilan dapat dilakukan secara langsung, dan dapat juga secara tidak langsung. Apabila beracara secara tidak langsung, maka pihak-pihak yang berperkara dapat mewakilkan perkaranya itu kepada pihak lain, yaitu penerima kuasa perwakilan atau pemberian kuasa ini di atur dalam pasal 123 HIR, 147 Rbg, menerut ketentuan pasal tersebut, pihak-pihak yang berperkara dapat menguasakan perkaranya kepada orang lain dengan surat kuasa khusus, sedangkan penggugat dapat juga dilakukan dengan mencantumkan pemberian kuasa itu dalam gugatannya. Meskipun pihak-pihak telah memberikan kuasa atau mewakilkan perkaranya kepada orang lain, sekedar dipandang perlu hakim berkuasa untuk memerintahkan kepada pihak-pihak yang berperkara untuk menghadapi sendiri

3 Ibid

4

(10)

3

kemuka sidang pengadilan. Kekuasaan atau wewenang hakim tersebut tidak berlaku terhadap presiden. Pemberian surat kuasa khusus artinya menunjuk kepada macam perkara tertentu dengan rincian isi kuasa yang diberikan.

Berbicara masalah perwakilan atau kuasa hal tersebut terdapat suatu ibarah yang diungkapkan di dalam kitabKifayatu Akhyar fii Halli Ghayati al-Ikhtishar :

“Dan segala sesuatu itu yang telah dijalani oleh seseorang, boleh pula

diwakilkan kepada orang lain untuk menjalaninya, seseorang juga boleh menjadi

wakil untuk menjalani sesuatu yang boleh dijalani.”5

Jadi penerimaan kuasa dapat juga melimpahkan kuasa kepada pihak pengganti penerima kuasa yang disebut dengan hak substitusi. Hak substitusi perlu dicantumkan dalam surat kuasa khusus apabila tidak dicantumkan, penerima kuasa tidak boleh menggunakan hak substitusi. Perlunya hak substitusi dicantumkan dalam surat kuasa khusus adalah untuk menjaga kemungkinan berhalangannya penerima kuasa, misalnya berhalangan karena dinas keluar negeri atau karena sakit.6

Sejalan dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran masyarakat diberbagai bidang, khususnya dibidang hukum. Jasa hukum melalui advokat dewasa ini berkembang menjadi kekuatan institusional. Dengan munculnya

5

Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakri Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifayatu Al-Akhyar Fii Hali

Ghayati Al-Ikhtishar,Juz I (Surabaya : Al-Hidayah, Tt), h. 283 6

Moh. Tafik Makarao,Pokok-pokok Hukum Acara perdata (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), h.

(11)

organisasi advokat yang dikelola secara profesional, perannya dianggap penting demi berjalannya peradilan yang bebas, cepat, dan sederhana.

Dalam pemberian kuasa bisa melalui organisasi penerima kuasa (advokat). Dalam sejarahnya di Indonesia organisasi profesi hukum yang pertama adalah PERADI ( Persatuan Advokat Indonesia) kemudian organisasi profesi hukum yang dibentuk adalah Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal kemudian dengan Yayasan Lembaga Bantuan hukum yang dikenal kemudian dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Setelah itu muncul berbagai institusi yang bergerak di bidang bantuan hukum antara lain yang dapat disebutkan adalah, Himpunan Penasihat Hukum Indonesia (HPHI), Pusat Bantuan dan Pengabdi Hukum (PUSBADHI), Persatuan Pengacara Indonesia (PERPIN) dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya ada keinginan oleh para advokat untuk mempunyai satu wadah profesi hukum. 7

Dengan ditambahnya lembaga-lembaga profesi hukum dapat kita lihat bahwa pelimpahan kuasa atau pemberian kuasa itu bisa diwakilkan akan tetapi permasalahannya adalah dalam prakteknya di muka persidangan jarang sekali kita melihat suatu kasus perkara cerai talak ketika dalam pengucapan atau menghadiri ikrar talak seorang advokat perempuan diperkenankan dirinya sebagai wakil untuk mengucapkan ikrar talak kliennya dalam perkara tersebut, sedangkan yang terdapat dalam teorinya yaitu dalam undang-undang No 7 tahun 1989 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang suami jika tidak

7

(12)

5

bisa menghadiri ikrar talak, maka suami boleh mewakilkan kepada wakilnya baik dia seorang advokat maupun bukan dari advokat.

Dalam praktek di Pengadilan Agama seorang kuasa perempuan dalam hal tersebut tidak diperbolehkan. Ada apa di balik semua ini? Dalam perkara tersebut menjadi timbul rasa ingin tahu di balik semua ini bagi saya sebagai penulis, Oleh karena itu penulis sangat tertarik dalam permasalahan tersebut sehingga penulis dapat mengangkat sebuah skripsi yang berjudul :Wewenang Advokat Perempuan Dalam Mengikrarkan Talak Kliennya” (Studi Kasus di Pengadilan Agama Depok Kelas II A).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membatasi pembahasan skripsi ini agar tidak keluar dari judul atau permasalahannya sebagai berikut : a. Membahas masalah wakalah (perwakilan) atau kuasa hukum yang

menyangkut tentang wewenang advokat perempuan dalam mengikrarkan talak kliennya.

(13)

2. Perumusan Masalah

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat dalam pasal 70 ayat (3,4,5) tidak disebutkan mengenai kata-kata wakil, apakah wakil perempuan atau laki-laki, sedangkan melihat pada praktiknya seorang advokat perempuan tidak boleh mengucapkan ikrar talak kliennya.

Dari rumusan masalah di atas maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap pengucapan ikrar talak jika yang mengucapkannya seorang kuasa hukum/advokat perempuan?

b. Mengapa pada prakteknya di Pengadilan Agama Depok Jawa Barat seorang advokat perempuan tidak boleh mengucapkan ikrar talak kliennya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui :

1. Pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap pengucapan ikrar talak jika yang mengucapkannya seorang kuasa hukum/advokat perempuan.

2. Mengapa pada prakteknya di Pengadilan Agama Depok seorang advokat perempuan tidak diperkenankan mengucapkan ikrar talak.

(14)

7

1. Memberikan wacana solutif, tentang advokat perempuan dalam perkara cerai talak baik dalam perspektif hukum Islam maupun hukum positif sebagai basis pengetahuan hukum mahasiswa Syariah dan masyarakat umum.

2. Menambah khazanah intelektual bagi individu atau kelompok untuk mendapatkan akses informasi yang komparatif tentang kuasa perempuan dalam perkara cerai talak dalam berbagai perspektif.

3. Penambahan literatur perpustakaan.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif yuridis, yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang masalah yang diteliti berdasarkan kaidah hukum yang dilakukan secara cermat dan mendalam, yakni berdasarkan hukum Islam dan hukum positif atau penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.8

Dalam kaitannya dengan penelitian normatif ini digunakan beberapa pendekatan masalah yaitu pendekatan undang-undang (statute approach) dan

8

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat

(15)

pendekatan perbandingan (comparative approach) yaitu perbandingan di antara hukum Islam dan hukum positif. 9

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian setelah penulis melihat data yang dibutuhkan dalam judul skripsi ini, maka termasuk dalam kategori penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang diteliti.10 Dalam hal ini karena termasuk pendekatan normatif, maka jenis penelitian ini bisa disebut sebagai penelitian kepustakaan.

3. Sumber Data

Sebagai suatu penelitian hukum normatif yang hanya ditujukan pada putusan Pengadilan Agama Sumber, maka jenis data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah berupa bahan-bahan hukum. Dalam hal ini, baik yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Adapun bahan-bahan hukum dimaksud adalah: a. Bahan hukum Primer

Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Di

9

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , cet.3 (Malang:

Bayumedia Publishing, 2007), h.300

10

(16)

9

antara yang termasuk kategori tersebut adalah peraturan perundang-undangan dan putusan hakim.11

b. Bahan Hukum Sekunder

Dari penelitian ini sebagai pelengkap data dalam mencari jawaban dari permasalahan yang disebutkan sebelumnya, maka diperlukan bahan hukum sekunder baik berupa kitab-kitab fikih yang merupakan hasil karya para ahli dalam bidang hukum Islam, jurnal-jurnal hukum, kamus hukum, dan hasil interview(wawancara) dalam bentuk tertulis.12

Dalam hal ini penulis melakukan interview (wawancara) terstruktur tkepada salah satu hakim Pengadilan Agama Depok yang memeriksa perkara ini, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam Pengumpulan data, hal ini diperlukan :

a. Mengumpulkan berbagai referensi baik berupa buku-buku, jurnal-jurnal hukum, dan kitab-kitab fikih yang khusus berbicara tentang Kuasa Hukum atau yang disebut dengan istilah Wakalah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kompilasi Hukum Isam, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Keadvokatan.

11

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum(Jakarta: Kencana, 2005), h.141

12

(17)

b. Interview atau wawancara, yakni tanya jawab lisan dua orang atau lebih secara langsung bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancara.13 Khususnya kepada hakim yang memeriksa perkara cerai talak yang memakai jasa kuasa hukum perempuan.

5. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, lalu dianalisis dengan cara kualitatif lalu diinterpretasikan sedemikian rupa dengan metode deduktif. Penelitian ini menggunakan conten analisist yaitu teknik analisis yang berusaha menyimpulkan dengan menarik bagian atau hal yang bersifat khusus dalam bentuk kasus dan data-data lapangan menjadi kesimpulan umum yang berlaku secara general. Dan Berdasarkan Kepada data yang besifat umum (Teori Hukum, Peraturan Perundang-undangan).

6. Teknik Penulisan

Adapun untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”

E. Review Kajian Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang berada di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengambil beberapa

13

Asep Syamsul M.Romli, Jurnalistik Praktis,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001),cet

(18)

11

skripsi yang ada yang mengenai pembahasan ikrar talak untuk dijadikan sebuah perbandingan. Adapun skripsi yang membahas tentang ikrar talak antara lain : 1. Salman Al-Farisi Pada Tahun 2004 Fakultas Syariah Dan Hukum dengan

Judul “ Kedudukan Hukum Pengucapan Ikrar Talak di Luar Pengadilan Agama”(Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur) yang dilatarbelakangi oleh permasalahan masalah pelaksanaan pengucapan ikrar talak diluar pengadilan dan bagaimana proses pelaksanaan pengucapan ikrar talak yang dilakukan di luar Pengadilan Agama serta bagaimana kedudukan hukum pengucapan ikrar talak yang dilakukan di luar Pengadilan Agama. Salman Al-Fasisi menyimpulkan bahwa kedudukan hukum pengucapan ikrar talak di luar Pengadilan Agama tetap sah menurut Agama Islam tetapi tidak mempunyai kekuatan payung hukum yang kuat apabila dipandang dari segi aturan-aturan hukum positif yang berlaku di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia.14

2. Syamsul Munir Pada tahun 2008 Fakultas Syariah Dan Hukum dengan Judul Skripsi “Akibat Hukum Pencabutan Ikrar Talak dan Pengaruhnya Terhadap Status Perkawinan”(Studi No. Perkara 1511/Pdt. G/2005/PAJT) Di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Skripsi ini di latar belakangi oleh permasalahan berdasarkan aturan yang berlaku bahwa talak harus dilakukan di depan sidang pengadilan Agama, namun ketika majelis hakim menetapkan

14

Salman Al-Farisi, Kedudukan Hukum Pengucapan Ikrar Talak di Luar Pengadilan Agama,

(19)

ikrar talak pada suami yang melakukan permohonan ikrar talak, tetapi yang terjadi suami mencabut permohonan ikrar talak sepihak sehingga berakibat kerugian pada pihak isteri, yakni ketika istri akan mengajukan gugatan cerai tetapi didahului oleh permohonan ikrar talak suami.15

Maka diadakanlah penelitian ini yang menghasilkan kesimpulan bahwa ikrar talak yang dicabut oleh pihak pemohon belum memiliki kekuatan hukum (gugur) karena harus menunggu selama enam bulan semenjak adanya pemanggilan untuk pengucapan ikrar talak yang diajukan kembali oleh pemohon (suami) jika tenggang waktu enam bulan masih bersedia, sebagaimana maksud dari pasal 70 ayat 6 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989.

3. Ikrar Talak di tinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Fikih Syafi’iyah ( Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur) yang disusun Oleh Muhammad Indrawan pada Tahun 2009 Fakultas Syariah Dan Hukum. Yang dilatarbelakangi permasalahan diantaranya : Apa yang melatarbelakangi perbedaan ikrar talak antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Fikih Syafi’iyah? dan bagaimana pandangan hakim tentang keabsahan ikrar talak menurut KHI dan Fikih Syafi’iyah ?

Dari Studi yang sudah dibahas Penulis menarik kesimpulannya bahwa dari studi terdahulu yang ada lebih fokus tentang sistem dan penerapan pengucapan

15

Syamsul Munir, Akibat Hukum Pencabutan Ikrar Talak dan Pengaruhnya Terhadap Status

(20)

13

Ikrar Talak yang ditinjau mengenai tempat pengucapan ikrarnya di muka sidang Pengadilan Agama atau di luar Pengadilan Agama.16 Yang mana telah menghasilkan jawaban yang telah ditulis di atas. Adapun yang akan jadi Perbedaan bagi penulis tentang skripsi yang akan dibuat adalah tentang kebolehan orang yang akan mengucapkan ikrar talak, yaitu apa boleh diwakili oleh hukum perempuan atau tidak.

F. Kerangka Teori

Dalam pembahasan yang akan diteliti ini, yang berkaitan dengan Dari hasil temuan berupa data-data yang diperoleh dari laporan maupun hasil wawancara pribadi dengan hakim Pengadilan Agama Depok terutama yang berkaitan dengan Alasan ketidakbolehan seorang advokat perempuan yang pada prakteknya di Pengadilan Agama tidak boleh mengucapkan ikrar talak kliennya, maka selanjutnya penulis akan menggunakan salah satu teori dalam sosiologi yang relevan untuk menganalisis alasan-alasan ketidakbolehan tersebut, yakni dengan menggunakan salah satu teori yang ditulis dalam disertasi Prof. Dr. Nasaruddin Umar MA yaitu melihat pada teori feminisme liberal.17

Dalam Pernyataan teori feminis liberal ini adalah semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh

16

Muhammad Indrawan, Ikrar Talak di tinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Fikih

Syafi’iyah, Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. 17

Nasaruddin Umar,Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina,

(21)

prinsip pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kekhususan-kekhususan. Secara antologis keduanya sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya juga menjadi hak perempuan.18

Kelompok ini termasuk paling moderat diantara kelompok feminis. Kelompok ini membenarkan perempuan bekerja bersama laki-laki. Mereka menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara total di dalam semua peran, termasuk bekerja diluar rumah. Dengan demikian tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan. Kelompok ini beranggapan bahwa tidak mesti dilakukan perubahan struktural secara menyeluruh, tetapi cukup melibatkan perempuan di dalam berbagai peran, seperti dalam peran sosial, ekonomi, dan politik. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang terhadap peran-peran tersebut.19

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam pembuatan skripsi ini akan disajikan dalam bab sebagai berikut :

Bab I, Dalam penulisan bab ini penulis tidak keluar dari pada pendahuluan terlebih dahulu. Sebab pada pendahuluan itulah kita dapat memahami masalah yang akan timbul. Kemudian agar pembahasannya tidak terlalu melebar atau keluar dari koridor maka penulis akan membatasi dan merumuskan masalahnya

18 Ibid 19

(22)

15

agar dapat difokuskan dan mendapatkan jawabannya. Didalam melakukan langkah penelitian ini penulis akan memperhatikan metode penelitian yang tepat tentang judul yang akan diangkat. Agar tidak dikatakan penjiplak dari skripsi yang sudah dibuat ditahun sebelumnya, maka penulis akan mengambil beberapa skripsi yan terkait untuk dijadikan perbedaan dan perbandingan bagi penulis. Kemudian dalam menganalisis terkait judul skripsi ini penulis menggunakan teori-teori yang bersumber buku-buku sekunder.

Bab II, Pada bab ini berjudul Kuasa Hukum Perempuan Menurut Perspektif Fiqh dan Hukum Positif, yang memuat tentang pengertian dan dasar hukum wakalah, berakhirnya wakalah, dan yang terkhir tentang peran seorang advokat di Pengadilan Agama.

Bab III, Membahas tentang ikrar talak yang akan dilihat dari perspektif Fiqh dan Hukum Positif, yang mencakup tentang hal proses atau tatacara ikrar talak di Pengadilan Agama, kemudian melihat lebih jauh tentang bagaimana jika ikrar talak dilakukan oleh seorang perempuan yang telah mendapat surat kuasa khusus, serta bagaimana pandangan para Fuqaha tentang ikrar talak yang dilakukan oleh seorang advokat perempuan perempuan.

Bab IV, Memuat proses persidangan acara ikrar talak di Pengadilan Agama Depok Jawa Barat, dasar pemikiran hakim tentang ikrar talak yang dilakukan oleh advokat perempuan dan terakhir analisa penulis.

(23)
(24)

17 BAB II

ADVOKAT PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF FIKIH

DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Advokat

1. Pengertian Advokat (Kuasa Hukum)

Advokat atau kuasa hukum di dalam Fiqh dikenal dengan istilah al-wakalah. Al-wakalah ( ﺔﻟﺎﻛﻮﻟا) huruf wawu ( و) diharakati fathah dan kadang-kadang dikasrah, menurut bahasa adalah ﺾﯾﻮﻔﺘﻟا (penyerahan) misalnya saya menyerahkan urusan kepada engkau.1 Pemberian kuasa dapat disebut at-tafwid (penyerahan atau pelimpahan) karena pemberi kuasa menyerahkan perkaranya kepada penerima kuasa sebagai wakil dirinya untuk diproses secara hukum atau menurut bahasa bermakna ﻆﻔﺤﻟا (menjaga, pemeliharaan) karena selama pemberian kuasa berlangsung, penerima kuasa bertugas memelihara kepentingan-kepentingan pemberi kuasa.atau نﺎﻤﻀﻟا (tanggungan).2 Sedangkan secara istilah adalah kebolehan bertindak untuk melakukan perwakilan.3

1

As-Syaikh Mansur Ibn Yusuf al-Bahuti, Al-Roudhu al-Murabbih (Beirut :Daar el-Fikr), tt

2

Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘Ala al-Madzahibu Al-Arba’ah,(Al-Qahirah : Maktabah

Atsaqafah),Juz III, tt

3

As-Syaikh al-Imam Muwaffiquddin Abi Muhammad ‘Abdullah Ibn Ahmad Ibn Kudamah,

(25)

Sedangkan pengertian wakalah menurut para ulama berbeda-beda antara lain sebagai berikut.

a. Malikiyah berpendapat bahwa al-wakalah ialah :

! !

!

!! !!!

!!

!

!

!! !

!!

!!!!! !! !!!!!!! ! !! !!! !!! ! !

4

!!

" Seseorang menggantikan atau menempati tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia yang mengelolanya pada posisi itu."

b. Ulama Hanafiyah berpendapat

!!!!!! !!! ! ! !! !!!!! !

!!!!

! !! !!! !!!

!!

" Seseorang yang benduduki orang lain dalam tasharruf (pengelolaan)"5

c. Ulama Syafi'iyyah berpendapat

!!! !!!!!! !! ! ! !! !!!!! !!!!!!!

!!!!!!! !! !! !!!!!!!!!!

!!

"Suatu ungkapan atau ibarah seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya."

d. Al-Hanabilah berpendapat

!!!! !! ! ! !!!!!!! !

!!!

!! ! ! !! !!

! !!!!!

!!!!

! !! !!!

!

!!!!!!!!! ! !!!! !!

!!!

! !!!! !!! !!! !!! !!!!! !!! !!! !! !

!!

"Permintaan ganti seseorang yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada pihak yang lain, yang didalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah dan hak-hak manusia.6

4

Abdurrahman Al-Jaziri, h. 124

5

Ibid., h. 125

(26)

19

e. Menurut Tengku Muhammad Hasbi as-Shiddieqi wakalah adalah seorang menyerahkan kepada orang lain sesuatu untuk dilaksanakan dikala masih hidup si pemberi kuasa, dengan cukup rukun-rukunnya dan pemberian kuasa itu suatu akad yang dibolehkan.

Deskripsi fuqaha’ mengenai wakalah membuktikan bahwa penunjukan kuasa telah dipraktekkan secara luas oleh masyarakat muslim dalam lalu lintas perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam hukum Islam, seperti halnya dalam hukum pada umumnya, perwakilan (an-niyabah) meliputi tiga macam, yaitu pertama, perwakilan berdasarkan syara’ (an-niyabah as-syar’iyyah), yaitu perwakilan yang timbul dari ketentuan syariah sendiri, seperti perwakilan wali terhadap anak dibawah perwaliannya yang bersumber kepada ketentuan syariah. Kedua, perwakilan hakim (an-niyabah al-qadha’iyyah), seperti perwakilan pengampu yang diangkat oleh hakim untuk orang dibawah pengampuan, atau wali yang diangkat oleh hakim untuk anak yatim. Ketiga, perwakilan berdasarkan kesepakatan (an-niyabah al-ittifaqiyyah, an-niyabah al-‘aqdiyyah), yaitu perwakilan yang timbul akibat adanya perjanjian antara dua pihak dimana yang satu memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu urusan untuknya.7

7

Az-Zarqa, al-Fiqh al-Islami fi Taubihi al-Jadid, Damaskus: Matabi’ Alifba al-Adib, 1967

Juz I: hal 424 Seperti yang dikutif oleh Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang

(27)

Perwakilan jenis ketiga ini disebut pemberian kuasa yang dalam istilah hukum Islam disebut al-wakalah. Adak wakalah merupakan sumber terpenting perwakilan berdasarkan kesepakatan dalam hukum Islam.8

Pada dasarnya, pemberian jasa hukum atau sekarang ini yang kita kenal dengan istilah advokat, telah berlangsung atau sudah ada sejak lama. Dalam catatan sejarah Peradilan Islam, praktek pemberian jasa hukum telah dikenal sejak zaman pra-Islam. Pada saat itu, meskipun belum terdapat sistem peradilan yang terorganisir, setiap ada persengketaan mengenai hak milik, hak waris, dan hak-hak lainnya sering kali diselesaikan melalui bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang berselesih. Mereka yang ditunjuk pada waktu itu sebagai mediator adalah orang yang memiliki kekuatan supra natural dan orang yang mempunyai kelebihan dibidang tertentu sesuai dengan perkembangan pada waktu itu.9

Pada waktu Islam datang dan berkembang yang dibawa oleh Nabi Muhammad, praktek pemberian jasa hukum (advokat) terus berjalan dan dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi yang pernah berlaku pada masa pra-Islam. Hal-hal yang bersifat takhayul dan syirik mulai dieleminir secara bertahap dan disesuaikan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada awal perkembangan Islam, maka tradisi pemberian bantuan

8

Ibn Nujaim, al-Bahr ar-Ra’iq Syarh Kanz ad-Daqa’iq,Beirut: Daar al-Ma’rifah, t.t hal 402;

9

Rahmat Rosyadi, Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta :

(28)

21

jasa hukum lebih berkembang pada masyarakat Makkah sebagai pusat perdagangan untuk menyelesaikan sengketa bisnis di antara mereka. Demikian juga lembaga jasa hukum berkembang di Madinah sebagai daerah agraris untuk menyelesaikan masalah sengketa dibidang pertanian. Pada prakteknya, Muhammad SAW dalam memberikan bantuan jasa hukum kepada umatnya terkadang berperan sebagai advokat, konsultan hukum, penasihat hukum, dan arbiter.10

Dalam catatan sejarah, bahwa Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi Rasulullah pernah bertindak sebagai arbiter dalam perselisihan yang terjadi dikalangan masyarakat Makkah. Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW. Bertindak sebagai arbiter tunggal, Selain menjadi wasit dalam perkara Hajar Aswad, Nabi juga sering menjadi wasit dalam sengketa umat. Misalnya, dalam sengketa warisan antara ka’ab Ibnu Malik dan Ibnu Abi Hadrad sebagai arbiter tunggal. Kemudian juga kepada Sa’id Ibnu Mu’az dalam perselisihan diantara Abi Quraidh, Zaid Ibnu Tsabit dalam perselisihan antara Umar dengan Ubay Ibnu Ka’ab tentang kasus nahl dan sebagainya.11

Perkembangan pemberian jasa hukum ini lebih berkembang pada masa pemerintahan Umar bin Khattab yang mulai melimpahkan wewenang peradilan kepada pihak lain yang memiliki otoritas untuk itu. Lebih dari pada

10

Ibid, h. 36-37

(29)

itu Umar ibnu Khattab mulai membenahi lembaga peradilan untuk memulihkan kepercayaan umat terhadap lembaga peradilan.12

Perwakilan juga berbeda dengan tindakan lain seperti perutusan (ar-risalah) ha ini ditandai oleh adanya unsur-unsur berupa :

a. Bahwa wakil (naib) bertindak atas inisiatif dan kehendak sendiri.

b. Tindakan yang dilakukannya berada dalam batas-batas kewenangan yang diberikan kepadanya, dan

c. Tindakan yang dilakukan adalah untuk asil (prinsipal)

Adanya inisiatif dan kehendak dari pihak wakil dalam melakukan tindakan merupakan unsur penting untuk adanya perwakilan, dan unsur ini membedakan perwakilan dengan utusan (ar-risalah).13 Dalam perutusan, seorang utusan (rasul) tidak memiliki inisiatif dan kehendak sendiri, ia hanya sekedar penyampai kehendak pengutus (mursil) seperti apa adanya. Oleh karena itu, utusan tidak disyaratkan kecakapan apapun untuk bertindak hukum. Yang penting secara faktual dan materiil, utusan dapat menyampaikan pesan pengutus. Perjanjian yang terjadi melalui utusan adalah perjanjian antara pengutus, pihak mitra janji secara langsung tanpa perantaraan utusan. Segala akibat hukum yang timbul dari perjanjian itu langsung terkait kepada pengutus dan tidak ada hubungan antara utusan dengan mitra janji. Utusan

12 Ibid

13

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h.

(30)

23

(ar-risalah) hanyalah salah satu cara menyatakan kehendak berupa ijab dan Kabul, disamping cara-cara lain seperti ucapan, tulisan, isyarat, pernyataan secara diam-diam, dan diam semata.

Berbeda dengan utusan (rasul), wakil bukanlah cara menyatakan kehendak. Wakil adalah pihak yang melakukan negoisasi dalam pembuatan akad dengan mitra janji untuk asil (principal). Kehendak dan inisiatif dalam membuat perjanjian datang dari pihak wakil. Karenanya, ia bukan sekedar penyampai kehendak asil (principal). Ia adalah unsur pokok dalam perjanjian karena perjanjian itu terjadi atas inisiatif dan kehendaknya. Dalam hal ini ditegaskan oleh Ibn ‘Abidin “ bagi kami, penerima kuasa (al-wakil) adalah pokok dalam perjanjian ( ﺪﻘﻌﻟا ﻲﯿﻓ ﻞﺻا ) atas dasar bahwa ia tidak perlu menyandarkan akad kepada pemberi kuasa. Maksudnya, penerima kuasa bertindak atas inisiatif dan kehendaknya sendiri, bukan penyalur atau penyampai kehendak pemberi kuasa. Sejalan dengan Ibn ‘Abidin adalah penegasan al-Marginani yang menyatakan, “ Bagi kami, penerima kuasa adalah pihak yang sessungguhnya melakukan akad.14 As-Sarakhsi

menjelaskan bahwa alasan mengapa wakil dipandang sebagai pihak yang membuat akad adalah karena kewenangan (al-wilayah) untuk membuat akad itu didasarkan kepada kecakapan si wakil tersebut dan kepada kenyataan

14

Al-Marginani, Al-Hidayah Syarh Al-Bidayah( Beirut : Al-Maktabah Al-Islamiyah, t.t), Juz

III, hal. 137. Seperti yang dikutif Syamsul Anwar., Hukum Perjanjian Syariah(Jakarta : Raja Grafindo

(31)

bahwa pernyataan kehendak yang merupakan rukun akad adalah murni pernyataan kehendaknya.15

2. Advokat (Kuasa Hukum) Menurut Hukum Positif

Kata advokat, secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare,

yang berarti to defend,(Berfungsi untuk mempertahankan)to call to one, said to vouch or warrant.(Untuk memanggil atua terpanggil, bekerja untuk seseorang degan cara menjamin) Sedangkan dalam bahsa inggris advocat berarti : to speak in favour of or depend by argument, to support, indicate, or recommended publicly.16

Secara terminologis, terdapat beberapa pengertian advokat yang didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan dan Perundang-Undangan yang ada sejak masa Kolonial hingga sekarang, seperti dibawah ini: a. Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan

hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.

b. Menurut Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) advokat didefinisikan, termasuk penasehat hukum, pengacara, pengacara praktek, dan para konsultan hukum.

15

As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, (Beirut: Daar al-Ma’rifah, 1406 H. XII: hal 203 Seperti yang

dikutif Syamsul Anwar., Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h. 291

16

Frans Hendra Winarta, advokat Indonesia, cita, Idealisme, dan keprihatinan(Jakarta :Sinar

(32)

25

c. Pada pasal I butir 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyatakan bahwa : “ Seorang penasehat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan Undang-Undang untuk memberikan bantuan hukum.”

d. Dalam Rancangan Undang-Undang Advokat, pada Bab I, pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa : “advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum, baik dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.”17

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa advokat adalah profesi yang memberikan jasa hukum kepada masyarakat atau kliennya, baik secara litigasi maupun non litigasi dengan mendapatkan atau tidak mendapatkan honorarium/free.

Bertitik tolak dari ketentuan pasal tersebut, dalam perjanjian kuasa, terdapat dua pihak, yang terdiri dari :

a. Pemberi kuasa atau lastgever (instruction, mandate)

b. Penerima kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.18

17

Rahmat Rosyadi, Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta :

Ghalia Indonesia, 2003),h. 73

18

(33)

Lembaga hukumnya disebut pemberian kuasa atau lastgeving (volmacht, full power),jika :

a. Pemberi kuasa melimpahkan perwakilan kepada penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang ditentukan dalam surat kuasa.

b. Dengan demikian, penerima kuasa berkuasa penuh, bertindak mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa. c. Oleh karena itu, pemberi kuasa bertanggung jawab atas segala perbuatan

kuasa, sepanjang pebuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi wewenang yang diberikan pemberi kuasa.19

Pada dasarnya, pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa, tidak besifat imperative. Apabila para pihak menghendaki, dapat disepakati selain yang digariskan dalam undang-undang.

Pada bagian ini, dijelaskan secara ringkas jenis kuasa yang diatur dalam Undang-Undang. Penjelasan ini berkenaan dengan surat kuasa yang dapat dipergunakan di depan sidang pengadilan, yaitu:

a. Kuasa Umum

Kuasa umum diatur dalam pasal 1795 KUH Perdata. Menurut pasal ini, kuasa umum bertujuan memberi kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu :

19

Kamarusdiana, dan Nachrowi, Hukum Acara Perdata, Universitas Islam Negeri Syarif

(34)

27

- Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa

- Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya.

- Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.20

Dengan demikian, dari segi hukum, kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum, tidak dapat dipergunakan di depan sidang pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab, sesuai dengan ketentuan pasal 123 HIR, untuk dapat tampil di depan sidang pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.21

b. Kuasa khusus

Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan, pemberi kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu hal kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak prinsipal. Namun, agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa

20

M. Yahya Harahap, S.H.Hukum Acara Perdata,(Jakarta: Sinar Grafika; 2008), h..6

(35)

tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebut dalam pasal 123 HIR. 22

Jadi, kalau tindakan khusus yang dilimpahkan kepada kuasa tidak dimaksudkan untuk tampil mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan, tidak diperlukan syarat tambahan, cukup berpedoman pada ketentuan yang digariskan Pasal 1975 KUH Perdata. Misalnya, kuasa untuk melakukan penjualan rumah. Kuasa itu merupakan kuasa khusus, terbatas hanya untuk menjual rumah. Akan tetapi,meskipun bersifat kuasa khusus, kuasa itu tidak dapat dipergunakan untuk tampil di depan sidang pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa.23

Alasannya sifat khusus yang dimilikinya bukan untuk tampil di pengadilan, tetapi hanya untuk menjual rumah yang perlu dimuat dalam surat kuasa khusus antara lain :

1) Identitas pemberi dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal.

2) Apa yang menjadi pokok sengketa. Atau uraian yang menjadi pokok sengketa perkara dan yang menunjukkan kekhususan perkara.

3) Batasan tentang isi kuasa yang diberikan. Penerima kuasa melakukan tindakan berdasarkan apa yang disebutkan dalam kuasa tersebut. Hal yang tidak disebutkan penerima kuasa tidak berwenang untuk

22

Ibid, h. 7

(36)

29

melakukan. Pembatasan tersebut juga menyangkut apakah kuasa itu berlaku hanya di pengadilan tingkat pertama atau termasuk juga banding dan kasasi.

4) Memuat hak substitusi (hak pengganti). Hal ini perlu apabila penerima kuasa berhalangan, ia dapat melimpahkan kuasa kepada pihak lain untuk menjaga jangan sampai perkara itu tertunda, karena berhalangannya penerima kuasa. Hak retensi jika perlu.24

Pemberian kuasa khusus dapat ditempuh tiga cara, yaitu :

- Diterapkan dalam surat gugat/surat permohonan atau dalam jawaban gugatan dan tergugat/termohon sama-sama membubuhkan tanda tangannya di atas surat gugatan/surat permohonan dan surat jawaban gugatan/jawaban termohon.

- Dengan cara membuat surat kuasa khusus tersendiri dilakukan dimuka pejabat yang berwenang yang paling tepat adalah di muka kepaniteraan pengadilan atau Notaris.

- Dengan dikemukakan langsung secara lisan oleh penggugat/tergugat, pemohon/termohon pemberi kuasa dimuka sidang.25

24

Moh. Tafik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara perdata,(Jakarta: Rineka Cipta, 2004),

h. 23-24

25

Roihan. A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(37)

c. Kuasa Istimewa26

Pasal 1795 KUH Perdata, dan dikaitkan dengan pasal 157 HIR atau pasal 184 RBg. Jika ketentuan pasal-pasal ini dirangkai, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah menurut hukum sebagai kuasa istimewa.

Ruang lingkup kuasa istimewa hanya terbatas pada :

1) Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotik (hak tanggungan) diatas benda tersebut.

2) Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga, untuk mengucapkan sumpah penentu (decisoireed) atau sumpah tambahan (suppletaoireed)

sesuai dengan ketentuan pasal 157 HIR atau pasal 184 RBg. Menurut pasal ini, seharusnya sumpah dilakukan oleh pihak yang berperkara secara langsung, akan tetapi apabila suatu keadaan yang sangat penting maka sumpah dapat dilakukan oleh penerima kuasa, karena pemberi kuasa dalam keadaan sakit. Dan melalui persetujuan hakim, penerima kuasa dapat mengucapkan sumpah dengan syarat diberi kuasa istimewa oleh principal dan principal dengan jelas bunyi sumpah yang akan diucapkan.27

26 Ibid.

27

Kamarusdiana, dan Nachrowi, Hukum Acara Perdata, Universitas Islam Negeri Syarif

(38)

31

3. Dasar Hukum Advokat (Kuasa Hukum)

Menurut Syekh Abu Syuja' dalam kitab Kifayatu Al-Akhyar Fii Halli Ghayati Al-Ikhtishar, Juz Imengatakan :

! !! !!!! !!! !! !! !!!!! !!!!! ! !

!

!! !!!!!!!

!!

! !!!!!!!!!!!! ! !!!! !!!!!

!

!!

“ Segala sesuatu yang boleh dijalani oleh seseorang, boleh pula diwakilkan kepada orang lain untuk menjalaninya, seseorang juga boleh menjadi wakil untuk menjalani sesuatu yang boleh dijalani.”28

Ulama fikih menyatakan bahwa akad alwakalah yang bersifat tolong menolong dibolehkan dalam Islam. Dalam Al-Quran diisyaratkan oleh Allah SWT bahwa pemberian kuasa atau wakalah termasuk kedalam bentuk-bentuk perwakilan atau pelimpahan wewenang. Dasar kebolehan ini antara lain adalah : a. Al-Quran

Dalam Surah Ali Imran ayat 173, Allah SWT berfirman :











!

! !!! !!!

!

!!

173

(

Artinya : "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". (QS. Al-Imran :173

Surah Al-Kahfi ayat 19 :





















































28

Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakri Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifaayatu al-akhyar Fii Halli

(39)





































)

ﮭﻜﻟا

:

19

(

Artinya :" Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling

bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (QS. Al-Kahfi:19)

Secara khusus ayat ayat ini berbicara tentang penghuni gua al-Kahfi, tetapi secara umum menurut fuqaha dapat dijadikan dasar kebolehan berwakil dalam bermuamalah. Cara ini merupakan salah satu bentuk al- wakalah dalam kitab-kitab fikih. Tugas yang diberikan oleh seseorang kepada kuasa hukum dapat disamakan dengan tugas seorang utusan pada kisah penghuni gua (alKahfi) di atas, yakni untuk melaksanakan kepentingan pihak yang mengutus atau yang berwakil.

Surah Al-An’am ayat 66, Allah SWT berfirman :





















)

مﺎﻌﻧﻻا

:

66

(

Artinya :"Dan kaummu mendustakannya (azab). Padahal azab itu benar
(40)

33

Ayat ini digunakan untuk arti “seorang yang bertanggung jawab untuk mengatur urusan orang lain.

Surah An-Nisa ayat 35 Allah SWT. Berfirman :















































)

ءﺎﺴﻨﻟا

:

35

(

Artinya :"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,

Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa: 35)

Surat Yusuf ayat : 55











)

ﻒﺳﻮﯾ

:

55

(

Artinya :Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".(QS. Yusuf: 55)

(41)

! ! ! !

! !

!

! ! !!!! ! ! !! ! !! ! ! !!! !! ! !!!! !!!! ! !!!

!!! !! !! !! !!

!

!

!!!!! !!!!

!!!!

!

29

Artinya :”Diceritakan dari Ubaidillah ibn Sa’ad Ibn Ibrahim telah dicertiakan bapaknya, dari Ibn Ishak, dari Abi Nu’aim Wahab Ibn Kaisan, dari Jabir r.a berkata : aku keluar pergi ke khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah SAW. maka beliau bersabda," bila engkau datang pada wakilku di khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq"(HR. Abu Dawud)

! !

!

!!!!!!! !!! ! !!!!!!

!!!!

!

!!!!!!! !!! !! !œ

!!!!!!!!!!!! !! !!!!!! !!!! !! !! !

!! !!!!!!!! !! !!! !!!!!!! !!! ! !

!

! !! !!!!!!

!

!!

Artinya :"Dari Jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali r.a disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih"(HR. Muslim)

Ibnu Qudamah, ahli fikih madzhab Hanbali berpendapat bahwa kisah dalam surah Al-Kahfi ayat 19 dan sebuah hadits yang di Riwayatkan oleh sunan Abu Dawud, dapat dijadikan landasan kebolehan berwakil dalam agama Islam, termasuk kuasa hukum dalam berperkara pengadilan. Sedangkan menurut Abdul aziz al-hamidi, mengatakan bahwa manusia sangat membutuhkan bantuan atau kuasa hukum sebab pada saat-saat tertentu seseorang lemah dalam menegakkan hak atau kemaslahatan untuk dirinya, umpamanya karena sakit, tidak mengetahui hukum acara, atau sibuk sehingga tidak mungkin menghadapi sepenuhnya sidang perkara. Biasanya, ada kebenaran yang belum terungkap dalam berperkara, seperti pembuktian tuduhan atau tuntutan penuntut, gugatan penggugat, dan penolakan tuduhan

29

Abi Daud Sulaiman Ibn Al-Asy'atsi As-Sajastani, Sunan Abi Daud Juz I, (Semarang: Toha

(42)

35

gugatan. Untuk membantu menjamin kebenaran suatu perkara, menurut Abdul Aziz, dibutuhkan sekali kuasa hukum (al-wakalah fii al-khusumah).30

c. Undang-Undang

1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 35 Yaitu :” Setiap orang yang terssangkut perkara beerhak memperoleh bantuan hukum.”

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

Pasal 37, Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

Pasal 39, Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, advokat wajib membantu menyelesaikan perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

3) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003

Pasal 1 ayat (1), Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Ayat (2) Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

30

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),

(43)

B. Rukun dan Syarat Kuasa Hukum (wakalah)

Adapun menurut ulama Madzhab Hanafi, rukun al-wakalah adalah sighah (lafal) yaitu, ijab dan Kabul. Misalkan :“saya kuasakan perkara ini kepadamu”

sedangkan Kabul adalah penerimaan wewenang oleh penerima kuasa misalnya : “ saya terima kuasa ini dan saya akan kerjakan menurut semistinya”. Ijab dan Kabul, menurut Imam Abu Hanifah, tidak harus berbentuk ucapan yang dilafalkan, Sedangkan tiga rukun lainnya di atas termasuk dalam syarat al-wakalah. Menurut mereka, ijab dan Kabul tidak ada, maka al-wakalah tidak sah. Ijab dinyatakan secara jelas dan tidak harus dijawab langsung dengan Kabul, tetapi boleh berselang beberapa waktu.31

Adapun Syarat wakalah menurut Jumhur ulama ada empat, yaitu : 1. Ada yang mewakilkan,

2. Adanya Wakil

3. Adanya hal atau sesuatu yang diwakilkan 4. Dan adanya shigah (lafal) wakil

Suatu akad al-wakalah menurut ulama fikih baru dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Orang yang mewakilkan disyaratkan telah cakap bertindak hukum, yaitu telah baligh dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan, boleh dalam keadaan gaib (tidak ada di tempat) maupun berada di tempat, serta boleh dalam keadaan sakit maupun sehat. Oleh sebab itu, Orang yang tidak cakap

31

(44)

37

melakukan hukum, seperti orang gila, anak kesil dan orang dungu, tidak boleh mendelegasikan suatu hak kepada orang lain karena ia sendiri belum cakap bertindak hukum. Pemberi kuasa (al-muwakkil) harus terkait dengan materi yang diperkarakan, atau secara hukum berhak atas perkara yang dikuasakannya. Ibnu Qudamah mengatakan bahwa “ berakal” merupakan persyaratan dalam kepemilikan harta. Oleh karena itu ia memberi penjelasan bahwa pemberi kuasa harus orang yang bebas mengeluarkan pendapat (merdeka) bahkan Imam Abu Hanifah menambahkan bahwa tidak sah berwakil tanpa rida dari pihak yang berperkara.

Imam Malik telah berkata bahwa syarat mutlak bagi wakil dan yang mewakilkan itu ada tiga. Pertama al-hurriyyah (merdeka). Kedua, al-rasydu ( orang yang dapat berbuat kebenaran). Dan yang ketiga balligh.32

2. Seorang wakil disyaratkan cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain, serta memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya. Persyaratan ini diperlukan karena ia mewakili kepentingan orang yang mempunyai perkara dan ia harus ahli dalam memberikan berbagai pertimbangan. Wakil ditunjuk secara langsung oleh orang yang mewakilkan dan penunjukannya harus tegas, sehingga benar-benar tertuju kepada wakil yang dimaksud. Menurut madzhab Hanafi, wakil harus secara tegas dan serius menjalankan tugasnya. Hal ini sejalan dengan prinsip mereka bahwa seorang wakil harus tegas dan jelas mengungkapkan

32

Abd. ‘Azim bin Badawi al-khalafi, al-Wajiz, Ensiklopedi fikih Islam dalam Al-Quran dan

(45)

penerimaannya terhadap pendelegasian hak tersebut. Akad perwakilan ini, menurut mereka boleh dilakukan secara lisan maupun tulisan atau dengan menunjuk seseorang yang akan menyampaikan kepadanya perwakilan tersebut.33

3. Hal atau objek yang diwakilkan disyaratkan:

- Bukan sesuatu yang mubah (boleh) dilakukan oleh setiap orang. Dan hal-hal yang dibolehkan oleh syara’, tidak termasuk unsur penipuan atau penghalalan yang haram.

- Benar-benar milik pemberi kuasa; jika tidak, ia tidak dibenarkan menguasakannya kepada orang lain.

- Dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, bukan untuk tujuan penipuan dan pelanggaran.

- Tidak boleh dalam bentuk penuntutan pinjaman dari pihak lain, karena hal ini biasanya dapat dilakukan dengan mengutus seseorang untuk menagihnya, dan

- Dapat ditaksir dan diganti dengan uang. Karena itu, pelaksanaan ibadah seperti shalat dan puasa tidak boleh dikuasakan oleh orang lain, kecuali haji atau umrah dan muamalah.34

Jika dilihat dari segi hukum positif untuk dapat bertindak sebagai kuasa atau wakil dari penggugat/pemohon, seseorang harus memenuhi salah satu syarat berikut ini :

33 Ibid

(46)

39

1. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan bunyi pasal 123 ayat 1 HIR (Pasal 147 ayat 1 Rbg).

2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan gugatan apabila diajukan secara lisan

3. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat gugat

4. Ditunjuk oleh penggugat/pemohon sebagai kuasa atau wakil didalam persidangan

5. Memenuhi syarat dalam peraturan menteri kehakiman 6. Telah terdaftar sebagai advokat.35

Dewasa ini penerima kuasa untuk beracara di muka pengadilan dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan kriteria pengangkatannya atau izin yang diberikan, yaitu :

1. Advokat atau procureur, yang merupakan penasihat hukum resmi. Mereka adalah sarjana hukum yang diangkat secara resmi sebagai advokat oleh pemerintah (menteri kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung) dan bukan pegawai negeri. Seorang advokat dapat membuka kantor atas nama dirinya sendiri.

2. Pengacara praktek, yaitu penasihat resmi atau pembela umum, public defender. Mereka diangkat oleh pengadilan tingi berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

35

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata. Tatacara dan Proses Persidangan, (Jakarta:

(47)

3. Penasihat Hukum insidental. Pengacara insidental diberikan izin oleh ketua pengadilan. Mereka terdiri dari siapa saja, apakah sarjana hukum atau tidak, pegawai negeri atau bukan, yang sudah dewasa atau memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan hukum dapat menjadi seorang kuasa.

C. Berakhirnya Kuasa (Wakalah)

Mengenai berakhirnya akad wakalah, dalam hal ini terdapat suatu ibarah yang diungkapkan dalam kitab kifayatu al-akhyar fii halli ghayati al-ikhtishar yang berbunyi :

!

!!!!! !!!!! ! !!!!!!! !! !! !!!!! !!!!

!Š!! ! !!!!!!!! !! !!!!! ! !!!! !

!

!! !! ! !!!

36

“Wakalah adalah akad yang jaiz (boleh) muwakil dan wakil boleh membubarkan wakalah tersebut kapan saja dikehendaki. Akad wakalah itu bubar dengan matinya salah seorang dari muwakil dan wakil”

Ulama fikih menyatakan bahwa akad wakalah dianggap berakhir apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :

1. Wakil diberhentikan oleh orang yang mewakilkannya. Dalam hal ini, ulama madzhab Hanafi mengemukakan beberapa syarat dalam memberhentikan wakil tersebut, pertama wakil mengetahui bahwa tugasnya dicabut, baik secara lisan maupun tulisan. Kedua, dalam perwakilan itu tidak tersangkut hak orang lain, seperti perwakilan dalam menjual harta yang digadaikan untuk

36

Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakri Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifayatu al-akhyar fii halli

(48)

41

membayar untuk utang orang yang diwakilkan. Dalam kasus seperti ini, orang yang mewakilkan tidak boleh mencabut wakilnya.

2. Orang yang mewakilkan melakukan suatu tindakan hukum terhadap objek yang telah diwakilkan.

3. Tujuan yang ingin dicapai dari perwakilan telah tercapai. Artinya, wakil telah menjalankan tugasnya dengan baik dan karenanya secara otomatis masa perwakilannya telah habis.

4. Salah satu pihak (wakil atau yang mewakilkan) berubah status menjadi orang yang tidak cakap bertindak hukum, seperti gila, atau dikenakan status dibawah pengampuan

5. Salah satu pihak (wakil atau yang mewakilkan) meninggal dunia

6. Orang yang mewakilkan itu, menurut madzhab hanafi, keluar dari agama Islam (murtad). Dalam kasus seperti ini perwakilan menjadi gugur dengan sendirinya karena tindakan orang murtad tidak bisa dilaksanakan.

7. Wakil murtad. Menurut ulama madzhab Maliki, perwakilan yang demikian batal. Akan tetapi menurut madzhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, perwakilan tidak batal.

8. Wakil mengumumkan pengunduran dirinya sebagai wakil dan diketahui oleh orang yang mewakilkan

9. Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perwakilan.37

37

(49)

D. Peran Advokat di Pengadilan Agama

Dalam suatu kondisi, dimana menyebabkan seseorang atau suatu badan tidak dapat secara langsung bertindak untuk dan atas nama dirinya dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Maka diperlukan surat kuasa agar pihak lain dapat mewakili dan bertindak untuk dan atas namanya dalam suatu perbuatan hukum tersebut. 38

Dalam praktek pengadilan, penerima kuasa adakalanya keluarga para pihak yang disebut dengan kuasa insidentil. Idealnya kuasa tersebut berasal dari ahli hukum misalnya advokat atau pengacara praktek. Dalam kaitan hubungan antara seorang klien dengan advokat, surat kuasa diartikan sebagai suatu dokumen penting yang dapat dijadikan bukti bahwa seorang klien telah menunjuk seorang advokat atau lebih untuk mewakili dan bertindak alam suatu perbuatan hukum.39

Tanpa surat kuasa dari klien, advokat tidak berwenang melakukan perbuatan apapun yang mengatas namakan klien dalam menyelesaikan perkara. Peran advokat dalam pemberian jasa hukum bagi kepentingan klien dengan tujuan untuk melakukan islah bagi para pihak yang bersengketa sangat menentukan. Dimaksud dengan peran disini adalah bagaimana ia dapat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberian jasa hukum yang dilakukan advokat

38

Rahmat Rosyadi., Sri Hartini , Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,Ghalia

Indonesia, Jakarta 2003. hal 64

(50)

43

adalah mendampingi , menjadi kuasa, memberikan advise hukum kepada klien, baik bersifat social, pro bono publico maupun atas dasar mendapatkan

honorarium/free.40

Dalam menjalankan profesinya seorang advokat harus memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, kebenaran. Advokat adalah profesi yang bebas, yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, da hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari client berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi advokat, dan tidak tunduk pada kekuasaan publik.41

Peran positif advokat itu digambarkan dalam beberapa hal sebagai berikut: 1. Mempercepat proses administrasi, baik permohonan cerai talak maupun

gugatan cerai bagi kelancaran persidangan di pengadilan.

2. Membantu menghadirkan para pihak yang berperkara di pengadilan sesuai dengan jadwal persidangan .

3. Memberi pemahaman hukum yang berkaitan dengan duduk perkara dan posisinya, terhadap para pihak dalam menyampaikan permohonan atau gugatan atau menerima putusan.

4. Mendampingi para pihak yang berperkara di pengadilan agama, sehingga mesara terayomi keadilannya.

40 Ibid

41

(51)

5. Mewakili para pihak yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangannya.

6. Dalam memberikan bantuan hukum sebagai advokat professional, tetap menjunjung tinggi sumpah advokat, kode etik profesi dalam menjalankan peran sesuai dengan tugas dan fungsinya.42

Keberadaan advokat untuk berperan dalam memberikan jasa hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam perkawinan, khususnya

Referensi

Dokumen terkait

Arduino Devolopment Environment juga digunaka untuk mengupload program, tujuan dari diciptakannya arduino adalah untuk mempermudah pengguna dalam membuat

Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Bogor.. 08.00 10.30 GS1.1 MMR Ahmad Taufik Misbah PTPN XII

Minna käy terapiassa ja kertoo, että on vienyt aikansa ennen kuin hän on päässyt terapeutin kanssa samalle aaltopituudelle: No vähän sellast kummallista, että sitte niinku se

Menurut Darmodjo (dalam Rahayu, dkk. 2010a) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sed ang meng alam i pe rtum buha n ba ik p er- tum buha n intele ktua l, e mosi onal

dapat dilihat hubungan antara variabel bebas yakni burnout yang diberi simbol.. (X) dengan motivasi berprestasi yang diberi

Nama Penyedia : TIAR PARIAMA SIHOMBING. Alamat

PERMOHONAN MESYUARAT AGUNG TAHUNAN 2018 PERSATUAN/ KELAB PELAJAR.

Penerapan elemen perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan di Koperasi Perikanan Segaraning Harum diukur dengan dua variabel yaitu tingkat kepuasan karyawan