• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada Budidaya Tebu Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada Budidaya Tebu Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram"

Copied!
329
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA BUDIDAYA TEBU

Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram

SIGIT PRABAWA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul

PENDEKATAN PRECISION FARMING

DALAM PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA BUDIDAYA TEBU Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram

(Precision Farming Approach in N, P, and K Fertilization of Sugar Cane Cultivation: Case Study in PT Gula Putih Mataram)

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2006

(3)

K pada Budidaya Tebu: Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram. Dibimbing oleh BAMBANG PRAMUDYA, I WAYAN ASTIKA, RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN dan ERNAN RUSTIADI.

Pada umumnya kegiatan pemupukan tidak memperhatikan keragaman spasial kesuburan tanah yang ada. Hal ini dapat menyebabkan pemborosan pupuk, penurunan produktivitas, peningkatan biaya produksi, penurunan keuntungan, dan dampak negatif pada lingkungan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pendekatan precision farming. Penelitian-penelitian tentang precision

farming, termasuk dalam hal pemupukan, sudah banyak dilakukan dengan

(4)
(5)

Sugar Cane Cultivation: Case Study in PT Gula Putih Mataram. Under the direction of BAMBANG PRAMUDYA, I WAYAN ASTIKA, RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN, and ERNAN RUSTIADI.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(7)

PENDEKATAN

PRECISION FARMING

DALAM PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA BUDIDAYA TEBU

Studi Kasus di PT Gula Putuh Mataram

SIGIT PRABAWA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Teknik Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada Budidaya Tebu: Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram

Nama : Sigit Prabawa NRP : 995102

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. Dr.Ir. I Wayan Astika, M.Si.

Ketua Anggota

Dr.Ir. Ra dite Praeko Agus Setiawan, M.Agr. Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian di lapang yang telah dilakukan sejak 22 September 2002 sampai dengan 12 September 2003 di PT Gula Putih Matar am – Lampung Tengah ini ialah precision farming, dengan judul “Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada Budidaya Tebu: Studi Kasus di PT Gula Putih Mataram”.

Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya, M. Eng.; Bapak Dr.Ir. I Wayan Astika, M.Si.; Bapak Dr.Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr; dan Bapak Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku pembimbing dan penguji yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis haturkan kepada Bapak Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D. (Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB) dan Bapak Dr.Ir. Gunawan Sukarso, M.Sc. (Direktur PT Tjandi Sewu Baru / Mantan Direktur Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis haturkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. (Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB / Dekan Fakultas Pertanian IPB) selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui program BPPS. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan dan segenap jajaran PT Gula Putih Mataram yang telah memberikan fasilitas penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri, anak-anak, serta seluruh keluarga, atas segala do’a, pengorbanan, perjuangan, dorongan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1964 sebagai anak ke-4 (bungsu) dari pasangan Hendro Subardjo (almarhum) dan Sardjuni Siti Ngatidjah (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, lulus pada tahun 1990. Pada tahun 1995, penulis diterima untuk program magister di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 1999. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 1999. Bidang keahlian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah sistem dan manajemen mekanisasi pertanian.

Penulis menikah dengan Sukarni, S.Pt. pada tanggal 11 Februari 1997 dan telah dikaruniai dua anak perempuan bernama Tresti Wikan Ayu Prabawarni (Yogyakarta, 26 November 1997) dan Khansa Pinka Daniswara (Yogyakarta, 30 Maret 2004).

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xx

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………. 1

Ruang Lingkup ……… 8

Tujuan ……….. 8

Manfaat ………... 8

TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

Budidaya Tebu ……… 9

Pemupukan ……….. 19

Precision Farming ………... 35

Sistem Informasi Geografis ………. 50

Sistem Pendukung Keputusan ………. 54

Geostatistika ……… 64

Neural Network ………... 85

Penelitian Terdahulu ……… 87

METODOLOGI ……….. 93

Analisa Kebutuhan ……….. 93

Formulasi Masalah ……….. 94

Identifikasi Sistem ………... 94

Pemodelan ……….... 97

Tata Laksana Penelitian ………... 111

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 152

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ……….. 152

Penelitian Pendahuluan ……….... 159

Keragaman Spasial ……….. 164

Peta Informasi Laha n ……….. 193

Sistem Pendukung Keputusan ………... 221

Analisa Pertumbuhan Vegetatif ……….. 232

Analisa Biaya ………... 251

SIMPULAN DAN SARAN ………... 256

DAFTAR PUSTAKA ……….. 259

UCAPAN TERIMA KASIH ... 274

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengaruh pemupukan nitrogen terhadap komposisi vegetatif

tanaman tebu ………... 17

11 Standar umum klasifikasi keragaman spasial …………..………… 126

12 Standar khusus klasifikasi keragaman spasial untuk 11 kelas …... 127

13 Data training untuk program komputer penentuan dosis pupuk ArtificialNeural Network dengan metode back-propagation …… 128

14 Hubungan antara tekstur tanah dan berat jenis tanah ……….. 129

15 Nilai ttabel untuk uji beda nyata dengan one sample t-test ……... 140

16 Tabulasi analisa data ………... 143

17 Luas areal tanam dan produksi PT Gula Putih Mataram Tahun 1984 – 2002 ………. 154

18 Hasil analisis tanah PT Gula Putih Mataram Tahun 1998 – 2001 … 155

19 Deskripsi varietas tebu yang ditanam di PT GPM ……….. 157

20 Data produksi beberapa petak lahan tebu di PT GPM, PT SIL, dan PT ILP Tahun 1993 – 2002 ………... 158

21 Produktivitas lahan tebu Blok TU 1/14 PT GPM Tahun 2001 …… 159

22 Standar penggolongan kandungan hara tanah di PT Gula Putih Mataram ………... 161

23 Standar hara daun di PT Gula Putih Mataram ………... 162

24 Dosis pupuk yang di terapkan di PT GPM, PT SIL, dan PT ILP Tahun 1988 – 2002 ………. 163

25 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial unsur hara tanah N, P, dan K ………... 169

26 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial unsur hara daun N, P, dan K ………... 172

27 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial jumlah anakan tebu ………... 174

28 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial jumlah anakan daun hijau ………... 175

29 Parameter semi -vario gram dan klasifikasi keragaman spasial jumlah anakan daun kering ………... 176

30 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial tinggi tebu ………... 177

(13)

32 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial

persentase gap ………... 179 33 Parameter semi -variogram dan klasifikasi kera gaman spasial kadar

air tanah ………... 180 34 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial

jumlah tebu roboh ………... 180

35 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial bobot biomassa tebu ………... 181 36 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial

persentase penutupan gulma ………... 182 37 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial bobot

tebu ………... 183 38 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial bobot

nira ………... 183 39 Parameter semi -vario gram dan klasifikasi keragaman spasial nilai

Brix ………... 184 40 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial kadar

gula ………... 184 41 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial nilai

Purity ………... 185 42 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial

rendemen tebu ………... 185 43 Parameter semi -variogram dan klasifikasi keragaman spasial

taksasi ………... 186 44 Perbedaan kebutuhan pupuk dan tingkat inefisiensi pemupukan … 210

45 Deskripsi statistik rendemen dan taksasi setiap plot percobaan ….. 250

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Komposisi vegetatif tanaman tebu umur 12 bulan varietas 37-1933 15

2 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu di Jawa .……... 16

3 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu ………. 16

4 Pengaruh potensi lahan terhadap hasil tebu dengan cara pemupukan ……….. 21

5 Nomograf tanah untuk penentuan dosis pupuk ……….. 27

6 SPAD Chlorophyll Meter ……….... 29

7 Hubungan dan interaksi antara hara N, P2O5, dan K2O dalam daun ………. 31

8 Respon tanaman gandum beririgasi dan tanpa irigasi terhadap Aplikasi nitrogen ………. 35

(15)

39 Hasil kriging dari semi -variogram dengan bentuk eksponensial (a)

48 Diagram lingkar sebab-akibat pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu ………. 95

49 Diagram masukan-keluaran pendeka tan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu ………. 96

50 Kerangka sistem pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu ……….………… 97

51 Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan untuk pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu ……….. 98

52 Ilustrasi plot regionalized variable ………. 100

53 Arah semi -variogram ………. 100

54 Semi-variogram ……….. 101

55 Hubungan pemberian jumlah hara N dan P dengan hasil tebu dan kadar gula pada pemupukan pertama ………. 101

56 Konfigurasi model neural network untuk pemupukan pertama pada budidaya tebu dengan konsep dosis seragam …………..……. 102

57 Hubungan pemberian jumlah hara N dan K dengan hasil tebu dan kadar gula pada pemupukan kedua dengan konsep dosis seragam . 103

58 Konfigurasi model neural network untuk pemupukan kedua pada budidaya tebu ……….... 104

59 Diagram alir tata laksana penelitian ………. 112

60 Petak-petak lahan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS …. 116

61 Petak lahan untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF ………... 117

72 Juringan penga matan pertumbuhan vegetatif pada setiap sel …….. 130

(16)

74 Pengamatan jumlah anakan dan persentase gap tebu ……….. 133

75 Tanaman tebu varietas GP 94-2027 umur 1 bulan ………... 133

76 Pengambilan sampel daun ……… 134

77 Pengambilan sampel batang untuk analisa kemasakan dan taksasi .. 136

78 Pengamatan persentase penutupan gulma ……… 137

79 Pengamatan hama dan penyakit tanaman tebu ……… 137

80 Pengambilan sampel biomassa tanaman tebu ……….. 138

81 Ringkasan diagram alir tata laksana penelitian ……… 143

82 Peta lokasi PT Gula Putih Mataram ………. 153

83 Semi-variogram kandungan N top soil tebu umur 1 minggu pada Plot Percobaan A-PF sebelum pemupukan pertama ………... 187

84 Semi-variogram kandungan N top soil tebu umur 3 bulan pada Plot Percobaan A-PF sebelum pemupukan kedua ………... 187

85 Semi-variogram kandungan P top soil tebu umur 1 minggu pada Plot Percobaan A-PF sebelum pemupukan pertama ………... 188

86 Semi-variogram kandungan P top soil tebu umur 3 bulan pada Plot Percobaan A-PF sebelum pemupukan kedua ………... 188

87 Semi-variogram kandungan N top soil tebu umur 1 minggu pada Plot Percobaan C-DS sebelum pemupukan pertama ………... 189

88 Semi-variogram kandungan N top soil tebu umur 3 bulan pada Plot Percobaan C-DS sebelum pemupukan kedua ……….. 189

89 Semi-variogram kandungan P top soil tebu umur 1 minggu pada Plot Percobaan C-DS sebelum pemupukan pertama ………... 190

90 Semi-variogram kandungan P top soil tebu umur 3 bulan pada Plot Percobaan C-DS sebelum pemupukan kedua ……….. 190

91 Semi-variogram Taksasi Awal tebu umur 6.5 bulan pada Plot Percobaan A-PF ……….………... 191

92 Semi-variogram Taksasi Akhir tebu umur 9.5 bulan pada Plot Percobaan A-PF ……….………... 191

93 Semi-variogram Taksasi Awal tebu umur 6.5 bulan pada Plot Percobaan C-DS ……….………... 192

94 Semi-variogram Taksasi Akhir tebu umur 9.5 bulan pada Plot Percobaan C-DS ……….………... 192

95 Perbedaan kebutuhan pupuk Urea pada Plot Percobaan A-PF …… 195

96 Perbedaan kebutuhan pupuk Urea pada Plot Percobaan B-PF …… 195

97 Perbedaan kebutuhan pupuk Urea pada Plot Percobaan C-DS …… 196

98 Perbedaan kebutuhan pupuk Urea pada Plot Percobaan D-DS …... 196

99 Perbedaan kebutuhan pupuk Urea pada Plot Percobaan E-PF ……. 197

100 Perbedaan kebutuhan pupuk TSP pada Plot Percobaan A-PF ……. 197

101 Perbedaan kebutuhan pupuk TSP pada Plot Percobaan B-PF ……. 198

102 Perbedaan kebutuhan pupuk TSP pada Plot Percobaan C-DS ……. 198

103 Perbedaan kebutuhan pupuk TSP pada Plot Percobaan D-DS …… 199

104 Perbedaan kebutuhan pupuk TSP pada Plot Percobaan E-PF …... 199

105 Perbedaan kebutuhan pupuk KCl pada Plot Percobaan A-PF ……. 200

106 Perbedaan kebutuhan pupuk KCl pada Plot Percobaan B-PF ……. 200

107 Perbedaan kebutuhan pupuk KCl pada Plot Percobaan C-DS …... 201

108 Perbedaan kebutuhan pupuk KCl pada Plot Percobaan D-DS …... 201

(17)

110 Perbedaan kebutuhan pupuk antara precision farming dan dosis

seragam pada Plot Percobaan A-PF ………. 202

111 Perbedaan kebutuhan pupuk antara precision farming dan dosis seragam pada Plot Percobaan B-PF ………. 203

112 Perbedaan kebutuhan pupuk antara precision farming dan dosis seragam pada Plot Percobaan C-DS ……… 203

113 Perbedaan kebutuhan pupuk antara precision farming dan dosis seragam pada Plot Percobaan D-DS ……… 204

114 Perbedaan kebutuha n pupuk antara precision farming dan dosis seragam pada Plot Percobaan E-PF ………. 204

125 Tingkat inefisiensi pemupukan setiap plot percobaan ………. 210

126 Peta spasial kelebihan pupuk Urea pada pemupukan pertama Plot Percobaan A-PF ………... 211

127 Peta spasial kelebihan pupuk TSP pada pemupukan pertama Plot Percobaan A-PF ……… 211

128 Peta spasial kekurangan pupuk Urea pada pemupukan kedua Plot Percobaan A -PF ………... 212

129 Peta spasial kekurangan pupuk KCl pada pemupukan kedua Plot Percobaan A-PF ………... 212

130 Peta spasial kelebihan pupuk Urea pada pemupukan pertama Plot Percobaan B-PF ………... 213

131 Peta spasial kelebihan pupuk TSP pada pemupukan kedua Plot Percobaan B-PF ……… 213

132 Peta spasial kelebihan/kekurangan pupuk Urea pada pemupukan kedua Plot Percobaan B-PF ………. 214

133 Peta spasial kelebihan/kekurangan pupuk KCl pada pemupukan kedua Plot Percobaan B-PF ………. 214

134 Peta spasial kelebihan pupuk Urea pada pemupukan pertama Plot Percobaan C-DS ……… 215

135 Peta spasial kelebihan pupuk TSP pada pemupukan pertama Plot Percobaan C-DS ……… 215

136 Peta spasial kekurangan pupuk Urea pada pemupukan kedua Plot Percobaan C-DS ………... 216

137 Peta spasial kelebihan pupuk KCl pada pemupukan kedua Plot Percobaan C-DS ……….. 216

(18)

pertama Plot Percobaan D-DS ………. 217

140 Peta spasial kekurangan pupuk Urea pada pemupukan kedua Plot Percobaan D-DS ………... 218

141 Peta spasial kekurangan pupuk KCl pada pemupukan kedua Plot Percobaan D-DS ………... 218

142 Peta spasial kelebihan pupuk Urea pada pemupukan pertama Plot Percobaan E-PF ……… 219

143 Peta spasial kelebihan/kekurangan pupuk TSP pada pemupukan pertama Plot Percobaan E-PF ……….. 219

144 Peta spasial kekurangan pupuk Urea pada pemupukan kedua Plot Plot Percobaan E-PF ……… 220

145 Peta spasial kekurangan pupuk KCl pada pemupukan kedua Plot Plot Percobaan E-PF ……… 220

146 Tampilan awal SPK Strategi Pemupukan pada Budidaya Tebu dengan Pendekatan Precision Farming ……… 224

147 Tampilan menu utama SPK Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada Budidaya Tebu ………... 225

148 Tampilan menu Model Hasil Tebu ……….. 225

149 Tampilan menu program Artificial Neural Network (ANN) ………. 226

150 Tampilan menu Model Pemupukan untuk pupuk pertama dengan target produktivitas melalui ANN ………. 226

151 Tampilan menu Model Pemupukan untuk pupuk kedua dengan target produktivitas melalui ANN ………. 227

152 Tampilan menu Model Pemupukan untuk pupuk pertama dengan rekomendasi pustaka ……… 227

153 Tampilan menu Model Pemupukan untuk pupuk kedua dengan rekomendasi pustaka ……… 228

154 Tampilan menu Model Geostatistika ………... 228

155 Tampilan analisa keragaman spasial dengan GS+ for Windows ….. 229

156 Tampilan contoh keluaran analisa keragaman spasial ………. 229

157 Tampilan pembuatan kontur dengan Surfer 8 ……….. 229

158 Tampilan Model Spasial dengan ArcView 3.3 ………. 230

159 Tampilan menu Model Finansial ………. 230

160 Tampilan menu Help ……… 231

161 Kecenderungan pertumbuhan hara tanah N ………. 234

162 Kecenderungan pertumbuhan hara tanah P ……….. 235

163 Kecenderungan pertumbuhan hara tanah K ………. 236

164 Kecenderungan pertumbuhan hara daun N ……….……… 237

165 Kecenderungan pertumbuhan hara daun P ……….………. 237

166 Kecenderungan pertumbuhan hara daun K ……….………. 237

167 Kecenderungan pertumbuhan jumlah anakan tebu ……….. 238

168 Kecenderungan pertumbuhan jumlah daun hijau tebu ………. 239

169 Kecenderungan pertumbuhan jumlah daun kering tebu ………….. 240

170 Kecenderungan pertumbuhan diameter tebu ………... 241

171 Kecenderungan pertumbuhan tinggi tanaman tebu ………. 242

172 Kecenderungan pertumbuhan persentase gap tebu ………. 243

173 Kecenderungan pertumbuhan jumla h tebu roboh ……… 244

(19)

175 Kecenderungan pertumbuhan bobot tebu ……… 245

176 Kecenderungan pertumbuhan nilai Pol ……… 245

177 Kecenderungan pertumbuhan nilai rendemen ………. 246

178 Kecenderungan pertumbuhan nilai taksasi ……….. 246

179 Kecenderungan pertumbuhan kadar air tanah ………. 247

180 Perbandingan bobot biomassa akar tebu ………... 248

181 Perbandingan bobot biomassa tunggul tebu ………... 248

182 Perbandingan bobot biomassa batang tebu …………... 248

183 Perbandingan bobot biomassa daun ………. 249

184 Perbandingan bobot biomassa pucuk ……….. 249

185 Perbandingan jumlah ruas tebu ………... 249

186 Histogram rendemen pada taksasi awal ………. 250

187 Histogram taksasi awal ……….. 251

188 Biaya analisa sampel ………... 253

189 Biaya pengambilan sampel ……….. 253

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Akurasi program Artificial Neural Network (ANN) pada penentuan jumlah hara yang dibutuhkan ………... 278 2 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea pertama Plot

Percobaan A-PF ………... 281 3 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis TSP Plot Percobaan

A-PF ……….……… 281 4 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea kedua Plot

Percobaan A-PF ………... 282 5 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis KCl Plot Percobaan

A-PF ………. 282 6 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea pertama Plot

Percobaan B-PF ………... 283 7 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis TSP Plot Percobaan

B-PF ………. 283 8 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea kedua Plot

Percobaan B-PF ………... 284 9 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis KCl Plot Percobaan

B-PF ………. 284 10 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea pertama Plot

Percobaan C-DS ………... 285 11 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea kedua Plot

Percobaan C-DS ………... 285 12 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea pertama Plot

Percobaan D-DS ……….. ……… 286 13 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis TSP Plot Percobaan

D-DS ……… 286 14 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea kedua Plot

Percobaan D-DS ………... 287 15 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis KCl Plot Percobaan

D-DS ……… 287 16 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea pertama Plot

Percobaan E-PF ……… 288 17 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis TSP Plot Percobaan

E-PF ………. 288 18 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis Urea kedua Plot

Percobaan E-PF ………... 289 19 Peta dosis per sel dan kontur teoritis dosis KCl Plot Percobaan

E-PF ………. 289 20 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan A-PF ………... 290 21 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

(21)

22 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi awal Plot Percobaan B-PF ………... 291 23 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan B-PF ……….. 291 24 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan C-DS ………... 292 25 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan C-DS ……….. 292 26 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan D-DS ……….. 293 27 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan D-DS ……….. 293 28 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan E-PF ……… 294 29 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis populasi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan E-PF ………... 294 30 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan A-PF ………... 295 31 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada ta ksasi

akhir Plot Percobaan A-PF ………... 295 32 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan B-PF ………... 296 33 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan B-PF ………... 296 34 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan C-DS ………... 297 35 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan C-DS ……….. 297 36 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan D-DS ………... 298 37 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan D-DS ………... 298 38 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

awal Plot Percobaan E-PF ………... 299 39 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis tinggi tebu pada taksasi

akhir Plot Percobaan E-PF ………... 299 40 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi awal Plot Percobaan

A-PF ………... 300 41 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi akhir Plot Percobaan

A-PF ………. 300 42 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi awal Plot Percobaan

B-PF ………... 301 43 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi akhir Plot Percobaan

B-PF ………. 301 44 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi awal Plot Percobaan

C-DS ………... 302 45 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi akhir Plot Percobaan

(22)

46 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi awal Plot Percobaan

D-DS ………... 303 47 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi akhir Plot Percobaan

D-DS ……… 303 48 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi awal Plot Percobaan

E-PF ………... 304 49 Peta sebaran per sel dan kontur teoritis taksasi akhir Plot Percobaan

E-PF ………. 304 50 Uji beda nyata rata -rata kadar gula setiap plot percobaan terhadap

nilai pembanding dengan metode one-sample t test pada taraf

kepercayaan 95% ……….………. 305 51 Uji beda nyata rata -rata rendemen setiap plot percobaan terhadap

nilai pembanding dengan metode one-sample t test pada taraf

kepercayaan 95% ……….………. 306 52 Uji beda nyata rata -rata taksasi setiap plot percobaan terhadap nilai

pembanding dengan metode one-sample t test pada taraf

kepercayaan 95% ……….………. 307 53 Uji beda nyata antara rata -rata pada taksasi awal dan akhir setiap

plot percobaan dengan metode paired-sample t test pada taraf

kepercayaan 95% ……….. 308 54 Uji beda nyata antara rata -rata taksasi awal dan setiap plot

percobaan dengan metode one -sample t test pada taraf kepercayaan

95% ……….……….. 308 55 Uji beda nyata antar plot percobaan dengan metode One Way

ANOVA ………. 309

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan hidup sehari-hari yang sangat penting. Kebutuhan gula nasional tahun 2001 yaitu 3,400,000 ton, sementara produksi dalam negeri hanya 1,700,000 ton, sehingga diperlukan impor 1,700,000 ton (World Sugar Market and Trade 2001 dalam GPM, 2002). Kebutuhan gula nasional tersebut meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun 2005/2006 dilaporkan kebutuhan gula nasional sebesar 3,800,000

ton (USDA, 2005 dalam PSE, 2006). Program yang dicanangkan oleh

Departemen Pertanian sampai dengan tahun 2004 adalah target terjadinya pengurangan volume impor dari sekitar 1.7 juta ton pada tahun 2001 menjadi satu juta ton pada tahun 2004. Hal ini dicapai dengan meningkatkan produktivitas dari 4.7 ton hablur per hektar menjadi 8 ton hablur per hektar, dan peningkatan produksi gula sekitar 200,000 ton per tahun. Satu hal yang penting dan perlu diketahui bahwa produksi gula dalam negeri ternyata tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional setiap tahun karena kemampuan produksi dalam negeri baru sekitar 1.7 – 1.9 juta ton (DPRIN, 2004).

Upaya peningkatan produksi gula nasional telah dilakukan dengan beberapa cara, antara lain (1) intensifikasi pada pertanaman tebu yang sudah mapan, (2) ekstensifikasi dengan memperluas pertanaman tebu ke areal bukaan baru dengan sistem tegalan terutama di luar Jawa, (3) rehabilitasi pabrik -pabrik

peninggalan Belanda agar lebih efisien dalam menghasilkan gula, dan (4) memperbaiki sistem pengelolaan kebun dan perkebunan (AGI, 1996).

(24)

bahan beracun seperti pestisida dapat beresiko terhadap kesehatan manusia karena residu dalam pangan dan resiko langsung pada petani.

Dengan memperhatikan hal tersebut, maka masalah besar yang dihadapi dalam pertanian adalah peningkatan produksi di satu sisi dan pengurangan dampak lingkungan di sisi lain. Berbagai sistem produksi tanaman diusulkan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif yang diusulkan adalah pertanian organik (Organic Farming/OF) yaitu metode pertumbuhan tanaman tanpa penggunaan bahan kimia sintetik seperti pupuk, herbisida, insektisida, fungisida, atau je nis pestisida yang lain, dan hormon pertumbuhan atau pengatur pertumbuhan. Pertanian organik secara nyata dapat mengurangi dampak lingkungan tetapi hasil yang diperoleh lebih rendah dan biaya lebih tinggi dibanding produksi konvensional. Di samping itu pertanian organik memerlukan tenaga yang banyak khususnya dalam pengendalian gulma dan hama. Oleh karena itu diperlukan sistem baru dalam produksi tanaman yang dapat mengatasi masalah tersebut. Sistem pertanian baru yang kemudian diusulkan dikenal sebagai pertanian berkelanjutan rendah masukan (Low External Input Sustainable Agriculture/LEISA). Beberapa tahun kemudian LEISA didefinisikan ulang sebagai pengelolaan tanaman spesifik lokasi (Site-Specisic Crop Management/SSCM) dan

sekarang secara umum dikenal sebagai pertanian presisi (Precision

Agriculture/PA atau Precision Farming/PF). LEISA, SSCM, dan PF berbeda istilah tetapi mempunyai isu utama yang sama (Lee, 2001).

(25)

Precision Farming mempunyai banyak tantangan sebagai sistem produksi tanaman sehingga memerlukan banyak teknologi yang harus dikembangkan agar dapat diadopsi oleh petani. PF merupakan revolusi dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis teknologi informasi. Antara periode pertengahan tahun 1970 dan awal 1980 dikembangkan pengetahuan tentang tanah dengan survei tanah, penginderaan jauh, dan pemantauan tanaman. Di Amerika serikat, survei tahun 1996 pada pertanian jagung menunjukkan bahwa petani yang menerapkan PF

mencapai 9% yang sama dengan 20% luas lahan pertanian yang ada.

Pengambilan sampel tanah dengan grid dan pemetaan hasil dengan yield monitor merupakan teknik yang paling banyak diadopsi (Robert, 1999).

Di Eropa, survei tahun 1998 pada area pertanian menunjukkan bahwa area pertanian yang mengadopsi PF mencapai 3%. Angka ini dapat meningkat sampai 10% area tanam yang sama dengan 2 juta rumah tangga petani pada tahun 2005. Mesin panen dengan yield monitor dikenalkan pada 12 tahun yang lalu. Lebih dari 400 mesin panen dengan yield monitor dioperasikan pada tahun 1999. Di Denmark, untuk menegaskan pertanian yang ramah lingkungan, bahan kimia pertanian dikurangi sampai 20% dalam 5 tahun dan sampai 10% dalam 10 tahun (Shibusawa, 1999).

Di Belanda, petani terlalu banyak menggunakan pestisida. Pada tahun 1990, Pemerintah Belanda menyatakan bahwa untuk mencapai pertanian berkelanjutan maka jumlah pestisida pada tahun 2000 harus kurang dari 50% yang digunakan pada tahun 1990. Pada periode yang sama, aplikasi pupuk harus seimbang dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.

(26)

Sistem Informasi Geografis. Di Australia, penelitian PF juga mendapat perhatian serius. Bahkan sejak tahun 1997 dilakukan simposium tahunan mengenai penelitian PF dan aplikasinya (ACPA, 2005).

Di luar Indonesia, penelitian PF sudah sedemikan besar mendapat perhatian. Sementara di Indonesia sendiri penelitian PF belum mendapat perhatian yang me madai. Sebagai contoh adalah kurangnya perhatian terhadap keragaman produksi pada areal perkebunan tebu dan dampak lingkungan yang terjadi. Keragaman produksi suatu lahan dapat terjadi, dimana satu bagian menunjukkan produksi yang tinggi, sementara bagia n lain menunjukkan produksi yang rendah. Keragaman produksi pada suatu lahan dapat terjadi diantaranya karena adanya keragaman kesuburan tanah.

Precision Farming sebagai teknologi baru yang sudah demikian

berkembang di luar Indonesia perlu segera dimula i penelitiannya di Indonesia untuk memungkinkan perlakuan yang lebih teliti terhadap setiap bagian lahan sehingga dapat meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan hasil, menekan biaya produksi dan mengurangi dampak lingkungan. Maksud tersebut dapat dicapai dengan PF melalui kegiatan pembuatan peta hasil (yield map), peta tanah (soil map), peta pertumbuhan (growth map), peta informasi lahan (field information map), penentuan laju aplikasi (variable rate application), pembuatan yield sensor, pembuatan variable rate applicator, dan lain-lain.

Peta hasil (yield map) menunjukkan bagian-bagian lahan dengan hasil yang lebih baik atau lebih rendah. Evaluasi dapat dilakukan pada bagian dengan hasil yang rendah untuk menentukan faktor-faktor pembatas yang ter jadi dan mengelola dengan hasil yang optimum pada waktu berikutnya. Pembuatan peta hasil dapat lebih cepat dan akurat dengan adanya yield sensor.

(27)

tanah dan analisa data (soil testing and data analysis). Penggabungan peta hasil, peta tanah, peta pertumbuhan tanaman menghasilkan peta informasi lahan (field information map) sebagai dasar perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi yaitu dengan diperolehnya variable rate application. Pelaksanaan kegiatan ini akan lebih cepat dan akurat apabila sudah tersedia variable rate applicator.

Sebagai awal dari pengkajian PF di Indonesia, penelitian ini belum sampai pada pembuatan perangkat keras seperti yield sensor, remote sensor, variable rate applicator, dan lain-lain. Di samping itu penelitian tidak dilakukan pada semua bagian kegiatan budidaya dan jenis tanaman. Penelitian ini dilakukan pada kegiatan pemupukan dan jenis tanaman tebu.

Pemberian pupuk dengan tepat jumlah perlu dilakukan karena dengan pola intensifikasi maka akan sangat tidak mungkin bila pasokan hara hanya mengandalkan dari alam seperti pelapukan, air hujan, dan lain-lain. Dengan demikian meskipun kontribusi biaya pupuk terhadap biaya budidaya tanaman hanya 8 – 10%, namun peran pupuk dalam mendukung keberhasilan budidaya tanaman adalah sangat penting, bahkan mutlak (Arifin, 2002). Di negara berkembang, penggunaan energi dalam produksi pertanian utamanya adalah pada pupuk mineral yang hampir mencapai 70% dari penggunaan energi komersial di pertanian (FAO, 1981). Hal ini mencerminkan peran pupuk yang penting dalam teknologi yang digunakan sekarang ini untuk meningkatkan produksi pertanian melalui peningkatan hasil tanaman.

(28)

usahatani tanaman pangan, dan seringkali hal ini dikaitkan dengan isu kelangkaan pupuk (Rachman, 2003). Sementara itu perdagangan pupuk di pasar internasional cenderung semakin kompetitif sehingga menuntut industri pupuk dalam negeri untuk meningkatkan efisiensi dan daya saingnya.

Indonesia merupakan negara produs en pupuk (urea), bahkan sebagian produk urea diekspor ke negara lain, namun kebutuhan pupuk di dalam negeri terus mengalami peningkatan seiring dengan pelaksanaan pembangunan pertanian yang semakin meluas. Kebutuhan pupuk dalam negeri mengalami peningkatan sekitar 4.6 persen per tahun, seiring dengan masifnya program intensifikasi dan peningkatan produktivitas komoditas pangan yang dicanangkan pemerintah (Pusri, 2001 dalam Rachman 2003).

Kelangkaan pupuk saat musim tanam sebenarnya merupakan masalah klasik dan hampir terjadi setiap tahun. Hal tersebut selain disebabkan oleh permintaan yang tinggi dan masalah distribusi, tetapi juga ditengarai disebabkan oleh kelangkaan gas yang menyebabkan produksi pupuk nasional terganggu (Ant/fir, 2005) dan terhentinya impor (stagnan) pupuk dari negara luar (G12-74n, 2004). Khusus pada musim tanam 1998/1999, masalah kelangkaan pupuk juga disebabkan oleh (1) adanya aliran pupuk subsidi ke nonsubsidi (subsektor tanaman ke subsektor perkebunan), (2) adanya ekspor pupuk (urea) akibat perbedaan harga antara pasar dalam negeri dan luar negeri, serta (3) tingginya harga pupuk impor, yaitu KCl, TSP, dan ZA karena melemahnya nilai rupiah (Sudaryanto dan Adnyana, 1999 dalam Rachman, 2003). Fenomena tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat terjadi lagi pada waktu-waktu berikutnya. Oleh karena itu sangat diperlukan pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K dengan salah satu implikasi meningkatnya efisiensi penggunaan pupuk. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan precision farming ini adalah untuk menyempurnakan pemupukan yang dilakukan di lapangan dengan hanya menentukan dosis pupuk tanpa mengubah jenis pupuk.

(29)

belum dapat mencapai swasembada, fluktuasi harga gula yang sangat labil, dan impor gula.

Ruang Lingkup

Penelitian dibatasi pada pendekatan precision farming untuk pemupukan N, P, dan K di perkebunan tebu.

Tujuan

Penelitian ini mempunyai tujuan:

1 menganalisa keragaman spasial kandungan hara N, P, dan K di dalam petak lahan tebu;

2 menganalisa keragaman spasial produktivitas di dalam petak la han tebu; 3 menentukan kebutuhan jumlah hara N, P, dan K pada target hasil tebu

(yield) dan kadar gula yang diharapkan; serta

4 membuat sistem pendukung keputusan untuk strategi pemupukan pada budidaya tebu dengan pendekatan precision farming.

Hipotesa

Hipotesa pada penelitian ini adalah bahwa

1 terdapat keragaman spasial kandungan hara N, P, dan K di dalam petak lahan;

2 terdapat keragaman spasial produktivitas di dalam petak lahan; 3 keragaman spasial kandungan hara N, P, dan K tidak bersifat acak 4 keragaman spas ial produktivitas lahan tidak bersifat acak;

5 pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada

budidaya tebu dapat:

a menekan keragaman spasial kandungan hara N, P, dan K; b menekan keragaman spasial produktivitas lahan;

(30)

f meningkatkan rendemen; g meningkatkan keuntungan.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1 penentuan pemupukan pada musim berikutnya; dan

2 dasar bagi rancang bangun alat dan mesin budidaya tebu, khususnya: a variable rate application (VRA) pemupuk; dan

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Tebu

Tanaman tebu (Saccharum spp.) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (Graminae) seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu, dan lain-lain. Tanaman tebu dibedakan menjadi dua rumpun, yaitu rumpun benua (continental family / Group A) dan rumpun pulau (island family / Group B). Tanaman tebu yang termasuk Group A diantaranya adalah Saccharum spontaneum, Saccharum sinense (Cina), dan Saccharum barberi (India). Tanaman tebu yang termasuk Group B diantaranya adalah Saccharum robustum dan Saccharum officinarum (tebu unggul/noble canes).

Nama Saccharum berasal dari bahasa Sanskrit (Sansekerta) “SARKARA” yang berarti gula pasir, sedangkan dalam bahasa Arab “SAKAR”, bahasa Belanda “SUIKER”, bahasa Inggris “SUGAR”, bahasa Jerman “ZUCKER”, bahasa Spanyol “AZUKAR”, dan bahasa Perancis “SUCRE” (PTPN VII, 1998).

(32)

batang tebu akan berbunga, maka pada ujungnya terbentuk ruas-ruas kecil dan panjang sekali. Tebal ruas bagian batang yang ada dalam tanah (dongkelan/tunggul/stubble) makin ke atas makin besar sampai dekat permukaan tanah, kemudian berangsur kecil. Panjang dan bobot batang tergantung pertumbuhan. Tanaman yang melalui musim kering panjang/kurang air, dan pada musim hujan mendapatkan cukup air, maka seringkali terdapat ruas-ruas pendek dan di atasnya ruas-ruas panjang. Kekuatan dan kekerasan batang tergantung dari susunan batang dari dalam, dan setiap jenis tebu berlainan. Warna batang dipengaruhi cahaya matahari, jenis tebu, dan umur tebu. Warna dipengaruhi oleh kombinasi sel kulit warna merah dan lapisan khlorofil berwarna hijau di bawahnya. Batang tebu banyak dilapisi lilin yang berfungsi antara lain sebagai penghalang serangan hama/penyakit, dan lingkaran lilin terdapat di bawah buku. Kuncup/mata (bud) terletak berselang-seling pada batang, bentuk kuncup bermacam-macam (bulat dan panjang). Di atas lingkaran tumbuh terdapat suatu pita yang sempit sekali mengelilingi ruas dan acapkali berwarna lain. Di sini batang mudah putus karena terdiri dari sel-sel yang masih memanjang dan lembek. Jika tebu roboh, maka batang dapat berdiri lagi karena bagian bawah lebih cepat tumbuhnya daripada bagian atas pada lingkaran tumbuh tersebut.

(33)

putus, maka akar tidak dapat tumbuh lagi, akan tetapi terbentuk cabang-cabang baru pada bagian akar yang lebih tua. Makin besar tanaman tebu, maka makin banyak akar yang dibentuk, antara lain ada yang tumbuh pada bagian batang akibat dibumbun/digulud. Akar baru ini umumnya juga berwarna putih dan yang lebih tua berubah warnanya menjadi kecoklat-coklatan dan kebanyakan bercabang banyak. Pada tanah dengan lapisan padas, mengakibatkan susunan akar banyak menyebar ke samping, sedangkan pada air tanah yang dangkal, akar banyak yang tumbuh menuju ke atas karena akar membutuhkan zat asam (oksigen) untuk pernapasan. Tujuh puluh persen akar rambut tanaman tebu berada dalam bagian atas (kedalaman 30 cm) dan 30 persen tersebar di sekitar lebih dari 30 cm dari pusat akar.

Daun pada tanaman tebu berpangkal pada buku daun dan duduk pada batang secara berseling. Daun terdiri dari helai daun (lamina), pelepah daun (sheath), lidah daun (ligule), telinga daun (auricula), dan kuncup/mata (bud). Helai daun berbentuk garis yang panjangnya 1 – 2 meter dan lebar 4 – 7 cm, dengan tepi dan permukaannya kasap tidak licin. Pelepahnya di bagian bawah membalut batang seluruhnya. Daun yang keluar dari kuncup mempunyai helai yang kecil dengan pelepah yang membungkus batangnya dan setelah umur 5 – 6 bulan batang tebu itu masih dibalut seluruhnya oleh pelepah sehingga bukunya tidak kelihatan. Daun-daun ya ng sudah tua menjadi kering dan mati. Daun yang kering tersebut ada yang lepas dengan sendirinya dari batang sehingga batang tebu kelihatan, ada pula jenis tebu yang daunnya tidak mudah lepas dari batangnya setelah kering dan mati. Pada tanaman tebu yang menderita kekurangan air, maka daun-daun tebu menggulung untuk mengurangi penguapan. Jika keadaan air sudah baik lagi, maka daun akan terbuka lagi. Pada waktu tanaman tebu akan berbunga, helai daun yang kecil di atas pelepah daun akan keluar. Helai daun yang kecil ini berdiri tegak seperti bendera dan disebut daun bendera, dalam pelepah yang panjang tersebut terdapat kuncup bunga yang akan keluar dari pelepah sebagai malai.

(34)

Kecepatan angin yang cocok adalah di bawah 10 km/jam, beda suhu minimum tidak boleh lebih dari 6°C, pH tanah yang baik berada pada selang 5.5 – 7.0 (Mubyarto dan Daryanti, 1991). Mangelsdorf (1950) menyatakan bahwa kondisi iklim yang ideal bagi tanaman tebu adalah cuaca panas yang panjang pada masa pertumbuhan dengan curah hujan yang cukup, hampir kering dan sejuk tetapi bebas embun pada masa pemasakan dan panen, serta bebas dari badai tropis.

Tanaman dalam hidupnya membutuhkan 13 unsur, yaitu C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg, Fe, Bo, Cu, dan Zn. Unsur -unsur C, H, dan O terdapat di udara, sedangkan yang lainnya berasal dari ta nah. Di antara unsur-unsur yang berasal dari tanah, maka zat-zat yang harus ada adalah N, P, K, S, Ca, Fe, dan Mg (Notojoewono, 1968).

Penanaman tebu dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi diusahakan secara terus menerus. Dengan demikian kesuburan suatu tanah akan menurun secara terus-menerus, sehingga mencapai suatu keadaan dimana penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak diperlukan untuk memperoleh hasil tebu yang menguntungkan. Oleh karena itu kesuburan suatu tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman, maka penilaian kesuburan suatu tanah mutlak diperlukan. Ada beberapa cara dalam mempelajari status hara tanah untuk menilai kesuburan tanah, yaitu: (1) melihat citra tanaman di lapangan (gejala -gejala kekurangan unsur hara), (2) uji tanaman, (3) uji biologi, dan (4) uji tanah.

(35)

pembuatan sel-sel yang secara relatif sedikit, pendewasaan jaringan-jaringan, penebalan serabut-serabut, pembentukan hormon-hormon yang perlu untuk perkembangan kuncup bunga (primordial), serta perkembangan kuncup bunga, bunga, buah dan biji. Pada fase reproduktif dari perkembangan tanaman, karbohidrat disimpan (ditimbun) dan tanaman tersebut menyimpan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya berupa pati dan gula.

Daur kehidupan tanaman tebu dimulai dari fase perkecambahan, fase pertumbuhana anakan, fase pemanjangan batang, fase kemasakan, dan diakhiri dengan fase kematian. Fase perkecambahan dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar ste k pada umur 1 minggu, kemudian pada minggu kedua tinggi taji mencapai 12 cm dan akan makin banyak. Pada minggu ketiga, daun terbuka dan tinggi tunas 20 – 25 cm. Pada minggu keempat, jumlah daun 4 helai dan tinggi sekitar 50 cm. Pada minggu kelima, akar tunas dan anakan keluar.

Fase pertumbuhan anakan tebu (pertunasan) dimulai dari umur 5 minggu sampai umur 3.5 bulan tergantung varietas dan lingkungan tebu. Jumlah anakan tertinggi terjadi pada umur 3.5 bulan dan setelah itu turun atau mati 40 – 50% akibat terjadinya persaingan sinar matahari, air, dan sebagainya. Hal yang menunjang pertunasan tebu antara lain air, oksigen, sinar matahari, unsur hara utama yaitu N dan P, serta suhu tanah.

Fase pemanjangan batang terjadi pada umur 3 – 9 bulan. Kecepatan pembentukan ruas adalah 3 – 4 ruas/bulan. Makin tua tanaman tebu, makin lambat pemanjangannya. Hal yang mempengaruhi pemanjangan batang antara lain adalah kadar air tanah, sinar matahari, dan kadar N dalam daun.

(36)

Komposisi vegetatif tanaman tebu menunjukkan bagian dari organ secara terpisah/individu (batang, daun, akar) dalam berat kering total dari tanaman tebu. Bagian tanaman tebu di atas permukaan tanah (above ground portion) terdiri atas batang tebu (stem/stalks) yang dapat digiling (millable cane), bagian pucuk (leafy top) termasuk bagian batang yang tidak dapat digiling (non-millable) dan daun-daun yang menempel pada pucuk, serta daun-daun-daun-daun yang lain (trash) yang secara terpisah dikategorikan sebagai bagian yang berada pada permukaan tanah (on groun portion). Bagian tanaman tebu di bawah permukaan tanah (below ground portion) terdiri atas dongkelan/tunggul (stubble) dan akar (roots). Di negara-negara dimana bagian batang di bawah permukaan tanah dipanen, maka tunggul termasuk bagian tebu yang dapat digiling (millable cane). Contoh komposisi vegetatif tanaman tebu umur 12 bulan untuk varietas 37-1933 disajikan pada Gambar 1.

Bagian tebu yang dapat digiling hanya merupakan sebagian dari bahan kering total tanaman (50 sampai 60 %). Akar dan pada sebagian besar kasus termasuk juga tunggul (stubble), ditinggalkan di lahan. Pucuk tebu juga tetap di lahan atau digunakan sebagai makanan ternak. Daun-daun tebu sebagai seresah (trash) juga tetap di lahan atau digunakan sebagai bahan bangunan di pabrik.

Bahan kering organ tanaman tebu berisi lebih dari 90% bahan organik, dan ketika usaha penyuburan tanah dengan bahan organik menjadi masalah yang serius, maka pengetahuan penggunaan kembali bahan organik dalam tanaman tebu tersebut menjadi penting.

(37)

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada waktu penanaman, tanaman hanya berupa potongan bibit (cutting). Pertumbuhan awal tanaman sebagian besar terbatas untuk perkembangan daun dan akar yang merupakan peralatan produksi tanaman. Pembentukan batang belum terjadi sepanjang organ asimilasi dan absorbsi belum berkembang sampai tingkat tertentu. Tetapi ketika organ asimilasi dan absorbsi telah berkembang, maka pembentukan batang dimulai dengan laju yang lebih cepat dibanding organ lain.

Gambar 1 Komposisi vege tatif tanaman tebu umur 12 bulan varietas 37-1933 (Dillewijn, 1952).

STUBBLE

ROOTS TRASH STALKS

TOPS

di atas permukaan tanah (above ground)

pada permukaan tanah (on ground)

di bawah permukaan tanah (below ground)

9.0%

49.2%

24.6%

4.5%

(38)

St : stem (batang tebu) GT : green top (pucuk tebu) R : roots (akar)

Gambar 2 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu di Jawa (Dillewijn, 1952).

C : cutting (bibit tebu)

(39)

Tabel 1 Pengaruh pemupukan nitrogen terhadap komposisi vegetatif tanaman tebu

Kadar Nitrogen (% bahan kering total) Bagian tanaman

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

Batang 57 55 54 53

Pucuk dan seresah 32 35 35 35

Akar dan tunggul 11 10 11 12

Total 100 100 100 100

(Sumber: Dillewijn, 1952)

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas. Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterunya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk. Menurut Supriyadi (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi proses kemasakan tanaman tebu adalah:

1) Varietas

Varietas tebu pada garis besarnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a) varietas genjah (masak awal), mencapai masak optimal kurang dari 12 bulan;

b) varietas sedang (masak tengahan) mencapai masak optimal pada umur 12–14 bulan; dan

c) varietas dalam (masak akhir) mencapai masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan.

2) Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan

(40)

3) Curah hujan

Curah hujan yang tinggi pada waktu tanaman tebu mencapai umur masak akan menyebabkan pembentukan gula rendah, karena sinar matahari terhalang oleh awan, sehingga proses fotosintesis terhambat sekaligus proses pembentukan gula terhambat, terbentuknya rendemen rendah, dan tebu mencapai masak optimal juga terlambat.

4) Keadaan got

Keadaan got yang dangkal dapat menyebabkan penyebaran akar tebu juga dangkal atau pendek-pendek. Dengan demikian akar tebu tidak dirangsang proses pemanjangannya karena mudah mencapai air tanah. Karena akar yang pendek, maka pengambilan unsur hara dari dalam tanah tidak bisa optimal sehingga proses pembentukan gulapun juga sedikit. Selain itu, pada waktu musim kemarau kadang-kadang tanaman mati kekeringan sebelum rendemen optimal tercapai.

5) Serangan hama dan penyakit 6) Daerah penanaman

Tebu yang ditanam di dataran tinggi, masa hidupnya akan lebih lama dibandingkan dengan tebu yang ditanam di dataran rendah. Tebu yang

ditanam di dataran tinggi akan mendapat sinar matahari lebih lama daripada di dataran rendah sehingga kemasakan optimal dicapai pada masa yang lebih lama.

7) Masa tanam

Tebu yang ditanam pada bulan Mei – Juli akan mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada bulan-bulan sebelum atau sesudahnya. Karena daya tahan yang baik, maka tanaman tebu akan bisa sampai mencapai masak optimal pada waktunya.

8) Gulud akhir

(41)

9) Kerobohan tanaman

Tebu yang roboh terkena angin ataupun karena terlampau banyak diberi pupuk nitrogen, akan berakibat terhambat proses kemasakannya. Kandungan gula di dalam batang akan diuraikan kembali untuk pertumbuhan tunas baru, dan untuk energi dalam upaya ingin berdiri kembali.

Untuk meningkatkan rendemen tebu, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah: (1) pemakaian bibit yang bermutu, (2) masa tanam yang optimal, (3) pengolahan tanah dan pemeliharaan yang optimal, (4) pemupukan berimbang, (5) perlindungan tanaman terhadap hama penyakit dan gulma, (6) pengairan yang sesuai, dan (7) penggunaan zat pengatur tumbuh. Menurut Mangelsdorf (1953), hasil gula tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genotip tebu, kondisi lahan, dan musim.

Pemupukan

Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Definisi lain menyatakanpupuk adalah unsur

hara tanaman yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan berkembang biak (Purnama, 2002). Unsur hara tanaman terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih sedikit. Unsur hara makro terdiri dari makro primer dan makro sekunder. Unsur hara makro primer adalah Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) yang dikenal sebagai unsur-unsur hara utama.

(42)

waktu pemupukan harus benar agar tidak rugi dan tidak merusak lingkungan karena dosis yang berlebihan atau salah caranya; (4) harga pupuk makin mahal karena biaya energi dan bahan baku makin tinggi sementara ketersediaan bahan baku di dunia makin menipis.

Pemupukan adalah pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya (Finck, 1982 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Pemupukan merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan sebagai usaha untuk menambah ketersediaan hara dalam tanah dan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kesuburan tanah ialah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produks i tanaman (DIKTI, 1991). Munir (1996) menyatakan bahwa pemupukan lebih ditujukan untuk menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsur hara di dalam tanah (baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro). Sedangkan Syamsulbahri (1996) menyatakan bahwa pada dasarnya pemupukan bertujuan untuk menjaga dan memulihkan kesuburan tanah yang hilang akibat aktivitas penyerapan oleh akar tanaman dan hanyut karena erosi atau pencucian.

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), pemupukan di negara berkembang seperti Indonesia mempunyai kelemahan-kelemahan umum yang menyebabkan produksi rendah, yaitu (1) pemupukan bersifat tradisional, tanpa identifikasi masalah hara secara baik; (2) sebagian besar tidak memupuk lengkap dengan N, P, K; (3) kalaupun memupuk dengan N, P, K, tetapi kecukupan unsur lain tidak diperhatikan, pemupukan sering berat sebelah; (4) tidak memupuk dengan unsur-unsur hara yang lain seperti Ca, Mg, dan unsur mikro, karena tidak melakukan diagnosis sebelumnya; (5) salah menduga kebutuhan pupuk dan kurang memperhatikan cara dan waktu pemupukan; (6) kesulitan dalam memperoleh pupuk; (7) tidak mampu menyediakan jumlah dan jenis pupuk yang dianjurkan karena harga yang mahal; (8) mengabaikan sifat tanah lainnya seperti reaksi tanah, struktur tanah, dan lain-lain; ( 9) kurang memperhatikan faktor iklim; (10) tidak mampu melakukan proteksi tanaman dengan baik.

(43)

Sedang sasaran pemupukan pada tanaman adalah mutu bahan tanaman dan hasil produksi yang diprogramkan.

Perolehan berat tebu sangat berkaitan dengan potensi lahan. Potensi lahan seringkali beragam, baik dari tahun ke tahun maupun antara lokasi/kebun, karena dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor agroklimat lingkungan dengan jenis tanahnya. Pengaruh potensi lahan terhadap perbedaan tanggap hasil tebu melalui cara pemupukan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengaruh potensi lahan terhadap hasil tebu dengan cara pemupukan (Usman, 1997).

Dalam Gambar 4, pada kurva A ditampilkan keadaan yang berlawanan yaitu potens i hasil lahan sudah mencapai batas, meskipun sudah dilakukan penambahan pupuk hingga 2 satuan, namun mengakibatkan hasil tebu menjadi menurun. Keadaan semacam ini pada era kemajuan teknologi dapat diatasi melalui sistem manajemen perkebunan dan pengembangan varietas tebu baru yang lebih berpotensi. Sementara itu, pada kurva B, C, dan D ditampilkan hasil interaksi antara sifat tanah dan agroklimat yang sudah mengalami perbaikan sehingga memperbesar keuntungan. Dengan menambah satuan pupuk secara optimal maka keuntungan maksimal dapat tercapai.

(44)

Biasanya cara yang paling sederhana dan paling nyata untuk meningkatkan hasil tanaman dalam suatu wilayah pada suatu penelitian pertanian adalah dengan mengidentifikasi kekurangan hara tanah dan kemudian menentukan aplikasi pupuk yang sesuai (Colwell, 1994).

Penanaman tanaman pertanian dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi diusahakan terus-menerus (DIKTI, 1991). Dengan demikian kesuburan tanah akan menurun secara terus -menerus, sehingga mencapai suatu keadaan yang mana penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak diperlukan untuk memperoleh hasil pertanian yang menguntungkan. Oleh karena itu kesuburan tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman, maka penilaian kesuburan tanah mutlak diperlukan.

Pemberian berbagai pupuk ke dalam tanah didasarkan pada kesuburan tanah. Beberapa cara yang telah dikenal dalam mempelajari status hara tanah untuk menilai kesuburan tanah, yaitu: (1) melihat gejala-gejala kekurangan unsur hara; (2) analisa tanaman; (3) uji biologi yang mana pertumbuhan dari tanaman atau mikroorganisme lain yang lebih tinggi digunakan sebagai ukuran kesuburan tanah; dan (4) uji kimia tanah (Tisdale et al., 1990).

Citra tanaman yang abnormal yang ditunjukkan oleh tanaman di lapangan, kemungkinan disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman. Kelainan pertumbuhan ini juga dapat disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa unsur hara yang terdapat dalam tanah. Tetapi dapat juga oleh akibat terdapatnya satu atau beberapa unsur lain yang berlebihan (keracunan) ataupun disebabkan hal-hal lain.

Gejala-gejala kahat atau defisiensi unsur hara yang dapat dilihat adalah berupa: (1) terhambatnya pertumbuhan tanaman, namun hal ini tidak spesifik karena terhambatnya pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan oleh hal-hal lain; (2) kelainan pada warna yang biasanya tampak pada daun; (3) nekrosis atau matinya jaringan, misalnya keringnya pinggiran daun pada tanaman kedele akibat kekurangan kalium; dan (4) bentuk yang abnormal dari bagian-bagian tanaman (DIKTI, 1991).

(45)

dengan fungsi dari setiap unsur tersebut dalam tanaman. Kadang-kadang gejala yang sama dapat ditimbulkan oleh kekurangan unsur yang berbeda, karena unsur tersebut mempunyai fungsi yang sama dalam tanaman. Ataupun gejala yang tampak merupakan resultante yang timbul kemudian. Misalnya ke kurangan nitrogen hampir sama dengan gejala kekurangan magnesium, karena kedua unsur tersebut mempunyai fungsi dalam pembentukan khlorofil pada daun tanaman.

Kesulitan lain dalam identifikasi status hara tanah juga sering timbul, antara gejala kekurangan hara dengan akibat lain, misalnya akibat serangan hama atau penyakit. Sebagai contoh yaitu gejala defisiensi boron hampir sama dengan gejala serangan hama penghisap daun yang terdapat pada tanaman alfafa.

Selanjutnya sering terjadi bahwa produksi tanaman rendah sekali, sedangkan gejala kahat (kekurangan) suatu unsur hara tidak terjadi atau muncul. Ini berarti bahwa kadar unsur hara yang dibutuhkan tanaman berada di atas tingkat defisiensi tetapi masih di bawah kebutuhan tanaman untuk berproduksi tinggi. Peristiwa ini dikenal sebagai kelaparan yang tersembunyi atau hidden hunger (Tisdale et al., 1990).

(46)

dari tanah dan hara tersebut akan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman, termasuk daun.

Analisa jaringan tanaman dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya unsur hara yang diperlukan dan dapat diambil oleh tanaman. Whitney, Cope, dan Welch dalam Engelstad (1997) menyatakan bahwa interpretasi analisa tanaman ditempuh dengan membandingkan konsentrasi hara dalam sampel tanaman dengan konsentrasi hara standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsentrasi hara daun standar menurut Barnes (1964) disajikan pada Tabel 2. Jika hara berada dalam kondisi berlebih, maka penambahan unsur hara dalam bentuk pemupukan dapat kurang atau mungkin tidak perlu ditambah.

Tabel 2 Kandungan hara daun standar

Kandungan hara daun (%) Kategori

N P2O5 K2O

Berlebih > 1.85 > 0.55 > 1.75

Optimum 1.66 – 1.85 0.45 – 0.55 1.26 – 1.75

Kurang 1.45 – 1.66 0.35 – 0.45 0.75 – 1.26

(Sumber: Barnes, 1964)

Menurut Jones et al. (1991), waktu yang baik untuk pengambilan sampel daun adalah pada umur tanaman 3 – 5 bulan. Daun yang dianalisa adalah daun ke tiga dari pucuk se banyak 15 lembar. Kandungan hara daun standar menurut Jones et al. (1991) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan hara daun standar Kandungan hara daun (%)

Kategori N P K

Rendah 1.60 – 1.90 0.15 – 0.17 0.90 – 1.00

Cukup 2.00 – 2.60 0.18 – 0.30 1.10 – 1.80

Tinggi > 2.60 > 0.30 > 1.80

(Sumber: Jones et al., 1991)

(47)

Tabel 4 Kandungan hara daun standar

Kandungan hara daun (%) Kategori

(Sumber: Samuels, 1955, dalam Muhali 1979)

Contoh daun yang diambil adalah daun-daun nomor 4, 5, dan 6 dihitung dari daun yang belum membuka pertama sebagai daun nomor 1. Umumnya dalam analisa daun dipakai daun yang membuka sepenuhnya yang ke tiga yang dihitung dari daun yang tidak menggulung tertinggi sebagai daun nomor 1.

Kalau sampel daun tebu diambil pada umur lebih dari pada tiga bulan, maka harus dipakai faktor koreksi (dalam persen) yang ditambahkan pada hasil analisa daunnya agar didapatkan nilai untuk umur tiga bulan. Makin jauh waktu pengambilan sampel daun dari umur tiga bulan maka makin besar nilai faktor koreksinya (Tabel 5).

Tabel 5 Faktor koreksi hasil analisa daun dari dasar analisa daun pada umur 3 bulan

Faktor koreksi yang ditambahkan untuk hasil analisa daun pada umur sampel daun tebu (%)

Tanpa irigasi Irigasi

Unsur

(48)

Uji biologi meliputi: (1) percobaan lapangan, (2) percobaan green house atau rumah kaca, dan (3) percobaan mikrobiologi (DIKTI, 1991). Percobaan lapangan mempunyai kelemahan yaitu percobaan selalu dipengaruhi oleh iklim, sehingga ada kemungkinan terdapatnya hasil yang selalu berbeda -beda pada setiap kali diulang. Selain itu percobaan la pangan meminta pembiayaan yang lebih besar, waktu yang lebih lama, dan tenaga yang lebih banyak. Sementara itu percobaan rumah kaca mempunyai kelebihan lebih cepat mengetahui status hara yang terdapat di dalam tanah, mudah pengulangan, dan relatif murah. Namun demikian percobaan rumah kaca mempunyai kelemahan yaitu bahwa keadaan lingkungan yang terkendali dalam rumah kaca dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman indikator lebih baik. Sedangkan percobaan mikrobiologi jauh lebih sederhana, relatif lebih cepat, hanya memerlukan sedikit tempat, dan biayanya relatif murah.

Penilaian kesuburan tanah melalui uji tanah merupakan satu cara yang relatif lebih akurat dan cepat. Uji tanah mempunyai banyak kelebihan antara lain adalah: (1) lebih mudah diulang, (2) biayanya relatif lebih murah, (3) ruangan yang dipakai dapat sempit, dan (4) jangkauannya lebih jauh dari pada metode yang lain. Sedangkan kelemahan uji tanah adalah: (1) metode -metode yang tidak dapat dipakai untuk semua jenis tanah, (2) pengambilan contoh tanah untuk analisa harus benar -benar tepat dan akurat mewakili daerah yang sebenarnya. Dengan demikian diperlukan fasilitas laboratorium yang memungkinkan pelaksanaan analisa tanah (DIKTI, 1991).

Uji tanah berdasarkan konsep bahwa tanaman akan respon terhadap pemupukan bila kadar hara kurang atau jumlah yang tersedia tidak cukup untuk pertumbuhan tanaman yang normal. Uji tanah mempunyai tujuan: (1) memelihara (menjaga) status kesuburan dari suatu lahan tertentu; (2) meramalkan kemungkinan-kemungkinan ada nya respon yang menguntungkan dari pemupukan dan pengapuran; (3) mendapatkan rekomendasi pemupukan dan pengapuran; dan (4) mengevaluasi status serta tingkat kesuburan sesuatu daerah untuk tujuan riset, pendidikan, dan pengembangan wilayah (Tisdale et al., 1990). Setyamidjaja

(49)

hasil dari uji tanah adalah dapat menentukan keadaan atau status hara tanaman yang terdapat dalam tanah, sehingga secara sederhana dapat disimpulkan kebutuhan hara tanaman yang dapat ditambahkan melalui pemupukan. Namun demikian harus pula diperhatikan mengenai kebutuhan hara yang tidak sama untuk setiap jenis tanaman, umur tanaman, dan keadaan iklim yang berbeda. Hambatan yang cukup serius dalam uji tanah adalah diperlukannya orang yang benar-benar ahli dan berpengalaman serta terlatih secara teknis yang menguasai prinsip-prinsip ilmiah dalam mengidentifikasikan hasil analisa.

Untuk menentukan dosis pupuk berdasarkan hasil analisa tanah maka dapat digunakan nomograf tanah (Gambar 5).

Gambar 5 Nomograf tanah untuk penentuan dosis pupuk (Pawirosemadi, 1980).

(50)

pupuk N adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Fungsi pupuk N adalah meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman yang menghasilkan daun, da n meningkatkan berkembangbiaknya mikro organisme. Pasokan N yang cukup adalah penting untuk hasil optimum dan berkaitan dengan pertumbuhan vegetatif yang lebat dan warna hijau yang gelap.

Menurut Indarto (1996), peran N dalam menentukan produksi gula sangat unik, karena di satu sisi dapat meningkatkan pertumbuhan sehingga akan meningkatkan produksi tebu, tetapi di sisi lain bila tanaman banyak mengandung N pada fase pemasakan akan menurunkan rendemen. Humbert (1968) menyatakan bahwa tanaman tebu yang kekurangan N akan mempunyai gejala daun berwarna kuning, daun cepat mati atau mengering, pertumbuhan anakan sedikit, batang kecil dan ruasnya pendek, pertumbuhan akarnya jelek, dan tanaman tebu cepat menua.

Pupuk nitrogen diaplikasikan pada awal penanaman dan pada saat tanaman berumur 1.5 – 2 bulan, tetapi tidak melebihi 6 bulan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin pasokan N tersedia selama masa pertumbuhan, tetapi tidak menghambat fase pemasakan. Kuntohartono (1980 dalam Indarto, 1996) menyatakan bahwa pertumbuhan tebu dibagi menjadi empat fase yaitu fase perkecambahan, fase pembentukan anakan, fase pertambahan tinggi batang, dan fase pemasakan. Dari keempat fase tersebut, hanya fase pemasakan yang tidak memerlukan N.

Menurut Indarto (1996), pemberian N harus tepat, diantaranya adalah ketepatan dalam hal bentuk pupuk dan waktu pemupukan. Untuk tanaman tebu, pemberian pupuk N harus disesuaikan dengan tahap pertumbuhan agar N dapat diserap oleh tanaman, dan atau tidak tersedia karena tidak diperlukan lagi. Meisinger dan Ned dalam Engelstad (1997) menyatakan bahwa kebanyakan tanaman membutuhkan pasokan N yang berkesinambungan pada seluruh musim pertumbuhan dan keperluan ini akan bervariasi dengan tahap kematangan tanaman.

(51)

mempengaruhi jumlah batang yang selanjutnya berpengaruh terhadap produksi tebu (Indarto, 1996). Pemberian pupuk dasar harus diperhatikan karena stek tebu yang baru ditanam belum mampu menyerap unsur hara dari pupuk yang diberikan. Oozer (1993) menyatakan bahwa terbentuknya akar stek yang dapat menyerap unsur hara baru terjadi pada umur 15 hari setelah tanam.

Selain dengan analisa laboratorium, kandungan hara Nitrogen pada daun dapat diketahui dari pengukuran jumlah khlorofil dengan instrumen SPAD Chlorophyll Meter (Anonim, 2002). Hasil penelitian sudah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara hasil pengukuran instrumen tersebut dengan kandungan N daun. Cara kerja instrumen tersebut adalah dengan menjepitkan pada daun. Contoh model instrumen tersebut disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 SPAD Chlorophyill Meter (Anonim, 2002).

Gambar

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada waktu penanaman, tanaman hanya
Gambar 9   Interaksi dalam Precision Farming (Blackmore,1994).
Gambar 11   Transfer data dalam pemantauan hasil dan sistem pemetaan                              (Kuhar, 1997)
Gambar 12    Mesin pemanen pengumpul data hasil untuk pemetaan                                  (Kuhar, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Gagasan pokok yang berasal dari teorema tersebut ialah apabila suatu populasi secara berulang- ulang ditarik sampel, maka nilai rata-rata atribut yang diperoleh dari

Jenis jamur yang paling mendominasi hutan cagar alam ini berasal dari famili Polyporaceae dengan ciri fisik basidiokarp lebar dan kaku serta berwarna kuning kecoklatan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporanT. Hasil Pengujian Senyawa Alkaloid Tabel Hasil Pengujian

Variable yang ada dalam penelitian ini antara lain sikap terhadap kepatuhan pajak, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, niat, dan kepatuhan wajib pajak merchant-merchant

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan sebuah sistem informasi yang mampu membantu kepala sekolah dalam menentukan guru terfavorit sesuai dengan kriteria yang

1) Output daya listrik dari kapal yang didesain sebesar 144 MW. 3) Perhitungan teknis yang dilakukan telah memenuhi. Perhitungan berat yang telah dilakukan menghasilkan