Crop Scouting, Data Analysis, dan VRA
KELUARAN TIDAK
DIKEHENDAKI 1. Biaya tinggi 2. Efisiensi rendah MANAJEMEN PENGENDALIAN
Pemodelan
Kerangka pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu yang diteliti disajikan pada Gambar 50. Selanjutnya hal tersebut dikemas dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan agar pengambilan keputusan dapat efektif. Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan untuk pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu disajikan pada Gambar 51.
Gambar 50 Kerangka pendekatan precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu.
Sistem Informasi Geografis Data tanaman dan Data tanah Sistem Pendukung Keputusan
PENDEKATAN PRECISION FARMING DALAM PEMUPUKAN N, P, DAN K
PADA BUDIDAYA TEBU
Sistem Informasi Manajemen Peningkatan Efisiensi Pengurangan Pemborosan pupuk Pengurangan dampak lingkungan Peningkatan produktivitas
Gambar 51 Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan untuk pendekatan
precision farming dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya tebu.
MODEL HASIL TEBU
Produktivitas Lahan MODEL GEOSTATISTIKA - Semi-variance - Nugget - Range - Variability (sill) - Kriging MODEL PEMUPUKAN
Penentuan dosis pupuk N, P, dan K
DATA TANAH
Unsur hara - N - P - K
Kadar Air Tanah
DATA TANAMAN
Unsur hara daun - N - P - K Pertumbuhan vegetatif Analisa Kemasakan Biomassa SI STEM MANAJEMEN BASI S DATA SI STEM MANAJEMEN BASI S MODEL
PENDEKATAN PRECI SI ON FARM I NG
DALAM PEMUPUKAN N, P, DAN K
PADA BUDIDAYA TEBU
SI STEM MANAJEMEN DI ALOG
PENGGUNA
DATA GEOGRAFIS
Peta Dasar
Peta Kontur MODEL SPASIAL
Visualisasi dengan Sistem Informasi Geografis
MODEL BIAYA
Biaya pemupukan, biaya produksi gula, manfaat hasil gula, keuntungan,
B/C ratio DATA BIAYA
Harga pupuk Harga gula
Harga analisa tanah dan daun
Sistem Manajemen Basis Data
Sistem manajemen basis data berfungsi untuk mengelola data yang diperlukan model, yang terdiri dari tiga kelompok data, yaitu data tebu, data tanah, dan data tanaman.
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem manajemen basis model terdiri dari model-model yang berfungsi mengolah data hingga akhirnya diperoleh informasi untuk mendukung pembuatan keputusan. Sistem ini terdiri dari tiga model utama yaitu model hasil tebu, model geostatistika, dan model pemupukan.
Model hasil tebu
Pada penelitian ini tidak dimungkinkan dilakukan kegiatan penebangan, oleh karena itu hasil tebu didekati dengan perhitungan taksasi berdasarkan rumus taksasi yang digunakan oleh PT GPM pada musim tanam 2002/2003 yaitu
TP(i) = { P(i) x Ip x It x (TB/10) x B10 } ……….…… (39)
TP(i) : taksasi produksi lahan sampel i (ton/ha) P(i) : populasi hasil pengamatan sampel i Ip : indeks populasi
It : indeks tinggi batang
TB : tinggi batang normal saat panen
B10 : bobot batang normal saat panen tiap 10 cm
Model geostatistika
n(h)
γ(h) = {1/[2n(h)]} Σ [Z(x + h) – Z(x)]2 ………..…..…… (40) i=1
(Sumber : White et al., 1997)
γ(h) : semi-variance pasangan sampel pada jarak h
Z(x) : nilai regionalized variable pada lokasi x jalur/arah i Z(x + h) : nilai regionalized variable pada lokasi x + h jalur/arah i h : jarak pasangan sampel (m)
i : jalur/arah sampel
n(h) : jumlah pasangan sampel pada jarak h
Ilustrasi regionalized variable secara sederhana dapat dijelaskan dengan Gambar 52. Jika suatu hamparan lahan digambarkan sebagai bidang yang dibagi dalam grid dengan p baris dan q kolom, maka Z(1,1) merupakan
regionalized variable yang secara geografis berada pada posisi baris 1 dan
kolom 1. Sedangkan Z(4,4) merupakan regionalized variable yang secara geografis berada pada posisi baris 4 dan kolom 4.
p
q
Gambar 52 Ilustrasi plot regionalized variable.
Semi-variogram dilakukan menurut 4 arah (Gambar 53), yaitu arah sumbu
x, sumbu y, dan diagonal.
Gambar 53 Arah semi-variogram.
Jika semi-vario gram dilakukan menurut arah sumbu x maka jalur/arah i dan jarak h pada Gambar 53 mengikuti baris q. Jumlah pasangan sampel dengan jarak 4 satuan, n(h) = n(4), adalah 4 pasang yaitu {Z(1,1);Z(4,1)}, {Z(1,2);Z(4,2)}, {Z(1,3);Z(4,3)}, dan {Z(1,4);Z(4,4)}. Semi-variance dihitung untuk setiap pasangan sampel pada masing-masing jarak 1 satuan, 2
Z(1,4) Z(2,4) Z(3,4) Z(4,4)
Z(1,3) Z(2,3) Z(3,3) Z(4,3)
Z(1,2) Z(2,2) Z(3,2) Z(4,2)
satuan, 3 satuan, dan 4 satuan. Pembuatan plot antara semi-variance pasangan sampel dan jarak yang bersangkutan menghasilkan
semi-variogram (Gambar 54). Jika semi-variogram dipengaruhi oleh jarak dan
arah maka disebut bersifat anisotropic, sedangkan jika semi -variogram hanya dipengaruhi oleh jarak maka disebut bersifat isotropic. Pada penelitian ini diasumsikan semi -variogram bersifat isotropic dan tidak dikaji interaksi hara (multivariate geostatistics).
Gambar 54 Semi-variogram (White et al., 1997).
Model pemupukan
1 Pemupukan pertama
Penentuan jumlah hara yang harus ditambahkan pada pemupukan pertama dengan pendekatan precision farming berdasarkan persamaan berikut:
Ndb – Nt Ndt = ……….……….. (41) ηN Pdb – Pt Pdt = ………... (42) ηP keterangan
Ndt : jumlah hara N yang ditambahkan untuk pupuk pertama (kg/ha)
Ndb : jumlah hara N yang dibutuhkan untuk pupuk pertama (kg/ha)
ηN : efisiensi penyerapan hara N oleh tanaman (%)
(30 – 70%)
Pdt : jumlah hara P yang ditambahkan untuk pupuk pertama (kg/ha) Pdb : jumlah hara P yang dibutuhkan untuk pupuk pertama
(kg/ha)
Pt : jumlah hara P total di dalam tanah (kg/ha) ηP : efisiensi penyerapan hara P oleh tanaman (%)
(5 – 30%)
Ndb dan Pdb ditentukan berdasarkan rekomendasi pustaka dan target hasil. Rekomendasi pustaka yang digunakan untuk menentukan Ndb dan Pdb adalah dari De Geus (1973) yaitu bahwa untuk menghasilkan 100 ton tebu per hektar diperlukan 200 kg/ha N, 80 kg/ha P2O5, dan 240 kg/ha K2O yang mana N dan P2O5 diberikan pada pemupukan pertama. Sedangkan penentuan Ndb dan Pdb berdasarkan target hasil menggunakan model neural network. Pemikiran model pemupukan untuk pemupukan pertama didasarkan pada hubungan input-output seperti disajikan pada Gambar 55.
input output
Gambar 55 Hubungan pemberian jumlah hara N dan P dengan hasil tebu dan kadar gula pada pemupukan pertama.
Dari Gambar 55 dapat dipahami bahwa pemberian hara dapat meningkatkan atau menurunkan hasil tebu dan kadar gula. Dengan demikian jika diketahui hubungan antara jumlah hara yang diberikan dengan hasil tebu dan kadar gula maka untuk mendapatkan target hasil tebu dan kadar gula yang tinggi dapat ditentukan jumlah hara yang harus diberikan. Untuk mencapai maksud tersebut maka dibuat model neural
network dengan metode back propagation seperti disajikan pada
Gambar 56. Asumsi untuk model ini adalah pemupukan kedua optimal dan lahan seragam. Pada penelitian ini tidak dikaji interaksi hara.
Jumlah hara N Jumlah hara P Hasil tebu Kadar gula
in out
input layer hidden layer output layer
Gambar 56 Konfigurasi model neural network untuk pemupukan pertama pada budidaya tebu dengan konsep dosis seragam.
Setelah diperoleh hubungan dari Gambar 56 maka target yang diharapkan dapat dinyatakan dengan persamaan :
yt = f ( Ndb , Pdb ) ……… (43) rt = f ( Ndb , Pdb ) ………... (44)
keterangan
yt : target hasil tebu/yield (ton tebu/ha) rt : target kadar gula (%)
Ndb : jumlah hara N yang dibutuhkan untuk pupuk pertama (kg/ha)
Pdb : jumlah hara P yang dibutuhkan untuk pupuk pertama (kg/ha)
2 Pemupukan kedua
Penentuan jumlah hara yang harus ditambahkan pada pemupukan kedua dengan pendekatan pre cision farming berdasarkan persamaan berikut:
Ndb – Ndn – Nt Ndt = ………. (45) ηN Hasil tebu Kadar gula Jumlah hara N yang dibutuhkan a b c d Jumlah hara P yang dibutuhkan
Kdb – Kdn – Kt
Kdt = ……….. (46) ηK
keterangan
Ndt : jumlah hara N yang ditambahkan untuk pupuk kedua (kg/ha) Ndb : jumlah hara N yang dibutuhkan untuk pupuk kedua (kg/ha) Ndn : jumlah hara N pada tanaman (kg/ha) Nt : jumlah hara N total di dalam tanah (kg/ha) ηN : efisiensi penyerapan hara N oleh tanaman (%)
(30 – 70%)
Kdt : jumlah hara K yang ditambahkan untuk pupuk kedua (kg/ha) Kdb : jumlah hara K yang dibutuhkan untuk pupuk kedua (kg/ha) Kdn : jumlah hara K pada tanaman (kg/ha) Kt : jumlah hara K total di dalam tanah (kg/ha) ηK : efisiensi penyerapan hara K oleh tanaman (%) (50 – 80%)
Ndb dan Kdb ditentukan berdasarkan rekomendasi pustaka dan target hasil. Rekomendasi pustaka yang digunakan untuk menentukan Ndb dan Kdb adalah dari De Geus (1973) yaitu bahwa untuk menghasilkan 100 ton tebu per hektar diperlukan 200 kg/ha N, 80 kg/ha P2O5, dan 240 kg/ha K2O yang mana N dan K2O diberikan pada pemupukan kedua. Sedangkan penentuan Ndb dan Kdb berdasarkan target hasil menggunakan model neural network. Pemikiran model pemupukan untuk pemupukan kedua didasarkan pada hubungan hara yang diberikan dan hasil tebu yang diperoleh seperti disajikan pada Gambar 57.
input output
Gambar 57 Hubungan pemberian jumlah hara N dan K dengan hasil tebu dan kadar gula pada pemupukan kedua. Dari Gambar 57 dapat dipahami bahwa pemberian hara dapat meningkatkan atau menurunkan hasil tebu dan kadar gula. Dengan
Jumlah hara N Jumlah hara K Hasil tebu Kadar gula
demikian jika diketahui hubungan antara jumlah yang diberikan dengan hasil tebu dan kadar gula maka untuk mendapatkan target hasil tebu dan kadar gula yang tinggi dapat ditentukan jumlah hara yang harus diberikan. Untuk mencapai maksud tersebut maka dibuat model neural
network dengan metode back propagation seperti disajikan pada
Gambar 58. Asumsi untuk model ini adalah pemupukan pertama optimal dan lahan seragam. Pada penelitian ini tidak dikaji interaksi hara.
in out
input layer hidden layer output layer
Gambar 58 Konfigurasi model neural network untuk pemupukan kedua pada budidaya tebu dengan konsep dosis seragam
Setelah diperoleh hubungan dari Gambar 58 maka target yang diharapkan dapat dinyatakan dengan persamaan :
yt = f ( Ndb , Kdb ) ………. (47) rt = f ( Ndb , Kdb ) ………... (48) keterangan
yt : target hasil tebu/yield (ton tebu/ha) rt : target kadar gula (%)
Ndb : jumlah hara N yang dibutuhkan untuk pupuk kedua (kg/ha) Kdb : jumlah hara K yang dibutuhkan untuk pupuk kedua (kg/ha
Hasil tebu Kadar gula Jumlah hara N yang dibutuhkan a b c d Jumlah hara K yang dibutuhkan
Model Biaya
1 Biaya pemupukan
Biaya (cost) pemupukan dihitung dengan menggunakan Persamaan 49 – 55.
BP= (BAL + BPS + BJP) / LTS ………... (49)
BAL= (HATN1 + HATN2 + HATP + HATK + HADN2 + HADK) * JS (50)
BPS = (UPST + UPSD) * JS ……….. (51) n n n BJP= Ó JUreai* HUrea + Ó JTSPi * HTSP + Ó JKCli * HKCl … (52) i=1 i=1 i=1 LTS = JS * LS ………. (53) n
BPTaw = BP / {( Ó RTawi * Tawi ) / n} ………. (54) i=1
n
BPTak = BP / {( Ó RTaki* Taki ) / n} ……… (55) i=1
keterangan
BP : biaya pemupukan per satuan luas (Rp/ha)
BPTaw : biaya pemupukan per satuan bobot hasil gula
pada taksasi awal (Rp/ton)
BPTak : biaya pemupukan per satuan bobot hasil gula
pada taksasi akhir (Rp/ton)
BAL : biaya analisa laboratorium (Rp)
BPS : biaya pengambilan sampel (Rp)
BJP : biaya jumlah pupuk yang digunakan (Rp)
LTS : luas total sel (ha)
HATN1 : harga analisa tanah N per sampel untuk pemupukan pertama (Rp) HATN2 : harga analisa tanah N per sampel untuk pemupukan kedua (Rp) HATP : harga analisa tanah P per sampel untuk pemupukan pertama (Rp) HATK : harga analisa tanah K per sampel untuk pemupukan kedua (Rp) HADN2: harga analisa daun N per sampel untuk pemupukan kedua (Rp) HADK : harga analisa daun K per sampel untuk pemupukan kedua (Rp)
UPST : upah pengambilan sampel tanah per sampel (Rp) UPSD : upah pengambilan sampel daun per sampel (Rp) JS : jumlah sampel
LS : luas sel per sampel (ha)
JUreai : jumlah pupuk Urea untuk pe mupukan pertama dan kedua sel ke-i (kg)
JTSPi : jumlah pupuk TSP untuk pemupukan pertama sel ke-i (kg) JKCli : jumlah pupuk KCl untuk pemupukan kedua sel ke-i (kg)
HUrea : harga pupuk Urea (Rp/kg)
HTSP : harga pupuk TSP Rp/kg)
HKCl : harga pupuk KCl (Rp/kg)
RTawi : rendemen pada taksasi awal sel ke -i (%)
RTaki : rendemen pada taksasi akhir sel ke-i (%)
Tawi : taksasi awal sel ke-i (ton/ha)
Taki : taksasi akhir sel ke-i (ton/ha)
n : jumlah sel
Asumsi-asumsi yang digunakan:
§ Biaya pemupukan (BP/BPTaw/BPTak) hanya terdiri dari biaya analisa laboratorium (BAL), biaya pengambilan sampel (BPS), dan biaya jumlah pupuk yang digunakan (BJP). Sedangkan biaya di luar itu seperti upah tenaga pemupukan dan lain sebagainya dianggap sama untuk semua plot percobaan.
§ Biaya analisa laboratorium (BAL) hanya terdiri dari biaya analisa tanah dan daun, sedangkan biaya lain di luar itu diabaikan.
§ Biaya pengambilan sampel (BPS) hanya terdiri dari upah pengambilan sampel, sedangkan biaya lain di luar itu diabaikan.
§ Biaya jumlah pupuk (BJP) hanya terdiri dari biaya jumlah pupuk yang digunakan, sedangkan biaya lain di luar itu diabaikan.
§ Harga analisa laboratorium untuk sampel tanah dan daun yang digunakan untuk perhitungan bersumber dari Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB yang mulai berlaku sejak tanggal 2 Februari 2006 yang dikutip dan disajikan sesuai kebutuhan penelitian ini seperti disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Harga analisa laboratorium
Jenis analisa Harga analisa per sampel (Rp)
N 13,000.00 P 10,000.00 Analisa tanah K 6,000.00 N 13,500.00 Analisa daun K 6,500.00
(Sumber : Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya La han Fakultas Pertanian IPB, 2006)
§ Harga pupuk Urea, TSP, dan KCL yang digunakan untuk perhitungan bersumber dari internet seperti disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Harga pupuk
Jenis pupuk Satuan Harga pada tanggal 9 Maret 2006 (Rp)
Urea kg 1,400.00
TSP kg 1,800.00
KCl kg 2,400.00
(Sumber : PDKG, 2006)
§ Upah pengambilan sampel diasumsikan Rp 280. 00/sampel (berdasarkan keterangan dari PT GPM pada tanggal 8 April 2006 bahwa pengambilan sampel pada 3 petak dengan masing-masing seluas 8 ha dan setiap hektar mengambil 6 sampel dilakukan dalam satu hari kerja oleh 2 orang dengan upah masing-masing Rp 20,000.00).
§ PT GPM mendasarkan pengambilan 6 sampel/ha masing-masing untuk sampel tanah dan daun pada 3 petak yang mewakili tiap blok. Luas tiap petak yang mewakili blok diasumsikan 8 ha. Luas satu blok diasumsikan 80 ha. Untuk itu jumlah sampel tanah dan daun (JS) masing-masing adalah 144 sampel pada Plot Percobaan C dan D. Secara ringkas dapat dituliskan JS Plot Percobaan C = 144 sampel
JS Plot Percobaan D = 144 sampel LTS Plot Percobaan C = 80 ha LTS Plot Percobaan D= 80 ha
2 Biaya produksi gula
Biaya produksi gula dihitung dengan Persamaan 56 dan 57. BPGTaw= BPGSP + BPTaw ………..………. (56) BPGTak = BPGSP + BPTak ……… (57) keterangan
BPGTaw : biaya produksi gula pada taksasi awal (Rp/ton) BPGTak : biaya produksi gula pada taksasi akhir (Rp/ton)
BPGSP : biaya produksi gula selain pemupukan (Rp/ton)
BPTaw : biaya pemupukan per ton gula pada taksasi awal (Rp/ton) BPTa k : biaya pemupukan per ton gula pada taksasi akhir (Rp/ton) Asumsi yang digunakan adalah bahwa semua biaya produksi gula di luar biaya pemupukan (BPGSP) dianggap sama untuk semua plot percobaan yaitu Rp 3,170,981.32/ton gula yang dihasilkan (=Rp 3,170.98/kg). Angka tersebut diperoleh dari asumsi bahwa biaya produksi gula secara keseluruhan adalah Rp 3,500.00/kg (keterangan dari PT GPM pada tanggal 8 April 2006 bahwa biaya produksi gula berkisar antara Rp 3,000.00 – Rp 4,000.00/kg) dan kemudian dikurangi biaya pemupukan dengan dosis seragam yang diperoleh dari penelitian ini yaitu Rp Rp 2,217,585.91/ha atau Rp 329,018.68/ton hasil gula (=Rp 329.02/kg, berdasarkan data sekunder produktivitas gula PT GPM pada tahun 2002 yaitu 6.74 ton/ha). Asumsi biaya produksi gula sebesar Rp 3,500.00/kg pada tahun 2005-2006 masih relevan dengan referensi bahwa biaya produksi gula di dalam negeri rata-rata Rp 3,100.00 – Rp 3,200.00/kg (Hidayati, 2004).
3 Manfaat hasil gula
Manfaat (benefit) dari perolehan gula dihitung dengan Persamaan 58 dan 59.
MHGTaw= HG * 1000 ……… (58)
MHGTak= HG * 1000 ……… (59)
keterangan
MHGTak : manfaat dari perolehan gula pada taksasi akhir (Rp/ton)
HG : harga gula (Rp/kg)
Asumsi yang digunakan adalah harga gula sebesar Rp 6,000.00/kg berdasarkan keterangan Direktur Bina Pasar Departemen Perdagangan RI
(Gunaryo) yaitu bahwa pemerintah kemungkinan akan membuat harga patokan naik dari Rp 5,500.0/kg tetapi masih di bawah Rp 6,000.00/kg (Sumber : Dtc-33, 2006).
4 Keuntungan yang diperoleh
Keuntungan (profit) yang diperoleh dihitung dengan Persamaan 60 dan 61.
PTaw = MHGTaw – BPGTaw ……… (60) PTak = MHGTak – BPGTa …………..……… (61) keterangan
PTaw : keuntungan pada taksasi awal (Rp/ton)
PTak : keuntungan pada taksasi akhir (Rp/ton)
MHGTaw : manfaat dari perolehan gula pada taksasi awal (Rp/ton) MHGTak : manfaat dari perolehan gula pada taksasi akhir (Rp/ton) BPGTaw : biaya produksi gula pada taksasi awal (Rp/ton) BPGTak : biaya produksi gula pada taksasi akhir (Rp/ton)
5 B/Cratio
B/Cratio dihitung dengan menggunakan Persamaan 62 dan 63.
MHGTaw B/CratioTAw= ……… (62) BPGTaw MHGTak B/CratioTAk= ……… (63) BPGTa k keterangan
B/CratioTAw : B/Cratio pada taksasi awal
B/CratioTAk : B/Cratio pada taksasi akhir
MHGTaw : manfaat dari perolehan gula pada taksasi awal (Rp/ha) MHGTak : manfaat dari perolehan gula pada taksasi akhir (Rp/ha) BPGTaw : biaya produksi gula pada taksasi awal (Rp/ha) BPGTak : biaya produksi gula pada taksasi akhir (Rp/ha)
Sistem Manajemen Dialog
Sistem manajemen dialog merupakan komponen model yang berfungsi mengatur komunikasi dengan pengguna model, sehingga interaksi antara pengguna dengan model dapat lebih mudah dilaksanakan dan menarik.
Tata Laksana Penelitian
Penelitian pendahuluan telah dilaksanakan pada bulan April 2002, sedangkan penelitian lapangan telah dilakukan pada bulan September 2002 – Juli 2003 di perkebunan tebu PT Gula Putih Mataram, Wilayah Mataram Udik, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung (Gambar 82 pada Bab IV). Diagram alir tata laksana penelitian disajikan pada Gambar 59. Penjelasan dari setiap tahap tata laksana penelitian adalah sebagai berikut:
1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengambil data sekunder yang meliputi jadwal kegiatan budidaya tebu, produktivitas lahan, kegiatan pemupukan, keadaan umum lokasi penilitian, persiapan lahan untuk penelitian, dan koordinasi
Penelitian pendahuluan diperlukan untuk mengetahui keadaan umum lokasi penelitian, kegiatan pemupukan yang selama ini dilakukan di PT GPM, tingkat keragaman dosis pemupukan yang dilakukan, keragaman produktivitas lahan tebu, persiapan lahan untuk penelitian, dan koordinasi kegiatan penelitian.
2 Pemetaan sampel
Beberapa petak digunakan untuk lokasi plot-plot percobaan seperti disajikan pada Gambar 60 dan 61. Selanjutnya dilakukan pembuatan sel-sel di dalam plot (grid cell plotting) dan pemetaan plot percobaan seperti disajikan pada Gambar 62 dan 63.
Gambar 59 Diagram alir tata laksana penelitian. MULAI PENELITIAN PENDAHULUAN PEMETAAN SAMPEL PENGAMBILAN SAMPELTANAH I ANALISA TANAH I untuk mengetahui kandungan
hara tanah N dan P
PENENTUAN DOSIS PUPUK PERTAMA untuk menghitung dosis pupuk N dan P
A
ANALISA KERAGAMAN SPASIAL I
Gambar 59 Diagram alir tata laksana penelitian. (lanjutan)
PENGAMBILAN SAMPEL DAUN DAN TANAH II
ANALISA
HARA DAUN dan TANAH II untuk mengetahui kandungan hara N
dan K
ANALISA
KERAGAMAN SPASIAL II untuk mengetahui nilai keragaman
(sill) hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif I, hasil Analisa Daun dan hasil Analisa
Tanah II
A
APLIKASI DOSIS PUPUK PERTAMA
Plot Percobaan A-PF: dosis N dan P pendekatan precision farming
dengan rekomendasi pustaka, manual Plot Percobaan B-PF: dosis N dan P pendekatan precision farming
dengan target produktivitas, manual Plot Percobaan C-DS: dosis N dan P seragam rekomendasi dari
PT Gula Putih Mataram, manual Plot Percobaan D-DS: dosis N dan P seragam rekomendasi dari
PT Gula Putih Mataram, mekanis Plot Percobaan E-PF: dosis N dan P pendekatan precision farming
dengan rekomendasi pustaka, mekanis
PENGAMATAN PERTUMBUHAN VEGETATIF I
Gambar 59 Diagram alir tata laksana penelitian. (lanjutan)
PENGAMATAN
PERTUMBUHAN VEGETATIF II, HAMA, PENYAKIT, GULMA, KADAR AIR TANAH, TAKSASI AWAL, TAKSASI
AKHIR, BIOMASSA TEBU APLIKASI DOSIS PUPUK KEDUA
Plot Percobaan A-PF: dosis N dan K pendekatan precision farming
dengan rekomendasi pustaka, manual Plot Percobaan B-PF: dosis N dan K pendekatan precision farming
dengan target produktivitas, manual Plot Percobaan C-DS: dosis K seragam rekomendasi dari
PT Gula Putih Mataram, manual Plot Percobaan D-DS: dosis K seragam rekomendasi dari
PT Gula Putih Mataram, manual
Plot Percobaan E-PF: dosis N dan K pendekatan precision farming
dengan rekomendasi pustaka, manual PENENTUAN
DOSIS PUPUK KEDUA
untuk menghitung dosis pupuk N dan K
B
ANALISA
KERAGAMAN SPASIAL III untuk mengetahui nilai keragaman
(sill) hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif II, hasil analisa kemasakan, taksasi awal,
taksasi akhir, gulma, kadar air tanah, dan biomassa tebu
Gambar 59 Diagram alir tata laksana penelitian. (lanjutan)
PEMBUATAN PETA INFORMASI LAHAN untuk mengetahui gambaran sebaran spasial hara tanah,
hara daun, pertumbuhan vegetatif, taksasi awal, taksasi akhir, gulma, kadar air tanah, dan biomassa tebu
PEMBUATAN PROGRAM TERPADU Sistem Pendukung Keputusan
dan
Sistem Informasi Geografis
ANALISA
PERTUMBUHAN VEGETATIF pembuatan grafik hubungan respon perlakuan
pemupukan terhadap pertumbuhan vegetatif (jumlah daun, jumlah anakan, tinggi batang,
dan diameter batang) terhadap waktu
UJI BEDA NYATA untuk mengetahui tingkat perbedaan perlakuan pemupukan dari setiap plot
percobaan
C
SELESAI ANALISA BIAYA
untuk mengetahui biaya pemupukan, biaya produsi gula, manfaat hasil gula berdasarkan taksasi, keuntungan yang
Hasil pembuatan sel dan pemetaan petak percobaan disajikan pada Gambar 64 – 68. Sedangkan deskripsi setiap plot percobaan disajikan pada Tabel 10.
Gambar 62 Pembuatan sel-sel di dalam plot percobaan.
Gambar 67 Pembagian sel pada Plot Percobaan D-DS.
Tabel 10 Deskripsi plot percobaan
Plot
Percobaan
A-PF B-PF C-DS D-DS E-PF
Lokasi Petak 60 TU 3 Blok 1 TU 6 Divisi II Petak 58 TU 3 Blok 1 TU 6 Divisi II Petak 56 TU 3 Blok 1 TU 6 Divisi II Petak 100 TU 60 Blok 6 TU 10 Divisi I Petak 100 TU 60 Blok 6 TU 10 Divisi I Luas 4.11 ha 5.82 ha 3.58 ha 3.07 ha 9.2 ha
Kategori Ratoon 1 Ratoon 1 Ratoon 1 Ratoon 3 Ratoon 3
Varietas GP 94-2027 GP 94-2027 GP 94-2027 P P Tanggal kepras 26 – 9 - 2002 24 – 9 – 2002 26 – 9 – 2002 3 – 9 – 2002 3 – 9 – 2002 Perlakuan pemupukan Precision farming dengan rekomendasi pustaka Precision farming dengan target produktivitas Dosis seragam
dari PT GPM Dosis seragam dari PT GPM
Precision farming dengan rekomendasi pustaka Jenis pupuk Pupuk I : N + P Pupuk II : N + K Pupuk I : N + P Pupuk II: N + K Pupuk I: N+ P Pupuk II : K Pupuk I : N + P Pupuk II : K Pupuk I : N + P Pupuk II: N+ K Jumlah sel 33 32 16 15 45 Cara
pemupukan Manual Manual Manual Pupuk I: Mekanis Pupuk II: Manual Pupuk I: Mekanis Pupuk II: Manual
DD – 13 DD – 14 DD – 15
DD – 12 DD – 11 DD – 10
DD – 7 DD – 8 DD – 9
DD – 6 DD – 5 DD – 4
Gambar 68 Pembagian sel pada Plot Percobaan E-PF. EE – 45 EE – 44 EE – 43 EE – 40 EE – 41 EE – 42 EE – 39 EE – 38 EE – 37 EE – 34 EE – 35 EE – 36 EE – 33 EE – 32 EE – 31 EE – 28 EE – 29 EE – 30 EE – 27 EE – 26 EE – 25 EE – 22 EE – 23 EE – 24 EE – 21 EE – 20 EE – 19 EE – 16 EE – 17 EE – 18 EE – 15 EE – 14 EE – 13 EE – 10 EE – 11 EE – 12 EE – 9 EE – 8 EE – 7 EE – 4 EE – 5 EE – 6 EE – 3 EE – 2 EE – 1
3 Pengambilan sampel tanah I
Cara tanam pada plot percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alur tanam ganda (double row planting) seperti disajikan pada Gambar 69.
Gambar 69 Alur tanam ganda (double row planting).
Sampel tanah diambil pada lokasi yang ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 68 di atas. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-30cm (top soil) dan