• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

ROOTS TRASH

STALKS TOPS

di atas permukaan tanah (above ground)

pada permukaan tanah (on ground)

di bawah permukaan tanah (below ground) 9.0% 49.2% 24.6% 4.5% 12.7% persentase dari bobot kering total tanaman

St : stem (batang tebu)

GT : green top (pucuk tebu)

R : roots (akar)

Gambar 2 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu di Jawa (Dillewijn, 1952).

C : cutting (bibit tebu)

Gambar 3 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu (Dillewijn, 1952).

Tabel 1 Pengaruh pemupukan nitrogen terhadap komposisi vegetatif tanaman tebu

Kadar Nitrogen (% bahan kering total) Bagian tanaman

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

Batang 57 55 54 53

Pucuk dan seresah 32 35 35 35

Akar dan tunggul 11 10 11 12

Total 100 100 100 100

(Sumber: Dillewijn, 1952)

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas. Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterunya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk. Menurut Supriyadi (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi proses kemasakan tanaman tebu adalah:

1) Varietas

Varietas tebu pada garis besarnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a) varietas genjah (masak awal), mencapai masak optimal kurang dari 12 bulan;

b) varietas sedang (masak tengahan) mencapai masak optimal pada umur 12–14 bulan; dan

c) varietas dalam (masak akhir) mencapai masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan.

2) Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan

Pemupukan tebu dengan pupuk nitrogen secara berlebihan sangat merugikan karena proses pembentukan rendemen optimal akan terlambat. Pemupukan nitrogen yang berlebihan juga akan merangsang pertumbuhan tunas baru. Proses pertumbuhan tunas baru ini menggunakan gula yang sudah terbentuk di dalam batang, sehingga gula di dalam batang akan terurai kembali.

3) Curah hujan

Curah hujan yang tinggi pada waktu tanaman tebu mencapai umur masak akan menyebabkan pembentukan gula rendah, karena sinar matahari terhalang oleh awan, sehingga proses fotosintesis terhambat sekaligus proses pembentukan gula terhambat, terbentuknya rendemen rendah, dan tebu mencapai masak optimal juga terlambat.

4) Keadaan got

Keadaan got yang dangkal dapat menyebabkan penyebaran akar tebu juga dangkal atau pendek-pendek. Dengan demikian akar tebu tidak dirangsang proses pemanjangannya karena mudah mencapai air tanah. Karena akar yang pendek, maka pengambilan unsur hara dari dalam tanah tidak bisa optimal sehingga proses pembentukan gulapun juga sedikit. Selain itu, pada waktu musim kemarau kadang-kadang tanaman mati kekeringan sebelum rendemen optimal tercapai.

5) Serangan hama dan penyakit 6) Daerah penanaman

Tebu yang ditanam di dataran tinggi, masa hidupnya akan lebih lama dibandingkan dengan tebu yang ditanam di dataran rendah. Tebu yang

ditanam di dataran tinggi akan mendapat sinar matahari lebih lama daripada di dataran rendah sehingga kemasakan optimal dicapai pada masa yang lebih lama.

7) Masa tanam

Tebu yang ditanam pada bulan Mei – Juli akan mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada bulan-bulan sebelum atau sesudahnya. Karena daya tahan yang baik, maka tanaman tebu akan bisa sampai mencapai masak optimal pada waktunya.

8) Gulud akhir

Gulud akhir harus dilaksanakan pada tanaman yang sudah berumur 4.5 – 5 bulan. Gulud akhir ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar tebu dekat permukaan tanah agar tanaman bisa banyak mengambil unsur hara dan sekaligus untuk mencegah kerobohan tanaman. Kegiatan gulud akhir biasa dilakukan pada sistem reynoso.

9) Kerobohan tanaman

Tebu yang roboh terkena angin ataupun karena terlampau banyak diberi pupuk nitrogen, akan berakibat terhambat proses kemasakannya. Kandungan gula di dalam batang akan diuraikan kembali untuk pertumbuhan tunas baru, dan untuk energi dalam upaya ingin berdiri kembali.

Untuk meningkatkan rendemen tebu, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah: (1) pemakaian bibit yang bermutu, (2) masa tanam yang optimal, (3) pengolahan tanah dan pemeliharaan yang optimal, (4) pemupukan berimbang, (5) perlindungan tanaman terhadap hama penyakit dan gulma, (6) pengairan yang sesuai, dan (7) penggunaan zat pengatur tumbuh. Menurut Mangelsdorf (1953), hasil gula tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genotip tebu, kondisi lahan, dan musim.

Pemupukan

Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Definisi lain menyatakanpupuk adalah unsur hara tanaman yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan berkembang biak (Purnama, 2002). Unsur hara tanaman terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih sedikit. Unsur hara makro terdiri dari makro primer dan makro sekunder. Unsur hara makro primer adalah Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) yang dikenal sebagai unsur-unsur hara utama.

Walaupun pupuk merupakan salah satu sarana penting dalam kegiatan produksi namun penggunaannya tidak mudah karena menyangkut aspek efisiensi dan penghematan (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998), yaitu bahwa (1) jenis pupuk yang digunakan harus tepat sesuai kebutuhan sehingga metode diagnosis harus baik dan unsur yang ditambahkan hanya yang kurang di dalam tanah saja; (2) perimbangan hara perlu diperhatikan agar lebih bermanfaat; (3) dosis, cara, dan

waktu pemupukan harus benar agar tidak rugi dan tidak merusak lingkungan karena dosis yang berlebihan atau salah caranya; (4) harga pupuk makin mahal karena biaya energi dan bahan baku makin tinggi sementara ketersediaan bahan baku di dunia makin menipis.

Pemupukan adalah pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya (Finck, 1982 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Pemupukan merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan sebagai usaha untuk menambah ketersediaan hara dalam tanah dan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kesuburan tanah ialah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produks i tanaman (DIKTI, 1991). Munir (1996) menyatakan bahwa pemupukan lebih ditujukan untuk menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsur hara di dalam tanah (baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro). Sedangkan Syamsulbahri (1996) menyatakan bahwa pada dasarnya pemupukan bertujuan untuk menjaga dan memulihkan kesuburan tanah yang hilang akibat aktivitas penyerapan oleh akar tanaman dan hanyut karena erosi atau pencucian.

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), pemupukan di negara berkembang seperti Indonesia mempunyai kelemahan-kelemahan umum yang menyebabkan produksi rendah, yaitu (1) pemupukan bersifat tradisional, tanpa identifikasi masalah hara secara baik; (2) sebagian besar tidak memupuk lengkap dengan N, P, K; (3) kalaupun memupuk dengan N, P, K, tetapi kecukupan unsur lain tidak diperhatikan, pemupukan sering berat sebelah; (4) tidak memupuk dengan unsur-unsur hara yang lain seperti Ca, Mg, dan unsur mikro, karena tidak melakukan diagnosis sebelumnya; (5) salah menduga kebutuhan pupuk dan kurang memperhatikan cara dan waktu pemupukan; (6) kesulitan dalam memperoleh pupuk; (7) tidak mampu menyediakan jumlah dan jenis pupuk yang dianjurkan karena harga yang mahal; (8) mengabaikan sifat tanah lainnya seperti reaksi tanah, struktur tanah, dan lain-lain; ( 9) kurang memperhatikan faktor iklim; (10) tidak mampu melakukan proteksi tanaman dengan baik.

Secara umum sasaran pemupukan mencakup tanah dan tanaman tebu (Usman, 1997). Sasaran pemupukan pada tanah antara lain macam unsur hara dan kondisi lingkunga n tumbuh yang mempengaruhi daya guna pemupukan.

Sedang sasaran pemupukan pada tanaman adalah mutu bahan tanaman dan hasil produksi yang diprogramkan.

Perolehan berat tebu sangat berkaitan dengan potensi lahan. Potensi lahan seringkali beragam, baik dari tahun ke tahun maupun antara lokasi/kebun, karena dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor agroklimat lingkungan dengan jenis tanahnya. Pengaruh potensi lahan terhadap perbedaan tanggap hasil tebu melalui cara pemupukan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengaruh potensi lahan terhadap hasil tebu dengan cara pemupukan (Usman, 1997).

Dalam Gambar 4, pada kurva A ditampilkan keadaan yang berlawanan yaitu potens i hasil lahan sudah mencapai batas, meskipun sudah dilakukan penambahan pupuk hingga 2 satuan, namun mengakibatkan hasil tebu menjadi menurun. Keadaan semacam ini pada era kemajuan teknologi dapat diatasi melalui sistem manajemen perkebunan dan pengembangan varietas tebu baru yang lebih berpotensi. Sementara itu, pada kurva B, C, dan D ditampilkan hasil interaksi antara sifat tanah dan agroklimat yang sudah mengalami perbaikan sehingga memperbesar keuntungan. Dengan menambah satuan pupuk secara optimal maka keuntungan maksimal dapat tercapai.

Tanaman tebu banyak mengabsorbsi hara makro dan kehilangan unsur hara cukup besar akibat pemanenan tebu. Menurut Saryadi (1970 dalam Sudiatso, 1983), sekali pemanenan tebu rata -rata mengambil dari dalam tiap hektar tanah 100 kg N, 100 kg PO4, dan 350 kg K.

Biasanya cara yang paling sederhana dan paling nyata untuk meningkatkan hasil tanaman dalam suatu wilayah pada suatu penelitian pertanian adalah dengan mengidentifikasi kekurangan hara tanah dan kemudian menentukan aplikasi pupuk yang sesuai (Colwell, 1994).

Penanaman tanaman pertanian dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi diusahakan terus-menerus (DIKTI, 1991). Dengan demikian kesuburan tanah akan menurun secara terus -menerus, sehingga mencapai suatu keadaan yang mana penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak diperlukan untuk memperoleh hasil pertanian yang menguntungkan. Oleh karena itu kesuburan tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman, maka penilaian kesuburan tanah mutlak diperlukan.

Pemberian berbagai pupuk ke dalam tanah didasarkan pada kesuburan tanah. Beberapa cara yang telah dikenal dalam mempelajari status hara tanah untuk menilai kesuburan tanah, yaitu: (1) melihat gejala-gejala kekurangan unsur hara; (2) analisa tanaman; (3) uji biologi yang mana pertumbuhan dari tanaman atau mikroorganisme lain yang lebih tinggi digunakan sebagai ukuran kesuburan tanah; dan (4) uji kimia tanah (Tisdale et al., 1990).

Citra tanaman yang abnormal yang ditunjukkan oleh tanaman di lapangan, kemungkinan disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman. Kelainan pertumbuhan ini juga dapat disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa unsur hara yang terdapat dalam tanah. Tetapi dapat juga oleh akibat terdapatnya satu atau beberapa unsur lain yang berlebihan (keracunan) ataupun disebabkan hal-hal lain.

Gejala-gejala kahat atau defisiensi unsur hara yang dapat dilihat adalah berupa: (1) terhambatnya pertumbuhan tanaman, namun hal ini tidak spesifik karena terhambatnya pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan oleh hal-hal lain; (2) kelainan pada warna yang biasanya tampak pada daun; (3) nekrosis atau matinya jaringan, misalnya keringnya pinggiran daun pada tanaman kedele akibat kekurangan kalium; dan (4) bentuk yang abnormal dari bagian-bagian tanaman (DIKTI, 1991).

Identifikasi status hara tanah mengalami banyak kesulitan jika hanya ditinjau dari kekurangan hara. Setiap gejala yang timbul ada hubungannya

dengan fungsi dari setiap unsur tersebut dalam tanaman. Kadang-kadang gejala yang sama dapat ditimbulkan oleh kekurangan unsur yang berbeda, karena unsur tersebut mempunyai fungsi yang sama dalam tanaman. Ataupun gejala yang tampak merupakan resultante yang timbul kemudian. Misalnya ke kurangan nitrogen hampir sama dengan gejala kekurangan magnesium, karena kedua unsur tersebut mempunyai fungsi dalam pembentukan khlorofil pada daun tanaman.

Kesulitan lain dalam identifikasi status hara tanah juga sering timbul, antara gejala kekurangan hara dengan akibat lain, misalnya akibat serangan hama atau penyakit. Sebagai contoh yaitu gejala defisiensi boron hampir sama dengan gejala serangan hama penghisap daun yang terdapat pada tanaman alfafa.

Selanjutnya sering terjadi bahwa produksi tanaman rendah sekali, sedangkan gejala kahat (kekurangan) suatu unsur hara tidak terjadi atau muncul. Ini berarti bahwa kadar unsur hara yang dibutuhkan tanaman berada di atas tingkat defisiensi tetapi masih di bawah kebutuhan tanaman untuk berproduksi tinggi. Peristiwa ini dikenal sebagai kelaparan yang tersembunyi atau hidden

hunger (Tisdale et al., 1990).

Analisa atau uji tanaman didasarkan pada asumsi bahwa jumlah unsur hara yang terdapat di dalam tanaman mempunyai hubungan dengan keadaan hara yang terdapat dalam tanah (Tisdale et al., 1990). Dari hasil uji tanaman akan didapat kadar dari unsur hara tertentu di dalam tanaman, yang mana ini dipakai sebagai dasar untuk menilai kesuburan suatu tanah. Kadar tersebut kemungkinan berada pada suatu titik yang kritis sehingga diperlukan tambahan unsur tersebut melalui pemupukan. Tetapi terjadi juga kesulitan lain yaitu adanya suatu unsur dalam tanaman yang dapat menyebabkan unsur lain menjadi kritis, misalnya unsur boron menjadi kritis dalam tanaman bila terdapat ba nyak unsur kalium. Dengan demikian uji tanaman akan berkurang nilainya atau kurang meyakinkan untuk menilai kesuburan tanah. Walaupun demikian uji tanaman terutama uji daun banyak membantu dalam merekomendasikan pemupukan untuk tanaman pepohonan yang berakar dalam. Akar dari tanaman ini akan menyebar ke seluruh bagian tanah sampai ke bagian yang lebih dalam dari lapisan olah. Selanjutnya akar tanaman mengabsorpsi hara -hara yang terdapat pada bagian yang lebih dalam

dari tanah dan hara tersebut akan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman, termasuk daun.

Analisa jaringan tanaman dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya unsur hara yang diperlukan dan dapat diambil oleh tanaman. Whitney, Cope, dan Welch dalam Engelstad (1997) menyatakan bahwa interpretasi analisa tanaman ditempuh dengan membandingkan konsentrasi hara dalam sampel tanaman dengan konsentrasi hara standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsentrasi hara daun standar menurut Barnes (1964) disajikan pada Tabel 2. Jika hara berada dalam kondisi berlebih, maka penambahan unsur hara dalam bentuk pemupukan dapat kurang atau mungkin tidak perlu ditambah.

Dokumen terkait