PENGARUH TINDAKAN SUPERVISI, PENGALAMAN KERJA, KOMITMEN ORGANISASI, DAN KOMITMEN PROFESIONAL
TERHADAP KEPUASAN KERJA AUDITOR
(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
DICKY OCTAVIANO NIM: 206082003979
AKUNTANSI AUDIT
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH TINDAKAN SUPERVISI, PENGALAMAN KERJA, KOMITMEN ORGANISASI, DAN KOMITMEN PROFESIONAL
TERHADAP KEPUASAN KERJA AUDITOR
(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)
Skrispi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Dicky Octaviano NIM: 206082003979
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak
NIP. 196902032001121003 NIP. 198004162009012006
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari ini, Senin Tanggal Enam Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Uji Komprehensif atas nama Dicky Octaviano, NIM: 206082003979,
dengan judul skripsi “PENGARUH TINDAKAN SUPERVISI,
PENGALAMAN KERJA, KOMITMEN ORGANISASI, DAN KOMITMEN PROFESIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA AUDITOR (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 September 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Rahmawati, SE., MM Hepi Prayudiawan, SE.Ak., MM
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Penguji Ahli
Hari ini, Jum’at Tanggal Tujuh Belas September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Uji Skripsi atas nama Dicky Octaviano, NIM: 206082003979, dengan
judul skripsi “PENGARUH TINDAKAN SUPERVISI, PENGALAMAN
KERJA, KOMITMEN ORGANISASI, DAN KOMITMEN PRFESIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA AUDITOR (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 September 2010
Tim Penguji Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak
Penguji I Penguji II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Rahmawati, SE., MM
Penguji Ahli I Penguji Ahli II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Dicky Octaviano
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Oktober 1985
3. Alamat : Komp. Dep. Pertambangan RT. 004/007
No. 48 Meruya Selatan, Jakarta Barat
4. Nomor Telepon : 08999892978
5. Status : Belum menikah
6. Agama : Islam
7. Kewarganegaraan : Indonesia
8. Alamat Email
B. Data Pendidikan Formal
1. 1992 - 1998 : SDN 12 Meruya Utara, Jakarta Barat.
2. 1998 - 2001 : SMPN 215 Jakarta Barat.
3. 2001 - 2004 : SMUN 16 Jakarta Barat.
4. 2006 - 2010 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
C. Data Pengalaman Kerja
ABSTRACT
This study is aimed to analyze the influence of supervisory action, work experience, organizational commitment and professional commitment on auditors' job satisfaction. Data of this study is primary data collected from the accounting firm (KAP) in Jakarta . The statistical method used is multiple linear regression. Sampling method used was convenience sampling. The quality test of data used in this study are test of validity and reliability test. Meanwhile, in testing the hypothesis of this research uses the coefficient of determination test, F test and t test Multiple linear regression test results can be concluded that there is significant influence of supervisory action variables, work experience, organizational commitment and professional commitment on job satisfaction of auditors. The most dominant influence that can affect job satisfaction of auditors is a professional commitment of auditors.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh tindakan supervisi, pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor. Data yang diperoleh berupa data primer dari KAP di DKI Jakarta. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah convenience sampling. Uji kualitas data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Sedangkan untuk pengujian hipotesis pada penelitian ini mengunakan uji koefisien determinasi, uji F, dan uji t. Hasil uji regresi linear berganda dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel tindakan supervisi, pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor. Adapun pengaruh yang paling dominan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja auditor adalah komitmen profesional.
Kata Kunci: Kepuasan kerja auditor, tindakan supervisi, pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, shalawat serta salam kepada sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan.
skripsi ini disusun sebagai suatu syarat untuk mencapai tahap kelulusan dalam
proses perkuliahan, mudah-mudahan menjadi karya yang spektakuler.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan
dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung
dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada:
1. Orang tua saya Bapak (Alm) Nasri Sadin dan Ibu (Alm) Mirna Yenni yang
telah membesarkan saya dan mendoakan serta memberikan dukungan yang
sangat besar terhadap saya, sehingga tersusunnya skripsi yang menjadi
persyaratan mencapai suatu kelulusan.
2. My Brother and my Sister (Zico, Herald, Yola) yang sudah membantu saya
dalam proses tersusunnya skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan masukan, semangat, dan bimbingan dengan kesabaran.
5. Ibu Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan masukan dalam proses penyusunan skripsi saya dengan sabar dan
penuh keikhlasan.
6. Seluruh dosen yang berada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya jurusan
akuntansi yang memiliki peran yang sangat besar bagi saya dalam proses
perkuliahan.
7. Seluruh staf akademik Fakultas Ekonomi Dan Bisnis yang telah bekerja dengan
baik melayani para mahasiswa, semoga amalnya diterima Allah SWT.
8. Kawan-kawanku di Akuntansi A dan Akuntansi B yang telah membantu saya,
dan memberikan semangat sehingga tersusunnya skripsi. Terus berjuang
sampai tetes darah penghabisan..!
9. Sugie, Fahri, Asep, Anggun, Deva n Firman, Dian, Mpit, Puspa, Akiel n Aya,
Alya, Setyowati, Deby dan semuanya yang telah memberi semangat dan
dukungan kepada saya dari mulai ujian kompre sampe dengan selesainya
skripsi saya, “Moga kita semua bisa menjadi penyemangat satu sama lainnya”.
10. Seluruh Keluarga Besar Padang dan Padang Panjang yang sudah memberikan
dukungan dan semangat selama saya kuliah.
11. Sahabat terbaikku Devi Triana Putri yang telah banyak membantu, selalu
memberikan dukungan dan sudah menjadi pendorong/motivasi semangat
saya dalam penyelesaian skripsi.
Saya menyadari sekali bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati saya mohon maaf dan berharap
skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua. Dan saya berharap skripsi
yang saya susun ini menjadi suatu karya yang baik serta menjadi suatu
persembahan terbaik bagi para dosen-dosen dan teman-teman yang berada di
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.
Demikianlah kata pengantar dari saya dan sebagai suatu introspeksi diri,
saya mohon maaf atas kekurangan dan kesalahannya. Dan kekurangan hanya
terdapat pada diri saya, karena kebenaran sejati hanya milik Allah SWT saya
ucapkan terima kasih.
Jakarta, 20 September 2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. i
ABSTRACK ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Atas Audit ... 9
1. Pengertian Auditing ... 9
2. Standar Auditing ... 10
3. Prosedur Audit ... 12
B. Tindakan Supervisi ………. 18
C. Pengalaman Kerja ………... 21
E. Komitmen Profesional ………. 29
F. Kepuasan Kerja Auditor ……….. 30
G. Penelitian Terdahulu ……… 38
H. Keterkaitan Antar Variabel ………... 41
I. Kerangka Pemikiran ……….... 47
J. Hipotesis ………. 48
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 49
B. Metode Penentuan Sampel ………. 49
C. Metode Pengumpulan Data ... 50
D. Metode Analisis ... 50
E. Operasionalisasi Variabel ... 57
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian …………... 61
1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 61
2. Karakteristik Profil Responden ... 63
B. Hasil dan Pembahasan ... 65
1. Uji Validitas ... 65
2. Uji Reliabilitas ... 67
3. Uji Asumsi Klasik ... 70
a. Uji Multikolinearitas ... 70
b. Uji Heteroskedastisitas ... 71
4. Hasil Uji Hipotesis ... 73
a. Uji Koefisien Determinasi ... 73
b. Hasil Uji F ... 74
c. Hasil Uji t ... 77
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 82
B. Implikasi ... 83
C. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Penelitian terdahulu 39
4.2 Operasionalisasi Variabel 57
4.3 Data Distribusi Sampel Penelitian 61
4.4 Data Sampel Penelitian 63
4.5 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin 63
4.6 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir 64
4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan
Jabatan di KAP 64
4.8 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan
Lama Bekerja 65
4.9 Hasil Uji Validitas 66
4.10 Hasil Uji Reliabilitas Tindakan Supervisi (X1) 68
4.11 Hasil Uji Reliabilitas Pengalaman Kerja (X2) 68
4.12 Hasil Uji Reliabilitas Komitmen Organisasi (X3) 68
4.13 Hasil Uji Reliabilitas Komitmen Profesional (X4) 69
4.14 Hasil Uji Reliabilitas Kepuasan Kerja Auditor (Y) 69
4.15 Uji Multikolinearitas 70
4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi 74
4.17 Hasil Uji F 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 47
2.2 Uji Heteroskedastisitas 71
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Surat Ketersediaan Responden 86
2 Indentitas Responden 87
3 Pernyataan Tindakan Supervisi (X1) 88
4 Pernyataan Pengalaman Kerja (X2) 89
5 Pernyataan Komitmen Organisasi (X3) 90
6 Pernyataan Komitmen Profesional (X4) 91
7 Pernyataan Kepuasan Kerja Auditor (Y) 92
8 Jawaban Pernyataan Jenis Kelamin 93
9 Jawaban Pernyataan Pendidikan Terakhir 94
10 Jawaban Jabatan di KAP 95
11 Jawaban Lama Bekerja 96
12 Jawaban Pernyataan Tindakan Supervisi (X1) 97
13 Jawaban Pernyataan Pengalaman Kerja (X2) 100
14 Jawaban Pernyataan Komitmen Organisasi (X3) 103
15 Jawaban Pernyataan Komitmen Profesional (X4) 106
16 Jawaban Pernyataan Kepuasan Kerja Auditor (Y) 109
17 Distribusi Frekuensi Pernyataan Jenis Kelamin 112
18 Distribusi Frekuensi Pernyataan Pendidikan Terakhir 113
19 Distribusi Frekuensi Pernyataan Jabatan di KAP 114
21 Distribusi Frekuensi Tindakan Supervisi (X1) 116
22 Validitas dan Reliabilitas Tindakan Supervisi (X1) 119
23 Distribusi Frekuensi Pengalaman Kerja (X2) 120
24 Validitas dan Reliabilitas Pengalaman Kerja (X2) 121
25 Distribusi Frekuensi Komitmen Organisasi (X3) 122
26 Validitas dan Reliabilitas Komitmen Organisasi (X3) 125
27 Distribusi Frekuensi Komitmen Profesional (X4) 126
28 Validitas dan Reliabilitas Komitmen Profesional (X4) 129
29 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Auditor (Y) 130
30 Validitas dan Reliabilitas Kepuasan Kerja Auditor (Y) 133
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keberhasilan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk
mengelola berbagai macam sumber daya yang dimilikinya, salah satu yang
sangat penting yaitu sumber daya manusia (SDM). SDM senantiasa melekat
pada setiap sumber daya organisasi apapun sebagai faktor penentu keberadaan
dan peranannya dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien (Yasmin Umar Assegaf, 2005: 91).
Dalam rangka pencapaian tujuannya secara efektif dan efisien,
organisasi membutuhkan sumber daya manusia atau karyawan dengan tingkat
loyalitas dan partisipasi yang tinggi. Tingkat loyalitas dan partisipasi yang
ditinggi tersebut disebut komitmen. Haryani (2001: 34) mendefinisikan
komitmen sebagai lingkup identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas yang
diekspresikan oleh seseorang terhadap organisasinya. Komitmen ini
merupakan hal yang berlaku umum, tanpa memandang umur, jenis kelamin,
pendidikan, jabatan, gaji, status sosial, dan lain-lain. Komitmen-komitmen
yang berhubungan dengan pekerjaan telah dikemukakan dalam beberapa
bentuk seperti pekerjaan, karir, profesional, organisasi, dan lain-lain.
Dalam profesi akuntan publik, supervisi merupakan hal yang sangat
penting. Hal ini disebutkan dalam Statement on Auditing Standard (SAS)
adequately planned supervised”. Keberadaan akuntan pemula sebagai
pembantu akuntan publik harus diartikan sebagai satu kesatuan kerja (satu
tim) yang tidak dapat dipisahkan. Tanggung jawab pekerjaan, walaupun hal
tersebut dilakukan atau dilaksanakan oleh akuntan pemula, tetap berada pada
akuntan publik yang bertugas. Selain mempekerjakan akuntan pemula,
akuntan publik juga dimungkinkan untuk mengangkat staf ahli untuk
memperlancar tugas auditnya (Hadi, 2007: 187).
Akuntan pemula, sebagai pihak yang harus disupervisi di lingkungan
Kantor Akuntan Publik (KAP), sering mengalami ketidakpuasan kerja
dikarenakan oleh keberadaan supervisor serta pemberian bimbingan dan
pengawasannya. Penyebab kurang puasnya akuntan pemula ini terutama
disebabkan oleh adanya ketidak-samaan persepsi antara akuntan pemula
dengan supervisornya. Penyebab tidak puas ini antara lain: (1) kurangnya
pemberian umpan balik (feedback), (2) kemampuan kurang dimanfaatkan, (3)
kurangnya supervisi, (4) rendahnya kesempatan untuk berpartisipasi, (5)
kurangnya pujian untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik (Abercht et al.,
1981). Hal-hal ini bisa menyebabkan kurangnya profesionalisme akuntan
pemula dalam melaksanakan tugas, sehingga akan berdampak pada pandangan
negatif terhadap citra akuntan publik dan profesi akuntan publik di masyarakat
(Hadi, 2007: 188).
Tindakan supervisi wajib dilakukan oleh auditor jika dalam
penugasannya menggunakan asisten sesuai dengan Standar Pekerjaan
Education Change Commision) sebagai suatu badan yang menangani
pendidikan akuntan menerbitkan Issues Statement no.4 yang ditujukan untuk
meningkatkan kepuasan kerja akuntan pemula. Salah satu isinya adalah
Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yang mendorong
pemberdayaan akuntan pemula di kantor akuntan publik melalui tindakan
supervisi yang tepat dan bisa menumbuhkan motivasi intriksik sehingga
kepuasan kerja akuntan pemula meningkat (Nurahma dan Indriantoro, 2000:
110).
Di dalam kenyataannya, auditor yang berpengalaman dan yang kurang
berpengalaman mengalami tindakan supervisi yang berbeda, ini mungkin bisa
berdampak pada kepuasan kerja auditor yang dirasakan. Miller et al. (2001)
melakukan studi tentang pengaruh diskusi verbal terhadap peningkatan
motivasi dan kinerja auditor dengan pengalaman sebagai variabel moderating.
Responden yang berpartisipasi dalam studi ini sebanyak 157 pasangan sampel
(auditor junior dan senior) pada para auditor yang ada di The Big 6. Hasil
studinya menunjukkan bahwa pada auditor yang kurang berpengalaman,
dengan adanya diskusi verbal dapat meningkatkan motivasi dan kinerjanya.
Namun pada auditor yang sudah berpengalaman, dengan adanya diskusi
verbal malah menurunkan motivasi dan kinerja dibandingkan dengan auditor
yang kurang berpengalaman. Pada penelitian Miller et al. tersebut,
pengalaman dipandang sebagai suatu variabel yang sifatnya kontijen dan
verbal dengan peningkatan motivasi dan kinerja auditor. Sehingga variabel
pengalaman dapat dikatakan sebagai variabel moderating.
Kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan kerja yang
dimiliki. Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi baik dari dalam maupun
dari luar. Untuk sisi internal, tentu kepuasan kerja seseorang akan menyangkut
komitmennya dalam bekerja, baik komitmen profesional maupun komitmen
organisasional. Sedangkan dari eksternal, tentu kepuasan kerja dipengaruhi
oleh lingkungan tempat mereka bekerja, baik dari atasan, bawahan, maupun
setingkat (Amilin dan Rosita Dewi, 2008: 13).
Penelitian mengenai komitmen dan kepuasan kerja merupakan topic
yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, karena masalah kepuasan kerja akan
terus muncul dalam organisasi, serta masih ditemukannya perbedaan antara
beberapa hasil penelitian terdahulu, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan
penelitian lanjutan, terutama dalam bidang akuntansi keperilakuan. Terdapat
perbedaan antara hasil penelitian yang dilakukan oleh Tresnaningsih (2003)
dan Panggabean (2004) mengenai pengaruh komitmen terhadap kepuasan
kerja. Hasil penelitian Tresnaningsih (2003) menyatakan bahwa (1) komitmen
organisasional dan komitmen profesional berpengaruh langsung terhadap
kepuasan kerja, serta (2) komitmen organisasional dan komitmen profesional
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kepuasan kerja melalui motivasi
sebagai variabel intervening. Dalam kesimpulannya menyatakan bahwa
pengaruh langsung dari komitmen organisasional dan komitmen profesional
organisasional dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja melalui
motivasi, sehingga pengaruh tidak langsung melalui motivasi dapat diabaikan.
Hasil penelitian Panggabean (2004) menyatakan bahwa komitmen
organisasional merupakan mediator variabel dalam hubungan antara kepuasan
kerja terhadap keinginan untuk pindah kerja.
Setiap perusahaan atau organisasi pada hakekatnya telah ditata struktur
dan mekanisme kerjanya sedemikian rupa, telah ditentukan jenis tugas dan
hak, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan kerja (vertikal, horizontal,
dan diagonal) bagi unit atau personal organisasi tersebut. Namun tidaklah
otomatis menjamin organisasi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya secara
efektif dan efisien. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian ini karena cukup penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kepuasan kerja auditor. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas maka skripsi ini diberi judul “Pengaruh Tindakan Supervisi, Pengalaman Kerja, Komitmen Organisasi, dan Komitmen Profesional terhadap Kepuasan Kerja Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)”.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Tethool dan Rustiana (2003). Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan variabel tindakan supervisi, pengalaman kerja,
komitmen organisasi, komitmen profesional, dan kepuasan kerja auditor.
terdahulu adalah adanya penambahan variabel penelitian, yaitu variabel
komitmen organisasi dan komitmen profesional, adapun penambahan
variabel tersebut didapat dari penelitian sebelumnya juga, variabel tersebut
diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan oleh Restuningdiah (2009).
Penambahan vaiabel komitmen organisasi dan komitmen profesional
selain disarankan oleh penelitian terdahulu, variabel tersebut juga
merupakan bagian dari penentu yang sangat penting bagi keefektifan
berjalannya kegiatan di dalam organisasi. Keberhasilan dan kinerja
seseorang auditor dalam suatu pekerjaannya banyak ditentukan oleh
komitmen organisasi dan komitmen profesional yang dimiliki seorang
auditor agar dapat meningkatkan tingkat kepuasan kerja yang didapat oleh
auditor tersebut. Penelitian sebelumnya hanya menguji dampak interaksi
tindakan supervisi dan pengalaman kerja terhadap kepuasan kerja auditor.
Sedangkan penelitian ini menguji pengaruh tindakan supervisi,
pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional
terhadap kepuasan kerja auditor.
2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor junior dan
senior yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta,
sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel auditor junior dan
senior yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Daerah Istimewa
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh tindakan supervisi, pengalaman kerja, komitmen
organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor?
2. Variabel independen manakah (tindakan supervisi, pengalaman kerja,
komitmen organisasi, dan komitmen professional) yang berpengaruh
paling dominan terhadap kepuasan kerja auditor?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Sehubungan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang:
a. Menganalisis pengaruh yang signifikan antara tindakan supervisi,
pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional
terhadap kepuasan kerja auditor.
b. Untuk menganalisis variabel independen (tindakan supervisi,
pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional)
yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja
auditor.
2. Manfaat penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka hasil penelitian ini
a. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP)
1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
masukan mengenai pentingnya tindakan supervisi, pengalaman kerja,
komitmen organisasi, dan komitmen profesional seorang auditor
untuk meningkatkan kepuasan kerja auditor.
2. Sebagai masukan untuk Kantor Akuntan Publik dalam hal
meningkatkan kinerjanya, agar memperhatikan aspek-aspek apa saja
yang menjadi motivasi seorang auditor dalam menghasilkan
kepuasan kerja yang optimal.
b. Bagi kepentingan akademik
Diharapkan menjadi bahan bacaan yang memberikan gambaran tentang
tindakan supervisi, pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan
komitmen profesional dalam meningkatkan tingkat kepuasan kerja
auditor.
c. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menerapkan
pengalaman dan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah ke dalam
praktek, khususnya yang ada hubungannya dengan masalah penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Atas Audit 1. Pengertian Auditing
Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2009: 4) adalah
sebagai berikut:
“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.
Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan
oleh orang yang kompeten dan independen.
Menurut Halim (2008: 1), definisi audit yang berasal dari ASOBAC
(A Statement of Basic Accounting Concepts) adalah sebagai berikut:
“Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.
Menurut Agoes (2004: 3) mendefinisikan auditing sebagai berikut:
Berdasarkan definisi di atas, pengertian auditing adalah suatu proses
sistematis dan kritis yang dilakukan oleh pihak yang independen untuk
menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai informasi
dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian
antara informasi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta
menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
2. Standar Auditing
Standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu
pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan
tanggung jawab profesionalnya. Standar ini meliputi pertimbangan
kualitas profesional auditor, seperti keahlian dan independensi,
persyaratan pelaporan, dan bahan bukti. Standar auditing terdiri dari
sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu
standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (IAI,
2001: 150.1).
a. Standar Umum
1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan.
c. Standar Pelaporan
1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan
auditor.
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa standar auditing
berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan audit serta
dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dan secara spesifik standar
auditing dikelompokkan menjadi 3, yaitu standar umum, standar pekerjaan
lapangan, dan standar pelaporan.
3. Prosedur Audit
Menurut Arens, et al. (2009: 172) prosedur audit (audit procedure)
adalah rincian instruksi untuk pengumpulan jenis bukti audit yang
diperoleh pada suatu waktu tertentu saat berlangsungnya proses audit.
Sedangkan Agoes (2004: 125) mendefinisikan prosedur audit sebagai
pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak melakukan
penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif.
Auditor dalam melaksanakan tugasnya harus mendapatkan bukti
audit kompeten yang cukup melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan (IAI, 2001: 150.1). Dalam usaha
memperoleh bukti audit kompeten yang cukup, maka auditor sebelum
melaksanakan penugasan audit harus menyusun program audit yang
merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan dibuat
secara tertulis. Kualitas kerja auditor dapat diketahui dari seberapa jauh
auditor melaksanakan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam
program audit (Malone dan Roberts, 1996 dalam Ulum, 2005: 24).
Prosedur audit yang digunakan dalam penelitian ini ialah prosedur
audit yang dilaksanakan pada tahap perencanaan audit dan tahap pekerjaan
lapangan yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP). Menurut Herningsih (2002: 113) prosedur audit yang
dilaksanakan pada tahap perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan
tersebut mudah untuk dilakukan praktik penghentian prematur, antara lain:
a. Membangun pemahaman bisnis industri klien.
Auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang
akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut
dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi
klien. Pemahaman tersebut harus mencakup tujuan perikatan,
tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor, dan batasan
perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut
dalam kertas kerjanya atau lebih baik dalam bentuk komunikasi
tertulis dengan klien (PSA No.05 SA Seksi 310, 2001).
b. Pertimbangan atas pengendalian intern dalam audit laporan keuangan.
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai atas keandalan laporan keuangan,
efektifitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan
ketentuan yang berlaku. Pemahaman memadai atas pengendalian
intern harus diperoleh auditor untuk merencanakan audit dengan
melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang
relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian
intern tersebut dioperasikan (PSA No.69 SA Seksi 319, 2001).
c. Pertimbangan auditor atas fungsi auditor intern klien.
Auditor intern bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis
dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan informasi
lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain
yang setara wewenang dan tanggung jawabnya dengan tetap
mempertahankan objektivitasnya berkaitan dengan aktivitas yang
diaudit. Tanggung jawab penting fungsi audit intern adalah memantau
pengendalian intern, auditor harus berusaha memahami fungsi audit
intern yang cukup untuk mengidentifikasi aktivitas audit intern yang
relevan dengan perencanan audit (PSA No.33 SA Seksi 322, 2001).
d. Informasi asersi manajemen.
Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam
komponen laporan keuangan. Asersi tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi 4, yaitu keberadaan atau keterjadian (existence or
occurrence), kelengkapan (completeness), hak dan kewajiban (right
and obligation), penilaian (valuation) atau alokasi, serta penyajian dan
pengungkapan (presentation and disclosure). Informasi asersi
manajemen digunakan oleh auditor untuk memperoleh bukti audit
yang mendukung asersi dalam laporan keuangan (PSA No.7 SA Seksi
326, 2001).
e. Prosedur analitik
Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan
terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan
mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang
satu dengan data keuangan yang lainnya, atau antara data keuangan
dengan data nonkeuangan. Tujuan dari dilakukannya prosedur analitik
adalah membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup
prosedur audit lainnya, sebagai pengujian substantif untuk
memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan
informasi keuangan pada tahap review akhir audit (PSA No.22 SA
Seksi 329, 2001).
f. Konfirmasi.
Konfirmasi adalah proses pemerolehan dan penilaian suatu
komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu
permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap
asersi laporan keuangan. Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh
bukti dari pihak ketiga mengenai asersi laporan keuangan yang dibuat
oleh manajemen. Proses konfirmasi mencakup pemilihan unsur yang
dimintakan konfirmasi, pendesainan permintaan konfirmasi,
pengkomunikasian informasi kepada pihak ketiga yang bersangkutan,
memperoleh jawaban dari pihak ketiga, serta penilaian terhadap
informasi atau tidak adanya inforamsi yang disediakan oleh pihak
ketiga mengenai tujuan audit termasuk keandalan informasi tersebut
(PSA No.7 SA Seksi 330, 2001).
g. Representasi manajemen.
Representasi manajemen (lisan maupun tertulis) merupakan bagian
dari bukti audit yang diperoleh auditor tetapi tidak merupakan
pengganti bagi penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk
memperoleh dasar memadai bagi pendapat auditor atas laporan
keuangan. Representasi tertulis bagi manajemen biasanya menegaskan
representasi lisan yang disampaikan oleh manajemen kepada auditor,
representasi tersebut, dan mengurangi kemungkinan salah paham
mengenai yang direpresentasikan (PSA No.17 SA Seksi 333, 2001).
h. Pengujian pengendalian Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK).
Penggunaan TABK harus dikendalikan oleh auditor untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan audit dan spesifikasi
rinci TABK telah terpenuhi, dan bahwa TABK tidak dimanipulasi
semestinya oleh staf entitas (PSA No.59 SA Seksi 327, 2001).
i. Sampling audit.
Sampling audit adalah penerapan terhadap prosedur audit terhadap
kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau
kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai beberapa
karakteristik saldo akun atau kelompok tersebut. Sampling audit
diperlukan oleh auditor untuk mengetahui saldo-saldo akun dan
transaksi yang mungkin sekali mengandung salah saji. Auditor harus
menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perncanaan,
pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti
audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam
penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang
berkaitan (PSA No.26 SA Seksi 350, 2001).
j. Perhitungan fisik.
Perhitungan fisik berkaitan dengan pemeriksaan auditor melalui
pengamatan, pengujian, dan permintaan keterangan memadai atas
keandalan atas kuantitas dan kondisi fisik persediaan atau kas klien
(PSA No.7 SA Seksi 331, 2001).
Dari uraian di atas diketahui bahwa prosedur audit merupakan
kumpulan jenis bukti audit yang diperoleh pada suatu waktu tertentu saat
berlangsungnya proses audit yang harus dijalankan auditor dalam
melaksanakan pemeriksaan secara efisien dan efektif. Bukti audit tersebut
meliputi inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
B. Tindakan Supervisi
Akuntan pemula, sebagai pihak yang harus disupervisi di lingkungan
Kantor Akuntan Publik (KAP), sering mengalami ketidakpuasan kerja
dikarenakan oleh keberadaan supervisor serta pemberian bimbingan dan
pengawasannya. Penyebab kurang puasnya akuntan pemula ini terutama
disebabkan oleh adanya ketidak-samaan persepsi antara akuntan pemula
dengan supervisornya. Penyebab tidak puas ini antara lain: (1) kurangnya
pemberian umpan balik (feedback), (2) kemampuan kurang dimanfaatkan, (3)
kurangnya supervisi, (4) rendahnya kesempatan untuk berpartisipasi, (5)
kurangnya pujian untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Hal-hal ini
bisa menyebabkan kurangnya profesionalisme akuntan pemula dalam
melaksanakan tugas, sehingga akan berdampak pada pandangan negatif
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan bukti empiris tentang
pengaruh tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja akuntan pemula.
Menurut Hadi (2003: 188) Tindakan supervisi terbagi menjadi tiga aktivitas
yang terdapat dalam AECC Statement No.4 AECC Recommendations for
Supervisors of Early Work Experience yaitu aspek kepemimpinan dan
mentoring, aspek penugasan, dan aspek kondisi kerja, dijabarkan sebagai
berikut:
1. Aspek kepemimpinan dan mentoring
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok
kearah pencapaian tujuan. Supervisi merupakan seorang pimpinan yang
membawahi sejumlah staf, yang berfungsi memotivasi dan mengawasi
pekerjaan staf bawahannya. Seorang supervisi harus berorientasi pada
pekerjaannya dan mempunyai sensitivitas sosial (Basset, 1994) yang
memberikan feedback, penghargaan, pengakuan keahlian terhadap stafnya.
Mentoring didefinisikan sebagai proses membentuk dan
mempertahankan hubungan secara insentif antara karyawan senior dengan
karyawan yunior dan supervisi sebagai penghubungnya. Mentoring sangat
erat hubungannya dengan karir, auditor akan mencapai kemajuan berkarir
jika mereka pindah dan berkarir selain di KAP (Ariyanti, 2002: 230).
Supervisi harus menciptakan lingkungan senyaman mungkin untuk
meminimalkan stres dengan meningkatkan peran konseling, keteladanan
perkembangan karir di KAP yang didukung pengetahuan, pelatihan dan
pemberian tugas yang menantang.
2. Aspek kondisi kerja
Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk
melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh
karena mereka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari
penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada
bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama dan
menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Misalnya dengan
menjelaskan suatu penugasan kepada staf secara mendetail,
mengalokasikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas dengan
baik, terbuka terhadap hambatan serta mengawasi sampai penugasan selesai
3. Aspek penugasan
Penugasan merupakan kesempatan yang dimiliki individu untuk
memilih tugas yang berarti bagi akuntan pemula dan melaksanakan tugas
dengan cara yang sesuai dengan mereka. Misalnya dengan memberikan
kesempatan kepada akuntan pemula dalam menggunakan kemampuan
verbal, baik lisan maupun tulisan, berfikir kritis dan mengijinkan akuntan
pemula untuk menyusun dan menyajikan laporan.
Dari uraian di atas diketahui bahwa tindakan supervisi merupakan
tindakan seorang pimpinan yang membawahi sejumlah staf, yang berfungsi
harus berorientasi pada pekerjaannya dan mempunyai sensitivitas sosial yang
memberikan feedback, penghargaan, pengakuan keahlian terhadap profesinya.
C. Pengalaman Kerja
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertumbuhan
perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun
non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang
kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga
mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan
pengalaman, pemahaman dan praktek (Knoers & Haditono, 1999: 46).
Purnamasari (2005: 24) memberikan kesimpulan bahwa seorang
karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki
keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2)
memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan.
Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai
macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan
suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih
terperinci, dan lengkap dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman.
Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang
pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi
seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas
semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, 2004: 14).
Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan
kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin
trampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin
banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya
semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjuntak,
2005: 45).
Peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan
formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam
rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional. Auditor harus
menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan disini dapat berupa
kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan-kegiatan penunjang
ketrampilan lainnya, selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang
diberikan oleh auditor senior kepada auditor pemula (yunior) juga bisa
dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat
meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktek-praktek
audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar
dapat menyelesaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui,
struktur pengetahuan auditor yang berkenaan dengan kekeliruan mungkin
akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan
Dari uraian di atas diketahui bahwa pengalaman kerja merupakan suatu
proses pembelajaran dan pertumbuhan perkembangan potensi bertingkah laku
baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai
suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang
lebih tinggi.
D. Komitmen Organisasi
Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah
organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi apapun
bentuk organisasinya. Komitmen menunjukkan hasrat karyawan sebuah
perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi
perusahaan (Amilin dan Rosita Dewi, 2008: 15).
Robbins (2001: 213) mendefinisikan komitmen pada organisasi yaitu
sampai tingkat mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi
tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi tersebut. Sedangkan menurut Hatmoko (2006: 32), komitmen
organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui
penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan
untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan
di dalam organisasi.
Menurut Anik dan Arifuddin (2003: 163), komitmen dapat didefinisikan
1. Sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan
nilai-nilai dari organisasi dan atau profesi.
2. Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna
kepentingan organisasi dan atau profesi.
3. Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan atau
profesi.
Dari ketiga definisi di atas diketahui bahwa komitmen merupakan
kepercayaan, kemauan, dan keinginan untuk kepentingan organisasi dan atau
profesi. Menurut Anik dan Arifuddin (2003: 163) mengemukakan komitmen
organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap
yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi antara lain:
1. Identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi.
2. Involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan
bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan.
3. Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat
tinggal.
Berdasarkan beberapa definisi dan pemaparan di atas, peneliti
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sikap kerja seseorang yang
merupakan hasil dari identifikasi diri dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi
yang mempengaruhi keputusan pekerja untuk tetap mempertahankan
Terdapat berbagai definisi yang berusaha menjelaskan mengenai
komitmen organisasi. Untuk itu Meyer & Allen (1997: 326) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai:
“is a psychological state that (a) characterizes the employee’s relationship with the organization, and (b) has implications for the decision to continue membership in the organization”.
Dari penjelasan di atas, komitmen organisasi dapat diartikan sebagai
kondisi psikologis yang menggambarkan hubungan karyawan dengan
organisasi dan mempengaruhi keputusan karyawan untuk melanjutkan
keanggotaannya dalam organisasi tersebut.
Komitmen organisasi dengan penekanan pada ikatan afektif sebagai
kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi
tertentu, komitmen organisasi yang berfokus pada persepsi dipandang sebagai
keuntungan yang diasosiasikan dengan mempertahankan keterlibatan dalam
organisasi dan kerugian yang diasosiasikan dengan meninggalkan organisasi.
Pekerjaan yang memiliki komitmen merasa memiliki kewajiban moral untuk
bertahan dalam organisasi, terlepas dari status, fasilitas dan kepuasan yang
diberikan oleh organisasi kepadanya.
Dari definisi di atas, peneliti menyimpulkan untuk menggunakan
pengertian komitmen organisasi dari Meyer & Allen (1997: 328) yaitu bahwa
komitmen organisasi merupakan suatu kondisi psikologis yang ditandai
dengan keterkaitan dan keterlibatan individu pada suatu organisasi yang
untuk tetap mempertahankan keanggotaannya serta persepsi mengenai
kerugian yang akan muncul jika menghentikan keanggotaan di organisasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, komitmen organisasi terdiri dari tiga
komponen, yaitu: (1) penerimaan terhadap tujuan organisasi, (2) keinginan
untuk bekerja keras bagi organisasi, dan (3) keinginan untuk tetap berada
dalam organisasi.
Dari ketiga komponen tersebut telah berkembang menjadi tiga bentuk
komitmen sebagai berikut:
a. Komitmen afektif
Komitmen ini berupa hubungan emosional yang kuat dari individu kepada
organisasi. Hubungan emosional yang kuat akan berdampak pada
keinginan individu untuk tetap bekerja pada suatu perusahaan karena
mereka setuju dengan tujuan dan nilai-nilai dari perusahaan. Individu
dengan komitmen afektif yang tinggi memiliki keinginan untuk tetap
berada pada suatu organisasi karena mereka memang menginginkannya.
b. Komitmen kontinuans
Komitmen ini terkait dengan dan keinginan yang kuat dari individu untuk
tetap bekerja pada suatu organisasi karena dipengaruhi oleh perasaan
kerugian yang akan ditimbulkan bila meninggalkan pekerjaan tersebut.
Kecenderungan bertahannya individu dalam komponen kontinuans karena
mereka merasakan kebutuhan untuk mempertahankan keanggotaannya.
Selain itu karyawan juga mempertimbangkan hal-hal yang telah
c. Komitmen normatif
Komitmen ini menggambarkan perasaan kewajiban untuk tinggal dalam
suatu organisasi oleh individu. Komitmen normatif pada diri karyawan
karena mereka merasa harus terus menjadi anggota organisasi. Karyawan
dengan memiliki komitmen normatif karena adanya tekanan normatif yang
terinternalisasi dalam diri karyawan selama proses sosialisasi nilai-nilai
pada masa awal bergabung. Hal ini akan mengakibatkan tanggung jawab
moral untuk bertahan dalam organisasi.
Menurut Meyer & Allen (1997: 334), faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen afektif dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. Karakteristik Organisasional
Salah satu karakteristik organisasi yang dapat mempengaruhi komitmen
afektif adalah struktur organisasi.
2. Karakteristik Personal
Salah satu karakteristik organisasi yang dapat mempengaruhi komitmen
afektif adalah yang berhubungan dengan usia (organisasi dan masa kerja
disuatu posisi).
3. Pengalaman Kerja
Salah satu karakteristik organisasi yang dapat mempengaruhi komitmen
afektif adalah yang berhubungan dengan tantangan kerja, tingkat otonomi
dan berbagai keahlian yang digunakan oleh pekerja.
Menurut Meyer & Allen (1997: 334), faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Investasi
Karyawan yang meyakini keahlian dan training yang telah diperolehnya
selama berada di suatu organisasi sulit untuk diterapkan di organisasi lain
akan memiliki komitmen kontinuans yang besar dibandingkan mereka
yang berpikir sebaliknya. Bahwa kehilangan uang pensiun, status dan job
security yang akan dialami individu ketika meninggalkan organisasi akan
berpengaruh positif pada komitmen kontinuans terhadap organisasi.
2. Alternatif
Persepsi mengenai alternatif pekerjaan lain yang tersedia memiliki korelasi
negatif dengan komitmen kontinuans. Individu yang mempersepsikan
bahwa ada banyak alternatif pekerjaan yang tersedia baginya di luar
organisasi akan memiliki komitmen kontinuans yang lebih rendah
dibandingkan individu yang mempersepsikan alternatif yang sedikit.
Perkembangan komitmen normatif pada karyawan dalam organisasi
didasari oleh tekanan yang dialami individu pada masa awal sosialisasi baik
dari keluarga maupun budaya serta selama masa sosialisasi yang mereka
dapatkan pada masa awal bergabung dengan organisasi. Pada masa sosialisasi
ini, individu akan diajarkan mengenai tingkah laku dan sikap yang dituntut
oleh organisasi. Dalam proses sosialisasi individu belajar hal-hal apa saja yang
dihargai dan diharapkan dari mereka oleh keluarga, budaya serta organisasi.
Kepada individu juga ditanamkan pentingnya kesetiaan pada suatu organisasi.
Komitmen normatif juga terbentuk dengan adanya psychological
keyakinan pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan mengenai tanggung
jawab dari masing-masing pihak. Pemahaman psycohological contracts
bersifat subjektif dan berbeda pada masing-masing pihak.
Dari uraian di atas diketahui bahwa mendefinisikan komitmen organisasi
sebagai sikap kerja seseorang yang merupakan hasil dari identifikasi diri
dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi yang mempengaruhi keputusan
pekerja untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.
E. Komitmen Profesional
Komitmen profesional adalah tingkat loyalitas individu pada Profesinya
seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut (Larkin, 1990) dalam
Ujianto dan Alwi (2005: 97). Tidak ada hubungan antara pengalaman internal
dengan komitmen profesionalisme, lama bekerja hanya mempengaruhi
pandangan profesionalisme, hubungan dengan sesama profesi, keyakinan
terhadap peraturan profesi dan pengabdian pada profesi. Hal ini disebabkan
bahwa semenjak awal tenaga profesi telah dididik untuk menjalankan
tugas-tugas yang komplek secara independen dan memecahkan permasalahan yang
timbul dalam pelaksanaan tugas-tugas dengan menggunakan keahlian dan
dedikasi mereka secara profesional.
Komitmen Profesional dapat didefinisikan sebagai (1) Sebuah
kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari
sungguh-sungguh guna kepentingan profesi, (3) sebuah keinginan untuk memelihara
keanggotaan dalam profesi.
Dari uraian di atas diketahui bahwa komitmen profesional merupakan
tingkat loyalitas individu pada profesinya untuk menjalankan tugas-tugas yang
komplek secara independen dan memecahkan permasalahan yang timbul
dalam pelaksanaan tugas-tugasnya dengan menggunakan keahlian dan
dedikasi mereka secara profesional.
F. Kepuasan Kerja Auditor
Menurut Spector (2000: 53) kepuasan kerja merupakan variabel sikap
(attitudinal variable) yang merefleksikan apa yang dirasakan seseorang
mengenai pekerjaannya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Riggio
(2000) dalam Ciliana (2008: 12) bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan
dan sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Selain itu, Robbins (2003: 164)
juga memandang kepuasan kerja sebagai sikap seseorang terhadap
pekerjaannya sebagai hasil penilaian terhadap perbedaan antara jumlah
ganjaran positif yang ia terima dengan jumlah yang ia percaya seharusnya ia
terima.
Anik dan Arifuddin (2005: 160) mengatakan bahwa kepuasan kerja
adalah suatu tingkatan perasaan yang positif/negatif tentang beberapa aspek
dari pekerjaan, situasi kerja, dan hubungan dengan rekan sekerja. Kepuasan
kerja tergantung pada tingkat perolehan intrinsik dan ekstrinsik dan pada
mempunyai nilai yang berbeda-beda bagi orang yang berbeda-beda. Bagi
orang tertentu, pekerjaan yang penuh tanggung jawab dan yang menantang
mungkin menghasilkan perolehan yang netral atau bahkan negatif. Bagi orang
lain, perolehan pekerjaan semacam itu mungkin mempunyai nilai yang positif.
Orang mempunyai nilai (valensi) yang berbeda-beda, yang dikaitkan dengan
perolehan pekerjaan. Perbedaan tersebut akan menimbulkan perbedaan tingkat
kepuasan kerja bagi tugas pekerjaan yang initinya sama.
Anik dan Arifuddin (2005: 162) mengatakan bahwa perbedaan individu
yang penting lainnya adalah keterlibatan orang dalam pekerjaan. Orang
berbeda dalam tingkat (1) sampai seberapakah pekerjaan merupakan pusat
perhatian dan kehidupannya, (2) sampai seberapakah orang aktif ikut berperan
serta dalam pekerjaan, (3) sampai seberapakah mereka merasakan pekerjaan
sangat penting bagi harga dirinya, (4) sampai seberapakah orang merasakan
pekerjaan itu berkesesuaian dengan dirinya. Orang yang tidak terlibat dalam
pekerjaan tidak dapat diharapkan mendapatkan kepuasan kerja yang sama
dengan mereka yang terlibat. Hal inilah yang menyebabkan bahwa dua orang
dapat melaporkan tingkat kepuasan yang berbeda-beda untuk hasil kerja yang
sama. Perbedaan lain adalah keadilan yang dirasakan tentang perolehan orang
lain. Jika perolehan itu dirasakan kurang adil, maka pekerja akan merasa tidak
puas dan berusaha mencari jalan untuk mendapatkan keadilan.
Kepuasan kerja dapat pula didefinisikan sebagai keadaan emosi yang
menyenangkan sebagai hasil persepsi seseorang terhadap pekerjaannya,
pemenuhan nilai pekerjaan yang penting bagi orang tersebut. Kepuasan kerja
sebagai cara pandang seseorang terhadap pekerjaannya, apakah ia memandang
pekerjaannya sebagai sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak
menyenangkan (Ciliana, 2008: 16).
Berdasarkan pernyataan beberapa tokoh di atas, peneliti mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai perasaan, sikap, dan persepsi seseorang terhadap
pekerjaannya, baik secara keseluruhan maupun dari aspek-aspek
pekerjaannya, yang menghasilkan keadaan emosi yang menyenangkan bagi
orang tersebut.
Menurut Spector (1997: 132) faktor-faktor penyebab kepuasan kerja
dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum, yaitu faktor-faktor
lingkungan pekerjaan dan faktor-faktor individu. Enam faktor penyebab
kepuasan kerja yang termasuk ke dalam faktor lingkungan pekerjaan antara
lain:
1. Karakteristik pekerjaan
Individu yang merasakan kepuasan intrinsik ketika melakukan
tugas-tugas dalam pekerjaannya akan menyukai pekerjaan mereka dan memiliki
motivasi untuk memberikan performa yang lebih baik.
2. Batasan dari organisasi (organizational constraints)
Batasan dari organisasi adalah kondisi lingkungan pekerjaan yang
menghambat performa kerja karyawan. Karyawan yang mempersepsikan
adanya tingkat batasan yang tinggi cenderung untuk tidak puas dengan
3. Peran dalam pekerjaan
Ambiguitas peran dan konflik peran memiliki hubungan dengan kepuasan
kerja. Karyawan mengalami ambiguitas peran ketika ia tidak memiliki
kepastian mengenai fungsi dan tanggung jawabnya dalam pekerjaan.
Sedangkan konflik peran terjadi ketika individu mengalami tuntutan yang
bertentangan terhadap fungsi dan tanggung jawabnya.
4. Konflik antara pekerjaan dan keluarga
Konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika tuntutan dalam
pekerjaan dan tuntutan keluarga saling bertentangan satu sama lain.
Konflik tersebut memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan
kerja. Karyawan yang mengalami tingkat konflik yang tinggi cenderung
untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah.
5. Gaji
Hubungan antara tingkat gaji dan kepuasan kerja cenderung lemah.
Hubungan tersebut menunjukkan bahwa gaji bukan merupakan faktor
yang sangat kuat pengaruhnya terhadap kepuasan kerja. Walaupun tingkat
gaji bukan merupakan hal yang penting, keadilan dalam pembayaran gaji
dapat menjadi sangat penting karena karyawan membandingkan dirinya
dengan orang lain dan menjadi tidak puas jika memperoleh gaji yang
lebih rendah dari orang lain dan menjadi tidak puas jika memperoleh gaji
yang lebih rendah dari orang pada pekerjaan yang sama. Hal yang dapat
menjadi lebih penting daripada perbedaan gaji adalah bagaimana
dan prosedur yang adil. Oleh karena itu, proses pembagian gaji memiliki
dampak yang lebih besar terhadap kepuasan kerja daripada tingkat gaji
yang sesungguhnya.
6. Stres kerja
Dalam setiap pekerjaan, setiap karyawan akan menghadapi kondisi dan
situasi yang dapat membuat mereka merasa tertekan (stres). Kondisi dan
situasi tersebut tidak hanya mempengaruhi keadaan emosional pada
waktu yang singkat, tetapi juga kepuasan kerja dalam jangka waktu yang
lebih lama. Adapun situasi dan kondisi dalam pekerjaan yang dapat
membuat karyawan merasa tertekan adalah: (a) beban kerja: tuntutan
pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan, (b) kontrol: kebebasan yang
diberikan pada karyawan untuk membuat keputusan tentang pekerjaan
mereka, dan (c) jadwal kerja: jadwal kerja yang fleksibel, waktu kerja
yang panjang, waktu kerja malam, dan kerja paruh waktu. Ketiga kondisi
tersebut memiliki hubungan dengan kepuasan kerja.
Sedangkan dua faktor penyebab kepuasan kerja yang termasuk ke
dalam faktor individu (Spector, 1997: 168) antara lain:
a. Karakteristik kepribadian
Locus of control dan negative affectivity merupakan karakteristik
kepribadian yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan
kerja. Locus of control merupakan variabel kognitif yang
merepresentasikan keyakinan individu terhadap kemampuan mereka untuk
yang memiliki locus of control internal (yakin bahwa dirinya mampu
mempengaruhi penguatan) akan memiliki kepuasan kerja yang lebih
tinggi. Sedangkan negative affectivity merupakan variabel kepribadian
yang merefleksikan kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi
negatif, seperti kecemasan atau depresi, dalam menghadapi berbagai
macam situasi. Karyawan yang memiliki negative affectivity yang tinggi
cenderung untuk memiliki kepuasan kerja yang rendah.
b. Kesesuaian antara individu dengan pekerjaan
Pendekatan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan menyatakan
bahwa kepuasan kerja akan timbul ketika karakteristik pekerjaan sesuai
atau cocok dengan karakteristik individu. Penelitian lain menyatakan
bahwa kesesuaian antara individu dengan pekerjaannya dilihat berdasarkan
perbedaan antara kemampuan yang dimiliki seseorang dan kemampuan
yang dituntut dalam sebuah pekerjaan. Semakin kecil perbedaan tersebut,
semakin besar pula kepuasan kerja individu.
Selain anteseden di atas, Spector (2000: 187) juga menyatakan bahwa
gender, usia, serta perbedaan budaya dan etnis dapat mempengaruhi kepuasan
kerja. Tujuh tingkah laku yang merupakan hasil dari kepuasan kerja
seseorang antara lain:
a. Performa kerja
Seseorang yang menyukai pekerjaannya akan lebih termotivasi, bekerja
lebih keras, dan memiliki performa yang lebih baik. Selain itu, terdapat
lebih menyukai pekerjaan mereka karena penghargaan yang sering
diasosiasikan dengan performa yang baik. Performa kerja dan kepuasan
kerja memiliki hubungan yang lebih kuat ketika organisasi mengkaitkan
penghargaan dengan performa kerja yang baik.
b. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
OCB merupakan tingkah laku yang melebihi prasyarat formal dalam
pekerjaan seperti hal-hal yang dilakukan secara sukarela untuk membantu
rekan kerja dan organisasi. Seseorang yang menyukai pekerjaannya akan
melakukan hal-hal yang lebih dari apa yang diperlukan oleh pekerjaannya.
Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa kepuasan kerja dan
OCB saling berhubungan satu sama lain.
c. Withdrawal behavior
Banyak teori membuat hipotesis bahwa orang yang tidak menyukai
pekerjaannya akan menghindari pekerjaan mereka, baik secara permanen
dengan keluar dari pekerjaan maupun secara temporer dengan absen atau
datang terlambat. Banyak peneliti juga menganggap perilaku absen dan
turnover sebagai fenomena yang berhubungan dan dilandasi oleh motivasi
yang sama untuk melarikan diri dari pekerjaan yang tidak memuaskan.
Namun, korelasi yang ditemukan antara kepuasan kerja dan perilaku absen
cenderung lemah. Sedangkan penelitian menunjukkan adanya hubungan
d. Burnout
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang tidak puas dengan
pekerjaannya memiliki tingkat burnout yang tinggi Selain itu, tingkat
kontrol dan kepuasan hidup yang rendah serta timbulnya gejala gangguan
kesehatan dan inten yang tinggi untuk berhenti dari pekerjaan.
e. Kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis
Beberapa peneliti menyatakan adanya hubungan signifikan antara
kepuasan kerja dengan gejala fisik atau psikosomatik, seperti sakit kepala
dan sakit perut Selain itu, situasi kerja yang tidak memuaskan juga
memiliki potensi untuk mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis.
f. Counterproductive behavior
Agresi terhadap rekan kerja dan atasan, sabotase, dan pencurian
merupakan bentuk dari Counterproductive behavior. Tingkah laku tersebut
sering diasosiasikan dengan ketidakpuasan dan frustasi dalam bekerja.
Kepuasan kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan
Counterproductive behavior.
Pengukuran kepuasan kerja individu dengan menggunakan Job
Satisfaction Survey (Spector, 1997: 132) mengandung pengukuran Sembilan
aspek sebagai berikut:
a. Pay (gaji): kepuasan individu terhadap gaji dan kenaikan gaji.
b. Promotion (promosi): kepuasan individu terhadap kesempatan promosi.
d. Fringe benefits (tunjangan): kepuasan individu terhadap tunjangan yang
diberikan perusahaan.
e. Contingent rewards (imbalan non-finansial): kepuasan individu terhadap
imbalan non-finansial yang diberikan karena performa baik yang
ditunjukkan oleh individu dalam bekerja.
f. Operating conditions (kondisi operasional): kepuasan individu terhadap
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang berlaku dalam organisasi.
g. Co-workers (rekan kerja): kepuasan individu terhadap rekan-rekan kerja.
h. Nature of work (tipe/jenis pekerjaan): kepuasan individu terhadap tipe
pekerjaan yang dilakukan.
i. Communication (komunikasi): kepuasan individu terhadap komunikasi
yang terjalin dalam organisasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
seorang auditor itu dapat dinilai dari gaji, promosi, atasan, tunjangan, imbalan
non-finansial, kondisi operasional, rekan kerja, tipe atau pekerjaan, dan
komunikasi yang didapat dari tempat kerja tersebut.
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tindakan supervisi, pengalaman kerja, komitmen
organisasi, komitmen profesional, dan kepuasan kerja telah banyak dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak
meningkatkan kinerjanya. Tabel 4.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian
terdahulu mengenai kepuasan kerja yang dimiliki oleh auditor.
Tabel 4.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti
(tahun) Judul Penelitian
Variabel yang diteliti
Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
1 Rosalina Kurniwati Tethool dan Rustiana (2003) Dampak interaksi tindakan supervisi dan pengalaman kerja terhadap kepuasan kerja auditor: studi empiris di KAP Yogyakarta,
Semarang dan Solo
1. Tindakan supervisi (X1)
2. Pengalaman (X2)
3. Kepuasan kerja auditor (Y)
Sampel: Para auditor senior dan junior di KAP yang berada di daerah Yogyakarta, Solo dan Semarang Metode analisis data menggunakan regresi linear berganda Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi supervisi
dengan pengalaman kerja berdampak negatif terhadap kepuasan kerja auditor. Ini berarti bahwa semakin banyaknya pengalaman kerja auditor dengan tindakan
supervisi yang semakin tinggi dirasakan auditor malah menurunkan kepuasan kerja auditor.
2 Syamsul Hadi (2007)
Pengaruh tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja akuntan pemula
1. Kepemimpinan dan mentoring (X1)
2. Kondisi kerja (X2)
3. Penugasan (X3)
4. Kepuasan kerja (Y)
Sampel: auditor yang bekerja pada KAP di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah metode analisis data menggunakan regresi linear berganda Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek kepemimpinan dan mentoring mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan pemula. Hal tersebut karena penelitian ditujukan pada akuntan pemula yang masih memerlukan bimbingan supervise dalam
melakukan tugasnya. Hasil analisis aspek kondisi kerja dan aspek penugasan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan pemula.