• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian manusia dalam al-qur’an: kajian komparatif antara tafsir al-qur’an dan sains

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kejadian manusia dalam al-qur’an: kajian komparatif antara tafsir al-qur’an dan sains"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

CIPUTAT DI DAERAH TANGERANG SELATAN DENGAN

PARAMETER JAMUR

NAILUL IZZAH

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

CIPUTAT DI DAERAH TANGERANG SELATAN DENGAN

PARAMETER JAMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NAILUL IZZAH 1111095000008

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1436 H

(3)

CIPUTAT DI DAERAH TANGERANG SELATAN DENGAN

PARAMETER JAMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NAILUL IZZAH 1111095000008

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Megga Ratnasari Pikoli Dr. Eko Pudjadi

NIP. 19720322 200212 2 002 NIP. 19681107 199301 1 001

Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Dasumiati, M.Si NIP. 19730923 199903 2 002

(4)

Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat di Daerah Tangerang Selatan dengan Parameter Jamur” yang ditulis oleh Nailul Izzah, NIM 1111095000008 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Biologi.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Priyanti, M.Si NIP. 19775056 200012 2 001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Megga Ratnasari Pikoli Dr. Eko Pudjadi

NIP. 19720322 200212 2 002 NIP. 19681107 199301 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Biologi

Dr. Dasumiati, M.Si

NIP. 19730923 199903 2 002

(5)
(6)

iv

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, April 2014

(7)

v

Non-Perawatan di Daerah Tangerang Selatan dengan Parameter Jamur. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pencemaran udara di dalam ruang tunggu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Salah satu bioaerosol yang menyebabkan pencemaran udara adalah jamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan jamur dan karakteristik jamur yang ditemukan di ruang tunggu Puskesmas, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi akibat jamur yang mungkin terjadi. Pencuplikan udara dilakukan di ruang tunggu Puskesmas Perawatan dan Non-Perawatan di Daerah Tangerang Selatan. Metode yang digunakan adalah pencuplikan udara menggunakan Single stage Multi-orifice Sampler Biostage Standard, kemudian sampel udara ditumbuhkan pada media Potato Dextose Agar. Terdapat 14 isolat jamur yang terisolasi, yaitu : Cladosporium sp.,

Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus sp.1, Fusarium sp.,

Paecilomyces sp., Rhizopus sp., Mucor sp., Neurospora sp., Saccharomyces sp.,

Cryptococcus sp., Candida sp1., Candida sp.2 dan Rhodoturula sp. Hasil uji statistik Analisis Variansi dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada perbedaan konsentrasi jamur yang signifikan pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan. Faktor fisik suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan jumlah orang berpengaruh terhadap konsentrasi jamur sebesar 21,3%, sedangkan 78,8% dapat dipengaruhi oleh faktor lain, seperti sistem ventilasi, kondisi ventilasi, kondisi ruangan, kadar debu, material bangunan dan frekuensi pembersihan ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan. Hasil perbandingan konsentrasi jamur dengan standar World Health Organisation masih dibawah standar, yaitu kurang dari 500 CFU/m3 (432-495 CFU/m3). Ditemukan beberapa jamur udara

yang diduga berpotensi pathogen berdasarkan jenis jamur udara patogenik, yaitu

Aspergillus sp., Mucor sp. dan Candida sp.

(8)

vi

NAILUL IZZAH. Air Quality in the Waiting Room of Public Health Care Center with Inpatient Unit and without Inpatient Unit in the Region South of Tangerang with Fungi Parameter. Undergraduate Thesis. Department of Biology, Faculty of Science and Technology. Islamic State University Of Syarif Hidayatullah Jakarta.

Air pollution in the public health care center may cause nosocomial infections. One of the bioaerosol air pollutants is fungi. The purposes of this research were to determine the presence of fungi and to analyze the characteristics of the fungi that found in the waiting room of public health care center, so the infections caused by fungi cloud be prevented and controlled. Air was sampled in the waiting room of public health care center with inpatient unit and without inpatient unit in the region South of Tangerang. The method used was Single Stage Multi Orifice Sampler Biostage Standard, and then fungi was cultured in Potato Dextose Agar. There were fourteen kinds of fungi which were: Cladosporium sp., Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus sp1., Fusarium sp., Paecilomyces sp., Rhizopus sp., Mucor sp.,

Neurospora sp., Saccharomyces sp., Cryptococcus sp., Candida sp1., Candida sp2. and Rhodoturula sp. The results of statistical analysis with 95 % level of significance showed there was no significant difference in the fungi concentration from waiting room of public health care center with inpatient unit and without inpatient unit in the region South of Tangerang. The temperature, humidity, light intensity and the quantity of people in waiting room of the effect on fungi concentration of 21,3%, while 78,8% are influenced by other factors, such as ventilation systems, ventilation conditions, the condition of the room, the amount of dust, material waking up and frequency of cleaning room. The result compared to World Health Organisation was still within standard level, specifically less than 500 CFU/m3 (432-495 CFU/m3). There were estimated potential pathogen fungi such as Aspergillus sp., Mucor sp. and

Candida sp.

(9)

vii

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah dan karunia-Nya, sehingga penulis telah menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul “Kualitas Udara pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat di Daerah Tangerang Selatan dengan Parameter Jamur”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memperjuangkan kesempurnaan agama Islam. Terima kasih kepada keluarga saya, yaitu Ayah Sodikin, Bunda Warti, Lukman Nol Hakim, Muh Sahrul Hanif dan Ummi

Ni’maun Nazza yang tidak henti-hentinya mengirimkan do’a dan motivasi hingga

penulis tetap tegar dan tidak kenal putus asa.

Dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi namun dengan keteguhan niat dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis pun dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, diantaranya adalah :

(10)

viii

3) Dr. Dasumiati dan Ir. Etyn Yunita, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4) Mba Puji, Kak Bahri, Kak Amal dan Kak Festi yang telah memberikan nasihat dan arahan selama penulis penelitian.

5) Teman seperjuangan penelitian Shelfila, Rima dan Innes. Teman yang membantu pengambilan sampel Windi Prabowo, Udi, Iqbal dan Ichwan. Terima kasih atas kerja sama kalian.

6) Medina, Shelfi, Ai, Agil, Farhany, Putri dan Aldha yang selalu menemani dan memberikan semangat serta dukungan dalam penelitian dan penyelesaian laporan hasil penelitian ini.

7) Rekan-rekan Mahasiswa Biologi Fakultas Sains dan Teknologi angkatan 2011 yang selalu bahagia dan memberikan semangat kepada penulis. Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bemanfaat bagi semua pihak dan semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah mereka lakukan. Amin.

Jakarta, April 2015

(11)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

1.4.Tujuan Penelitian ... 5

1.5.Manfaat Penelitian ... 6

1.6.Kerangka Berfikir ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Pencemaran Udara ... 8

2.2.Pencemar Mikroba dalam Ruangan ... 9

2.3. Puskesmas Kota Tangerang Selatan ... 16

2.4. Peraturan Kualitas Udara dalam Ruangan ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 21

3.2. Bahan dan Alat ... 21

3.3. Cara Kerja ... 21

3.3.1. Pembuatan Media PDA ... 22

3.1.2. Lokasi Sampling ... 22

(12)

x

3.3.6. Pengamatan Morfologi dan Identifikasi Jamur ... 25

3.4. Analisis Data ... 26

3.5. Bagan Alur Kerja ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1. Hasil Analisis Konsentrasi Jamur Udara pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan dan Non-Perawatan Tangerang Selatan ... 30

4.2. Isolat Jamur Udara Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan dan Non-Perawatan Tangerang Selatan ... 32

4.3. Hasil Analisis Pengaruh Faktor Fisik Udara dan Jumlah Orang Terhadap Konsentrasi Jamur Udara dan Hasil Observasi pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan dan Non-Perawatan ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(13)

xi

Halaman

Tabel 1. Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit ... 17

Tabel 2. Standar Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit ... 18

Tabel 3. Standar Intensitas Cahaya Menurut Fungsi Ruang atau Unit ... 19

Tabel 4 Peraturan Bioaerosol pada Berbagai Negara ... 20

Tabel 5. Fakor dan Parameter yang di Uji ... 27

Tabel 6. Hasil Pengamatan Morfologi dan Identifikasi Jamur ... 32

Tabel 7. Hasil Pengamatan Bentuk Hifa Aseksual ... 38

(14)

xii

Halaman Gambar 1. Denah Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur

Tangerang Selatan ... 23 Gambar 2. Denah Ruang Tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat

(15)

xiii

Halaman Lampiran 1. Hasil Analisis SPSS ... 66 Lampiran 2. Foto Kondisi Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan

Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan ... 72 Lampiran 3. Hasil Pengamatan Konsentrasi Jamur di Ruang Tunggu Puskesmas

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh keberadaan agen abiotik (partikel debu, kelembaban, suhu dan cahaya) dan agen biotik (jamur, bakteri, virus dan serbuk sari). Keberadaan agen biotik berupa mikroorganisme dalam ruangan terdapat pada tempat-tempat seperti sistem ventilasi, keset atau tempat lain. Agen biotik dalam udara disebut juga bioaerosol. Kehadiran bioaerosol dalam ruangan ini dapat menimbulkan kesakitan pada beberapa orang, yaitu menyebabkan alergi. Jamur merupakan salah satu dari bioaerosol. Jamur dalam udara umumnya dalam bentuk spora jamur. Kelembaban dan kehadiran jamur berhubungan erat dalam memicu timbulnya keluhan pernapasan pada penghuni ruangan tersebut. Selain itu, kelembaban juga berhubungan secara signifikan terhadap kejadian alergi pada anak-anak usia pra-sekolah (Sulistiowati, 2001).

Rumah sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medis dasar dan medis spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan, baik rawat jalan, rawat inap, maupun pelayanan instalasi. Output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan. Puskesmas merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. Selain berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan, puskesmas juga tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, sehingga berpotensi menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Kepmenkes RI No. 1204, 2004).

(17)

Mikroorganisme dalam udara terdiri dari komposisi yang kompleks antara bioaerosol seperti jamur, bakteri dan partikel non biologi, seperti asap rokok, partikel pembakaran generator dan partikel debu. Lebih dari 80 genera jamur dihubungkan dengan kejadian gejala alergi. Beberapa genera jamur yang dihubungkan dengan kejadian gejala alergi, yaitu Cladosporium, Alternaria,

Aspergillus dan Fusarium. Aktivitas manusia seperti berbicara, batuk, berjalan adalah sebagian aktivitas yang dapat menghasilkan partikel biologi di udara. Spora jamur dapat melekat pada pot tanaman, debu, tekstil, karpet dan material kayu yang berada diruangan (Maeir et al., 2002).

Udara dalam ruangan atau indoor air menurut National Health Medical Research Council (NHMRC) (1989) adalah udara yang berada dalam ruang gedung (rumah, sekolah, restoran, hotel, rumah sakit dan perkantoran) yang ditempati sekelompok orang dengan tingkat kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Menurut Environmental Protection Agency of America (EPA) (2010), polusi udara dalam ruangan berisiko terhadap kesehatan manusia. Kualitas udara dalam ruangan 2-5 kali lebih buruk dibandingkan udara di luar ruangan (lingkungan bebas). Menurut Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit atau Puskesmas, perlu dilakukan pengendalian faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran udara di Rumah Sakit atau Puskesmas termasuk salah satunya keberadaan mikroorganisme.

(18)

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Kepmenkes RI, 2010). Puskesmas berbasis disetiap kelurahan. Puskesmas di daerah Tangerang Selatan memiliki 25 Puskesmas yang terdiri dari 18 Puskesmas Perawatan dan 7 Puskesmas Non-Perawatan. Puskesmas Perawatan memiliki fasilitas ruang rawat inap dengan pelayanan jam buka 24 jam, serta dilengkapi dengan ruangan khusus, seperti ruang operasi, ruang laboratorium dan ruang roentgen, sedangkan Puskesmas Non-Perawatan hanya meliputi pelayanan rawat jalan tanpa adanya sarana rawat inap dan memiliki jam buka 8 jam. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) (2013), Kota Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk 1.443.403 jiwa dan Puskesmas memiliki nilai 63% sebagai tempat pelayanan kesehatan yang dikunjungi oleh penduduk Tangerang Selatan. Keberadaan Puskesmas yang dekat dan terjangkau menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk solusi masalah kesehatan. Hal ini yang menjadi dasar penelitian tentang kualitas udara dilakukan di Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat di daerah Tangerang Selatan.

(19)

ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat di daerah Tangerang Selatan.

Penelitian sebelumnya tentang kualitas udara dengan parameter jamur di Rumah Sakit telah dilakukan oleh Iq (2014) dan Merlin (2012), yang pada keduanya ditemukan jenis jamur Aspergillus sp., Mucor sp., dan Rhizopus sp. Penelitian tentang kualitas udara dengan parameter jamur pada Puskesmas belum pernah diteliti, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang kualitas udara pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat di daerah Tangerang Selatan.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan konsentrasi jamur di udara pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan?

2. Apakah konsentrasi jamur udara di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan dipengaruhi oleh kualitas fisik udara (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya) dan jumlah orang?

1.3 Hipotesis

1. Terdapat perbedaan konsentrasi jamur di udara pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

2. Konsentrasi jamur udara di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan dipengaruhi oleh kualitas fisik udara (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya) dan jumlah orang.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas udara melalui konsentrasi jamur udara di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

(22)

1.6 Kerangka Berfikir

4. Jumlah orang dalam ruangan

Pengendalian kualitas udara

• Karakteristik morfologi jamur

• Analysis of variance (ANOVA)

• Korelasi

Variabel Terikat:

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara dikatakan telah tercemar (Achmadi, 2005).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimaksukannya zat, energi atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya. Pencemaran udara menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2004) diartikan sebagai terjadinya kontaminasi atmosfir oleh gas, cairan maupun limbah padat serta produk samping dalam konsentrasi dan waktu yang sedemikian rupa, sehingga menciptakan gangguan, kerugian atau memiliki potensi merugikan terhadap kesehatan dan kehidupan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda serta menciptakan ketidaknyamanan.

Pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar baik dalam bentuk gas maupun partikel kecil atau aerosol kedalam udara. Masuknya zat pencemar kedalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat

(24)

gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut; juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga (Setyaningsih¸ 2003).

2.2 Pencemar Mikroba dalam Ruangan

Mikroorganisme yang berasal dari luar misalnya serbuk sari, jamur dan spora, yang bisa juga berada di dalam ruangan. Selain itu cemaran dalam ruangan yang berasal dari mikroorganisme dalam ruangan seperti serangga, jamur pada ruangan yang lembab, bakteri. Mikroorganisme yang tersebar di dalam ruangan dikenal dengan istilah bioaerosol (Pudjiastuti et al., 1998).

Bioaerosol adalah mikroorganisme yang terdapat dalam udara. Contoh bioaerosol di udara bakteri (Legionella, Actinomycetes), jamur (Histoplasma,

Alternaria, Pencillium, Aspergillus, Stachybotrys), protozoa (Naegleria,

Acanthamoeba), virus (Bakteriofage). Pada jumlah terbatas, keberadaan

bioaerosol tidak akan menimbulkan efek apapun, akan tetapi dalam jumlah tertentu dan terhirup akan menimbulkan infeksi pernapasan misalnya asma, alergi (Pollard et al., 2005).

(25)

Udara bukan tempat alamiah mikroba karena itu bentuknya vegetatif akan cepat musnah, terutama di udara bebas, yang lebih dapat bertahan adalah spora dan virus. Lamanya mikroba berada di udara tergantung dari kecepatan angin serta kelembaban udara, sedangkan banyaknya sangat ditentukan oleh aktivitas lingkungan setempat, misalnya diatas tanah yang subur akan didapat lebih banyak mikroba dibandingkan dengan udara diatas tanah yang tertutup tanaman. Atas dasar tersebut dapat dimengerti bahwa penularan penyakit lewat udara bebas sulit terlaksana, kecuali apabila penyakit yang disebabkan oleh mikroba berspora dan virus (Brooks et al., 2005).

Unsur mikroba yang dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan adalah jamur. Fungi atau jamur mempunyai peranan dalam kesehatan atau disebut mikosis baik bersifat patogen yang bisa menyebabkan sakit maupun sebagai penyebab alergi. Sebagai negara tropis dengan kelembaban 60-80%, Indonesia adalah surga bagi pertumbuhan berbagai jenis jamur. Secara alamiah mikroorganisme tidak ada di udara, karena udara bukan habitat mikroorganisme. Mikroorganisme berada di udara karena terbawa angin bersama partikel debu atau untuk sementara mengapung di udara (Brooks et al., 2005).

(26)

EPA (2010) mengilustrasikan bahwa kebocoran pipa air yang hanya berupa tetesan air dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur. Permukaan furnitur, dinding atau lantai harus kering dan bebas dari genangan air atau kondisi basah. Karpet atau benda-benda dalam ruangan yang sudah berjamur harus segera dikeluarkan karena berakibat pada perubahan kualitas mikrobiologi udara.

Konsentrasi mikroba dalam ruangan akan bertambah banyak pada ruangan yang kondusif untuk pertumbuhannya misalnya dari kelembaban, suhu dan aktifitas manusianya. Material biologi yang mengalir di udara dan bertumpuk di ruangan dan menutupi permukaan interior akan menyebabkan perubahan kualitas udara dalam ruangan. Sedikit saja sumber karbon dan air di ruangan akan menjadi media pertumbuhan mikroorganisme (Pudjiastuti et al., 1998).

2.2.1 Pencemar Mikrobiologi Jamur

Mikroorganisme berikutnya yang dapat menimbulkan permasalahan dalam hubungannya dengan kesehatan udara dalam ruang adalah pertumbuhan jamur. Karena dalam pertumbuhannya jamur akan menghasilkan vegetasi, material organik, mampu menghasilkan mikotoksin, yaitu substansi yang toksik terhadap manusia apabila terhirup, tertelan dan bersentuhan dengan kulit (Elsberry, 2007).

(27)

patogen. Jamur dikonsumsi dalam makanan dan metabolismenya digunakan untuk obat-obatan, antibiotik misalnya (Miller et al., 2005).

Mikroba pencemar udara dapat berupa kapang dan khamir. Khamir: fungi (jamur) bersel satu; berbentuk bulat, oval, atau silindris; berdiameter 3-5 μm; sebagian berkembang biak dengan membelah diri, dan sebagian lain berkembang biak dengan membentuk tunas. Habitat umumnya pada makanan. Kapang: fungi (jamur) berfilamen. Satu filamen disebut hifa; kelompok hifa yang tumbuh pada suatu media disebut miselium. Hifa terbentuk dari spora jamur. Spora berdiameter 3-30 μm. Habitat umumnya pada kayu dan kertas (Haisley et al., 2002).

Spora jamur diproduksi oleh jamur secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual yang membentuk sel tunggal. Spora seksual adalah hasil rekombinasi dari dua sel. Kebanyakan jamur yang mencemari udara dalam ruangan berasal dari reproduksi aseksual, dengan adaptasi terhadap lingkungan yang berubah menjadi hifa yang menyatu. Tahap aseksual dengan cepat menghasilkan spora yang menjadi koloni jamur. Pada tahap seksual terjadi ketika kondisinya menguntungkan, dan menghasilkan spora yang lebih tahan lama dan dapat menyebar ke lingkungan dengan jarak yang sangat jauh (Haisley et al., 2002).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

(28)

yang harus tersedia dan keadaan fisik yang dapat menunjang kehidupannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur, yaitu kebutuhan air, suhu pertumbuhan, kebutuhan oksigen, pH, substrat (media), komponen penghambat (Srikandi, 1993).

Kebanyakan jamur membutuhkan air lebih sedikit untuk pertumbuhannya dibandingkan khamir dan bakteri. Air berperan dalam reaksi metabolik didalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi atau bahan buangan kedalam dan keluar sel, jika air mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimia dalam gula atau garam maka air tersebut tidak dapat digunakan lagi. Jamur bersifat heterotrofik, memerlukan selapis air disekitar hifanya untuk tumbuh sehingga jika bersaing dengan mikroorganisme lain maka jamur akan kalah. Jumlah air dalam makanan disebut aktivitas air (aw) merupakan perbandingan tekanan uap pelarut (umumnya air), sebanding dengan kelembapan relative (RH) dari udara atmosfir (Srikandi, 1993).

Kebanyakan jamur bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan jamur adalah sekitar 25-30°C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37ºC atau lebih tinggi, misalnya

Aspergillus. Beberapa jamur bersifat psikrotropik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu almari es dan beberapa bahkan masih dapat tumbuh lambat pada suhu dibawah suhu pembekuan, misalkan pada suhu -5ºC sampai -10ºC. Beberapa jamur juga bersifat termofilik, yaitu dapat tumbuh pada suhu tinggi (Srikandi, 1993).

(29)

yaitu pH 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah (Srikandi, 1993).

Pada umumnya jamur dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai komplek. Kebanyakan jamur memproduksi enzim hidrolitik misalnya amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan yang mengandung pati, protein, pectin dan lipid (Srikandi, 1993).

Beberapa jamur mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik. Beberapa komponen lain bersifat mikostatik, yaitu penghambat pertumbuhan jamur atau fungisidal membunuh jamur. Pertumbuhan jamur biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Jika kondisi pertumbuha memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, jamur biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali jamur dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dapat berlangsung dengan cepat (Srikandi, 1993).

2.2.3 Penyakit Akibat Jamur

(30)

SBS antara lain: sakit kepala, kehilangan konsentrasi, tenggorokan kering, iritasi mata dan kulit. Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS: iritasi mata dan hidung, kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan mental, sakit kepala, ISPA, batuk, bersin-bersin, dan reaksi hipersensitivitas (CIAR, 1996).

Kontak antara manusia dan mikroorganisme tidak dengan sendirinya secara klinis mengakibatkan perkembangan penyakit. Terjadinya infeksi tergantung sebagian pada karakterstik mikroorganisme, termasuk ketahanan terhadap virulensi intrinsik, dan jumlah bahan infektif. Banyak jenis bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang diperoleh dari orang lain di rumah sakit (infeksi silang) atau mungkin disebabkan oleh flora pasien sendiri. Beberapa organisme dapat diperoleh dari benda mati atau infeksi dari lingkungan (Fletcher

et al., 2010).

Beberapa jenis jamur yang biasa ditemui pada udara dalam ruang dan menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia adalah Alternaria, Aspergillus, Cladosporium, Penicillium, dan Stachybotrys. Hanya sebagian kecil yang dapat menginfeksi manusia, namun banyak yang dapat tumbuh pada bangunan dan mempunyai potensi untuk mengurangi kualitas udara dalam ruangan (Fletcher et al., 2010).

(31)

ventilasi (Fletcher et al., 2010). Akan tetapi, adanya pertumbuhan jamur tidak selalu orang yang berada di daerah tersebut akan menunjukkan efek kesehatan yang negatif. Risiko paparan tertentu dapat signifikan dalam jangka panjang khususnya individu dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti asma, sistem imun, atau alergi (Eduard, 2009).

2.3 Puskesmas Kota Tangerang Selatan

(32)

2.4 Peraturan Kualitas Udara dalam Ruangan

Pengaturan lingkungan perawatan harus dilakukan dengan baik. Lingkungan sebagai tempat berkumpul orang memungkinkan terjadinya peningkatan interaksi antara orang yang terinfeksi dan orang-orang beresiko terinfeksi. Pasien dengan infeksi dirawat di rumah sakit atau mikroorganisme patogen merupakan sumber potensial dari infeksi baik pada pasien maupun staf. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menskes/SK/X/2004, persyaratan kualitas udara dengan indeks angka kuman pada ruangan rumah sakit atau Puskesmas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit

No. Ruang atau unit

Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m3 udara

(CFU/m3)

1. Operasi 10

2. Bersalin 200

3 Pemulihan/Perawatan 200-500 4. Observasi bayi 200 5. Perawatan bayi 200 6. Perawatan prematur 200

7. ICU 200

8. Jenazah, autopsi 200-500 9. Penginderaan medis 200 10. Laboratorium 200-500 11. Radiologi 200-500

(33)

Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 mensyaratkan penghawaan, suhu dan kelembaban udara untuk masing-masing ruang rumah sakit atau Puskesmas. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, Perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit/Puskesmas, persyaratan dengan indeks Persyaratan penghawaan yang meliputi standar suhu, kelembaban, dan tekanan udara untuk masing-masing ruang atau unit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit

No. Ruang atau Unit Suhu (ºC) Kelembaban (%) Tekanan 1. Operasi 19-24 45-60 Positif 2. Bersalin 24-26 45-60 Positif 3. Pemulihan/ perawatan 22-24 45-60 Seimbang 4. Observasi bayi 21-24 45-60 Seimbang 5. Perawatan bayi 22-26 35-60 Seimbang 6. Perawatan premature 24-26 35-60 Positif 7. ICU 22-23 35-60 Positif 8. Jenazah, Autopsi 21-24 - Negatif 9. Penginderaan medis 19-24 45-60 Seimbang 10. Laboratorium 22-26 35-60 Negatif 11. Radiologi 22-26 45-60 Seimbang 12. Sterilisasi 22-30 35-60 Negatif 13. Dapur 22-30 35-60 Seimbang 14. Gawat darurat 19-24 45-60 Positif 15. Administrasi,

pertemuan, ruang tunggu

21-24 45-60 Seimbang

(34)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menskes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit/Puskesmas, persyaratan standar intensitas cahaya pada ruangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Intensitas Cahaya Menurut Fungsi Ruang atau Unit No. Ruangan atau Unit Intensitas

Cahaya (Lux)

3. Meja operasi 10.000- 20.000 Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan 4. Anastesi, pemulihan 300-500

5. Endoscopy 75- 100 6. Sinar X Minimal 60 7. Koridor, ruang tunggu,

administrasi kantor dan toilet

Minimal 100 Pada malam hari

8. Ruang alat/ gudang, farmasi dan dapur

Minimal 200 9. Ruang isolasi khusus

penyakit tetanus

0,1- 0,5 Warna cahaya biru 10. Ruang luka bakar 100-200

Sumber: Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004

World Health Organisation (WHO) memperkirakan sekitar 400-500 juta orang khususnya di negara-negara berkembang saat ini menghadapi masalah polusi udara di dalam ruangan dan diperkirakan setiap tahunnya dari sekitar 3 juta kematian akibat polusi udara, 2,8 juta di antaranya akibat polusi udara dalam ruangan serta 0,2 juta lainnya akibat polusi udara luar ruangan. Studi Indoor Air

(35)

Tabel 4. Peraturan Bioaerosol pada Berbagai Negara (Sumber : Mandal dan Brandl 2011)

Negara Bakteri

Indonesia 500 Kepmenkes, 2004 Canada 150A KH,Barlett, 2003 China 2500-7000B Gony, RL, 2004 Finlandia 4500 A.Nevalainen,

1989 Catatan: A untuk campuran spesies, B bergantung pada spesies fungi, C

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015. Sampling udara dilakukan di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur Tangerang Selatan dan di ruang tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat, Tangerang Selatan. Pengamatan dan analisa jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Single Stage Multi Orifice Sampler SKC Biostage Standard, pompa vakum dengan laju alir udara sebesar 28,3 L/menit, tripod, stopwatch, cawan petri, bunsen, sprayer, cool box, laminar air flow, Erlenmeyer, inkubator (Memmert), autoklaf (ALP), Hot plate (Thermoline), mikroskop (Merk Olympus dan Novel), plastik wrapping, kaca pr eparat, cover glass, Counter, Luxmeter dan Hygrometer. Bahan yang digunakan antara lain media Potato Dextose Agar (PDA Oxoid), alkohol 70% dan aquades.

3.3 Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pembuatan media PDA, lokasi sampling, protokol sampling, pengukuran faktor fisik dan jumlah orang dalam ruangan, perhitungan koloni jamur, pengamatan morfologi jamur dan identifikasi jamur. Cara kerja tentang pengukuran kualitas udara ini dipandu dengan buku Indoor Air Quality (NIOSH, 1989).

(37)

3.3.1 Pembuatan Media PDA

Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan medium untuk menunjang

pertumbuhan fungi yang dilengkapi dengan asam atau antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pembuatan medium, yaitu dengan cara melarutkan PDA Oxoid sebanyak 39 gram ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan aquades sebanyak 1000 ml, setelah itu dipanaskan diatas hot plate diikuti oleh pangadukan dengan menggunakan magnetic stirrer. Setelah dipanaskan hingga larutan homogen dan menjadi bening kekuning-kuningan larutan PDA kemudian didinginkan. Kemudian dimasukan ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi dilakukan selama 15 menit dengan suhu 121oC. Kemudian dibuat agar plate pada cawan petri steril.

3.3.2 Lokasi Sampling

(38)

Gambar 1 Denah Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur Tangerang Selatan

Denah ruang tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan ditunjukan pada Gambar 2 sebagai berikut :

Gambar 2 Denah Ruang Tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan

F : Ruang periksa dewasa

G : Ruang loket : Ruang tunggu Pendaftaran

Keterangan :

A : Ruang pendaftaran B : Ruang periksa gigi C : Ruang periksa anak D : Ruang UGD

E : Ruang periksa dewasa F : Apotek

: Kursi

(39)

3.3.3 Protokol Sampling

Protokol sampling metode Air Sampler NIOSH 0800 mengenai Bioaerosol Indoor Air dan panduan manual Single stage Multi-orifice Sampler SKC Biostage Standard. Media PDA pada cawan petri yang telah disterilkan, serta alat dan bahan lainnya dipersiapkan dan dibawa ke lokasi sampling ruang tunggu Puskesmas. Sampler dihubungkan ke tripod dengan ketinggian 1,2 -1,5m di atas lantai. Pompa vakum dikalibrasi dan diatur laju aliran udara menjadi 28,3 Liter/menit. Semua permukaan sampler disterilkan terlebih dahulu dengan menyemprotkan alkohol 70%.

Sampling udara dimulai dan penghitungan waktu bersamaan dengan penyalaan pompa. Waktu pengambilan sampel sesuai dengan metode Natioanal Institute of Accupational Safety and Health (NIOSH) tentang Manual Analytic Method yang telah ditentukan, yaitu selama 5 menit. Setelah selesai periode sampling, pompa dimatikan, lalu cawan petri dilepaskan dari alat, ditutup kembali dan dibungkus dengan menggunakan plastik wrapping. Sampel pada cawan diinkubasi selama 3-5 hari dengan suhu 27ºC.

3.3.4 Pengukuran Faktor Fisik dan Jumlah Orang dalam Ruangan

(40)

menggunakan alat Weathermeter. Intensitas cahaya diukur menggunakan alat

Luxmeter. Perhitungan jumlah orang dalam ruang tunggu dihitung dengan menggunakan alat Counter, perhitungan dimulai saat pencuplikan hingga selesai pencuplikan dengan durasi sekitar 20 menit.

3.3.5 Perhitungan Koloni Jamur

Setelah dilakukan pengambilan sampel dan pembiakan selama ±72 jam, dilakukan perhitungan jumlah koloni yang tumbuh pada media agar dan kemudian dilakukan perhitungan koloni jamur per volume udara (CFU/m3) (NIOSH, 1989). Konsentrasi koloni jamur pada ruang tunggu dengan rumus sebagai berikut:

CFU

m3 =

Jumlah koloni pada media agar CFU

Volume udara m3

volume udara m3 = lama pengambilan sampel menit x 0.082 m3

menit

3.3.6 Pengamatan Morfologi dan Identifikasi Jamur

(41)

3.4 Analisis Data

Pengambilan keputusan untuk melihat data berdistribusi normal, yaitu data konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas diuji dengan uji normalitas. Jika hasil uji ini menunjukkan nilai signifikansi >0,05 maka H0 diterima, sedangkan

jika nilai signifikansi <0,05 maka H0 ditolak.

H0 = Data konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan

Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan berdistribusi normal.

H1 = Data konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan

Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan tidak berdistribusi normal.

Data yang didapatkan, yaitu hasil perhitungan konsentrasi jamur dianalisis dengan menggunakan uji Analisi Variasi (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dengan signifikansi =0,05. Pengambilan keputusan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh faktor Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat terhadap konsentrasi jamur dianalisis menggunakan ANOVA. Jika hasil uji ini menunjukkan nilai signifikansi >0,05 maka H0 diterima,

sedangkan jika nilai signifikansi <0,05 maka H0 ditolak.

H0 = Tidak ada perbedaan konsentrasi jamur yang signifikan pada ruang

(42)

H1 = Ada perbedaan konsentrasi jamur yang signifikan pada ruang

tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan

Tabel 5. Fakor dan Parameter yang di Uji

Faktor Y = (Parameter

Variabel Terikat)

X = (Parameter Variabel Bebas)

1. Puskesmas Perawatan

2. Puskesmas Non-Perawatan Konsentrasi Jamur

Suhu

Kelembaban Intensitas cahaya Jumlah orang dalam ruang tunggu

Pengambilan keputusan untuk melihat data berdistribusi normal, yaitu data faktor fisik (kelembaban udara, suhu dan intensitas cahaya) dan jumlah orang dengan konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas diuji dengan uji normalitas. Jika hasil uji ini menunjukkan nilai signifikansi >0,05 maka H0

diterima, sedangkan jika nilai signifikansi <0,05 maka H0 ditolak.

H0 = Data faktor fisik (kelembaban, suhu dan intensitas cahaya) dan jumlah

orang pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan berdistribusi normal.

H1 = Data faktor fisik (kelembaban, suhu dan intensitas cahaya) dan jumlah

orang pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan tidak berdistribusi normal.

(43)

terikat bebas X1 adalah suhu udara, X2 adalah kelembaban udara, X3 adalah

intensitas cahaya dan X4 adalah variebel jumlah orang.

Untuk mengetahui pengaruh faktor fisik dan jumlah orang terhadap konsentrasi jamur dan dianalisis dengan uji regresi linear berganda. Pengambilan keputusan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan faktor fisik (kelembaban udara, suhu dan intensitas cahaya) dan jumlah orang dengan konsentrasi jamur pada ruang tunggu diuji dengan uji regresi linear berganda atau uji korelasi. Jika hasil uji ini menunjukkan nilai signifikansi >0,05 maka H0 diterima, sedangkan

jika nilai signifikansi <0,05 maka H0 ditolak.

H0 = Tidak ada hubungan yang nyata antara konsentrasi jamur dengan faktor

fisik (kelembaban, suhu dan intensitas cahaya) dan jumlah orang pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

H1 = Ada hubungan yang nyata antara konsentrasi jamur dengan faktor fisik

(kelembaban, suhu dan intensitas cahaya) dan jumlah orang pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

Kriteria R dalam tabel korelasi sebagai berikut (Sudarmanto, 2005):

(44)
(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Konsentrasi Jamur Udara pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan

Penelitian sebelumnya tentang kualitas udara dengan parameter jamur pada ruang tunggu Puskesmas belum pernah diteliti, namun penelitian tentang kualitas udara dengan parameter jamur di ruang rawat inap suatu rumah sakit telah diteliti oleh Iq (2014) dan Merlin (2012). Pengambilan sampel dilakukan pada jam kunjung teramai, yaitu pukul 08.00-11.00 WIB. Penelitian sebelumnya tentang pengambilan sampel kualitas udara dengan parameter jamur dilakukan pada jam kunjung teramai telah dilakukan oleh Iq (2014) dan Merlin (2012). Jam kunjung teramai sama dengan jumlah orang terbanyak dalam ruang tunggu Puskesmas. Waktu tersebut berpotensi terjadinya penularan penyakit dari orang sakit ke orang sehat maupun sebaliknya. Aktivitas manusia dalam ruang tunggu Puskesmas seperti berbicara, batuk, berjalan adalah sebagian aktivitas yang dapat menghasilkan partikel biologi di udara (Maeir et al., 2002).

Berdasarkan hasil analisis uji normalitas diketahui bahwa nilai signifikansi konsentrasi jamur adalah 0,694, suhu 0,729, kelembaban udara 0,329, intensitas cahaya 0,580 dan jumlah orang 0,431 yang seluruhnya melebihi 0,05, sehingga dapat dikatakan H0 diterima, yaitu data yang diolah merupakan data berdistribusi

normal. Kurva uji normalitas diketahui bahwa data menyebar disekitar kurva dengan mengikuti model regresi, sehingga dapat dikatakan data yang diolah merupakan data berdistribusi normal.

(46)

Standar yang tercantum di Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 merupakan standar untuk angka kuman atau angka mikroorganisme (bakteri dan jamur). Tidak terdapat acuan standar untuk spesifik konsentrasi jamur maksimum yang diperbolehkan pada ruang tunggu Puskesmas. Oleh karena itu, konsentrasi jamur hasil pengukuran di dalam ruang tunggu Puskesmas yang diukur, dibandingkan dengan menggunakan acuan World Health Organisation (WHO) tahun 2009 tentang Mold and Dampness Indoor Air dengan nilai maksimum 500 CFU/m3.

Hasil pengukuran konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur Tangerang Selatan memiliki rentang 177-594 CFU/m3 dan memiliki rata-rata 432 CFU/m3. Hasil pengukuran konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan memiliki rentang 297-989 CFU/m3 dan memiliki rata-rata 495 CFU/m3. Rata-rata hasil

pengukuran konsentrasi jamur pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan masih dibawah standar kualitas jamur di udara yang ditentukan oleh WHO tahun 2009, yaitu 500 CFU/m3.

(47)

(2014) dan Merlin (2012) menunjukan hasil yang sama, yaitu tidak ada perbedaan konsentrasi jamur yang signifikan pada jam kunjung dan bukan jam kunjung.

4.2 Isolat Jamur Udara Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan

Berdasarkan pengamatan jamur secara makroskopik dan mikroskopik dapat dideskripsikan dengan panduan buku kapang tropik umum Gandjar et al.,

(1999), John dan Roland (2007) dan jurnal identifikasi jamur, sehingga didapatkan identikasi jamur udara pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan. Hasil pengamatan morfologi dan identifikasi Jamur dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Pengamatan Morfologi dan Identifikasi Jamur

(48)

2.  Bentuk koloni : irreguler  Diameter : 0,7-3,8 cm  Referensi identifikasi :

(49)

5.  Warna miselium : putih  Bentuk koloni : irreguler  Diameter : 0,3-0,9 cm  Referensi identifikasi :

(Gandjar et al., 1999). (John dan Roland, 2007). (Ilyas, 2007).

a. Konidia : bulan sabit b. Konidiofor : bercabang  Warna miselium : putih  Bentuk koloni : irreguler  Diameter : 1,2-2,9 cm

Rhizopus sp. Perbesaran 400x

(50)

8.  Warna miselium : putih  Bentuk koloni : bulat  Warna miselium : putih  Bentuk koloni : irregular  Diameter : 1-5 cm

Saccharomyces sp. Perbesaran 1000x

(51)

11.

Cryptococcus sp. Perbesaran 1000x

 Jumlah koloni total : 11

Candida sp.1 Perbesaran 200x

 Jumlah koloni total : 4

Candida sp.2 Perbesaran 200x

 Jumlah koloni total : 21  Warna koloni : krem

mengkilap

 Bentuk koloni : irreguler  Diameter : 0.5-1.2 cm

Rhodoturula sp. Perbesaran 400x

 Jumlah koloni total : 8  Warna koloni : merah

(52)

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni dan identifikasi jamur (Tabel 6), dapat diketahui warna koloni jamur berbeda-beda akan tetapi warna dasar miselium koloni jamur yang hampir sama, yaitu berwarna putih. Hasil pengamatan jamur udara di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan diperoleh 14 isolat jamur dengan ciri morfologi yang berbeda. Jamur jenis kapang didapatkan pada isolat nomor 1-9 dan jamur jenis khamir didapatkan pada isolat nomor 10-14. Isolat jamur memiliki bentuk koloni bundar dan sebagian yang berbentuk irregular. Bentuk koloni jamur yang irreguler dapat tumbuh diseluruh permukaan agar cawan seperti isolat

Rhizopus sp. Diameter koloni terbesar Neurospora sp., yaitu mencapai 5 cm, sedangkan diameter koloni terbesar Candida sp.1, yaitu 0,2 cm. Perbedaan ciri morfologi pada isolat jamur merupakan suatu identitas dari masing-masing jenis jamur sehingga dapat diidentifikasi jenis jamur. Jumlah total koloni dari masing-masing jenis jamur yang ditemukan, dapat menunjukkan dominansi penyebaran jenis jamur di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

(53)

Tabel 7. Hasil Pengamatan Bentuk Hifa Aseksual

Konidiofor Sporangiofor Blastospora

Aspergillus niger

Bentuk hifa aseksual yang didapatkan pada penelitian, yaitu konidiafor, sporangiofor dan blastospora. Bentuk hifa aseksual konidiofor memiliki struktur konidia yang berbentuk oval, semibulat, atau bulat dan ada yang membentuk rantai. Konidia melekat pada fialid (sel konidiogenus) dan fialid melekat pada bagian ujung konidiofor yang mengalami pembengkakan yang disebut vesikel. Fialid dapat melekat langsung pada vesikel (tipe sterigmata uniseriat) atau dapat melekat pada struktur metula (tipe sterigmata biseriat). Jenis jamur yang hifa aseksualnya berbentuk konidiofor dalam penelitian ini adalah Cladosporium sp.,

Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus sp.1, Fusarium sp.,

(54)

penelitian ini adalah Rhizopus sp. dan Mucor sp.Bentuk hifa aseksual blastospora hanya terdapat pada jenis jamur khamir. Spora pada khamir berada pada kuncup atau tunas sel-sel khamir. Hal ini menjadikan bentuk sel khamir bulat atau semibulat. Jenis jamur yang hifa aseksualnya berbentuk blastospora dalam penelitian ini adalah Saccharomyces sp., Cryptococcus sp., Candida sp.1,

Candida sp.2 dan Rhodoturula sp. (Pelczar et al., 2008).

Nomor isolat 1 sampai dengan 9 merupakan jamur jenis kapang. Kapang merupakan jenis fungi multiseluler yang bersifat aktif karena merupakan organisme saprofit dan mampu memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Di bawah mikroskop dapat dilihat bahwa kapang terdiri dari benang yang disebut hifa, kumpulan hifa ini dikenal sebagai miselium. Kapang tersebut mudah dijumpai pada bagian-bagian ruangan yang lembab, seperti langit-langit bekas bocor, dinding yang dirembesi air, atau pada perabotan lembab yang jarang terkena sinar matahari (Lampiran 2). Kapang melakukan reproduksi dan penyebaran menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari dua jenis, yaitu spora seksual dan spora aseksual. Spora aseksual dihasilkan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan spora seksual. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil (diameter 1-10 μm) dan ringan, sehingga penyebarannya umumnya secara pasif menggunakan aliran udara, apabila spora tersebut terhirup oleh manusia dalam jumlah tertentu akan mengakibatkan gangguan kesehatan (Pelczar et al., 2008).

(55)

berfilamen tetapi uniseluler berbentuk semibulat dan bulat. Bentuk khamir dapat bulat cembung sampai semibulat, kadang dapat membentuk miselium semu. Ukuran juga bervariasi. Struktur yang dapat diamati meliputi dinding sel, sitoplasma, vakuol air, globula lemak dan granula. Kebanyakan khamir melakukan reproduksi secara aseksual melalui pembentukan tunas secara multilateral ataupun polar. Reproduksi secara seksual menghasilkan askospora melalui konjugasi dua sel atau konjugasi dua askospora yang menghasilkan sel anakan kecil (Pelczar et al., 2008).

Berdasarkan jumlah koloni setiap jamur yang ditemukan pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan, dapat diketahui persentase setiap jamur yang tumbuh dan memiliki tingkat kehadiran yang dominan. Hal tersebut dapat menunjukkan jamur yang dominan keberadaannya di ruang tunggu Puskesmas, sehingga dapat diwaspadai dan dicegah terkait infeksi yang mungkin terjadi. Persentase keberadaan jamur yang mendominasi dari hasil pengukuran di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.2 sebagai berikut:

(56)

Berdasarkan Gambar 3, persentase keberadaan jamur dominan yang tumbuh pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan. Total jenis isolat jamur yang ditemukan pada kedua ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan adalah 14 jenis isolat jamur. Jenis jamur

Neurospora sp. hanya ditemukan pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur, sedangkan jenis jamur Aspergillus sp.1, Cryptococcus sp.,

Candida sp.1, Candida sp.2 dan Rhodoturula sp. hanya ditemukan pada ruang tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat.

Jenis jamur yang memiliki persentase keberadaan tertinggi adalah

Saccharomyces sp. Persentase Saccharomyces sp. pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur sebesar 23,6% dan Puskesmas Non-Perawatan Ciputat sebesar 36%. Jenis jamur ini memiliki spora aseksual yang diproduksi dalam jumlah banyak, berukuran kecil dan ringan, serta tahan terhadap keadaan kering. Spora ini mudah beterbangan di udara (Sjamsuridzal, 2006). Hal ini yang dapat membuat Saccharomyces sp. memiliki persentase keberadaan tertinggi pada udara ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

Jenis jamur dominan selanjutnya adalah isolat 1, yaitu Cladosporium sp. Persentase Cladosporium sp. pada Puskesmas Perawatan Ciputat Timur sebesar 29,1% dan Puskesmas Non-Perawatan Ciputat sebesar 21,2%. Koloni

Cladosporium sp. memiliki warna hijau kehitaman dan memiliki konidia gelap berpigmen yang terbentuk dalam rantai sederhana atau bercabang. Cladosporium

(57)

yang tersebar oleh angin membuat penyebarannya sangat berlimpah di udara bebas (Jeffrey, 1996).

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni dan identifikasi jamur (Tabel 6), isolat Aspergillus sp. ditemukan dengan ciri-ciri yang berbeda, yaitu pada isloat 2 (Aspergillus niger), isolat 3 (Aspergillus fumigatus) dan isolat 4 (Aspergillus sp.1). Jenis jamur Aspergillus yang paling dominan adalah

Aspergillus fumigatus dengan nilai presentase pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur sebesar 10,1% dan Puskesmas Non-Perawatan Ciputat sebesar 8,6%. Jenis jamur Aspergillus sp.1 hanya ditemukan pada ruang tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat dengan persentase sebesar 0,7%. Aspergillus

sp. merupakan jenis jamur yang sering menimbulkan infeksi penyakit. Berbagai penyakit berkaitan dengan jamur jenis ini. Aspergilosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Aspergillus. Jamur ini terdapat di alam bebas, sehingga sporanya sering diisolasi dari udara. Aspergillus termasuk jamur kontaminan. Spesies yang sering dianggap penyebab penyakit adalah A. fumigatus, A. niger

dan A. flavus. Cara infeksi tergantung lokasi yang diinfeksi ada beberapa bentuk, yaitu Aspergilosis kulit, Aspergilosis sinus, Aspergilosis paru dan Aspergilosis sistemik (Jeffrey, 1996). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zaini (2013), menunjukkan jenis jamur dari genus Aspergillus yang dapat menyebabkan

(58)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangunnegoro (2008), menunjukkan

Aspergillus fumigatus dapat menyebabkan infeksi paru hingga 90%. Gambaran klinis bisa berupa pneumoni (radang paru-paru), dalam parenkim paru-paru terjadi bulatan granulomatosa yang dapat sembuh dan terjadi klasifikasi membentuk coin lesion. Sputum biasanya mukopurulen dan kadang-kadang terdapat bercak darah. Penyebaran secara hematogen biasanya ke ginjal dan organ-organ lain.

Aspergillus fumigatus terbukti menghasilkan endotoksin yang mampu

menghemolisis eritrosit manusia dan hewan. Jamur A. fumigatus ternyata memang merupakan yang paling sering menimbulkan aspergilosis pada manusia. Jamur

Aspergillus lain yang menyebabkan Aspergilosis pada manusia ialah Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus nidulans. Hal ini menunjukkan bahwa

Aspergillus sp. merupakan salah satu jenis jamur yang paling sering ditemukan dan penyebab kontaminasi udara di ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

Jenis jamur dominan selanjutnya adalah isolat Mucor sp. dan Rhizopus sp. Persentase Mucor sp. pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur sebesar 14.4% dan Puskesmas Non-Perawatan Ciputat sebesar 6%. Persentase

Rhizopus sp. pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur sebesar 5,4% dan Puskesmas Non-Perawatan Ciputat sebesar 6,2%. Mucor sp. dan

Rhizopus sp. masuk ke dalam golongan Zygomycetes.

Infeksi yang disebabkan oleh berbagai jamur kontaminan, yaitu

(59)

dapat masuk ke dalam liang telinga melalui alat-alat yang dipakai untuk mengorek-ngorek telinga yang terkontaminasi, melalui udara atau air (Gandahusada et al., 1988). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Edward dan Irfandy (2012), kasus otomikosis pada seorang wanita umur 41 tahun ditemukan jenis-jenis jamur Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus terreus, Candida albicans dan Candida parapsilosis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumar (2005), dari kultur biakan yang diambil dari penderita otomikosis didapatkan isolate-isolat jamur Aspergillus niger (52,43%), Aspergillus fumigatus

(34,14%), C.albicans (11%), C.pseudotropicalis (1,21%) dan Mucor sp. (1,21%). Hal ini perlu diwaspadai oleh pasien, keluarga pengantar pasien dan paramedis Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan karena ditemukan genera jamur penyebab penyakit otomikosis.

Hasil penelitian ini menemukan jamur Fusarium sp., persentase keberadaannya terendah, yaitu pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur sebesar 1,1% dan Puskesmas Non-Perawatan Ciputat sebesar 0,5%.

Fusarium adalah salah satu genus jamur berfilamen yang hidup dan

(60)

terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan (Gandjar et al., 1999).

Hasil penelitian ini menemukan jenis jamur Candida sp., keberadaannya sering ditemukan pada setiap cawan petri sampel jamur udara pada kedua ruang tunggu Puskesmas. Jamur dari genus Candida dapat berpotensi menimbulkan penyakit pada manusia. Menurut Crofton et al., (2001), menunjukkan 50% penderita Tuberkulosis (TB) paru bisa dijumpai Candida albicans dalam dahak mereka, sehingga untuk menetapkan bahwa seseorang menderita Kandidiasis bronkial harus diperiksa dan dijumpai kepositifan organisme ini di dahak secara berulang-ulang. Gambaran radiologik foto dada biasanya normal atau dijumpai pengaburan berupa garis di lapangan tengah dan bawah paru. Pasien yang menderita kandidiasis paru biasanya tampak lebih sakit, mengeluh demam dengan pernapasan dan nadi yang cepat. Selain itu muncul batuk, hemaptoe, sesak dan nyeri dada. Pada foto dada biasa tampak pengaburan dengan batas tidak jelas terutama di lapangan bawah paru. Bayangan lebih padat atau efusi pleura bisa juga dijumpai pada foto dada. Diagnosis dengan menemukan jamur Candida di sputum serta kultur yang positif dengan medium Agar Sabouraud.

(61)

Zygomycetes (6,87%), Norcardi spp., (2,29%), Geotrichum (1,52) dan lain-lain (1,55%). Penularan TB paru terjadi melalui batuk, bersin, berbicara atau meludah. Data penderita TB di Puskesmas Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan sekitar 23%. Hal ini perlu diwaspadai pada para pengunjung Puskesmas Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan dikarenakan ditemukan jenis-jenis jamur dari penyakit TB ini.

Hasil penelitian ini menemukan jenis jamur Cryptococcus sp., presentase keberadaan jamur ini tidak begitu dominan karena hanya ditemukan pada ruang tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat dengan presentase sebesar 2,6%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Efida dan Desiekawati (2010), jenis jamur dari genus Cryptococcus yang dapat menyebabkan kriptokokosis adalah Cryptococcus neoformans. Jamur Cryptococcus neoformans dapat tumbuh di permukaan tanah. Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi melalui basidiospora yang terhirup bersama udara dan debu lingkungan yang terkontaminasi, kemudian masuk ke paru. Penyakit ini dapat mengenai penderita dengan sistem imun rendah umumnya penderita HIV/AIDS. Tes aglutinasi tabung mendeteksi hanya 30% pasien dengan

Cryptococcus, immunofluorescence assay (IFA) mendeteksi 38% kasus dengan

Cryptococcus.

(62)

pengawasan, penelitian, keselamatan atau tujuan kontrol kualitas udara (Joseph dan Anjali, 2006).

4.3 Hasil Analisis Pengaruh Faktor Fisik Udara dan Jumlah Orang Terhadap Konsentrasi Jamur Udara dan Hasil Observasi pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan

Berdasarkan analisis uji regresi linier berganda atau uji korelasi diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara konsentrasi jamur dengan faktor fisik suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan jumlah orang, dengan nilai signifikansi suhu adalah 0,329, kelembaban udara 0,323, intensitas cahaya 0,527 dan jumlah orang 0,827 yang seluruhnya melebihi 0,05 (H0 diterima) (Lampiran

1). Hasil angka R sebesar 0,461, menunjukkan korelasi (keeratan hubungan) antara konsentrasi jamur dengan faktor fisik suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan jumlah orang adalah korelasi sedang. Hasil uji regresi menunjukkan angka R Square sebesar 0,213, hal ini berarti 21,3% konsentrasi jamur dapat dijelaskan oleh variasi keempat variabel bebas yang meliputi suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan jumlah orang, sedangkan 78,8% dapat dipengaruhi oleh faktor lain, seperti sistem ventilasi, kondisi ventilasi, kondisi ruangan, kadar debu, material bangunan dan frekuensi pembersihan ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan.

(63)

ventilasi pasif. Sistem ventilasi pasif adalah sistem aliran udara yang didapat dari alam atau lingkungan bebas, yaitu lubang angin atau jendela pada sisi dinding yang berhadapan serta sejajar dengan arah angin lokal. Hal ini dapat berpotensi masuknya mikroorganisme dan spora jamur dari lingkungan bebas ke dalam ruang tunggu Puskesmas. Kondisi ventilasi yang berdebu dapat mempengaruhi kualitas udara. Sistem ventilasi dan kondisi ventilasi dapat memberi dampak kepada penghuni ruangan tersebut (Sulistiowati, 2001). Konsentrasi mikroba dalam ruangan akan bertambah banyak pada ruangan yang kondusif untuk pertumbuhannya. Material biologi yang mengalir di udara dan bertumpuk di ruangan dan menutupi permukaan interior akan menyebabkan perubahan kualitas udara dalam ruangan. Sedikit saja sumber karbon dan air di ruangan akan menjadi media pertumbuhan mikroorganisme (Pudjiastuti et al., 1998).

(64)

Jamur merupakan organisme saprofit, yaitu dapat memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Jamur juga merupakan organisme heterotrof yang berarti membutuhkan sumber karbon organik dari luar (Pelczar et al., 2008). Material bangunan dan benda pada ruang tunggu Puskesmas yang mengandung karbon organik dapat dijadikan tempat pertumbuhan jamur dan dapat mempengaruhi konsentrasi jamur udara pada ruang tunggu Puskesmas. Material bangunan dan benda yang mengandung karbon organik yang dapat dijadikan tempat pertumbuhan jamur, yaitu bangku kayu ruang tunggu Puskesmas, lemari kayu, langit-langit ruangan, filter udara, keset kain, tumpukan kertas dan lain-lain (Lampiran 2). Kondisi tersebut memiliki potensi sebagai sumber kontaminasi jamur di dalam ruang tunggu Puskesmas.

Frekuensi pembersihan ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan juga dapat mempengaruhi konsentrasi jamur di udara. Tempat-tempat yang dijadikan pertumbuhan jamur harus segera dibersihkan. Pembersihan lantai, ventilasi dan tempat sampah pada ruang tunggu Puskesmas harus dibersihkan dengan frekuensi 3 kali dalam sehari. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan pertumbuhan jamur yang dapat menjadi sumber kontaminasi dalam ruangan (Kepmenkes RI No. 1204, 2004).

(65)

Keadaan ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan dicatat, untuk diketahui potensi tersebarnya jamur di ruang tunggu tersebut. Hal ini dapat dijadikan gambaran kondisi awal untuk perbaikan dan pengendalian infeksi akibat jamur yang mungkin terjadi di ruang tunggu Puskesmas. Kondisi ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan saat dilakukan sampling dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi Saat Sampling pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan

Puskesmas Pintu RTLP (Ruang Tunggu Loket Pendaftaran).

(66)

yang terbuka dapat menyebabkan masuknya bioaerosol lain dari lingkungan luar ke dalam ruang tunggu.

Berdasarkan hasil observasi pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Tangerang Selatan dapat diketahui kondisi ruangan saat sampling yang meliputi kondisi jendela, kipas angin dan pintu. Selain itu dinding ruangan dan langit-langit ruangan dapat diperhatikan dengan kasat mata terdapat pertumbuhan jamur yang dapat menjadi sumber tersebarnya spora jamur yang tersebar ke udara (Lampiran 2). Keberadaan tempat sampah yang berada di ruang tunggu dapat dijadikan tempat perkembangbiakan jamur yang baik dan koloni jamur dapat melepaskan sporanya ke udara, sehingga menjadi sumber kontaminan jamur udara. Kondisi komponen tersebut menjadi penting diperhatikan terkait dengan keberadaan jamur udara. Selain kondisi tersebut, jamur dapat disebarkan ke udara oleh kegiatan penghuni yang berada di dalam ruang tunggu Puskesmas.

(67)

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata suhu pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat (Lampiran 4) memiliki nilai rentang suhu 28-320C. Standar suhu ruangan pada Rumah Sakit

atau Puskesmas berdasarkan Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Tata Udara adalah 20-23ºC. Hal ini menunjukkan suhu pada ruang tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat berada diatas batas standar yang ditentukan. Berdasarkan hasil pengamatan, kipas angin yang tidak menyala maupun tidak tersedianya kipas angin dapat meningkatkan suhu. Selain itu tingginya suhu ruang tunggu kedua puskesmas tersebut dapat berasal dari panas yang dihasilkan dari banyaknya aktivitas maupun jumlah manusia di dalam ruangan tersebut. Temperatur atau suhu adalah faktor fisik yang cukup penting dan mempengaruhi pertumbuhan jamur. Suhu di dalam ruangan rentang 18-24ºC adalah suhu optimal bagi pertumbuhan kebanyak jamur, meskipun beberapa jenis jamur dapat hidup juga di rentang suhu yang luas. Sedikit jamur yang mempunyai optimal diatas 30ºC, yaitu Aspergillus fumigatus.

Jamur di dalam lingkungan tidak tumbuh jika suhu di atas 30ºC, namun spora jamur lebih tahan panas dari pada miseliumnya dan memiliki rentang suhu yang luas (Spengler et al., 2001).

Gambar

Tabel 2. Standar Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara Menurut Fungsi
Gambar 2. Denah Ruang Tunggu Puskesmas Non-Perawatan Ciputat
Tabel 1. Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit
Tabel 2. Standar Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun didalam keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat,

Jumlah produksi jagung respnden di Desa Bange Kecamatan Sangau Ledo dijelaskan sebesar 97,00% oleh faktor-faktor penggunaan benih, jumlah penggunaan pupuk urea, jumlah

H1 H2 H3 Manajemen Organisasi Kondisi Lingkungan Kerja Fisik Perilaku Keselamatan Kerja Pelatihan Keselamatan Kerja Komunikasi Keselamatan Kerja Peraturan &amp; Prosedur

Aplikasi ini nantinya akan memberikan informasi letak – letak ATM dalam bentuk peta dan dapat menentukan lokasi ATM terdekat dari posisi nasabah menggunakan formula

Di dalam suatu ekosistem, setiap komponen biotik memiliki cara hidup berbeda dengan komponen biotik yang lainnya sehingga interaksi yang terjadi dapat menghasilkan berbagai

Penerapan teori humanistik dalam pembelajaran dapat dimodifikasi secara lentur oleh guru, hal ini lebih memberikan ruang kreatifitas yang tidak terbatas pada

Arah rotasi venus searah jarum jam (dari timur ke barat). Hal ini berbeda dengan planet-planet lain yang rotasinya berlawanan jarum jam. Sekali mengelilingi matahari, venus

Keberadaan tempat wisata makam syech burhanudin dengan jumlah wisatawan yang cukup besar menjadi daya tarik untuk para pemilik modal maupun pelaku untuk usaha