• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR

(Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang Konflik Budaya

Indonesia – Malaysia Dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Periode Agustus – Desember 2009)

Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Komunikasi Dalam Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Oleh:

Ronny Mallo Tju

D1208613

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi,

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Hari : Selasa

Tanggal : 14 Desember 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D

NIP. 197102171998021001 NIP. 198104292005012002

(3)

commit to user PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi,

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : Senin

Tanggal : 10 Januari 2011

Panitia Penguji :

Ketua : Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D. ( )

NIP. 19540805 198503 1 002

Sekretaris : Mahfud Anshori, S.Sos. ( )

NIP. 19790908 200312 1 001

Penguji I : Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D ( )

NIP. 197102171998021001

Penguji II : Nora Nailul A., S.Sos, M.LMEd, Hons. ( )

NIP. 198104292005012002

Mengetahui,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan

(4)

commit to user MOTTO

Yang terpenting di dalam menjalankan hati kepercayaan adalah hati kepercayaan yang kuat, ada kesungguhan hati di dalam doa dan memiliki

jiwa yang dapat mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin…

(Bimbingan Yang Arya Jitoku Kawabe)

Yang dikatakan ‘budi’ adalah tinggi, meskipun langit itu tinggi namun tingginya tidaklah setinggi ‘budi’. Dan ‘budi’ adalah tebal. Tanah memang

tebal tetapi tidaklah setebal ‘budi’.

(5)

commit to user PERSEMBAHAN

Penulisan Karya Ilmiah ini saya persembahkan dan dedikasikan untuk:

My Beloved Mother

- Wiliana

dan

Alm. Ayah saya Leo Ohari.

Dan juga untuk

kakak

2

saya, Roby dan Riny

.

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan

untuk memporoleh gelar sarjana ilmu komunikasi.

Penyusunan skripsi dengan judul “Konflik Budaya dalam Surat Kabar”

(Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia –

Malaysia Dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode

Agustus – Desember 2009), diawali dengan ketertarikan penulis terhadap

hubungan pasang-surut antara Indonesia dan Malaysia dalam berbagai hal

sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Seperti yang diketahui, konflik antara

Indonesia dan Malaysia ada beragam, namun yang menjadi pengamatan peneliti

adalah isu konflik budaya yang seiring waktu terus terjadi.

Penulisan berita terkait isu konflik budaya kedua negara sempat menjadi

hot topic dalam berbagai macam pemberitaan dalam surat kabar beberapa tahun lalu, namun pada tahun 2009 isu ini kembali mencuat dan menjadi perhatian baik

dari pemerintah maupun penduduk kedua negara tersebut. Sehingga mengundang

banyak pemberitaan dari surat kabar kedua negara, baik itu memberitakan secara

positif, negatif maupun netral. Pada penelitian ini peneliti ingin melihat

perbedaan-perbedaan berita terkait konflik budaya pada dua surat kabar yang

memiliki perbedaan mencolok terkait asal dan peredarannya, yakni Utusan

Malaysia yang berasal dari Malaysia, dan Media Indonesia yang berasal dari

(7)

commit to user

Dalam skripsi ini, peniliti memaparkan semua informasi yang dilengkapi

dengan data-data akurat yang berisi mulai dari perumusan masalah hingga hasil

perhitungan penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan berita

terkait konflik budaya pada kedua surat kabar yang diteliti.

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan tidak

terlepas dari kesalahan penulisan di dalam skripsi ini. Untuk itu peneliti berharap,

para peneliti dimasa yang akan datang dapat menyempurnakannya demi kemajuan

bidang ilmu sosial.

Diakhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan masyarakat luas. Terima kasih.

Surakarta, Desember 2010

(8)

commit to user

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini tidak akan mudah diselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak.

Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph. D dan Nora Nailul A., S.Sos, M.LMEd, Hons.

selaku pembimbing skripsi; yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan pengarahan, saran, kritik dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan skripsi ini. Dan mohon maaf atas

kesalahan-kesalahan penulis.

2. Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D. dan Mahfud Anshori, S.Sos. selaku penguji

skripsi; atas masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Nora Nailul A., S.Sos, M.LMEd, Hons. selaku Pembimbing Akademik,

yang telah memberikan arahan dan waktunya selama menempuh

pendidikan di Ilmu Komunikasi FISIP UNS.

4. Segenap staf dosen FISIP UNS Surakarta atas segala ilmu yang telah

diajarkan selama ini.

5. Rekan-rekan S1 Ilmu Komunikasi Swadana Transfer 2008. Umi Era, Titi,

Pupud, Wawa, Arwan, Abung, Diki, Gunawan, Iswan, Ezi, Latief, Matius,

Icha, Achi, Iva, Citra, Ade dan Fera, Alit, Desti, Mawar, dan semuanya..

Terima Kasih untuk kebersamaan, keceriaan, dan bantuannya. Sukses

selalu buat kalian, keep contact!

6. Keluarga besar di Sulawesi Selatan, Aji’-Monita, Untuk Om Toni

(9)

commit to user

7. Teman-Teman kos putra Stannum, dan keluarga Ibu Sri, Destina atas

bantuan-bantuannya, Andi Yan, Indra, Ko Andre, Mba Yani, Mba

Chandra, Mba Novi, Mba Retno, Mbah Jo, Taufik, Anugerah dan

semuanya.. Sukses selalu buat kalian..

8. Teman-Teman Yogya dan teman online, Jimmy Anthony Sarapung – Terima Kasih atas kesabaran dan supportnya yang sangat berharga buat

penulis, Nina atas supportnya, Indra ‘aandaku’, Pram2, Kancalini, Qinan,

Om Wahnce, Holy, Stef, Mba Nuke, Jeje, Once, Titis, Dee, Tante, Maia,

(10)

commit to user DAFTAR ISI

JUDUL……….. i

PERSETUJUAN……….. ii

PENGESAHAN………... iii

MOTTO……….... iv

PERSEMBAHAN……… v

KATA PENGANTAR………. vi

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR TABEL……….... xvi

DAFTAR GAMBAR………... xx

ABSTRAK……….... xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. B. Perumusan Masalah………. C. Tujuan Penelitian……….……… D. Manfaat Penelitian………... E. Kerangka Pemikiran dan Telaah Pustaka……….... 1. Definisi Komunikasi………...………... 11

1.1. Komunikasi Massa……….……….……….. 12

1.1.1 Surat Kabar………. 14

1.1.2. Berita……….. 17 1

9

10

10

(11)

commit to user

1.2. Komunikasi Antarbudaya….……….………... 22

1.2.1. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Antarbudaya……….………... 26

1.2.2. Konflik Budaya………...….……….……... 28

1.2.3. Penerapan Komunikasi Antarbudaya dalam Penelitian... 30

2. Analisis Isi sebagai Teknis Analisis……….……… 31

3. Penelitian Terdahulu……….…………... 34 1. Pokok Permasalahan Berita………..…... 46

2. Arah Pemberitaan….……….... 46

3. Sumber Berita…….……….………... 47

4. Faktualitas Berita.………. 48

5. Bentuk Penulisan Berita……… 49

(12)

commit to user

5. Teknik Pengumpulan Data……….………….. 53

6. Teknik Pengukuran………..………. 53

7. Teknik Analisis Data……… 54

8. Reliabilitas……… 55

BAB II DESKRIPSI PENELITIAN A. Utusan Group……… 56

1. Sejarah dan Perkembangan………... 56

2. Visi, Misi dan Objektif Perusahaan………. 58

3. Tata Kerja Perusahaan………. 60

3.1. Struktur Organisasi…….………...……….…………. 60

3.2. Editorial Utusan Malaysia……….……….……….. 62

4. Kebijakan Redaksional………... 63

5. Layanan Usaha Perusahaan……….. 64

6. Produk Usaha………... 69

7. Profil Pembaca……….……… 74

B. Media Indonesia………... 75

1. Sejarah dan Perkembangan……….. 75

2. Visi, Misi dan Objektif Perusahaan………... 77

3. Struktur Organisasi……….. 79

4. Kebijakan Redaksional………... 81

4.1. Pola Penyajian………...………….………... 82

(13)

commit to user

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

3.1. Penyajian Data Isi Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia –

Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia……….……….. 91

3.1.1. Sajian Data Kategori Pokok Permasalahan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Utusan Malaysia……… 92

3.1.2. Sajian Data Kategori Arah Pemberitaan Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia……… 95

3.1.3. Sajian Data Kategori Sumber Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia………... 98

3.1.4. Sajian Data Kategori Faktualitas Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia………... 102

3.1.5. Sajian Data Kategori Bentuk Penulisan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Utusan Malaysia………... 103

3.2. Penyajian Data Isi Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia -

Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia………... 106

3.2.1. Sajian Data Kategori Pokok Permasalahan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

(14)

commit to user

3.2.2. Sajian Data Kategori Arah Pemberitaan Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media

Indonesia………... 109

3.2.3. Sajian Data Kategori Sumber Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media

Indonesia………. 112

3.2.4. Sajian Data Kategori Faktualitas Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media

Indonesia………. 116

3.2.5. Sajian Data Kategori Bentuk Penulisan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Media Indonesia……….………. 118

3.3. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Isi Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Utusan Malaysia dan Media Indonesia Edisi Agustus –

Desember 2009………... 120

3.3.1. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Pokok

Permasalahan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia –

Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Edisi Agustus – Desember 2009……… 122

3.3.2. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Arah

Pemberitaan Tentang Konflik Budaya Indonesia –

(15)

commit to user

Indonesia Edisi Agustus – Desember 2009……… 125

3.3.3. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Sumber

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

Edisi Agustus – Desember 2009………. 128

3.3.4. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Faktualitas

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

Edisi Agustus – Desember 2009………. 130

3.3.5. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Bentuk

Penulisan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia –

Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Edisi Agustus – Desember 2009………. 133

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………... 136

B. Saran………. 144

DAFTAR PUSTAKA

(16)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Sampel Pemberitaan Terkait Konflik Budaya

Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia dan Media Indonesia... 52

Tabel 2.1 Direksi Utusan Group... 61

Tabel 2.2 Direksi Anak Perusahaan Utusan Group... 62

Tabel 2.3 Editor Utusan Malaysia... 62

Tabel 2.4 Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin... 85

Tabel 2.5 Persentase Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 85

Tabel 2.6 Persentase Berdasarkan Tingkat Usia... 85

Tabel 2.7 Persentase Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 86

Tabel 2.8 Persentase Berdasarkan Tingkat Pengeluaran... 86

Tabel 3.1 Hasil Uji Reliabilitas pada Surat Kabar Utusan Malaysia... 89

Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas pada Surat Kabar Media Indonesia... 89

(17)

commit to user

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Data Kategori Arah Pemberitaan

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada

Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 96

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Data Kategori Sumber Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada

Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 99

Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Data Kategori Faktualitas Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada

Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 102

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Data Kategori Bentuk Penulisan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 104

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Data Kategori Pokok Permasalahan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 107

Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Data Kategori Arah Pemberitaan

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada

Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

(18)

commit to user

Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Data Kategori Sumber Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada

Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 113

Tabel 3.11 Distribusi Frekuensi Data Kategori Faktualitas Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada

Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 116

Tabel 3.12 Distribusi Frekuensi Data Kategori Bentuk Penulisan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 118

Tabel 3.13 Perbedaan Distribusi Frekuensi Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat

Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode

Agustus - Desember 2009... 121

Tabel 3.14 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Pokok

Permasalahan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia -

Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Periode Agustus – Desember 2009... 123

Tabel 3.15 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Arah

Pemberitaan Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

(19)

commit to user

Tabel 3.16 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Sumber Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat

Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode

Agustus - Desember 2009... 128

Tabel 3.17 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Faktualitas

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia - Malaysia

Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Periode Agustus – Desember 2009... 131

Tabel 3.18 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Bentuk Penulisan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia

Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

(20)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Edisi Perdana Utusan Malaysia...

Gambar 2.2 Edisi Sekarang Utusan Malaysia... 70

(21)

commit to user ABSTRAK

RONNY MALLO TJU. D1208613. KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR (Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode Agustus – Desember 2009). Skripsi. Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.

Hubungan Indonesia – Malaysia secara bilateral sampai saat ini masih terjalin dengan baik, namun dibalik itu berbagai permasalahan yang terjadi menyelimuti hubungan Indonesia dan Malaysia. Konflik yang sebenarnya sudah lama terjadi, hingga kini masih kerap terulang, bahkan dengan isu yang lebih beragam. Berbagai isu konflik sudah dimulai sejak adanya konfrontasi era tahun 1960an, lalu konflik Blok Ambalat, kasus TKI, konflik budaya, dan yang baru saja terjadi pelanggaran batas laut di wilayah Kepulauan Riau. Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan isu konflik budaya sebagai objek penelitian.

Penggunaan surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dikarenakan kedua surat kabar tersebut paling banyak memuat berita mengenai konflik budaya dalam harian mereka selama bulan Agustus hingga Desember 2009. Selain itu Utusan Malaysia dan Media Indonesia adalah dua surat kabar yang memiliki jangkauan negara yang berbeda. Utusan Malaysia merupakan surat kabar nasional yang berasal dan beredar di Malaysia, sedangkan Media Indonesia merupakan surat kabar nasional yang berasal dan beredar di Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode analisis isi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dalam menyajikan isi pemberitaan mengenai konflik budaya antara Indonesia dan Malaysia, dilihat dari pokok permasalahan berita, arah pemberitaan, sumber berita, faktualitas berita hingga bentuk penulisan berita yang diukur dari frekuensi kemunculannya selama periode Agustus – Desember 2009. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tersebut, maka data dianalisis dengan menggunakan test uji beda Chi-Square.

Dari kedua surat kabar diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan signifikan dalam hal frekuensi penyajian berita mengenai konflik budaya Indonesia – Malaysia antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia. Hasil perbedaan dapat dilihat dari jumlah berita yang diperoleh dari kedua surat kabar, pada surat kabar Utusan Malaysia ada 29 berita dan Media Indonesia ada 31 berita. Sedangkan berdasarkan pada hasil hipotesis ditemukan perbedaan yang signifikan pada hasil uji beda Chi-Square kategori sumber berita, hasil perhitungan memperlihatkan nilai χ2

hitung lebih besar dari χ2tabel (21,71>9,49).

(22)

commit to user

Malaysia hanya menggunakan beberapa narasumber. Untuk kategori faktualitas berita, hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai χ2

hitung lebih besar daripada

nilai χ2

tabel (24,51>3,84), dimana perbedaan keduanya terletak pada Utusan

(23)

commit to user and Political Sciences. Sebelas Maret University Surakarta. 2010.

Relationship between Indonesia and Malaysia bilaterally is still well-maintained, but behind it there are various problems that occurred surrounding the relationship between Indonesia and Malaysia. The actual conflict has occurred quite a while, and still often repeated, even with a wider range of issues. Conflict issues have been commenced in the 1960s: era of confrontation and then Blok Ambalat conflict, TKI case, cultural conflict, and that just happened sea encroachment in the area of Riau Islands. But in this study, researchers used the issue of cultural conflict as the object of research.

Use of the Utusan Malaysia and Media Indonesia newspaper is because most of the newspaper carried stories about cultural conflict in their daily during August to December 2009. Besides that, Utusan Malaysia and Media Indonesia are the two national newspapers which have a range of different countries. Utusan Malaysia is a newspaper that originate and circulate in Malaysia, while Media Indonesia is the media of national newspapers that originate and circulate in Indonesia.

The research is a descriptive research using content analysis. The purpose of this study is to determine whether there are significant differences between Utusan Malaysia and Media Indonesia newspaper in presenting the content of news about cultural conflict between Indonesia and Malaysia, could be seen from the subject matter of the news, point of the news, news resources, factual news to the way of writing the news, which measured by frequency of occurrence during the period August to December 2009. To determine whether or not there are differences, then the data were analyzed using different test of Chi-Square.

These two newspapers generate the result that have significant differences in terms of presentation frequency of significant news about the conflict culture of Indonesia - Malaysia between Utusan Malaysia and Media Indonesia newspaper. The result of the difference could be seen from the number of news obtained from the two newspapers, there are 29 news on Utusan Malaysia newspaper and Media Indonesia has 31 news. Besides that, based on hypothetical results, there are significant differences in the results from different test of Chi-Square news source categories, the calculation results χ2

calculation value is greater than χ2table (21.71>

9.49). The difference lies in the portion of both news sources are involved, the Media Indonesia use many sources, while Utusan Malaysia only use a few sources. For the category of factual news, results of data analysis showed that the value χ2

(24)

commit to user

(25)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki

17.504 pulau besar dan kecil dengan jumlah penduduk mencapai 230juta lebih

saat ini. Dengan kelebihan yang dimiliki membuat Indonesia kaya akan beragam

sumber daya alam dan keanekaragaman budaya. Kelebihan ini dapat menjadi nilai

jual bagi Indf Tonesia sendiri maupun negara-negara lain yang ingin mengakses

keindahan Indonesia (http://www.indonesia.go.id).

Indonesia saat ini mempunyai 33 jumlah propinsi dengan masing-masing

propinsi memiliki 1 – 8 ibu kota dan diikuti oleh puluhan jumlah suku-suku yang

tersebar di penjuru tanah air. Masing-masing daerah atau suku mempunyai ciri

khasnya sendiri dan jenis budaya yang beranekaragam bentuknya.

Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia meliputi: rumah adat,

tarian, lagu, musik, alat musik, gambar, patung, pakaian, suara, sastra/tulisan,

serta makanan. Kebudayaan ini bisa dinamakan sebagai kebudayaan lokal dimana

seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam

suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Terlepas dari hal tersebut, asal muasal budaya Indonesia yang

beranekaragam ini pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayan besar

lainnya yang berasal dari luar seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India,

(26)

commit to user

dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama

Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk.

Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi

Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di

Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia

karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa

dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama

perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di

Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan

perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah

yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di

Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi. Kebudayaan Arab masuk

bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang

singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok. Kedatangan

penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang

berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan

membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai

sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen

budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi

(27)

commit to user

Meskipun latar belakang budaya Indonesia dipengaruhi oleh budaya luar,

namun ke-eskstensian budaya yang ada masih terjaga dengan baik seperti sedia

kala. Kebudayaan di Indonesia biasanya bersifat turun-temurun dimana para

leluhur yang telah menciptakan budaya tersebut akan terus dilestarikan oleh

penerusnya. Oleh karena itu hingga kini Indonesia masih memiliki aneka ragam

jenis kebudayan yang masih terjaga keasliannya

Adapun beberapa jenis budaya yang dimiliki oleh Indonesia hingga saat

ini adalah sebagai berikut (http://www.budaya-indonesia.org/):

1. Rumah Adat

1) Sumatera Barat : Rumah Gadang 2) Sumatera Selatan : Rumah Limas 3) Jawa : Joglo

4) Papua : Honai

5) Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)

6) Sulawesi Tenggara: Istana buton 7) Sulawesi Utara: Rumah Panggung 8) Kalimantan Barat: Rumah Betang 9) Nusa Tenggara Timur: Lopo

2. Tarian

1) Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog. 2) Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet. 3) Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji 4) Aceh: Saman, Seudati.

5) Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin

6)Betawi: Yapong

7) Sunda: Jaipong, Reog, Tari Topeng

8) Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci 9) Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor

10) Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis

(28)

commit to user

3. Pakaian

1) Jawa: Batik.

2) Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.

3) Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule. 4) sumatra selatan: Songket

5) Lampung: Tapis

6) Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur

7) Bugis - Makassar: Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu

4. Lagu

1) Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung. 2) Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama 3) Melayu : Soleram, Tanjung Katung

4) Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang

5) Aceh : Bungong Jeumpa

6) Sulawesi Selatan: Angin Mamiri, Pakarena 7) Sumatera Utara: Sinanggar Tulo, Anju Ahu 8) Papua: Apuse

9) Jawa Barat: Es Lilin

Selain data-data diatas, Indonesia masih memiliki aneka ragam

kebudayaan dari jenis makanan, alat musik, patung hingga karya sastra. Indonesia

sebenarnya kaya akan budaya yang terlampau banyak jumlahnya hingga jika

semuanya ditelusuri, masih banyak penduduk Indonesia sendiri yang tidak paham

akan kebudayan tersebut.

Ketidakpedulian penduduk Indonesia terhadap budaya yang dimiliki

merupakan cerminan bahwa penduduk Indonesia sebagian besar tidak terlalu

fokus akan budaya alamiah mereka, dan kini sudah terpengaruhi oleh budaya

barat. Hal ini yang menjadikan negara lain perlahan-lahan mulai mengakui

(29)

commit to user

Sebutlah Malaysia yang beribukotakan Kuala Lumpur, dengan jumlah

penduduk hanya 28,310,000 yang berbanding jauh dengan penduduk Indonesia.

Ardiansyah (dalam,

http://www.roabaca.com/serba-serbi/sejarah-konfrontasi-indonesia-vs-malaysia-6.html) mengemukakan bahwa sejak awal Malaysia terlibat

konflik atau konfrontasi dengan Indonesia pada tahun 1963. Konfrontasi yang

terjadi pada waktu itu berawal dari integritas bangsa yang telah dilecehkan oleh

Malaysia, sehingga menyebabkan Presiden Soekarno pada waktu itu sangat marah

dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal

dengan nama Ganyang Malaysia.

Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di

Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini,

keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi

berkurang dan peperangan pun mereda. Dan pada 28 Mei 1966 di sebuah

konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia

mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan

perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari

kemudian.

Setelah konfrontasi yang terjadi pada era tahun 1963 – 1966, Indonesia

juga disibukkan dengan adanya konflik blok Ambalat yang hingga kini, masih

terjadi pelanggaran pelintasan kapal perang Malaysia di wilayah perairan laut

Sulawesi. Seolah-olah pihak Malaysia sengaja memancing kemarahan Pemerintah

Indonesia untuk segera bertindak terhadap status blok tersebut. Meskipun

(30)

commit to user

PBB, letak ambalat masih masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Lantas apa yang ingin dikuasai oleh Malaysia terhadap

Ambalat? Ternyata ulah Malaysia memang sudah dapat ditebak bahwasanya pulau

Ambalat memiliki blok-blok yang didalamnya berisi minyak dan gas yang

berlimpah. Tidak heran apabila Malaysia bersikukuh mendapatkan Ambalat

setelah berhasil memenangkan pulau Sipadan dan Ligitan oleh Mahkamah

Internasional.

Masalah demi masalah kini terus berdatangan terhadap hubungan

Indonesia – Malaysia, belum lagi kasus Ambalat selesai dan kasus TKI, kini

Indonesia disibukkan dengan adanya klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia.

Pengakuan terhadap kebudayaan Indonesia berawal pada perebutan status batik

dimana Malaysia entah secara sengaja atau tidak memperkenalkan batik sebagai

salah satu dari kebudayaan asli mereka. Belum lagi tuntas dengan masalah batik,

Malaysia berulah dengan mengakui angklung, yang notabene-nya alat kesenian

Jawa Barat sebagai salah satu alat musik kebudayaan mereka.

Masalah datang silih berganti, ketidaktegasan Pemerintah Indonesia dalam

melindungi dan mempertahankan kebudayaannya menjadikan celah bagi Malaysia

untuk terus ‘masuk’ dari belakang. Sempat terbesik kabar bahwa Malaysia juga

ikut mengklaim Keris sebagai salah satu warisan kebudayaan mereka. Kemudian

disusul penggunaan lagu Rasa Sayange pada salah satu iklan pariwisata Malaysia.

Hal ini juga membuat Indonesia kebakaran jenggot melihat

kesewenang-wenangan Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia. Berbagai protes datang silih

(31)

commit to user

mahasiswa hingga pelajar-pelajar sekolah dasar ikut melakukan demonstrasi

kepada Malaysia. Lantas belum ada titik terang dari masalah tersebut, muncul isu

mengenai tarian Reog di Indonesia bahwasanya asal-usulnya berasal dari tarian

Reog Malaysia. Isu tersebut secara tidak langsung mengakui bahwa Reog

merupakan bagian dari kebudayaan mereka. Hal ini membuat kumpulan atau

komunitas Reog Ponorogo marah-marah dan melakukan demonstrasi di Kedutaan

Malaysia yang terletak di jalan H.R Rasuna Said Jakarta Selatan itu.

Dari beberapa kejadian tersebut, Malaysia akhirnya meminta maaf kepada

Indonesia atas hal penggunaan lagu Rasa Sayange dan Isu Reog tersebut. Namun

tidak ada tanda-tanda kejelasan mengenai isu klaim batik dan angklung tersebut.

Setelah kejadian tersebut hubungan kedua negara belum sepenuhnya pulih, hingga

mulai memanas lagi ketika kapal patroli Malaysia terlihat melintasi dan menjaga

Kepulauan Ambalat sekitar pertengahan tahun 2009 serta diikuti dengan

kemunculan Tari Pendet pada iklan pariwisata Malaysia, yang secara tidak

langsung juga Malaysia mengakui bahwa Tari Pendet adalah kepunyaan mereka.

Berdasarkan historikal konflik budaya Indonesia – Malaysia tersebut

mendorong peneliti untuk melakukan kajian dengan fokus perbandingan isi berita

yang dimuat oleh dua surat kabar dari negara masing-masing, yakni Utusan

Malaysia dan Media Indonesia.

Pemilihan surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia berdasarkan

berbagai pertimbangan. Pertama, konflik ini menyangkut dua negara yang

bertetanggaan, dengan ras yang serumpun dan jenis bahasa yang hampir mirip.

(32)

commit to user

agar terkesan adil melihat sudut pandang permasalahan dari kedua belah surat

kabar dari negara masing-masing.

Utusan Malaysia sesuai namanya adalah koran nasional yang berasal dari

Malaysia dan diakui sebagai koran nasional terbaik di negaranya. Penduduk

Malaysia mempunyai pandangan tersendiri mengenai konflik budaya tersebut.

Diantaranya seperti yang diungkapkan mantan Menteri Penerangan Malaysia Tan

Sri Zainuddin pada surat kabar Utusan Malaysia, bahwa suasana kebebasan baru

dari media di Indonesia menyebabkan penyebaran informasi terjadi dengan cepat

dan tanpa pembatasan termasuk bersifat benar dan tidak benar, resmi dan tidak

resmi, setengah benar, sensasi dan provokasi. Adanya pendapat yang lain juga

disinggung oleh Perdana Menteri Tun Abdul Najik bahwasanya tidak ada

keuntungan yang diperoleh dari pertikaian tersebut, lebih banyak peluang yang

bisa diperoleh dari interaksi hubungan diplomasi kedua negara

(http://www.utusan.com.my).

Mengenai surat kabar Media Indonesia yang notabene-nya merupakan koran nasional terbesar kedua di Indonesia menyajikan isi berita terkait konflik

budaya Indonesia – Malaysia dengan porsi yang lebih banyak dari surat kabar

nasional lainnya. Pandangan penduduk Indonesia yang dirangkup dalam media

tersebut juga beragam dalam menanggapi konflik tersebut. Seperti halnya yang

dikatakan oleh Al Azhar seorang Budayawan Riau yang menegaskan bahwa klaim

Malaysia atas Tari Pendet sebagai tari asli negara itu sama sekali tidak masuk

akal. Klaim itu justru menunjukkan kebohongan besar bangsa Malaysia, karena

(33)

commit to user

semenanjung Malaya maupun Riau (http://www.mediaindonesia.com). Perbedaan

sikap dan pandangan antara kedua negara membuktikan bahwa terkadang media

massa sepenuhnya tidak bersikap netral, apalagi berkaitan dengan unsur

nasionalisme.

Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan

sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan boilogis

mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus

hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam

suatu masyarakat tertentu. Budaya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh setiap

faset aktivitas manusia (Mulyana dan Rakhmat, 2009:55).

Pertimbangan kedua, surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

memiliki market yang cukup besar di negara masing-masing, serta memiliki

pembaca yang beragam latar belakang. Ketiga, masing-masing surat kabar tersebut merupakan surat kabar non pemerintah yang independen.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan oleh peneliti diatas,

maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan signifikan antara surat kabar Utusan Malaysia

dan Media Indonesia dalam menyajikan isi pemberitaan mengenai konflik budaya

antara Indonesia dan Malaysia, dilihat dari pokok permasalahan berita, arah

pemberitaan, sumber berita, faktualitas berita hingga bentuk penulisan berita yang

(34)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Dengan adanya rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan, maka

peneliti memiliki tujuan penelitian sebagai berikut:

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan antara surat kabar

Utusan Malaysia dan Media Indonesia dalam menyajikan isi pemberitaan

mengenai konflik budaya antara Indonesia dan Malaysia, dilihat dari pokok

permasalahan berita, arah pemberitaan, sumber berita, faktualitas berita hingga

bentuk penulisan berita yang diukur dari frekuensi kemunculannya selama periode

Agustus – Desember 2009

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang

berfokus pada penelitian mengenai konflik budaya antar negara melalui

media massa.

2. Sebagai bahan perbandingan baik membandingkan antar teori serta

sebagai bahan perbandingan dengan penelitian terdahulu.

(35)

commit to user

E. Kerangka Pemikiran dan Telaah Pustaka

Pada penelitian ini, telaah pustaka dan kerangka pemikiran yang

digunakan sebagai penunjang penelitian berkisar pada media dan topik yang

digunakan. Seperti yang diketahui bahwa dalam penelitian ini, media yang

digunakan adalah surat kabar, yang merupakan bagian dari komunikasi massa.

Oleh karena itu peneliti mengangkat teori-teori yang berhubungan dengan

komunikasi massa terlebih dahulu, kemudian menjabarkan tentang teori-teori

yang juga berhubungan dengan komunikasi antar budaya, mengingat topik

penelitian yang diangkat merupakan bagian dari komunikasi antar budaya.

Dalam penjabaran mengenai komunikasi antar budaya, peneliti juga

menjabarkan secara teori tentang konflik budaya. Oleh karena itu, berikut

adalah penjabaran keseluruhan mengenai telaah pustaka dan kerangka

pemikiran dalam penelitian ini:

1. Defenisi Komunikasi

Kata komunikasi atau communication berasal dari kata Latin

communis yang berarti ”sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi merujuk pada suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Selain

itu, Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang dimulai

semenjak keberadaan manusia. Melalui komunikasi manusia menyampaikan

semua yang dirasakan. Mulai dari keinginan, ide, perasaan suka atau tidak

(36)

commit to user

manusia dalam berbagai situasi dan kondisi. Komunikasi adalah proses

penyampaian ide atau perasaan melalui simbol atau kata (tertulis atau lisan)

menurut Berelson dan Steiner yang disadur oleh Mursito BM dalam bukunya

Memahami Institusi Media. (Mursito,2006:26).

Sedangkan lima unsur komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengirim pesan : individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan

atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari

otak sipengirim pesan.

2. Pesan : informasi yang akan dikirimkan kepada sipenerima.

Pesan ini dapat berupa pesan verbal dan non verbal.

3. Saluran : jalan yang dilalui pesan dari pengirim ke penerima.

4. Penerima pesan : orang yang bertugas menganalisis dan

menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.

5. Efek : respon terhadap pesan yang diterima penerima

pesan (Muhammad, 1992:17-18).

1.1.Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah singkatan dari komunikasi media massa,

yaitu komunikasi dengan khalayak tersebar. Komunikasi massa pada dasarnya

merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khlayak luas yang

biasanya menggunakan teknologi media massa, seperti surat kabar, majalah,

radio, dan telivisi (Pawito, 2007:16). Sedangkan komunikasi massa ditentukan

(37)

commit to user

1. Sifat komunikator : komunikator adalah sebuah lembaga.

2. Sifat pesan : universal

3. Sifat media : keserempakan dan kecepatan.

4. Sifat komunikan : ditujukan khlayak yang jumlahnya relatif besar,

heterogen dan anonim.

5. Sifat efek : tergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan

komunikator.

Media massa elektronik dan cetak sebagai saluran penyampai

pesan-pesan komunikasi biasa disebut sebagai pers. Sementara dalam arti yang

sempit pers sering diidentikan dengan media massa cetak atau penerbitan. Pers

atau media massa sering juga disebut sebagai lembaga sosial. Dalam UU No.

40 tahun 1999 tentang pers, mendefinisikan pers sebagai

“Lembaga sosial dan dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia” (Yustisia, 2005:8).

Media pers lebih dikenal dengan istilah media persuratkabaran atau

koran, majalah dan bentuk-bentuk media cetak lainnya. Media pers lebih tepat

disebut emdia cetak, sebab pesan dikomunikasikan melalui bentuk tulisan atau

(38)

commit to user

1.1.1 Surat Kabar

Surat kabar merupakan salah satu bentuk media cetak. Surat kabar

yaitu kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam

lembaran kertas plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu

sekali (Djuroto, 2004:11).

Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk

menyajikan berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan

masyarakat pada umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern

seperti sekarang ini. Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu

setiap saat kepada pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan

interpretasi mengenai beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari

masyarakat menggantungkan dirinya kepada pers untuk memperoleh

informasi.

Menurut Onong Uchjana Effendy ada empat ciri yang dapat dikatakan

sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh surat kabar, antara lain:

1. Publisitas, mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau kepada

publik, bahwa surat kabar diperuntukkan untuk umum karena berita, tajuk

rencana, artikel dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum.

2. Periodesitas, berarti keteraturan dalam suatu penerbitan. Sebuah

penerbitan dapat dikatakan sebagai surat kabar apabila dalam terbit secara

periodik, yakni bisa satu kali sehari, bisa juga satu atau dua kali terbit

(39)

commit to user

3. Universalitas, berarti kemestaan dan keragaman. Dalam arti bahwa

memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia, dan

tentang segala aspek kehidupan manusia.

4. Aktualitas, kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di

masyarakat kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan

faktor yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat

kabar lain dan berhubungan dengan nama baik surat kabar yang

bersangkutan (Effendy, 1993:119-121).

Meskipun kini sudah banyak jenis media massa modern yakni media

elektronik, seperti televisi, radio hingga internet, namun peran surat kabar

tidak tergantikan oleh munculnya media elektronik tersebut. Hal ini terjadi

karena surat kabar memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Pembaca dapat mempelajari isi berita secara berulang-ulang agar dapat

memperoleh pengertian yang lebih baik dari isi media tersebut.

2. Informasi yang disampaikan dapat didokumentasikan/disimpan dan

sewaktu-waktu dapat dibaca kembali.

3. Khalayak tidak terikat oleh waktu (Pratikno, 1982:253).

Masing-masing surat kabar mempunyai perbedaan dalam

menyampaikan informasi. Perbedaan tersebut tercipta karena harus

menyesuaikan dengan berbagai kepentingan, terutama kepentingan publik

sebagai audiensnya. Selain itu, kebijakan redaksional yang berbeda membuat

satu surat kabar dengan surat kabar lainnya selalu berbeda dalam melihat suatu

(40)

commit to user

pemberitaan. Redaksional menjadi pedoman dan ukuran dalam menentukan

kejadian macam apa yang akan dipilih untuk ditampilkan di surat kabar

sehingga dapat menjadi berita maupan bahan komentar (Oetama, 2001:146).

Salah satu produk surat kabar yang menjadi pengamatan peniliti adalah

Utusan Malaysia dan Media Indonesia. Keduanya mempunyai karakteristik

yang sama, yakni sama-sama merupakan surat kabar nasional. Disebut surat

kabar nasional karena cakupan wilayah distribusi dan fokus pemberitaan.

Sementara Sumadiria mengklasifikasikan surat kabar kedalam lima

kelompok berdasarkan jenis dan wilayah sirkulasinya serta segmentasi

pasarnya, yakni surat kabar komunitas (community newspaper), surat kabar lokal (local newspaper), surat kabar regional (regional newspaper), surat

kabar nasional (national newspaper), dan surat kabar internasional (international newspaper) (Sumadiria, 2006:41)

Pada surat kabar nasional, diartikan sebagai surat kabar yang

berkedudukan di ibukota negara (kebanyakan). Wilayah sirkulasi meliputi

seluruh provinsi. Kebijakan redaksional lebih banyak menekankan kepada

masalah, isu, aspirasi, tuntutan dan kepentingan nasional secara keseluruhan

tanpa memandang sekat-sekat geografis atau ikatan promodial seperti agama,

budaya, dan suku bangsa. Dari sisi isi, isu-isu yang dimunculkan adalah isu

yang tidak hanya berlaku secara nasional tetapi juga mengjangkau wilayah

serta kepentingan masyarakat global secara universal (Sumadiria,

(41)

commit to user

Pernyataan tersebut diatas yang menjadi tolak ukur, kenapa Utusan

Malaysia dan Media Indonesia disebut sebagai surat kabar nasional. Utusan

Malaysia memiliki cakupan distribusi di seluruh wilayah Malaysia, sedangkan

untuk Media Indonesia memiliki cakupan distribusi di seluruh wilayah

Indonesia atau provinsi di seluruh Indonesia. Keduanya juga mempunyai

wilayah jangkauan pembaca dan distribusi serta muatan berita yang berbeda.

Sebagai contoh, dalam penelitian ini peristiwa yang diolah oleh surat kabar

Utusan Malaysia dan Media Indonesia adalah sama, yaitu Konflik Budaya

Indonesia – Malaysia. Namun dalam pengolahannya hingga menjadi berita

yang siap dikonsumsi oleh pembaca menjadi tidak sama, tergantung dari

kepentingan pembaca dan sikap dasar masing-masing surat kabar, salah

satunya kebijakan redaksi.

1.1.2 Berita

Menurut batasan atau defenisi, berita dalam arti teknis jurnalistik

adalah:

“Laporan tentang fakta atau ide yang terbaru, yang dipilih oleh staf suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan” (Assegaff, 1983:24).

Berita yang baik adalah berita yang mengacu kepada nilai-nilai berita yang

kemudian dipadukan dengan unsur-unsur berita sebagai rumus umum

penulisan berita. Fakta dan data yang dikumpulkan harus memenuhi

(42)

commit to user 1. What – Apa yang terjadi?

2. Who – Siapa(-siapa) yang terlibat dalam suatu kejadian? 3. Why – Mengapa (apa yang menyebabkan) kejdian itu timbul? 4. Where – Dimana kejadian itu?

5. When – Kapan kejadiannya?

6. How – Bagaimana kejadiannya (duduk perkaranya)?

Berita merupakan nyawa dari media massa manapun dan berita pula

yang memberi hidup pada media massa. “Berita” belum tentu identik dengan

“fakta”. Antara “peristiwa” sebagai realitas faktual dan sampai terbitnya

“berita” terdapat proses yang panjang dan unik. Betapapun hebat dan

pentingnya suatu peristiwa dan fakta, tanpa diketahui, dilihat dan dilaporkan

wartawan pada pihak publik maka peristiwa/kejadian tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai sebuah berita.

Kejadian-kejadian dan sumber yang ditulis menjadi sebuah berita

tentunya bermacam-macam. Hubungan antara macam berita dan sumber

berita, yakni macam berita menentukan sumber berita. Macam berita dapat

dibagi menjadi empat hal pokok, yakni (Assegaf, 1983:38):

a. Berdasarkan sifat kejadian berita;

Dikategorikan menjadi dua jenis:

1. Berita yang diduga, yakni berita-berita yang sudah diduga akan terjadi.

2. Berita yang tak terduga, yakni berita-berita yang kejadiannya tidak

(43)

commit to user

b. Berdasarkan sosial atau masalah yang dicakup berita;

Pada kategori ini macam beritanya sangat banyak. Biasanya dibedakan

menjadi berita politik, ekonomi, kejahatan, kecelakaan/kebakaran,

olahraga, militer, ilmiah, pendidikan, agama, pengadilan, “dunia wanita”,

“manusida dan peristiwa”.

c. Berdasarkan jarak kejadian dan publikasi berita;

Suatu kejadian bisa masuk ke dalam lebih dari satu kategori. Isu tentang

kesenjangan sosial, misalnya bisa masuk berita ekonomi, sosial – politik,

bahkan kebudayaan. Kebodohan juga bisa masuk kategori berita

pendidikan, tetapi bisa pula menjadi berita ekonomi karena kebodohan

berhubungan dengan tingkat pendapatan seseorang.

d. Berdasarkan isi berita.

Apapun isi berita yang ditulis, tentu berasal dari sumber berita, baik

sumber yang memberikan berita “sudah jadi” maupun sumber yang hanya

memberikan “bahan mentah”.

Selain itu, untuk mendukung suatu penulisan berita yang benar dan

terarah, maka berita tersebut harus sesuai dengan dua bentuk berita sebagai

berikut:

1. Berita lugas (hard news)

Suatu kejadian yang baru saja terjadi akan menarik perhatian

sebagian besar publik, sehingga harus disampaikan secepat mungkin.

Berita yang padat berisi informasi fakta yang disusun berdasarkan urutan

(44)

commit to user

berita berisikan sari atau inti dari kejadian yang ingin disampaikan dengan

elaborasi detail kemudian, dan gaya ini disebut dengan ‘bottom line’. Topik menarik berita lugas misalnya pecah perang antara dua negara,

peledakan bom bunuh diri, gunung api yang meletus, tabrakan antara dua

kereta api, dan lain-lain. Tetapi ada kalanya berita lugas ini berisi

kejadian-kejadian rutin seperti kegiatan pemerintahan, politik, ekonomi,

pengadilan dan lainnya yang bagi sebagian besar audiences membosankan

(dull news).

2. Berita halus (soft news)

Terdapat peristiwa/cerita yang memang tidak bisa atau sulit

disampaikan sebagai berita lugas, misalnya cerita yang sarat berisi unsur

kemanusiaan. Daniel R. Willamson, seorang peneliti profesional,

merumuskan bahwa reportase dalam bentuk berita halus, seperti feature, sebagai penelitian cerita yang kreatif, subyektif, yang dirancang untuk

menyampaikan informasi dan hiburan kepada pembaca. Terdapat beberapa

jenis feature:

a. Bright

Bright yang sering disebut dengan brite, yaitu sebuah tulisan kecil yang menyangkut kemanusiaan (human interest featurette), biasanya

(45)

commit to user b. Sidebar

Cerita feature ini mendampingi atau melengkapi suatu berita utama. Cerita tentang banjir besar misalnya, bisa disajikan dengan sidebar

tentang wawancara dengan keluarga korban,dll.

c. Sketsa kepribadian atau profil

Suatu sketsa yang biasanya pendek dan hanya mengenai satu aspek

dari kepribadian, seperti misalnya seseorang yang hobinya

mengumpulkan model kapal layar antik. Profil lebih panjang dari

sketsa, lebih detail dan secara psikologis lebih dalam. Profil mencoba

menggambarkan dasar yang dalam seperti apa sebenarnya individu

tersebut.

d. Berita feature (newsfeature)

Ini adalah sebuah berita yang ditulis dengan gaya feature. Daripada ditulis secara langsung dan lugas, cerita itu disampaikan dengan teknik

feature, seperti pembukaan cerita dengan suatu ilustrasi anekdot, walaupun sebenarnya tujuan utama dari cerita itu adalah

menyampaikan berita.

e. Wawancara

Walaupaun kebanyakan feature didasarkan pada wawancara, feature

wartawan khusus melukiskan suatu analog antara seorang wartawan

dengan orang lain, biasanya seorang tokoh masyarakat atau selebriti.

(46)

commit to user f. Narasi

Berdasarkan pengamatan bahwa cerita atau narasi merupakan salah

satu bentuk feature, dan dalam pengertian murninya memang demikian. Narasi bagaikan cerita pendek, namun narasi berhubungan

dengan materi yang faktual. Narasi memaparkan adegan demi adegan

dengan memanfaatkan deskripsi, karakterisasi, dan plot (Ishwara,

2005:58-65).

1.2.Komunikasi Antarbudaya

Setelah menjabarkan mengenai definisi komunikasi, maka kita harus

memahami dengan betul tentang pengertian budaya. Secara formal budaya

didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,

sikap, makna, dan milik yang diperoleh sekolompok besar orang dari generasi

ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan Rakhmat,

2009:18).

Namun bagaimana dengan hubungan antara komunikasi dan budaya?

Berikut penjabaran tentang hubungan keduanya yang dipaparkan oleh

Mulyana dan Rakhmat (2009:19):

(47)

commit to user

Jika sebelumnya kita sudah mengatahui definisi dari komunikasi, dan

disusul definisi singkat mengenai budaya, maka daapt disimpulkan bahwa

komunikasi antarbudaya merupakan suatu komunikasi yang antara sumber

sebagai satu faktor utama yang paling penting dan penerimanya yang adalah

faktor penunjang dalam terjadinya proses komunikasi berasal dari budaya

yang berbeda. Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah

anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya

lainnya (Mulyana dan Rakhmat, 2009:20-21).

Adapun pengertian dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi

yang bukan saja komunikasi yang ada dalam satu kalangan dengan latar

belakang pribadi yang memiliki perbedaan budaya namun juga karena

perbedaan etnik dan ras yang telah cukup lama mereka pegang dan akan tetap

selamanya mereka pegang, sehingga akan sulit sekali bagi mereka untuk

melakukan satu komunikasi. Karena kesulitan untuk melepas prinsip latar

belakang budaya mereka yang bagi mereka sangat bersifat pribadi (Liliweri,

2001:164).

Melengkapi diri dengan kemampuan komunikasi antarbudaya tidak

sekedar untuk tujuan pragmatis pergaulan, namun lebih dari itu memiliki

tujuan tertentu yang bersifat kognitif dan afektif. Litvin (dalam Mulyana,

2009:xi) menguraikan tujuan tersebut sebagai berikut:

1. Menyadari bias budaya sendiri.

2. Lebih peka secara budaya.

(48)

commit to user

4. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang.

5. Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan

memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya.

6. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara

memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi,

nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.

7. Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi

bidang komunikasi antarbudaya.

8. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat

dipelajari secara sistematis, dibandingkan dan dipahami.

Untuk melengkapi tujuan studi komunikasi antarbudaya, maka

diperlukan sasaran dari komunikasi antarbudaya tersebut. Ada 3 (tiga) sasaran

komunikasi antarbudaya yang selalu dikehendaki dalam proses komunikasi

antarbudaya, yakni sebagai berikut (Liliweri, 2003:276):

1. Agar kita berhasil melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan

orang-orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda.

2. Agar dapat meningkatkan hubungan antar pribadi dalam suasana antar

budaya.

3. Agar tercapainya pernyesuaian antar pribadi.

Sasaran komunikasi antarbudaya jika berhasil berhasil dilaksanakan dan bisa

mempengaruhi lingkungan sekitar tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip

dasarnya. Adapun beberapa prinsip-prinsip umum komunikasi antarbudaya

(49)

commit to user 1. Relativitas Budaya

Bahasa membantu menstruktur apa yang kita lihat dan bagaimana kita

melihatnya, tetapi tidak menjadi penghambat yang serius untuk

komunikasi yang bermakna.

2. Bahasa sebagai Cermin Budaya

Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin

besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam

isyarat-isyarat nonverbal komunikasi akan sulit dilaksanakan. Kesulitan ini dapat

mengakibatkan, misalnya lebih banyak kesalahan komunikas, kesalahan

kalimat, lebih besar salah paham, dan makin banyak salah persepsi.

3. Mengurangi Ketidak-pastian

Makin besar perbedaan budaya maka makin besar ketidak-pastian atau

lebih dikenal dengan istilah ambiguitas dari makin besar ketidak-pastian

yang ada maka seseorang akan semakin sulit untuk memprediksi dan

menjelaskan perilaku orang lain.

4. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antar Budaya

Perlu adanya kesadaran dalam diri untuk menyadari bahwa perbedaan

akan selalu ada dalam lingkungan kita dan dari adanya kesadaran diri

tersebut akan lebih mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan orang

lain yang berbeda budaya dengan kita.

5. Interaksi Awal dan Perbedaan Antar Budaya

Interaksi awal akan sangat mempengaruhi seseorang untuk tetap

(50)

commit to user

mempengaruhi hubungan tersebut. Perbedaan antar budaya yang didasari

oleh interaksi awal akan berangsur-angsur menurun tingkat

kepentingannya bila hubungan sudah menjadi lebih dekat.

6. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Dalam komunikasi antarbudaya kita perlu untuk memaksimalkan hasil

interaksi. Beragam jenis interaksi terkadang mempengaruhi sifat dan

perilaku seseorang, sehingga terkadang terjadi perbedaan pendapat. Oleh

karena itu diperlukan sikap saling tenggang rasa antar sesama

penduduk/masyarakat yang terlibat dalam suatu hubungan komunikasi

agar bisa menghasilkan hubungan interaksi yang maksimal.

1.2.1. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Antarbudaya

Setiap melakukan proses komunikasi antara komunikan dan

komunikator terkadang terjadi hambatan yang menyebabakan pesan tidak

sampai dengan jelas diterima oleh lawan bicara. Begitu halnya dengan

komunikasi antarbudaya, juga terkadang mengalami hambatan.

Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai Communication Barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney and Martin, 2004:11). Dalam hal ini konsep

hambatan yang dimaksud adalah saat seseorang melakukan komunikasi

dengan lawan bicara mereka yang berbeda latar belakang budaya. Ada 3 (tiga)

faktor penghalang atau penghambat dalam melakukan komunikasi

(51)

commit to user a. Etnosentrisme

Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu

kecenderungan memandang orang lain secara tidak sadar dengan

menggunakan kelompok kita sendiri sebagai kriteria untuk segala

penilaian (Mulyana dan Rakhmat, 2009:76).

Etnosentrisme terkadang muncul dalam keadaan seseorang tidak sadar,

namun selalu diekspresikan dalam keadaan sadar. Sehingga diperlukan

kewaspadaan dalam menangani seseorang yang termasuk dalam tipe

etnosentrisme untuk menghindari terjadinya konflik antar budaya.

b. Streotip

Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping),

yakni mengeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan

membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka

dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses

menempatan orang-orang dan obyek-obyek ke dalam kategori-kategori

yang mapan, alih-alih berdasarkan karakterikstik mereka (Mulyana,

2001:218).

Sikap seperti ini seringkali nampak ketika seseorang menilai orang lain

pada basis kelompok etnis tertentu, dan selanjutnya dibawa pada penilaian

terhadap pribadi individu tersebut.

c. Prasangka

(52)

commit to user

belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang

hendak melancarkan komunikasi (Effendi, 1993:49).

Berdasarkan pengertian diatas, sikap prasangka telah membuat

seseorang memasang tembok pembatas terhadap orang lain dalam

pergaulan dan justru membuat orang tersebut cenderung menjadi

emosional ketika prasangka terancam oleh hal-hal yang bersifat

kontradiktif.

1.2.2. Konflik Budaya

Budaya lebih dari sekedar bahasa, pakaian, dan jenis makanan.

Budaya dapat terbagi dalam kelompok ras, etnis, atau kebangsaan,

tetapi budaya juga dapat muncul dari adanya perpecahan generasi,

kelas sosial ekonomi, orientasi seksual, kemampuan dan kecacatan,

afliasi politik dan agama, bahasa dan gender.

Dua hal yang perlu diperhatikan mengenai kebudayaan, yakni

mereka selalu berubah, dan mereka berkaitan dengan dimensi simbolis

kehidupan. Dimensi simbolik adalah tempat dimana kita selalu

membuat makna dan memberlakukan identitas kita (LeBaron:2003).

Budaya dan konflik memang tidak terlepas dari hubungan yang

erat. Namun, hal ini tidak berati bahwa perbedaan budaya pasti

menghasilkan konflik. Konflik adalah bagian normal dari interaksi

manusia dan tidak harus diselesaikan dengan perang. Hal ini dapat

(53)

commit to user

emosional atau perspektif. Konflik dapat mencakup segregasi

(pemisahan/pengasingan), diskriminasi, dan pengucilan. Berikut

anggapan-anggapan dasar mengenai pandangan pendekatan konflik,

yakni (Nasikun, 2001:16):

1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan

yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan

sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya,

atau dengan perkataan lain, konflik adalah merupakan gejala yang

melekat di dalam setiap masyarakat.

3. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan

bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.

Budaya tertanam dalam setiap konflik dikarenakan konflik

kerap kali muncul dalam hubungan antar manusia. Konflik yang terjadi

seringkali beragam tetapi prosesnya hampir sama, antara lain

(Abubakar, 2003:41-42):

1. Ada gejala membangun superiority untuk menundukkan pihak lain

lebih baik pada sisi sosial budaya, maupun dari sisi ekonomi.

2. Kekurangmampuan aparat Pemerintah menjabarkan semangat

reformasi yang sedang muncul dan berkembang sehingga dalam

menginformasikan perubahan yang terjadi keberpihakan opini yang

menimbulkan sikap berseberangan antar pihak-pihak yang merasa

(54)

commit to user

3. Adanya gejala-gejala moral dan etik, HAM dan harkat martabat

adat/hukum tidak secara nyata ditegakkan.

4. Rasa termarginalkan kelompok minoritas/lokal sehingga

berlindung pada atribut etnis agama.

Konflik budaya antar negara yang berlarut dapat merambat ke

konflik lainnya jika tidak ditangani dengan baik, mengingat bahwa

ketakutan tiap negara akan mengakibatkan perpecahan yang lebih

besar apabila konflik tersebut sudah mempengaruhi/melecehkan

politik, hukum dan etika dari suatu negara (Riles:2008).

Dalam masalah penyelesaian konflik, toleransi dan kesabaran

merupakan faktor kuncinya. Belajar mengenai keanekaragaman

budaya yakni melalui pendidikan multikultural, dapat membukakan

diri terhadap adanya kemungkinan perbedaan tersebut sehingga kita

dapat bergerak maju agar mendapatkan pemahaman yang benar dan

apresiasi terhadap bagaimana budaya yang unik. Dengan demikian,

kita dapat membangun rasa hormat dan toleransi dalam menghadapi

perbedaan budaya (Kumbara, 2009:534).

1.2.3. Penerapan Komunikasi Antarbudaya dalam Penelitian

Prinsip-prinsip komunikasi dalam penerapan konteks

kebudayaan akan lebih dapat dipahami dalam konteks perbedaan

budaya dalam mempersepsikan obyek-obyek sosial tertentu.

Gambar

Tabel 1.1  Jumlah Sampel Pemberitaan Terkait Konflik Budaya Indonesia – Malaysia  Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia
Tabel 2.1 Direksi Utusan Group
Tabel 2.2 Direksi Anak Perusahaan Utusan Group
Gambar 2.1 Edisi Perdana Utusan Malaysia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mempraktikkan berbagai gerak dasar dalam permainan sederhana dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya 6.1 Mempraktikkan kombinasi gerak dasar jalan, lari dan lompat

Jika tali baja setelah diperiksa ditemukan adanya kabel/kawat yang terkelupas maka operator gondola harus lapor pada atasan untuk mendapat persetujuan atau perintah apakah kawat

Variabel penelitian, sebagian besar responden memiliki kondisi breeding place yang buruk (82,5%), sebagian besar responden memiliki kepadatan hunian yang tidak

Berdasarkan penjelasan tersebut, kajian ini dijalankan untuk mengkaji sama ada penggunaan modul pengajaran dan pembelajaran awal matematik yang menekankan pendekatan

We've only scratched the surface of what can be done with transit data feeds systems like GTFS, but you now know enough to explore the many online options available to you We

Metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi

Setelah kegiatan pelatihan selesai dilaksanakan, untuk memastikan keberhasilan pelatihan ini dalam melatih para guru merancang dan mengembangkan multimedia pembelajaran, maka

Kuesioner disusun menggunakan lima alternatif jawaban dengan alternatif jawaban yang tersedia adalah (1) Sangat tidak rinci, (2) Tidak rinci, (3) Netral, (4) Rinci, dan