PEMETAAN HUJAN ASAM OLEH KEGIATAN INDUSTRI DI KECAMATAN MEDAN DELI, KOTA MADYA MEDAN, KAWASAN
INDUSTRI MEDAN (KIM)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011- Februari 2012 sebanyak
10 hari hujan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan air hujan yang jatuh di
Kawasan Industri Medan (KIM), membuktikan pengaruh keadaan kegiatan
industri di Kawasan Industri Medan terhadap kemasaman air hujan yang jatuh di
areal sekitar Kawasan Industri Medan tersebut. Pengaruh kegiatan industri
mengakibatkan perubahan pH air hujan yang turun, berdasarkan alasan tersebut
dibuat zonasi-zonasi untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang paling besar
akibat kegiatan industri tersebut terhadap tingkat pH air hujan yang turun di
daerah sekitar Kawasan Industri Medan. Alat penampungan air hujan dipasang di
areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan tipe observatorium. Alat
dipasang setinggi 120 cm daripermukaan tanah pada areal terbuka yang terletak di
lokasi penelitian. Parameter yang dianalisis adalah pH, NOX dan SOX. Hasil dari
pengamatan air hujan menunjukkan bahwa air hujan yang tertampung di daerah
Kawasan Industri Medan cenderung bersifat asam.
Kata kunci: kawasan industri, hujan asam,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pemetaan Hujan Asam oleh Kegiatan
Industri di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Kawasan Industri Medan
(KIM)”. Skripsi ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak dalam pengaturan
ruang terbuka hijau.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu
Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Yunus Afiffudin, S.Hut, M.Si yang telah
membimbing dan memberi masukan serta saran dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis memohon maaf atas kekurangan yang ada. Penulis
mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan secara
khusus dan masyarakat secara umum. Akhir kata penulis menyampaikan terima
kasih.
Medan, November 2013
DAFTAR ISI
C. Dampak Kegiatan Industri dan Hujan Asam ... 8
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 13
C. Bahan dan Alat Penelitian ... 14
5. Pembuatan peta buffer lokasi penelitian ... 20
IV. HASIL PENELITIAN A. Keasaman (pH) ... 22
B. Analisis Kandungan SOx dan NOx ... 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 27
B. Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
No Halaman
1.data primer dan skunder yang digunakan dalam penelitian ... 14
2. Hasil pengukuran pH di KIM ... 20
3. data kandungan Sox pada air hujan yang tertampung ... 25
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1.hasil pengukuran air hujan ... 31
2. daerah curah hujan daerah Mabar ... 32
3. data dan titik koordinat penelitian ... 33
4. standart nasional indonesia ... 34
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011- Februari 2012 sebanyak
10 hari hujan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan air hujan yang jatuh di
Kawasan Industri Medan (KIM), membuktikan pengaruh keadaan kegiatan
industri di Kawasan Industri Medan terhadap kemasaman air hujan yang jatuh di
areal sekitar Kawasan Industri Medan tersebut. Pengaruh kegiatan industri
mengakibatkan perubahan pH air hujan yang turun, berdasarkan alasan tersebut
dibuat zonasi-zonasi untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang paling besar
akibat kegiatan industri tersebut terhadap tingkat pH air hujan yang turun di
daerah sekitar Kawasan Industri Medan. Alat penampungan air hujan dipasang di
areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan tipe observatorium. Alat
dipasang setinggi 120 cm daripermukaan tanah pada areal terbuka yang terletak di
lokasi penelitian. Parameter yang dianalisis adalah pH, NOX dan SOX. Hasil dari
pengamatan air hujan menunjukkan bahwa air hujan yang tertampung di daerah
Kawasan Industri Medan cenderung bersifat asam.
Kata kunci: kawasan industri, hujan asam,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan industri yang sangat pesat merupakan penerapan kemajuan
teknologi oleh usaha manusia untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya
alam dan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya agar menjadi lebih baik.
Kota Medan dalam beberapa tahun terakhir telah berubah menjadi daerah yang
sangat berpotensi untuk mengembangkan kegiatan industri yang sangat di dukung
oleh kelengkapan fasilitas investasi yang relatif lengkap. Hal ini ditandai dengan
terdapatnya suatu pusat kegiatan industri yang dinamakan Kawasan Industri
Medan (KIM) yang terletak di Kelurahan Mabar dengan luas 514 Ha. Keberadaan
KIM dapat mendukung Kota Medan sebagai Kota Industri dan Jasa. Disamping
sebagai daerah pusat industri, kawasan industri yang terletak di kecamatan Medan
Deli ini juga terdapat beberapa Industri Kecil/Rumah Tangga yang menjadi
unggulan. Namun, dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik
industri migas, pertanian maupun industri non migas lainnya terkhusus di kawasan
Medan sekitarnya, maka semakin meningkat pula pencemaran pada perairan,
udara dan tanah yang disebabkan oleh hasil buangan industri terhadap kualitas
lingkungan kawasan kota Medan itu sendiri.
Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan masih terpusat pada
daerah perkotaan (70% industri diperkirakan berlokasi di kawasan perkotaan dan
sekitarnya). Hal ini memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap
penyebaran penduduk. Masalah yang lain yang timbul akibat bertambahnya
penduduk diantaranya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sektor industri merupakan penyumbang
pencemaran udara melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit
tenaga. Adapun salah satu penyebab meningkatnya pencemaran udara di
Indonesia adalah urbanisasi dan industrialisasi yang tumbuh dengan cepat tetapi
tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang memadai dan efesien
dalam penggunaan bahan bakar fosil (BPLH DKI, 2004).
Pembakaran batu bara dan minyak akan mengeluarkan emisi SO, partikel
dan nitrogen oksida. Jika gas-gas itu bereaksi di udara, akan membentuk polutan
sekunder seperti NO2, asam nitrat, butiran asam sulfat, garam nitrat, dan garam
sulfat. Polutan yang jatuh ke bumi akan menjadi hujan asam, embun asam dan
partikel asam (Susanta dan Sutjahjo, 2008).
Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi
pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya polutan di udara
yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga pH air hujan akan berada di bawah
rata-rata. Batas nilai rata-rata pH air hujan adalah 5,6 ( menggunakan pH meter).
Ini merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami seperti yang telah
disepakati secara internasional oleh badan kesehatan dunia (WHO). Apabila air
hujan lebih rendah dari 5,6 maka hujan bersifat asam, atau sering disebut dengan
hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar dari 5,6 maka hujan bersifat basa.
Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis bangunan/gedung atau bersifat
korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota di danau-danau, dan
aliran sungai (BMG, 2004).
Pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) telah banyak
yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial atau data bereferensi geografis. Prahasta (2005) menjelaskan lebih
lanjut bahwa SIG banyak digunakan untuk mengambil keputusan terhadap
masalah-masalah pengelolaan sumber daya alam. Dengan memanfaatkan
teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) ini, kita dapat memetakan tingkat
polutan yang akan menjadi suatu faktor yang penting dalam menentukan luasan
daerah yang terkena pengaruh hujan asam akibat kegiatan suatu pabrik atau
industri, terutama dalam mengetahui informasi polutan yang dihasilkan suatu
pabrik atau industri. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian terhadap luasan
daerah yang terkena pengaruh hujan asam oleh karna kegiatan industri di sekitar
Kawasan Industri Medan (KIM) sehingga dapat menjadi informasi dan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan hutan kota di
kawasan industri.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk:
1. Mengetahui pH air hujan di Kawasan Industri Medan (KIM) Mabar dan
sekitarnya akibat pencemaran udara.
2. Memetakan luas penyebaran kemasaman air hujan akibat kegiatan industri di
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang pengaruh hujan asam terhadap kualitas air
yang jatuh dipermukaan tanah akibat kegiatan industri di Kawasan Industri
Medan (KIM).
2. Memberikan masukan bagi berbagai pihak dalam pengeturan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) pada kota terutama dalam pemilihan kegiatan pembangunan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Hujan Asam
Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena
keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah
satu bentuk dari presipitasi. Menurut Lakitan (2002), presipitasi adalah proses
jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Sedangkan
Tjasyono (2004) mendefenisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es)
yang jatuh ke permukaan bumi. Kabut, embun dan embun beku bukan merupakan
bagian dari presipitasi (frost) walaupun berperan dalam alih kebasahan (moisture).
Curah hujan terukur dalam inci atau millimeter. Jumlah curah hujan 1 mm,
menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air
tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer.
Nilai pH air hujan pada saat terjadi hujan asam dapat lebih kecil dari pada
pH air hujan normal (5,6), yakni mencapai nilai 2 atau 3. Hujan asam terjadi
karena tingginya gas sulfur oksida (SOX) dan nitrogen oksida (NOX). Gas sulfur
oksida dapat berupa sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO32-), dan sulfat (SO42-);
sedangkan nitrogen oksida dapat berupa nitrat (NO3) dan nitrogen dioksida (N2O).
gas-gas tersebut terdapat di atmosfer sebagai hasil emisi (buangan) dari kegiatan
industri kendaraan bermotor. SOX terutama dihasilkan dari hasil pembakaran batu
bara (mengandung banyak sulfur); sedangkan NOX terutama dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar minyak. Selain mengeluarkan gas NOX, kendaraan
bermotor juga melepaskan emisi gas hidrokarbon, CO dan partikel timbal.
menghasilkan H2S, HSO3- dan H2SO4 yang bersifat asam kuat, sedangkan oksidasi
gas NOX akan menghasilkan asam nitrat (HNO3) sehingga menurunkan nilai pH
air hujan (Effendi, 2003).
Nordstrom et.al (2000) mendefenisikan pH sebagai derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh
suatu larutan. Kemasaman (pH) menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu
larutan, melalui konsentrasi ion hydrogen H+ (Alaerts dan Santika, 1987). Air
dapat bersifat asam atau basa, terkandung pada besar kecilnya pH air atau
besarnya konsentrasi ion hydrogen dalam air, pH normal berkisar antara 6,5-7,5.
Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam,
sedangkan air yang mempunyai pH yang lebih besar dari pH normal akan bersifat
basa (Sunu, 2001).
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan.
Karena pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan
hewan akuatik, maka pH suatu perairan sering kali dipakai sebagai petunjuk baik
atau buruknya perairan sebagai lingkungan hidup. Terdapat suatu hubungan antara
pH dengan sebaran hewan akuatik di perairan alamiah yang ternyata sangat
menarik, berkaitan dengan masalah pencemaran yang dihubungkan dengan hujan
asam dan proses pengasaman perairan secara alami (Nugroho, 2006).
B. Penyebab Hujan Asam
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung merapi
dan dari proses biologis tanah, rawa dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik,
oleh proses ini dapat terbawa angin hingga beberapa kilometer di atmosfer
sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah (Agustiarni, 2008).
Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor
dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer
dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang
mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Nitrogen oksida, diemisikan dari
pembakaran pada temperatur tinggi yang bereaksi dengan bensin yang tidak
terbakar dengan sempurna dan zat hidrokarbon lain akan membentuk ozon rendah
atau smog kabut berawan coklat kemerahan (Susanta dan Sutjahjo, 2008).
Bahan bakar fosil merupakan sumber utama terjadinya pencemaran udara.
Pencemaran udara yang terjadi berbanding lurus dengan pengembangan industri
modern, pembangkit tenaga listrik, penggunaan batubara dan kemajuan sektor
transportasi. Pembakaran sempurna bahan bakar fosil menghasilkan CO2 dan H2O
bersama beberapa nitrogen oksida yang muncul dari fiksasi nitrogen dan atmosfer
pada suhu tinggi. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan asap hitam
yang terdiri dari partikel-partikel karbon atau hidrokarbon kompleks atau CO dan
senyawa organik yang teroksidasi sebagian (Kristanto, 2002).
Secara sederhana, reaksi pembentukan hujan asam dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
S (g) + O2 (g) SO2 (g)
2SO2(g) + O2 (g) 2SO3 (g)
Sejak dimulainya revolusi industri, jumlah sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke
atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama
batubara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini.
Pembacaan pH di area industri terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman
cuka). Sumber ini ditambah oleh transportasi yang merupakan penyumbang utama
hujan asam. Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan
pertumbuhan populasi dan indutri tetapi lebih berkembang menjadi lebih luas.
Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi populasi lokal
berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang
dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan
lebih luas (Agustiarni,2008).
C. Dampak kegiatan industri dan hujan asam
Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang masih berpusat
pada daerah perkotaan (70 % industri diperkirakan berlokasi di kawasan
perkotaan dan sekitarnya), memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh
terhadap penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
luasan lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Masalah lain yang timbul akibat
bertambahnya penduduk diantaranya adalah penurunan kualitas lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah rumah tangga, seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sektor industri merupakan penyumbang
pencemaran udara melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit
tenaga. Adapun salah satu penyebab meningkatnya pencemaran udara di
tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang memadai dan efesien
dalam penggunaan bahan bakar fosil (BPLH DKI, 2004).
Gangguan pada harta benda dan ekosistem terutama terjadi sebagai akibat
adanya hujan asam. Hujan asam terjadi bila di udara terdapat bahan pencemar
terutama gas SO2 (Sulfur Dioksida) dan gas NOx (Nitrogen Oksida) di udara. Gas
SO2 di udara umumnya berasal dari bahan bakar yang mengandung sulfur
(misalnya batu-bara dan minyak bumi). Gas SO2 di udara bereaksi dengan uap air
atau larut pada tetesan air membentuk H2SO4 yang merupakan komponen utama
dari hujan asam. Dengan cara yang sama, gas NOx di udara bereaksi dengan uap
air atau larut pada tetesan air membentuk HNO3 yang juga merupakan komponen
utama dari hujan asam. Hujan asam bersifat korosif sehingga dapat mengoksidasi
benda-benda yang kontak dengannya. Proses turunnya hujan asam ke permukaan
bumi dapat terjadi pada jarak (0-10) km untuk jarak dekat dan (100-1.000) km
untuk jarak jauh. Selain itu juga hujan asam mengakibatkan terjadinya perubahan
pH pada badan air dan tanah yang dilaluinya, sehingga terjadi perubahan
kesetimbangan dalam ekosistem (Wardhana, 1995).
Meningkatnya kegiatan industri biasanya akan diikuti dengan
meningkatnya kegiatan perekonomian dan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan
akan transportasi khususnya kendaraan bermotor akan meningkat terus. Hal
tersebut akan menyebabkan konsentrasi pencemaran udara semakin tinggi. Gas
sulfur dioksida (SO2) adalah salah satu gas buang kendaraan bermotor yang
menyebabkan gangguan pernafasan, mengurangi visibilitas, mempercepat
pengkaratan, menyebabkan pencemaran udara juga menyebabkan terjadinya hujan
Dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap
lingkungan terutama kesehatan manusia yaitu: menurunnya fungsi paru,
peningkatan penyakit pernafasan dan beberapa penyakit lainnya. Selain itu
pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan
penglihatan dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Hujan
asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan
air. Hujan asam terjadi karena banyaknya polutan di udara yang larut dan terbawa
oleh air hujan sehingga pH air akan berada di bawah rata. Batas nilai
rata-rata pH air hujan adalah 5.6, merupakan nilai yang di anggap normal atau hujan
alami seperti yang telah disepakati secara internasional oleh badan kesehatan
dunia WHO. Apabila pH air hujan lebih rendah dari 5.6, maka hujan bersifat asam
atau sering disebut hujan asam dan apabila pH air hujan lebih besar 5.6 maka
hujan bersifat basa. Dampak hujan yang bersifat asam dapat mengikis
bangunan/gedung atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak
kehidupan biota di danau-danau dan aliran sungai (BMG, 2004).
Susanta dan Sutjahjo (2008), menyatakan hujan secara alami bersifat asam
(pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan
air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Apabila hujan dengan pH kurang
dari 5,6 terutama pH di bawah 5,1 akan berdampak negatif dan menyebabkan
berbagai kerusakan diantaranya dapat merusak properti, monumen, patung, bahan
logam, dapat mematikan berbagai jenis binatang dan tumbuhan, menghambat
pertumbuhan tanaman pangan dan sayur, menyebabkan penyakit pernafasan dan
yang paling parah, pada ibu hamil akan menyebabkan bayi yang lahir prematur
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6-8,
sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung
dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan
mempunyai pH 6,2 – 7,6, air buangan pabrik susu dan produk-produk susu
biasanya mempunyai pH 7,6 – 9,5. Pada industri makanan, peningkatan keasaman
air buangan umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik. Air
buangan industri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam
mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH-nya
rendah. Adanya komponen besi sulfur (FeS2) dalam jumlah tinggi di dalam air
juga akan meningkatkan keasaman karena FeS2 dengan udara dan air akan
membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut. Perubahan keasaman pada air
buangan, baik kearah alkali (pH menaik) maupun kearah asam (pH menurun),
akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu,
air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan
menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Agusnar, 2008).
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Industri Medan dan sekitarnya.
Kawasan Industri Medan (KIM) adalah suatu kawasan industri yang terletak di
kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Kota Madya Medan. Sedangkan
kegiatan analisis air hujan dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA
Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober
2011/Februari 2012.
Gambar 1. Peta Lokasi Kawasan Industri Medan (KIM)
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Medan secara geografis terletak di antara 20 27'-2 47' Lintang Utara
dan 980 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi
Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian
tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah
Kecamatan Medan Deli adalah daerah kawasan industri dan pergudangan di Kota
Medan dengan penduduknya berjumlah 141.787 jiwa (2004). Di Kecamatan Medan Deli ini terdapat Potensi Wilayah berupa Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di Kelurahan Mabar dengan luas 514 Ha, adalah salah satu kawasan industri yang menyiapkan fasilitas investasi yang relatif lengkap.
Kawasan Industri Medan, keberadaannya dapat mendukung Kota Medan sebagai
Kota Industri dan Jasa. Disamping sebagai daerah pusat industri di Kecamatan
Medan Deli ini juga terdapat beberapa Industri Kecil / Rumah Tangga yang
menjadi unggulan seperti Produksi Prabot Rumah Tangga dari Kayu. Disamping
itu di daerah ini juga ada terdapat Pertanian Agrobisnis seluas 949 Ha.
Kawasan industri di Medan yaitu Kawasan Industri Medan (KIM)
berdekatan dengan Pelabuhan Belawan. KIM memiliki luas lahan 514 Ha dan
disediakan fasilitas listrik 120 MW. Saat ini terdapat 86 perusahaan swasta
nasional yang menempati lokasi tersebut berdampingan dengan 17 perusahaan
asing. Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di kecamatan Medan Deli di
wilayah Tenggara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Medan Barat dan Kecamatan Medan Timur, sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan Dan Kecamatan Medan Labuhan
C. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Sampel air hujan,
penyangga pH 7 untuk membantu dalam pengukuran pH netral, larutan penyangga
pH 10 untuk membantu dalam pengukuran pH asam, peta administrasi kota
Medan dengan skala 1:250.000 untuk membantu dalam memetakan luasan daerah
terkena hujan asam.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Penakar air hujan tipe
observatorium, pH meter (mV meter), spektrofotometer, Global Positioning System (GPS), perangkat keras (Hardware) yang digunakan yaitu berupa Personal Computer (PC) dan perangkat lunak (Software) ArcView 3.3 dan kamera digital.
Tabel 1. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian
No. Nama Data Jenis Sumber Tahun
1 1 Titik Pusat Primer GPS 2011
2 16 Titik sampel uji lapangan Primer GPS 2011 3
4
Peta administrasi kota Medan Data curah hujan
Parameter yang diamati meliputi : Curah hujan , kandungan sulfur oksida
(SOX), kandungan nitrogen oksida (NOX) dan pH. Pelaksanaan penelitian ini
meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta
menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut;
1. Pemasangan alat
1. Menentukan Kawasan Industri Medan (KIM) sebagai titik pusat penyebab
terjadinya hujan asam.
2. Mengambil 4 titik sampel uji lapangan dengan menggunakan GPS dengan
jarak 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km untuk setiap 4 penjuru mata angin bagian
utara, selatan, timur dan barat. Pada setiap titik sampel uji lapangan tersebut
diletakkan alat penangkar hujan.
3. Penakar hujan dipasang di areal terbuka dengan menggunakan penakar hujan
tipe observatorium dengan luas penampang 81,67 cm2. Alat dipasang setinggi
120 cm dari permukaan tanah pada areal terbuka yang terletak di sekitar
lokasi penelitian. Pengambilan sampel air hujan diambil selama 10 hari hujan
dengan interval 3 hari selama 1 bulan setiap pukul 07.30 WIB dan dihitung
sebagai hari hujan kemarin (Agustiarni, 2004).
2. Pengukuran Curah Hujan
Air hujan yang tertampung oleh alat penangkar hujan dihitung volume
airnya. Hal ini dilakukan untuk menghitung curah hujan (CH) secara manual.
Pengukuran CH manual dilakukan dengan menggunakan prinsip pembagian
antara volume air hujan yang ditampung dibagi luas penampang/mulut penangkar
hujan. Pengukuran CH harian (mm) diukur 1 kali pada pagi hari.
CH (mm) = Volume / Luas mulut penangkar
3. Pengukuran kandungan nitrogen oksida (NOX) dan kandungan sulfur oksida (SOx)
Pengukuran kandungan nitrogen oksida (NOX) dan kandungan sulfur
kandungan nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SOx) menggunakan alat
spektrofotometer (Gambar 1) adalah sebagai berikut:
a. Analisis kandungan nitrogen oksida (NOX)
Pengukuran kandungan nitrogen oksida (NOx) sampel air hujan dilakukan
untuk mengetahui kadar nitrogen oksida tersebut dalam air hujan. Alat ukur yang
digunakan untuk mengetahui kandungan nitrogen oksida (NOx) air hujan adalah
spektrofotometer. Tahapan yang dilakukan untuk mengukur kandungan nitrogen
oksida (NOx) adalah:
Nitrogen oksida secara kualitatif diubah menjadi nitrogen dioksida dengan
pengoksida asam kromat. Hasil nitrogen dioksida yang terbentuk ditambah
nitrogen dioksida yang sudah ada diserap dalam larutan pembentuk. Warna
merah-ungu terbentuk dalam 15 menit, dan serapannya diukur dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm.
b. Analisis kandungan sulfur oksida (SOX)
Pengukuran kandungan sulfur oksida (SOx) sampel air hujan dilakukan
untuk mengetahui kadar sulfur oksida tersebut dalam air hujan. Alat ukur yang
digunakan untuk mengetahui kandungan sulfur oksida (SOx) air hujan adalah
spektrofotometer. Tahapan yang dilakukan untuk mengukur kandungan sulfur
oksida (SOx) adalah:
Sulfur oksida (SOX) diserap dalam larutan penjerap tetrakloromerkurat
membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Dengan menambahkan
larutan pararosanilin dan formaldehida, kedalam senyawa
yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan di ukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
4. Pengukuran pH Sampel
Pengukuran pH sampel air hujan dilakukan untuk mengetahui kadar
kemasaman air hujan. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pH air hujan
adalah pH meter. Pengukuran pH air hujan yang akan dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara Medan.
Cara Pengukuran pH Larutan dengan Menggunakan pH Meter:
1. Siapkan sampel larutan air hujan yang akan di check pH-nya.
2. Buka penutup plastik elektroda, bilas dengan air dan keringkan dengan
menggunakan tisu.
3. Nyalakan pH meter dengan menekan tombol ON/OFF.
4. Masukkan elektroda ke dalam sampel, kemudian putar agar larutan homogen.
5. Tekan tombol MEAS untuk memulai pengukuran, pada layar akan muncul
tulisan HOLD yang kelap-kelip.
6. Biarkan sampai tulisan HOLD pada layar berhenti kelap-kelip.
7. Nilai pH yang ditunjukkan pada layar adalah nilai pH larutan yang di check. 8. Matikan pH meter dengan menekan kembali tombol ON/OFF.
5. Pembuatan Peta Buffer Lokasi Penelitian
Proses pembuatan peta zona buffer lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tampilkan peta pada view.
b. Pilih peta yang akan ditampilkan. Dalam contoh ini adalah kim.shp dan
admin.medan.shp.
c. tampilkan gambar peta dengan klik pada chechbox-nya.
d. Ubah legend dari theme admin.medan.shp dengan nilai unique value
berdasarkan field remark.
Selanjutnya pastikan satuan pemetaan dan satuan pengukuran jarak
dokumen view tersebut telah ditetapkan sesuai dengan sistem proyeksi yang
digunakan oleh peta. Pada contoh ini sistem proyeksi peta yang digunakan adalah
UTM.
Proses buffer dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Aktifkan theme kim.shp pada dokumen view.
2. Pilih theme dari menu utama dan kemudian pilih create buffer sehingga
muncul jendela create buffer.
3. Pastikan theme yang dipilih adalah kim.shp pada baris the features of a theme. 4. Klik use only the selected features.
5. Pilih next.
6. Isilah luas buffer yang diinginkan dengan mengisi angka pada baris at a specified distance.
a. Tentukan satuan pengukuran panjang yang diingiankan dengan dropdown
pada baris distance units are.
7. Klik next sehingga muncul jendela create buffer. 8. Pilih opsi yes untuk menghasilkan buffer.
9. Pilih opsi in a new theme dan pilih folder tempat kerja serta beri nama file
10.Klik tombol finish.
11.Data baru hasil proses buffer akan masuk pada dokumen view.
Skema proses pemetaan penyebaran hujan asam di Kawasan
Indutri Medan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema pemetaan penyebaran hujan asam di Kawasan Industri Medan.
Tumpang tindih (overlay)
Data Lapangan dan data analisis Peta Administrasi Kecamatan
Medan Deli
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keasaman (pH)
Hasil pengukuran pH air hujan yang jatuh dan tertampung di Kawasan
Industri Medan berdasarkan zonasi yang dilakukan di areal pengamatan disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengukuran pH air hujan di KIM pada setiap zonasi.
Zonasi (km) pH
1 5.41 2 5.38
3 5.43
4 5.45
Air hujan mempunyai tingkat kemasaman yang bervariasi sesuai dengan
kondisi lingkungan atau tingkat bahan pencemaran pada suatu tempat. Menurut
Agusnar (2008), hal ini dapat terjadi dikarenakan ada gas yang larut dalam air
hujan seperti CO2, O2, H2S, nitrogen dan metan yang berasal dari pembuangan
sisa-sisa aktivitas manusia sehingga menyebabkan air bersifat asam, berbau dan
korosif. Susanta dan Sutjahjo (2008) menyebutkan bahwa secara alami pH air
hujan normal adalah 5,6. Pada lokasi penelitian diperoleh bahwa air hujan yang
tertampung di areal tersebut nilai pH-nya lebih rendah yaitu berada di bawah nilai
pH normal air hujan. Hal ini menunjukkan bahwa di Kawasan Industri Medan, air
Rendahnya pH air hujan pada lokasi penelitian menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan sekitar. Hujan dengan pH kurang dari 5,6 terutama
pH di bawah 5,1 akan berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan.
Wardhana, (1995) menyatakan bahwa pH kurang dari 5,6 dapat memberikan
gangguan pada harta benda dan ekosistem. Dimana hujan asam tersebut terjadi
bila di udara terdapat bahan pencemar terutama gas-gas yang terdapat di udara
seperti SO2 (Sulfur Dioksida) dan gas NOx (Nitrogen Oksida) yang bereaksi
dengan uap air atau larut pada tetesan air dan membentuk H2SO4 dan HNO3 yang
merupakan komponen utama dari hujan asam. Kandungan tetesan air hujan
tersebut memiliki sifat korosif dan dapat mengoksidasi benda-benda yang kontak
dengannya, merubah pH pada badan air dan tanah, sehingga terjadi perubahan
kesetimbangan dalam ekosistem.
Pengukuran nilai pH, dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pada
zonasi 2 km menunjukkan nilai pH masam yang paling tinggi, yakni dengan nilai
pH rata-rata 5.38. Nilai pH air hujan yang tertampung di areal penelitian
berdasarkan zonasi yang diamati secara keseluruhan berdasarkan zonasi memiliki
pH di bawah 5,6. Hal ini menandakan bahwa kegiatan industri yang terjadi di
KIM berdampak langsung terhadap rendahnya pH air hujan di wilayah ini. Hal ini
juga menunjukkan bahwa di Kawasan Industri Medan, curah hujan yang langsung
sampai ke permukaan tanah tanpa melalui vegetasi, nilai kemasamannya sangat
tinggi yaitu dengan rata-rata 5.42. Agustiarni (2008) menyatakan bahwa secara
alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung merapi dan dari
proses biologis tanah, rawa dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam
kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian. Berdasarkan data yang
diperoleh di lokasi penelitian terdapat perbedaan nilai pH air hujan pada setiap
zonasi. Data tersebut sudah menggambarkan bahwa pusat dari kegiatan industri
memberikan dampak yang berbeda terhadap lingkungan sekitar, hal ini dapat
dilihat pada Tabel 1. Dimana semakin jauh dari pusat kegiatan industri maka efek
yang ditimbulkan oleh kegiatan industri melalui pengaruh hujan asam semakin
kecil.
Nilai pH air hujan yang tertampung pada areal penelitian dipengaruhi oleh
aktivitas dari kegiatan industri di KIM dan jarak pengambilan titik sampel air
hujan. Nilai pH air hujan yang tertampung di areal zonasi 1 km memiliki nilai
rata-rata 5,41; 5,38 untuk zonasi 2 km; 5,43 untuk zonasi 3 km dan 5,45 untuk
zonasi 4 km, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut
diperoleh bahwa pada zonasi 2 km diketahui memiliki pH masam yang lebih
#
B. Analisis kandungan sulfur oksida (SOX) dan nitrogen oksida (NOX)
Pencemaran lingkungan merupakan peristiwa penyebaran bahan kimia
dengan kadar tertentu yang dapat merubah keadaan keseimbangan pada daur
materi, baik keadaan struktur maupun fungsinya, sehingga mengganggu
kesejehteraan manusia dan menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya
udara. Pencemaran udara terjadi jika komposisi zat-zat yg ada di udara melampaui
ambang batas yana ditentukan . Adanya bahan-bahan kimia yang melampaui batas
dapat membahayakan kesehatan manusia , mengganggu kehidupan hewan dan
tumbuhan dan terganggunya iklim (cuaca) dengan aktivitas manusia dan
kemajuan teknologi terutama akibat proses pembakaran bahan bakar di industri
atau kendaraan bermotor, maka banyak gas-gas yang dihasilkan dan bercampur
dengan udara sebagai zat pencemar.
Gas-gas yang dikeluarkan oleh pabrik dan kendaraan bermotor di
perkotaan akan bereaksi dengan oksigen sehingga berbahaya bagi kehidupan.
Diantaranya adalah sulfur dan nitrogen, yang merupakan gas-gas polutan yang
dapat bereaksi dengan hujan dan menyebabkan hujan asam. Hasil pengukuran
kandungan sulfat dan nitrat air hujan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 3
Tabel 2. Data kandungan SO42- (mg/liter) pada air hujan yang tertampung.
ZONASI (km) Arah mata angin Kandungan (mg/liter)
1 Timur 627
Selatan 583 Barat 642 Utara 634
2 Timur 658
Selatan 677 Barat 613 Utara 567
3 Timur 723
Selatan 662 Barat 638 Utara 656
4 Timur 598
Selatan 629 Barat 630 Utara 671
Tingginya kandungan sulfat (SO42-) air hujan yang tertampung di areal
penelitian di KIM merupakan salah satu penyebab terjadinya hujan asam. Dimana
ion sulfat (SO42-) dapat terjadi secara alamiah melalui proses pembakaran dan jika
dalam jumlah sangat besar akan menaikkan keasaman air. Novotny dan Olem
(1994) Effendi (2003) menyatakan bahwa gas SOx bereaksi dengan uap air yang
terdapat di atmosfer dan mengalami oksidasi sehingga menghasilkan H2S, HSO3
dan H2SO4 yang bersifat asam kuat. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa kandungan
Hasil pengukuran kandungan NO3- (mg/liter) pada air hujan yang
tertampung oleh alat di Kawasan Industri Medan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Data kandungan NO3- (mg/liter) pada air hujan yang tertampung.
ZONASI (km) Arah mata angin Kandungan (mg/liter)
1 Timur 24
Selatan 21 Barat 18 Utara 26
2 Timur 26
Selatan 25 Barat 23 Utara 24
3 Timur 22
Selatan 20 Barat 22 Utara 21
4 Timur 19
Selatan 25 Barat 19 Utara 21
Effendi (2003) menyatakan bahwa ion sulfat (SO42-) bersifat larut dalam
air dan berikatan dengan hidrogen. Sulfur Oksida (SOX) dan Nitrogen Oksida
(NOX) merupakan gas yang terdapat di atmosfer sebagai hasil emisi (buangan)
dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor. SOX umumnya dihasilkan dari
pembakaran batu bara (yang mengandung banyak sulfur), sedangkan NOX
(SOX) dapat berupa sulfur dioksida (SO2), Sulfit (SO3), dan Sulfat (SO42-);
sedangkan Nitrogen Oksida (NOx) dapat berupa nitrat (NO3) dan Nitrogen
Dioksida (N2O). Tingginya kadar gas sulfur oksida (SOx) dan nitrogen oksida
(NOx) menyebabkan terjadinya hujan asam.
Nitrat (NO3-) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Kadar nitrat lebih
dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antopogenik yang berasal
dari kativitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat untuk keperluan air minum
sebaiknya tidak lebih dari 10 mg/liter. Konsumsi air yang mengandung kadar
nitrat yang tinngi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen,
terutama bagi bayi yang berumur kurang dari lima bulan. (Davis dan Cornwell,
1991 Effendi, 2003).
Susanta dan Hari (2008) menyatakan bahwa nitrat diemisikan dari
pembakaran pada temperatur tinggi, sebagai hasil dari reaksi nitrogen dan
oksigen. Menurut Novortny dan Olem (1994) Effendi (2003) bahwa gas NOx
bereakasi dengan uap air yang terdapat di atmosfer dan mengalami oksidasi
menghasilkan asam nitrat (HNO3) sehingga menurunkan nilai pH air hujan. Pada
Tabel 3 ditunjukkan bahwa kandungan nitrat air hujan di KIM yang tertampung di
areal penelitian memiliki nilai yang sangat tinggi yaitu dengan kandungan nitrat
rata-rata 22 mg/liter.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Air hujan yang jatuh di Kawasan industri Medan bersifat asam yaitu
dengan nilai pH rata-rata air hujan yang tertampung di areal tersebut di
bawah normal.
2. Daerah dengan radius 2 km dari titik pusat pengamatan memiliki tingkat
kemasaman air hujan yang tertampung lebih besar.
B. Saran
Adapun saran dalam penelirian ini adalah:
1. Dengan adanya perbedaan nilai pH air hujan di setiap zonasi, maka
diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan zonasi yang lebih
luas serta mengamati perbedaan kemampuan dari setiap jenis pohon dalam
meningkatkan pH air hujan agar diketahui jenis pohon terbaik untuk
mengurangi hujan asam.
2. Diharapkan kepada PT. Kawasan Industri Medan untuk melakukan
penanaman berbagai jenis pohon guna membantu dalam menetralisir hujan
asam.
3. Diharapkan kepada pemerintah untuk segera menetapkan dan membangun
DAFTAR PUSTAKA
Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. USU Prees. Medan.
Agustiarni, Y. 2008. Pengaruh Hutan Kota dalam Mengurangi Hujan Asam di Kawasan Industri: Studi Kasus di Kawasan Industri Medan, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan. Skripsi Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Alaerts, G dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1991. Metode Pengujian Sampel Standart Nasional Indonesia (SNI). Bapedal. Jakarta.
Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Kimia Air Hujan. http: //www.bmg.go.id/KAH.asp. (5 Mei 2011 [pukul 11.45 WIB]).
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Khusus Indonesia Jakarta. 2004. Udara Bersih untuk Semua. http: //bplhd.Jakarta.go..id/Wilayah.php (5 Mei 2011 [pukul 11.25 WIB]).
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Hanik, Z. 1999. Model Difusi Penyebaran Gas SO2 untuk Daerah Urban dengan
Menggunakan Perangkat Lunak Delphi (Studi Kasus Kotamadya Bandung). Disertasi Pasca Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi ITB. Bandung. http: //gdl.geoph.itb.ac.id/gdl.php (5 Mei 2011 [pukul 11.01 WIB]).
Kristanto, P.2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuarsa, I. W. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 untuk Pemula. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT Gramedian Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Susanta, G. dan H. Sutjahjo.2008. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global?. Penebar Plus. Jakarta.
Susilo, Y.E.B. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan: Memahami Sikap Teologis Manusia Terhadap Pencemaran Lingkungan. Averroes Press. Malang.
Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Prees. Bogor.
Wardhana, W. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset. Jogjakarta.
Lampiran 1. Hasil pengukuran pH air hujan di KIM pada setiap zonasi.
Zonasi (km)
Arah mata angin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
1 Timur 5.36 5.41 5.45 5.40 5.42 5.42 5.40 5.41 5.44 5.36 5.41
Slatan 5.40 5.37 5.37 5.42 5.45 5.39 5.36 5.37 5.46 5.41 5.40
Barat 5.38 5.41 5.37 5.40 5.44 5.38 5.41 5.45 5.38 5.43 5.41
Utara 5.43 5.40 5.42 5.46 5.38 5.43 5.44 5.39 5.46 5.36 5.42
5.41
2 Timur 5.32 5.43 5.41 5.40 5.33 5.32 5.39 5.35 5.40 5.36 5.38
Slatan 5.36 5.31 5.37 5.31 5.34 5.40 5.42 5.39 5.37 5.35 5.36
Barat 5.35 5.39 5.33 5.41 5.44 5.33 5.42 5.37 5.36 5.42 5.39
Utara 5.32 5.43 5.34 5.34 5.38 5.44 5.38 5.31 5.41 5.38 5.38
5.38
3 Timur 5.39 5.45 5.41 5.47 5.50 5.37 5.46 5.36 5.39 5.42 5.42
Slatan 5.48 5.40 5.43 5.41 5.38 5.40 5.45 5.49 5.41 5.37 5.42
Barat 5.51 5.45 5.43 5.41 5.46 5.39 5.42 5.42 5.36 5.41 5.43
Utara 5.38 5.41 5.46 5.48 5.40 5.41 5.43 5.47 5.51 5.46 5.44
5.43
4 Timur 5.46 5.52 5.49 5.48 5.40 5.42 5.41 5.45 5.43 5.44 5.45
Slatan 5.43 5.40 5.42 5.45 5.46 5.46 5.47 5.49 5.47 5.48 5.45
Barat 5.40 5.41 5.42 5.43 5.45 5.46 5.44 5.45 5.51 5.50 5.45
Utara 5.45 5.41 5.50 5.42 5.41 5.43 5.45 5.44 5.41 5.49 5.44
Lampiran 2. Data curah hujan daerah Mabar Belawan dan sekitarnya pada tahun 2011 (primer)
Tanggal Bulan Agustus September Oktober November
1 2 3 4 5
Lampiran 3. Data titik koordinat penelitian.
No. Nama N E
1 Titik Pusat 463698 405316
2 Selatan 1km (AS1) 462973 405475
3 Selatan 2km (AS2) 463409 403869
4 Selatan 3km (AS3) 463385 402929
5 Selatan 4km (AS4) 463396 402063
6 Timur 1km (BT1) 463598 404616
7 Timur 2km (BT2) 465081 405241
8 Timur 3km (BT3) 466045 404986
9 Timur 4km (BT4) 466876 405007
10 Utara 1km (CU1) 464378 405475
11 Utara 2km (CU2) 463910 406724
12 Utara 3km (CU3) 463988 407661
13 Utara 4km (CU4) 463832 408537
14 Barat 1km (DB1) 463754 405943
15 Barat 2km (DB2) 462244 405373
16 Barat 3km (DB3) 461212 405231
17 Barat 4km (DB4) 460370 405252