• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Merkuri (Hg) pada Air Sumur Masyarakat dan Air Sungai Simalagi Akibat Penambangan Emas Tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Merkuri (Hg) pada Air Sumur Masyarakat dan Air Sungai Simalagi Akibat Penambangan Emas Tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Tahun 2012"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR MASYARAKAT DAN AIR SUNGAI SIMALAGI AKIBAT PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL DI

DESA SIMALAGI KECAMATAN HUTA BARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 081000067

MUHAMMAD RUDINI DAULAY

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISA MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR MASYARAKAT DAN AIR SUNGAI SIMALAGI AKIBAT PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL DI

DESA SIMALAGI KECAMATAN HUTA BARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

NIM. 081000067

MUHAMMAD RUDINI DAULAY

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Penambangan emas tradisional banyak terdapat di Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal, salah satunya di Desa Simalagi. Penambangan emas ini menggunakan merkuri dalam prosesnya. Penambangan ini beroperasi di daerah pemukiman penduduk serta daerah aliran sungai, sehingga akan mencemari sumber air bersih masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar merkuri pada air sumur masyarakat Desa Simalagi dan air sungai Simalagi, serta untuk mengetahui keluhan kesehatan pada masyarakat Desa Simalagi yang menggunakan air sumur dan air Sungai Simalagi untuk keperluan sehari-hari.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kadar merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat dan air Sungai Simalagi akibat limbah penambangan emas tradisional di Desa Simalagi. Objek penelitian ini adalah 21 sampel air sumur masyarakat di Desa Simalagi dan 10 titik sampel air sungai Simalagi, dengan titik pertama daerah sebelum penambangan, titik kedua daerah penambangan emas, titik ketiga berjarak 50 meter dari daerah penambangan, titik keempat dan seterusnya berjarak masing-masing 50 meter ke hilir penambangan.

Hasil penelitian menunjukkan, seluruh sampel air sumur masyarakat masih memenuhi syarat menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990. Sedangkan pada sampel air Sungai Simalagi tidak memenuhi syarat menurut PP No.82 Tahun 2001. Pada Desa Simalagi ini belum ditemukan keluhan kesehatan akibat penggunaan sumber air tersebut.

Disarankan kepada penambang emas tradisional agar tidak beroperasi di sekitar pemukiman masyarakat dan di sepanjang aliran sungai karena dapat membahayakan sumber air bersih dan air minum masyarakat Desa Simalagi. Kepada masyarakat Desa Simalagi agar tidak menggunakan air Sungai Simalagi sebagai sumber air bersih karena sudah tercemar oleh merkuri.

(4)

ABSTRACT

There were many traditional gold mining in the Huta Bargot Sub Disrict Mandailing Natal Regency, one of it was in Desa Simalagi. This gold mining used mercury in its process. These mining were operations in residential areas and watersheds, so that would contaminate the public water source.

This study aimed to determine mercury levels in community well water, Simalagi river water, and to learn about health complaints in Desa Simalagi who used well water and Simalagi river water for daily needs purpose.

This study was a descriptive research, to know the levels of mercury (Hg) in the well water and river water due to Simalagi traditional gold mining’s waste. Object of this study were 21 water samples from community wells in the Desa Simalagi and 10 points Simalagi river water samples, which the first point was the area before mining, second point was the gold mining area, third point 50 meters from the mining area, the fourth point, and so on within their respective 50 meters downstream of mining.

The result of the study showed, the entire community well water samples were still eligible under the Ministerial Regulation No. RI. 416/Per/IX/1990. While on the river water samples Simalagi not eligible under Regulation No.82 of 2001. In the Desa Simalagi, there were not found health complaints caused by using of these water sources.

Based on this study, it was recommended to avoid the traditional gold miners operating in and around human settlements along the river as it could harm the clean water resource and drinking water resource in Desa Simalagi. To the people was suggested not to use the Simalagi river water as a source of clean water because it has been contaminated by mercury.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : MUHAMMAD RUDINI DAULAY

Tempat/ tanggal lahir : Padangsidimpuan, 19 April 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 6 orang

Alamat Rumah : Jl. Arif Rahman Hakim No. 11 Padangsidimpuan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997-2002 : SD N 2 Padangsidimpuan

Tahun 2002-2005 : SLTP N 1 Padangsidimpuan

Tahun 2005-2008 : SMA N 1 Padangsidimpuan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

”Analisa Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Masyarakat dan Air Sungai Simalagi Akibat Penambangan Emas Tradisional Di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Tahun 2012” yang merupakan hasil karya penulis atas ilmu yang didapatkan selama ini.

Besar harapan penulis skripsi ini dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. dr. Taufik Ashar, MKM dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing

penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi agar skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

2. Ir. Indra Chahaya S, MSi dan Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku

Dosen Penguji yang banyak memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Evi Naria, Mkes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

(7)

5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama menjalani perkuliahan

di FKM USU.

6. Dian Afriyanti A.Md, selaku pegawai Departemen Kesehatan Lingkungan. 7. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

8. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan, nasihat, semangat

dan doa dalam menjalani pendidikan ini.

9. Abang dan Kakak penulis yang selalu memotivasi penulis selama menjalani pendidikan ini.

10.Sahabatku Rasyid, Viani, Silvi, Bang Syaiful yang telah membantu dalam menyempurnakan skripsi ini.

11.Teman-teman kuliah Wito, Rahas, Rizky, Vonny, Annisa, Dikri, Dipo, Fiesta, Nila, Vitry, Cut Saura, Cut Nahrie, Vina, Wita serta teman-teman lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi yang selama ini

kalian berikan.

12.Teman-teman yang di peminatan KESLING, teman PBL, LKP dan teman satu

kampus yang selalu ada untuk memberikan bantuan dan saran.

13.Teman-teman IMAKEL senasib seperjuangan atas kegiatan yang dilakukan bersama.

(8)

15.Teman-teman satu tim alumni PHBI FKM USU, atas kebersamaannya dalam pembentukan karakter diri.

16.Sahabatku alm.Andika yang dahulu selalu bersama dalam suka dan duka. 17.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran

pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya.

Medan, Juni 2012

(9)

DAFTAR ISI

2.5.2.2. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen ... 17

2.5.2.3. Perubahan Warna, Bau, dan Rasa Air ... 17

2.5.2.4. Timbulnya Endapan, Koloidal, Bahan Terlarut ... 18

2.5.2.5. Mikroorganisme ... 19

2.5.2.6. Meningkatnya Radioaktivitas Air ... 20

2.5.2.7. Logam Berat Dalam Perairan ... 20

2.7.2.2. Hasil Aktifitas Manusia ... 37

(10)

2.8.4. Kinetika Merkuri ... 38

2.8.5. Pencemaran Merkuri di Lingkungan ... 40

2.8.6. Penggunaan Merkuri Dalam Kehidupan ... 41

2.8.7. Kasus Pencemaran Merkuri ... 42

2.8.8. Senyawa Merkuri Anorganik ... 43

2.8.9. Senyawa Merkuri Organik ... 45

2.8.10. Keracunan Merkuri Pada Manusia ... 46

2.8.10.1. Keracunan Akut ... 46

2.8.10.2. Keracunan Kronis ... 47

2.8.11. Pencegahan Pencemaran Merkuri ... 52

2.8.12. Penanggulangan Toksisitas Merkuri ... 53

2.9. Kerangka Konsep ... 54

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 57

3.6.1. Pengambilan dan Pengiriman Sampel Ke Laboratorium ... 57

3.6.2. Pemeriksaan Sampel Di Laboratorium ... 58

3.6.2.1. Alat dan Bahan ... 58

3.6.2.1.1. Alat ... 58

3.6.2.1.2. Bahan ... 58

3.6.2.2. Persiapan Sampel ... 58

3.6.2.2.1. Pengujian Raksa Terlarut ... 58

3.6.2.2.2. Pengujian Raksa Total ... 59

3.6.2.3. Pembuatan Larutan Baku Raksa ... 59

3.6.2.4. Prosedur Analisa dan Pengoperasian ICP ... 60

3.7. Definisi Operasional... 61

3.8. Pengolahan dan Analisa Data... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 63

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 63

4.1.1. Geografi ... 64

4.1.2. Gambaran Kependudukan ... 64

(11)

Kuesioner ... 68

4.2.2. Hasil Pemeriksaan Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Masyarakat dan Air Sungai Simalagi di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Tahun 2012 ... 70

4.2.2.1. Pada Air Sumur Masyarakat ... 70

4.2.2.2. Pada Air Sungai Simalagi ... 72

BAB V PEMBAHASAN ... 73

5.1. Karakteristik Penduduk Desa Simalagi ... 73

5.2. Penambangan Emas Tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal ... 73

5.3. Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Masayarakat di Desa Simalagi Kabupaten Mandailing Natal ... 76

5.4. Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sungai Simalagi ... 78

5.5. Keluhan Kesehatan Masyarakat Desa Simalagi ... 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian AnalisaMerkuri (Hg) Pada Air Sumur Masyarakat Dan Air Sungai Simalagi Akibat Penambangan Emas Tradisional Di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

Lampiran 2 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Lampiran 3 Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Lampiran4 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL &PPM) Medan

Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL &PPM) Medan

Lampiran 6 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal

Lampiran 7 Hasil Analisa Kandungan Merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Lampiran 8 Hasil AnalisaKandunganMerkuri (Hg) pada air Sungai Simalagi di

Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Lampiran 9 Data 10 PenyakitTerbesar Di DesaSimalagi

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk Kecematan Huta Bargot Tahun 2011 ... 65

Tabel 4.2 Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Kecamatan Huta Bargot

Tahun 2011 ... 66

Tabel 4.3 Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Desa Simalagi Kecamatan

Huta Bargot Bulan Januari-April 2012 ... 67

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Memperoleh Sumber Air Yang Digunakan Untuk Keperluan Sehari-hari di Desa Simalagi Tahun 2012 ... 68

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menggunakan Sumber Air di Desa Simalagi Tahun 2012 ... 68

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Sumber Air

Untuk Keperluan Sehari-hari di Desa Simalagi Tahun 2012 ... 69

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Penggunaan Sumber Air di Desa Simalagi Tahun 2012 ... 69

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Yang Dirasakan Karena Menggunakan Sumber Air di Desa Simalagi

Tahun 2012 ... 69

Tabel 4.9 Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Masyarakat di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Tahun 2012 ... 71

Tabel 4.10 Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sungai Simalagi di Desa

(14)

ABSTRAK

Penambangan emas tradisional banyak terdapat di Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal, salah satunya di Desa Simalagi. Penambangan emas ini menggunakan merkuri dalam prosesnya. Penambangan ini beroperasi di daerah pemukiman penduduk serta daerah aliran sungai, sehingga akan mencemari sumber air bersih masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar merkuri pada air sumur masyarakat Desa Simalagi dan air sungai Simalagi, serta untuk mengetahui keluhan kesehatan pada masyarakat Desa Simalagi yang menggunakan air sumur dan air Sungai Simalagi untuk keperluan sehari-hari.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kadar merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat dan air Sungai Simalagi akibat limbah penambangan emas tradisional di Desa Simalagi. Objek penelitian ini adalah 21 sampel air sumur masyarakat di Desa Simalagi dan 10 titik sampel air sungai Simalagi, dengan titik pertama daerah sebelum penambangan, titik kedua daerah penambangan emas, titik ketiga berjarak 50 meter dari daerah penambangan, titik keempat dan seterusnya berjarak masing-masing 50 meter ke hilir penambangan.

Hasil penelitian menunjukkan, seluruh sampel air sumur masyarakat masih memenuhi syarat menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990. Sedangkan pada sampel air Sungai Simalagi tidak memenuhi syarat menurut PP No.82 Tahun 2001. Pada Desa Simalagi ini belum ditemukan keluhan kesehatan akibat penggunaan sumber air tersebut.

Disarankan kepada penambang emas tradisional agar tidak beroperasi di sekitar pemukiman masyarakat dan di sepanjang aliran sungai karena dapat membahayakan sumber air bersih dan air minum masyarakat Desa Simalagi. Kepada masyarakat Desa Simalagi agar tidak menggunakan air Sungai Simalagi sebagai sumber air bersih karena sudah tercemar oleh merkuri.

(15)

ABSTRACT

There were many traditional gold mining in the Huta Bargot Sub Disrict Mandailing Natal Regency, one of it was in Desa Simalagi. This gold mining used mercury in its process. These mining were operations in residential areas and watersheds, so that would contaminate the public water source.

This study aimed to determine mercury levels in community well water, Simalagi river water, and to learn about health complaints in Desa Simalagi who used well water and Simalagi river water for daily needs purpose.

This study was a descriptive research, to know the levels of mercury (Hg) in the well water and river water due to Simalagi traditional gold mining’s waste. Object of this study were 21 water samples from community wells in the Desa Simalagi and 10 points Simalagi river water samples, which the first point was the area before mining, second point was the gold mining area, third point 50 meters from the mining area, the fourth point, and so on within their respective 50 meters downstream of mining.

The result of the study showed, the entire community well water samples were still eligible under the Ministerial Regulation No. RI. 416/Per/IX/1990. While on the river water samples Simalagi not eligible under Regulation No.82 of 2001. In the Desa Simalagi, there were not found health complaints caused by using of these water sources.

Based on this study, it was recommended to avoid the traditional gold miners operating in and around human settlements along the river as it could harm the clean water resource and drinking water resource in Desa Simalagi. To the people was suggested not to use the Simalagi river water as a source of clean water because it has been contaminated by mercury.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus

dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Dalam tubuh

manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan sebagainya. Menurut

perhitungan WHO di negara-negara maju, setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, setiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2003).

Air yang kita pergunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh pencemaran yang diakibatkan oleh ulah manusia. Beberapa bahan pencemar seperti bahan

(17)

beberapa bahan anorganik (garam,asam,logam), serta beberapa bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan. Air yang sudah tercemar

tersebut, disamping terasa tidak enak kalau diminum juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap orang yang meminumnya. Air sering tercemar oleh bahan anorganik antara lain logam berat yang berbahaya. Beberapa jenis logam berat

seperti merkuri (Hg), cadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As) dan beberapa lainnya merupakan logam yang dapat terakumulasi di dalam tubuh, sehingga dapat

menyebabkan keracunan akut maupun kronis pada makhluk hidup (Darmono, 2001). Pencemaran oleh logam berat yang paling terkenal yaitu keracunan merkuri yang menyebabkan cacat bawaan pada bayi yang dikenal sebagai penyakit Minamata.

Keracunan ini menyebabkan 111 orang menjadi cacat dan 43 orang diantaranya meninggal. Penderita adalah masyarakat nelayan yang tinggal di kota pesisir

Minamata di pulau Kyushu. Keracunan itu berlangsung selama tujuh tahun, yaitu dari tahun 1953-1960, disebabkan pabrik plastik yang membuang air raksa ke dalam perairan. Ikan di Minamata mengandung merkuri antara 27-102 ppm berat kering.

Selain penderita keracunan tersebut, terdapat 19 bayi yang lahir cacat (Soemirat, 2009).

Banyak logam berat, baik yang bersifat toksik maupun essensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya. Usaha

(18)

kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi, dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai pengikat emas (Darmono, 2001).

Logam berat merkuri (Hg) sangat berbahaya bagi ekosistem perairan. Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran, dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan

tersebut. Merkuri yang terdapat di perairan akan di ubah menjadi metil merkuri oleh bakteri tertentu, proses ini disebut biometilasi.

Salah satu penyebab pencemaran lingkungan oleh merkuri adalah pembuangan sisa hasil pengolahan (tailing) pengolahan emas yang diolah secara amalgamasi. Pada proses amalgamasi emas, merkuri dapat terlepas ke lingkungan

dalam tahap pencucian dan penggarangan/pendulangan. Pada proses pencucian, limbah yang umumnya masih mengandung merkuri dibuang langsung ke badan air.

Hal ini disebabkan merkuri tersebut tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran halus yang sifatnya sukar dipisahkan pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan dengan proses amalgamasi, sehingga pada proses pencucian merkuri dalam ampas

terbawa masuk ke sungai (Widowati, 2008).

Pertambangan rakyat atau sering dikenal sebagai penambangan tradisional

sudah lama berkembang di Indonesia. Sebelum ada perusahaan-perusahaan besar yang berskala nasional atau internasional melakukan usaha pertambangan, penambangan tradisional sudah lama tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Penambangan tradisional, belakangan ini sering disorot oleh beberapa pihak, termasuk pemerintah, sehubungan dengan cara-cara penambangan mereka yang

(19)

negatif pada lingkungan. Penggunaan merkuri oleh para penambang emas tradisional telah mengakibatkan menumpuknya kandungan merkuri di badan sungai yang jauh

melampaui ambang batas (Departemen Kehakiman, 1995).

Penambangan emas tradisional belakangan ini sedang marak di Kabupaten Mandailing Natal. Beberapa tempat dijadikan tempat berdirinya penambangan emas

tradisional. Proses pengolahan emas dilakukan dengan mengikuti tahapan antara lain penggalian batuan, pengolahan, dan pembuangan limbah. Dalam pengolahannya,

penambangan emas ini menggunakan merkuri (Hg). Menurut penelitian sebelumnya di Desa Muara Botung Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tahun 2005 oleh Marah Rusli, ditemukan sampel air sungai positif mengandung merkuri

mencapai 0,1176 mg/L, padahal menurut standar baku mutu sesuai dengan Permenkes Republik Indonesia No: 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang

syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, standar kandungan merkuri di dalam air yang aman adalah 0,001 mg/L.

Penambangan emas tradisional juga sedang marak berdiri di Kecamatan Huta

Bargot Kabupaten Mandailing Natal, salah satunya di Desa Simalagi. Penambangan emas tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot ini mulai berkembang

sejak pertengahan tahun 2010. Penambangan emas ini juga menggunakan merkuri (Hg) dalam prosesnya. Merkuri (Hg) tersebut berbentuk cair dan di campur dengan batu-batuan di dalam suatu wadah tabung yang diameternya 50 cm dan panjang 1

(20)

Merkuri (Hg) memikili dampak negatif terhadap kesehatan apabila dikonsumsi. Dampak yang ditimbulkan merkuri (Hg) terhadap kesehatan ditandai

dengan perasaan mual pada lambung dan rasa ingin muntah, terasa gemetaran pada anggota badan seperti lengan dan kaki, dan terasa peka pada kulit yang tidak ditutupi. Dan dalam jangka waktu yang lama, merkuri (Hg) dapat mengakibatkan radang gusi

(gingivitis), gangguan terhadap sistem saraf, tremor (gemetaran) ringan dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar (Palar, 2008).

Adanya penambangan emas tradisional di Desa Simalagi ini memberi lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Namun disamping memberi dampak positif berupa

meningkatnya perekonomian, penambangan emas tradisional juga memberi dampak negatif, yaitu diperkirakan tercemarnya sumber air minum dan air bersih di Desa

Simalagi karena penambangan emas tradisional tersebut terletak di sekitar pemukiman masyarakat dan di sepanjang aliran sungai Simalagi.

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian kadar merkuri

(Hg), serta menganalisa tingkat pencemaran merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat dan pada aliran sungai Simalagi di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah belum diketahuinya kadar merkuri (Hg) pada air

sumur masyarakat dan air Sungai Simalagi akibat penambangan emas tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat dan

air Sungai Simalagi akibat penambangan emas tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.

2. Untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) pada air Sungai Simalagi

3. Untuk mengetahui keluhan kesehatan pada masyarakat Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal yang menggunakan air

sumur dan air sungai Simalagi sebagai keperluan hidup sehari-hari. 4. Untuk mengetahui proses pengolahan penambangan emas tradisional

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi pencemaran merkuri (Hg) pada air sumur masyarakat Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.

2. Sebagai informasi kepada masyarakat yang tinggal di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal dalam pemanfaatan air

(22)

3. Sebagai informasi kepada pengusaha penambang emas tradisional dalam penanggulangan limbah cair hasil penambangan emas tradisional tersebut.

4. Dapat memberikan masukan bagi pihak Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam hal meminimalisir dampak dari pengoperasian mesin galundung penambangan emas tradisional, agar air sumur masyarakat dan air sungai

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No. 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, pengertian air minum dan air bersih adalah

sebagai berikut:

“Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum

langsung. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”.

2.2. Sumber Air

Sumber-sumber air dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Air Laut

Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk menjadi air minum (Sutrisno, 2004).

2. Air Angkasa

Air angkasa (hujan) merupakan penyubliman uap air menjadi air murni (H2O).

Air murni ini sewaktu turun ke bumi melalui udara akan dapat melarutkan benda-benda yang ada di udara, di antaranya (O2, CO2, N2, dan lain-lain), jasad-jasad renik

dan debu. Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur,

sehingga akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Selain itu, air hujan bersifat lunak atau kurang mengandung larutan garam dan mineral sehingga terasa kurang

(24)

3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi.

Dibandingkan dengan sumber-sumber air lainnya, air permukaan mudah sekali mengalami pencemaran. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pencemaran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu,

daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya.

Air permukaan ada 2 macam, yaitu air sungai dan air rawa/danau.

a. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya

mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air Rawa/ Danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang

menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaan

kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut

(Sutrisno, 2004). 4. Air Tanah

(25)

a. Air tanah dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan

tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing

lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang

dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.

Air tanah dangkal ini dapat pada kedalaman 15,00 m. Sebagai sumur air minum, air tanah ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Jika dilihat dari segi

kuantitas, air tanah kurang cukup dan tergantung pada musim. b. Air tanah dalam

Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam,

tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara

100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.

Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar

(26)

Pada umumya kualitas air sumur dalam lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan unsur-unsur kimia

tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah, karena mengandung Ca (HCO3)2 dan Mg (HCO3)2. Jika melalui

batuan granit, maka air itu lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan Mn

(HCO3).

c. Mata air

Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/ kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam (Sutrisno, 2004).

2.3. Syarat Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No. 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang

syarat-syarat pengawasan kualitas air, syarat-syarat-syarat-syarat air bersih antara lain: 1. Persyaratan Biologis

Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme

yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis

mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti Eschericia coli.

2. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini selain penting

(27)

keasaman, tetapi juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.

3. Persyaratan Kimia

Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses

biokimiawi tubuh. Bahan kimia seperti nitrat, arsenik, dan berbagai macam logam berat khususnya air raksa, timah hitam, dan kadmium dapat menjadi gangguan pada

tubuh dan berubah menjadi racun. 4. Persyaratan Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan

fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir.

2.4. Sumber Pencemaran Air

Menurut Mukono (2006), beberapa sumber pencemaran air yaitu: 1. Domestik (Rumah Tangga)

Yaitu berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus dan dapur. 2. Industri

Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengelolaan limbah cair yang

digunakan dalam industri tersebut.

(28)

a. Fisik

Pasir atau lumpur yang tercampur dalam limbah air.

b. Kimia

Bahan pencemar yang berbahaya antara lain merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), pestisida dan jenis logam berat lainnya.

c. Mikrobiologi

Berbagai macam bakteri, virus, parasit, dan lain-lainnya. Misalnya yang

berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong, dan tempat pemerahan susu sapi.

d. Radioaktif

Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat menimbulkan pencemaran air.

3. Pertanian dan Perkebunan

Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa:

a. Zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk dan pestisida.

b. Mikrobiologi, misalnya virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan cacing tambang di lokasi perkebunan.

(29)

2.5. Pencemaran Air 2.5.1. Polutan Air

Bahan polutan (pencemar) merupakan bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara

masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Polutan alamiah, yaitu polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya

badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya. Polutan alamiah ini sulit dikendalikan.

b. Polutan antropogenik, yaitu polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan perkotaan,

maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan (pencemar) dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Polutan Tidak Toksik

Polutan/pencemar tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Polutan tidak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. Bahan tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika perairan, antara lain meningkatkan

kekeruhan sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari. Dengan demikian, intensitas cahaya matahari pada kolom air menjadi lebih kecil dari intensitas yang

(30)

yang berlebihan dapat memacu terjadinya eutrofikasi perairan dan dapat memacu pertumbuhan mikroalga dan tumbuhan air secara pesat, yang selanjutnya dapat

mengganggu keseimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan. 2. Polutan Toksik

Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan

kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya

berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artifisial lainnya. Polutan berupa bahan yang bukan alami ini dikenal dengan istilah xenobiotik, yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia (Effendi, 2003).

Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima, yaitu: a. Logam (metals), meliputi: timbal, nikel, kadmium, zinc, dan merkuri.

b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut (solvents), surfaktan rantai lurus, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa

organometalik, fenol, dan formaldehida. Senyawa ini berasal dari kegiatan industri, pertanian, dan domestik.

c. Gas, misalnya klorin dan amonia.

(31)

2.5.2. Indikator Pencemaran Air 2.5.2.1. Perubahan Suhu Air

Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Agar proses industri dan mesin-mesin yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan baik maka panas yang terjadi

harus dihilangkan. Penghilangan panas dilakukan dengan proses pendinginan air. Air pendingin akan mengambil panas yang terjadi. Air yang menjadi panas tersebut

kemudian dibuang ke lingkungan. Apabila air yang panas tersebut dibuang ke sungai maka air sungai akan menjadi panas (Wisnu, 2001).

Menurut Kristanto (2002), naiknya suhu air akan menimbulkan akibat sebagai

berikut:

a. Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.

b. Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.

c. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya.

d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya

mungkin akan mati.

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan

mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Di samping itu suhu yang tinggi juga akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Akibatnya, ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air limbah yang relatif

(32)

2.5.2.2. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH

berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogan di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang

mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang

akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2001). 2.5.2.3. Perubahan Warna, Bau, dan Rasa Air

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan

anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan

warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih.

Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan

terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak harus tergantung pada warna air, karena bahan buangan industri yang memberikan warna

belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industri yang tidak memberikan warna. Seringkali zat-zat yang beracun justru terdapat di dalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga air tetap

tampak jernih.

Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau

(33)

buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan

makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air

lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.

Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman. Air yang

mempunyai rasa biasanya berasal dari garam-garaman yang terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah

konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti dengan perubahan pH air (Wardhana, 2001).

2.5.2.4. Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau

tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang

(34)

proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme jadi terganggu.

Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan buangan organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air, akan melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih

sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula.

Apabila bahan buangan industri berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut. Banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada

umumnya bersifat racun, seperti cadmium (cd), kromium (cr), dan timbal (pb) (Wardhana, 2001).

2.5.2.5. Mikroorganisme

Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air lingkungan, baik sungai, danau, maupun laut.

Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak

tetutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembang pula. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit. Pada umumnya industri pengolahan bahan makanan berpotensi untuk menyebabkan

(35)

2.5.2.6. Meningkatnya Radioaktivitas Air

Akhir-akhir ini pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi

nuklir dalam berbagai bidang kegiatan sudah banyak dijumpai. Aplikasi teknologi nuklir antara lain dapat dijumpai pada bidang kedokteran, farmasi, biologi, pertanian, hidrologi, pertambangan, industri, dan lain-lain.

Mengingat bahwa zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik melalui efek langsung

maupun tidak langsung, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang membuang bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Walaupun secara alamiah radioaktivitas lingkungan sudah ada sejak terbentuknya bumi ini, namun kita tidak

boleh menambah radioaktivitas lingkungan dengan membuang secara sembarangan bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Secara nasional sudah ada peraturan

perundangan yang mengatur masalah bahan sisa (limbah) radioaktif. Mengenai hal ini Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan terssebut (Wardhana, 2001).

2.5.2.7. Logam Berat Dalam Perairan

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia,

tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Polutan logam mencemari lingkungan berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga

bebatuan gunung berapi bias memberikan kontribusi ke lingkungan. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri dan

(36)

sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke perairan dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau sumber irigasi lahan pertanian sehingga

tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam (Widowati, 2008). Beberapa logam berat yang terdapat dalam perairan antara lain : 1. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan

keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium pada air minum di Jepang menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidaknormalan tulang dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh

kadmium adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi, ginjal, jantung dan kerapuhan

tulang.

Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri antara lain pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai, minyak pelumas, bahan bakar.

Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung kadmium sampai 0,5 ppm, batubara mengandung kadmium sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung

kadmium bahkan ada yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya

jatuh masuk ke laut. Konsentrasi Cd pada air laut yang tidak tercemar adalah kurang dari 1 mg/l atau kurang dari 1 mg/kg sedimen laut. Konsentrasi Cd maksimum dalam

(37)

Sementara batas maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada daging makanan laut yang layak bagi kesehatan yang direkomendasikan FAO dan WHO adalah lebih

kecil dari 0,95 mg/kg (Anonimous, 2009). 2. Mangan (Mn)

Kadar mangan di lingkungan meningkat sejalan dengan meningkatnya

aktivitas manusia dan industri, yaitu berasal dari pembakaran bahan bakar. Mangan yang bersumber dari aktivitas manusia dapat masuk ke lingkungan air, tanah, udara,

dan makanan. Daerah dataran rendah mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn) cukup tinggi yang berasal dari pencemaran industri pelapisan logam yang mengandung Fe dan Mn dengan kadar relatif tinggi. Oleh karena itu, kualitas air menurun sehingga

tidak layak lagi digunakan, baik untuk keperluan industri maupun untuk keperluan rumah tangga. Ekosistem akuatik yang tercemari oleh limbah kimia yang meliputi

pestisida, herbisida, fungisida, serta logam seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), dan mangan (Mn) dapat mempengaruhi kehidupan dan reproduksi hewan air (Widowati, 2008).

3. Merkuri (Hg)

Merkuri dan turunannya telah lama diketahui sangat beracun sehingga

kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat

(38)

organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (Inswiasri, 2008).

Pada sedimen dasar perairan persenyawaan merkuri diakibatkan oleh adanya aktivitas kehidupan bakteri yang mengubah persenyawaan merkuri menjadi Hg2+ dan Hg0. Logam merkuri yang dihasilkan dari aktivitas bakteri ini karena dipengaruhi

oleh faktor fisika dapat langsung menguap ke udara. Tetapi pada akhirnya merkuri yang telah menguap dan berada dalam tatanan udara akan masuk kembali ke badan

perairan oleh hujan. Ion Hg2+ yang dihasilkan dari perombakan persenyawaan merkuri pada endapan lumpur (sedimen), dengan bantuan bakteri akan berubah menjadi dimetil merkuri (CH3)2Hg, dan ion metil merkuri (CH3Hg+). Dimetil merkuri

mudah menguap ke udara, dan oleh faktor fisika di udara senyawa dimetil merkuri akan terurai kembali menjadi metana (CH4), etana (C2H6) dan logam Hg0. Sementara

itu ion metil merkuri mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan baik ikan maupun burung-burung air yang akan terkontaminasi senyawa merkuri (Palar, 2008). Merkuri yang terdapat di perairan di ubah menjadi metil merkuri oleh bakteri

tertentu. Hewan laut akan terkontaminasi metil merkuri apabila laut tersebut tercemar oleh merkuri dengan cara meminum air tersebut atau dengan memakan hewan lain

yang mengandung merkuri. Merkuri yang terdapat dalam tubuh hewan laut adalah dalam bentuk metil merkuri. Organisme kecil ini akan memangsa metil merkuri dan membawanya ke organisme lain dengan cara bila hewan pemangsanya memakan

organisme kecil ini, mereka juga membawa metil merkuri dalam tubuh mereka. Proses ini dikenal sebagai bioakumulasi dan berlanjut terus dengan kadar merkuri

(39)

tertinggi dalam mata rantai pembawa merkuri. Bila manusia mengkonsumsi ikan ini maka akan turut terpapar oleh merkuri.

Salah satu penyebab pencemaran lingkungan oleh merkuri adalah pembuangan tailing pengolahan emas yang diolah secara amalgamasi, dimana merkuri mengalami perlakuan tertentu berupa putaran, tumbukan, atau gesekan

sehingga sebagian merkuri akan membentuk amalgram dengan logam-logam dan sebagian hilang dalam proses.

Menurut Widowati (2008), beberapa bentuk merkuri yang masuk dalam lingkungan perairan meliputi :

1. Hg anorganik yang berasal dari air hujan atau aliran sungai dan bersifat stabil

pada pH rendah.

2. Hg organik antara lain fenil merkuri, alkoksil merkuri, metil merkuri, atau

metoksi-etil merkuri. Hg organik yang bisa berasal dari kegiatan pertanian yaitu pestisida.

3. Terikat dalam bentuk suspended soil sebagai Hg2+

4. Logam Hg yang berasal dari kegiatan industri. 2.6. Penambangan Emas Tradisional

Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk pekerjaan penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, palu, dan beberapa alat

sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trammel,

(40)

besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media

air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut (Setiabudi, 2005).

Perlengkapan yang di perlukan untuk mengolah bijih emas adalah : 1. Tabung gelundung, sebagai tempat menggerus batuan.

2. Kincir air atau genset yang berfungsi sebagai penggerak tabung gelundung. 3. Batang besi baja/media giling sebagai alat pengguras batuan.

4. Merkuri yang berfungsi untuk mengikat emas.

5. Air untuk mendapatkan persentasi padatan yang berkisar antara 30-60%.

6. Dulang atau sejenisnya, sebagai tempat untuk memisahkan air raksa yang telah

mengikat emas perak (amalgam) dengan sisa hasil pengolahan (tailing).

7. Emposan yaitu alat untuk membakar amalgam untuk mendapatkan paduan (alloy) emas perak (bullion) (Widodo, 2008).

Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di berbagai daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal merupakan

jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu jenis bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis

sangat tinggi. Emas hampir dipasarkan dan diperdagangkan hampir di semua pasar perdagangan bahan tambang di seluruh dunia. Nilai investasi emas meningkat setiap

(41)

jauh lagi, emas memberikan kontribusi berupa devisa yang sangat besar bagi negara-negara pengekspor emas.

Emas tidak terdapat di lapisan tanah yang cukup dalam dari permukaan bumi atau permukaan tanah. Bisa dikatakan bahwa bahan tambang jenis ini terletak di permukaan tanah, daerah aliran sungai yang berisi endapan-endapan mineral, bahkan

di daerah hilir sungai yang merupakan akhir dari arah aliran air sungai yang mungkin saja menjadi tempat berkumpulnya arah aliran beberapa sungai yang membawa

endapan-endapan mineral. Emas merupakan salah satu jenis mineral yang memiliki banyak manfaat. Jenis mineral ini dapat digunakan sebagai bahan konduktor pengantar panas di beberapa jenis alat elektronik. Namun, kegunaan emas yang utama

adalah sebagai bahan perhiasan berupa kalung, emas, cincin, dan lain sebagainya. Jadi, secara garis besar, emas memiliki berbagai manfaat untuk kehidupan manusia

(Anonimous, 2010).

Untuk mendapatkan emas yang terletak di permukaan tanah ataupun yang terletak di daerah aliran sungai tidaklah terlalu sulit. Pencariannya hanya

mempergunakan alat-alat yang sederhana. Teknik pencarian dan pengolahan limbahnya sangat sederhana. Namun, untuk mendapatkan emas yang terdapat di

dalam lapisan tanah dengan kedalaman tertentu, pencarian emas perlu dipergunakan alat-alat teknologi dan teknik pencarian yang cukup sulit. Survei lokasi merupakan salah satu kegiatan awal yang diperlukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan

emas, posisi atau letak emas, dan kedalaman emas dari permukaan tanah. Daerah yang memiliki banyak ketersediaan emas tentu saja harus menjadi basis atau sumber

(42)

kemudian menjadi daerah-daerah tambang emas yang mungkin saja alam dan lingkungannya dapat rusak karena adanya kegiatan penambangan emas ini.

Pengolahan emas ini selain menguntungkan juga dapat memberikan beberapa efek negatif. Selain melakukan eksplorasi alam secara berlebihan, penambangan emas dan pengolahan emas akan menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan.

Kasus pencemaran limbah akibat penambangan emas salah satunya terjadi di perairan Pantai Buyat. Dugaan terjadinya pencemaran logam berat di perairan Pantai Buyat

karena pembuangan limbah padat (tailing) seharusnya tidak akan terjadi, seandainya limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan pengolahan lebih dulu. Pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi hingga kadarnya seminimal mungkin bahkan jika

mungkin menghilangkan sama sekali bahan-bahan beracun yang terdapat dalam limbah sebelum limbah tersebut dibuang.

Walaupun peraturan dan tatacara pembuangan limbah beracun telah diatur oleh Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup, tetapi dalam prakteknya dilapangan, masih banyak ditemukan terjadinya pencemaran akibat

limbah industri. Mungkin terbatasnya tenaga pengawas disamping proses pengolahan limbah biasanya memerlukan biaya yang cukup besar. Logam berat adalah logam

yang massa atom relatifnya besar, kelompok logam-logam ini mempunyai peranan yang sangat penting dibidang industri. Misalnya kadmium digunakan untuk bahan baterai yang dapat diisi ulang. Kromium untuk pemberi warna cemerlang atau

(43)

untuk bahan baterai atau aki pada mobil. Seng untuk pelapis kaleng. Merkuri dapat melarutkan emas sehingga banyak digunakan untuk memisahkan emas dari

campurannya dengan tanah, bahan pengisi termometer dan dan masih banyak lagi kegunaan logam berat yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya disini. Hanya sangat disayangkan disamping begitu banyak kegunaannya, kelompok logam-logam

berat ini sangat beracun misalnya merkuri, timbal, kadmium, kromium dan lain-lain. Ditambah lagi sifatnya yang akumulatif di dalam tubuh manusia, dimana setelah

logam berat ini masuk ke dalam tubuh manusia, biasanya melalui makanan yang tercemar logam berat. Logam berat ini tidak dapat dikeluarkan lagi oleh tubuh sehingga makin lama jumlahnya akan semakin meningkat. Jika jumlahnya telah

cukup besar baru pengaruh negatifnya terhadap kesehatan mulai terlihat, biasanya logam-logam berat ini menumpuk di otak, syaraf, jantung, hati, ginjal yang dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan yang ditempatinya (Anonimous, 2010).

Pertambangan emas menghasilkan limbah yang mengandung merkuri, yang banyak digunakan penambang emas tradisional atau penambang emas tanpa izin,

untuk memproses bijih emas. Biasanya mereka membuang dan mengalirkan limbah bekas proses pengolahan pengolahan ke selokan, parit, kolam atau sungai. Merkuri

tersebut selanjutnya berubah menjadi metil merkuri karena proses alamiah. Bila senyawa metil merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui media air, akan menyebabkan keracunan seperti yang dialami para korban tragedi Minamata.

(44)

mengandung emas. Selanjutnya ada tailing bijih emas yang sudah diambil emasnya menggunakan bahan kimia diantaranya merkuri atau sianida. Tailing berbentuk

lumpur yang mengandung logam berat. Limbah yang mengandung logam berat seperti merkuri dan sianida termasuk dalam kelompok limbah B3. Terakhir, air asam tambang limbah yang menyebabkan kondisi keasaman tanah, yang berpotensi

melarutkan unsur mikro berbahaya dalam tanah, sehingga berpotensi meracuni tanaman dan mahluk hidup sekitarnya. Penggunaan air dari sumber-sumbernya

dengan skala besar untuk menjalankan proses pengolahan batuan menjadi bijih logam. Luar biasa tingginya kebutuhan air untuk operasi industri tambang menyebabkan pemenuhan air warga setempat dikalahkan, sering mereka harus rela

mencari mata air baru atau harus berhadapan dengan kekerasan untuk mempertahankan sumber air mereka. Pada saat pembuatan lobang penambangan dan

pembangunan pabrik serta instalasi lainnya, kegiatan pengupasan tanah, peledakan, serta pengoperasian alat-alat berat pengangkut tanah dan lalu lalang kendaraan berat dengan intensitas tinggi menjadi sumber pencemaran udara akibat peningkatan

volume debu. Akibatnya penduduk lokal harus berhadapan dengan perusakan lingkungan yang luar biasa karena limbah tambang. Umumnya, tailing dibuang ke

daerah lembah dengan membuat penampung, dibuang ke sungai hingga ke laut yang biasa disebut Submarine Tailing Disposal (STD). STD, dipromosikan oleh pelaku pertambangan sebagai cara pembuangan limbah yang paling baik dan ramah

(45)

2.7. Ekstraksi Emas

Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses

pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau

leaching.

Ekstraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan yaitu :

1. Pencairan 2. Amalgamasi 3. Sianidasi 2.7.1. Pencairan

Pemisahan pencairan ( liquation separation ), adalah proses pemisahan yang

dilakukan dengan cara memanaskan mineral di atas titik leleh logam, sehingga cairan logam akan terpisahkan dari pengotor. Yang menjadi dasar untuk proses pemisahan metode ini, yaitu berat jenis dan titik cair. Contohnya dalam memisahkan emas dan

perak. Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78 oC. Ini artinya perak akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk

benar-benar terpisah, maka perak harus menunggu emas mencair 100%. Kemudian bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31 gram per cm3 sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat jenis

emas lebih besar dari pada berat jenis perak.

Dari hukum alam fisika, maka bila ada dua jenis zat cair yang berbeda dan

(46)

kecil dari zat satunya, ia akan mengapung. Dengan demikian, cairan perak akan terapung diatas lapisan cairan emas, seperti halnya cairan minyak mengambang diatas

lapisan air. Dari sana, perak dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak yang terapung.

2.7.2. Amalgamasi

Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas denga

dan merkuri yang dikenal sebagai amalgam (Au – Hg). Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam kecuali besi dan platina. Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada tahun 1828, meskipun penggunaan secara luas teknik

baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar tahun 1895, eksperimen yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan,

meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya. Amalgam masih merupakan proses amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian

pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh (0.074 mm) dan dalam membentuk emas murni yang bebas.

dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yait emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah tabung, air

(47)

Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakuka

konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga permukaan emas tersingkap.

2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri

dilakukan selama kira-kira 1 jam

3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah dan tailing. Amalgam basah

kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan merkuri dengan amalgam

4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian

dilakukan kegiatan pemerasan dengan menggunakan kain parasut untuk memisahkan merkuri dari amalgam. Merkuri yang diperoleh dapat dipakai

untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan pemerasan manual akan mengandung 60 – 70 % emas, dan amalgam

yang disaring dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari 80 %.

5. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang tertinggal berupa alloy emas.

Ekstraksi Amalgamasi yang baik yaitu :

(48)

2. Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi untuk meminimalkan penyebab pencemar bahan berbahaya akibat peresapan kedalam tanah,

terbawa aliran air permukaan maupun gas yang terbawa oleh angin.

3. Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik untuk mengolah seluruh tailing hasil pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas.

4. Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan tidak berada pada daerah banjir.

5. Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai. 2.7.2. Sianidasi

Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya

logam-logam tertentu yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain. Ekstraksi emas dengan menggunakan leaching sianida ditemukan pertama kali

oleh J. S. Mac Arthur di Glasgow, Scotland tahun 1887, dan sekarang telah dipakai sebagian besar produksi emas dunia. Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan / pelindian (leaching) dan proses pemisahan emas (recovery)

dari larutan kaya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi adalah Sodium Cyanide (NaCN), Potassium Cyanide (KCN) , Calcium Cyanide [Ca(CN)2], atau

Ammonium Cyanide (NH4CN). Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN,

karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.

Ada banyak teori tentang pelarutan emas mulai dari Teori Oksigen Elsner,

(49)

adalah Teori Oksigen Elsner dan Pembuktian Kinetika Habashi. Teori Oksigen Elsner, reaksi pelarutan Au dan Ag dengan sianida adalah sebagai berikut :

4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4Au(CN)2- + 4NaOH

-4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4Ag(CN)2- + 4NaOH

-Teori Pembuktian Kinetika Habashi, reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai

berikut: :

2Au + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2Au(CN)2- + 2OH- + H2O2

2Ag + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2Ag(CN)2- + 2OH- + H2O2

Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia.

Walaupun penggunaan metode ini sama halnya dengan metode ekstraksi yang

lain yang masih memiliki potensi dampak berupa efek beracunnya bagi pekerja dan lingkungan, ekstraksi emas dengan menggunakan metode leaching sianida saat ini telah menjadi proses utama ekstraksi emas dalam skala industri, karena metode ini

menawarkan tehnologi yang lebih efektif dan efisien, antara lain adalah :

a. Heap leaching (pelindian tumpukan) : pelindian emas dengan cara menyiramkan

larutan sianida pada tumpukan bijih emas ( diameter bijih < 10 cm ) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya.

Efektifitas ekstraksi emas berkisar 35 – 65 %

b. VAT leaching (pelindian rendaman) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara

(50)

kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian

berlangsung antara 3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru. Efektifitas ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %

c. Agitated tank leaching(pelindian adukan): pelindian emas yang dilakukan dengan

cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya

pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.

2.8. Merkuri

2.8.1. Pengertian Umum

Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59 g/mol, titik beku

-39o C, dan titik didih 356,6o C.

Kelimpahan merkuri (Hg) di bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen

lainnya pada kerak bumi. Merkuri jarang didapatkan dalam bentuk bebas di alam, tetapi berupa bijih cinnabar (HgS). Untuk mendapatkan Hg dari cinnabar, dilakukan pemanasan bijih cinnabar di udara sehingga menghasilkan logam Hg (Widowati,

2008).

Menurut Lubis (2002) yang mengutip dari Carl Zekk (1994) dan Joseph La

(51)

raksa). Salah satu cara melalui pemanasan bijih dengan suhu 800oC dengan menggunakan O2 (udara), sulfur yang dikombinasi dengan gas O2, melepaskan

merkuri sebagai uap air yang mudah terkonsentrasi. Cinnabar juga dapat dipanaskan dengan kapur dan belerang bercampur kalsium akan melepaskan uap logam merkuri. Bijih merkuri juga ditemukan pada batu dan bercampur dengan bijih lain seperti

tembaga, emas, timah, seng, dan perak.

Dalam keseharian, pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas.

Merkuri digunakan dalam bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan-peralatan elektris, digunakan untuk alat-alat ukur, dalam dunia pertanian dan keperluan lainnya. Demikian luasnya pemakaian merkuri, mengakibatkan semakin mudah pula

organisme mengalami keracunan merkuri (Palar, 2008).

Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu:

1. Merkuri elemental (Hg): terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat. Juga digunakan

sebagai katalisator dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk produksi klorin dari sodium klorida.

2. Merkuri inorganik: dalam bentuk Hg++(Mercuric) dan Hg+(Mercurous) Misalnya:

a. Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat

toksik, kaustik dan digunakan sebagai desinfektan

b. Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan untuk teething powder dan

(52)

c. Mercurous fulminate yang bersifat mudah terbakar.

3. Merkuri organik: terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain :

a. Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan. Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tsb. dapat menyebabkan

gangguan neurologis dan kongenital.

b. Merkuri dalam bentuk alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai

antiseptik dan fungisida. 2.8.2. Sumber Merkuri

2.8.2.1. Terdapat di Alam

Sebagai hasil tambang, merkuri dijumpai dalam bentuk mineral HgS yang disebut sinabar (cinnabar). Terdapat sebagai batuan dan lapisan batuan yang

terhampar di Spanyol, Itali, dan bagian Amerika, serta banyak didistribusikan sebagai batuan, abu, dan larutan.

2.8.2.2. Hasil Aktifitas Manusia

Menurut Widowati (2008) yang mengutip dari Herman (2006), sumber merkuri dari hasil aktifitas manusia antara lain pembuangan tailing pengolahan emas

tradisional yang diolah secara amalgamasi, dimana merkuri mengalami perlakuan tertentu berupa putaran, tumbukan, atau gesekan, sehingga sebagian merkuri akan membentuk amalgam dengan logam-logam (Au, Ag, Pt) dan sebagian hilang dalam

proses.

(53)

Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan kimia dan industri. Beberapa sifat tersebut di antaranya adalah:

1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu kamar (25oC) dan mempunyai titik beku terendah dibanding logam lain, yaitu -39oC. 2. Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini telah terjadi

pemuaian secara menyeluruh.

3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan

logam lain.

4. Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa.

5. Mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.

6. Ketahanan listrik sangat rendah sehingga merupakan konduktor terbaik

dibanding semua logam lain.

7. Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk komponen yang disebut dengan amalgam.

8. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup (Kristanto, 2002).

2.8.4. Kinetika Merkuri

Merkuri merupakan elemen dari kerak bumi. Manusia tidak dapat membuat atau memusnahkan merkuri. Merkuri murni adalah logam cair, kadang-kadang

disebut sebagai raksa yang mudah menguap. Secara tradisional telah digunakan untuk membuat produk seperti termometer dan beberapa bola lampu. Sumber utama

Gambar

Gambar 2.1 Perjalanan Merkuri Dari Alam Sampai ke Tubuh Manusia (Widowati, 2008).
Gambar 2.2 Hubungan antara berbagai bentuk merkuri dan sifat-sifatnya di
Gambar 2.3 Proses Pengolahan batuan emas (Ruslan, 2011)
Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk Kecamatan Huta Bargot Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The average of observation percentage of life growth within 60 days on the stratification degree of parent sugarcane seeds plantation KBI and BL, PS 862, PS 864, PS 851, PS 881,

Fase-fase mitosis pada penelitian yang dilakakukan telah ditemukan fase profase, prometafase, metaphase, anaphase dan telofase pada preparat akar markisa ungu

[r]

[r]

Berdasarkan gambar grafik pada hasil, dapat dilihat bahwa buah tanaman melon TANIA lebih ringan dibanding dengan kedua indukkannya dan melon TALITA mempunyai berat buah

[r]

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh informasi bahwa: (1) Kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa dengan gaya kognitif FD sebagai berikut: (a) Mampu