ABSTRAK
SIMULASI PENTRANSMISIAN DATA PADA JARINGAN WIMAX MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB 7.0
Oleh
Apriga Pranata
Kecepatan tinggi dan kapasitas besar dalam mengirimkan data merupakan hal penting dalam proses transmisi data. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, WiMAX dapat menjadi pilihan karena memiliki banyak keunggulan. Tetapi dalam penerapannya, dibutuhkan suatu metode transmisi yang baik, yang mampu mengirimkan informasi dengan kapasitas besar, aman terhadap gangguan error, dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Sistem yang dirancang adalah sistem komunikasi WiMAX yang menggunakan penambahan metode Adaptive Modulation and Coding (AMC) dan Forward Error Correction (FEC) dengan salah satu cabang FEC adalah convolutional codes sebagai pendeteksi serta pengkoreksi error. Dan analisis dilakukan menggunakan modulasi BPSK, QPSK, 16-QAM dan 64-QAM dengan simulasi MATLAB 7.0 untuk menganalisa performansi BER terhadap SNR menggunakan teknik pengkodean convolutional codes dengan cara mengubah code rate yang berbeda-beda pada convolutional codes. Dari hasil simulasi, dengan menggunakan pengkodean convolutional codes pada sistem komunikasi WiMAX dapat memberikan performansi yang lebih baik untuk mencapai BER 10-3 dengan cara menggunakan modulasi yang lebih kecil dan code rate yang lebih tinggi. Hal ini terbukti pada modulasi 16-QAM dengan code rate = 3/4 dan guard interval 1/4 dibutuhkan SNR sebesar 1-3dB untuk mencapai BER yang lebih kecil, sedangkan pada modulasi 16-QAM dengan code rate = 1/2 dan guard interval 1/4 dibutuhkan SNR sebesar 5 dB
ii ABSTRACT
SIMULATION OF DATA TRANSMISSION ON WIMAX USING MATLAB 7.0
By
Apriga Pranata
High speed and large capacity in data transmission is very important. To satisfy that needs, WiMAX becomes the preferred choice for its characteristics. However, in its application, a good transmission method is required. The transmission method must be able send information with large capacity and errorless, therefore giving the better service. The system designed is using Adaptive Modulation and Coding (AMC) and Forward error correction (FEC) method is added, with Convolutional Codes as one of its branch. The Convolutional Codes is used for error-detection and error-correction. The simulation system using Convolutional Codes with BPSK, QPSK, 16-QAM and 64-QAM modulation using MATLAB 7.0. This simulation analyzes the performance of the SNR versus BER with a technique using Convolutional Codes which uses different code rates. The simulation results use Convolutional Codes in WiMAX communication systems, Convolutional Codes can provide a better performance to achieve a 10-3 BER by using smaller modulation and high code rate. This conclusion can be achieved by looking at the result which by using modulation 16-QAM with 3/4 code rate and 1/4 guard interval gives 1-3 dB SNR to achieve the smaller BER, on the modulation 16-QAM with 1/2 code rate and 1/4 guard interval, 5dB SNR is needed to achieve smaller BER.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
802.16e memiliki kemampuan hand over atau hand off, sebagaimana layaknya pada komunikasi selular. Dengan menggunakan WiMAX, maka hanya dibutuhkan sebuah BTS dengan rentang jarak 30-50 Km, yang berarti untuk sebuah kota atau kabupaten hanya dibutuhkan 1 BTS untuk menjangkau seluruh wilayah tersebut.
Kecepatan transfer data juga dapat dilakukan secara teoritis dengan kecepatan 70 Mbps, jauh di atas kecepatan Wi-Fi yang hanya 11-54 Mbps. Keunggulan– keunggulan lainnya yaitu efisiensi bandwidth yang lebih baik, kapasitas user yang banyak dan Bit Error Rate (BER) yang rendah.
Bit Error Rate (BER) merupakan parameter untuk menunjukkan kualitas saluran transmisi WiMAX, yang dihitung dengan membagi jumlah bit yang diterima yang mengalami kesalahan dengan total jumlah bit yang ditransmisikan. Dan salah satu cara untuk mendapatkan nilai BER yang baik yaitu dengan menentukan teknik modulasi dan code rate yang efisien untuk diterapkan dalam suatu sistem komunikasi.
memungkinkan manipulasi matriks, pem-plot-an fungsi dan data, implementasi algoritma, pembuatan antarmuka pengguna, dan antarmuka dengan program dalam bahasa lainnya yang dapat membantu dalam proses simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mempelajari pengaruh jenis modulasi yang digunakan (BPSK,QPSK, 16QAM dan 64QAM) terhadap nilai BER yang dihasilkan pada jaringan telekomunikasi WiMAX.
2. Menganalisis pengaruh besarnya Signal to Noise Ratio terhadap Bit Error Rate (BER) dari masing-masing modulasi.
C. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui proses pengiriman data pada jaringan telekomunikasi
WiMAX.
2. Meningkatkan efektifitas dari kinerja jaringan WiMAX dengan menerapkan teknik modulasi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 3. Mengetahui pengaruh besarnya Signal to Noise Ratio terhadap Bit Error
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memperoleh nilai Bit Error Rate yang baik dengan menggunakan teknik modulasi yang tepat.
2. Bagaimana mensimulasikan teknik modulasi pada jaringan WiMAX dengan menggunakan program Matlab 7.0.
E. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hanya membahas pengaruh teknik modulasi dan besarnya Signal to Noise Ratio (SNR) yang digunakan pada jaringan WiMAX terhadap Bit Error Rate (BER) yang dihasilkan.
2. Data yang akan ditransmisikan dalam simulasi hanya berupa bit random.
F. Hipotesa Awal
Besarnya Bit Error Rate (BER) akan berbanding terbalik dengan besarnya Signal to Noise Ratio (SNR), jika Signal to Noise Ratio semakin besar maka Nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin kecil.
G. Sistematika Penulisan
Sistematis penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
Bab II Berisi bahasan tentang jaringan WiMAX sendiri, Bit Error Rate (BER), Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM), Adaptive Modulation dan Coding (AMC), serta Cyclic Prefix. Bab III Bab ini membahas mengenai bagaimana metode pengerjaan tugas
akhir ini dilakukan dan langkah-langkah pengerjaan yang dilakukan.
Bab IV Bab ini berisi analisis simulasi mengenai besarnya Bit Error Rate yang dihasilkan jaringan WiMAX berdasarkan besarnya Signal to Noise Ratio dan penggunaan teknik modulasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengenalan WiMAX
WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access, IEEE.802.16)
dikembangkan secara khusus dari teknologi OFDM (Orthogonal Frequency
Division Multiplexing) untuk mencapai coverage area yang luas (beberapa
mil/sekitar 50-an kilometer) dengan kecepatan tinggi (sekitar 70 Mbps) [2]dan
tambahan multiple access yang mungkin bisa diaplikasikan untuk sistem
komunikasi selluler masa depan. Tambahan multiple access ini dengan
performansi yang baik bisa jadi akan menjadi kompetitor baru bagi jaringan
telepon seluler yang sudah ada.
Teknologi pendahulunya, yaitu WiFi (IEEE.802.11) yang sekarang masih
dipakai di laboratorium, kampus, airport, ruang konferensi sampai coffee shop
dan supermarket, hanya mampu menjangkau 20-100 meter dengan kecepatan
beberapa puluh Mbps. Karena itulah WiMAX lebih menjanjikan untuk
memperluas jaringan yang murah di pedesaan dibandingkan pembangunan
infrastruktur dengan kabel yang cukup mahal. Inilah yang mendasari komentar
para pakar WiMAX internasional, bahwa teknologi WiMAX adalah vital dan
sangat cocok untuk diaplikasikan di negara-negara berkembang seperti
B. Fase Pengembangan dan Implementasi
Sebuah chip WiMAX pertama “Rosedale” PRO/Wireless 5116 dikembangkan
dari IEEE.802.16-2004 berisi OFDM 256-subcarrier. Menyusul kemudian
Chip MB87M3400 (Fujitsu, 2005) juga telah dijual seharga 40 dollar, bisa
digunakan menjadi base station dan subscriber station untuk komunikasi Non
Line of Site (NLOS), menggunakan OFDM 256-subcarrier pula.
1. Masalah Alokasi Frekuensi
Sebuah organisasi non-profit yaitu WiMAX Forum, yang memiliki lebih
300 anggota yang terdiri industri dan organisasi, merekomendasikan tiga
alokasi frekuensi yaitu; 2.5GHz, 3.5GHz, dan 5.8 GHz.
Sayangnya, alokasi frekuensi kerja ini seringkali bermasalah hampir di
seluruh negara di dunia, tidak hanya di negara-negara berkembang.
Sebagai contoh Jepang, di Jepang ternyata 2.5GHz sudah dipakai untuk
komunikasi seluler, 3.5GHz dipakai untuk broadcasting dan 5.8GHz telah
dipakai untuk sistem navigasi transportasi ITS (Intelligent Transportation
System).
Jika kita teliti kembali, masalah alokasi frekuensi yang sesungguhnya
dialokasikan pada frekuensi yang tidak terdaftar (unlicensed band).
Namun, jika WiMAX ini bekerja di frekuensi yang unlicensed, maka
powernya harus dibatasi dan tidak boleh mengganggu (menimbulkan
interferensi) terhadap teknologi lainnya pada frekuensi yang terdaftar.
Itulah kendala utama yang dikhawatirkan berpengaruh dalam performansi
dan mungkin juga bisnis.
Beberapa negara yang telah memutuskan alokasi frekuensi ini misalnya:
Eropa pada 3.4–3.6GHz, Korea dengan WiBro-nya pada 2.3-2.4GHz,
China 3.3-3.4GHz, USA pada 2.5-2.7GHz dan 3.65-3.70GHz, Malaysia
(tentative) 3.4-4.2GHz. Dan untuk Indonesia, WiMAX akan dialokasikan
pada 2.3GHz dengan lebar pita 90MHz (dengan 6 blok, masing-masing
15MHz, 6×15MHz = 90MHz). [3].
2. WiMAX Forum
Untuk mempercepat penerapan dan sosialisasi standar ini di masyarakat
dan kalangan industri, pada bulan April 2001, dibentuklah sebuah forum
yang diberi nama WiMAX (Worldwide Interoparibility for Microwave
Access) Forum. Tujuan pembentukan WiMAX Forum ini adalah untuk
mempromosikan dan melakukan sertifikasi terhadap kompatibilitas dan
interoperabilitas perangkat berbasis standar 802.16 dan standar
turunannya.
Disamping itu, forum ini bertujuan mengembangkan perangkat-perangkat
tersebut agar bisa memenuhi kebutuhan pasar. Forum ini beranggotakan
Devices, Aperto Networks, Ensemble Communications, Fujitsu, Intel,
Nokia, OFDM Forum, Proxim, dan Wi-LAN.
C. Karakteristik WiMAX
WiMAX merupakan standar IEEE 802.16 yang membawahi aneka standar
turunannya. Standar ini mengatur penggunaan perangkat nirkabel untuk
keperluan jaringan perkotaan (Metropolitan Area Network/MAN). Standar ini
khususnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan akses nirkabel
berkecepatan tinggi atau BWA (Broadband Wireless Access). Kehadiran
teknologi ini diharapkan akan memungkinkan akses terhadap aneka aplikasi
multimedia via koneksi nirkabel dengan jarak antar perangkat yang lebih jauh.
Standar 802.16 (dan turunannya) beroperasi pada pita frekuensi radio antara
2GHz sampai 11GHz. Standar ini memiliki transfer rate 70 Mbit per detik
dengan tingkat latency yang rendah, dan penggunaan ruang spektrum
frekuensi yang efisien.
Untuk mengamankan koneksi yang terjadi, standar ini juga telah mendukung
feature enkripsi data, dengan pengaturan kesalahan bertipe Forward Error
Correction (FEC). Jarak yang bisa dijangkau oleh standar ini dapat diperluas
sampai sekitar 30 mil, atau sekitar 48 kilometer dengan tingkat throughput
yang masih memadai untuk mentransfer data.
WiMAX terbagi menjadi dua model pemanfaatan yang masing-masing
diwakili oleh dua standar IEEE yang berbeda. Model pemanfaatan pertama
adalah pemanfaatan fixed access, atau sambungan tetap yang menggunakan
Standar ini termasuk dalam golongan layanan fixed wireless karena
menggunakan antena yang dipasang di lokasi pelanggan. Antena ini dapat
dipasang di atap atau tiang tinggi persis seperti cakram parabola untuk TV.
Teknologi dari standar inilah yang menjadi subsitusi dari teknologi-teknologi
seperti cable modem, berbagai macam digital subscriber line (DSL), sirkuit
transmit/exchange (Tx/Ex), dan sirkuit optical carrier (Oc-x).
Sementara model pemanfaatan kedua, sering disebut pemanfaatan portable
atau mobile yang menggunakan standar IEEE 802.16e. Standar ini khususnya
diimplementasikan untuk komunikasi data pada aneka perangkat genggam,
atau perangkat bergerak (mobile).
D. Keuntungan dan Kekurangan WiMAX
Banyak keuntungan yang didapatkan dari terciptanya standardisasi industri
ini. Para operator telekomunikasi dapat menghemat investasi perangkat,
karena kemampuan WiMAX dapat melayani pelanggannya dengan area yang
lebih luas dan tingkat kompatibilitas lebih tinggi. Selain itu, pasarnya juga
lebih meluas karena WiMAX dapat mengisi celah broadband yang selama ini
tidak terjangkau oleh teknologi kabel dan DSL (Digital Subscriber Line).
WiMAX merupakan salah satu solusi teknologi yang memudahkan pelanggan
untuk mendapatkan koneksi internet yang berkualitas dan melakukan
aktivitas. Selain itu media wireless selama ini sudah terkenal sebagai media
yang paling ekonomis dalam mendapatkan koneksi internet. Area
coveragenya sejauh 50 km dan kemampuannya menghantarkan data dengan
sangat besar bagi keberadaan wireless MAN dan dapat menutup semua celah
broadband yang ada saat ini. Dari segi kondisi saat proses komunikasinya,
teknologi WiMAX dapat melayani para subscriber, baik yang berada dalam
posisi Line of Sight (posisi dimana perjalanan sinyal tidak terhalang dari
pemancar ke penerima), maupun yang tidak memungkinkan untuk itu (Non
Line of Sight). Jadi dimana pun para penggunanya berada, selama masih
masuk dalam area coverage sebuah BTS (Base Transceiver Stations), mereka
mungkin masih dapat menikmati koneksi yang dihantarkan oleh BTS tersebut.
Sistem kerja MAC (Media Access Control) yang ada pada data link layer
adalah connection oriented, sehingga memungkinkan penggunanya
melakukan komunikasi berbentuk video dan suara. Untuk berinternet murah,
mudah, dan nyaman dengan kualitas broadband. Pelanggan hanya tinggal
memasang PCI card yang kompatibel dengan standar WiMAX, atau tinggal
membeli PCMCIA (Personal Computer Memory Card International
Association) yang telah mendukung komunikasi dengan WiMAX.
Adapun kekurangan dari WiMAX:
• Harga peralatan infrastruktur yang masih sangat mahal.
• Teknologinya masih terus berkembang, sehingga mengakibatkan bisa
salah investasi.
• Terlalu banyak jenis perangkat yang tidak saling kompatibel.
E. Error Rate
Error Rate merupakan rasio antara jumlah informasi yang diterima yang
mengalami kesalahan dibandingkan dengan jumlah total informasi yang
diterima selama periode waktu. Error rate dapat dinyatakan dalam jumlah bit
yang diterima dalam kesalahan pada jumlah blok data (paket) yang hilang
selama periode waktu. Error rate WiMAX dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk kualitas sinyal dan konfigurasi sistem. Beberapa error rate
yang umum terdapat pada WiMAX yaitu Bit Error Rate (BER) dan Packet
Loss Rate (PLR).
1. Bit Error Rate (BER)
BER dihitung dengan membagi jumlah bit yang diterima yang mengalami
kesalahan dengan total jumlah bit yang ditransmisikan. Hal ini umumnya
digunakan untuk menunjukkan kualitas saluran transmisi digital.
Kesalahan dapat terjadi secara acak dari waktu ke waktu (random error)
atau dalam grup (error burst).
Random error adalah bit dalam sinyal digital yang diterima dalam kondisi
kesalahan yang terjadi sedemikian rupa sehingga setiap kesalahan statistik
dapat dianggap independen dari error lain.
Perhitungan teoritis dari BER untuk masing-masing skema modulasi
dilakukan menggunakan persamaan:
Atau
... (2)
Dimana :
m = banyaknya bit dalam satu simbol M = nilai dari orde modulasi
Pecc = probabilitas simbol salah setelah koding konvolusional SNR = Signal to Noise Ratio
2. Packet Loss Rate (PLR)
Packet Loss Rate adalah rasio jumlah paket data yang telah hilang dalam
transmisi dibandingkan dengan total jumlah paket yang telah dikirimkan.
Beberapa aplikasi (seperti digital television) lebih sensitif terhadap
hilangnya paket Bit Error Rate.
F. Propagasi NLOS dan LOS
Dalam link LOS, sebuah perjalanan sinyal tidak terhalang dari pemancar ke
penerima. Sebuah link LOS memerlukan sebagian besar fresnel zone pertama
bebas dari segala halangan,[4] jika kriteria seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1 tidak terpenuhi maka akan terjadi pengurangan yang signifikan
terhadap power sinyal. Fresnel clearance yang diperlukan tergantung pada
frekuensi operasi dan jarak antara lokasi pemancar dan penerima.
Dalam link NLOS, suatu sinyal menjangkau penerima melalui reflections,
scattering, dan diffractions. Sinyal yang tiba di penerima terdiri dari
komponen-komponen dari multiple reflected paths, scattered energy, dan
Fenomena multipath juga dapat menyebabkan perubahan pada polarisasi
sinyal. Jadi menggunakan polarisasi sebagai sarana untuk menggunakan
kembali frekuensi, seperti yang biasanya dilakukan dalam propagasi LOS
tidak dapat digunakan dalam aplikasi NLOS[5].
Gambar 1 LOS Fresnel Zone
Ada beberapa keuntungan yang membuat penyebaran NLOS diinginkan.
Sebagai contoh, persyaratan perencanaan yang ketat dan pembatasan tinggi
antena sering tidak memungkinkan antena diposisikan untuk LOS. Untuk
sistim selular skala besar, dimana penggunaan kembali frekuensi sangat
penting, maka dengan menurunkan antena cukup menguntungkan untuk
mengurangi interferensi antara sel yang berdekatan. Hal ini sering memaksa
Gambar 2 NLOS propagasi
G. Standar WiMAX
Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan antara standar Fixed WiMAX
dan standar WiMAX yang digunakan untuk mobile dan portabel. Tabel ini
menunjukkan bahwa standar 802,16 dirilis pada tahun 2004 hanya mampu
menyediakan layanan data nirkabel tetap. Modulasi OFDM dapat digunakan
pada format TDD atau FDD. Standar 802.16e yang dirilis pada tahun 2005 ini
dirancang untuk operasi fixed, mobile dan portabel. Serta menggunakan
Tabel 1 Standar WiMAX
Characterictic Fixed WiMAX Mobile WiMAX Industry Standard 802.16-2004 802.16e-2005
Access Type Fixed Fixed, Portable and
Mobile
Modulation OFDM OFDMA
Duplexing TDD, FDD TDD, FDD Optional
Handoffs No Yes
H. Teknik yang Digunakan dalam 802.16
802.16 menggunakan sejumlah teknik yang cukup baik untuk meningkatkan
keandalan dan kecepatan transmisi data pada saluran yang buruk. Fenomena
multipath juga dapat menyebabkan polarisasi sinyal akan berubah. Jadi
menggunakan polarisasi sebagai sarana untuk menggunakan kembali
frekuensi, seperti yang biasanya dilakukan dalam penyebaran LOS dapat
menjadi masalah dalam aplikasi NLOS [5].
1. OFDM dalam WiMAX
OFDM bukanlah barang baru karena sebenarnya sudah ramai diteliti
sejak tahun 60-an meskipun baru booming setelah dipicu dengan
penemuan FFT (Fast Fourier Transform) sekitar tahun 70-an.
OFDM juga terkenal karena diaplikasikan dalam DSL, cable modem,
data kecepatan tinggi karena efisiensinya yaitu dengan frekuensi
overlapping.
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) merupakan kasus
khusus dari FDM (Frequency Division Multiplexing). Pada FDM, suatu
bandwidth dibagi menjadi beberapa kanal tersendiri. Agar tidak saling
menginterferensi satu sama lain maka diberi jarak antar kanal
(guardband) yang cukup boros dalam penggunaan bandwidth. Sedangkan
dalam OFDM, kanal-kanal dalam satu bandwidth seakan-akan ditumpang
tindihkan menjadi satu. Sehingga OFDM sangat efisien dalam
penggunaan bandwidth [6]. Spektrum frekuensi kanal pada OFDM dapat
ditumpangtindihkan dan tidak terjadi saling interferensi antar kanal,
sebab null dari setiap kanal yang berdekatan jatuh tepat pada titik tengah
spektrum yang membawa informasi (spektrum yang memiliki power
tertinggi). Untuk mengatur supaya setiap null dari kanal spektrum
tetangga jatuh tepat pada titik tengah spektrum yang membawa informasi,
setiap sinyal transmisi pada setiap kanal harus bersifat saling orthogonal
dan saling harmonic [7]
Secara matematis, untuk membuat setiap sinyal orthogonal adalah dengan
membuat luas area positif sama dengan luas area negatif atau hasil
integral dari sinyal tersebut adalah nol. Selanjutnya untuk harmonic,
misalkan c adalah frekuensi pembawa dalam suatu bandwidth dengan
persamaan cn = n x c1, maka frekuensi cn dikatakan harmonic dengan c1,
jika n adalah integer. Jika sinyal-sinyal tersebut saling orthogonal, maka
OFDM dengan modulasi adaptif dapat digunakan untuk sistem
komunikasi dari base station ke user (downlink) dengan menggunakan
bandwidth yang tersedia untuk dibagi-bagi menjadi independent
subchannel. Dengan karakter dasar OFDM di atas, dalam standard
WiMAX OFDM akan mampu mencapai 70Mbps (data bersih) atau
sampai 100Mbps (data plus bit untuk error correction coding) dalam
spektrum 20MHz. Artinya, OFDM dalam WiMAX mampu mengirimkan
3.5 bps. Misalnya untuk alokasi bandwidth 100MHz, dan akan
diimplementasikan pada frekuensi 5.8GHz (yaitu misal 5.725-5.825GHz),
maka akan diperoleh 5 blok band (yaitu 5 x 20MHz = 100MHz), sehingga
kapasitas yang diperoleh adalah 5×70Mbps = 350Mbps.
Salah satu pengembangan teknik OFDM yaitu Scalable OFDM dan sudah
diterapkan dalam sistem akses jamak pada WiMAX standar 802.16e.
SOFDM merupakan sistem OFDM yang terskalakan cacah titik N pada
struktur FFT.
Dalam sistem transmisi OFDM, simbol OFDM masing-masing data set
diubah menjadi bilangan kompleks dari penurunan amplitudo dan fase
pada subcarrier serta bilangan kompleks diubah menjadi amplitudo
kompleks yang sesuai subcarrier[8]. Invers FFT mengkonversi spektrum
frekuensi menjadi urutan sampel waktu. Bilangan kompleks untuk sinyal
2. Teknik MIMO dalam WiMAX
Penggunaan teknologi MIMO pada jaringan telekomunikasi WiMAX
meningkatkan kualitas penerimaan dan memungkinkan untuk mencapai
laju transmisi yang lebih baik. Penggunaan WiMAX MIMO juga
memberikan peningkatan yang signifikan dalam efisiensi spektrum.
MIMO memanfaatkan gelombang radio yang bersifat multipath[9],
pentransmisian informasi dapat dilakukan dengan cara dipantulkan melalui
dinding, pintu, dan objek-objek lain guna mencapai antena dengan melalui
beberapa rute. MIMO memanfaat teknik multipath yang disebut
space-division multiplexing.
3. Adaptive Modulation and Coding (AMC)
Penggunaan skema AMC pada WiMAX memungkinkan penggunaan
modulasi dan encoding yang berbeda untuk pelanggan yang berada di
tempat dan lingkungan yang berbeda. Modulasi yang digunakan WiMAX
adalah QPSK, 16 QAM dan 64 QAM. Serta coding rate yang digunakan
yaitu 1/2, 2/3 dan 3/4 [11].
Dengan menggunakan teknologi antena cerdas, WiMAX dapat
menentukan modulasi dan coding rate yang sesuai untuk mobile station
yang berada dalam cakupan base station tersebut. Penentuan tersebut
ditentukan berdasarkan kondisi air interface antara pengguna dengan
pemancar.
Untuk menghadapi air interface yang buruk, diterapkan teknik modulasi
transfer rate lebih rendah. Sebaliknya untuk kondisi air interface yang
baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih
banyak dan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer rate lebih
cepat[12].
Teknik modulasi order tinggi 64 Quadratur Amplitude Modulation (QAM)
misalnya, penggunaan spektrum radio lebih efisien karena lebih banyak
data bit yang ditransmisikan dikemas dalam masing-masing simbol.
Namun, ketika Signal to Noise Ratio (SNR) buruk, maka akan dapat
mengurangi throughput saluran. Skema yang lebih rendah, seperti Binary
Phase Shift Keying (BPSK), diperlukan untuk mempertahankan
throughput yang lebih rendah dengan bit error yang dapat diterima.
Dengan modulasi adaptif, dapat dilakukan perubahan skema modulasi
terus-menerus sesuai dengan SNR dari saluran. Modulasi yang sesuai
dapat mendukung Bit Error Rate yang baik ketika digunakan.
Dengan error control coding, error control yang lebih kuat diperoleh
dengan sedikit redundansi. Sebagai contoh, code rate 5/6 akan
mengirimkan 6 bit untuk setiap 5 data bit, Ini diperlukan untuk mencapai
Bit Error Rate yang dapat diterima. Tetapi jika OFDM subcarrier SNR
baik, less error control diperlukan, sebuah code rate 1/2 akan
mengirimkan 2 bit untuk setiap 1 data bit, sehingga efisiensi spektrum
dipotong setengah.
Dengan adaptif coding, kekuatan kode disesuaikan untuk mendapatkan
adavtive dilakukan untuk setiap OFDM subcarrier, sehingga sistem dapat
beradaptasi dengan kondisi SNR pada setiap subcarrier.
4. Phase Shift Keying
Pada modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK), sinyal yang
dipancarkan merupakan dua sinyal yang berbeda. Jika sinyal baseband
adalah suatu biner 0, maka yang dipancarkan:
A cos(2 ft+ ) = -A cos (2 ft) ... (3)
dan untuk biner 1, yang dipancarkan:
A cos (2 ft) ... (4)
Keterangan persamaan:
A = amplitudo
f = frekuensi
t = waktu
Jarak kesalahan dari suatu sistem PSK dengan M Phase adalah A sin( /M).
Suatu kesalahan detektor terjadi jika noise dari polaritas terdapat pada
salah satu dari kedua phase detector.
5. Quadrature Amplitude Modulation
QAM dapat dikatakan sebagai modulasi PSK multi phase dimana 2 sinyal
baseband dibangkitkan secara bebas pada masing-masing channel. Dua
independent (quadrature) channel ditempatkan meliputi baseband coding
channel, sistem tersebut identik dengan 4 PSK dan sering sekali
direpresentasikan sebagai 4 PSK.
Sinyal QAM level tinggi jelas berbeda dengan sistem PSK level tinggi.
Sebagai catatan bahwa sinyal QAM tidak memiliki envelope yang
konstant seperti pada PSK. Pada modulasi PSK, envelope yang konstan
dibatasi kombinasi level pada quadrature channel. Sebuah sistem QAM
tidak dibatasi kombinasi tersebut karena level pada masing-masing
channel dipilih secara bebas. Spektrum QAM dapat dihitung dengan
spektum sinyal baseband yang dipakai pada quadrature channel karena
sinyal tersebut memiliki struktur basic yang sama seperti sinyal PSK,
misal 16-QAM memiliki bentuk yang sama dengan 16-PSK dan 64-QAM
sama dengan 64-PSK.
6. Hybrid Automatic Repeat Request (HARQ)
HARQ adalah pilihan untuk Orthogonal Frequency Division Multiple
Access (OFDMA). Ordinary Automatic Repeat Request (HARQ)
digunakan untuk meminta transmisi ulang sebuah protokol data unit (PDU
- MAC layer data paket) jika paket ini ditemukan rusak (menurut the
cyclic redundancy check- CRC). Hybrid ARQ (HARQ), physical layer
error control coding (seperti Reed-Solomon, atau turbo codes) digunakan
untuk menentukan apakah paket tersebut dapat dipulihkan. Jika tidak,
mekanisme HARQ akan meminta transmisi ulang. Hal ini memberikan
7. Cyclic Prefix
Salah satu keuntungan dari OFDM adalah kemampuannya dalam
mengatasi interferensi antar simbol (intersymbol interference, ISI) karena
adanya pengaruh kanal multipath dan delay spread. Teknik yang
digunakan dalam mengatasi efek ISI yaitu dengan menambahkan interval
pengaman (Guard Interval, GI) antara dua simbol OFDM. Interval
pengaman yang dipilih adalah beberapa data simbol terakhir dari satu
simbol OFDM. Interval pengaman yang dipilih, diduplikat menjadi awalan
satu simbol OFDM, dan hal ini disebut cyclic prefix. Untuk menghindari
ISI dalam sistem OFDM, cyclic prefix harus lebih besar dari pada delay
spread maksimum saluran. Cyclic prefix sering digunakan bersamaan
dengan modulasi untuk mempertahankan sinusoid properti pada multipath
channel. Cyclic prefix juga digunakan dalam OFDM untuk memerangi
multipath dengan membuat saluran estimasi sederhana. Dengan demikian,
sebuah saluran multipath diubah menjadi paralel skalar sub-saluran dalam
domain frekuensi, sehingga menyederhanakan desain receiver.
8. Kanal Transmisi (Air Interface).
Karakteristik propagasi pada kanal transmisi mobile wireless memiliki
beberapa gangguan yang sangat merusak. Perusakan ini dapat
menyebabkan sinyal yang diterima berbeda dengan sinyal yang dikirim,
Pada kanal transmisi selalu terdapat penambahan derau yang timbul
karena akumulasi derau termal dari perangkat pemancar, kanal transmisi,
dan perangkat penerima. Derau yang menyertai sinyal pada sisi penerima
dapat didekati dengan model matematis statistik AWGN. Derau AWGN
merupakan gangguan yang bersifat Additive terhadap sinyal transmisi,
dimodelkan dalam pola distribusi acak Gaussian dengan rataan (mean) nol,
standar deviasi 1, dan mempunyai rapat spektral daya yang tersebar merata
pada lebar pita frekuensi tak berhingga. AWGN mempunyai distribusi
derau dengan rumus sebagai berikut :
... (5)
dimana :
p(x) = probabilitas kemunculan derau = standar deviasi
m = rataan (mean)
x = variabel (tegangan atau daya sinyal)
Additive White Gaussian Noise (AWGN) merupakan model kanal
sederhana dan umum dalam suatu sistem komunikasi. Perusakan dari
gangguan AWGN tidak terlalu berpengaruh karena dapat ditangani dengan
baik oleh teknik Forward Error Correction (FEC).
Keadaan multipath dalam komunikasi bergerak menyebabkan
penghamburan dan pemantulan sinyal transmisi menjadi beberapa sinyal
lain. Beberapa sinyal lain ini melalui lintasan yang berbeda-beda.
Sehingga kuat sinyal dan waktu tiba di penerima berbeda-beda. Hal ini
Panjang lintasan dan perlakuan perlambatan gelombang yang
berbeda-beda mengakibatkan sinyal-sinyal multipath sampai pada penerima dengan
waktu tunda yang bervariasi. Sebuah impuls yang dikirimkan oleh
pemancar akan diterima oleh penerima bukan lagi sebagai impuls
melainkan pulsa dengan lebar penyebaran yang disebut delay spread.
Delay spread ini dapat menimbulkan interferensi antar simbol (ISI),
karena setiap simbol akan saling bertumbukan dengan simbol sebelum dan
sesudahnya. Pergeseran frekuensi Doppler disebabkan oleh pergerakan
relatif dari mobile station terhadap base station. Pergeseran frekuensi
tergantung pada kecepatan dan arah gerak mobile station. Persamaan
untuk menentukan besarnya pergeseran frekuensi adalah:
F doppler = ( / ).cos ... (6)
dimana F doppler adalah besarnya pergeseran frekuensi pembawa, v
adalah kecepatan gerak relative mobile station terhadap base station,
merupakan panjang gelombang dari frekuensi pemancar dan adalah
sudut datang yang dibentuk antara path tersebut dengan arah gerak mobile
station.
I Signal to Noise Ratio
Signal to Noise Ratio adalah perbandingan antara daya sinyal yang diinginkan
terhadap daya noise yang diterima pada suatu titik pengukuran. SNR ini
adalah suatu parameter untuk menunjukkan tingkat kualitas sinyal
penerimaan pada sistem komunikasi analog, dimana semakin besar harga
dB. Pengukuran S/N ini biasanya dilakukan pada sistem komunikasi analog
pada bagian penerima untuk menunjukkan kualitas sinyal terima
dibandingkan dengan noisenya. S/N juga digunakan sebagai patokan batas
ambang sinyal informasi analog yang masih dapat diterima dengan baik. Nilai
S/N dapat diperoleh dengan rumus.
... (7)
Dimana :
Ps : Daya Sinyal
PN : Daya Noise
J. Parameter Physical Layer (PHY) dalam WiMAX
Ada tiga variant WiMAX PHY yaitu : OFDM 256-carrier (wajib), single
carrier (opsional) dan 2048 OFDMA (opsional). OFDM 256 dipilih untuk
diimplementasikan, yaitu dengan 256 FFT point, guard interval (GI) sebesar =
1/4, 1/8, 1/16, 1/32 dan error koreksinya menggunakan convolutional coding
(CC). Teknik modulasinya adalah adaptif (adaptif modulation) untuk BPSK,
QPSK, 16QAM dan 64QAM. Jika lingkungan jelek atau jauh dari base
station, modulasi yang dipakai BPSK, sedangkan jika lingkungan baik dipakai
64QAM. Dan untuk menjaga level Bit Error Rate (BER) digunakan teknik
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : Nopember 2009 - Maret 2010
Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro
Universitas Lampung.
B. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah:
1. Studi Pustaka dan Literatur: dilakukan untuk menambah teori dasar dan
pendukung dalam menganalisa masalah yang terjadi. Literatur diperoleh
dari buku-buku, jurnal dan artikel ilmiah serta bahan-bahan dari internet.
2. Perancangan Perangkat Lunak: dilakukan perancangan perangkat lunak
untuk mengukur nilai BER pada simulasi jaringan WiMAX dengan
menggunakan MATLAB 7.0.
3. Simulasi dan Pengujian: dilakukan simulasi pentransmisian data pada
jaringan WiMAX dengan menggunakan MATLAB 7.0 dan pengujian
untuk mengetahui besarnya nilai Bit Error Rate dari jaringan WiMAX terhadap modulasi yang digunakan.
4. Hasil dan Pembahasan: dilakukan analisis terhadap hasil simulasi dan
C. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu Personal
Computer (PC) Intel Pentium Dual Core E 2160 dengan RAM 1 GB yang ter-install software Matlab 7.0 sebagai program untuk mensimulasikan penelitian yang dilaksanakan.
D. Diagram Alir Penelitian
E. Performansi Sistem dalam Bit Error Rate (BER)
Melihat performansi sistem dengan menggunakan parameter Bit Error Rate,
tidak boleh mengabaikan peranan subsistem di tingkat baseband yaitu berupa
pengacak bit, koding Reed Solomon, koding konvolusi dan interleaver. Keempat subsistem tersebut sangat berpengaruh dalam proses deteksi dan
koreksi kesalahan bit. Sebagai gambaran, jika suatu simbol diterima salah
maka belum tentu bit yang dikandung oleh simbol tersebut menjadi salah
juga. Seberapa besar kemampuan subsistem baseband dalam hal deteksi dan
koreksi kesalahan bit, tergantung pada bagaimana subsistem baseband tersebut dirancang.
F.Perancangan Model dan Simulasi Sistem
Tugas akhir ini akan meneliti pengaruh jenis modulasi dan SNR terhadap nilai
Bit Error Rate yang dihasilkan pada jaringan telekomunikasi WiMAX untuk masing-masing modulasi. Ada beberapa jenis modulasi, namun yang akan
dibahas dalam tugas akhir ini adalah BPSK, QPSK, 16-QAM dan 64-QAM.
Perancangan model simulasi WiMAX sebagai platform dari penelitian
mengacu pada beberapa pilihan yang dikeluarkan oleh organisasi dan beberapa
peneliti sebelumnya, namun acuan utama adalah standart IEEE 802.16.
Standart IEEE 802.16 merupakan standar akses wireless pita lebar yang
memiliki laju data yang bervariasi tergantung dari laju keluaran pengkodean
G. Parameter Model Layer Fisik[15]
Adapun parameter model layer fisik yang digunakan pada simulasi ini yaitu:
- Jumlah subcarrier : 256 subcarrier
- Subcarrier untuk data : 192 subcarrier
- Subcarrier untuk pilot : 8 subcarrier
- Periode guard interval : 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32
- Mapping : BPSK, QPSK dan QAM
- Code rate : 1/2, 2/3 dan 3/4
H. Algoritma dan Flowchart Program Simulasi
Pada laporan tugas akhir ini digunakan software program Matlab 7.0 untuk
mensimulasikan pentransmisian data pada jaringan WiMAX. Dalam
mensimulasikan pentransmisian data pada jaringan WiMAX ini, sebelumnya
dibuat terlebih dahulu algoritma dan flowchart untuk memberikan gambaran
yang jelas mengenai prinsip kerja dari pentransmisian data pada jaringan
WiMAX agar bisa disimulasikan dengan menggunakan program Matlab 7.0.
Algoritma dan flowchart tersebut antara lain :
Algoritma
1. Menentukan jenis modulasi, code rate, transmiter, receiver dan guard interval yang akan digunakan dalam proses pentransmisian
2. Inisialisai variabel-variabel yang berkenaan dengan besaran-besaran yang
3. Tentukan rate_id yang dipakai untuk inisialisasi modulasi dan code rate yang dipakai
4. Jika rate_id yang dimasukan tidak sesuai dengan yang diminta maka
ditampilkan keterangan error dan simulasi berakhir
5. Bangkitkan data yang akan ditransmisikan
6. Dilakukan pengacakan data
7. Inisialisasi panjang dari codeword dan jumlah dari simbol informasi yang digunakan untuk proses RS encoder berdasarkan jenis modulasi dan code rate yang dipakai
8. Untuk rate id 0 tentukan nilai dari TxRx
9. Untuk TxRx 10 dilakukan proses RS encoder
10.Untuk TxRx 01 dilkukan penghapusan zero
11.Inisialisasi Bit Parity (m) dari RS encoder dan decoder
12.Menghitung koreksi kesalahan dari setiap kode RS
13.Tentukan nilai dari TxRx
14.Jika TxRx 01, Bit dirubah kedalam bentuk desimal
15.Dilakukan proses RS decoder dan data dirubah kembali menjadi bentuk
biner
16.Untuk TxRx 10, Bit dirubah kedalam bentuk desimal dan ditambahkan 0
pada akhir vektor
17.Dilakukan pengkodean RS dengan menggunakan Galois field 28 dan data
dirubah menjadi bentuk desimal
18.Membangun trellis dengan constraint length 7, G1=171oct dan G2=1310ct
20.Tentukan nilai TxRx
21.Untuk rate_id 0 dan TxRx 01 dilakukan deconvolution dengan Traceback
length 12
22.Jika TxRx 10 dilkukan proses convolution
23.Untuk rate_id 1 sampai dengan 6 pada nilai TxRx 10 dilakukan proses
convolution
24.Dilakukan proses pucturing
25.Untuk nilai TxRx 01 dilakukam proses membangkitkan decoded length zero
vektor sesuai dengan masing-masing modulasi dan code rate
26.Deconvolution dengan Traceback length sesuai dengan masing-masing code rate yang dipakai
27.Penentuan rate_id
28.Jika rate_id tidak bernilai 0 sampai dengan 6 maka akan ditampilkan error
29.Hentikan operasi jika rate_id tidak bernilai 0 sampai dengan 6
30.Untuk rate_id bernilai 0 sampai dengan 6 inisialisasi jumlah bit yang
dialokasikan untuk subcarrier dan jumlah bit per carrier (Ncbps dan Ncpc)
yang digunakan pada saat proses interleaving sesuai dengan modulasi yang
digunakan
31.Lakukan proses interleaving
32.Penentuan nilai dari rate_id
33.Untuk rate_id bernilai selain 0 sampai dengan 6 maka akan ditampilkan
error
34.Untuk rate_id 0 sampai dengan 6 dilakukan inisialisasi constellation dari
35.Hentikan operasi jika rate_id tidak bernilai 0 sampai dengan 6
36.Menghitung jumlah bit per simbol k=log2(M) dan data diubah menjadi
bentuk desimal
37.Tentukan rate_id yang dipakai
38.Untuk rate_id selain 0 sampai dengan 6 maka akan ditampilkan error
39.Untuk rate_id selain 0 sampai dengan 6 proses akan dihentikan
40.Untuk rate_id 0 sampai dengan 2 dilakukan modulasi PSK
41.Untuk rate_id 3 sampai dengan 6 dilakukan modulasi QAM
42.Inisialisasi besarnya FFT dan IFFT yang digunakan (Nfft)
43.Menentukan TxRx
44.Jika TxRx 10 maka dibangkitkan pilot
45.Menyusun OFDM symbol
46.Menambahkan cyclic prefix
47.Meghitung besarnya SNR kanal di receiver
48.Mengirim sinyal pada AWGN channel
49.Jika TxRx 01 dilakukan penghapusan cyclic prefix
50.Memisahkan pilot dari OFDM symbol
51.Memisahkan pilot
52.Mengekstrak data FFT
53.Tentukan nilai dari rate_id
54.Jika rate_id selain 0 sampai dengan 6 ditampilkan error dan proses berakhir
55.Untuk rate_id 0 sampai dengan 6 inisialisasi constellation (M) untuk
masing-masing modulasi
57.Tentukan rate_id
58.Untuk rate_id selain 0 sampai dengan 6 ditampilkan error
59.Proses berakhir
60.Untuk rate_id 0 sampai dengan 2 dilakukan demodulasi PSK
61.Untuk rate_id 3 sampai dengan 6 dilakukan demodulasi QAM
62.Data dirubah kembali menjadi biner
63.Tentukan rate_id yang dimasukan
64.Jika rate_id yang dimasukan selain 0 sampai dengan 6 maka ditampilkan
error
65.Proses akan berakhir
66.Untuk rate_id 0 sampai dengan 6 inisialisasi variabel-variabel yang
digunakan dalam proses deinterleaving
67.Dilakukan permutasi pertama
68.Permutasi kedua
69.Penyusunan kembali data
70.Dihasilkan data yang diterima di user
71.Dilakukan perhitungan BER dengan membandingkan data yang diterima
dengan data yang dikirim
Flowchart
(d)
(f)
(i)
(k)
Gambar 4. (a),(b),(c),(d),(e),(f),(g),(h),(i),(j),(k) Flowchart program simulasi
pentransmisian data pada jaringan WiMAX
I.Bagan Alir Simulasi Jaringan WiMAX
Gambar 5. Bagan alir simulasi WiMAX Data Derandomizer
FFT Demodulator Demodulator Mapper Deinterleaving
Convolution Decoder RS Decoder
Channel IFFT Modulator Modulation Mapper
Data Random RS Encoder Convolution Encoder
Interleaving
Bagan alir di atas menggambarkan simulasi untuk Wireless MAN-OFDM
physical layer WiMAX. Lapisan PHY ini menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan 256 subcarriers. Setiap simbol OFDM terdiri dari 192 data subcarriers, 1 zero DC subcarrier, 8 pilot subcarriers, dan pada sumber dibangkitkan bit acak. Besarnya bit acak yang dibangkitkan yaitu sebesar RS code yang digunakan dikurangi 1. Sumber yang
berupa bit acak tersebut kemudian dikodekan dengan menggunakan RS encoder, convolution encoder, interleaving dan modulation mapper. Setelah proses pengkodean dilakukan, sinyal dikonversi ke domain waktu dengan
menggunakan Inverse Fast Fourier Transform, dan dalam proses ini juga ditambahkan cyclic prefix (CP) dengan tujuan mencegah interferensi antar simbol. Pada channel ditambahkan Aditif Gaussian White Noise.
Di receiver pada dasarnya bekerja dengan pembalikkan operasi yang sama pada transmiter. Pertama-tama, CP dihilangkan dan sinyal yang diterima dikonversi menjadi daerah frekuensi menggunakan algoritma FFT. Karena
suatu simbol OFDM disusun dari data, pilot-pilot, zero DC subcarrier, dan beberapa guard band. Jadi dengan demikian diperlukan suatu proses untuk memisahkan semua subcarriers ini. Pertama-tama, guard band dihilangkan, kemudian dilakukan proses disassembling untuk memperoleh pilot-pilot dan
data. Data-data yang diperoleh kemudian digunakan dalam proses decoder untuk mendapatkan kembali sinyal yang dikirim oleh sumber. Setelah
mendapatkan data asli yang dikirim oleh sumber, baru dapat dihitung besarnya
nilai BER yang dihasilkan dengan cara membandingkan data yang diterima dan
1. Sumber
Dalam standard WiMAX sebelum informasi ditransmisikan, perlu dilakukan
pengacakan terhadap bit informasi tersebut. Proses pengacakan digunakan
untuk meminimalkan kemungkinan transmisi modulasi non-subcarriers. Proses dari pengacakan dilakukan pada setiap burst data downlink dan uplink, dan di setiap alokasi blok data (subchannels domain frekuensi dan simbol-simbol OFDM pada domain waktu). Jumlah bit yang dihasilkan
ditentukan untuk menjadi frame-based dan dihitung dari ukuran paket yang
diperlukan dalam setiap situasi. Ukuran paket tergantung dari jumlah simbol
OFDM yang ditransmisikan dan keseluruhan tingkat pengkodean sistem.
2. RS Encoder [12]
Proses pengkodean terdiri dari Rangkaian Reed Solomon (RS) dan convolutional code (CC) sebagai FEC skema. Kode Reed Solomon (RS) adalah salah teknik pengkodean kanal yang bertujuan untuk melindungi
sinyal informasi dari setiap ancaman yang ada pada kanal. Kode Reed Solomon merupakan kode blok, yang berarti pesan yang akan ditransmisikan dibagi menjadi blok-blok data yang terpisah. Kode ini
disebut juga kode sistematik yang artinya proses encoding tidak merubah
simbol-simbol pesan dan simbol proteksi ditambahkan pada tempat yang
terpisah pada blok data tersebut. RS disebut juga kode linear (dengan
menjumlahkan dua codeword akan menghasilkan codeword yang lain), dan
Bose-Choundhuri-Hocquenghem (BCH) non-biner. RS (n,k) artinya dengan masukan sejumlah k simbol informasi maka akan menghasilkan blok kode
sebanyak n simbol. Dimana, n=2m – 1 dengan m adalah jumlah bit pada
setiap simbol. Kemampuan deteksi dan koreksi errornya adalah t < n-k.
Proses perhitungan dalam kode RS menggunakan aturan field terbatas Galois Field GF(2m) artinya setiap simbol dalam RS merupakan anggota dari GF(2m) tersebut. Encoder membentuk blok kode
C(x) = Xn-km(x) + r(x) ... (8)
dengan r(x) adalah sisa pembagian dari polinom simbol masukan X^n-k
m(x) oleh polinom generator g(x). G(x) adalah polinom generator berderajat
n-k dan merupakan faktor dari Xn + 1,
g(x)=(x- 1) (x- 2)…. (x- n-k) ... (9)
Aplikasi encoding ini dapat diterapkan pada encoder RS dengan
menggunakan Linear Feedback Shift Register (LFSR) dengan internal
feedback yang bersesuaian dengan g(x). Operasi yang digunakan adalah
penjumlahan dan perkalian Galois Field (2m).
Sifat dari kode Reed Solomon cocok untuk aplikasi kesalahan yang terjadi di
burst. Reed Solomon error correction adalah coding skema yang bekerja dengan terlebih dahulu membangun sebuah polinom dari simbol data yang
akan dikirim, dan kemudian mengirimkan versi oversampled polinomial bukan simbol-simbol asli sendiri. Kemampuan koreksi kesalahan dari setiap
kode RS ditentukan oleh (n-k), dari ukuran redundansi di blok.
Pada suatu sumber data yang akan dikirim, bit informasi dengan rate B bps
setiap T seconds, encoder menerima suatu urutan dari K=BT bits yang
merupakan suatu pesan. Setelah informasi bit K dimasukan ke encoder,
dihasilkan suatu urutan dari code symbol yang ditransmisikan pada saluran.
Dalam pentransmisian data atau codeword, N harus lebih besar atau sama dengan K untuk menjamin suatu hubungan yang unik antara masing-masing
codeword dan masing-masing dari pesan-pesan 2K. Kode-kode tersebut yang memetakan suatu block dari K informasi symbol ke dalam suatu block
N coded symbol yang disebut (N,K) block code.
Di dalam blok-blok ini, data tersebut lebih lanjut dibagi lagi ke dalam suatu
nomor dari suatu symbol, yang secara umum mempunyai ukuran 6 sampai
10 bit. Data asli, adalah suatu blok terdiri dari symbol N-R, yang mengalami
proses enkoder RS dan R check symbol, yang ditambahkan untuk membentuk suatu code word dari length N.
Pengkodean RS bisa dilakukan di setiap panjangnya pesan dan dapat
ditambahkan di setiap nomor dari check symbol, kode RS dinyatakan sebagai RS (N, N, R) code. Dengan N adalah jumlah keseluruhan nomor
dari simbol per code word, R adalah banyaknya check symbol per code word, dan N-R adalah banyaknya symbol informasi actual per code word. RS encoding terdiri dari pembangkitan check symbol data asli.Variabel-variabel tersebut dipakai untuk menghasilkan kode RS tertentu yang akan
Primitive Polynomial:
p(x) = x8 + x4 + x3 + x2 + 1 ... (10)
Tabel. 2 Skema modulasi dan coding WiMAX
AMC Modulation RS Code CC code rate Overall code rate convolutional encoder, yang memiliki native rate 1/2 dan constraint length 7. Generator polinomial digunakan untuk memperoleh dua kode output bit,
dilambangkan X dan Y, yaitu sebagai berikut berikut:
G1= 171OCT untuk X ... (11)
G2= 133OCT untuk Y ... (12)
Gambar 6. Convolutional encoder pada WiMAX
untuk mengurangi jumlah data yang akan dikirim, sehingga membentuk
kode tingkat tinggi. Proses puncturing digunakan untuk menciptakan variable coding rate yang diperlukan untuk memberikan perlindungan error
berbagai level untuk para pengguna sistem.
Rate yang berbeda yang dapat digunakan adalah rate 1/2, rate 2/3, rate 3/4, dan rate 5/6. Puncturing vektor untuk rate ini ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel. 3 Puncture vector untuk berbagai convolutional coding rate
Rate Puncture vector
Interleaving data umumnya digunakan untuk scatter error burst sehingga mengurangi konsentrasi error dengan tujuan meningkatkan efisiensi FEC.
Interleaver bekerja dengan cara mengacak terjadinya error sehingga mirip dengan error random. Interleaver dirancang untuk menyebar pola urutan bit-bit yang sebenarnya, agar pengaruh dari error burst tidak menyebabkan
pola error yang berurutan sebelum masuk decoder. Pada pengirim, deretan
bit diatur sedemikian rupa untuk memastikan agar bit-bit yang bersebelahan
terpisah sejauh beberapa bit setelah interleaving. Proses ini memuat pesan
yang akan dikirimkan ke dalam sebuah matrik baris demi baris dan
kemudian dibaca kolom per kolom.
penyebaran bit simbol yang berbeda, yang digabungkan untuk mendapatkan
simbol baru, dengan ukuran yang sama tetapi dengan bit diatur ulang.
Contoh peroses interleaving[14]:
5. Modulation Mapper
Setelah sinyal dikodekan, sinyal tersebut memasuki modulasi blok. Semua
sistem komunikasi wireless menggunakan skema modulasi untuk
memetakan data-data biner menjadi simbol-simbol yang sesuai dengan
konstelasi simbol tersebut, yang efektif untuk ditransmisikan melalui
saluran komunikasi.
Jadi, bit dipetakan ke subcarrier amplitudo dan fase, yang diwakili oleh complex in-phase dan quadrature-phase (IQ) vector. IQ plot dari suatu skema modulasi berfungsi menunjukkan vektor transmisi untuk semua data
dari kombinasi kata. Gray coding adalah metode untuk alokasi ini sehingga
poin yang berdekatan di konstelasi hanya berbeda satu bit. Coding tersebut
Modulasi BPSK, 4-QAM, 16-QAM, dan 64-QAM merupakan modulasi
yang didukung oleh sistem komunikasi WiMAX. Modulasi yang terakhir,
yaitu modulasi 64-QAM, adalah opsional untuk band bebas lisensi.
Konstelasi peta untuk modulasi BPSK, 4-QAM, dan 16-QAM ditunjukkan
pada Gambar 7.
Gambar 7. Konstelasi peta untuk modulasi BPSK, 4-QAM, dan 16-QAM
6. Inverse Fast Fourier Transform
IFFT digunakan untuk menghasilkan sinyal dalam domain waktu,
simbol-simbol yang diperoleh setelah modulasi dapat dianggap amplitudo dari
range tertentu dari suatu sinyal sinusoid. Selain memastikan orthogonality
dari OFDM subcarriers, IFFT juga mewakili modulasi subcarriers secara paralel, sehingga penggunaan berbagai modulator dan demodulator yang menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk melakukan operasi ini
dapat dihindari.
Gambar 8 menunjukkan struktur subcarrier yang memasuki IFFT blok setelah melakukan penataan ulang. Seperti yang terlihat pada gambar di
Gambar 8. Penyusunan kembali subcarrier sebelum melakukan operasi IFFT.
Pada blok IFFT ini juga dibentuk pilot dan cyclic prefix. Pilot simbol dapat
digunakan untuk melakukan kompensasi frekuensi offset di penerima.
Selain itu juga dapat digunakan untuk fast time-varying channels. Pilot simbol mengalokasikan subcarriers khusus di semua data OFDM simbol. Pilot ini diperoleh dari Pseudo-Random Binary Sequence (PRBS) generator
yang didasarkan pada polinomial x11 + x9 + 1. Semacam pemetaan yang
dihasilkan oleh operasi 1 - 2wk dan 1 − 2wk, di mana wk adalah urutan
PRBS dihasilkan oleh generator, dan wk menunjukkan biner inverse.
Ketahanan transmisi OFDM terhadap multipath delay spread dapat dicapai
jika memiliki periode simbol yang panjang dengan tujuan untuk
meminimalkan inter symbol interference. Pada gambar 9 ditunjukan satu cara untuk melakukan pengkutipan periode simbol panjang, yang
menciptakan extended guard interval di mana setiap simbol OFDM didahului oleh perluasan periodik sinyal itu sendiri. Guard interval ini, yang
sebenarnya merupakan salinan dari bagian terakhir data simbol, yang
Gambar 9. OFDM symbol dengan cyclic prefix
Dengan demikian, total panjang simbol
Tsym = Tb + Tg, ... (13)
Dimana:
• Tsym adalah OFDM simbol waktu,
• Tb adalah simbol waktu yang digunakan, dan
• Tg mewakili waktu CP.
Parameter G mendefinisikan rasio dari panjang CP untuk simbol waktu
yang digunakan. Ketika menghilangkan ISI, harus diperhitungkan bahwa
CP harus lebih panjang daripada dispersi dari saluran.
7. Channel
Karakteristik propagasi pada kanal transmisi mobile wireless memiliki
beberapa gangguan yang sangat merusak. Perusakan ini bisa menyebabkan
sinyal yang diterima berbeda dengan sinyal yang dikirim, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan informasi yang diterima.
Additive White Gaussian Noise (AWGN) merupakan gangguan (noise) yang diberikan kepada sinyal yang dikirim pada kanal transmisi dengan
menggunakan distribusi gaussian. Keadaan multipath dalam sistem komunikasi menyebabkan penghamburan dan pemantulan sinyal transmisi
beda. Sehingga kuat sinyal dan waktu tiba di penerima
berbeda-beda. Hal ini menyebabkan masalah multipath fading dan delay spread.
Panjang lintasan dan perlakuan perlambatan gelombang yang berbeda-beda
mengakibatkan sinyal-sinyal multipath sampai pada penerima dengan waktu
tunda yang bervariasi. Sebuah impuls yang dikirimkan oleh pemancar akan
diterima oleh penerima bukan lagi sebagai impuls melainkan pulsa dengan
lebar penyebaran yang disebut delay spread. Delay spread ini dapat menimbulkan interferensi antar simbol (ISI), karena setiap simbol akan
saling bertumbukan dengan simbol sebelum dan sesudahnya.
8. Fast Fourier Transform
Proses FFT perlu dilakukan untuk mengkonversi sinyal kembali kepada
domain frekuensi. Dalam proses ini juga dilakukan penghapusan guard band atau cyclic prefik. Ketika menghapus subcarriers agar cocok dengan guard band, struktur frekuensi harus diperhitungkan. Meski zero padding bertindak sebagai guard band yang ditambahkan pada akhir struktur subcarrier di transmiter, suatu penyusunan kembali dari subcarriers harus dilaksanakan ketika melakukan operasi IFFT ini, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 8. Jadi dengan demikian, guard band dipindahkan dari pusat
simbol OFDM, dimana dialokasikan setelah proses pengaturan. Dalam
proses ini dilakukan juga pemisahan sinyal, dalam domain waktu atau di
dalam daerah frekuensi, untuk mendapat data, dan pilot-pilot yang berguna
9. Demodulator Mapper
Demapper berfungsi menyediakan interface antara kanal transmisi, fungsi-fungsi perhitungan dan beroperasi pada bentuk gelombang yang diterima
pada setiap pemisahan interval simbol transmisi sehingga menghasilkan
suatu nomor atau satu set angka-angka yang mewakili suatu perkiraan dari
suatu biner yang dipancarkan atau M-ary simbol. Jadi dengan demikian,
metoda-metoda demapping merupakan ilmu tentang matrik keputusan dengan tujuan bagaimana membuat suatu keputusan tentang bit, "nol" atau
"satu", yang dipancarkan.
10.Deinterleaving
Blok ini bekerja sama seperti yang digunakan dalam interleaver. Blok deinterleaving melakukan proses mengisi matriks dengan simbol-simbol input ke dalam kolom-kolom, dan kemudian membacanya baris demi baris.
Parameter yang digunakan dalam kedua blok adalah sama dengan yang yang
digunakan dalam proces interleaving.
11.Convolution Decoder
Pada blok convolution decoder merupakan kebalikan dari proses puncturing. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam proses puncturing terjadi proses penghapusan bit. Penerima tidak tahu nilai dari bit yang
dihapus akan tetapi dapat mengetahui posisi bit-bit tersebut dari puncturing
saluran. Mereka tidak memiliki pengaruh pada perhitungan metrik Viterbi
decoder.
Algoritma Viterbi mengurangi beban komputasi dengan memanfaatkan
struktur khusus kode trellis. Keuntungan lain yang didapat adalah
kompleksitas, yang bukan merupakan fungsi dari jumlah simbol yang
membentuk urutan codeword. Algoritma Viterbi melakukan perkiraan kemungkinan maksimum decoding.
12.RS Decoder
Pada RS decoder ini dilakukan operasi yang diperlukan untuk memecahkan
kode sinyal, dan mendapatkan pesan asli yang dikirim oleh sumber. Seperti
pada semua blok receiver, RS decoder membalikkan langkah-langkah yang
dilakukan pada blok di transmiter. Dengan demikian, RS decoder mengambil codewords dengan panjang N, dan setelah decoding sinyal pesan
itu dikembalikan dengan panjang K, nilai N dan K yang digunakan pada RS
decoder ini harus sama seperti yang digunakan di RS encoder.
13.Data Derandomizer
Pada blok ini dihasilkan data yang sesuai dengan data yang dikirimkan pada
sumber di transmitter. Yang menggambarkan data yang akan diperoleh oleh
14.Perhitungan BER
Pada blok ini dihasilkan nilai BER yang diperoleh berdasarkan besarnya
SNR dan modulasi yang digunakan. Perhitungan BER ini dilakukan untuk
melihat kualitas dari suatu sistem komunikasi. Metoda perhitungan BER
pada blok ini dilakukan dengan membandingkan data yang dikirim terhadap
data yang diterima, dan dilakukan perhitungan kesalahan bit, akumulasi
total kesalahan kemudian dibagi dengan total data bit yang terkirim.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Simulasi dengan Menggunakan Guard Interval 1/4
1.Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 1/2
Tabel. 4 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/4
SNR Bit Error Rate
BPSK QPSK 16-QAM
1 0.0030 0.4234 0.5231
2 0.0008 0.3662 0.5025
3 0.0007 0.2276 0.5012
5 0 0.0191 0.4838
7 0 0 0.4088
9 0 0 0.2075
10 0 0 0.0836
Gambar 10. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/4
Gambar 10 adalah perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dari simulasi
pengiriman data pada jaringan telekomunikasi WiMAX memakai program
matlab 7.0, menggunakan tiga jenis modulasi yang berbeda dengan code rate
1/2 dan guard interval 1/4. Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan
modulasi BPSK, terlihat nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin
menurun seiring dengan bertambahnya nilai SNR pada saluran. Bit Error
Rate maksimum yang dihasilkan dengan menggunakan modulasi BPSK
Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan modulasi QPSK terlihat
bahwa Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin kecil seiring dengan
bertambahnya nilai SNR saluran. Akan tetapi nilai Bit Error Rate yang
dihasilkan lebih besar dari 10-3 sehingga modulasi ini tidak dapat digunakan
dikarenakan akan merusak kualitas sistem telekomunikasi. Pada grafik Bit
Error Rate yang dihasilkan dari modulasi 16-QAM terlihat bahwa seiring
dengan bertambahnya nilai SNR dari saluran maka Bit Error Rate yang
dihasilkan akan berkurang. Seperti halnya pada modulasi QPSK, nilai Bit
Error Rate yang dihasilkan dengan modulasi 16-QAM ini juga lebih besar
dari 10-3 sehingga tidak baik jika digunakan dalam suatu sistem komunikasi.
Ini berarti modulasi QPSK dan 16-QAM tidak dapat bekerja dengan baik di
daerah yang mempunyai tingkat SNR yang rendah.
2. Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 3/4
Gambar 11 adalah perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dari simulasi
pentransmisian data pada jaringan WiMAX dengan menggunakan tiga (3)
macam modulasi yang berbeda dan code rate yang dipakai sebesar 3/4 serta
guard interval 1/4. Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan
modulasi QPSK pada saat nilai SNR saluran 1-9dB dihasilkan nilai Bit Error
Rate yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua jenis modulasi yang
lain. Ini berarti modulasi QPSK lebih baik digunakan saat SNR saluran
buruk.
Pada saat SNR buruk maka diperlukan modulasi yang lebih rendah agar
throughput terjaga, hal ini dikarenakan saat SNR buruk maka laju data akan
berkurang sehingga modulasi yang rendah akan lebih memudahkan sistem
dalam memecahkan persandian dari modulasi tersebut.
Pada grafik modulasi 16-QAM secara umum nilai Bit Error Rate yang
dihasilkan mengalami penurunan seiring bertambahnya nilai SNR dari
saluran. Pada grafik 64-QAM terlihat bahwa Bit Error Rate yang dihasilkan
cenderung menurun saat nilai SNR saluran semakin besar. Tidak seperti
kedua jenis modulasi yang lainnya, pada modulasi 64-QAM ini dapat
menghasilkan nilai Bit Error Rate yang diharapkan untuk mendapatkan
kualitas transmisi yang baik yaitu di bawah 10-3 walaupun diperoleh pada saat
SNR yang cukup besar, yaitu ketika SNR bernilai 22dB. Ini sesuai dengan
teori bahwa semakin tinggi tingkat modulasi yang digunakan maka SNR yang
dibutuhkan semakin besar untuk menjaga throughput dari jaringan.
Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa saat digunakan modulasi 16-QAM
SNR 1 sampai dengan 3 dB lebih besar dibandingkan dengan nilai Bit Error
Rate yang dihasilkan saat menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate
3/4. Sedangkan saat nilai SNR saluran bernilai di atas 3 dB, nilai Bit Error
Rate yang dihasilkan saat menggunakan code rate 1/2 lebih kecil
dibandingkan ketika menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 3/4.
Ini berarti saat nilai SNR bernilai 1dB sampai dengan 2dB lebih baik
digunakan code rate yang lebih tinggi yaitu code rate 3/4, dan saat nilai SNR
di atas 2 dB sebaiknya menggunakan code rate yang lebih rendah yaitu 1/2.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghadapi air interface yang buruk,
sebaiknya diterapkan teknik modulasi yang lebih tahan gangguan dan coding
rate yang lebih tinggi sehingga transfer rate lebih rendah. Sebaliknya untuk
kondisi air interface yang baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung
informasi lebih banyak dan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer
rate lebih cepat.
Dari perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan ketika menggunakan guard
interval 1/4 dengan beberapa macam jenis modulasi dan code rate yang
berbeda, dapat dilihat bahwa modulasi BPSK paling tahan terhadap gangguan
kanal transmisi. Ini ditunjukkan dari nilai Bit Error Rate yang dihasilkan
bernilai kurang dari 10-3 saat nilai SNR 2dB. Sedangkan modulasi 64-QAM
adalah yang paling rentan terhadap gangguan kanal transmisi karena nilai
SNR yang diperlukan untuk mencapai Bit Error Rate yang kurang dari 10-3,