Tiara Mailisa
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI ASAM PERASETAT DAN CMC TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS AMPAS
RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii
Tiara Mailisa 0714051070
Kebutuhan kertas terus meningkat dan peningkatan ini diiringi dengan
peningkatan produksi pulp yang menggunakan kayu sebagai bahan baku utama.
Selama ini untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut dilakukan eksploitasi hutan
sehingga perlu adanya alternatif bahan baku pengganti kayu yang dapat
dimanfaatkan menjadi pulp dan kertas. Salah satu bahan baku alternatif adalah
ampas rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Proses delignifikasi dan penambahan
bahan pengisi dapat menghasilkan pulp dengan sifat kimia yang baik. Dalam
penelitian ini digunakan asam perasetat sebagai bahan pemutih dan CMC sebagai
bahan pengisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
asam perasetat, pengaruh konsentrasi CMC, dan pengaruh interaksi konsentrasi
asam perasetat dan CMC terhadap sifat kimia pulp berbasis ampas rumput laut
Eucheuma cottonii.
Penelitian ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
perasetat A1 0% (v/v), A2 2% (v/v), A3 4% (v/v), dan A4 6% (v/v) dan faktor
kedua yaitu konsentrasi bahan pengisi CMC sebesar C1 0% (b/v), C2 0,1% (b/v),
dan C3 0,2% (b/v). Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan
data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data kemudian diolah lebih lanjut dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam perasetat berpengaruh
sangat nyata terhadap nilai rendemen, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan kadar
abu, serta berpengaruh nyata terhadap kadar air pulp berbasis ampas rumput laut
yang dihasilkan. Konsentrasi CMC tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
rendemen, selulosa, hemiselulosa, lignin, kadar air, dan kadar abu pulp berbasis
ampas rumput laut yang dihasilkan. Antar kedua perlakuan dalam penelitian ini
yaitu konsentrasi asam perasetat dan konsentrasi CMC tidak terdapat interaksi.
Hasil terbaik konsentrasi asam perasetat diperoleh dari konsentrasi asam perasetat
4%, dengan nilai rendemen 65,64%, selulosa 60,76%, hemiselulosa 16,26%,
lignin 5,83%, kadar air 94,75%, dan kadar abu 0,91%.
Tiara Mailisa
ABSTRACT
EFFECT OF PERACETIC ACID AND CMC CONCENTRATIONS ON CHEMICAL PROPERTIES OF PULP EXTRACT BASED
Eucheuma cottonii SEAWEED
By Tiara Mailisa
0714051070
Needs of paper increase continously and this increasing is followed by increasing
production of pulp which uses wood as raw material. The Forest Exploitation is
done to supply needs of that wood, so it is necessary to find other raw material to
replace wood which can be utilized to pulp and paper. One of the alternative of
raw material pulp is extract of Eucheuma cottonii seaweed. Delignification
process and filler addition can produce pulp with good chemical properties. In
this research was used perasetic acid as bleaching agent and CMC as filler. The
aim of this research was to get effect of peracetic acid concentration, effect of
CMC concentration, and effect of interaction peracetic acid concentration and
CMC concentrationon chemical properties of pulp extract based Eucheuma
cottonii seaweed.
The research was prepared by a multiple treatment in a structure Complete
concentration of peracetic acid which consisted of A1 0% (v/v), A2 2% (v/v), A3
4% (v/v), dan A4 6% (v/v) and second factor was concentration of CMC consisted
of C1 0% (b/v), C2 0,1% (b/v), dan C3 0,2% (b/v). The homogenity was analyzed
by using Bartlett Test and the additivity was analyzed by using Tuckey Test. The
data were analyzed by using analyzes of varians to know difference of each
treatment. Then they were analyzed further using LSD each at level 1% and 5%.
The results showed that concentration of peracetic acid have very significant
effect in yield value, cellulose, hemicellulose, lignin, ash, and have significant in
water content. The result of CMC concentration showed unsignificant in yield
value, cellulose, hemicellulose, lignin, water content, and ash from pulp extract of
eucheuma cottonii seaweed species. Between the two treatment in this research,
there are perasetic acid concentration and CMC concentration didn’t have
interaction. The best result of peracetic acid was obtained from using peracetic
acid 4%, which has characteristic of yield 65,64%, cellulose 60,76%,
hemicellulose 16,26%, lignin 5,83%, water content 94,75%, and ash 0,91%.
PENGARUH KONSENTRASI ASAM PERASETAT DAN CMC
TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS AMPAS
RUMPUT LAUT
Eucheuma cottonii
Oleh
TIARA MAILISA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH KONSENTRASI ASAM PERASETAT DAN CMC TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS AMPAS
RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii (Skripsi)
Oleh
Tiara Mailisa
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Y. 2008. Pengaruh Konsentrasi Asam Perasetat Terhadap Derajat Putih dan Sifat Kimia Pulp Acetosolv dari Campuran Ampas Tebu dan Bambu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 94 hlm.
Anonim. 2007. Pemanfaatan Serat Rami untuk Pembuatan Selulosa.
http://buletinlitbang.dephan.gi.od. Diakses pada tanggal 27 Maret 2011
Artati, E. K., A. Effendi, dan T. Haryano. 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses Organosolv. Jurnal Ekuilibrium. Vol. 8 (1) : hlm. 25-28
Aslan dan M. Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 54 hlm.
Bailey, C.W. and C.W. Dance. 1966. Peroxyacetic Acid Bleaching of Chemical Pulps. J. TAPPI. Vol. 49 (1) : pp. 15
Batubara, R. 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan. Fakultas Pertanian. Karya Tulis. Universitas Sumatera Utara. Hlm 1-6
Bayer, J., Dilme, and Fernandez-Zapico, J.M. 1999. Tendenciaous on in Industria Papelera en Los Inicious del Singlo XXI Ingeneria Quimico. 355 hlm.
Berg, A. 1989. Pulping Process and Bleaching Pinus sylvetris. L with Acetosolv-Methods. Dissertation University of Hamburg
Casey, J. P. 1952. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. John and Wiley and Son. New York. 1450 hlm.
Casey, J. P. 1960. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. John and Wiley and Son. New York. 2039 hlm.
Casey, J.P. 1966. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology V1: Pulping and Bleaching. 2nd Edition. Interscience Publisher, Inc. New York. 1584 hlm.
48
Dence, C.W. and D.W. Reeve. 1996. Pulp Bleaching, Principle and Practice. TAPPI Press. Atlanta, Georgia 9. Hlm. 10 dan 50
Duker, E. and T. Lindstrom. 2007. On The Mechanisms Behind The Ability of CMC to Enhance Paper Strength. J. Nordic Pulp And Paper Research. Vol. 23 (1) : pp. 57-64
Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor.
Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastuktur, Reaksi-reaksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 729 hlm.
Gierer, J and Imsgard, F. 1977. Svens Pappestid. J. TAPPI. Vol. 80 (16) : pp. 501
Hartoyo. 1989. Diktat Kimia Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi kehutanan. Bogor.
Hatakeyama, H. Nakano, M.J., and Migita, N. 1968. Degradation of Cellulose with Peracetic Acid. J. Kogya Kgaku Zasshi. Vol. 71(1) : pp. 153-156
Hidayati, S. 2000. Pemutihan Pulp Ampas Tebu sebagai Bahan Dasar Pembuatan CMC. Jurnal Agrosains. Vol:13 (1) : hlm. 59-78
Indrainy, M. 2005. Kajian Pulping Semimekanis dan Pembuatan Handmade Paper Berbahan Dasar Pelepah Pisang. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.
Istini, S., A. Zatnika, Suhaimi, dan J. Anggadiredja. 1986. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Jurnal Penelitian BPPT. Jakarta. 28 hlm.
Kenneth, W. B. 1970. Pulping and Paper Technology. 2nd Edition Revised and Enlarge. Van Nonstrand Reinhold Company. USA. 723 hlm.
Krochta, M. J., Baldwin and Carriedo. 1994. Edible Coating and Films to Improve Food Quality. Technomic Pub. Ca. Inc. Lancaster. 379 hlm.
Maccuish, A. 2009. The Plant Cell is Special.
http://www.bio.miami.edu/dana/226/226F09_3.html. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012
Mac Donald, R. G. and J. N. Franklin.1969. The Pulping Wood. 2nd. Ed (1). Mc Graw-Hill Book Company. New York. 542 hlm.
Muurinen, E. 2000. Organosolv Pulping (A Review and Distillation Study Related to Peroxyacid Pulping). Fakultas Teknologi Universitas Oulu.
Linnanmaa. 314 hlm
Naibaho, J. 2010. Indonesia Targetkan Menjadi Produsen Rumput Laut Terbesar Dunia. http://www.tribunnews.com/2010/03/13/indonesia-targetkan-jadi-produsen-rumput-laut-terbesar-dunia. Diakses pada tanggal 27 Maret 2011
Nevell, T. D. and Zeronian, S.H. 1985. Oxidant of Cellulose in Cellulose
Chemistry and Its Aplications, Ellis Hardwood Limited Chicherter-West Sussex. Hlm. 243-265
Nimz, H. H. and R. Casten 1986. Holzaufschluss Mit Essigsaure. DE patent 34.45.132.A1
Nugraha, Y. P. 2003. Pengaruh Konsentarasi Larutan Pemasak dan Nisbahnya dengan Bobot Baggase terhadap Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Bagase (Acetosolv). Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung. 58 hlm
Nugraha, W. D., dan I. Susanti. 2006. Studi Penerpan Produksi Bersih (Studi Kasus Pada Perusahaan Pulp dan Paper Serang). Jurnal Presipitasi. Vol. 1 (1). ISSN 1907-187X, hlm. 1
Panshin, A.J, E.S. Harran, J.J. Baker, and P.B. Proctor. 1957. Forest Product. Mc Graw Hill Book Publisher, Inc. New York. 538 hlm.
Panshin, A. J., E.R. Harun, J.J Baler and P.B. Roctor. 1970. Forest Product. Mc Graw Hill Book Company Inc. New York
Pari. G, dkk. 2005. Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Tanaman dari Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Hal 1-23.
Rini, D. S. 2008. Pengetahuan Tentang Kertas.
http://pembalutanion.multiply.com/journal/item/5?&show_interstitial=1 &u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012
Riyadi, M. 2011. Mekanisme Pembuatan Kertas.
http://cinduatakacauhariujan.wordpress.com/2010/03/25/mekanisme-pembuatan-kertas/. Diakses pada tanggal 27 Maret 2011
50
Ropiah, S. 1993. Sifat-Sifat Pulp Organosolv dari Kayu Pinus Merkusii Jungh et De Tirese dan Kayu Acacia Aurusculiformis. A. Cunn ex Benth. F akultas Kehutanan. Institut Pertanain Bogor. Bogor. 37 hlm.
Sarkanen, K.V. 1968. Organosolv Pulping. Semi Annual Report II, NSF Project Collages of Forest Repources. University Washington. New York Schein, P.S., D. Green, and P.V. Woolley. 1995. Laboratory Chemicals Guide.
CRC Press .Florida. 698 hlm
Simanjuntak, H. M. 1994. Mempelajari Pengaruh Komposisi Larutan Pemasak dan Suhu Pemasakan pada Pengolahan Pulp Acetosolv Kayu Eucalyptus Deglupta. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 76 hlm.
Sinaga, Yusuf. 2009. Gastroenteritis Akut.
http://pustakakedokteran.com/gastroenteritis-akut. Diakses pada tanggal 27 Maret 2011
Sjostrom, E. 1981. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Diterjemah oleh Hardjonosastro Hamidjojo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 390 hlm.
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu , Dasar-Dasar dan Penggunaan. Diterjemah oleh Hardjonosastro Hamidjojo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 68-78 dan 182
Soegiarto, A., W. Sulistyo, dan H. Mubarak. 1978. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta . 281 hlm.
Sumadiharga. K. 1978. Prospek Budidaya Rumput Laut Eucheuma di Daerah Pulau Kefing dan Pulau Geser, Maluku Tengah. Departemen Pertanian. Jakarta. 28 hlm.
Sutrani, Mida. 2009. Kertas dari Rumput Laut.
http://www.iatmi-cirebon.org/ver.2/Berita.php?IDKategori=9&id=406. Diakses pada tanggal 2 Januari 2012
Taherzadeh, M. J., Karimi, dan Keikhosro. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas production. J. Molecular Sciences. Vol. 9 : pp. 1621-1651
Tensika. 2008. Serat Makanan. Skripsi. Universitas Padjadjaran. Bandung. 64 hlm.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Univesitas Brawijaya. Malang. 98 hlm.
Wayan. 2009. Karboksimetil Selulosa (CMC). http://wayan.web.id/karboksimetil-selulosa-cmc.html. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2011
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia PustakaUtama. Jakarta. 253 hlm
Wirawan,S., K., J.Rismijana, Cucu, D. S. Asid. 2010. Pulp Rami Putih Sebagai Bahan Baku Kertas. Jurnal Berita Selulosa. Vol. 45 (2) : hlm. 57-63
Yanto, F. 2011. Kajian Penggunaan Asam Klorida dan Asam Perasetat pada Proses Produksi Pulp Acetosolv dari Ampas Tebu dan Bambu Betung. Tesis. Universitas Lampung. 102 hlm
Yasita, D. dan I. D. Rachmawati. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma Cottoni untuk Mencapai Foodgrade. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. 62 hlm.
Yuan, Z.,and V. Heiningen. 1997. Kinetics of peracetic acid decomposition. Part I: Spontaneous decomposition at typical pulp bleaching conditionc. J. Chem. Eng. Vol.75(1) : pp. 37-41
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ... 4
1.4 Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Eucheuma cottonii ... 7
2.2 Kandungan Kimia Eucheuma cottonii ... 8
2.3 Pulp Kertas... 10
2.4 Selulosa ... 11
2.5 Hemiselulosa... 13
2.6 Lignin ... 14
2.7 Proses Delignifikasi ... 17
2.8 Asam Perasetat... 19
2.9 Karboksimetil Selulosa (CMC) ... 20
III. METODE PENELITIAN ... 22
3.2 Bahan dan Alat ... 22
3.3 Metode Penelitian ... 22
3.4 Pelaksanaan Penelitian... 23
3.4.1 Ekstraksi ampas rumput laut ... 23
3.5.3 Analisis selulosa, hemiselulosa dan lignin ... 27
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang penting di dunia. Kebutuhan kertas
terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan
mencapai 3,5% tiap tahun. Peningkatan konsumsi kertas ini diiringi dengan
peningkatan kebutuhan dan produksi pulp yang dibutuhkan sebagai bahan baku
pembuatan kertas. Hal tersebut dapat mengakibatkan kebutuhan bahan-bahan
baku yang terkait dengan proses pembuatan kertas juga mengalami kenaikan,
salah satunya adalah kayu (Bayer dkk., 1999).
Pulp Kertas yang ada selama ini umumnya terbuat dari kayu atau lebih tepatnya
dari serat kayu dicampur dengan bahan-bahan kimia sebagai pengisi dan penguat
kertas. Pemenuhan kebutuhan akan kayu tersebut diperoleh dengan menebang
kayu dari hutan yang merupakan sumber terbesar yang ada. Eksploitasi hutan
yang terus menerus akan menimbulkan banyak permasalahan terutama
penggundulan hutan dan semakin menipisnya cadangan kayu dan luas hutan di
Indonesia. Selain memberikan dampak positif pada perekonomian suatu wilayah,
dunia perindustrian juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif diantaranya
pencemaran dan perusakan lingkungan (Nugraha dan Susanti, 2006). Oleh karena
maka perlu adanya diversifikasi bahan baku pulp dari kayu ke bahan lainnya dan
rumput laut merupakan salah satu pilihan yang perlu dipertimbangkan oleh
industri pulp kertas.
Indonesia memiliki potensi rumput laut yang besar. Pemerintah menargetkan
produksi rumput laut mampu menjadi yang terbesar di dunia pada tahun 2014.
Secara ilmiah rumput laut masuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah, hidup
dengan menempel pada substrat pasir, serta tumbuh pada perairan dengan faktor
pembatas seperti arus, suhu, kadar garam, nutrisi dan sinar matahari. Secara
umum rumput laut yang sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia terdiri dari
3 kelas yaitu jenis warna merah (rhodophyceae), warna cokelat (phaeophyceae)
dan warna hijau warna hijau (chlorophyceae). Pengelompokan rumput laut juga
bisa dibedakan berdasarkan kandungan koloid, dimana kelompok penghasil agar
atau dikenal agarofit antara lain Gracilaria dan Gelidium, sedangkan kelompok
penghasil karagenan atau karaginofit adalah Euchema dan Kappaphycus. Adapun
kelompok lainnya yaitu alginofit sebagai penghasil alginate antara lain jenis
Sargassum dan Turbinaria (Naibaho, 2010).
Dalam penelitian ini rumput laut yang digunakan sebagai bahan pembuatan pulp
kertas adalah rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut ini mempunyai
kandungan serat yang banyak. Menurut Tensika (2008), kandungan serat yang
ada pada rumput laut Eucheuma cottonii dapat digunakan untuk industri kertas.
Rumput laut jenis ini memiliki kandungan serat yang tinggi berupa serat yang
dapat larut dan serat yang tidak dapat larut. Serat yang tidak larut terdiri atas
3
menghasilkan ampas sampai sebesar 65-70 persen. Namun, ampas tersebut belum
dimanfaatkan lebih lanjut dan hanya menjadi limbah. Riyanto dan Wilakstanti
(2006) menyatakan bahwa dalam ampas rumput laut memiliki kandungan
komponen selulosa sebesar 16-20 %, hemiselulosa 18-22 %, dan lignin 7-8 %.
Oleh karena itu, ampas rumput laut sangat berpotensi dikaji lebih lanjut untuk
dikonversi menjadi pulp.
Dalam pengolahan pulp diusahakan untuk dapat memisahkan lignin semaksimal
mungkin dengan membatasi kerusakan selulosa seminimal mungkin. Pada proses
pemasakan (pulping), lignin tidak dapat dipisahkan secara sempurna. Bila pulp
yang dihasilkan masih mengandung kadar lignin yang tinggi, maka kualitas kertas
yang dihasilkan akan menjadi rendah dengan sifat kaku, mudah patah dan
berwarna gelap sehingga perlu dilakukan proses delignifikasi dengan
menggunakan pemutih untuk menghilangkan sisa lignin. Selain proses
delignifikasi, penambahan bahan pengisi merupakan hal penting yang harus
dilakukan untuk memperoleh pulp yang nantinya diharapkan memiliki mutu yang
baik. Pemanfaaatan rumput laut untuk dijadikan pulp ini belum diteliti lebih
mendalam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian penentuan konsentrasi
pemutih dan bahan pengisi yang digunakan untuk menghasilkan pulp ampas dari
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap sifat kimia pulp
berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi CMC terhadap sifat kimia pulp berbasis
ampas rumput laut Eucheuma cottonii.
3. Mengetahui pengaruh interaksi antara konsentrasi asam perasetat dan CMC
terhadap sifat kimia pulp berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii.
1.3 Kerangka Pemikiran
Pulp hasil pemasakan masih berwarna gelap sehingga perlu dilakukan proses
penghilangan lignin (delignifikasi). Delignifikasi dilakukan untuk menghilangkan
sisa lignin dari pulp. Dengan mengurangi lignin akan dihasilkan pulp yang lebih
putih. Penambahan larutan pemutih akan menyebabkan senyawa lignin terurai
dan larut bersama dengan proses pencucian dan ekstraksi (Rini, 2008). Namun
dengan adanya penambahan pemutih, selulosa dapat mengalami kerusakan akibat
reaksi oksidasi sehingga perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi salah satunya adalah konsentrasi pemutih yang dipakai (Casey,
1966). Oleh sebab itu, konsentrasi pemutih yang digunakan haruslah tepat.
Salah satu bahan kimia yang bersifat oksidator dan dapat digunakan untuk
mengurangi kadar lignin dalam pulp adalah asam perasetat. Perasetat merupakan
oksidator kuat yang dibentuk dengan mereaksikan asam asetat dan peroksida.
5
mendegradasi lignin sehingga menjadi lebih putih dan menghasilkan rendemen
yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Amri (2008), pulp acetosolv dari
campuran ampas tebu dan bambu dengan penambahan asam perasetat 15% sudah
memenuhi standar nasional indonesia untuk kertas koran dengan kadar lignin
7,74%, selulosa 87,66%, dan rendemen 35,89%. Selain itu, hasil penelitian
Hidayati (2000) menunjukkan bahwa pulp dari ampas tebu yang ditambahkan
konsentrasi asam perasetat 6% dengan suhu pemasakan 85oC selama 3 jam
menghasilkan rendemen sebesar 96%, kadar selulosa 70,16%, hemiselulosa
18,22%, dan lignin 9,24%. Kandungan lignin pada rumput laut tidak terlalu
tinggi, maka dalam hal ini konsentrasi pemutih yang digunakan sebesar 0% (v/v),
2% (v/v), 4% (v/v), dan 6% (v/v).
Penambahan bahan pengisi merupakan salah satu hal yang penting untuk
mendapatkan pulp dengan sifat yang baik. Bahan pengisi mengisi pori-pori serat
sehingga permukaan lembaran menjadi rata, semakin banyak jumlah bahan
pengisi pada lembaran maka semakin banyak pori serat yang terisi dan dapat
menjadi bahan tambahan dalam meningkatkan kadar selulosa. Selain itu,
penambahan bahan pengisi dalam lembaran juga memberi kontribusi
meningkatkan daya serap air lembaran karena pada dasarnya bahan pengisi
mempunyai sifat menyerap air (Wirawan dkk., 2010). Berdasarkan penelitian
yang telah dilakuakan oleh Duker dan Lindstrom (2007) bahwa pulp dengan
penambahan CMC 0,4 % dapat meningkatkan kekuatan kertas yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan bahwa penambahan
CMC lebih dari 0,2% menyebabkan CMC tergelatinisasi sehingga pulp ampas
penelitian ini konsentrasi CMC yang digunakan masing-masing sebesar 0% (b/v),
0,1% (b/v), dan 0,2% (b/v).
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Konsentrasi asam perasetat berpengaruh nyata terhadap sifat kimia pulp
berbasis ampas rumput laut Eucheuma cottonii.
2. Konsentrasi CMC berpengaruh nyata terhadap sifat kimia pulp berbasis ampas
rumput laut Eucheuma cottonii.
3. Terdapat interaksi antara konsentrasi asam perasetat dan konsentrasi CMC
yang tepat untuk menghasilkan pulp ampas rumput laut Eucheuma cottonii
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eucheuma cottonii
Rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas berdasarkan pigmen yang
dikandungnya yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang
hijau biru), Rhodophyceae (ganggang merah), dan Phaeophyceae (ganggang
coklat) (Soegiarto, dkk., 1978). Eucheuma sp. merupakan salah satu contoh dari
jenis Rhodophyceae, yang mempunyai ciri-ciri umum seperti thalli (kerangka
tubuh tanaman), bulat silindris atau gepeng, berwarna merah, merah coklat, hijau
kuning, dan sebagainya, bercabang berselang tak teratur, memiliki
benjolan-benjolan dan duri-duri.
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan
internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap
spesies Eucheuma berkisar antara 54-73 % tergantung pada jenis dan lokasi
tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia)
dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara
sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia
antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Aslan dan
Ada dua buah jenis Eucheuma yang cukup komersil yaitu Eucheuma spinossum
dan dan Eucheuma cottonii. Eucheuma spinossum (Eucheuma dentilacum)
merupakan penghasil biota karagenan dan Eucheuma cottonii (Kapaphycus
alvarezii) sebagai penghasil kappa karagenan. Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah
daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil
dan substrat batu karang mati (Aslan dan Laode, 1998).
2.2 Kandungan Kimia Eucheuma cottonii
Kandungan kimia rumput laut bervariasi antara individu spesies, habitat,
kematangan, dan kondisi lingkungan. Komposisi utama rumput laut adalah hidrat
arang, sejumlah kecil protein, mineral, dan lemak. Hidrat arangnya berupa
manosa, galaktosa dan agarosa yang tidak mudah dicerna oleh pencernaan
manusia. Kandungan proteinnya selain sangat sedikit juga sangat rendah nilai
biologisnya. Setiap 100 gram rumput laut yang dikonsumsi telah memenuhi
kebutuhan tubuh akan kalium, natrium, serta magnesium (Triwardhani dan Ratna,
2003).
Rumput laut merupakan sumber dari soluble dietary fiber. Berdasarkan sifat
kelarutannya di dalam air, dietary fiber dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu yang bersifat tidak larut (insoluble dietary fiber) dan yang larut (soluble
dietary fiber). Serat yang bersifat tidak larut air adalah selulosa, lignin dan
beberapa hemiselulosa. Secara kimia, dalam ampas rumput laut hasil pengolahan
agar-agar kertas tersebut masih memiliki kandungan zat gizi antara lain kadar air
9
karbohidrat (by difference) sebesar 13-15 %, dengan komponen selulosa sebesar
16-20 %, hemiselulosa 18-22 %, lignin 7-8 % dan serat kasar 2,5-5 % (Riyanto
dan Wilakstanti, 2006).
Rumput laut mengandung serat agarose selebar 3-7 mikrometer dan panjang 0,5-1
milimeter, dengan fleksibilitas tinggi, dan mengandung substansi perekat cair.
Agarose yang diekstrak dari ganggang laut merupakan polimer dengan dasar
struktur D-galaktosa dan 3,6-anhidro L-galaktosa. Gel agarose mempunyai daya
pemisah lebih rendah jika dibandingkan dengan gel poliakrilamid, tetapi
mempunyai rantang pemisahan lebih tinggi. Agarose dipisahkan dari unit
agaropektin dengan mutan listrik mendekati netral. Oleh karena itu, senyawa ini
memiliki kemampuan membentuk gel yang kuat sehingga banyak dimanfaatkan
dalam bidang bioteknologi, seperti elektroforesis, imunologi, kromatografi, dan
berbagai proses bioteknologi lainnya. Kandungan agarose dalam agar-agar
berkisar antara 50-90% dan perbandingan komposisinya tergantung pada jenis
rumput laut yang digunakan (Sudjadi, 2008). Struktur agarose dapat dilihat pada
gambar 1.
ß-(1-4)-(3,6)-anhidro-L-galaktosa α-(1-3)-D-galaktosa Gambar 1. Struktur kimia agarose
Begitu pula dengan Eucheuma cottonii (Rhodophyceae) yang dalam uji proksimat
mengandung protein kasar 13,86%, serat kasar 5,61%, ekstrak ester 0,28%, bahan
ekstrak bebas N 28,52%, kalsium 1,96%, dan.fosfor 0,36%. Komposisi kimia
Eucheuma cottonii yang dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii
Komposisi Jumlah
Thiamin (mg/100 gram) 0,14 Riboflavin (mg/100 gram) 2,7 Vitamin C (mg/100 gram) 12
Karagenan (%) 61,52
Sumber : Istini, dkk., 1986
2.3 Pulp Kertas
Bahan baku yang digunakan untuk membuat kertas ialah bahan-bahan yang
mengandung banyak selulosa,seperti bambu, kayu, jerami, merang, dan lainnya.
Pembuatan kertas dari bahan baku dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
pembuatan pulp dan pembuatan kertas dari pulp. Pulp merupakan bahan utama
yang penting dalam pembuatan kertas, selain dapat digunakan untuk membuat
kertas, dapat juga digunakan untuk membuat rayon (rayon adalah selulosa dalam
bentuk serat-serat). Ada tiga macam proses pembuatan pulp, yaitu proses
11
Pada proses mekanis tidak digunakan bahan-bahan kimia. Bahan baku digiling
dengan mesin sehingga selulosa terpisah dari zat-zat lain. Penggunaan pulp yang
dihasilkan pada proses mekanis ini nilainya kecil sekali, juga pulp itu masih
mengandung banyak lignin dan serat-seratnya tidak murni. Sedangkan pada
proses semi-kimia dilakukan seperti proses mekanis, tetapi dibantu dengan bahan
kimia untuk lebih melunakkan, sehingga serat-serat selulosa mudah terpisah dan
tidak rusak. Dari kedua metode ini yang membedakan adalah larutan pemasak
yang digunakan (Riyadi, 2011).
2.4 Selulosa
Selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan
dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% yaitu:
1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila
dinetralkan.
3. Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15.
Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α >
CH2OH
propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan
sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri tekstil (Anonim, 2007).
Selulosa merupakan komponen penting yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kertas dan dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur
utama dinding sel tumbuhan karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur
molekulnya ( Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Sjostrom (1981), selulosa
merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit ß-D-glukopironosa yang
terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida (Gambar 1).
Gambar 2. Struktur kimia selulosa
Sumber : Casey, 1960
Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di
alam. Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear
terdiri dari unit ulangan β-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril
dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai
polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi
13
laut cukup potensial untuk di kembangkan menjadi pulp karena memiliki
kandungan selulosa yang cukup tinggi.
2.5 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan
tergolong senyawa organik (Simanjuntak,1994). Casey (1960) menyatakan
bahwa hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah
mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya
jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam
pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam.
Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam
alkali tapi sukar larut dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya.
Hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Berbeda
dengan selulosa yang homopolimer, hemiselulosa merupakan heteropolimer yang
tersusun dari monomer karbohidrat yang bermacam-macam. Hemiselulosa
tersusun dari galaktosa, glukosa, arabinosa, sedikit rhamnosa, asam glukoronik,
asam metil glukoronik dan asam galakturonik. Hemiselulosa mempunyai struktur
acak dan amorf sehingga lebih mudah dihidrolisis (Taherzadeh dan karimi, 2008).
Menurut Hartoyo (1989) dalam Hidayati (2000), hemiselulosa tersusun dari
gabungan gula-gula sederhana dengan lima atau enam atom karbon. Hasil
hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis
hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno,
Gambar 3. Struktur kimia hemiselulosa
Sumber : Maccuish, 2009
Mac Donal dan Franklin (1969) menyatakan bahwa adanya hemiselulosa
mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat selama
proses mekanis dalam air. Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel
dan berlaku sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang
dan tanaman lainnya. Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat,
mudah mengembang, larut dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam
alkali. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan
antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat
tunggal. Pada saat proses pemasakan berlangsung, hemiselulosa akan melunak,
dan pada saat hemiselulosa melunak, serat yang sudah terpisah akan lebih mudah
menjadi berserabut (Indrainy, 2005).
2.6 Lignin
Lignin merupakan komponen kedua terbesar setelah selulosa dan berfungsi
sebagai perekat antar serat, dan memberi kekuatan pada bentuk batang pisang. Hemiselulosa (Xilanase)
15
Lignin bersifat termoplastik, dapat melunak pada suhu tinggi (1200C). Lignin
merupakan bahan adesif yang sangat efektif dan ekonomis, yang berperan sebagai
bahan pengikat. Lignin juga dikenal sebagai bahan baku yang mampu mengikat
ion logam, serta mencegah logam untuk bereaksi dengan komponen lain dan
menjadikannya tidak larut dalam air (Indrainy, 2005).
Penyerapan sinar (warna) oleh pulp terutama berkaitan dengan komponen
ligninnya. Untuk mencapai derajat keputihan yang tinggi, lignin tersisa harus
dihilangkan dari pulp, dibebaskan dari gugus yang menyerap sinar kuat
sesempurna mungkin. Lignin akan mengikat serat selulosa yang kecil menjadi
serat-serat panjang. Lignin tidak akan larut dalam larutan asam tetapi mudah larut
dalam alkali encer dan mudah diserang oleh zat-zat oksida lainnya.
Lignin merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami oksidasi.
Lignin dibutuhkan pada kayu dengan tujuan konstruksi karena dapat
meningkatkan kekerasan atau kekuatan kayu, tetapi tidak dibutuhkan dalam
industri kertas karena lignin sangat sukar dibuang dan membuat kertas menjadi
kecoklatan atau coklat karena sifat aslinya dan pengaruh oksidasi (Batubara,
2006). Lignin adalah salah satu substansi utama yang terdapat dalam kayu
sebanyak 17-32% kayu kering (Casey, 1960). Ropiah (1993) menyebutkan bahwa
unit dasar penyusun lignin adalah koniferil alkohol, sinapil alkohol dan para
Gambar 4. Unit dasar penyusun lignin
Sumber : Nugraha, 2003
Menurut Keneth (1970) dalam Hidayati (2000), pengaruh lignin terhadap proses
pulping maupun mutu pulp dan kertas adalah menyulitkan dalam penggilingan,
menyebabkan pulp berkekuatan rendah, sulit diputihkan, dan kertas yang
dihasilkan bersifat kaku, warnanya kuning dan mutunya rendah. Menurut Casey
(1960), hilangnya lignin sangat diinginkan karena lignin mengganggu ikatan serat
dan pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan yang rendah, begitu juga dengan
kecerahan yang rendah dan warna yang tidak baik. Beberapa jenis reaksi utama
lignin dengan asam perasetat adalah adisi gugus-gugus hidroksil kepada cincin,
dimetilisasi oksidatif, pembukaan cincin oksidatif, penggantian rantai samping,
pemecahan ikatan β-arileter, dan epoksidasi struktur olefinik (Fengel dan
Wegener, 1995).
17
2.7 Proses Delignifikasi
Proses delignifikasi merupakan proses pemisahan secara kimiawi komponen
lignin kayu dari selulosa sebagai bahan penyusun utama pulp. Kebanyakan
industri pulp menjalankan proses delignifikasi dengan penambahan asam sulfat
(sulfitasi pada suhu tinggi, dan lignin terpisah dari komponen selulosa berbentuk
ligno-silfat dalam cairan lindi hitam. Komponen utama lindi hitam berupa lignin
yang berbentuk ligno sulfat (Fengel dan Wegener, 1995).
Proses delignifikasi dalam proses kraft terdiri dari 3 tahap, yaitu delignifikasi awal
(initial delignification), delignifikasi curah (bulk delignification) dan delignifikasi
sisa (residual delignification). Pada tahap awal sangat sedikit lignin yang terlarut,
yaitu sekitar 15% – 25% dari total. Tahap delignifikasi curah dimulai dari suhu
140 0C dan melarutkan sampai 90% lignin dari seluruh total lignin. Tahap ini
dipengaruhi oleh konsentrasi ion OH- dan ion HS- serta temperatur. Delignifikasi
sisa termasuk tahap akhir pemasakan ketika suhu mencapai maksimum dan
dipertahankan tetap konstan (Artati, dkk., 2009). Proses delignifikasi juga dapat
dilakukan dengan penambahan bahan pemutih. Prinsip pemutihan adalah untuk
mengurangi kandungan lignin dalam pulp yang dapat menyebabkan warna gelap
pada kertas yang akan dihasilkan. Penggunaan bahan pemutih pada pulp
dilakukan untuk meningkatkan mutu kertas yang dihasilkan.
Menurut Panshin dkk (1957), pulp hasil pemasakan masih kelihatan berwarna
gelap. Hal ini disebabkan masih adanya sejumlah kecil zat-zat non selulosa
(lignin, hemiselulosa, bermacam-macam ekstraktif, tanin dan resin).
mengemukakan bahwa penggunaan bahan pemutih diaplikasikan pada materi
yang mengandung selulosa untuk meningkatkan kecerahannya. Menurut Batubara
(2006), untuk mengurangi kandungan lignin pada pulp terdapat 2 macam bahan
kimia yang dapat digunakan, yaitu :
1. Oksidator, fungsinya untuk mendegradasi lignin dari gugus kromofor.
Biasanya digunakan oksidator kuat seperti, klor, peroksida, hipoklorit, dan
lain-lain.
2. Alkali, digunakan untuk mendegradasi lignin dengan cara hidrolisa dan
melarutkan gugus gula sederhana yang masih bersatu dalam pulp. Alkali yang
digunakan biasanya basa kuat yaitu NaOH.
Dalam penambahan bahan pemutih perlu dipertimbangkan hal-hal yang dapat
menyebabkan kerusakan selulosa karena oksidasi. Hal ini dikarenakan reaksi
oksidasi dapat menyebabkan kerusakan pada selulosa (degradasi serat), maka
perlu diperhatikan tingkat pemutihan, jumlah zat pemutih yang digunakan, suhu,
waktu dan peralatannya (Casey,1966).
Penggunaan bahan pemutih jenis klorin merupakan yang paling sering digunakan
karena sifat selektivitasnya terhadap lignin dan lebih murahnya klorin
dibandingkan dengan bahan kimia yang lain. Tetapi, masalah lingkungan yang
ditimbulkannya adalah buangan dari tahap klorinasi adalah buangan yang
mengandung padatan dimana hanya sebagian yang dapat terdegradasi secara
biologis serta sifat toksik yang ditimbulkannya sehingga dapat mencemari
19
menggunakan ozon. Kelemahan dari proses ini adalah biaya yang diperlukan
lebih mahal dibandingkan dengan proses lain.
Menurut Casey (1952), bahan aktif pemucat dalam proses pemucatan pulp dengan
peroksida adalah ion OOH- yang berasal dari ionisasi H2O2. Ion ini menyerang
lignin dan bahan-bahan pewarna lain dalam pulp secara selektif. Sedangkan
Gierer dan Imsgard (1977) mengemukakan bahwa OOH- mengoksidasi gugus
kromofor pada lignin. Perasetat merupakan suatu senyawa yang selektif, tidak
merusak selulosa tetapi mampu mendegradasi lignin sehingga menjadi lebih putih
dan mempunyai rendemen yang lebih tinggi.
2.8 Asam Perasetat
Asam perasetat merupakan asam yang terbentuk dari reaksi asam asetat dan
peroksida. Reaksinya adalah :
CH3COOH + H2O CH3COOH + H2O2
Menurut Schein dkk. (1995), asam perasetat termasuk dalam peroksida organik
dan merupakan oksidator kuat. Bila dibandingkan dengan oksidasi dari hidrogen
peroksida, asam asetat mempunyai bilangan oksidasi yang tinggi dan kuat pada
deretan asam peroksikarbon dan juga asam semut. Sarkanen (1968) menduga
bahwa proses oksidasi begitu besar mengalir melalui ion-ion OH-. di dalam
substansi basa dilepaskan reaksi melalui anion dari peroksida asetat.
Penguraiannya tergantung pada pH larutan dengan kondisi suhu tertentu serta
konsentrasi dari asam perasetat. Konsentrasi bahan kimia dan nilai pH
dibanding dengan pengaruh konsistensi dan suhu. Kenaikkan asam perasetat 3%
sampai dengan 8% akan memperbaiki delignifikasi pada pH netral selama
viskositas tidak berubah (Bailey dan Dance, 1966).
Tujuan pemutihan pulp dengan asam perasetat adalah delignifikasi dan penilaian
nilai derajat putih kertas pada media asam atau netral sampai alkali lemah atau
basa lemah. Menurut Muladi (1992), pemutihan kayu Spruce dengan
menggunakan asam perasetat dengan konsentrasi 1-5%, waktu pemutihan 3 jam
dan suhu reaksi 85oC memberikan derajat keputihan yang tinggi dengan bilangan
kappa yang rendah dari 27,7 menjadi 9,7. Menurut Hidayati (2000) peningkatan
kadar selulosa terjadi pada penambahan asam perasetat dengan konsentrasi 6%
setelah itu kadar selulosa akan mengalami penurunan. Peningkatan selulosa
disebabkan karena asam perasetat merupakan bahan kimia yang selektif, sehingga
kemungkinan daya tarik atau sifat fisik pulp baik untuk pembuatan kertas.
2.9 Karboksimetil Selulosa (CMC)
CMC merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa
anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun,
butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik,
memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air,
transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. CMC berasal dari
selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam
monokloroasetat, dengan katalis berupa senyawa alkali. CMC juga merupakan
21
adsorpsi di permukaan. Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi
merupakan dua faktor terpenting dari CMC. Saat ini CMC telah banyak
digunakan dan bahkan memiliki peranan yang penting dalam berbagai aplikasi.
Penggunaan CMC antara lain dalam bidang pangan dan pembuatan kertas
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli 2011
sampai dengan Desember 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rumput laut Eucheuma
cottonii, asam asetat glasial 98%, H2SO4 pekat 98%, CMC, aquades, H2O2 30%,
almunium foil, kertas saring, serta bahan analisis lainnya. Alat-alat yang
digunakan adalah alat-alat gelas, kain saring, timbangan, cawan porselin,
desikator, corong alat, oven, shaker waterbath serta alat-alat analisis lainnya.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian ini menggunakan dua faktor dengan
faktor pertama yaitu konsentrasi asam perasetat A1 0% (v/v), A2 2% (v/v), A3
4% (v/v), dan A4 6% (v/v) dan faktor kedua yaitu konsentrasi bahan pengisi CMC
sebesar C1 0% (b/v), C2 0,1% (b/v), dan C3 0,2% (b/v). Kesamaan ragam diuji
23
dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji
signifikansi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data
kemudian diolah lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 1% dan 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu karakterisasi terhadap bahan
baku dan karakterisasi terhadap pulp ampas rumput laut yang dihasilkan.
Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mendapatkan sifat kimia dari ampas
rumput laut Eucheuma cottonii yang meliputi rendemen, selulosa, hemiselulosa,
lignin, dan kadar air. Ampas rumput laut yang telah diketahui sifat kimianya,
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp. Kemudian dilakukan
karakterisasi terhadap pulp yang dihasilkan untuk mendapatkan konsentrasi asam
perasetat dan konsentrasi CMC yang tepat dengan sifat kimia pulp yang terbaik.
3.4.1 Ekstraksi ampas rumput laut
Rumput laut Eucheuma cottonii diekstraksi untuk memperoleh ampas rumput laut.
Gambar 5. Diagram alir ekstraksi ampas rumput laut
3.4.2 Pulp acetosolv
Pulp acetosolv yang digunakan merupakan pulp acetosolv yang dibuat dengan
kondisi pemasakan menggunakan perbandingan larutan pemasak : ampas rumput
laut (2:1) dimana konsentrasi larutan pemasak asam asetat 80% pada suhu
pemasakan 85oC selama 1 jam. Setelah proses pemasakan dilakukan pencucian
dan penyaringan.
3.4.3 Pembuatan asam perasetat
Asam perasetat dibuat berdasarkan reaksi antara asam asetat glasial (CH3COOH)
98% (v/v) dan hidrogen peroksida (H2O2) konsentrasi 30% (v/v). Pada
pembuatan asam perasetat 2% sebanyak 2 ml H2O2 30% dilarutkan dalam 98 ml
CH3COOH 98%. Sedangkan pada pembuatan asam perasetat 4% sebanyak 4 ml Rumput laut
Pencucian dan perendaman 24 jam
Penimbangan
Pemasakan selama 30 menit,
dengan perbandingan rumput laut dan air 1:20
Pemerasan
25
H2O2 30% dilarutkan dalam 96 ml CH3COOH 98% dan asam perasetat 6% dibuat
dengan mereaksikan 6 ml H2O2 30% dengan 94 ml CH3COOH 98%.
3.4.4. Delignifikasi dan pencucian pulp ampas rumput laut
Pulp ampas rumput laut hasil pemasakan secara organosolv dilakukan proses
delignifikasi dengan menggunakan perlakuan perbedaan konsentrasi asam
perasetat yaitu 0% (v/v), 2% (v/v), 4% (v/v), dan 6% (v/v). Pulp dipanaskan pada
asam perasetat dengan konsentrasi perlakuan pada suhu 85o C selama 1 jam.
Kemudian dilakukan penambahan konsentrasi CMC yang berbeda yaitu dengan
konsentrasi 0% (b/v), 0,1% (b/v), dan 0,2% (b/v). Pulp hasil pemasakan
selanjutnya dicuci dengan mengunakan air dan setelah itu dihitung rendemennya.
Gambar 6. Diagram alir pembuatan pulp
Sumber : Hidayati (2000), dimodifikasi pada konsentrasi pemutih dan waktu pemanasan serta penambahan konsentrasi CMC
3.5 Pengamatan
Pulp yang sudah diputihkan diuji kadar air, rendemen, selulosa, hemiselulosa,
lignin, dan kadar abu (Datta, 1981).
3.5.1 Kadar air
Pengamatan kadar air mengunakan metode AOAC (1995). Cawan porselen
dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang. Sebanyak kurang lebih 3 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan, Pencucian
Penyaringan
Delignifikasi dengan asam perasetat 0%,2%, 4%, dan 6 %, T=85oC, 1 jam
Pengamatansifat kimia
Penambahan konsentrasi CMC 0%, 0,1%, dan 0,2%
Homogenisasi Pulp acetosolv
Pulp terputihkan
27
dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 3 jam, lalu didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang.
Rumus menghitung kadar air : W-W1
Pulp hasil delignifikasi ditimbang dalam keadaan basah (A gram), kemudian di
ambil contoh sebanyak B gram dan dikeringkan dalam oven suhu 102oC selama 3
jam, dinginkan dalam desikator kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven
suhu 102oC selama 30 menit, dinginkan dalam desikator dan ulangi pengeringan
dalam oven sampai bobotnya konstan (selisih penimbangan 0,02 mg), dan
diperoleh C gram.
Rendemen dapat dihitung dengan rumus : C/B x A
3.5.3 Analisis selulosa, hemiselulosa dan lignin
Sebanyak 1 gram bahan kering (berat konstan) dimasukkan dalam gelas beker dan
1000C. Saring dan cuci dengan aquades sampai volume filtrat 300 ml. Kemudian
residu dikeringkan pada oven bersuhu 1050C hingga beratnya konstan (a). Residu
kering (a) dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml ditambah 150 ml H2SO4 1N,
kemudian di panaskan pada penangas air 1000C selama 1 jam. Lakukan
penyaringan dan residu dicuci dengan aquades panas sampai volume filtrat 300
ml. Residu dikeringkan hingga beratnya konstan dan ditimbang (b). Selanjutnya
residu kering (b) dimasukkan lagi ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
10 ml H2SO4 72%. Direndam, selama 4 jam pada suhu kamar kemudian
ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N (untuk pengenceran), dipanaskan pada penangas
air suhu 1000C selama 2 jam. Dilakukan penyaringan dan di cuci dengan aquades
panas hingga volume filtrat 400 ml. Residu dikeringkan hingga beratnya konstan
dan di timbang (c). Residu (c) tersebut kemudian diabukan selama 6 jam (6000C).
Kadar Hemiselulosa dapat dihitung dengan rumus : a –b
Kadar Hemiselulosa (%) = x 100 Berat sampel
Kadar Selulosa dapat dihitung dengan rumus : b–c
Selulosa (%) = x 100 Berat sampel
Kadar Lignin dapat dihitung dengan rumus : c–berat abu
Lignin (%) = x 100 Berat sampel
3.5.4 Kadar abu
Kadar abu merupakan massa residu yang tertinggal setelah contoh diabukan
29
Cara kerja:
1. Panaskan cawan kosong dalam tanur selama 30 menit sampai 60 menit pada
suhu (525 ± 25) °C.
2. Pindahkan cawan kosong ke dalam oven bersuhu (105 ± 3) °C selama 1 jam.
3. Dinginkan cawan kosong dalam desikator sampai mencapai suhu kamar (15
menit sampai 30 menit).
4. Timbang cawan kosong sampai diperoleh berat tetap (A).
5. Timbang contoh uji yang telah diketahui kadar airnya (B).
6. Masukkan cawan yang telah berisi contoh uji ke dalam tanur dan abukan pada
suhu (525 ± 25) oC selama 3 jam.
7. Pindahkan cawan yang telah berisi abu ke dalam oven bersuhu (105 ± 3) oC
selama 1 jam.
8. Dinginkan cawan berisi abu dalam desikator sampai mencapai suhu kamar (15
menit sampai 30 menit).
9. Timbang cawan dan abu sampai diperoleh berat tetap (C) dengan beda berat
penimbangan maksimal 0,2 mg.
Kadar abu dihitung menurut rumus sebagai berikut: C–A
Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI ASAM PERASETAT DAN CMC TERHADAP SIFAT KIMIA PULP BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT
Eucheuma cottonii Nama Mahasiswa : Tiara Mailisa
NPM : 0714051070
Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. Ir. Zulferiyenni, M.T.A. NIP. 19680210 199303 1 003 NIP. 19620207 199010 2 001
2. Ketua Jurusan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. A. Sapta Zuidar, M.P.
Sekretaris : Ir. Zulferiyenni, M.T.A.
Penguji
Bukan pembimbing : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 April 1989, sebagai anak
bungsu dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi. Mawardi, BE dan H. Siti
Ijiriah.
Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1993 di Taman Kanak-kanak Taruna
Jaya yang diselesaikan pada tahun 1995. Selanjutnya penulis menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Rawalaut (Teladan) Bandar Lampung pada
tahun 2001. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bandar
Lampung diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Atas
Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007.
Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten praktikum dan responsi beberapa mata kuliah, seperti Uji
Sensori, Dasar-dasar Pengawatan, Bahasa Inggris Profesi, dan Kewirausahaan.
Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Frisian Flag
Indonesia plant Pasar Rebo, Jakarta Timur dengan judul “Mempelajari Penerapan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembuatan Susu Kental Manis Di PT. Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo”
Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu Anggota Bidang II
Seminar dan Diskusi pada periode kepengurusan 2008/2009 dan sebagai
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ
THP FP Unila) serta Sekretaris Eksekutif periode kepengurusan 2009/2010 di
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung (BEM FP
Unila). Selain itu penulis juga tercatat sebagai Duta Mahasiswa FP Unila
perwakilan jurusan THP FP Unila.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin
Puji syukur kupanjatkan pada Allah SWT,
Hingga dapat kupersembahkan karya ku untuk:
Mama, Papa, dan kakak-kakakku
Bismillaahirrahmaanirrahiim
“
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa diberi hikmah,
sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak
ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal
”
(QS. Al-Baqarah : 269)
“
Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kamu
dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan
hingga beberapa derajat
”
( QS. Al-Mujadalah : 11 )
“Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan
dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati
kepada orang yang mengajar kamu”
SANWACANA
Alhamdulillahhirobilalamin, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul Pengaruh Konsentrasi Asam Perasetat dan CMC
terhadap Sifat Kimia Pulp Berbasis Ampas Rumput Laut Spesies Eucheuma
cottoniidengan baik. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan
berbagai pihak sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P., selaku Dosen Pembimbing I dan
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan pengarahan,
bimbingan, pelajaran, saran, dan waktu yang telah diberikan selama kuliah
serta menyelesaikan skripsi ini hingga memperoleh gelar Sarjana.
2. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A., selaku Dosen Pembimbing II atas saran, nasehat,
motivasi, pelajaran, waktu, dan kesabaraanya dalam membimbing penulis
selama kuliah serta menyelesaikan skripsi ini hingga memperoleh gelar
Sarjana.
3. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M. P., atas kesediaannya menjadi pembahas, serta
atas nasehat, arahan, dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis dalam pelaksanaan
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen THP FP Unila yang telah banyak memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan THP
FP Unila.
6. Kedua orang tua dan kedua kakaku tercinta yang selalu memberi dukungan
baik moral maupun material, semangat, serta doa yang diberikan selama ini.
7. Para staf dan karyawan THP Mas Midi, Mas Hanafi, Mas Joko, Mbak Untari,
dan Mbak Desi atas bantuan yang telah diberikan.
8. HMJ THP FP Unila yang telah memberikan pengalaman, memberikan
pembelajaran berharga, proses pendewasaan sehingga penulis mampu dan
semangat dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
9. Teman – teman seperjuangan High Heels Hero in the Rain (H3ITR),
khususnya tim pulp (Aciek dan Erfan), serta teman-teman angkatan 2007
lainnya atas bantuan, kebersamaan dan kekeluargaan kita selama ini.
10.Kakak-kakak dan Mbak-mbak THP dari angkatan 2004 - 2006 serta
adik-adikku angkatan 2008, 2009, 2010 dan 2011 yang selalu memberikan bantuan
dan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat dan berguna untuk kita semua. Amin
Bandar Lampung, Februari 2012
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil
simpulan bahwa :
1. Konsentrasi asam perasetat berpengaruh sangat nyata terhadap nilai rendemen,
selulosa, hemiselulosa, lignin, dan kadar abu, serta berpengaruh nyata
terhadap kadar air pulp berbasis ampas rumput laut yang dihasilkan
2. Konsentrasi CMC tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap nilai rendemen,
selulosa, hemiselulosa, lignin, kadar air, dan kadar abu pulp berbasis ampas
rumput laut yang dihasilkan
3. Tidak terdapat interaksi antara konsentrasi asam perasetat dan konsentrasi
CMC terhadap nilai rendemen, selulosa, hemiselulosa, lignin, kadar air, dan
kadar abu pulp berbasis ampas rumput laut yang dihasilkan
4. Konsentrasi asam perasetat terbaik diperoleh dari konsentrasi asam perasetat
4% dengan nilai rendemen 65,64%, selulosa 60,76%, hemiselulosa 16,26%,
46
5.2Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
asam perasetat dan CMC terhadap sifat fisik pulp berbasis ampas rumput laut
x
7. Pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap nilai rendemen pulp berbasis ampas rumput laut ... 32
8. Pengaruh konsentrasi larutan asam perasetat terhadap nilai selulosa pulp berbasis ampas rumput laut ... 34
9. Pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap kadar hemiselulosa pulp berbasis ampas rumput laut ... 37
10. Pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap kadar lignin pulp berbasis ampas rumput laut ... 39
11. Pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap kadar air pulp berbasis ampas rumput laut ... 41
12. Pengaruh konsentrasi asam perasetat terhadap kadar abu pulp berbasis ampas rumput laut ... 43
13. Rumput laut kering Eucheuma cottonii... 81
14. Pemasakan rumput laut Eucheuma cottonii ... 81
15. Larutan agar hasil pemasakan ... 82
17. Proses pulping ... 83
18. Proses pencucian pulp ... 83
19. Pulp hasil pemasakan ... 84
20. Filtrat hasil pemasakan ... 84
21. Proses delignifikasi ... 85
22. Penambahan CMC ... 85
23. Pulp dengan konsentrasi asam perasetat 0% dan 2% ... 86