• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Keberatan dan Banding dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemeriksaan Keberatan dan Banding dalam"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas ini disusun untuk memenuhi

Matakuliah Isu-Isu Perpajakan Terkini

yang dibimbing oleh Bapak Idris

Oleh

Binti Shofiatul Jannah

(136020300111014)

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAY

A

(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab, Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan barang. Indonesia menganut sistem self assessment dimana setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk melaksanakan sendiri pemenuhan hak serta kewajiban perpajakan yang ada pada diri mereka masing-masing. Sistem ini memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak harus menghitung sendiri, memperhitungkan sendiri, menyetor sendiri, dan melaporkan sendiri semua pajak-pajak yang menjadi hak dan kewajibannya. Dengan demikian, pembukuan mempunyai peranan penting dalam sistem perpajakan.

Dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak maka Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran pencatatan traksaksi dan kewajaran laporan keuangan yang dihasilkan dari akuntansi diperlukan pemeriksaan. Wajib Pajak yang diperiksa dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakannya atau untuk tujuan lain, wajib memperlihatjan dan meminjamkan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen dan keterangan lain yang diperlukan sehubungan dengan perolehan penghasilan atau kegiatan usaha. Apabila dari hasil pemeriksaan wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya dan ada sengketa pajak, maka Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak dan apabila keberatan tidak memuaskan, Wajib Pajak bisa melanjutkan ke tingkat banding melalui Pengadilan Pajak.

(3)

1.2 Perumusan Masalah

1.1.1. Bagaimana alur Pemeriksaan Pajak?

1.1.2. Bagaimana pengajuan keberatan sebagai upaya hukum dalam sengketa pajak?

1.1.3. Bagaimana upaya hukum banding sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP?

1.3 Tujuan Penulisan

1.1.1. Untuk mengetahui dan memahami peraturan yang terkait dengan Pemeriksaan Pajak.

1.1.2. Untuk mengetahui dan memahami pengajuan keberatan sebagai upaya hukum dalam sengketa pajak.

1.1.3. Untuk mengetahui dan memahami upaya hukum banding sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP.

1.4 Manfaat Penulisan

1.1.1. Pembaca dapat mengetahui peraturan yang terkait dengan Pemeriksaan Pajak.

1.1.2. Pembaca dapat mengetahui alur dan proses pengajuan keberatan dan banding sebagai upaya hukum dalam sengketa pajak.

1.1.3. Menambah ilmu pengetahuan tentang proses pengajuan keberatan hingga banding, serta pemeriksaan dalam perpajakan.

BAB II

(4)

2.1 Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan menurut UU KUP Pasal 1 angka 24 adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Tujuan dari pemeriksaan pajak sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang KUP, yaitu:

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,

b. Tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Untuk mengetahui kebenaran pencatatan transaksi dan kewajaran laporan keuangan yang dihasilkan dari akuntansi diperlukan pemeriksaan. Kegiatan pemeriksaan ini dilakukan oleh phak internal yang hasilnya diperlukan oleh manajemen dan pemeriksaan oleh pihak eksternal perusahaan yang umumnya dilakukan oleh akuntan publik.

2.1.1. Ruang Lingkup dan Kriteria Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan PMK Nomor 17/PMK0.3/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak membedakan jenis pemeriksaan, yang meliputi:

a. Ruang Lingkup Pemeriksaan

1. Ruang lingkup pemeriksaan merupakan cakupan dari jenis pajak dan periode dari pencatatan atau pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan pemeriksaan.

2. Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi pemeriksaan atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.

b. Kriteria Pemeriksaan

Terdapat dua criteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu:

(5)

a) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

b) Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak

c) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi d) Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,likuidasi,

pembubaran, atau akan emninggalkan Indonesia untuk selamanya,

e) Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap

f) Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko, atau

g) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

2. Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (risk based audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau secara komputerisasi menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

c. Jenis Pemeriksaan

1. Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak.

2. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(6)

1. Penugasan/Persetujuan/Instruksi Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan berada di ranah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atas instruksi dari Kanwil dan Kantor Pusat DJP. Instruksi itu terjadi karena:

a.Dalam rangka pemeriksaan rutin berupa daftar nominatif usulan dari KPP. atau b. Dalam rangka Pemeriksaan khusus berupa analisis risiko oleh KPP (bottom

up) atau kanwil dan Kantor Pusat (top down).

2. Perencanaan Pemeriksaan

Perencanaan pemeriksaan dimulai dengan pembentukan tim pemeriksa pajak.

3. Penerbitan SP2 dan Pemebritahuan ke WP

Penerbitan SP2 ini diawali dengan terbitnya nota dinas penunjukan supervisor. Kemudian, Supervisor membuat rencana pemeriksaan. Setelah, rencana pemeriksaan tersebut disetujui oleh Kepala UP2, barulah terbit SP2 (Surat Perintah Pemeriksaan). Paling lambat 5 hari kerja setelah terbitnya SP2, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan HARUS disampaikan kepada Wajib pajak.

4. Peminjaman Dokumen

Untuk menunjang pemeriksaan pajak, tentunya harus ada dokumen pendukung. Itulah mengapa Wajib Pajak harus menyimpan dengan baik semua dokumen yang menjadi dasar pembukuan pencatatan selama 10 tahun.

5. Pelaksanaan Pengujian

Kegiatan ini dilakukan oleh tim pemeriksa pajak dengan memperhatikan temuan-temuan yang ada selama pemeriksaan berlangsung

6. SPHP

(7)

7. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak WP memberikan surat tanggapan atas SPHP kepada tim pemeriksa pajak, undangan pembahasan akhir hasil

pemeriksaan harus disampaikan kepada wajib pajak

.

8. Pelaporan, penerbitan ketetapan dan Pengembalian Dokumen

Pemeriksa pajak mencantumkan semua informasi mengenai kegiatan pemeriksaan pajak ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. Kemudian, KKP tersebut ditelaah oleh supervisor sebelum dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan. Setelah disetujui, barulah dibuat Laporan Hasil pemeriksaan. Setelah itu, terbitlah nota penghitungan atas kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang seharusnya. Setelah itu, terbitlah surat ketetapan pajak.

2.1.2. Kewajiban Pemeriksa Pajak

Kewajiban Pemeriksa Wewenang Pemeriksa

Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Lapangan

1 Menyampaikan surat pemberitahuan akan dilakukan pemeriksaan kepada WP

1 Melihat/meminjam buku atau catatan, dokumen

2

Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat

Perintah Pemeriksaan 2

Mengakses dan/atau mengundul data yang dikelola secara elektronik

3 Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan kepada WP 3

Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, yang diduga digunakan untuk menyimpan

buku/catatan/dokumen/uang/barang

4 Memperlihatkan Surat Tugas kepada WP 4 Meminta kepada WP untuk member bantuan guna kelancaran Pemeriksaan

5

Menyampaikan Surat

Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan

kepada WP 5

Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak

6 Meminta keterangan lisan dan/atau bukti tertulis dari WP

7 Melakukan pembinaan kepada WP 7

Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang

mempunyai hubungan dengan WP melalui kepala UP2

8

Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pemeriksaan

9 Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak

Pemeriksa Kantor Pemeriksa Kantor

1

Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat

Perintah Pemeriksaan 1 Memanggil WP untuk datang ke kantor DJP

2 Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan kepada WP 2 Melihat/meminjam buku atau catatan, dokumen

(8)

kepada WP dari WP

5

Melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila WP hadir dalam batas waktu yang ditentukan

5 Meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh AP melalui WP

6 Memberi petunjuk kepada WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

6

Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang

mempunyai hubungan dengan WP melalui kepala UP2

7 Mengembalikan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasar pemeriksaan

8 Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak

2.1.3. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak

Hak Wajib Pajak Pemeriksaan Lapangan

1 Memperlihatkan/meminjamkan buku, catatan, dokumen 1

Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan

2 Memberi kesempatan pemeriksa untuk mengakses/mengunduh data elektronik

2

Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan

Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak

4 Member bantuan guna kelancaran pemeriksaan 4 Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan

5 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP 5 Menerima Surat Pemberitahuan hasil Pemeriksaan

6 Memberikan keterangan lisan/tertulis yang diperlukan 6

Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan

Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan

Pemeriksaan Kantor

1 Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan

2 Memperlihatkan/meminjamkan catatan/dokumen

(9)

4 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP

5 Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh AP

6 Memberikan lisan/tertulis yang diperlukan

2.1.4. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hasil dalam pembahasan akhir. Setiap SP2 akan diselesaikan dengan membuat LHP (laporan hasil pemeriksaan) atau LHP Sumir. Kecuali jika atas SP2 tersebut dibatalkan. Pemberitahuan hasil pemeriksaan ini berupa surat yang berisi tentang hasil pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, penghitungan sementara jumlah pokok pajak.

2.1.5. Peminjaman Dokumen dan Penyegelan

Pemeriksa pajak memiliki kewenangan untuk melakukan penyegelan. Kewenangan penyegelan ini berdasarkan Pasal 30 UU KUP. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 benda yang disegel adalah buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak. Artinya semua benda yang menurut pemeriksa pajak akan memberikan petunjuk tentang kegiatan usaha Wajib Pajak.

Penyegelan dapat dilakukan dilakukan ketika kondisi sebagai berikut. a) Wajib Pajak tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk

memasuki tempat atau ruang serta memeriksa barang yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik;

b) Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan

2.1.6. Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain

Berdasarkan pada Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang KUP bahwa yang mnejadi tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain. Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakn dilakukan dengan criteria antara lain sebagai berikut.

1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan. 2. Penghapusan NPWP.

(10)

neto .

6. Pencocokan data dan atau alat keterangan. 7. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.

8. Penentuan satu atau lebih tempat terhutangnya Pajak Pertambahan Nilai. 9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

10. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. 11. Memenuhi permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran

Pajak Berganda.

2.2 Keberatan

Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Sehingga Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan. Berdasarkan Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang KUP bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat diajukan keberatan oleh Wajib Pajak atas suatu:

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);

5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu Masa Pajak atau Tahun Pajak. Misalnya, keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun 2008 dan Tahun Pajak 2009 harus diajukan masing-masing dalam 1 (satu) surat keberatan tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak tersebut harus diajukan 2 (dua) buah surat keberatan.

(11)

bukti pemungutan, atau bukti pemotongan. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan sebagai berikut.

1. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau 3. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan

tanpa:

a. penyampaian Surat Pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

2.2.1.Ketentuan Pengajuan Keberatan

Berdasarkan Pasal 26A ayat 1 menyatakan bahwa tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. PMK Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Pasal 3 ayat 1 bahwa surat keberatan diajukan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui:

a. Penyampaian secara langsung, termasuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dalam wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak dikukuhkan. Penyampaian surat keberatan diberikan Bukti Penerimaan Surat;

b. Pos dengan bukti pengiriman surat; c. Cara lain:

 melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti

pengiriman surat, atau

 e-Filling melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider)

atau fasilitas e-Filling yang disediakan oleh Dirjen Pajak.

Bukti Penerimaan Surat, bukti pengiriman surat dan bukti penerimaan elektronik menjadi bukti penerimaan surat keberatan.

Berdasarkan PMK Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pasal 4 ayat 1, surat keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.

a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

b. mengemukaan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar perhitungan;

(12)

sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhil hasil pemeriksaan;

e. diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur);

f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

Apabila persyaratan tersebut di atas belum terpenuhi, Wajib Pajak masih dapat menyampaikan perbaikan Surat Keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum terpenuhi sebelum jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga (syarat e) tanggal penyampaian perbaikan Surat Keberatan itulah yang merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses. Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan tertangguhkan sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat keputusan keberatan. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang KUP tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.

2.2.2.Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

(13)

b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

c. Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

2.2.3.Penyelesaian Keberatan

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa: a. mengabulkan seluruhnya atau sebagian,

b. menolak, atau

c. menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

2.2.4.Sanksi dalam Keberatan Wajib Pajak

Berdasarkan Pasal 25 ayat 9 Undang-Undang KUP menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding dikenai sanksi administrasi berupa denda 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sanksi denda harus dilunasi paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut.

Contoh:

(14)

dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 25 ayat 9 Undang-Undang KUP, yaitu sebesar 50%x(Rp 750.000.000-Rp 200.000.000,00) = Rp 275.000.000,00.

2.3 Banding

JIka Wajib Pajak tidak menyetujui atas keputusan keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak (PP) sebagai upaya hukum dalam menyelesaikan perselisihan/sengketa di bidang perpajakan. Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang KUP menegaskan sebagai berikut.

a. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Peradilan Pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

b. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha Negara.

c. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan.

d. Terhadap Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan menjadi tertangguhkan sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding. Jangka waktu pelunasan pajak dimaksud yaitu yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat 3, ayat 3a, atau pasal 25 ayat 7, atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.

e. Terhadap jumlah yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan seperti pada butir 4 tersebut tidak termasuk sebagai utang pajak yang dimaksud Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang KUP yaitu utang pajak yang dapat dikompensasi.

f. Bila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak. g. Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang

diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:

1. Tertulis dalam bahasa Indonesia

2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima 3. Alasan yang jelas

4. Dilampiri satu Keputusan atas keberatan

5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding

(15)

Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Dasar hukum banding lainnya adalah pada Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

2.3.1. Pengadilan Pajak

Pengadilan Pajak adalah Badan Peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Oleh karena itu, dalam undang-undang tentang Pengadilan Pajak ini ditentukan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Meskipun demikian, masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Berdasarkan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bahwa proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam undang-undang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di itngkat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung. Selain itu, proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat. Contoh hasil Putusan Pengadilan Pajak dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.3.2. Tugas dan Wewenang Pengadilan Pajak

Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak. Dalam Pasal 31 Undang-Undang No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menjelaskan sebagai berikut.

1. Pengadilan Pajak mempunya tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

2. Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan,kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

3. Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau pembetulan atau Keputusan lainnya.

(16)

Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam siding Pengadilan Pajak.

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua.

2.3.3. Putusan Banding

Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

(17)

keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tujuan dari pemeriksaan pajak sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang KUP, yaitu: Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Sedangkan Banding merupakan proses/tahap selanjutnya dari keberatan apabila SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas yang diajukan ke Pengadilan Pajak. JIka Wajib Pajak tidak menyetujui atas keputusan keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak (PP) sebagai upaya hukum dalam menyelesaikan perselisihan/sengketa di bidang perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.facebook.com/notes/dayan-hakim/bedah-kasus-pt-at/473569277131

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.

(18)

Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian: Dari 54 orang (90%) responden yang mengkonsumsi tempe didaptkan (44,4%) diantaranya menderita akne vulgaris sedangkan (56,4%) tidak menderita akne

Kesimpulan dalam penelitian ini ialah (1) Karakteristik anggota lebih banyak anggota yang berjenis kelamin perempuan dengan golongan umur produktif akhir serta bekerja berwirausaha

Morfologi daerah Penelitian merupakan dataran dengan sudut lereng 5 – 10 yang tersusun Satuan batupasir (Formasi Tajam) berumur Permo - Karbon, Satuan

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

wajib pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan wajib pajak,

Hasil pengujian terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel Motivasi (X 1 ) dan Stres Kerja (X 2 ) secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan (Y) hal ini

Penyidikan, untuk menandatangani administrasi pemeriksaan pajak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai

(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan