KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN
PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN
(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)
SELLY OKTARINA
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keefektivan Komunikasi dalam
Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet
dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2008
RINGKASAN
SELLY OKTARINA
.
Keefektivan Komunikasi dalam PengembanganPeran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SUMARDJO dan ERNAN RUSTIADI.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan, (2) Mengukur tingkat keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan dan (3) Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei dengan pengambilan
sampel menggunakan Stratified Random Sampling. Penelitian ini dilaksanakan di
Desa Sukatani dan Desa Cipendawa Kecamatan Pacet serta Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Data primer diperoleh langsung dari responden dengan wawancara langsung terhadap 120 orang petani serta wawancara mendalam terhadap informan kunci dari pihak lembaga terkait.
Analisis data dilakukan dengan analisa korelasi Rank Spearman dan Kuantifikasi
Hayashi II.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan yaitu peran pokja pusat, peran pokja daerah, peran
korlap, peran pelaku bisnis, peran kelompok tani, peran kelembagaan packing
house dan STA masih kurang tepat. Persepsi petani dalam pendekatan komunikasi cenderung searah (linier) dengan metode ceramah dan jarang dilakukan. Persepsi petani yang berada di Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) lebih tepat dibandingkan
desa-desa hinterland-nya. (2) Komunikasi petani dalam pengembangan
peran-peran kelembagaan agropolitan kurang efektif. Meskipun sudah berhasil menarik minat petani terhadap kegiatan program agropolitan namun pemahaman dan partisipasi petani terhadap kegiatan program agropolitan masih rendah. Komunikasi petani yang berada di DPP lebih efektif dibandingkan desa-desa
hinterland-nya. (3) Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan lemahnya keefektivan komunikasi petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan adalah karakteristik petani responden: rendahnya pendidikan, tidak tergabung dalam kelompok tani, rendahnya pengalaman dan rendahnya pendapatan, persepsi yang kurang tepat terhadap proses komunikasi lembaga agropolitan. Selain itu, disebabkan rendahnya intensitas interaksi sosial dan rendahnya persepsi serta tindakan petani dalam kegiatan program agropolitan.
Kata kunci:keefektivan komunikasi, kelembagaan agropolitan, pengembangan
ABSTRACT
SELLY OKTARINA. The Effectiveness of Communication in Agropolitan
Institutional Roles Development (Pacet and Cugenang subdistrict (Cianjur Regency) cases). Under direction of SUMARDJO and ERNAN RUSTIADI.
The aim of this research was (1) to find the farmers perception about the agropolitan institutional role performance, (2) to measure the level of communication’s effectiveness and (3) to find some factor that influence of its.
The design and methods in this research was survey and stratified random sampling. The research held in Sukatani dan Cipendawa villages, Pacet subdistrict and Sukamulya villages, Cugenang subdistrict Cianjur Regency.The data was obtained from three villages for 120 respondents. Data was analyzed done by non parametric statistic, in this case was Rank Spearman and parametric statistic, in this case was Quantification Hayashi 2nd.
The result shown that (1) farmer’s perception about agropolitan institutional role were central, province and regency team work, agricultural extension agents, bussiness agent, farmer team work, PH and STA institutional actually haven’t exactly yet. The farmer perception is linierly, by using communicative method and rare frequency. The farmer’s perception in the
agropolitan growth pole area was higher than farmer’s perception in hinterland
area. It correlated with social distance of agropolitan institutional, the same goal, near by agropolitan area and effect of its can be felt than another villages. (2) The farmer’s effectiveness of communication in agropolitan institutional roles development haven’t effective yet. Although, it have effective interesting of farmers attitude of agropolitan programe but knowledge and participate farmers in agropolitan programe was the low. The farmer’s effectiveness of communication in the agropolitan growth pole area was more effective than farmer’s perception in
hinterland area. It correlated with the farmers knowledge enough in agropolitan programe can be interest so they want to participate in agropolitan programe. (3) Some factors of respondent characteristic that correlate with the intensity of farmer’s social interaction, there are education, member status of farmer group, experience and farmer’s income. The role of central team work, province and regency team work, agricultural extension agents, farmer team work, PH and STA institutional correlate significantly with the intensity of farmer’s social interaction and the effectiveness of farmer’s communication. The intensity of farmer’s social interaction correlate with farmer’s perception and farmer’s behavior.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 Oktober 1978. Penulis
merupakan putri kedua dari lima bersaudara pasangan H. Guntur M.Ali dan Hj.
Yummi Karnelly.
Tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
191, kemudian tahun 1993 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 18 Palembang. Tahun 1996 penulis menyelesaikan Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Palembang, pada tahun yang sama penulis diterima
melalui jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP) di Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya dan menyelesaikan pendidikannya pada
September 2000.
Sejak Desember 2001, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada
Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Pada tahun 2005, penulis
mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Departemen Komunikasi dan
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tujuan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN
PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN
(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)
SELLY OKTARINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kcamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)
Nama : Selly Oktarina
NRP : P 054050061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Komunikasi dan Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Prof.Dr.Ir.H. Khairil A. Notodiputro, M.S
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan
karunia-Nya jualah, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan
judul Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan
Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten
Cianjur), disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana
pada Program Studi Komunikasi Pembanguan Pertanian dan Pedesaan (KMP)
untuk memperoleh gelar Magister Sains.
Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Komisi Pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. (Ketua) dan Dr. Ir.
Ernan Rustiadi, M.Agr., (anggota) atas bimbingan, masukan dan sarannya
mulai dari penyususan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
tesis ini.
2. Komisi Penguji, Bapak Ir. Sutisna Riyanto Subarna, M.S. yang telah
memberikan saran dan kritik berkaitan dengan penyempurnaan tesis ini.
3. Ketua Program Studi KMP PPs IPB Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
beserta semua staf pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis.
4. Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri), Dekan Fakultas Pertanian Unsri beserta
seluruh staf, Ketua Jurusan Sosek FP, Ketua PS. PKP FP Unsri beserta
rekan-rekan di Unsri atas dukungan, doa dan sarannya.
5. Pengelola Kawasan Agropolitan Pacet-Cipanas, Kepala Desa Sukatani, Desa
Cipendawa, Desa Sukamulya serta perangkatnya dan masyarakat ketiga desa
tersebut atas kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.
6. Orang tua H.Guntur M. Ali dan Hj. Yummi Karneli, mertua Ahmad dan Cik
Mayu, kakak-kakak dan adik-adik atas dukungan dan doanya selama penulis
menyelesaikan pendidikan Magister (S2).
7. Suami Muslim dan buah hati tercinta Nabilah Zhafirah atas dukungan,
KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN
PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN
(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)
SELLY OKTARINA
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keefektivan Komunikasi dalam
Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet
dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2008
RINGKASAN
SELLY OKTARINA
.
Keefektivan Komunikasi dalam PengembanganPeran-Peran Kelembagaan Agropolitan: Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SUMARDJO dan ERNAN RUSTIADI.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan, (2) Mengukur tingkat keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan dan (3) Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei dengan pengambilan
sampel menggunakan Stratified Random Sampling. Penelitian ini dilaksanakan di
Desa Sukatani dan Desa Cipendawa Kecamatan Pacet serta Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Data primer diperoleh langsung dari responden dengan wawancara langsung terhadap 120 orang petani serta wawancara mendalam terhadap informan kunci dari pihak lembaga terkait.
Analisis data dilakukan dengan analisa korelasi Rank Spearman dan Kuantifikasi
Hayashi II.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan yaitu peran pokja pusat, peran pokja daerah, peran
korlap, peran pelaku bisnis, peran kelompok tani, peran kelembagaan packing
house dan STA masih kurang tepat. Persepsi petani dalam pendekatan komunikasi cenderung searah (linier) dengan metode ceramah dan jarang dilakukan. Persepsi petani yang berada di Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) lebih tepat dibandingkan
desa-desa hinterland-nya. (2) Komunikasi petani dalam pengembangan
peran-peran kelembagaan agropolitan kurang efektif. Meskipun sudah berhasil menarik minat petani terhadap kegiatan program agropolitan namun pemahaman dan partisipasi petani terhadap kegiatan program agropolitan masih rendah. Komunikasi petani yang berada di DPP lebih efektif dibandingkan desa-desa
hinterland-nya. (3) Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan lemahnya keefektivan komunikasi petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan adalah karakteristik petani responden: rendahnya pendidikan, tidak tergabung dalam kelompok tani, rendahnya pengalaman dan rendahnya pendapatan, persepsi yang kurang tepat terhadap proses komunikasi lembaga agropolitan. Selain itu, disebabkan rendahnya intensitas interaksi sosial dan rendahnya persepsi serta tindakan petani dalam kegiatan program agropolitan.
Kata kunci:keefektivan komunikasi, kelembagaan agropolitan, pengembangan
ABSTRACT
SELLY OKTARINA. The Effectiveness of Communication in Agropolitan
Institutional Roles Development (Pacet and Cugenang subdistrict (Cianjur Regency) cases). Under direction of SUMARDJO and ERNAN RUSTIADI.
The aim of this research was (1) to find the farmers perception about the agropolitan institutional role performance, (2) to measure the level of communication’s effectiveness and (3) to find some factor that influence of its.
The design and methods in this research was survey and stratified random sampling. The research held in Sukatani dan Cipendawa villages, Pacet subdistrict and Sukamulya villages, Cugenang subdistrict Cianjur Regency.The data was obtained from three villages for 120 respondents. Data was analyzed done by non parametric statistic, in this case was Rank Spearman and parametric statistic, in this case was Quantification Hayashi 2nd.
The result shown that (1) farmer’s perception about agropolitan institutional role were central, province and regency team work, agricultural extension agents, bussiness agent, farmer team work, PH and STA institutional actually haven’t exactly yet. The farmer perception is linierly, by using communicative method and rare frequency. The farmer’s perception in the
agropolitan growth pole area was higher than farmer’s perception in hinterland
area. It correlated with social distance of agropolitan institutional, the same goal, near by agropolitan area and effect of its can be felt than another villages. (2) The farmer’s effectiveness of communication in agropolitan institutional roles development haven’t effective yet. Although, it have effective interesting of farmers attitude of agropolitan programe but knowledge and participate farmers in agropolitan programe was the low. The farmer’s effectiveness of communication in the agropolitan growth pole area was more effective than farmer’s perception in
hinterland area. It correlated with the farmers knowledge enough in agropolitan programe can be interest so they want to participate in agropolitan programe. (3) Some factors of respondent characteristic that correlate with the intensity of farmer’s social interaction, there are education, member status of farmer group, experience and farmer’s income. The role of central team work, province and regency team work, agricultural extension agents, farmer team work, PH and STA institutional correlate significantly with the intensity of farmer’s social interaction and the effectiveness of farmer’s communication. The intensity of farmer’s social interaction correlate with farmer’s perception and farmer’s behavior.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 Oktober 1978. Penulis
merupakan putri kedua dari lima bersaudara pasangan H. Guntur M.Ali dan Hj.
Yummi Karnelly.
Tahun 1990, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
191, kemudian tahun 1993 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 18 Palembang. Tahun 1996 penulis menyelesaikan Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Palembang, pada tahun yang sama penulis diterima
melalui jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP) di Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya dan menyelesaikan pendidikannya pada
September 2000.
Sejak Desember 2001, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada
Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Pada tahun 2005, penulis
mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Departemen Komunikasi dan
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tujuan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN
PERAN-PERAN KELEMBAGAAN AGROPOLITAN
(Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)
SELLY OKTARINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran Peran Kelembagaan Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kcamatan Cugenang Kabupaten Cianjur)
Nama : Selly Oktarina
NRP : P 054050061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Komunikasi dan Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. Prof.Dr.Ir.H. Khairil A. Notodiputro, M.S
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan
karunia-Nya jualah, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan
judul Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan
Agropolitan (Kasus Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang Kabupaten
Cianjur), disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana
pada Program Studi Komunikasi Pembanguan Pertanian dan Pedesaan (KMP)
untuk memperoleh gelar Magister Sains.
Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Komisi Pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.S. (Ketua) dan Dr. Ir.
Ernan Rustiadi, M.Agr., (anggota) atas bimbingan, masukan dan sarannya
mulai dari penyususan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
tesis ini.
2. Komisi Penguji, Bapak Ir. Sutisna Riyanto Subarna, M.S. yang telah
memberikan saran dan kritik berkaitan dengan penyempurnaan tesis ini.
3. Ketua Program Studi KMP PPs IPB Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
beserta semua staf pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis.
4. Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri), Dekan Fakultas Pertanian Unsri beserta
seluruh staf, Ketua Jurusan Sosek FP, Ketua PS. PKP FP Unsri beserta
rekan-rekan di Unsri atas dukungan, doa dan sarannya.
5. Pengelola Kawasan Agropolitan Pacet-Cipanas, Kepala Desa Sukatani, Desa
Cipendawa, Desa Sukamulya serta perangkatnya dan masyarakat ketiga desa
tersebut atas kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.
6. Orang tua H.Guntur M. Ali dan Hj. Yummi Karneli, mertua Ahmad dan Cik
Mayu, kakak-kakak dan adik-adik atas dukungan dan doanya selama penulis
menyelesaikan pendidikan Magister (S2).
7. Suami Muslim dan buah hati tercinta Nabilah Zhafirah atas dukungan,
8. Keluarga besar di Jakarta, Palembang, Bengkulu, OKI, Sekayu, dan Air Itam.
9. Temen seperjuangan dan satu angkatan dari Unsri (Hilda, Tamaria dan Friska)
yang selalu memberi semangat dan nasehat.
10.Teman-teman KMP 2005 (Ana, Etik, Badri, Alief, Ponti, Iksan, Firman, Ucok
Haris) dan KMP 2006 (Melati & Riska) atas diskusinya, dukungan,
persahabatan dan persaudaraan serta kebersamaannya.
11.Keluarga di Cinangneng: Mbak Yuli & Kel serta Mbak Yuni & Kel, atas
bantuan, doa dan persaudaraannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan laporan ini. Oleh karena itu dengan segala keterbukaan saran dan kritik
tetap diharapkan guna kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Februari 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...……….... iii
DAFTAR GAMBAR... iv
DAFTAR LAMPIRAN... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan Penelitian... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Komunikasi... 6 Efektivitas Komunikasi... 9
Konsep Efektivitas Komunikasi……….. 11
Komunikasi Pembangunan... 13
Pola Komunikasi………. 14
Metode Komunikasi……… 16
Konsepsi Kelembagaan... 17 Konsepsi Kelompok Tani... 18 Konsepsi Peranan... 20 Pengertian Agropolitan... 21
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan... 23
Kelembagaan Agropolitan... 25 Konsep Interaksi Sosial... 27
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran... 29 Hipotesis Penelitian…... 32
METODE PENELITIAN
Disain Penelitian... 33 Lokasi Penelitian ... 34 Populasi dan Sampel... 34 Pengumpulan Data... 35 Instrumentasi... 35 Definisi Operasional... 36 Validitas dan Realibilitas Instrumen... 44 Analisis Data... 45
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian... 50
Letak dan luas daearah……….. 50
Geografis dan Topografi………... 51
Iklim……….. 51
Halaman
Kependudukan……….. 52
Fasilitas dan Aksesibilitas………. 54
Penggunaan Lahan……… 55
Karakteristik Petani Responden………. 55
Umur………. 56
Tingkat Pendidikan………... 56
Status Keanggotaan Kelompok………. 57
Luas Lahan……… 57
Status Lahan……….. 58
Pengalaman Usahatani……….. 58
Jumlah Anggota Keluarga………. 59
Pendapatan……… 59
Proses Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran
Kelembagaan Agropolitan... 61 Kinerja Pokja Pusat... 61 Kinerja Pokja Daerah... 65 Kinerja Korlap... 67 Kinerja Pelaku Bisnis... 69 Kinerja Kelompok Tani... 70 Kinerja Kelembagaan Sarana dan Prasarana..... 72
Persepsi Petani dalam Pengembangan Peran-Peran Kelembagaan
Agropolitan... 78 Persepsi petani terhadap Peran Pokja Pusat...
79 Persepsi petani terhadap Peran Pokja Daerah... 80 Persepsi petani terhadap Peran Tim Korlap... 81 Persepsi petani terhadap Peran Pelaku Bisnis... 82 Persepsi petani terhadap Peran Kelompok Tani... 83
Persepsi petani terhadap Peran Kelembagaan Packing House..... 84
Persepsi petani terhadap Peran Kelembagaan Sub Terminal
Agribisnis (STA)... 85
Intensitas Interaksi Sosial dalam Pengembangan Peran-Peran
Kelembagaan Agropolitan... 86
Jarak Sosial………...... 86
Integrasi Sosial………. 87
Tingkatan Sosial……….. 87
Keefektivan Komunikasi dalam Pengembangan Peran-Peran
Kelembagaan Agropolitan... 88
Persepsi Petani terhadap Peran Kelembagaan Agropolitan... 88
Sikap Petani terhadap Peran Kelembagaan Agropolitan... 89
Tindakan Petani terhadap Peran Kelembagaan Agropolitan... 89
Faktor-Faktor yang berkaitan erat dengan Keefektivan Komunikasi
Halaman
Hubungan antara Karakteristik Petani Responden dengan
Intensitas Interaksi Sosial... 90 Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Proses Komunikasi
dalam Peran Kelembagaan Agropolitan dengan Intensitas
Interaksi Sosial... 92 Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Proses Komunikasi
dalam Peran Kelembagaan Agropolitan dengan Keefektivan
Komunikasi... 106 Hubungan antara Intensitas Interaksi Sosial dengan
Keefektivan Komunikasi dalam Peran Kelembagaan
Agropolitan... 119
Sistem Kelembagaan yang dapat Mendorong Kegiatan Agropolitan. 121
Ikhtisar... 123
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan... 128 Saran... 129
DAFTAR PUSTAKA... 130
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Sebaran jumlah sampel penelitian berdasarkan status penguasaan
lahan ………... 35
2. Nilai uji reliabilitas terhadap variabel-variabel keefektivan
komunikasi dalam penegembagan peran-peran kelembagaan
agropolitan di Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas,2007... 46
3. Format data dasar analisis Kuantifikasi Hayashi II... 48
4. Jumlah penduduk dan jumlah keluarga di Kecamatan Pacet, 2006… 52
5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok di
Kecamatan Pacet, 2006………... 52
6. Jumlah penduduk dan jumlah keluarga di Kecamatan Cugenang,
2006... 53
7. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok di
Kecamatan Cugenang, 2006………... 54
8. Sebaran umur responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 56
9. Sebaran tingkat pendidikan responden di Kecamatan Pacet dan
Cugenang, 2007………... 56 10. Sebaran status keanggotaan kelompok petani di Kecamatan Pacet
dan Cugenang, 2007……… 57
11. Sebaran luas lahan responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang,
2007... 58
12. Sebaran status lahan petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang,
2007... 58 13. Sebaran pengalaman usahatani responden di Kecamatan Pacet dan
Cugenang, 2007………... 59
14. Sebaran jumlah anggota keluarga responden di Kecamatan Pacet
dan Cugenang, 2007... 59
15. Sebaran pendapatan responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang,
2007... 60
16. Sebaran pendapatan responden di Kecamatan Pacet dan Cugenang,
2007... 60 17. Proses komunikasi kinerja peran kelembagaan agropolitan (pihak
Halaman
18. Sarana dan prasarana yang dibangun di Kawasan Agropolitan, 2007... 72
19. Skor persepsi petani terhadap peran lembaga agropolitan dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan di Kecamatan
Pacet dan Cugenang, 2007…... 80 20. Skor intensitas interaksi sosial dalam pengembangan peran
kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 87
21. Skor keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran
kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 89
22. Koefisien hubungan antara karakteristik petani responden dengan
intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007.. 92
23. Pengaruh positif karakteristik petani responden terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 93
24. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap proses komunikasi dalam peran kelembagaan agropolitan dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 94
25. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja pusat terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 96
26. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja daerah terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 98
27. Pengaruh positif persepsi petani pada jarak sosial peran korlap terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 99
28. Pengaruh positif persepsi petani pada integrasi sosial peran korlap terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 100
29. Pengaruh positif persepsi petani pada tingkatan sosial peran korlap terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 101
30. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pelaku bisnis terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 103
Halaman
32. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan packing
house terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 105
33. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan STA terhadap intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 106
34. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap proses komunikasi dalam peran kelembagaan agropolitan dengan keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 107
35. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja pusat terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 109
36. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pokja daerah terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 111
37. Pengaruh positif persepsi petani pada persepsi peran korlap terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 112 38. Pengaruh positif persepsi petani pada sikap peran korlap terhadap
keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 113 39. Pengaruh positif persepsi petani pada tindakan peran korlap
terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 114 40. Pengaruh positif persepsi petani pada peran pelaku bisnis terhadap
keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 115
41. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelompok tani terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 116
42. Pengaruh positif persepsi petani pada peran kelembagaan packing
house terhadap keefektivan komunikasi di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 118
Halaman
44. Koefisien hubungan antara intensitas interaksi sosial terhadap keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 120
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Model komunikasi linier... 15
2. Model komunikasi memusat... 16
3. Proses komunikasi lembaga agropolitan... 31
4. Kerangka pemikiran... 32
5. Peta desa penelitian... 50
6. Karakteristik petani responden... 55
7. Keterkaitan kinerja antar lembaga agropolitan (pihak terkait) dalam
pengembangan peran kelembagaan agropolitan... 64
8. Struktur tataniaga usahatani petani di desa penelitian... 69
9. Struktur tataniaga melalui Packing House di kawasan agropolitan… 76
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner petani... 131
2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner …... 141
3 Persentase proses komunikasi kinerja peran lembaga dalam
pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007... 142
4. Persentase persepsi petani terhadap pendekatan proses komunikasi
dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007……… 143
5. Persepsi petani terhadap metode proses komunikasi dalam
pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007... 144
6. Persepsi petani terhadap frekwensi proses komunikasi dalam
pengembangan peran kelembagaan agropolitan, 2007... 145
7. Koefisien hubungan antara karakteristik responden dengan
intensitas interaksi sosial petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang,
2007………... 146
8. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja
pusat dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan
Cugenang, 2007... 147
9. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja
daerah dengan intensitas interaksi sosial petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 149 10. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran tim
korlap dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan
Cugenang, 2007... 151 11. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pelaku
bisnis dengan intensitas interaksi sosial petani di Kecamatan Pacet
dan Cugenang, 2007……… 153
12. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelompok tani dengan intensitas interaksi sosial di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007... 155
13. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran
kelembagaan Packing House dengan intensitas interaksi sosial
petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007……… 157
14. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran
kelembagaan Sub Terminal Agribisnis dengan intensitas interaksi
Halaman
15. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja pusat dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet
dan Cugenang, 2007……… 157
16. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pokja daerah dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet
dan Cugenang, 2007……… 159
17. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran tim korlap dengan keefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007………
161
18. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran pelaku bisnis dengan kefektivan komunikasi petani di Kecamatan Pacet
dan Cugenang, 2007……… 163
19. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelompok tani dengan keefektivan komunikasi petani di
Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007………... 164
20. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran
kelembagaan Packing House dengan keefektivan komunikasi
petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007……… 165
21. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap peran kelembagaan Sub Terminal Agribisnis dengan keefektivan
komunikasi petani di Kecamatan Pacet dan Cugenang, 2007……… 166
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang dinyatakan dengan luasnya
sumber daya untuk pengembangan kegiatan pertanian, sehingga mayoritas
penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kegiatan tersebut. Selama
ini, pembangunan pertanian terfokus pada produksi dan sekarang mulai beralih
pada sistem dan usaha agribisnis. Oleh sebab itulah, konsep pengembangan
kawasan agropolitan mulai diberdayakan kembali.
Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu program
pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pengembangan komoditas unggulan. Agropolitan adalah upaya untuk
menciptakan nilai tambah bagi kegiatan lokal di pedesaan. Adanya pengembangan
kawasan agropolitan sebagai bentuk keberhasilan dalam pembangunan pertanian
yang banyak dilakukan di pedesaan.
Akan tetapi, kebanyakan orang menilai perdesaan sebagai pembangunan
yang kurang berhasil dimana pembangunan yang disalurkan dari pemerintah
untuk perdesaan cukup berlimpah. Hal ini terjadi karena (1) masyarakat desa tidak
diajak dalam merencanakan dan pelaksanaan program, (2) lemahnya koordinasi
dan tingginya sub ordinasi sektoral sehingga sinergi kegiatan nyaris tidak terjadi
di perdesaan, dan (3) tidak ada rencana pembangunan kawasan pertanian yang
merupakan garapan bersama semua instansi secara terpadu (Suwandi, 2005).
Kabupaten Cianjur merupakan daerah yang berpotensi dijadikan kawasan
agropolitan karena memiliki komoditi unggulan dan pendapatan masyarakatnya
bersumber dari pertanian. Program agropolitan di Kabupaten Cianjur mulai
ditetapkan pada tahun 2002, yang merupakan salah satu kabupaten dari delapan
Provinsi lokasi rintisan lainnya. Berdasarkan SK Bupati
No.521.3/Kep.175-Pe/2002 ditetapkan lokasi pusat rintisan pengembangan kawasan agropolitan
adalah Kecamatan Pacet. Salah satu daerah hinterland-nya adalah Kecamatan
Cugenang. Adapun komoditas unggulan kecamatan tersebut adalah sayuran
dataran tinggi yaitu wortel dan bawang daun. Selama ini, Kabupaten Cianjur telah
dibangunnya infrastruktur yang lengkap akan tetapi kurang berhasil dari segi
sosial khususnya kelembagaan.
Seiring dengan perkembangan kawasan agropolitan, adanya kelembagaan
merupakan bagian tahapan dalam pengembangan kawasan agropolitan. Penguatan
kelembagaan lokal dan sistem kemitraan menjadi persyaratan utama yang harus
ditempuh dalam pengembangan kawasan agropolitan (Rustiadi et al., 2006).
Pengembangan kawasan agropolitan tidak terlepas dari adanya peran
lembaga. Mekanisme pelaksanaan program agropolitan melibatkan pemerintah,
masyarakat maupun swasta agar pembangunan dapat dilakukan secara efektif dan
efisien. Secara teknis, pelaksanaan program agropolitan di tingkat pemerintah
pusat dilaksanakan oleh Departemen Pertanian (Deptan) dan Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil). Lembaga yang terlibat
dalam pengembangan kawasan agropolitan berdasarkan SK Bupati
No.521.3/Kep.140-Pe/2002 adalah kelompok kerja (Pokja). Lembaga lainnya
adalah tim pemandu dan koordinator lapangan (Korlap) serta pelaku bisnis yaitu
pedagang pengumpul. Selain itu, peran kelompok tani serta kelembagaan sarana
dan prasarana juga sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan program
agropolitan.
Selama ini, kelembagaan agropolitan di Kabupaten Cianjur kurang
berkembang, hal ini disebabkan adanya komunikasi yang kurang efektif antara
petani (masyarakat) dengan lembaga agropolitan. Hal ini menyebabkan petani
(masyarakat) belum tanggap (memahami) terhadap program dan peran lembaga
agropolitan yang ada. Pengembangan kawasan agropolitan mensyaratkan perlunya
komunikasi yang efektif agar program yang dilaksanakan sesuai dengan aspirasi
dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan akan berjalan baik apabila terciptanya
keefektivan komunikasi antara kelembagaan yang ada dengan petani, yaitu
terciptanya pengertian yang sama agar terjadi perubahan pada perilaku petani.
Apabila komunikasi berjalan tidak efektif maka akan terjadi penyimpangan pada
diri petani. Perubahan perilaku yang terjadi merupakan indikator yang terdiri dari
persepsi, sikap dan tindakan petani terhadap peran kelembagaan agropolitan
Lembaga yang terlibat dituntut mampu mengkomunikasikan kegiatan
agropolitan pada masyarakat, sehingga terjadi perubahan pada perilaku dan
kesejahteraan petani. Kelembagaan agropolitan yang baik adalah kelembagaan
yang mampu menumbuhkan common ownership dan menjadikan masyarakat desa
sebagai pelaku utama. Kelompok kerja pusat berperan melakukan penyusunan
program, pembangunan sarana dan prasarana serta evaluasi program. Peran
kelompok kerja daerah serta tim pemandu dan koordinator lapangan berperan
melakukan sosialisasi, penyusunan program, koordinasi dan pembuatan laporan.
Pelaku bisnis (pedagang pengumpul) berperan melakukan pemasaran hasil
usahatani petani dengan harga yang sesuai. Selain itu,peran kelompok tani dan
pengelola sarana serta prasarana agropolitan hendaknya terlibat dalam
pelaksanaan program dan pemanfaatan sarana dan prasarana. Penyampaian pesan
untuk pengembangan kelembagaan sangat terkait dengan kemampuan lembaga
agropolitan dan petani dalam menerima pesan tersebut, dalam hal ini kelembagaan
agropolitan sebagai komunikator dan petani sebagai komunikan. Oleh karena itu,
keefektivan komunikasi antara lembaga agropolitan dan petani (masyarakat)
merupakan faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
program yang dilaksanakan.
Perumusan Masalah
Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan tidak terlepas
dari peran lembaga yang terlibat, diantaranya kelompok kerja (Pokja) pusat dan
daerah, tim pemandu dan koordinator lapangan (Korlap), pelaku bisnis yaitu
pedagang pengumpul, kelompok tani serta kelembagaan sarana dan prasarana.
Adanya kawasan agropolitan yang telah berkembang dan memiliki sarana serta
prasarana yang mendukung, diharapkan masyarakat memiliki pemahaman dan
dapat memanfaatkan sarana dan prasarana agropolitan secara tepat. Oleh karena
itu, perlu adanya komunikasi yang efektif antara petani dan lembaga yang terlibat
dalam pengembangan kawasan agropolitan, adapun kegiatan agropolitan.
Selama ini kegiatan agropolitan telah banyak dilaksanakan, akan tetapi
bentuk kegiatan fisik lebih menonjol dibandingkan kegiatan non fisik. Kegiatan
fisik yang sudah dirasakan oleh masyarakat, seperti adanya Sub Terminal
Pertumbuhan (DPP), pembangunan jalan, saluran telpon, listrik serta irigasi/air
bersih yang memadai.
Banyak petani tidak menggunakan sarana dan prasarana agropolitan sesuai
pada tempatnya, seperti Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong belum
dimanfaatkan sebagai tempat berkumpulnya petani untuk menjual hasil
usahataninya dan mengetahui informasi pasar. Kenyataannya, tempat tersebut
lebih berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pedagang pengumpul (tengkulak)
untuk memasarkan hasil usahatani yang dibeli dari petani setempat dan
pemanfaatannya masih jauh dari kapasitasnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan menunjukkan pentingnya
keefektivan komunikasi dalam implementasi setiap kegiatan agropolitan.
Ketidak-efektivan komunikasi dalam kegiatan pengembangan agropolitan berpotensi
mengakibatkan banyak terjadinya penyimpangan dari kegiatan yang
direncanakan. Sangat diperlukan adanya pemahaman yang sama mengenai peran
lembaga dalam mengkomunikasikan rencana kegiatan agar petani dapat
memanfaatkan secara tepat sarana dan prasarana yang ada. Keefektivan
komunikasi itu sendiri dapat dilihat dari adanya perilaku petani yang terdiri dari
persepsi, sikap dan tindakan petani terhadap peran-peran kelembagaan
agropolitan. Dalam hal ini, permasalahan yang sangat menarik untuk diteliti
adalah:
1. Bagaimana persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan ?
2. Sejauhmana keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran
kelembagaan agropolitan ?
3. Faktor-faktor apa saja yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi
dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan kajian terhadap kawasan agropolitan, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui persepsi petani terhadap peran-peran kelembagaan agropolitan.
2. Mengukur tingkat keefektivan komunikasi dalam pengembangan peran-peran
3. Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan erat dengan keefektivan komunikasi
dalam pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan.
Kegunaan Penelitian
Keberhasilan pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan
merupakan suatu bentuk keberhasilan Pembangunan Daerah dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan kontribusi pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur
dalam merancang kebijakan yang akan datang disesuaikan dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat serta komunikasi yang efektif dalam pengembangan
peran-peran kelembagaan agropolitan.
2. Memperkaya khasanah penelitian komunikasi dengan bidang kajian
komunikasi pembangunan, khususnya terkait dengan pengembangan
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Komunikasi
Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin
“communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi
apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 1993).
Pengertian komunikasi secara paradigmatis didefinisikan sebagai proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu
atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan
maupun tak langsung melalui media. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan komunikasi yakni, memberi tahu atau mengubah sikap
(attitude), pendapat (opinion) atau perilaku (behavior) (Effendy, 2000).
Telah banyak dibuat definisi komunikasi dengan dilatarbelakangi berbagai
perspektif yaitu mekanistis, sosiologistis dan psikologistis. Dari perspektif
psikologistis, ketiga psikolog, Hovland, Janis dan Kelly (1953) seperti dikutip
Rakhmat (2001) mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an
individual (communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience)”.
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah cara penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi dikategorikan dalam dua
perspektif yaitu proses komunikasi dalam perspektif psikologis dan mekanistis.
Proses komunikasi dalam perspektif psikologis merupakan suatu proses yang
terjadi dalam diri komunikator ketika berniat akan menyampaikan suatu pesan
kepada komunikan. Adapun pesan komunikasi yang disampaikan terdiri dari dua
aspek yaitu isi pesan berupa pikiran dan lambang berupa bahasa. Dengan kata
lain, proses pengemasan pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator
dalam bahasa komunikasi, kemudian disampaikan kepada komunikan sebagai
penerima (Effendy, 1993).
Fisher (1986), menyimpulkan bahwa perspektif psikologis adalah
(komunikator/penafsir) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik
lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal
penerimaan dan pengolahan informasi.
Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis merupakan cara yang
berlangsung ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan. Proses
komunikasi ini bersifat kompleks, sebab bersifat situasional saat komunikasi
berlangsung. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis diklasifikasikan
dalam proses komunikasi secara primer dan sekunder. Proses komunikasi secara
primer adalah proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan lambang sebagai media. Proses komunikasi secara sekunder
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan alat sebagai media (Effendy, 1993).
Menurut Fisher (1986), komunikasi perspektif mekanistis sama saja
diartikan dengan bentuk sarana pengalihan atau transportasi lintas ruang. Dimana,
biasanya informasi dan secara tipikal disebut sebagai pesan, berjalan melintas
ruang dari satu titik ke titik lainnya. Cara atau sarana pengirimannya, yakni
“jalan” yang dilalui oleh pesan, disebut saluran. Saluran itu menghubungkan titik
asal pesan (sumber) ke titik tujuan (penerima). Proses saling tukar-menukar pesan
tersebut diibaratkan sebagai suatu alur-kontinu, yang dapat divisualisasikan
semacam “ban berjalan”. Dimana secara simultan berjalan antar kedua
sumber/penerima. Akan tetapi, yang terpenting dan sentral dari model mekanistis
ini adalah penyampaian dan penerimaan pesan.
Memahami model penyampaian komunikasi berarti memahami kondisi
penerima pesan atau komunikan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian informasi atau pesan. Banyak model komunikasi yang telah
diungkapkan oleh para ahli komunikasi, tetapi dalam mengungkapkan kasus ini
menyajikan unsur-unsur komunikasi yang dikemukan dalam model Berlo (1960),
yaitu :
a) Sumber
Sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, bila diklasifikasikan maka
sumber dapat berbentuk lembaga atau organisasi dan personal orang. Agar
harus menentukan strategi bagaimana cara mempengaruhi komunikan. Berlo
juga menyebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas sumber untuk
menghasilkan komunikasi yang tepat yaitu ketrampilan berkomunikasi, sikap,
tingkat pengetahuan dan kemampuan beradaptasi..
b) Pesan
Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh sumber kepada penerima dengan
kata lain sebagian produk fisik aktual dari komunikator-komunikan. Pesan
dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi.
Isinya bisa berupa ilmu pesan, hiburan, informasi, inovasi, nasehat atau
propaganda. Agar komunikasi berjalan efektif maka pesan yang disampaikan
harus memenuhi persyaratan kode atau bahasa pesan, kesesuaian isi pesan
dengan tujuan komunikasi, pemilihan serta pengaturan bahasa dan isi pesan.
c) Saluran
Saluran adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber
kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media,
misalnya dalam komunikasi antarpribadi panca indera dianggap sebagai media
komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti
telepon, surat dan telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi
antarpribadi.
c) Komunikan
Komunikan sering disebut juga sebagai penerima pesan. Penerima adalah
pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa
terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, organisasi dan
lain sebagainya. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi,
karena unsur atau komponen inilah yang menjadi sasaran komunikasi. Jika
suatu pesan tidak diterima oleh penerima akan menimbulkan berbagai macam
masalah yang seringkali menuntut perubahan, baik dari sumber, pesan ataupun
media.
Adapun tujuan komunikasi menurut Effendy (1993), adalah a) mengubah
sikap (to change the attitude), b) mengubah opini/pendapat/pandangan (to change
the opinion), c) mengubah perilaku (to change the behavior) dan d) mengubah
adalah a) menginformasikan (to inform), b) mendidik (to educate), c) menghibur
(to entertain) dan d) mempengaruhi (to influence).
Tujuan komunikasi menurut Levis (1996) antara lain adalah: (1) informasi,
untuk memberikan informasi yang menggunakan pendekatan dengan pemikiran,
(2) persuasif, untuk menggugah perasaan penerima, (3) mengubah perilaku (sikap,
pengetahuan, keterampilan) perubahan sikap terhadap pelaku pembangunan, (4)
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usaha secara efisien di bidang
usaha yang dapat memberi manfaat dalam batas waktu yang tidak tertentu, (5)
mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.
Dalam suatu organisasi kerja, komunikasi menjalankan beberapa fungsi
yaitu: (1) komunikasi menyampaikan informasi dan pengetahuan dari orang yang
satu ke orang yang lain sehingga dapat terjadi tindakan kerjasama. (2)
Komunikasi membantu mendorong dan mengarahkan orang-orang untuk
melakukan sesuatu. (3) Komunikasi membantu membentuk sikap dan
menanamkan kepercayaan untuk mengajak, meyakinkan dan mempengaruhi
perilaku. (4) Komunikasi membantu memperkenalkan pegawai-pegawai dengan
lingkungan fisik dan sosial mereka (Moekijat, 1993).
Efektivitas Komunikasi
Menurut Tubbs dan Moss (2001), mengemukakan bahwa secara sederhana
komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang
dimaksudnya. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang
disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Selanjutnya
dikatakan untuk mengukur keefektivan komunikasi tidak cukup dengan
mengatakan orang tersebut telah berhasil menyampaikan maksudnya, tetapi harus
melalui kriteria penilaian tertentu yang benar dan jelas dalam pengukurannya.
Komunikasi yang efektif, paling tidak menimbulkan lima hal sebagai ukuran
yaitu: 1) pemahanan artinya penerimaan yang cermat dari isi pesan yang
disampaikan oleh komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan
oleh komunikan; 2) kesenangan artinya suasana yang menjadikan hubungan
kemampuan persuasif komunikator dalam penyampaian pesan yang menimbulkan
efek pada diri komunikan; 4) hubungan yang membaik artinya tumbuhnya
perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan
dikendalikan serta ingin mencintai dan dicintai dan 5) tindakan artinya tindakan
yang nyata dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan
perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan yang baik.
Bagian terpenting dalam komunikasi ialah bagaimana cara agar suatu
pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu
pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut
kadarnya, yaitu:
a. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul yang menyebabkan menjadi
tahu atau meningkatkan intelektualitasnya.
b. Dampak afektif yaitu supaya komunikan tahu dan tergerak hatinya dan
menimbulkan perasaan tertentu.
c. Dampak behavioral yaitu dampak yang timbul dalam bentuk perilaku,
tindakan atau kegiatan (Effendy, 2000).
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi yang efektif. Di
antara faktor-faktor tersebut, menurut Moekijat (1993) adalah: a. kemampuan
orang untuk menyampaikan informasi, b. Pemilihan dengan seksama apa yang
akan disampaikan oleh komunikator, c. Saluran komunikasi yang jelas dan
langsung, d. Media yang memadai untuk menyampaikan pesan, e. Penentuan
waktu dan penggunaan media yang tepat dan f. Tempat-tempat penyebaran yang
memadai apabila diperlukan untuk memudahkan penyampaian pesan yang asli,
tidak dikurangi, tidak diubah dan dalam arah yang tepat.
Dengan suatu tujuan tertentu untuk berkomunikasi, suatu tindakan atau
respon yang hendak ditimbulkan, seorang komunikator berharap agar
komunikannya mempunyai ketepatan yang tinggi. Menurut Berlo (1960),
komunikasi akan berjalan efektif jika ketepatan (fidelity) dapat ditingkatkan dan
gangguannya (noise) dapat diperkecil. Hal ini terjadi baik pada sumber
(komunikator), pesan, saluran maupun penerima (komunikan) sebagai
unsur-unsur komunikasi. Komunikator harus memiliki: (1) keterampilan berkomunikasi,
Adapun pesan yang disampaikan harus memenuhi: (1) persyaratan kode atau
bahasan pesan, (2) teknik penyajian isi pesan, dan (3) perlakuan pesan. Demikian
pula saluran atau media komunikasi harus tepat dan komunikator harus
memperhatikan karakteristik komunikan yaitu: (1) keterampilan berkomunikasi,
(2) sikap yang baik, (3) tingkat pengetahuan dan (4) sistem sosial budaya.
Schramm dalam Effendy (1993), mengkaji keefektifan pesan dengan
syarat-syarat: (1) pesan dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga
dapat menarik komunikan, (2) pesan harus menggunakan lambang-lambang yang
tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan
sehingga diperoleh makna yang sama, (3) pesan harus membangkitkan kebutuhan
pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan
tersebut, dan (4) pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan tersebut yang layak bagi situasi dimana komunikan berada pada saat
dia digerakan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Konsep Keefektivan Komunikasi
Sepanjang sejarah, konsep komunikasi yang efektif telah berkembang,
baik dalam arti untuk menggambarkan keefektivan komunikasi maupun dalam
menetapkan kriteria untuk menentukan komunikasi yang efektif. Pendekatan
klasik dari Quintilian menganggap bahwa komunikasi yang efektif merupakan
gabungan antara keterampilan yang diperoleh dan karakter moral yang tinggi:
“orang yang baik akan berbicara dengan baik pula”. Periode sejarah tetorika yang
kemudian merumuskan keefektivan, umpamnya, dalam arti, antara lain,
keterampilan dalam penggunaan bahasa secara artistik (retorika stilistik) dan
penyajian komunikasi secara terampil (periode elokusi). Satu pendekatan pada
keefektivan komunikasi yang masih tetap bertahan bertahun-tahun adalah
pengukuran kefektivan dalam arti efek ditimbulkan. Kriteria efek menggambarkan
ketidakmampuan untuk memahami atau menerangkan bagaimana dan mengapa
efek itu timbul. Dari sudut tinjauan yang empiris, kriteria efek mengesampingkan
pemahaman demi kesuksesan. Problema yang lain dalam mengevaluasi
keefektivan dengan kriteria efek adalah masalah kapan efek itu selayaknya diukur.
penekanan pada teknik komunikasi (keterampilan/skills). Dimana sering meyakinkan bahwa komunikasi yang efektif hanyalah cara mempelajari apa yang
perlu dilakukan dan hal-hal apa yang harusnya dihindarkan. Pendekatan yang
ketiga pada keefektivan komunikasi adalah menyesuaikan diri dengan orang lain
yang berkomunikasi; komunikasi seseorang adalah efektif sejauh ia menyesuaikan
perilakunya, persepsinya kepada faktor para komunikator lainnya (Fisher, 1986).
Komunikasi yang efektif mengandung pengiriman dan penerimaan
informasi yang paling cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua pihak
dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi.
Beberapa hal yang diperlukan untuk komunikasi yang efektif adalah sebagai
berikut: 1) Penerangan ringkas yang cukup dari penerima, 2) Penggunaan bahasa
yang sesuai, 3) Kejelasan, 4) Penggunaan media yang tepat (Moekijat, 1993).
Keefektivan komunikasi petani dapat dilihat dari tiga hal, yaitu:
a. Persepsi petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, dimana
persepsi sering diartikan sebagai proses menerima informasi atas stimuli dari
lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis (Ban dan
Hawkins, 1999). Menurut Tubs dan Moss (2001), mengartikan persepsi
sebagai proses pembentukan kesan. Berbeda dengan Rakhmat (2001),
menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi
(sensory stimuli).
b. Sikap petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan, sikap
merupakan pandangan atau perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk
bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek. Lebih tepat, diterjemahkan
sebagai kesediaan beraksi terhadap suatu hal yang senantiasa terarah terhadap
objek (Sastropoetro, 1988).
c. Tindakan petani dalam pengembangan peran kelembagaan agropolitan,
merupakan efek perilaku (behavioral) sebagai akibat yang timbul dalam diri
Komunikasi Pembangunan
Peningkatan komunikasi pembangunan sangat penting untuk
meningkatkan program-program pembangunan. Pengembangan komunikasi
pembangunan ini perlu dilakukan dengan mengubah paradigma komunikasi
pembangunan dari yang berciri linier (searah dari atas ke bawah) ke pola
komunikasi yang berciri konvergen. Agar program yang akan dilaksanakan sesuai
dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Menurut Effendy (2001), komunikasi pembangunan merupakan proses
penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna
mengubah sikap, pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan
lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara
merata oleh seluruh rakyat. Komunikasi pembangunan ini merupakan suatu
strategi yang menekankan pada perlunya sosialisasi pembangunan kepada seluruh
para pelaku pembangunan daerah dan masyarakat secara umum melalui berbagai
media strategis.
Berdasarkan pernyataan Rosario-Braid dalam Nasution (2002)
menyebutkan bahwa komunikasi pembangunan adalah elemen dari proses
manajemen dalam keseluruhan perencanaan dan pelaksanaan program-program
pembangunan. Dalam pengertian yang lebih luas, komunikasi pembangunan
diartikan sebagai identifikasi dan pemanfaatan keahlian dalam proses
pembangunan dalam meningkatkan partisispasi untuk mencapai keuntungan yang
diinginkan pada level yang paling rendah.
Hal ini seiring dengan pendapat Nasution (2002), yang membedakan
komunikasi dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan
adalah suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik (peran dan fungsi
komunikasi) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan;
terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit,
komunikasi pembangunan adalah segala upaya dan cara, serta teknik
penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal
dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat.
termasuk pemahaman terhadap khalayak serta kebutuhan-kebutuhannya,
perencanaan komunikasi di sekitar strategi-strategi yang terpilih, pembuatan
pesan-pesan, penyebaran, penerimaan, umpan balik terhadap pesan-pesan itu dan
bukan hanya kegiatan langsung satu arah dari komunikator kepada penerima yang
pasif.
Manusia pada hakekatnya selalu mencari interaksi atau
hubungan-hubungan yang merupakan penjelasan yang memuaskan dari apa yang dilihat,
dengan atau imajinasi. Pola pikir ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan
telaah berbagai hubungan yang relevan, koplementer dan terpercaya adalah visi
kesisteman dalam arti luas (Eriyanto, 1996; Brocklesby dan Cummings, 1995
dalam Sumardjo, 1999). Dalam merumuskan visi perlu mempertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi arah bagi tercapainya optimalisasi proses dalam
dinamika sistem, mengingat sistem penyuluhan pertanian itu bersifat dinamis
(komponennya dapat berubah sejalan dengan waktu), maka diperlukan kejelasan
batas masa (milestone) visi itu perlu pertahankan, ditinjau kembali untuk direvisi.
Menurut Mills dalam Mardikanto dan Sutarni (1987), mengemukakan
adanya empat peranan komunikasi di dalam proses pembangunan, yaitu :
1. Menerangkan atau menunjukkan kepada masyarakat tentang identitas dirinya
sendiri
2. Memberikan aspirasi terhadap anggota masyarakat.
3. Menunjukkan teknik-teknik atau alternatif yang dapat dilakukan.
4. Menerangkan tentang alternatif yang dirasakan paling tepat oleh
masyarakatnya untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapi.
Pola Komunikasi
Pada hakekatnya, pola komunikasi tidak terlepas dari tingkah laku
penerimaan dan pengiriman pesan di antara anggota kelompok. Menurut Rogers
dan Schoemaker dalam Mardikanto (1987) yang menyatakan bahwa komunikasi
adalah suatu proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerimanya.
Sehingga komunikasi ini digambarkan sebagai proses searah atau model
tanggapan (respons) yang diberikan oleh sasaran (penerima) kepada sumber
(pemberi) pesan tersebut.
Gambar 1 Model komunikasi linier.
Model linier pada awalnya dikembangkan atas dasar suatu model mekanis
yang didesain untuk sistem telepon oleh Shanon dan Weaver (1949) dalam
Mardikanto (1987). Model linier ini mengidentifikasikan elemen-elemen utama
proses komunikasi: sumber, pesan, saluran, penerima dan efek dengan aliran
pengaruhnya satu arah (Jahi,1988). Komunikasi linier bersifat searah dari atas ke
bawah dan biasanya cenderung adanya intervensi pemerintah dalam program
(proyek) pemerintah. Berpegang pada pola pembangunan yang sentralistik dan
didominasi pusat sehingga pendekatan bersifat top down. Komunikasi ini
memiliki kelemahan, diantaranya: kurang berkembangnya kreativitas dan
partisipasi masyarakat, adanya ketergantungan pada pemerintah (program/proyek)
dan lemahnya kelembagaan lokal (petani).
Model komunikasi konvergen digambarkan sebagai suatu proses interaktif
dua arah di antara partisipan. Model komunikasi tersebut didefiniskan sebagai
suatu proses dimana partisipan-partisipan menciptakan dan saling berbagi
informasi satu sama lainnya untuk membentuk pengertian bersama sehingga
terjadi hubungan di antaranya (Rogers dan Kincaid, 1981).
Tujuan komunikasi baru dapat tercapai, jika pihak-pihak yang
berkomunikasi tersebut telah saling berinteraksi: bertukar pesan, pendapat, pikiran
atau saling memberikan pesan balik. Oleh karena itu, pengertian komunikasi
mengalami perubahan menjadi: suatu proses di mana semua partisipan atau
pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, membagi, menyampaikan dan
bertukar informasi, antara satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai suatu
pengertian bersama. Proses komunikasi tersebut,oleh Kincaid dan Schram disebut
sebagai model komunikasi ”memusat” (konvergensi) (Mardikanto,1987).
SUMBER PENERIMA
Gambar 2 Model komunikasi memusat (konvergensi).
Berlo dalam Jahi (1988) mengganggap bahwa proses komunikasi
partisipan ini sebagai transaksi, karena kedua belah pihak mengirim dan
menerima pesan. Namun dikemukakan pula oleh Jahi (1988) bahwa komunikasi
konvergen tidak selalu berarti sepakat. Hal ini menunjukkan bahwa
partisipan-partisipan itu mulai memahami satu sama lain dengan lebih baik, terlepas dari
apakah mereka sepakat satu sama lain, tetapi memberikan kontribusi pada proses
tumbuhnya pengertian.
Pengembangan konvergensi komunikasi tersebut sangat ditentukan oleh
pengembangan keefektivan komunikasi pada masing-masing pelaku. Secara rinci
konsep utama dalam model konvergen mencakup informasi, adanya kepastian,
konvergensi, saling pengertian, kesamaan tujuan, tindakan bersama dan jaringan
hubungan serta relasi sosial. Model komunikasi yang mendekati model
komunikasi konvergen adalah model “interaktif” (Roger dan Kincaid, 1981 dan
Sumardjo, 1999). Komunikasi konvergen ditandai dengan terakomodasinya
aspirasi pihak atas (lembaga) dan pihak bawah (petani/masyarakat) dalam
program pembangunan. Selain itu, terjadinya kesepahaman, tumbuhnya
kesadaran, memiliki motivasi dan partisipasi yang tinggi.
Metode Komunikasi
Istilah metode atau dalam bahasa inggris “method” berasal dari bahasa
Yunani “methodos” yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk
kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan dan
logis pula (Effendy, 1993).
Dalam melakukan komunikasi di masyarakat pedesaan (Levis, 1996)
terdapat dua metode pendekatan yaitu: 1) pendekatan berdasarkan kelompok
sasaran inovasi (individu, kelompok dan massa) serta 2) pendekatan berdasarkan