• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI

MALAYSIA, SINGAPURA, DAN THAILAND

DALAM SKEMA CEPT-AFTA

OLEH

VERONIKA EKA SITANGGANG H14052985

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

VERONIKA EKA SITANGGANG. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI).

AFTA merupakan wujud kesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk menciptakan suatu kawasan perdagangan bebas dan meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN serta menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008). Kemudian dipercepat pencapaiannya menjadi tahun 2002. Melalui pemberlakuan Tarif Efektif Bersama (CEPT- Common Effective Preferential Tariif) untuk AFTA, diharapkan hambatan-hambatan perdagangan diantara anggota ASEAN baik berupa hambatan tarif maupun non tarif dapat dihapuskan sehingga bisa meningkatkan perdagangan diantara negara anggota. Pemberlakuan skema CEPT mencakup produk-produk industri dan pertanian baik yang berupa bahan mentah ataupun dalam bentuk olahan.

Sektor pertanian di Indonesia sampai saat ini masih memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai penghasil bahan baku bagi industri juga merupakan penyerap tenaga kerja serta penghasil devisa bagi negara. Salah satu produk pertanian yang menjadi andalan ekspor Indonesia adalah biji kakao. Indonesia merupakan negara penghasil sekaligus pengekspor biji kakao terbesar nomor tiga di dunia saat ini. Sedangkan di posisi pertama dan kedua ditempati oleh Pantai Gading dan Ghana. Dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2007, Indonesia telah mengekspor biji kakao ke negara anggota ASEAN yakni Malaysia, Singapura, dan Thailand. Perkembangan permintaan ekspor di ketiga negara tersebut mengalami fluktuasi, kadang meningkat kadang juga menurun. Untuk permintaan ekspor biji kakao Indonesia di negara Malaysia cenderung meningkat dari tahun 1989 sampai tahun 2007. Namun, permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Singapura dan Thailand cenderung menurun dari tahun 1989 sampai tahun 2007. Fluktuasi permintaan ekspor biji kakao ini diduga disebabkan oleh fluktuasi beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam skema CEPT-AFTA dan juga mengidentifikasi bagaimana pengaruh skema CEPT-AFTA terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di ketiga negara tersebut. Penelitian ini akan menggunakan analisis regresi data panel dengan metode pooled OLS untuk melihat faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan pada permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand serta mengetahui pengaruh skema CEPT-AFTA.

(3)

adalah implementasi skema CEPT-AFTA. Data-data yang digunakan adalah dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga biji kakao di pasar internasional, harga biji kakao di negara tujuan, dan ekspor olahan negara tujuan berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand pada taraf lima persen. Sedangkan variabel dummy CEPT-AFTA menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah implementasi CEPT-AFTA, permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand adalah berbeda nyata. Adjusted R2 pada penelitian ini sebesar 96,45 persen yang berarti bahwa perubahan pada permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand sebesar 96,45 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA

DI MALAYSIA, SINGAPURA, DAN THAILAND

DALAM SKEMA CEPT-AFTA

Oleh

VERONIKA EKA SITANGGANG H14052985

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA

Nama Mahasiswa : Veronika Eka Sitanggang

NRP : H14052985

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Veronika Eka Budianita Sitanggang lahir di Jakarta, pada tanggal 18 April 1987. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Yudiman Sitanggang dan Regina Situngkir. Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan baik dan tepat waktu. Penulis menjalani pendidikan dasar di SD Katolik Yos Sudarso Balikpapan dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan di SLTP Katolik Yos Sudarso Balikpapan dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis menempuh pendidikan menengah atas di kota Yogyakarta tepatnya di SMU Stella Duce 2 Yogyakarta dan lulus pada tahun 2005.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk semua berkat yang telah dianugerahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan wawasan penulis. Namun, berkat ijin dari Tuhan Yesus Kristus dan bantuan serta dorongan semangat dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Rina Oktaviani, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah bersedia memberikan banyak saran dan kritik membangun selama proses penulisan skripsi ini sehingga saat ini skripsi ini telah dapat terselesaikan dengan optimal.

2. Lukytawati Anggraeni, Ph.D sebagai dosen penguji yang telah memberi banyak pengetahuan, saran, serta kritik membangun demi perbaikan skripsi ini.

3. Tanti Noviyanti, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang juga memberikan saran bagi perbaikan penulisan skripsi ini.

4. Kedua orangtua penulis, Bapak Y. Sitanggang dan Ibu Regina Situngkir dan keempat adik-adik penulis (Stephie, Theres, Lolin, dan David) yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan semangat bagi penulis selama proses penulisan skrripsi ini.

5. Para dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang selama 3 tahun ini membimbing penulis, sehingga penulis mendapatkan banyak ilmu dan wawasan yang berguna bagi penulisan skripsi ini dan bagi kehidupan penulis sendiri.

(9)

7. Dian, Giga, dan Maria yang telah memberikan semangat pantang menyerah dan masukan yang berguna bagi penulis serta keceriaan selama berjuang menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi.

8. Bebeh, Mamieh, dan Lesty yang merupakan teman satu bimbingan skripsi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih buat semangat pantang mundur yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

9. Teman-teman di Stevia yang telah memberikan bantuan dan semangat bagi penulis sampai saat ini.

10.Mbak Rina yang telah membantu proses pengolahan data skripsi ini dan masukan-masukan yang berarti bagi penulis.

11.Teman-teman IE 42 dan semua pihak yang telah membantu penulis selama menjadi mahasiswa IE dan dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(10)
(11)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI

MALAYSIA, SINGAPURA, DAN THAILAND

DALAM SKEMA CEPT-AFTA

OLEH

VERONIKA EKA SITANGGANG H14052985

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

VERONIKA EKA SITANGGANG. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI).

AFTA merupakan wujud kesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk menciptakan suatu kawasan perdagangan bebas dan meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN serta menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008). Kemudian dipercepat pencapaiannya menjadi tahun 2002. Melalui pemberlakuan Tarif Efektif Bersama (CEPT- Common Effective Preferential Tariif) untuk AFTA, diharapkan hambatan-hambatan perdagangan diantara anggota ASEAN baik berupa hambatan tarif maupun non tarif dapat dihapuskan sehingga bisa meningkatkan perdagangan diantara negara anggota. Pemberlakuan skema CEPT mencakup produk-produk industri dan pertanian baik yang berupa bahan mentah ataupun dalam bentuk olahan.

Sektor pertanian di Indonesia sampai saat ini masih memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai penghasil bahan baku bagi industri juga merupakan penyerap tenaga kerja serta penghasil devisa bagi negara. Salah satu produk pertanian yang menjadi andalan ekspor Indonesia adalah biji kakao. Indonesia merupakan negara penghasil sekaligus pengekspor biji kakao terbesar nomor tiga di dunia saat ini. Sedangkan di posisi pertama dan kedua ditempati oleh Pantai Gading dan Ghana. Dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2007, Indonesia telah mengekspor biji kakao ke negara anggota ASEAN yakni Malaysia, Singapura, dan Thailand. Perkembangan permintaan ekspor di ketiga negara tersebut mengalami fluktuasi, kadang meningkat kadang juga menurun. Untuk permintaan ekspor biji kakao Indonesia di negara Malaysia cenderung meningkat dari tahun 1989 sampai tahun 2007. Namun, permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Singapura dan Thailand cenderung menurun dari tahun 1989 sampai tahun 2007. Fluktuasi permintaan ekspor biji kakao ini diduga disebabkan oleh fluktuasi beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam skema CEPT-AFTA dan juga mengidentifikasi bagaimana pengaruh skema CEPT-AFTA terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di ketiga negara tersebut. Penelitian ini akan menggunakan analisis regresi data panel dengan metode pooled OLS untuk melihat faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan pada permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand serta mengetahui pengaruh skema CEPT-AFTA.

(13)

adalah implementasi skema CEPT-AFTA. Data-data yang digunakan adalah dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga biji kakao di pasar internasional, harga biji kakao di negara tujuan, dan ekspor olahan negara tujuan berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand pada taraf lima persen. Sedangkan variabel dummy CEPT-AFTA menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah implementasi CEPT-AFTA, permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand adalah berbeda nyata. Adjusted R2 pada penelitian ini sebesar 96,45 persen yang berarti bahwa perubahan pada permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand sebesar 96,45 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model.

(14)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA

DI MALAYSIA, SINGAPURA, DAN THAILAND

DALAM SKEMA CEPT-AFTA

Oleh

VERONIKA EKA SITANGGANG H14052985

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA

Nama Mahasiswa : Veronika Eka Sitanggang

NRP : H14052985

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Veronika Eka Budianita Sitanggang lahir di Jakarta, pada tanggal 18 April 1987. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Yudiman Sitanggang dan Regina Situngkir. Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan baik dan tepat waktu. Penulis menjalani pendidikan dasar di SD Katolik Yos Sudarso Balikpapan dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan di SLTP Katolik Yos Sudarso Balikpapan dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis menempuh pendidikan menengah atas di kota Yogyakarta tepatnya di SMU Stella Duce 2 Yogyakarta dan lulus pada tahun 2005.

(18)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk semua berkat yang telah dianugerahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan wawasan penulis. Namun, berkat ijin dari Tuhan Yesus Kristus dan bantuan serta dorongan semangat dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Rina Oktaviani, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah bersedia memberikan banyak saran dan kritik membangun selama proses penulisan skripsi ini sehingga saat ini skripsi ini telah dapat terselesaikan dengan optimal.

2. Lukytawati Anggraeni, Ph.D sebagai dosen penguji yang telah memberi banyak pengetahuan, saran, serta kritik membangun demi perbaikan skripsi ini.

3. Tanti Noviyanti, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang juga memberikan saran bagi perbaikan penulisan skripsi ini.

4. Kedua orangtua penulis, Bapak Y. Sitanggang dan Ibu Regina Situngkir dan keempat adik-adik penulis (Stephie, Theres, Lolin, dan David) yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan semangat bagi penulis selama proses penulisan skrripsi ini.

5. Para dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang selama 3 tahun ini membimbing penulis, sehingga penulis mendapatkan banyak ilmu dan wawasan yang berguna bagi penulisan skripsi ini dan bagi kehidupan penulis sendiri.

(19)

7. Dian, Giga, dan Maria yang telah memberikan semangat pantang menyerah dan masukan yang berguna bagi penulis serta keceriaan selama berjuang menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi.

8. Bebeh, Mamieh, dan Lesty yang merupakan teman satu bimbingan skripsi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih buat semangat pantang mundur yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

9. Teman-teman di Stevia yang telah memberikan bantuan dan semangat bagi penulis sampai saat ini.

10.Mbak Rina yang telah membantu proses pengolahan data skripsi ini dan masukan-masukan yang berarti bagi penulis.

11.Teman-teman IE 42 dan semua pihak yang telah membantu penulis selama menjadi mahasiswa IE dan dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(20)
(21)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap GDP Indonesia Tahun 2005-2008 ... 3 2. Sumbangan Subsektor Pertanian Terhadap GDP Atas Dasar

Harga Berlaku Tahun 2004-2008 ... 4 3. Volume Ekspor Biji Kakao Indonesia Tahun 2005-2008 ... 4 4. Jenis dan Sumber Data ... 35 5. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Kakao

Indonesia tahun 2003-2008 ... 47 6. Daftar Perusahaan Eksportir Kakao Indonesia ... 50 7. Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Ekspor Biji Kakao

Indonesia dengan Data Panel Menggunakan Metode Pooled OLS ... 54 8. Rata-Rata Harga Biji Kakao di Negara Importir dan Jumlah

Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia Tahun 1989-2007 ... 59 9. Rata-Rata Ekspor Olahan Negara Importir dan Jumlah

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia Ke Malaysia,

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Mentah Olahan Untuk Analisis Regresi Data Panel ... 71 2. Hasil Pengolahan Regresi Data Panel Metode PLS ... 74 3. Hasil Pengolahan Regresi Data Panel Metode Fixed Effect ... 75 4. Data untuk Analisis Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asosiasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada awalnya tidak memiliki sebuah konstitusi ASEAN untuk dijadikan sebagai pedoman pencapaian tujuan ASEAN. Saat itu, ASEAN hanya berdiri berdasarkan sebuah deklarasi, yakni Deklarasi Bangkok yang ditandatangani oleh lima negara pelopor, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Namun demikian, dalam perkembangannya dirasakan perlu untuk membuat suatu Charter yang berfungsi sebagai konstitusi ASEAN dan menegaskan

legal personality dari ASEAN. Pada November 2007, ASEAN Charter pun disetujui dan ditandatangani oleh para Kepala Negara atau Pemerintah ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13 di Singapura. ASEAN Charter merupakan sebuah “Crowning Achievement” dalam memperingati 40 tahun berdirinya ASEAN yang akan memperkuat semangat kemitraan, solidaritas, dan kesatuan negara-negara anggotanya dalam mewujudkan Komunitas ASEAN. ASEAN Charter menjadi landasan konstitusional pencapaian tujuan dan pelaksanaan pinsip-prinsip yang dianut bersama untuk pencapaian pembangunan Komunitas ASEAN 2015.1

Dalam ASEAN Charter termuat tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN yang salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan negara-negara anggota dengan peningkatan kerjasama ekonomi, politik, keamanan, dan sosial-kultural. Kehadiran ASEAN Charter ini tidak terlepas dari semangat untuk membangun kerjasama dibidang ekonomi. ASEAN Charter diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi negara-negara di

(26)

kawasan itu menuju ASEAN Economic Community (AEC), sehingga kerjasama ekonomi bisa lebih terintegrasi dan target pelaksanaannya bisa dipenuhi pada tahun 2015. Untuk itu berbagai kerjasama dibidang ekonomi telah dilakukan dan salah satunya adalah kerjasama di sektor perdagangan yang dilakukan dengan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) melalui pemberlakuan Tarif Efektif Bersama

(Common Effective Preferential Tariff - CEPT) antara 0-5% atas dasar produk per produk, baik produk ekspor maupun impor guna menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan di antara negara-negara ASEAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. AFTA merupakan wujud kesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk menciptakan suatu kawasan perdagangan bebas dan meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN serta menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008). Kemudian dipercepat pencapaiannya menjadi tahun 2002.

(27)

Tabel 1. Distribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap GDP Indonesia Tahun

Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,8 16,9 17,3 17,4

Pengangkutan dan Komunikasi 6,2 6,8 7,3 8

Keuangan, Persewaan dan Jasa 9,2 9,2 9,4 9,5

Jasa-Jasa 9,2 9,2 9,3 9,3

Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia, Bank Indonesia 2008

Salah satu subsektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah subsektor perkebunan. Meskipun kontribusi subsektor perkebunan terhadap pembentukan GDP belum terlalu besar yaitu 2,4 persen (data sangat sementara, BPS 2008) pada tahun 2008 atau merupakan urutan ketiga di sektor pertanian setelah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan yang dapat ditunjukkan oleh Tabel 2, akan tetapi subsektor ini memiliki peran sebagai penyedia bahan baku industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa bagi negara.

(28)

Sumber: Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik 2008 (diolah kembali)

Bagi Indonesia, komoditi perkebunan masih merupakan andalan ekapor nasional saat ini. Beberapa komoditi perkebunan yang masih menjadi andalan ekspor antara lain adalah kopi, kelapa sawit, dan biji kakao. Berdasarkan data BPS yang diolah Departemen Perdagangan, ditunjukkan bahwa dari Juni 2007 hingga Juni 2008 pertumbuhan ekspor tertinggi terjadi pada komoditi biji kakao dan kopi dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 54,99 persen dan 110,3 persen.2

Tabel 3. Volume Ekspor Biji Kakao Indonesia Tahun 2005-2008 (Kg)

Negara Tujuan 2005 2006 2007 2008 World 367.425.784 490.777.601 379.829.201 380.512.864 Keterangan: angka dalam kurung merupakan persentase kontribusi terhadap total ekspor biji kakao Indonesia

Sumber : comtrade.un.org [29 Juni 2009]

Indonesia merupakan produsen dan eksportir biji kakao nomor tiga terbesar di dunia saat ini setelah Pantai Gading dan Ghana. Namun, ekspor biji kakao Indonesia ke dunia dari tahun 2005 sampai tahun 2008 menunjukkan fluktuasi yang cenderung menurun (Tabel 3). Negara ASEAN yang menjadi tujuan ekspor biji kakao Indonesia diantaranya adalah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dilihat dari perkembangan ekspor biji kakao Indonesia ke tiga negara tersebut, setelah implementasi CEPT-AFTA

(29)

terjadi fluktuasi dengan kecenderungan meningkat untuk Malaysia. Sedangkan untuk Singapura dan Thailand terjadi kecenderungan menurun (Gambar 1).

Sumber : comtrade.un.org [29 Juni 2009]

Gambar 1. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia Ke Malaysia, Singapura, dan Thailand

1.2. Perumusan Masalah

(30)

AFTA, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand akan menghadapi kompetitor-kompetitor yang besar pada sektor-sektor produk ekspor masing-masing negara tersebut.

Dalam forum AFTA, skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) adalah pedoman pengurangan tarif regional dan menghapus hambatan non-tarif selama periode 15 tahun yang dimulai pada 1 Januari 1993. Produk CEPT meliputi seluruh produk industri yang termasuk didalamnya barang modal, produk olahan hasil pertanian dan produk lainnya. Sedangkan produk pertanian bukan olahan dan jasa, yang tadinya tidak termasuk dalam kesepakatan ini diatur dalam mekanisme tersendiri didalam forum ASEAN. Dengan adanya kesepakatan CEPT-AFTA ini membuat produk-produk pertanian yang termasuk produk-produk tanaman perkebunan Indonesia memiliki pangsa pasar yang semakin luas.

Pada penelitian ini akan dianalisis permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2007, perkembangan volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia di ketiga negara ini mengalami fluktuasi. Fluktuasi perkembangan volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fluktuasi nilai tukar dan fluktuasi harga komoditi biji kakao.

Berdasarkan latar belakang serta uraian diatas, maka perumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah :

(31)

2. Bagaimanakah implementasi skema (Common Effective Preferential Tariff for AFTA) CEPT-AFTA mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand.

2. Mengidentifikasi pengaruh CEPT-AFTA terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai proses belajar yang dapat menambah ilmu dan pengetahuan baik bagi penulis sendiri maupun bagi kepentingan orang lain. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu:

1. Memberikan gambaran mengenai trade flow diantara Indonesia dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand untuk komoditi biji kakao yang diperdagangkan.

2. Memberikan gambaran mengenai faktor – faktor yang dapat mendukung peningkatan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand.

3. Memberikan gambaran bagaimana CEPT-AFTA mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand.

(32)

5. Dapat dijadikan sebagai salah satu literatur bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan permintaan ekspor komoditi Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian tentang permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand ini hanya mencakup analisis terhadap komoditi biji kakao dengan kode HS (Harmonized System) 4-digit yaitu meliputi HS 1996 kode 1801 , HS 1992 kode 1801. Analisis permintaan ekspor komoditi tersebut hanya dilakukan pada tahun 1989 sampai dengan tahun 2007.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASEAN Free Trade Area (AFTA)

(33)

Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif bagi produk-produk yang diperdagangkan diantara negara-negara anggota ASEAN dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Ada empat klasifikasi produk yang termasuk dalam cakupan skema CEPT, yakni :3

1. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Jadwal penurunan tarif

b) Tidak ada pembatasan kuantitatif

c) Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

2. General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis. Ketentuan mengenai General Exceptions dalam perjanjian CEPT konsisten dengan Artikel X dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Contoh produk GEL misalnya : senjata dan amunisi, narkotik.

3. Temporary Exclusions List (TEL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL barang manufaktur harus dimasukkan kedalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara

3 http://one.indoskripsi.com Perdagangan Bebas Dalam Perspektif AFTA Serta Implementasinya [21 Juni

(34)

anggota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk-produk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions.

4. Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products = UAP ).

a) Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos tarif 1-24 dari

Harmonized System Code (HS), dan bahan baku pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos-pos tarif HS;

b) Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk asalnya.

Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk masing-masing negara sebagai berikut: Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Kamboja tahun 2017. Contoh dari produk SL adalah beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu produk untuk dapat menikmati konsesi CEPT yakni :

(35)

b) Memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN

Content lebih besar atau sama dengan 40%. Perhitungan ASEAN Content adalah sebagai berikut :

Value of Imported Value of Undetermined Non-ASEAN Material + Origin Materials, Parts Parts or Produce or Produce

X 100% < 60% FOB Price

c) Produk harus disertai Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.

2.2. Pengertian Komoditi

Definisi dari komoditi biji kakao yang akan dianalisis pada penelitian ini berdasarkan HS 1992 kode 1801 dan HS 1996 kode 1801 yaitu biji kakao, utuh atau pecah, mentah atau digongseng (Cocoa beans, whole or broken, row or roasted).4

2.3. Pengertian Ekspor

Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan yang mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabeanan suatu negara. Adapun daerah kepabeanan sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara yang berada diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Lebih

(36)

jelas lagi, Deliarnov (1995) menambahkan bahwa ekspor merupakan kelebihan produksi dalam negeri yang kemudian kelebihan produksi tersebut dipasarkan ke luar negeri.

2.4. Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita

Salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan suatu negara adalah GDP per kapita. GDP per kapita adalah perbandingan antara GDP dengan jumlah populasi atau ukuran banyaknya pendapatan yang diperoleh setiap individu. Pengertian lain mengenai GDP per kapita adalah jumlah yang tersedia bagi perusahaan dan rumah tangga untuk melakukan pengeluaran. Oleh karena itu GDP per kapita dapat mengukur kemampuan suatu negara untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Jika GDP per kapita suatu negara cukup tinggi, maka negara tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan pembelian sehingga merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran suatu komoditi (Mankiw, 2003).

2.5. Populasi

Populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yakni sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditi ekspor. Sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditi (Salvatore, 1997).

(37)

Suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dengan kuantitas yang ditawarkan berhubungan secara positif dan harga komoditi dengan kuantitas yang diminta berhubungan secara negatif dengan semua faktor lainnya adalah konstan. Semakin tinggi harga suatu komoditi maka akan semakin besar jumlah komoditi yang ditawarkan dan semakin kecil jumlah yang diminta. Sebaliknya jika harga suatu komoditi semakin rendah maka jumlah yang ditawarkan akan semakin kecil dan jumlah yang diminta akan semakin besar (Lipsey, 1995).

2.7. Nilai Tukar Riil

(38)

2.8. Bahan Baku Sebagai Input Produk Akhir

Sumber daya suatu masyarakat terdiri dari anugerah alam seperti tanah, hutan, tambang ; sumber daya manusia, baik mental maupun fisik; dan alat bantu buatan untuk memproduksi seperti peralatan, mesin, dan bangunan. Para ahli ekonomi menamakan semua sumber daya itu sebagai faktor produksi, karena sumber daya ini digunakan untuk memproduksi barang yang dibutuhkan orang. Lebih jelas lagi, Mankiw (2003) menjelaskan bahwa jumlah input atau faktor produksi merupakan penentu dari besarnya produksi barang atau jasa.

(39)

2.9. Penelitian Terdahulu

2.9.1. Penelitian Mengenai Kakao

(40)

populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia.

Manik (2006), melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia. Metode pengolahan data menggunakan program minitab, sedangkan analisis data dengan metode OLS yaitu menaksir parameter model regresi berganda. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga kakao domestik, harga kakao ekspor, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan lag ekspor dengan data time

(41)

Komalasari (2009), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan metode estimasi OLS. Periode analisis dalam penelitian ini adalah tahun 1981-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor biji kakao Indonesia secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh produksi dan ekspor tahun sebelumnya. Sedangkan variabel harga domestik, harga dunia, dan nilai tukar tidak mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao secara signifikan. Dalam hal ini dibuktikan bahwa pemerintah hanya mementingkan jumlah biji kakao yang diproduksi untuk meningkatkan ekspor.

2.9.2. Penelitian Mengenai Data Panel

(42)

Dari hasil pengolahan data dan uji kesesuaian model diketahui bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect.

Hadi (2009), melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan per kapita riil negara tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor di negara tujuan, dan ekspor ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Data yang digunakan merupakan data gabungan antara

time series dan cross section (pooled data atau data panel). Data panel yang digunakan adalah volume ekspor pisang dan mangga dari tahun 1996 sampai dengan 2007 dengan jumlah negara tujuan ekspor masing-masing enam negara. Berdasarkan hasil perhitungan Chow Test, maka metode yang sesuai dalam gravity model aliran perdagangan pisang Indonesia ke negara tujuan adalah metode pooled OLS. Sedangkan untuk gravity model aliran perdagangan mangga Indonesia ke negara tujuan yang sesuai adalah metode fixed effect.

2.9.3. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

(43)
(44)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Perdagangan Internasional

Tidak ada satu negara pun didunia ini yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya secara sendiri tanpa bantuan negara lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kondisi perekonomian pada masing-masing negara, seperti sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), tingkat teknologi, faktor kelangkaan dan lain-lain. Kondisi ini menimbulkan ketergantungan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, maka terjadi pertukaran barang dan jasa antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah pertukaran atau jual beli barang dan jasa antar negara.

(45)

Menurut Adam Smith dalam Salvatore (1997), perdagangan diantara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini sumberdaya dikedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini yang mengukur keuntungan absolut dari spesialisasi produksi yang dilakukan kedua negara yang melakukan perdagangan.

(46)

Secara teoritis, jika negara A memiliki tingkat produksi suatu komoditi (misalnya biji kakao) lebih besar dibandingkan tingkat konsumsinya maka negara A tersebut mengalami excess supply biji kakao. Kelebihan produksi ini selanjutnya mengakibatkan harga biji kakao domestik menjadi murah (sebelum terjadinya perdagangan internasional). Demikian sebaliknya bila negara B memiliki tingkat produksi biji kakao lebih rendah dibandingkan tingkat konsumsinya maka negara B tersebut mengalami excess demand dan selanjutnya harga biji kakao di negara B ini menjadi lebih mahal karena terjadi kelangkaan biji kakao di negara ini. Jika kedua negara ini melakukan perdagangan untuk komoditi biji kakao, maka kedua negara ini akan memperoleh keuntungan perdagangan yang dapat diketahui dari harga komoditi biji kakao yang akan diterima masing-masing negara.

(47)

Keterangan:

Kurva 1 : keadaan pasar komoditi X di negara 1

Kurva 2 : hubungan perdagangan internasional dalam komoditi X Kurva 3 : keadaan pasar komoditi X di negara 2

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

Produsen di negara A akan memproduksi biji kakao lebih banyak untuk harga biji kakao diatas harga domestik (P1). Oleh sebab itu, akan terjadi excess supply biji kakao di negara A dan kelebihan produksi biji kakao tersebut di ekspor ke negara B yang memiliki excess demand untuk biji kakao. Negara B dengan harga biji kakao dibawah P3 akan meningkatkan konsumsinya. Dengan tingkat produksi yang lebih rendah daripada tingkat konsumsinya, maka negara B akan mengimpor biji kakao dari negara A untuk pemenuhan seluruh permintaan domestik atas biji kakao. Penawaran ekspor biji kakao di pasar internasional ditunjukkan oleh kurva Sw yang merupakan

excess supply biji kakao dari negara A dan permintaan ekspor biji kakao dari negara B di pasar internasional digambarkan oleh kurva Dw. Keseimbangan di pasar internasional terjadi di titik E, dimana harga internasional yang terbentuk adalah P2.

3.1.2. Teori Liberalisasi Perdagangan

(48)

Salvatore (1997) dalam Veronika (2008) menjelaskan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan adalah kebijakan yang mengurangi berbagai bentuk hambatan perdagangan, bila diterapkan secara utuh maka arus komoditi perdagangan dan investasi dalam bentuk modal, barang dan jasa akan bebas masuk antar negara tanpa hambatan tarif dan non tarif.

Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara historis adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pemberlakuan tarif ditunjukkan pada Gambar 3.

)

!#

* +

"#,-.

#

/0

/ 1

'

2 3

4

(49)

Sumber: Salvatore, 1997

Gambar 3. Dampak Pemberlakuan Tarif

Dx dan Sx melambangkan kurva permintaan serta kurva penawaran komoditi X di Negara1. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi X adalah Px = 1 dollar per unit. Negara 1 akan mengkonsumsi sebanyak 70X (AB) dimana sebesar 10X merupakan produksi domestik, sedangkan 60X (CB) harus diimpor dari negara lain. Jika Negara 1 memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap komoditi X, maka Px melonjak menjadi 2 dollar per unit. Itulah harga yang harus ditanggung oleh konsumen Negara 1, sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya penduduk Negara 1 akan menurunkan konsumsinya menjadi 50X (GH) dan mengubah komposisinya menjadi 20X (GJ) merupakan produksi domestik dan 30X (JH) harus diimpor dari negara lain. Dengan demikian dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi domestik bersifat negatif, yakni sebesar (-) 20X (BN). Sementara itu dampak terhadap produksi meningkat bersifat positif, yakni menaikannya sebesar 10X (CM). Namun secara keseluruhan, pemberlakuan tarif itu merugikan perdagangan, yakni (-) 30X (BN + CM), meskipun ia memberikan pemasukan kepada pemerintah Negara 1 sebanyak 30 dollar (JHMN).

3.1.3. Teori Permintaan Ekspor

(50)

penggabungan dari jumlah-jumlah yang diminta setiap individu (Nicholson, 1991). Menurut Lipsey dalam Veronika (2008), permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan ekspor merupakan permintaan satu atau beberapa negara terhadap negara lainnya terhadap komoditas yang dihasilkan negara lain tersebut. Permintaan ekspor suatu komoditi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari sisi negara importir, permintaan ekspor dapat dipengaruhi oleh GDP per kapita riil negara tersebut, jumlah populasinya, selera masyarakat negara importir, harga domestik komoditi tersebut. Sedangkan faktor lainnya yang berasal dari luar adalah harga di pasar internasional, nilai tukar riil dan kebijakan perdagangan.

3.1.4. Model Regresi Panel Data

Pooled data (penggabungan data time series dan cross section), micro panel data (kombinasi studi atas dasar waktu dari berbagai variabel atau kelompok subyek), event history analysis (studi perubahan suatu subyek dengan syarat waktu), atau cohort analysis (studi jalur perkembangan karir dari sekelompok manajer) merupakan istilah lain dari data panel. Berdasarkan Juanda (2007) terdapat beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan dengan hanya data time

series atau hanya cross section, yaitu:

1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien.

(51)

3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.

4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.

Data panel merupakan data gabungan dari data cross section dan data time series, yang masing-masing model regresinya dapat dituliskan sebagai berikut :

a. Model dengan data cross section Yi = + Xi + i ; i = 1,2,…, N N : banyaknya data cross section b. Model dengan data time series

Yt = + Xt + t ; t = 1,2,…, T T : banyaknya data time series

Mengingat data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series maka model data panel dapat dituliskan sebagai berikut :

Yit = + Xit + it ; i = 1,2,…,N ; t = 1,2,…,T Dimana :

N = banyaknya cross section T = banyaknya waktu N x T = banyaknya data panel

Untuk menganalisis data panel terdapat tiga teknik yang ditawarkan, yaitu (Nachrowi, 2006) :

(52)

Teknik ini tidak berbeda jauh dengan membuat regresi data cross section atau

time series. Akan tetapi untuk data panel, data cross section dan data time series harus digabungkan terlebih dahulu (pooled data). Akibat dari penggabungan data ini maka regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dari pada regresi hanya dengan cross

section atau time series saja. Namun, dengan menggabungkan data, perbedaan baik antar individu maupun antar waktu tidak dapat terlihat karena intercept dan slope yang tidak berubah baik antar individu maupun antar waktu.

b. Metode Fixed Effect

Kemudian, teknik analisis data panel yang kedua adalah dengan metode fixed

effect. Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept yang tidak konsisten. Atau dengan kata lain, intercept ini mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu. Sehingga efek individual dan efek waktu dapat dilihat dengan jelas dalam model ini.

c. Metode Random Effect

Bila pada model fixed effect, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada model random effect perbedaan tersebut diakomodasi lewat error. Teknik juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross section.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

(53)

ASEAN telah menetapkan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Skema ini merupakan tahapan penurunan tarif perdagangan diantara negara anggota ASEAN.

Selama periode 1989-2007 permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand mengalami fluktuasi. Hal tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya GDP per kapita riil negara importir (Malaysia, Singapura, dan Thailand), jumlah populasi negara importir, harga biji kakao di pasar dunia, harga biji kakao di negara tujuan, nilai tukar riil negara importir terhadap dollar Amerika Serikat, dan adanya implementasi skema CEPT-AFTA.

GDP per kapita riil menunjukkan ukuran ekonomi suatu negara. Ukuran ekonomi negara importir menentukan jumlah komoditi yang dapat dijual oleh negara eksportir. Pertumbuhan populasi negara importir akan meningkatkan jumlah permintaan akan suatu komoditi yang diproduksi eksportir, sehingga jumlah komoditi yang diekspor akan semakin bertambah.

(54)

Nilai tukar riil mata uang negara importir memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia. Jika nilai tukar riil tinggi, maka harga komoditi di luar negeri lebih murah dibandingkan didalam negeri negara importir. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di negara importir, karena harga biji kakao Indonesia lebih murah dibandingkan harga biji kakao domestik negara importir. Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah maka jumlah permintaan ekspor biji kakao Indonesia di negara importir menurun karena harga biji kakao domestik negara importir lebih murah dibandingkan harga biji kakao Indonesia. Untuk skema CEPT-AFTA diharapkan dapat memberikan perbedaan nyata terhadap volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.

(55)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis-hipotesis yang akan dikemukakan dalam penelitian ini didasarkan pada teori-teori yang ada dan penelitian-penelitian terdahulu. Hipotesis yang dapat disusun mengenai penelitian permintaan ekspor komoditi biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand adalah sebagai berikut :

1. GDP per kapita riil Malaysia, Singapura, dan Thailand diduga berhubungan positif, artinya semakin tinggi GDP per kapita riil ketiga negara importir tersebut akan menyebabkan meningkatnya volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia .

2. Populasi Malaysia, Singapura, dan Thailand diduga berhubungan positif, artinya semakin besar jumlah populasi ketiga negara importir tersebut akan menyebabkan semakin besar pula volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Signifikan

terhadap Permintaan Ekspor Biji Kakao

Indonesia

Rekomendasi Kebijakan untuk Peningkatan

(56)

3. Harga dunia biji kakao diduga berhubungan positif, artinya jika harga dunia biji kakao meningkat maka volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia semakin meningkat.

4. Harga biji kakao di negara tujuan diduga berhubungan negatif, artinya jika harga biji kakao di negara tujuan meningkat, maka jumlah permintaan ekspor biji kakao Indonesia akan menurun.

5. Nilai tukar riil negara importir diduga berhubungan positif, artinya jika nilai tukar riil tinggi akan menyebabkan volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia meningkat.

6. Ekspor produk olahan dari biji kakao oleh negara importir diduga berhubungan positif, artinya jika ekspor produk olahan dari biji kakao negara Malaysia, Singapura, dan Thailand meningkat maka volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia meningkat.

(57)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data gabungan time series dan cross section (pooled data). Data-data yang digunakan adalah data volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia sebagai variabel dependen. Sedangkan untuk variabel independen akan digunakan GDP per kapita riil negara importir, jumlah populasi negara importir, harga biji kakao di pasar internasional, harga biji kakao di negara tujuan, volume ekspor produk akhir olahan negara importir, dan nilai tukar riil negara importir terhadap dollar Amerika. Data-data tersebut diperoleh dari website United Nation Statistics Comtrade Database (UN COMTRADE), United

Nation Database (UN DATA), Economy Watch Site, dan Indexmundi Site. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2007. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada Tabel 4:

Tabel 4. Jenis dan Sumber Data

No Jenis Data Sumber Data

1. Volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia

di Malaysia, Singapura, dan Thailand (Kg) comtrade.un.org 2. GDP per kapita riil negara Malaysia, Singapura,

Thailand (Juta US$/orang) www.economywatch.com 3. Jumlah populasi Malaysia, Singapura, dan

Thailand (Juta orang) www.indexmundi.com

4. Harga komoditi biji kakao di pasar

(58)

5. Harga biji kakao di negara Malaysia, Singapura,

dan Thailand (US$/Kg) comtrade.un.org

6. Ekspor komoditi olahan Malaysia, Singapura,

dan Thailand (Kg) comtrade.un.org

7. IHK Amerika Serikat, Malaysia, Singapura,

dan Thailand data.un.org

8. Nilai tukar Malaysia, Singapura, dan Thailand

(Domestik/US$) data.un.org

4.2. Metode Analisis

Analisis kuantitatif akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Metode kuantitatif yang digunakan adalah dengan metode pooled least square (pooled OLS). Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengolah data mentah yang diperoleh dari berbagai sumber data. Selain itu juga akan digunakan Eviews 4.1 untuk mengestimasi signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand

4.2.1. Perumusan Model.

(59)

tukar riil negara importir, dan ekspor olahan negara importir. Dalam penelitian ini juga digunakan variabel dummy yakni implementasi skema CEPT-AFTA.

Analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan model logaritma natural. Transformasi dalam bentuk ln dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 1978). Dugaan persamaan permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ln Xij = 0 + 1 ln GDPj + 2 ln Nj + 3 ln Pw + 4 ln Pej + 5 ln ERj + 6 ln OLHj + 7DUMMY + ei

Dimana :

Xij = Volume permintaan ekspor biji kakao Indonesia di negara j (Kg) GDPj = GDP per kapita riil negara tujuan (juta US$/orang)

Nj = Jumlah populasi negara tujuan (juta orang) Pw = Harga biji kakao di pasar internasional (US$/kg) Pej = Harga biji kakao di negara tujuan (US$/kg) ERj = Nilai tukar riil negara tujuan (domestik/US$)

OLHj = Volume ekspor komoditi olahan dari biji kakao negara tujuan (Kg)

DUMMY = dummy CEPT-AFTA, variabel dummy yang menunjukkan dua kondisi berbeda. CEPT-AFTA mulai diimplementasikan pada tahun 2002. Setelah implementasi CEPT-AFTA akan diberi nilai 1 dan sebelum implementasi CEPT-AFTA diberi nilai 0.

(60)

0 = konstanta (intercept)

n = parameter yang diduga (n= 1,2,…,6)

4.2.2. Pengujian Kesesuian Model

Dalam pengolahan data panel terdapat tiga macam pendekatan yakni common

effect atau pooled OLS, fixed effect, dan random effect. Oleh karena objek cross section lebih kecil dari jumlah waktu, maka persamaan dalam penelitian ini tidak menggunakan metode random effect. Untuk memilih apakah model yang tepat antara pooled OLS dan

fixed effect, maka dilakukan uji Chow sebagai berikut :

H0 : Model Pooled OLS (Restricted) H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted)

Dimana:

RSSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Pooled OLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed Effect)

N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas

(61)

Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, maka diperlukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti uji multikolinieritas, autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Bila terjadi pelanggaran terhadap asumsi-asumsi diatas maka model menjadi tidak valid.

a. Multikoliniearitas

Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Menurut Gujarati (1978), tanda-tanda adanya multikolinieritas adalah sebagai beikut :

1. Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan

2. Nilai R2 tinggi, tetapi dalam uji individu banyak yang tidak nyata atau bahkan tidak nyata semua.

3. Matrix korelasi antar variabel tinggi (rij > 0,8)

4. R2 < rij menunjukkan bahwa terjadi multikoliniearitas

Dampak dari adanya multikolinieritas pada suatu persamaan adalah koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan serta varians dan kovarians dari koefisien menjadi tidak terhingga. Hubungan multikolinieritas yang hampir sempurna juga menyebabkan persamaan yang dibentuk secara statistik mempunyai standar error yang besar dan menyebabkan interval kepercayaan menjadi lebih besar. Hal ini berakibat pada nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat.

b. Autokorelasi

(62)

terjadi pada data time series. Dampak dari adanya autokorelasi adalah tidak efisiennya pendugaan atau peramalan meskipun estimatornya tidak bias dan masih konsisten. Dampak lainnya adalah standar error menjadi bias dan tidak konsisten sehingga uji pada hipotesis menjadi tidak valid.

Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang (Gujarati, 1978). Panduan mengenai angka DW (Durbin-Watson) untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada Tabel DW, dengan pengambilan keputusan berikut:

a. Jika nilai d lebih rendah dari dl atau lebih tinggi dari 4-dl, maka signifikan terdapat autokorelasi;

b. Jika nilai d berada lebih besar dari du atau lebih kecil dari 4-du, berarti tidak terdapat autokorelasi;

c. Jika nilai d berada antara du dan dl atau berada diantara 4-du dan 4-dl, maka dinyatakan sebagai daerah tidak dapat diambil kesimpulan atau ragu-ragu.

c. Heteroskedastisitas

Terjadi karena ragam dari error tidak konsisten sehingga tidak memenuhi teorema Gauss – Markov, umumnya terjadi pada data cross-section. Dampak yang timbul dari permasalahan ini antara lain (Nachrowi dalam Sitorus, 2005):

(63)

2. Ragam yang besar menyebabkan uji hipotesis (uji F dan uji t) menjadi kurang tepat. 3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang besar

4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat (dapat menyesatkan)

Untuk menghilangkan permasalahan ini dapat dilakukan dengan cross-section weighted

regression, metode yang digunakan Generalized Least Square (GLS).

4.3. Pengujian Hipotesis

Model yang dianalisis merupakan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirancang. Pengujian hipotesis secara statistik untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh suatu variabel terhadap variabel-variabel lainnya yang diteliti. Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menguji apakah model tersebut sudah baik atau tidak diantaranya dengan uji-t, uji-F, dan dengan melihat koefisien determinansi (adjusted R2) model tersebut.

a. Uji-t

Nilai statistik-t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menguji statistik-t adalah sebagai berikut :

(64)

H0 : 1 = 0 H1 : 1 0

2. Penentuan nilai kritis. Nilai kritis diperoleh melalui tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi ( ) dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian.

3. Nilai t-hitung masing-masing koefisien regresi dapat diperoleh melalui perhitungan komputer

4. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan letak nilai t hitung masing-masing koefisien regresi pada kurva sebaran normal yang digunakan dalam penentuan nilai kritis. Jika letak thitung > ttabel dimana koefisien regresi berada di luar daerah peneriman H0 maka tolak H0 artinya variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Sedangkan jika letak thitung < ttabel maka terima H0 artinya variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.

b. Uji-F

(65)

dapat dijelaskan oleh semua perubahan variabel independen. Langkah-langkah untuk melakukan uji-F :

1. Perumusan hipotesis H0 = 1 = 2 = … = k = 0

H1 = minimal ada satu nilai 1 yang tidak sama dengan nol. 2. Perhitungan nilai kritis distribusi F (F-tabel) dan F-hitung. 3. Penentuan penerimaan atau penolakan H0

4. Apabila keputusan yang diperoleh adalah Fhitung > Ftabel dimana koefisien regresi berada di luar daerah penerimaan H0 maka tolak H0 artinya setidaknya ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0 artinya seluruh variabel independen tidak ada yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependenya.

c. Koefisien Determinansi (adjusted R2)

Koefisien determinasi adalah proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model. R2 memiliki range antara 0 R2 1. Jika R2 bernilai 1 maka variabel independen menjelaskan 100% variasi dalam variebel dependen, sedangkan jika R2 bernilai 0 maka variabel independen tidak dapat menjelaskan variasi dalam variabel dependen. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

R2 = dimana :

(66)
(67)

V. GAMBARAN UMUM

5.1. Gambaran Umum Kakao Indonesia

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan yang perannya cukup penting bagi perekonomian Indonesia, khususnya sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam pengembangan wilayah dan argoindustri. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan pangsa produksi sekitar 13,2 persen dari total produksi dunia(data tahun 2007/2008). Indonesia juga merupakan eksportir kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan pangsa ekspor sebesar 16,3 persen dari total ekspor dunia (data tahun 2007/2008). 5

Pasar kakao Indonesia ditujukan ke berbagai negara terutama Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, Brazil, Balanda, Perancis, China, Canada, dan lain-lain.6 Ditinjau dari segi produktivitas, Indonesia masih berada dibawah rata-rata produktivitas negara lain penghasil kakao. Selama ini kakao lebih banyak diekspor dalam bentuk biji kering kakao dibandingkan hasil olahannya sehingga nilai tambahnya terhadap perekonomian sedikit.

Produksi biji kakao Indonesia sekitar 80 persen dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Namun, produk biji kakao yang dihasilkan masih memiliki mutu yang rendah. Hal ini tercermin dari tingginya kandungan biji yang tidak difermentasi dan kandungan

*

55 6$$ 7 8 5 7 7 $ Profil Pasar Komoditi Kakao [16 Juli 2009]

(68)

non kakao (kotoran). Upaya untuk mendorong petani melakukan fermentasi biji mengalami masalah yakni skala usaha yang tidak terpenuhi dan tidak ada insentif harga yang memadai. Mutu biji kakao yang rendah juga terkait dengan adanya material non kakao seperti kotoran, biji berjamur, biji hampa, dan benda-benda lainnya. Akibat masalah ini, biji kakao Indonesia di pasar internasional mendapat pemotongan harga sebesar $250 per ton (data tahun 2007).7

5.2. Perkembangan Produktivitas, Produksi, dan Luas Areal Kakao

Produktivitas tanaman kakao Indonesia selama enam tahun terakhir mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 5,32 persen. Penurunan tersebut terutama disebabkan karena semakin banyaknya jumlah tanaman kakao yang rusak akibat tua dan semakin meluasnya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular

streak dieback (VSD). Hingga akhir tahun 2008 tanaman kakao yang rusak mencapai 450.000ha yang terdiri dari 70.000 ha tanaman kakao rusak berat, 235.000 ha tanaman kakao rusak sedang dan 145.000 ha tanaman kakao rusak ringan.8 Selain itu diduga karena 80 persen perkebunan kakao merupakan perkebunan rakyat, produktivitas kakao juga ikut menurun yang disebabkan pengelolaan perkebunan kakao oleh rakyat yang sederhana dan kurang memanfaatkan teknologi sehingga produktivitas tanaman menjadi rendah.

Produksi kakao sendiri mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata peningkatan produksi kakao nasional dari tahun 2003 sampai tahun 2008 hanya sebesar 2,66 persen per tahun jika dibandingkan dengan perluasan areal yang memiliki

+

http://pphp.deptan.go.id Profil Pasar Komoditi Kakao [16 Juli 2009]

(69)

peningkatan rata-rata per tahun sebesar 8,91 persen (Tabel 5) . Pada kenyataannya walaupun terjadi peningkatan yang besar pada luas areal tanam kakao, tidak menjamin bahwa produktivitas dan produksi kakao juga ikut mengalami peningkatan. Hal ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan areal yang tidak dapat mengimbangi tanaman kakao yang tua dan tua renta, serta hama penggerek buah kakao yang sudah sejak lama mengganggu tanama kakao nasional, sehingga produksi dan produktivitas memang masih lebih kecil dibandingkan perluasan areal tanam kakao.

Tabel 5. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Kakao Indonesia Tahun 2003-2008*

tahun produktivitas produksi luas areal

ton/ha %** ton %** ha %**

(70)

pemerintah untuk dapat mempercepat peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil tanaman kakao nasional dengan memberdayakan atau melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada. Cakupan kegiatan terutama meliputi peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi tanaman kakao rakyat di sentra produksi kakao dengan teknologi terkini di sembilan provinsi dengan 40 kabupaten.9

5.3. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia

Pemasaran kakao Indonesia telah mencapai pasar dunia dan cenderung menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2003, Indonesia mengekspor kakao dalam bentuk biji dengan volume sebesar 265.838 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 410 juta. Kemudian meningkat pada tahun 2004 dengan volume ekspor sebesar 275.484 ton, namun nilai ekspor menurun menjadi sebesar US$ 370 juta. Ekspor biji kakao Indonesia kembali meningkat di tahun 2005 baik volume maupun nilai ekspornya yang berturut-turut sebesar 367.425 ton dan US$ 468 juta. Pada tahun 2006 meningkat lagi dengan volume ekspor sebesar 490.777 ton dengan nilai ekspor US$ 619 juta. Pada tahun 2007, ekspor biji kakao Indonesia mengalami penurunan volume ekspor menjadi 379.829 ton, namun dari sisi nilai ekspor justru mengalami peningkatan dengan nilai sebesar US$ 623 juta. Indonesia berhasil meningkatkan kembali ekspor biji kakao walaupun hanya sedikit volume ekspornya meningkat yakni menjadi 380.512 ton, namun nilai ekspor biji kakao meningkat secara signifikan menjadi sebesar US$ 855 juta. Perkembangan ekspor biji kakao Indonesia ditunjukkan pada Gambar 5 berikut ini.

(71)

Sumber : comtrade.un.org [29 Juni 2009]

Gambar 5. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia 2003-2008

Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia relatif menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat memperoleh pendapatan devisa dari komoditi ini. Hal yang sangat menentukan tingkat harga di pasar internasional adalah mutu biji kakao. Oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan oleh produsen kakao terutama Indonesia adalah kualitas dari biji kakao yang diekspor. Pokok utama permasalahan dinilai rendahnya mutu kakao Indonesia di pasar internasional antara lain disebabkan oleh hama dan umur tanaman yang sudah sangat tua. Menurut Surat Menteri Pertanian Anton Apriyanto tertanggal 14 April 2005, salah satu upaya mengatasi hal itu diperlukan penelitian dalam memperoleh jenis tanaman yang rentan terhadap hama dan kutu biji kakao. Akibat dari buruknya mutu kakao Indonesia ini, ekspor kakao Indonesia selalu mengalami automatic detention oleh Amerika Serikat sejak tahun 1991. Selain itu, pembeli kakao di luar negeri selalu

* + 9

* +

(72)

memotong harga biji kakao Indonesia sebesar 200 dollar AS per ton, karena biji kakao Indonesia tidak terfermentasi.10

5.4. Perkembangan Industri Pengolahan Kakao

Selama ini tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia masih rendah yakni berkisar 100gr/kapita. Kondisi industri hilir kakao juga tidak bisa dibilang sebagai kabar baik, dari 16 unit pabrik hanya 5 unit pabrik yang aktif. Padahal pabrik ini dapat membantu memudahkan perusahaan perkebunan untuk memasarkan biji kakao di dalam negeri. Berikut beberapa perusahaan eksportir kakao Indonesia yang masih aktif berproduksi sampai saat ini.11

Tabel 6. Daftar Perusahaan Eksportir Kakao Indonesia

Nama Perusahaan Kapasitas Produksi (ton)

PT. General Food Industries 70.000

Untuk mendorong meningkatnya gairah industri kakao nasional maka tingkat konsumsi domestik perlu ditingkatkan hingga 1kg/kapita. Sebagai perbandingan negera Malaysia memiliki tingkat konsumsi domestik sebesar 5kg/kapita sedangkan Swiss hampir menyentuh angka 15kg/kapita. Konsumsi domestik 1kg/kapita menjadi program

10http://regionalinvestment.com/sipid/id/userfiles/komoditi/3/kakao_kajianpeluanginvestasi.pdf [29 Juni

2009]

11http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/17427/Ekspor-Melorot-Produksi-Pabrik-Kakao-Mandek

Gambar

Tabel 2. Sumbangan Subsektor Pertanian Terhadap GDP Atas Dasar Harga     Berlaku Tahun 2004-2008** (%)
Gambar 1. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia  Ke Malaysia, Singapura, dan Thailand
Gambar 2.   $"
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

 batasan yang jelas tentang: lingkungan rumah yang bersifat informal, percakapan sosial yang bisa terjadi antara anggota keluarga sepanjang hari, keikutsertaan anggota

Kepada Jemaat yang baru pertama kali mengikuti ibadah dalam Persekutuan GPIB Jemaat “Immanuel” Depok dan memerlukan pelayanan khusus, dapat menghubungi Presbiter yang

Berdasarkan perhitungan statistik yang diperoleh, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu Ha terdapat pengaruh yang besar antara nilai berita house journal sinamar

Varietas Unggul Baru (VUB) kedelai yang digunakan dalam demfarm adalah varietas Argomulyo dan Burangrang (kedua varietas ini merupakan varietas terbaik yang telah

b. Perdamaian kedua belah pihak yang bersengketa. Apabila penggugat dan tergugat sama-sama hadir dalam persidangan pada tanggal dan hari yamg telah ditetapkan, majlis Hakim

Berdasarkan data wawancara dan survei awal bulan Februari 2019 para petambak ikan kerapu khususnya tambak “Kompak bersama” di Kabupaten Batu Bara dimana ketua

Oleh karena itu penulis mencoba membuat suatu Pengembangan Aplikasi Game WATERMELONS,dengan tujuan membuat sebuah aplikasi game sederhana yang menggunakan bahasa

Aplikasi G2M ini, dibuat dengan bahasa pemrograman JAVA Micro, yaitu J2ME yang nantinya akan digunakan ponsel sebagai medianya, dimana ponsel kini merupakan barang yang telah