TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI
(BBLKI) SEBAGAI PENYEDIA JASA PELATIHAN DENGAN PT. INALUM SEBAGAI PESERTA
(Studi Kasus Pada Kantor BBLKI Medan)
S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM : 090200428 RIZKI UTAMI
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI
(BBLKI) SEBAGAI PENYEDIA JASA PELATIHAN DENGAN PT. INALUM SEBAGAI PESERTA
(Studi Kasus Pada Kantor BBLKI Medan)
Oleh
NIM : 090200428 RIZKI UTAMI
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh :
NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum
Pembimbing I Pembimbing II
Sinta Uli P, SH., M.Hum
NIP. 195506261986012001 NIP. 0195902051986012081
Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT
BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN
Pengadaan barang/jasa sangat diperlukan oleh suatu instansi atau lembaga di Indonesia dalam rangka mensukseskan pembangunan di segala bidang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu dalam proses pembangunan perlu adanya partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat agar terciptanya tujuan dari pembangunan nasional tersebut dan hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata.
Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan ?Apakah Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres No. 70 Tahun 2012? Bagaimana penyelesaian terhadap kontrak yang bermasalah ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis
digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan perjanjian perjanjian pengadaan barang dan jasa.. Sedangkan pendekatan
normatif digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai prilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.
Macam pekerjaan : Pengadaan Alat Tulis Kantor untuk kegiatan Subsidi Program di Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan Tahun Anggaran 2009).Harga yang di setujui Rp. 44.000.000,- (Empat puluh empat juta rupiah) sudah termasuk PPn Pelaksanaan Kegiatan :Pekerjaan dimulai tanggal 14 September s/d 11 Oktober 2009 (28 hari kalender) Kelompok kerja ULP
mengumumkan Pelelangan Umum Pascakualifikasi melalui website
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE paling kurang 7 (tujuh) hari kerja atau apabila diperlukan melalui media cetak dan/atau elektronik.Penyelesaian sengketa di bidang kontrak bisnis perusahaan dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada ketentuan KUH Perdata yang menetapkan apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian; akan tetapi jika pihak yang melakukan wanprestasi tidak bersedia menyelesaikannya secara musyawarah, maka gugatan dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang dan setelah keputusan diperoleh, dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan keputusan (eksekusi).
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
D. Metode Penelitian ... 4
E. Keaslian Penulisan ... 6
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG ... 10
A. Kontrak menurut KUHPerdata ... 10
B. Pengertian Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa ... 16
C. Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa... 20
D. Materi-materi dalam pengadaan barang dan jasa ... 21
E. Siapa saja yang berhak melakukan Kontrak pengadaan barang dan jasa ... 22
F. dan syarat terjadinya kontrak pengadaan barang dan jasa. ... 24
BAB III DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN ... 28
A. Latar belakang didirikan dan dasar hukumnya ... 28
C. Manfaat didirikannya BBLKI ... 32
D. Struktur organisasi ... 33
BAB IV ANALISIS TERHADAP KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN ... 37
A. Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres No. 70 Tahun 2012 ... 37
B. Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan ... 39
C. Penyelesaian terhadap kontrak yang bermasalah ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
A. Kesimpulan ... 88
ABSTRAK
ANALISIS HUKUM TERHADAP KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT
BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN
Pengadaan barang/jasa sangat diperlukan oleh suatu instansi atau lembaga di Indonesia dalam rangka mensukseskan pembangunan di segala bidang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu dalam proses pembangunan perlu adanya partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat agar terciptanya tujuan dari pembangunan nasional tersebut dan hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata.
Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan ?Apakah Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres No. 70 Tahun 2012? Bagaimana penyelesaian terhadap kontrak yang bermasalah ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis
digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan perjanjian perjanjian pengadaan barang dan jasa.. Sedangkan pendekatan
normatif digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai prilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.
Macam pekerjaan : Pengadaan Alat Tulis Kantor untuk kegiatan Subsidi Program di Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan Tahun Anggaran 2009).Harga yang di setujui Rp. 44.000.000,- (Empat puluh empat juta rupiah) sudah termasuk PPn Pelaksanaan Kegiatan :Pekerjaan dimulai tanggal 14 September s/d 11 Oktober 2009 (28 hari kalender) Kelompok kerja ULP
mengumumkan Pelelangan Umum Pascakualifikasi melalui website
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE paling kurang 7 (tujuh) hari kerja atau apabila diperlukan melalui media cetak dan/atau elektronik.Penyelesaian sengketa di bidang kontrak bisnis perusahaan dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada ketentuan KUH Perdata yang menetapkan apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian; akan tetapi jika pihak yang melakukan wanprestasi tidak bersedia menyelesaikannya secara musyawarah, maka gugatan dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang dan setelah keputusan diperoleh, dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan keputusan (eksekusi).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan
asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan
mutu sesuai standar internasional untuk memenuhi kebutuhan luar negeri dan
dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan
Menengah khususnya di Sumatera Utara dan di Indonesia pada umumnya. Dalam
merekrut tenaga kerja yang trampil dan handal PT. Inalum melakukan kerjasama
dengan Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan
Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian
peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota suatu masyarakat dan
bertujuan mengadakan tata tertib di antara anggota-anggota masyarakat.1
Subekti mengatakan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal”
2
Dari peristiwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua
orang itu dinamakan perikatan sehingga dikatakan bahwa perjanjian menerbitkan
dan menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam
bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung
janji-janji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian dalam Kitab
1
Djanianus Djamin dan Syamsul Arifin. Pengantar Ilmu Hukum. 1991. Medan. hal 5
2
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak diatur secara baku dan
kaku, bahkan bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian, para
pihak dapat menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan dan tersirat dalam hati
masing-masing yang kemudian dimusyawarahkan untuk diwujudkan secara nyata
dengan cara merangkumnya dalam klausula isi perjanjian oleh mereka yang
mengadakan perjanjian.
Dalam perjanjian tidak terdapat hubungan hukum yang timbul dengan
sendirinya seperti yang dijumpai pada harta benda kekeluargaan. Hubungan
hukum itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum” (rechtshandling).
Tindakan atau perbuatan hukum menimbulkan hubungan hukum perjanjian
sehingga terhadap satu pihak diberi oleh pihak yang lain untuk memperoleh
prestasi, sedangkan pihak yang lain itu pun menunaikan prestasi. Jadi satu pihak
memperoleh hak (recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) untuk
menyerahkan atau menunaikan prestasi.
Hak dan kewajiban tersebut didasarkan pada sebab tertentu yang membuat
terjadinya kesepakatan kedua belah pihak atas semua syarat perjanjian. Hal ini
terikat pada Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Suatu sebab
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan atau ketertiban umum”. Sehingga terdapat keterikatan yang tidak dapat
dilepas karena di dalam melakukan perjanjian dibutuhkan hukum untuk mengatur
jalannya suatu perjanjian dengan baik antara hukum dan perjanjian.
Dalam pelaksanaan akta perjanjian biasanya telah ditentukan segala
atau “voorwerp” dan “verbintenis”. Hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan
tindakan hukum sama sekali tidak berarti bagi hukum perjanjian tanpa adanya
prestasi. Terhadap suatu perjanjian, segala sesuatu yang menyangkut objek
perjanjian tersebut seperti jangka waktu kontrak, pembagian keuntungan,
penyelesaian permasalahan, dan lain-lain, biasanya telah ditentukan. Sesuai
dengan asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam hukum perjanjian. Hukum
kontrak mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dengan hukum perjanjian.3
Suatu perjanjian tidak terlepas dari kontrak dan menganut asas kebebasan
berkontrak. Asas kebebasan berkontrak mengartikan bahwa para pihak bebas
mengadakan perjanjian apa saja dengan berbagai bentuk, dengan ketentuan
kontrak yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan
dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan
berdasarkan pada Pasal 1338 KUH Perdata, yang mengatakan bahwa segala
Kontrak merupakan suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement)
di antara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau
menghilangkan hubungan hukum. Tetapi KUH Perdata memberi pengertian pada
kontrak sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi, yaitu: “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila terjadi wanprestasi maka hukum
bertugas memberikan ganti rugi melalui subjek hukum yang terdapat dalam
perjanjian dalam hal berkewajiban atas prestasi, terhadap subjek hukum lain yang
terdapat dalam perjanjian tersebut dalam haknya atas prestasi.
3
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Pasal ini dimaksudkan sebagai pernyataan bahwa setiap
perjanjian bersifat “mengikat” kedua belah pihak, disertai adanya asas kebebasan
berkontrak.
Masyarakat bebas untuk menentukan dan memilih pihak lain dalam
melakukan perikatan (perjanjian) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
taraf hidup dan meningkatkan usaha agar lebih maju, lebih efisien dan lebih
mendapatkan keuntungan kerjasama merupakan hubungan kerjasama yang
dilandasi oleh prinsip saling menunjang berdasarkan asas kekeluargaan dan asas
kebersamaan. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
memberikan syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Peristiwa hukum menyangkut lahirnya suatu perjanjian tidak terlepas dari
kaidah dan asas umum dari suatu perjanjian, yaitu syarat dasar terbentuknya
perjanjian itu sendiri dengan adanya asas kebebasan berkontrak sebagai landasan
terbentuknya perjanjian. Asas kebebasan berkontrak yang dimaksud antara lain
mengindikasikan bahwa dalam suatu perjanjian semestinya ada
kesepakatan-kesepakatan dari masing-masing pihak yang dibentuk secara bebas tanpa paksaan,
kebebasan membentuk keinginan para pihak untuk dicantumkan dalam suatu
Sebagai alat bukti bagi para pihak, perjanjian kerjasama yang dilakukan secara
tertulis ini dilakukan agar para pihak mendapatkan kepastian akan hak dan
kepastian untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang telah
dicapai atau sesuai dengan ketentuan undang-undang sehingga akan terlindungi
oleh hukum apabila ada salah satu pihak yang wanprestasi atau tidak memenuhi
kewajibannya, maka sanksinya akan mudah untuk diterapkan karena sudah ada
alat buktinya.
Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara para pihak adalah suatu hubungan
hukum yang resmi dan sah, yang mencakup hak dan kewajiban para pihak secara
rinci, yang harus dipatuhi selama masa perjanjian. Pasal-Pasal yang diperjanjikan
harus difahami dengan cermat oleh masing-masing pihak, yang kemudian harus
dijaga dan dipatuhi sebagaimana kesepakatan orang terhormat dan bermartabat
(gentlemen agreement).4
Kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian inilah yang kemudian
menjadi latarbelakang penulisan skripsi ini, yang sebelumnya telah diuraikan
secara umum bahwa setiap ketentuan dalam KUH Perdata agar diartikan sebagai Dengan memperhatikan masalah-masalah tersebut di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap
Perjanjian Kerjasama Antara Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Sebagai
Penyedia Jasa Pelatihan dengan PT. INALUM Sebagai Peserta (Studi Kasus Pada
Kantor BBLKI Medan).
4
pedoman dalam kaitannya terhadap ketentuan lain yang terdapat dalam hukum
perdata dengan tidak mengartikannya secara individual atau parsial.
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan (Pasal 9 Undang-Undang
Ketenagakerjaan untuk selanjutnya disingkat UUK.
Pasal 10 UUK pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik didalam maupun diluar hubungan
kerja ayat (1), pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan
yang mengacu pada standar kompetensi kerja ayat (2), pelatihan kerja dapat
dilakukan secara berjenjang ayat (3), ketentuan mengenai tata cara penetapan
standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan keputusan
menteri.
Di dalam Pasal 13 UUK ayat (1) pelatihan kerja diselenggara oleh
lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta ayat
(2) pelatihan kerja dapat diselenggarakan ditempat pelatihan atau tempat kerja
ayat (3) lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerjasama dengan swasta.
Dari latar belakang di atas penulis tertarik memilih judul TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BALAI
BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) SEBAGAI PENYEDIA
JASA PELATIHAN DENGAN PT. INALUM SEBAGAI PESERTA (Studi
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang
akan menjadi batasan dalam pembahasan:
1. Apakah perjanjian kerjasama antara BBLKI sebagai penyedia jasa dengan
PT. Inalum sebagai peserta telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Hukum Perdata?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama antara BBLKI sebagai
penyedia jasa pelatihan dengan PT. Inalum sebagai peserta?
3. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perjanjian kerjasama antara BBLKI sebagai penyedia
jasa dengan PT. Inalum sebagai peserta telah sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Untuk menegetahui pelaksanaan perjanjian kerjasama antara BBLKI
sebagai penyedia jasa pelatihan dengan PT. Inalum sebagai peserta
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak yang membuat
perjanjian.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
Penulis berharap hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi
perkembangan hukum khususnya mengenai hukum perjanjian.
2. Secara praktis
Selain manfaat secara teoritis, hasil penelitian yang dilakukan penulis
diharapkan juga mampu memberikan sumbangan praktis yakni :
a. Diharapkan para pihak yang ada dalam perjanjian kerjasama operasional
tersebut dapat mengetahui kedudukan, hak dan kewajibanserta
tanggungjawabnya dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama BBLKI
dengan PT. Inalum tersebut, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang
mungkin timbul dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut.
E. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang
digunakan adalah metode yuridis normatif dan empiris. Pendekatan yuridis
normatif dan empiris digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan
perundang-undangan, khususnya di bidang hukum perjanjian. Sedangkan
pendekatan secara normatif dan empiris dipergunakan untuk menganalisis
hukum bukan semata-mata sebagai seperangkat aturan perundang-undangan yang
bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dilihat sebagai perilaku masyarakat
yang menggejala dan mempola dalam kehidupan masyarakat, selalu berinteraksi
dan budaya5
Pendekatan yuridis, yaitu pendekatan yang berkaitan dengan segi-segi
hukum positif (hukum yang berlaku saat ini), berupa ketentuan
perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang dalam hal ini adalah ketentuan dalam Buku
Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan, sedangkan yang
dimaksud dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memberi
kerangka pembuktian atau kerangka pengujian untuk memastikan suatu
kebenaran. Jadi pendekatan yuridis normatif, adalah cara atau prosedur yang
digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder
terlebih dahulu, untuk kemudian dilanjutkan dengan meneliti data primer yang ada
di lapangan.
. Berbagai temuan laporan individual, akan dijadikan bahan utama
dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti, dengan berpegang pada
ketentuan yang normatif.
6
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu
menggambarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam praktek pelaksanaan
hukum positif yang menyangkut permasalahan dalam penulisan skripsi ini,
terutama masalah Perjanjian Kerjasama Antara Balai Besar Latihan Kerja Industri
(BBLKI) Sebagai Penyedia Jasa Pelatihan dengan PT. Inalum Sebagai Peserta
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal 1
6
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah terdiri
dari data primer dan data sekunder.
a. Data sekunder, adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat atau tulisan para
sarjana atau pihak yang berwenang7
Adapun data sekunder terdiri dari :
1) Bahan Hukum Primer
a) Akta Perjanjian Kerjasama Antara Balai Besar Latihan Kerja
Industri (BBLKI) Sebagai Penyedia Jasa Pelatihan dengan PT.
Inalum Sebagai Peser
b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Bahan hukum Sekunder
Adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer.8
b. Data Primer
Penjelasan ini dilakukan melalui cara : Studi Pustaka,
dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan
obyek penelitian.
Adalah data relevan dengan pemecahan masalah, data ini diperoleh dari
sumber utama yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan
dikumpulkan langsung oleh peneliti dari obyek penelitian. Dalam
pemecahan permasalahan ini, penulis menggunakan wawancara untuk
7
Ibid. hal 10
8
mendapatkan keterangan yang diperlukan yang sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.
4. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis
secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpul dituangkan dalam bentuk
uraian logis dan sistematis yang menghubungkan fakta yang ada dengan berbagai
peraturan yang berlaku. Analisis didasarkan atas interpretasi dan analisis kasus
yang memadukan elemen-elemen interpretasi terhadap peraturan
perundang-undangan yang ada, dokumen serta penelitian di lapangan sehingga menghasilkan
suatu kajian strategis bagi kalangan umum dalam menghadapi permasalahan yang
sejenis.
F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera
Utara Skripsi dengan berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama
Antara Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) sebagai penyedia jasa
pelatihan dengan PT. Inalum sebagai peserta (Studi Kasus Pada Kantor BBLKI
Medan) memiliki kesamaan dengan judul skripsi antara lain :
1. Aspek hukum perjanjian kerjasama antara perushaan pengguna jasa tenaga
kerja dan
perusahaan penyedia jasa pekerja ( Studi Penelitian di PT. Gunung Garuda
2. Beberapa fasilitas dalam pajak pertambahan nilai (PPN) dengan studi
kasus di PT. Inalum Kuala Tanjung.
Meskipun salah satu dari skripsi di atas mengenai perjanjijan kerjasama,
akan tetapi dalam pembahasan dan permasalahannya memiliki sudut pandang
yang berbeda, juga setelah melihat media elektronik yang didasari tidak terdapat
kesamaan dalam pembahasan permasalahan tinjauan yuridis terhadap perjanjian
kerjasama antara Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) sebagai penyedia
jasa dengan PT. Inalum sebagai peserta yang dibahas dalam skripsi. Maka dengan
demikian secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui
belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata
terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis
bertanggungjawab sepenuhnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam kegiatan penelitian tentang Tinjauan Yuridis
Terhadap Perjanjian Kerjasama Antara Balai Besar Latihan Kerja Industri
(BBLKI) Sebagai Penyedia Jasa Pelatihan Dengan PT. Inalum Sebagai Peserta
(Studi Kasus Pada Kantor BBLKI Medan) adalah, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan membahas Latar Belakang, Permasalahan,
Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian
BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PERDATA
Pada bab ini akan membahas tentang pengertian perjanjian, syarat
sah terjadinya perjanjian, asas-asas perjanjian dan akibat hukum
dalam perjanjian.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA
Bab ini membahas mengenai ketentuan mengenai perjanjian
kerjasama, hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerjasama dan
proses pelaksanaan perjanjian kerjasama.
BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BALAI BESAR
LATIHAN INDUSTRI (BBLKI) SEBAGAI PENYEDIA JASA
PELATIHAN DENGAN PT. INALUM SEBAGAI PESERTA.
Pada bab ini akan menguraikan tentang Perjanjian kerjasama antara
BBLKI sebagai penyedia jasa dengan PT. Inalum sebagai peserta
telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Perdata,
Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara BBLKI sebagai penyedia
jasa pelatihan dengan PT. Inalum sebagai peserta serta hak dan
kewajiban para pihak yang membuat perjanjian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran dari
BAB II
PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
A. Pengertian Perjanjian
Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu
terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan
kepentingan yang sangat beraneka ragam. Dalam hal adanya tujuan dan
kepentingan yang ingin dicapai maka untuk mewujudkan kebutuhan para pihak
tersebut, terlebih dahulu harus dipertemukan kehendak yang mereka inginkan. Hal
inilah yang menjadi dasar utama untuk terjadinya suatu perjanjian.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan
hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Dalam hal ini fungsi perjanjian sama dengan perundang-undangan tetapi hanya
berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Hukum memberikan sanksi
terhadap pelaku pelanggaran perjanjian atau ingkar janji (wanprestasi).9
9
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Sumur, Bandung, 1991, hal 92.
KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan
perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata
itu sendiri. Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan
kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma
Pengaturan perjanjian terdapat didalam Peraturan KUH Perdata tepatnya
Pada Buku III, disamping mengatur mengenai perikatan yang timbul dari
perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari undang-undang misalnya
tentang perbuatan melawan hukum. Dalam KUH Perdata terdapat aturan umum
yang berlaku untuk semua bentuk perjanjian dan aturan khusus yang berlaku
hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya sudah
diberikan undang-undang.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata dimaksud dengan perjanjian adalah
sebagai berikut : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan diri pada satu orang atau lebih”. Menurut Mariam Darus
Badrulzaman mengatakan bahwa “defenisi tersebut menurut para ahli hukum pada
umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian tersebut tidak lengkap dan
terlalu luas. Tidak lengkap karena dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja.10
Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengawali
ketentuan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan
bahwa “Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang – undang”.11
Selanjutnya dalam ketentuan berikutnya, yaitu dalam Pasal 1234 Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata dikatakan bahwa “ Tiap – tiap perikatan adalah
10
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan,
Alumni, Bandung, 1983, hal 89.
11
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu”.12
1. Untuk memberikan sesuatu..
Dari kedua rumusan sederhana tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan
melahirkan “kewajiban”, kepada orang perorangan atau pihak tertentu, yang dapat
berwujud dalam salah satu dari tiga bentuk berikut, yaitu :
2. Untuk melakukan sesuatu.
3. Untuk tidak melakukan sesuatu tertentu.
Istilah kewajiban itu sendiri dalam ilmu hukum dikenal dengan nama
prestasi, selanjutnya pihak yang berkewajiban dinamakan dengan debitur, dan
pihak yang berhak untuk menuntut pelaksanaan kewajiban atau prestasi disebut
dengan kreditur.
Sumber perikatan adalah sebagai berikut :13
1. Perjanjian
2. Undang – undang yang dapat dibedakan
a) Undang – undang semata
b) Undang – undang karena perbuatan manusia yang :
1) Halal
2) Melawan hukum
3. Jurisprudensi
4. Hukum tertulis dan tidak tertulis
12
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, inan Fidusia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 12
13
5. Ilmu pengetahuan hukum
Perikatan dapat dibedakan dalam berbagai jenis, yaitu :14
1. Dilihat dari objeknya
2. Perikatan untuk memberikan sesuatu
3. Perikatan untuk berbuat sesuatu
4. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi
sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan perikatan
positif dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen)
dinamakan perikatan negatif.
5. Perikatan mana suka (alternatif)
6. Perikatan fakultatif
7. Perikatan generik dan spesifik
8. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbaar dan
ondeerlbaar)
9. Perikatan yang sepintas lalu dan terus menerus (voorbijgaande dan
voortdurende)
10.Dilihat dari subyeknya maka dapat dibedakan :
1) Perikatan tanggung menanggung (hoofdlijk atau solidair)
2) Perikatan pokok dan tambahan (principale dan accessoir)
11.Dilihat dari daya kerjanya.
12.Perikatan dengan ketetapan waktu.
Meskipun bukan yang paling dominan, namun pada umumnya, sejalan
dengan sifat dari Buku III Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang bersifat
terbuka, perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak
terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, dan yang juga ternyata banyak
dipelajari oleh ahli hukum, serta dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan
hukum positif yang tertulis oleh para legislator.15
Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal
1313 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata menyiratkan bahwa sesungguhnya
dari duatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang
(pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi
tersebut.
Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu
perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang berhak
atas prestasi tersebut (kreditur).
Masing-masing pihak dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan
dengan perkembangan ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau
lebih badan hukum.
Selanjutnya dalam rumusan Pasal 1314 dan 1313 KUHPerdata, bila
dikembangkan lebih jauh dengan menyatakan bahwa atas prestasi yang wajib
dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang berkewajiban
tersebut dapat meminta dilakukan “kontra prestasi” dari lawan pihaknya tersebut
atau dengan istilah “dengan atau tanpa beban”.16
Kedua rumusan diatas memberikan banyak arti bagi ilmu hukum, yang
menggambarkan secara jelas bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan
perikatan yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi)
dan perikatan yang timbal balik (dengan kedua belah pihak yang berprestasi).
17
Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar pembentukan. Ilmu hukum
mengenal unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut
dengan perjanjian (yang sah), unsur tersebut selanjutnya digolongkan ke dalam
dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian
(unsur subyektif), dan dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung
dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).
18
Syarat subjektif :
19
1. Terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang
mengadakan atau melangsungkan perjanjian.
Syarat ini diatur dalam Pasal 1321 sampai pada Pasal 1328 KUHPerdata,
pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian
dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan
tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan,
kekhilafan tidak mengakibatkan dapat dibatalkannya perjanjian, kecuali
16 Ibid 17
Mariam Darus Badrulzaman. Loc. Cit
18
Wirjono Prodjodikoro, Asas – asas Hukum Perjanjian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984, hal. 12
19
jika kekhilafan tersebut terjadi mengenai hakekat dari kebendaan yang
menjadi pokok persetujuan.
2. Adanya kecakapan pihak-pihak yang berjanji.
a. Kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan (Pasal
1329 sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata)
Pada prinsipnya semua orang dianggap cakap untuk melakukan
tindakan hukum, kecuali mereka yang masih berada dibawah umur,
yang berada dibawah pengampuan, dan mereka yang dinyatakan pailit
(Pasal 1330 KUHPerdata).
b. Kecakapan dalam hubungan dengan pemberi kuasa
Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kecakapan bertindak
dalam hukum, tidak hanya dari pihak yang memberi kuasa, melainkan
juga dari pihak yang menerima kuasa secara bersama-sama. Khusus
untuk orang perorangan, maka berlakulah persyaratan yang ditentukan
dalam KUHPerdata.
c. Kecakapan dalam hubungannya dengan sifat perwalian dan
perwakilan.
Dalam hal perwalian maka harus diperhatikan kewenangan bertindak
yang diberikan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
Syarat Objektif :20
1. Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata mengenai
keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian. Hal ini adalah
konsekuensi logis dari perjanjian itu sendiri. Tanpa adanya suatu
obyek, yang merupakan tujuan dari para pihak, yang berisikan hak dan
kewajiban dari salah satu atau para pihak dalam perjanjian, maka
perjanjian itu sendiri “absurd” adanya.
2. Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata Mengatur
mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal dalam setiap
perjanjian yang dibuat oleh para pihak, Pasal 1337 KUHPerdata
memberikan perumusan secara negatif, dengan menyatakan bahwa
suatu causa dianggap sebagai terlarang, jika causa tersebut dilarang
oleh undang-undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum yang
berlaku dalam masyarakat dari waktu ke waktu.
B. Syarat Sahnya Perjanjian
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji dengan suatu kata sepakat kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dengan
adanya pengertian perjanjian seperti ditentukan di atas, dapat diketahui bahwa
kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan
seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan
dengan kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja.21
Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:22
21
Djumadi, Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 13.
22
1. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak
sebagai subyek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum.
Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap
untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah
suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi
syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah,
mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada
organisasi23
2. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau
dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk
mengadakan tawar-menawar diantara mereka; ;
3. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun
oleh pihak lain, selaku subyek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai
tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum;
4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian
mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya
saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi
prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;
23
5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun
tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat
sesuai dengan ketentuan yang ada;
6. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada
syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian
dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah sah apabila
memenuhi empat syarat sebagai berikut : 24
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Dua syarat pertama disebut syarat Subjektif, karena menyangkut
subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat
terakhir adalah syarat objektif. Berikut ini uraian masing – masing syarat tersebut:
a. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya
Menurut Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan jika didalam suatu
perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan dan penipuan, maka berarti di dalam
24
Djaja S.Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan,
perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu
perjanjian tersebut dapat dibatalkan.25
b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan
Menurut Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan setiap orang adalah cakap
untuk membuat suatu perikatan, kecuali jika undang-undang menyatakan bahwa
orang tersebut adalah tidak cakap, orang-orang yang tidak cakap membuat
perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di
bawah pengampunan.26
c. Suatu Hal Tertentu
Menurut Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan hanya barang-barang yang
dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Pasal 1334
KUHPerdata menyebutkan barang-barang yang baru akan ada, di kemudian hari
dapat menjadi suatu pokok perjanjian.
d. Suatu Sebab Yang Halal
Pengertian suatu sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan
perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang kesusilaan maupun ketertiban umum menurut Pasal 1337
KUHPerdata.27
Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam:
28
25
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Op.Cit. hal 25
1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan
perjanjian (unsur subyektif), dan;
2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek
perjanjian (unsur obyektif).
Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari
para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan
perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan
yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa
prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak
dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur
dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian
tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika
terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam
hal tidak terpenuhinya unsur obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang
lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya29
Perbedaan antara dapat dibatalkan dengan batal demi hukum dapat
dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu.
Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan
(oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak
yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas). .
29
Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah
ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.30
C. Asas-Asas Perjanjian
Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan
latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang
terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau
ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Dengan demikian, asas
hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan terdapat dalam hukum
positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan
hakim yang merupakan ciri-ciri umum dari peraturan konkrit tersebut.
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Jadi, dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian,
yaitu: asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta
sunt-servanda. Di samping asas-asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas
kepribadian.
Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas sebagai berikut:31
30
Diana Kusumasari, Pembatalan Perjanjian yang Batal demi Hukum, diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail /cl4141 /pembatalan-perjanjian-yang-batal-demi-hukum, pada tanggal 21 Juni 2013.
31
1. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak), artinya dengan adanya kata
sepakat antara kedua belah pihak, perjanjian sudah mengikat. Jadi
perikatan lahir sejak detik tercapinya kesepakatan. Terhadap asas ini
terdapat pengecualian, yakni adanya perjanjian riil misalnya perjanjian
penitipan barang (Pasal 1694 KUHPerdata), perjanjian pinjam pakai (Pasal
1740 KUHPerdata), perjanjian pinjam pakai sampai habis (Pasal 1754
KUHPerdata).
2. Kebebasan berkontrak (partij otonomi) Kebebasan berkontrak adalah salah
satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini
adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Asas
kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata yang menentukan : “semua perjanjian yang dibuat sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan
menekankan kata “semua”, Pasal tersebut berisikan suatu pernyataan
kepada masyarakat bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian
yang berupa dan berisi apa saja, dan perjanjian itu akan mengikat para
pihak yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Asas kebebasan
berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para
pihak yang membuat persetujuan harus menaati hukum yang sifatnya
memaksa tersebut. Selain itu, meskipun setiap orang bebas untuk membuat
perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, namun isi perjanjian tersebut
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
3. Asas kepercayaan. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak
lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu
sama lain akan memenuhi janjinya, dengan kata lain akan memenuhi
prestasinya. Tanpa ada kepercayaan pada kedua belah pihak maka
perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak.
4. Asas kekuatan mengikat. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata. Mengikat artinya masing-masing para pihak dalam
perjanjian tersebut harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian,
serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi
perjanjian. Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak semata-mata
terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur
lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.
5. Asas persamaan hukum. Asas ini menempatkan para pihak di dalam
persamaan derajat dan tidak ada perbedaan di hadapan hukum.
Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan
kedua belah pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia
ciptaan Tuhan.
6. Asas Keseimbangan. Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi
dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan
kelanjutan dari asas persamaan.
7. Asas kepastian hukum. Menurut asas ini perjanjian harus mengandung
ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai
undang-undang bagi para pihak.
8. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk
menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Faktor-faktor yang
memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan
hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagi panggilan dari hati
nuraninya.
9. Asas kepatutan. Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas
ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian, melalui asas ini
ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam
masyarakat.
10.Asas kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo. 1347 KUHPerdata.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur,
akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim
diikuti.
Menurut Komariah :“Setiap perjanjian dinyatakan sudah sah atau
mengikat apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian itu. Isi perjanjian yang mengikat tersebut kemudian akan berfungsi
sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.” 32
D. Akibat Hukum Dalam Perjanjian
32
Mengenai akibat hukum perjanjian yang sah, pengaturannya dapat
dijumpai pada Pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dengan istilah “semua” maka pembentuk undang-undang menunjukkan
perjanjian yang dimaksud bukanlah hanya sematamata perjanjian bernama, tetapi
juga meliputi perjanjian tidak bernama.33
Pasal 1338 KUH Perdata tersebut harus juga dibaca dalam kaitannya
dengan Pasal 1339 KUH Perdata. Selanjutnya, istilah “secara sah” pembentuk
undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan. Semua perjanjian yang dibuat secara sah menurut
hukum (Pasal 1320 KUH Perdata) berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah
pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang, dan
pelaksanaannya harus dengan itikad baik.34
1. Berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak Para pihak yang membuat
perjanjian harus mentaati perjanjian sama seperti mentaati undang-undang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akibat hukum perjanjian yang sah,
antara lain:
33
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal 82.
34
Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, mereka
dianggap sama dengan melanggar undang-undang. Perjanjian mempunyai
kekuatan mengikat dan memaksa. Dalam perkara perdata, hukuman bagi
pelanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan undang-undang
atas permintaan pihak lainnya. Menurut undang-undang, pihak yang
melanggar perjanjian itu diharuskan membayar ganti kerugian (Pasal 1243
KUH Perdata), perjanjiannya dapat diputuskan atau onbinding (Pasal 1266
KUH Perdata), menanggung beban resiko (Pasal 1237 ayat (2) KUH
Perdata), dan membayar biayaperkara itu jika sampai diperkirakan di
muka pengadilan (Pasal 181 HIR / Herzeine Indlands Reglement, Hukum
Acara Perdata).35
2. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak Perjanjian yang telah dibuat
secara sah mengikat para pihak yang membuatnya. Perjanjian tersebut
tidak boleh ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja. Jika ingin
menarik kembali atau membatalkan perjanjian tersebut harus memperoleh
persetujuan pihak lainnya, sehingga diperjanjikan lagi. Namun, apabila ada
alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat ditarik
kembali.36
3. Pelaksanaan dengan itikad baik (in good faith, te goeder trouw) Itikad baik
yang dimaksud Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa pelaksanaan
perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan
dan kesusilaan. Artinya, pelaksanaan perjanjian tersebut harus
35
Ibid. hal 97
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Undang-undang
tidak memberikan rumusan mengenai maksud kepatutan dan kesusilaan.
Namun, jika dilihat arti katanya, kepatutan artinya kepantasan, kelayakan,
kesesuaian, kecocokan, sedangkan kesusilaan artinya kesopanan,
keadaban. Berdasarkan arti kata tersebut, kepatutan dan kesusilaan itu
sebagai nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan dan beradab,
sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak yang
berjanji. Pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik, perlu diperhatikan
juga “kebiasaan” sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata.37
Menurut Pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik olehpara pihak.38
Istilah “semua” maka pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa
perjanjian yang dimaksud bukanlah semata-mata hanya perjanjian bernama, tetapi
juga meliputi perjanjian tidak bernama. Dengan istilah “secara sah” pembentu
undang-undang menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan
bahwa pembuatan perjanjian harus menurut hukum.39
37
Ibid hal. 49
38
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, hlm. 168
39
Ibid, hlm. 107
Secara sah artinya adalah
bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian
suatu akibat yakni perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak
kecuali dengan sepakat antara kedua belah pihak.
Menurut Pasal 1381 KUHPerdata terdapat 10 (sepuluh) cara berakhirnya
perjanjian, yakni:40
40
1. Pembayaran
Pembayaran adalah setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela, misalnya
pembayaran uang oleh pembeli, pemenuhan perjanjian kerja oleh buruh. Yang
dimaksud dengan pembayaran oleh hukum perikatan bukan sebagaimana
ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang,
tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi, bagaimanapun sifat dari prestasi
tersebut. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah
pembayaran.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Penawaran pembayaran tunai yang diikuti oleh penyimpanan diatur di
dalam Pasal 1404 KUHPerdata. Penawaran pembayaran tunai terjadi apabila
dalam suatu perjanjian kreditur tidak bersedian menerima prestasi yang dilakukan
oleh debitur. Untuk membebaskan diri dari perikatan tersebut, maka kreditur
dapat melakukan penawaran pembayaran tunai. Prosedur penawaran tersebut
diatur pada Pasal 1405 KUHPerdata. Penawaran pembayaran tunai tersebut diikuti
dengan penitipan dari benda atau uang yang akan diserahkan di Pengadilan
Negari.
3. Pembaharuan utang (novasi)
Menurut Pasal 1413 KUHPerdata ada 3 (tiga) macam jalan untuk untuk
a. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna
orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang
lama, yang dihapuskan karenanya.
b. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang
berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
c. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seseorang berpiutang
ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si
berutang dibebaskan dari perikatannya.
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berhutang satu pada yang lain
dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh
undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua orang tersebut telah terjadi suatu
perhitungan menghapuskan perikatannya (Pasal 1425 KUHPerdata)
Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menetapkan berdasarkan
Pasal 1427 KUHPerdata, yaitu utang tersebut :
a. Kedua-duanya berpokok sejumlah uang, atau
b. Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan
barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
c. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
d. Pencampuran utang
Pencampuran utang adalah salah satu hapusnya perikatan karena
kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang. Pencampuran
perikatan yang semula ada diantara kedua belah pihak tersebut (Pasal 1436
KUHPerdata).
6. Pembebasan utang
Pembebasan utang adalah pernyataan dengan tegas si berpiutang atau si
kreditur bahwa ia tidak menghendaki lagi prestasi dari si debitur dan melepaskan
haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian. Apabila terjadi pembebasan
utang, maka hapuslah hubungan utang-piutang antara kreditur dan debitur.
Pembebasab utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
7. Musnahnya barang yang terutang
Menurut Pasal 1444 KUHPerdata, jika barang tertentu yang menjadi objek
perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka perikatan
hapus. Dengan syarat musnahnya atau hilangnya barang itu di luar kesalahan si
berutang (debitur) dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Jadi menurut ketentuan
tersebut, apabila barang yang menjadi musnah di luar kesalahan debitur, maka
debitur tidak diwajibkan memberikan prestasi kepada kreditur. Namun ketentuan
tersebut hanya adil pada perjanjian cuma-cuma. Sedangkan dalam perjanjian
timbal balik/ atas beban menurut Pasal 1445 KUHPerdata, jika barang yang
menjadi objek perjanjian musnah di luar kesalahan debitur, maka debitur harus
tetap melakukan prestasi kepada kreditur. Artinya debitur tetap memberikan
hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi kepada kreditur.
8. Batal atau pembatalan
Batal atau pembatalan yang dimaksud dalam hal ini adalah dapat
perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, sehingga tentu saja tidak dapat
dihapus.
Suatu perjanjian dapat dimohonkan pembatalan apabila:
a. Tidak memenuhi syarat subjektifnya (sepakat dan cakap bertindak dalam
hukum),
b. Salah satu pihak melakukan wanprestasi (tidak memenuhi perjanjian),
c. Karena adanya action pauliana (gugatan untuk membatalkan suatu
perbuatan debitur yang secara curang dilakukan untuk merugikan para
krediturnya).
9. Berlakunya syarat batal
Berlaku syarat batal maksudnya adalah syarat yang apabila dipenuhi akan
menghentikan atau mengakhiri perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu
kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.
Berlakunya syarat batal ini berkaitan dengan adanya perjanjian bersyarat dengan
syarat batal, yaitu perikatan yang berdasarkan pada peristiwa yang masih akan
datang dan yang masih belum tentu terjadi secara membatalkan perikatan.
10. Lewatnya waktu atau verjaring
Lewat waktu atau daluwarsa adalah suatu upaya untuk memperoleh
sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu
tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Daluarsa
untuk dibebaskan dari perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan “daluarsa
Ketentuan mengenai daluarsa diatur pada Pasal 1967 KUHPerdata.
Menurut Komariah, Pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentang orang-orang selain
debitur sendiri dan dapat melaksanakan pembayaran, yakni :
a. Mereka yang mempunyai kepentingan, misalnya kawan berhutang dan
seorang penanggung, yaitu mereka yang mempunyai hubungan dengan
pihaik debitur dan isi perjanjian yang ada antara debitur dan kreditur.
b. Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asalkan orang
ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya debitur.41
Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang
sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru. Novasi
menurut Pasal 1413 KUHPerdata terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Debitur dan kreditur mengadakan perjanjian baru, dengan perjanjian lama
dihapuskan.
b. Apabila terjadi penggantian debitur, maka dilakukan penggantian
perjanjian dengan mana debitur lama dibebaskan dari perikatannya.
c. Apabila terjadi penggantian kreditur, maka dilakukan penggantian
perjanjian dengan mana kreditur lama dibebaskan dari perikatannya.
41
Menurut Pasal 1415 KUHPerdata, maka kehendak untuk mengadakan
novasi haruslah tegas, yaitu dengan sebuah akte. Dalam hal pencampuran utang,
pencampuran kedudukan dapat terjadi berdasarkan alas hak umum, misalnya bila
kreditur meninggal dunia dan sebagai satu-satunya ahli waris yang
ditinggalkannya adalah debitur dan sebaliknya, atau juga dapat terjadi berdasarkan
alas hak khusus, misalnya jual beli.42
42
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA
A. Ketentuan mengenai Perjanjian Kerjasama
1. Setiap perusahaan/instansi yang berminat, wajib mengisi dan
menandatangani lembar surat perjanjian kerjasama, disertai uang muka
sebesar 20% dari total biaya yang disepakati.
2. Pelunasan pembayaran dilakukan pada saat penyerahan hasil pembuatan
iklan setelah melalui proses yang telah disepakati
3. Pembatalan kerjasama hanya dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 hari
setela penandatanganan surat perjanjian kerjasama, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pembatalan dari Pihak Pertama
b. Uang muka yang telah dibayarkan menjadi milik Pihak Kedua
c. Menandatangani surat pembatalan kerjasama.
d. Pembatalan dari Pihak Kedua :
e. Uang muka dikembalikan sepenuhnya kepada Pihak Pertama
f. Menandatangani surat pembatalan kerjasama.
4. Keterlambatan penyelesaian dalam pembuatan iklan dari Pihak Kedua,
uang muka yang telah dibayarkan kepada Pihak Kedua akan dikembalikan
sepenuhnya kepada Pihak Pertama. Hal ini tidak berlaku apabila
keterlambatan pembuatan iklan disebabkan oleh adanya revisi / perbaikan
5. Revisi / perbaikan terhadap iklan hanya dapat dilakukan sebanyak dua kali
pada saat proses pembuatan iklan atau setelah iklan yang telah disepakati
selesai dikerjakan. Revisi / perbaikan terhadap hasil iklan yang telah
selesai dikerjakan Pihak Kedua hanya dapat dilakukan dalam waktu tujuh
hari terhitung sejak diserahkan kepada Pihak Pertama. Revisi / perbaikan
terhadap iklan yang memerlukan biaya tambahan pada proses
pembuatannya, biaya tambahan tersebut akan dibebankan kepada Pihak
Pertama
6. Hasil akhir iklan yang telah dibuat oleh Pihak Kedua menjadi milik
sepenuhnya Pihak Pertama.
7. Pihak Kedua diperbolehkan menggunakan iklan yang telah dibuat untuk
Pihak Pertama sebagai contoh hasil karya.
B. Hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerjasama
Hukum kontrak yang ada di Indonesia diatur di dalam Buku III KUH
Perdata, yang terdiri dari 18 bab dan 631 pasal. Yang dimulai dari Pasal 1233
KUH Perdata sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Dan masing-masing bab
dibagi dalam beberapa bagian.
Ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
yang berbunyi : “Semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Ketentuan di dalam Pasal 1338 KUH Perdata tersebut memberikan
kebebasan bagi para pihak untuk dapat:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3. Menentuka isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
Namun sistem pengaturan hukum kontrak yang bersifat sistem terbuka
tersebut tidak lantas memberikan pengertian bagi para pihak untuk dapat
melakukan segala bentuk perjanjian yang diinginkannya. Sebab kontrak atau
perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum dan kesusilaan. Dan memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat dinyatakan
sah dan berlaku bagi para pihak didalamnya agar mentaati dan mematuhi isi dari
kontrak tersebut sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata.
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan para buruh/pekerja. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan,
perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Undang-Undang ketenagakerjaan perjanjian kerja Pasal 52 ayat (1)
ayat (2) dan ayat (3) yakni :
1. Perjanjian kerja dibuat atas dasar
a. Kesepakatan kedua belah pihak
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat
dibatalkan.
3. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi
hukum
Pasal 53 Undang-Undang Ketenagakerjaan untuk selanjutnya disebut
UUK berbunyi segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan
pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan olej dan menjadi tanggung jawab
pengusaha.
Dalam Pasal 54 UUK :
1. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh
c. Jabatan atau jenis pekerjaan
d. Tempat pekerjaan
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja / buruh
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
i. Tanda-tanda para pihak dalam perjanjian kerja
2. Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan,
perjanjian kerja sama dan peraturan perundang-undang yang berlaku.
3. Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat
sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama,
serta pekerjaa / buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu)
perjanjian kerja.
C. Proses pelaksanaan perjanjian kerjasama.
Pada dasarnya dalam melakukan perjanjian kerjasama suatu kontrak
terdapat beberapa unsur-unsusr pokok yang meliputi :
1. Bagian Pembukaan, yang memuat identias dari pihak-pihak serta
penjelesan umum latar belakang kontrak yang diadakan diantara mereka;
2. Ketentuan-ketentuan pokok yang berisi pokok hubungan hukum serta hak
dan kewajiban utama para pihak yang terbit dari kesepakatan yang
dibentuk oleh parap ihak dalam kontrak;
3. Ketentuan-ketentuan penunjang, yang memuat tata cara pelaksaan hak dan
kewajiban para pihak sertsa hal-hal lain yang dianggap perlu untuk
mendukung pelaksaan hak dan kewajiban para pihak;
4. Ketentuan-ketentuan tentang aspek formalitas, yang dianggap perlu
mendapat perhatian demi keabsahan hukum dan kemungkinan pelaksaan
5. Bagian Penutup kontrak, yang mengakhiri batang tubuh kontrak dengan
identias pihak-pihak dalam transaksi seta hal-hal yang dianggap perlu
dimuat untuk memberikan keabsahan yuridis pada kontrak yang
bersangkutan;
6. Lampiran-lampiran kontrak, yang mungkin dianggap perlu dibuat untuk
memuat detil-detil teknis operasional yang berkenaan langsung dengan
pelaksaan hak dan kewajiban utama para pihak tetapi yang dianggap tidak
mungkin untuk tidak efisien untuk dimuat di dalam pasal-pasal kontrak;
1. Bagian Pembukaan (Preamble)
Bagian Pembukaan dalam suatu kontrak selalu mengawali suatu dokumen
kontrak dan di dalamnya memuat informasi tentang:
1.1 Judul Kontrak (Heading / Contract Title)
Judul kontrak adalah nama yang digunakan oleh para pihak untuk
mengidentifikasikan inti dari transaksi yang syarat-syaratnya akan diatur di dalam
kontrak. Misalnya; kontrak jual beli, joint venture agreement, perjanjian
pemborongan, dan sebagainya.
Dalam penentuan judul kontrak, biasanya diserahkan kepada kebebasan
para pihak, namun tetap menjaga adanya korelasi dan relevansi antara judul yang
digunakan dengan pokok perjanjian. Hal lain yang perlu dibuat dalam kata
dengan bagian judul adalah nomor kontrak. Penomoran kontrak sering kali