STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI
SUMATERA UTARA
OLEH :
NAMA : WISWANATHEN NIM : 030402072
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana
Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara
Oleh :
NIM : 030402072 WISWANATHEN
Disetujui oleh :
DOSEN PEMBIMBING
NIP : 130 365 322
PROF. DR. IR. USMAN BAAFAI
Disetujui oleh :
KETUA DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
NIP : 131 459 554 Ir. NASRUL ABDI, MT
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Abstrak
Salah satu energi yang paling utama dari angin adalah kecepatan distribusinya pada
suatu lokasi, yang dikarakteristikkan dengan f(V), V disebut kecepatan angin. Karakteristik
yang paling utama dari sistem konversi energi angin adalah kurva dayanya P(V) • f(V) dan
P(V) bersama-sama menentukan produksi energi keluaran yang potensial. Tetapi daya
keluaran efektif lebih sedikit tergantung pada perilaku pemakainya. Turbin Angin (SKEA
Listrik) atau PLTB (Pusat Listrik Tenaga Bayu) adalah sistem konversi energi angin untuk
menghasilkan energi listrik dengan energi proses pengubahan energi angin menjadi putaran
mekanis rotor dan selanjutnya menjadi energi listrik. Sistem konversi energi angin ini
merupakan suatu sistem / peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi angin menjadi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul “ Studi
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Di Sumatera Utara ”.
Penulisan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan sarjana di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa kedua orang tua V.
Logenathen dan S. Rusnam Dewi serta saudara – saudara penulis Kana Grain, Silvia
Kasturi dan Sonia Sarasbathi yang selalu memberikan semangat, perhatian, inspirasi dan
kasih sayang.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT dan Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Ir. Eddy Warman, selaku Dosen Wali atas segala bimbingan, arahan dan
motivasi kepada Penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai selaku dosen pembimbing Tugas Akhir penulis
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,dan motivasi dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
4. Bapak Soeharwinto, ST, MT selaku Bapak kami di kampus yang selalu menberikan
dukungan dan semangat kepada saya selaku penulis.
5. Seluruh dosen pada Departemen Teknik Elektro USU, terutama dosen pada Sub
Jurusan Sistem Energi Listrik.
7. Teman – teman stambuk 2003 yang selama ini telah menjadi teman diskusi belajar
dan bekerjasama dalam kegiatan perkuliahaan.
8. Subasni, orang yang selalu memberikan semangat dan yang penulis kagumi dalam
kerendahan hati, kegigihan dan tekadnya yang kuat dalam menjalani hidup. Penulis
banyak belajar apa arti kehidupan dari beliau.
9. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk Tugas Akhir
ini.
Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, 1 Maret 2009
Penulis
Wiswanathen NIM : 030402072
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR GRAFIK ... I. PENDAHULUAN... 1
1. 1. Latar Belakang ... 1
1. 2. Tujuan Penulisan ... 1
1. 3. Batasan Masalah ... 1
1. 4. Metode Penulisan ... 2
1. 5. Sistematika Penulisan ... 2
II. ANGIN ... 4
II. 1. Umum ... 4
II. 2. Klasifikasi Angin ... 6
II. 3. Persamaan Konversi Energi Angin ... 8
II. 3. 1. Daya Total Energi Angin ... 8
II. 3. 2. Daya maksimum energi angin ... 9
II. 3. 2. Efisiensi Teoritis ... 12
II. 3. 4. Daya Aktual ... 12
II. 4. Lapisan Batas Bumi ... 13
II. 4. 1. Distribusi Rata - Rata Kecepatan Angin dengan ketinggian lapisan Batas bumi ... 13
II. 4. 2. Fluktuasi Lebih ... 15
II. 5. Peta Angin ... 16
III. TEORI KONVERSI TENGA ANGIN KE ENERGI LISTRIK ... 17
III. 1. Umum ... 17
III. 2. Prinsip Dasar Karakteristik Airfoil ... 17
III. 4. Transmisi Mekanik ... 26
III. 5. Generator ... 28
III. 5. 1. Generator Sinkron ... 28
III. 5. 2. Generator Induksi Rotor Sangkar ... 30
III. 5. 3. Generator Kecepatan Variabel ... 31
III. 6. Pengaturan Putaran Generator ... 32
III. 7. Penyimpanan Energi ... 34
III. 8. Pendisainan rotor untuk kecepatan generator ... 35
III. 9. Kurva Daya ... 37
III. 10. Produksi Energi Tahunan SKEA. ... 39
III. 11. Perkiraan Produksi Energi Pada Mesin Ideal Dan Mesin Riil ... 42
III. 9. Daya dan Torsi Pada Rotor Riil ... 43
III. 9. Penyimpangan Karakteristik Kekuatan dari Rotor ... 44
IV. PRODUKSI ENERGI APLIKASI PANTAI CERMIN ... 49
IV. 1. Umum ... 49
IV. 1. 1. Potensi Pemanfaatan Tenaga Angin Di Pantai Cermin ... 49
IV. 1. 2. Performansi... 52
IV. 1. 3. Ekonomis ... 55
IV. 2. Pengaruhnya Terhadap Lingkungan ... 57
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1. Kesimpulan ... 59
5. 2. Saran ... 59
Daftar Pustaka... 60
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Aspek kemampuan Mesin ... 17
Tabel 4.1. Indikasi tingkat energi angin di Indonesia ... 49
Tabel 4.2. Kecepatan angin bulan Desember 2008 ... 50
Tabel 4.3 Data kecepatan angin, kerapatan daya angin dan kerapatan energi
angin untuk daerah Pantai Cermin Tahun 2008 ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kecepatan Angin ... 4
Gambar 2.2 Sirkulasi Udara Global ... 6
Gambar 2.3. Sistem Sirkulasi Udara Global ... 7
Gambar 2.4 Angin Barat Dan Timur ... 8
Gambar 2.5 Daerah Hembusan Angin ... 9
Gambar 2.6. Diagram Tekanan Dan Kecepatan Angin Pada Sudu Rotor Turbin ... 10
Gambar 2.7 Tipe – Tipe Kekasaran Permukaan ... 15
Gambar 2.8 Spectrum Daya Van Der Hoven Dari Fluktuasi Angin ... 16
Gambar 2.9 Peta Angin Global... 16
Gambar 3.1 Lift And Drag ... 18
Gambar 3.2 Koefisien Lift Cl(Α) Dan Drag Cd Gambar 3.3 Distribusi Aliran Dan Tekanan Sekitar Baling – Baling (Α) ... 19
Pada Sudut α ... 19
Gambar 3.4 Aliran Melalui Baling – Baling Pada Kondisi Stall) ... 20
Gambar 3.5 Daya Dan Torsi Rotor Angin Sebagai Fungsi Kecepatan Rotasi Untuk Kecepatan Angin Yang Berbeda ... 21
Gambar 3.6 Kurva Daya Dan Torsi Dari Dua Rotor Angin Sebagai Fungsi Rasio Tip Speed ... 22
Gambar 3.7 Koefisien Lift Dan Drag Untuk Naca 4412 Pada Angka Reynolds Yang Berbeda ... 25
Gambar 3.8 (Cl/Cd)Max Gambar 3.9 Transmisi Roda Gigi 2 Tingkat ... 27
Bervariasi Dengan Angka Re Yang Berbeda – Beda ... 26
Gambar 3.10 Menemukan Hubungan Kecepatan Angin – Daya Keluaran Dari Generator Yang Terkopel Ke Rotor Angin ... 28
Gambar 3.11. Sistem Pembangkit Turbin Angin Dengan Generator Sinkron ... 29
Gambar 3.12 Hubungan AC – DC – AC... 30
Gambar 3.13 Instalasi Turbin Angin ... 35
Gambar 3.14 Kurva Daya Ideal Dan Riil ... 38
Yang Berbeda ... 39
Gambar 3.16 Produksi Energi Tahunan ... 41
Gambar 3.17 Contoh Dari Karakteristik Rotor ... 44
Gambar 3.18 Tampak Atas Rotor. Arah Gaya Rotor Pada Penyimpangan ... 45
Gambar 3.19 Kurva Cp Dari Cwd 2000 ... 46
- λ Untuk Sudut Penyimpangan Yang Berbeda δ Gambar 3.20 Gaya Aksial (Cfax Berbeda Untuk Cwd 2000 ... 47
DAFTAR GRAFIK
Abstrak
Salah satu energi yang paling utama dari angin adalah kecepatan distribusinya pada
suatu lokasi, yang dikarakteristikkan dengan f(V), V disebut kecepatan angin. Karakteristik
yang paling utama dari sistem konversi energi angin adalah kurva dayanya P(V) • f(V) dan
P(V) bersama-sama menentukan produksi energi keluaran yang potensial. Tetapi daya
keluaran efektif lebih sedikit tergantung pada perilaku pemakainya. Turbin Angin (SKEA
Listrik) atau PLTB (Pusat Listrik Tenaga Bayu) adalah sistem konversi energi angin untuk
menghasilkan energi listrik dengan energi proses pengubahan energi angin menjadi putaran
mekanis rotor dan selanjutnya menjadi energi listrik. Sistem konversi energi angin ini
merupakan suatu sistem / peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi angin menjadi
BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Energi angin merupakan energi stokastik. Kadang angin berhembus, kadang tidak.
Kita tidak yakin berapa banyak energi yang ada pada waktu - waktu tertentu tetapi hal itu
dapat diramalkan dengan suatu kemungkinan tertentu. Jelas terlihat bahwa tidak ada satu
hubungan secara langsung antara si pemakai dan apa yang angin dapat tawarkan.
Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga
listrik. Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani
dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi dan lain - lain.
Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik
masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi. Walaupun sampai saat ini
pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi pembangkit listrik konvensional
(seperti PLTD, PLTU dan lain – lain), turbin angin masih lebih dikembangkan oleh para
ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan dihadapkan dengan masalah kekurangan
sumber daya alam tak terbaharui (seperti batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar
untuk membangkitkan listrik.
I. 2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Sebagai bahan untuk mempelajari dan memahami teknologi energi angin
sebagai salah satu energi terbarukan dalam mengatasi efek pemanasan
global, krisis bahan bakar dan krisis energi saat ini.
2. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program
sarjana Teknik Elektro di Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai bahan pembelajaran dalam memahami prinsip kerja turbin angin.
4. Sebagai bahan studi rekan – rekan mahasiwa dan masyarakat untuk
diterapkan dalam kemajuan pembangunan.
I. 3. Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang terarah, maka perlu dibatasi masalah
1. Tidak membahas turbulansi angin
2. Tidak membahas inverter pada generator
3. Tidak membahas harmonisa pada generator
4. Tidak membahas kontrol pada generator
5. Hanya membahas rotor sumbu horizontal
I. 4. Metode Penulisan
Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa
metode studi diantaranya :
1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik
tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di
perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain
2. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini
dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik
Elektro USU, dengan dosen-dosen bidang Sistem Tenaga Listrik dan teman –
teman sesama mahasiswa.
I. 5. Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah,
manfaat penulisan, metode, dan sistematika penulisan.
Bab II : ENERGI ANGIN
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori angin, sistem konversi angin
(WECS), prinsip dasar konversi energi angin dengan sistem yang besar dan
kecil.
Bab III : TEORI KONVERSI TENAGA ANGIN KE ENERGI LISTRIK
Bab ini menjelaskan tentang aspek teknologi dari turbin angin mencakup
penggabungan rotor angin dengan pembangkit elektrik dan menghasilkan
karakteristik daya, penggabungan generator angin dengan sistem kerja angin.
Bab IV : PRODUKSI ENERGI APLIKASI PANTAI CERMIN
Bab ini menjelaskan tentang dimana kita dapat membuat produksi energi
yang berhubungan dengan sistem energi angin.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil
pembahasan, yang dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang ingin
BAB II ENERGI ANGIN
II. 1. Umum
Angin merupakan udara yang berhembus dari suhu tinggi ke suhu rendah akibat
adanya perbedaan temperatur atmosfer. Perbedaan temperatur pada lokasi yang berbeda
(garis lintang) dari bumi yang disebabkan penyinaran matahari yang tidak merata.
Faktanya, atmosfer merupakan suatu mesin termodinamika yang besar dimana bagian dari
energi yang datang dirubah menjadi energi kinetis secara mekanis dari massa udara yang
bergerak. Sekitar 2% dari sinar matahari yang mengalir ke bumi diubah menjadi tenaga
angin, yang mana hasil akhirnya berubah menjadi panas dikarenakan gesekan dengan
lapisan batas atmosfer.
[2]
Untuk mengimplementasikan energi angin tersebut sebagai sumber energi listrik
menjadi satu dasar yang terpenting. Pada Gambar (2.1) dijelaskan bahwa kecepatan angin
tersebut bervariasi.
6 12 18 24 30 60 90 120
0
t (sec)
10
9 8 7 6 5 4 3
windspeed [m/s]
wind direction [crad]
90
60
30 0
Gambar 2.1 Kecepatan Angin
Kecepatan dan arahnya berubah – ubah secara terus menerus. Kita terbiasa dengan
sumber daya untuk produksi energi pada suatu lokasi, aspek berikut ini merupakan hal
yang penting diketahui :
• kecepatan angin rata – rata pertahun.
• arah dari kecepatan angin selama setahun dan sehari.
• perubahan dari data tersebut selama beberapa tahun.
• ketergantungan kecepatan angin pada tingginya permukaan diatas tanah. Untuk menebak beban mekanis pada suatu turbin angin, pengetahuan dari :
• Perubahan (skala waktu terpendek dari detik ke beberapa menit) dari kecepatan dan arah angin dalam waktu dan ruang merupakan dasar yang sangat penting.
• kecepatan maksimum dan kemungkinannya peristiwa tersebut terjadi.
Pola angin sangat dipengaruhi oleh tenaga Coriolis melalui rotasi bumi. Kira – kira
1000 meter diatas permukaan tanah tenaga yang dominan adalah perbedaan tekanan dan
tenaga Coriolis, hal tersebut menunjukkan bahwa angin tidaklah tegak lurus tetapi paralel
dengan garis khayal di peta bumi yang menghubungkan tempat – tempat yang sama
tekanan udaranya, disebut angin Geostrophic. Gambar 2.2 menunjukkan bahwa model
dasar dari sistem sirkulasi udara.
Gambar 2.2 dibawah tidak memperhatikan distribusi laut dan benua yang tidak
seimbang pada permukaan bumi. Pada belahan bumi bagian Utara secara relatif lebih
banyak daratan dibanding lautan sementara pada bagian Selatan sebaliknya. Perubahan
yang lambat dari temperatur lautan (menyebabkan kapasitas panas yang sangat besar)
mengikuti musim sementara temperatur daratan juga mengikuti pola siang – malam.
Gambar 2.2 Sirkulasi Udara Global
II. 2. Klasifikasi Angin
Secara umum angin dapat diklasifikasikan kedalam dua kelas :
[11]
1. Angin Lokal
2. Angin Planetari,
Angin Lokal. Hal dasar yang membedakan kedua jenis angin ini adalah cakupan
aliran dari angin tersebut. Di siang hari udara diatas lautan lebih dingin dari pada udara di
daratan. Sinar surya menguapkan air lautan dan diserap lautan penguapan dan absorbsi
sinar surya di daratan kurang sehingga udara di atas lautan lebih panas. Dengan demikian
udara di atas daratan mengembang jadi ringan dan naik keatas. Udara dingin yang lebih
berat turun mengisi kekurangan udara di daratan maka terjadilah aliran udara yang disebut
angin laut.
Di malam hari, terjadi peristiwa sebaliknya. Energi panas yang diserap permukaan
bumi sepanjang hari akan dilepaskan lebih cepat oleh daratan (udara dingin). Sementara itu
tersebut menyebabkan udara dingin dari daratan bergerak menggantikan udara yang naik di
lautan sehingga terjadi aliran udara dari darat ke laut.
Angin di lereng gunung terjadi demikian pula. Angin lembah terjadi ketika matahari
terbit, puncak gunung adalah daerah yang pertama kali mendapat panas dan sepanjang hari
selama proses tersebut, lereng gunung mendapat energi panas lebih banyak daripada
lembah. Sehingga menyebabkan perbedaan suhu antara keduanya. Udara panas dari lereng
gunung naik dan digantikan dengan udara dingin dari lembah. Akibatnya terjadi aliran
udara dari lembah menuju gunung. Sedangkan pada sore hari lembah akan melepaskan
energi panas dan puncak gunung yang telah mendingin akan mengalirkan udara ke lembah.
Aliran udara tersebut dinamakan angin gunung. Kondisi – kondisi lokal seperti danau,
sepanjang tepi pantai, puncak gunung dan lain – lain memainkan peranan yang penting
(Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Sistem Sirkulasi Udara Global
Angin Planetari. Tipe angin ini terbagi atas dua yaitu angin barat dan timur. angin
barat (Monsun Asia) yaitu angin yang berasal dari daratan Asia menuju wilayah Indonesia,
dengan membawa uap air lebih banyak dari biasanya, sehingga sebagian wilayah Indonesia
bagian Selatan Katulistiwa sering banyak hujan atau bertepatan dengan musim hujan di
Indonesia.
Ketika matahari berada di sebelah Utara Katulistiwa, maka daerah di Belahan Bumi
Utara mempunyai suhu udara yang panas dengan tekanan udara cenderung rendah.
Bumi Selatan (daratan Australia) dan angin tersebut biasanya berasal dari arah barat
menuju timur.
Sedangkan angin timur (Monsum Australia) yaitu angin yang berasal dari daratan
Australia. Ketika matahari berada di Belahan Bumi Selatan, maka Belahan Bumi Selatan
mempunyai suhu yang panas dan tekanan udara yang tinggi maka pergerakan angin dari
Belahan Bumi Selatan (daratan Australia) menuju Belahan Bumi Utara (daratan Asia).
Gambar 2.4 Angin Barat dan Timur[14]
II. 3. Persamaan Konversi Energi Angin
Menurut fisika klasik energi kinetik dari sebuah benda dengan massa m dan
kecepatan v adalah :
Ekkinetik = ½ mv2
Dengan ketentuan kecepatan v tidak mendekati kecepatan cahaya. Hal ini juga
berlaku untuk angin yang merupakan udara yang bergerak.
(2.1)
Parameter – parameter dasar dari persamaan konversi angin adalah :
II. 3. 1. Daya Total Energi Angin
Daya total aliran angin yang masuk berbentuk area silinder (Gambar 2.5) dengan laju
aliran energi kinetik Ek
[11]
kinetik
m = ρ A V (kg/s) (2.1a)
dimana nilai massa m adalah :
Maka energi kinetik per detik Pkin
P
adalah :
total = ½ (ρ A V) V2 = ½ ρ A V3
Dimana :
(W) (2.1b)
A = daerah sapuan baling – baling rotor (m2
V = Kecepatan angin tanpa gangguan (m/s) )
Gambar 2.5 Daerah Hembusan Angin
II. 3. 2. Daya maksimum energi angin
Diasumsikan pada Gambar 2.6, a – b adalah ketebalan sudu, tekanan dan kecepatan
angin masuk sudu masing – masing p
[9]
i
Udara masuk diantara daerah i dan a dianggap sebagai suatu sistem termodinamik
dimana massa jenis udara dianggap konstan ( perubahan tekanan dan temperatur sangat
kecil dibandingkan sekitarnya ) dan tidak ada energi potensial serta tidak ada penambahan
panas dan kerja yang dilakukan sistem.
dan Vi, sedangkan tekanan dan kecepatan angin
keluar sudu adalah pe dan Ve, dimana kecepatan keluar sudu lebih kecil dari kecepatan
masuk sudu karena energi kinetik angin telah diserap sudu.
Persamaan energi untuk daerah masuk i dan a adalah :
2
Dikalikan dengan densitas (ρ=1/v)maka :
Gambar 2.6. Diagram tekanan dan kecepatan angin pada sudu rotor turbin
Kemudian dengan menggabungkan persamaan (2.2a) dan (2.2b) diperoleh :
2
Dengan mengasumsikan :
Va = Vb = V (karena tebal sudu relatif kecil dibanding jarak total) dan pe = pi maka persamaan (2.3) diatas dapat disederhanakan menjadi :
,
Gaya aksial aliran angin, Fx
A p p
Fx =( a − b)
yang mengenai sudu dengan luas yang tegak lurus arah
aliran A, diberikan oleh :
Gaya yang sebanding dengan perubahan momentum angin (ΔmV) dimana m = ρAVt dan Fx = m(Vi – Ve
Sekarang kita anggap sistem yang berada diantara i dan e sebagai suatu sistem
termodinamik total. Tidak ada perubahan energi potensial, energi dalam (Ti = Te) dan
energi aliran (piV = peV) serta tidak ada kalor yang diberikan ataupun yang keluar.
Persamaan umum energi dapat direduksi menjadi kerja aliran steady dan energi kinetik
aliran.
Daya P adalah jumlah laju keras. Dari persamaan (2.9) diperoleh :
Dari persamaan (2.8) dan (2.11) diperoleh :
) diserap apabila pada saat meninggalkan sudu angin kehilangan seluruh kecepatannya.
Sedangkan daya maksimum Pmax terjadi apabila kecepatan sisi keluar berupa Ve.opt
P
yang
besarnya dapat dihitung.
max dihitung dengan mendiferensialkan P pada persamaan 2.12 terhadap Ve
0
= ∂∂Ve
P
dan
menjadikan turunannya sama dengan 0, maka :
(2.13)
0 2
3Ve2 + ViVe−Vi2 = (2.14)
Veopt Vi
3 1
. = (2.15)
Dengan mensubtitusikan persamaan 2.15 ke persamaan 2.12 diperoleh :
3
max 827 AVi
P = ρ (2.16)
II. 3. 3. Efisiensi Teoritis
Efisiensi teoritis atau efesiensi ideal atau efisiensi maksimum, ηmax dari sebuah turbin
angin adalah perbandingan antara daya maksimum Pmax yang dihasilkan terhadap total
daya angin yang masuk turbin, Ptotal
5926
Dengan kata lain, secara teoritis energi angin yang diubah turbin menjadi kerja
adalah sebesar 59,26 % dari total daya yang diberikan angin. Faktor 0,5926 atau 16/27
disebut dengan konstanta Betz dan biasanya dipertimbangkan untuk mencapai efisiensi
konversi angin semaksimum mungkin dari rotor turbin angin.
II. 3. 4. Daya Aktual
Seperti halnya turbin uap dan turbin gas, sudu – sudu turbin angin juga
mempengaruhi kecepatan, bergantung kepada sudut kecepatan masuk dan sudut kecepatan
aliran meninggalkan sudu. Efisiensi yang didapat diatas dengan mengasumsikan kondisi
ideal sepanjang sudu masuk.
Daya keluaran suatu turbin angin tergantung kepada daya yang dihasilkan oleh angin
dan koefisien daya Cp
3
dimana hubungannya ditunjukkan pada persamaan 2.18 yaitu :
(2.18)
Atau daya aktual turbin angin hingga menghasilkan daya listrik adalah :
dimana efisiensi total dari turbin angin (η) yang meliputi efisiensi aerodinamik rotor (Cp),
transmisi, kontrol dan generator. Harga ini berkisar antara 30 % - 40 %.
II. 4. Lapisan Batas Bumi
Aplikasi energi angin pada lapisan atmosfir terdapat pada 100 m diatas tanah. Pada
lapisan ini, angin tersebut dipengaruhi oleh interaksinya dengan permukaan bumi, yang
mana memiliki 2 efek utama yaitu :
• Kecepatan Angin dikurangi oleh efek geseran, semakin dekat ke permukaan rata-rata kecepatan angin umumnya kurang dari ketinggian yang lebih tinggi di lapisan
ini. Disebut ‘turbulansi’ atau terjadinya hembusan, yaitu. suatu stokastik, secara
relatif variasi frekwensi tinggi angin dari kecepatan angin.
• Terlepas dari turbulansi dan sebaliknya, ada variasi frekwensi yang lebih rendah dari kecepatan angin yang disebabkan oleh efek siklus pagi - malam, sistem badai,
dan lain – lain.
II. 4. 1. Distribusi Rata - Rata Kecepatan Angin dengan ketinggian lapisan Batas bumi
Distribusi rata – rata kecepatan angin dari permukaan bumi 600 meter keatas,
kecepatan anginnya bertambah dipengaruhi oleh kepadatan permukaan bumi. Semakin
berada diatas permukaan bumi maka kecepatan anginnya pun semakin tinggi untuk
memutar turbin.
[11]
Sebagai pendekatan untuk mencari perubahan kecepatan angin rata – rata VH melalui
ketinggian H dan hubungannya dengan kecepatan angin yang diukur Vref
Rumus sederhana ini dalam bentuk eksponen :
pada ketinggian
standar dari pengukuran untuk nilai yang diharapkan dari ketinggian poros turbin angin,
sejumlah perhitungan sederhana digunakan, mengandung parameter yang mencerminkan
kondisi permukaan lokal. Kekasaran permukaan merupakan salah satu faktor utama untuk
menghasilkan ‘windshear’, lebih rendah 60 - 80 meter dari atmosfir.
(
)
Dimana Href adalah referensi ketinggian pada rata - rata kecepatan angin. Nilai
mulai dari 0.0002 m untuk kondisi daerah kosong (laut) sampai 1 m untuk daerah
perkotaan. Nilai dari 0.0002 hanya menunjukkan kondisi yang benar – benar kosong, tanpa
adanya ombak. Untuk daerah seperti tanah lapang dan area terbuka dengan hanya beberapa
pohon – pohon atau semak belukar maka Z0 = 0.03m (dibandingkan ke eksponen 1/7).
Untuk daerah pertanian dengan lebih banyak penahan angin, bangunan (pertanian) yang
tersebar maka mempunyai nilai Z0 kira - kira 0.1, sementara untuk hutan dan daerah yang
serupa nilai nya 0.4. bergantung pada kondisi permukaan, dari 0.06 (kondisi sangat halus
contohnya, laut) ke 0.6 (kondisi sangat kasar, contohnya, daerah perkotaan). Untuk studi
umum, tanah lapang tidak dispesifikkan, nilai 0.14 atau 1/7 sering digunakan,
mencerminkan tanah lapang yang tandus dengan sedikit semak belukar atau unsur - unsur
lainnya.
Gambar 2.7 Tipe – tipe Kekasaran Permukaan
Roughness class 0 z0 ~ 0.0002
Roughness class z0 ~ 0.03
Roughness class 2 z0 ~ 0.1
II. 4. 2. Fluktuasi Lebih
Spektrum Energi "van der Hoven " (Gambar 2.8) menunjukkan bahwa frekuensi
dapat dideteksi pada fluktuasi angin. Kita dapat membedakan dengan jelas dua bagian
tersebut dengan celah ditengahnya. Bagian kiri menunjukkan perubahan cuaca dari hari ke
hari. Bagian kanan menunjukkan fluktuasi cepat dihubungkan secara langsung ko
turbulansi pada lapisan batas, kurang lebih tidak tergantung pada tipe cuaca.
[11]
Fluktuasi ini menyebabkan beban dinamik pada komponen dan struktur dari turbin
angin. Hal tersebut merupakan beberapa hal yang sedikit penting untuk produksi energi.
Pada celah tersebut kita menemukan siklus antara 5 menit dan beberapa jam. Data perjam
tersebut dikumpulkan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). Analisa dari
fluaktuasi tersebut sangat perlu untuk mendapat tempat yang berpotensi untuk
dibangunnya turbin angin.
II. 5. Peta Angin
Sebagai contoh peta angin yang ditunjukkan pada Gambar 2.9, yang merupakan
potensial kecepatan angin. Kecepatan angin diukur pada daerah datar.
[5]
BAB III
TEORI KONVERSI TENAGA ANGIN KE ENERGI LISTRIK
III. 1. Umum
Dalam rangka kemampuannya menangkap angin, mesin – mesin tersebut dapat
dikelompokkan menurut aspek berikut (lihat Tabel 3.1)
[12]
Tabel 3.1 Aspek kemampuan Mesin
III. 2.
Prinsip Dasar Karakteristik Airfoil
Rata – rata semua mesin yang memanfaatkan energi angin menggunakan LIFT atau
DRAG atau keduannya LIFT dan DRAG sebagai daya putar baling – baling. Setiap objek
yang diletakkan pada aliran udara yang seragam pada setiap permukaannya dengan
kecepatan W mengalami tekanan sebagai berikut :
[6]
• Tekanan gaya tegak lurus terhadap W : LIFT
• Tekanan gaya searah terhadap dengan W : DRAG
Sebagai contoh baling – baling pesawat terbang. Dimana W merupakan kecepatan
relatif dari baling – baling. Lift tegak lurus W; Drag searah W. Pesawat diangkat oleh
Aspek Rotor Tenaga Angin
Orientasi rotor - sumbu searah angin Paralel dengan angin Tegak lurus dengan angin
Orientasi permukaan landasan Sumbu horizontal Sumbu vertikal
Faktor Sumbu dominan Lift
Drag
Pergerakan
Rotasi
Translasi (Kapal layar)
gaya Lift. Dimana tidak diperlukan daya untuk menjaga pesawat tetap di udara, karena Lift
tegak lurus dengan arah pesawat terbang (Faktanya hal ini benar jika baling – baling
sangatlah panjang). Tenaga dari motor pesawat diperlukan untuk menggerakkan berlawanan
gaya Drag pada sayap dan badan pesawat. Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
A
Gambar 3.1 Lift and Drag
Dimana A merupakan area c x b; c disebut chord dari bagian baling – baling dan α merupakan sudut serang.
Keterangan :
adalah tekanan (N/m2
ρ adalah kerapatan (dalam hal ini udara); ρ )
air≈ 1.2 kgm
Persamaan (3.1a) dan (3.1b) merupakan persamaan yang penting bagi baling – baling,
dimana kita dapat juga menjelaskan C
-3
L(α) dan CD(α) dari percobaan pada wind tunnel.
Dengan mengetahui A, α, dan W, sehingga kita dapat menentukan CL(α) dan CD(α) dengan
Gambar 3.2 di bawah ini menunjukkan perubahan CL dan CD dengan perubahan sudut α yang berbeda. Hal tersebut berguna untuk mengGambar kurva CL vs CD. Garis singgung
menunjukkan titik penting (A), dengan α = α0 (merupakan volume optimum), dimana
CD/CL = minimum atau CD/CL = maximum. Nilai CL dari jenis baling – baling pada poin A
sekitar 1. (CL ≈ 1); (CD/CL)max diantara 20 – 150. Sudut bersesuaian α dari 5o – 10o.
Gambar 3.2 Koefisien Lift CL(α) dan Drag CD
Untuk memahami bagaimana cara kerja Lift, aliran udara lembut mengelilingi
baling - baling. Gambar 3.3 menunjukkan tekanan yang bersesuaian distribusi pada
permukaan baling.
(α)
Tekanan negatif pada bagian atas sisi "menarik" baling - baling, tekanan positif
pada bagian bawah "mendorong" ke atas. Catatan bahwa kontribusi tekanan negatif untuk
Lift pada sebelah atas lebih besar daripada tekanan positif pada sisi bawah. Jika sudut
meningkat, distribusi tekanan menjadi lebih jelas dan meningkatnya Lift, maka CL
Pada titik tertentu (lebih tinggi) aliran udara mengalir dari sisi atas (Gambar 3.3).
Hal ini disebut Stall. Distribusi tekanan negatif yang jelas dihilangkan dan memperkecil
Lift
meningkat.
Gambar 3.4 Aliran melalui baling – baling pada kondisi stall
Turbin angin dapat menghasilkan daya yang optimal jika kecepatan angin yang datang
tidak terlalu rendah dan tinggi. Jika kecepatan angin terlalu rendah, dibawah batas putar
turbin maka turbin tidak akan berputar. Jika kecepatan angin terlalu tinggi diatas batas
kecepatan maksimum yang bisa diterima turbin maka angin akan diblok oleh turbin.
Diantara keduanya pada putaran turbin akan menghasilkan daya yang maximum.
Maka untuk memperoleh energi listrik yang optimal diperlukan langkah – langkah
sebagai berikut :
1. Potensi Angin
Potensi dan karakteristik angin pada suatu daerah terpilih akan menentukan
daya keluaraan turbin angin. Karena daya rotor tergantung pada kecepatan angin
maka agar diperolehnya daya rotor yang tinggi, maka kecepatan operasional
2. Perbandingan Kecepatan Ujung Sudu (tip speed ratio)
Perbandingan kecepatan ujung sudu yang tinggi akan memberikan putaran rotor
yang tinggi pula. Hal ini akan menurunkan perbandingan transmisi, berarti dapat
meningkatkan efisiensi dan menurunkan harga. Akan tetapi, perbandingan
kecepatan ujung sudu yang tinggi meningkatkan pengaruh gaya tahanan maka
koefisien daya rotor tergantung pada perbandingan gaya angkat dan geser. Sudut
optimum dari sudut serang yang menghasilkan nilai Angkat tertinggi terhadap
Geser. Jika kecepatan angin meningkat, maka daya dan torsi akan meningkat juga,
maka dapat digambarkan untuk tiap kecepatan angin.
[11]
Gambar 3.5 Daya dan torsi rotor angin sebagai fungsi kecepatan rotasi untuk kecepatan angin yang berbeda
2
Dimana, Ω = kecepatan rotasi (radians /sec)
R = jari – jari rotor (m)
V = kecepatan angin (m/s)
Subtitusikan ke persamaan pertama, maka didapat :
λ ×
= Q
P C
C (3.5)
Keuntungan dari rotor dengan dimensi dan kecepatan angun yang berbeda dapat
dibagi menjadi dua kurva CP –λ dan CQ
Gambar 3.6, merupakan kurva C –λ.
P –λ dan CQ–λ untuk tipe rotor angin dengan dua
baling – baling dan banyak baling – baling.
Pada Gambar diatas nampak perbedaan yang jelas antara rotor banyak baling –
baling yang beroperasi pada rasio tip speed rendah dan rotor dengan dua atau tiga
baling – baling pada dengan rasio tip speed tinggi. Catatan bahwa koefisien daya
maksimum rotor (disebut disain rasio tip speed λd
Rumus empiris untuk memperkirakan koefisien torsi start dari rotor terhadap
fungsi disain rasio tip speednya adalah :
) tidak terlalu berbeda, tapi beda
dengan torsi, pada saat torsi start (λ = 0) dan torsi maximum.
2 5 . 0
λ
=
START Q
C (3.6)
3. Penampang Airfoil
Penampang airfoil yang berbeda mempunyai perbandingan gaya angkat dan
geser yang berbeda pula. Bila digunakan airfoil dengan perbandingan gaya angkat
dan geser yang tinggi, koefisien daya rotor akan meningkat dan rotor mampu
beroperasi dalam daerah perbandingan kecepatan ujung sudu yang tinggi.
Kekesaran permukaan sudu mempengaruhi aerodinamik dan prestasi rotor.
Kekasaran tersebut dapat diakibatkan oleh kontaminasi air hujan bercampur debu,
kristalisasi air garam, serangga yang menempel dan erosi permukaan.
4. Jumlah Sudu
Jumlah sudu mempunyai pengaruh terhadap perbandingan kecepatan ujung sudu
dan torsi rotor. Semakin kecil ujung sudu, semakin besar perbandingan kecepatan
ujung sudu, tetapi semakin kecil torsi rotor. Jumlah sudu juga mempunyai pengaruh
besar terhadap pembebanan struktur. Rotor dengan jumlah tiga sudu misalnya, lebih
stabil dibandingkan dengan dua sudu sehingga rotor dengan jumlah tiga sudu juga
mempunyai pengaruh getaran pada struktur lebih kecil dibandingkan dengan dua
sudu.
Geometri atau bentuk sudu ditentukan oleh variasi radial chord dan sudut sudu
sepanjang jari – jari rotor. Sudu dengan performansi tinggi memerlukan distribusi
chord berbentuk hiperbola dan sudut sudu bervariasi. Rancangan sudu yang optimal
menuntut perpaduan antara kebutuhan performansi aerodinamik yang tinggi,
kekuataan struktur yang memadai dan tidak sukar dibuat.
6. Solidaritas Sudu
Solidaritas sudu merupakan perbandingan antara luas sudu dengan luas sapuan
rotor.
rotor sapuan Luas
baling baling
Jumlah baling
baling Luas
Sudu s
Solidarita =( − )( − )
Solidaritas tersebut mempunyai pengaruh nyata terhadap jumlah bahan dan
biaya. Solidaritas sudu ditentukan berdasarkan alasan – alasan aerodinamik
pembebanan pada struktur dan stabilitas dinamik sudu rotor.
Adapun syarat – syarat untuk pemilihan material sudu adalah :
1. Biaya material dan pembuataan yang mudah.
2. adanya pengalaman penggunaan sudu sebelumnya dan tersedianya data
rancangan.
3. daya tahan untuk penurunan pada lingkungan yang merugikan.
4. dapat diperbaiki.
5. tersedianya teknik pemeriksaan yang handal.
6. memiliki kemampuan sifat mekanik yaitu:
•modulus elastis yang tinggi untuk melawan tekukan.
•daya lelah (fatigue) untuk melawan permulaan dan perkembangan keretakaan pada pembebanan cyclic (Cycling Loading).
III. 3. Efek Angka Reynolds Pada Karakteristik Airfoil
Kenyataannya koefisien Lift dan Drag tidak hanya bergantung pada α, tetapi juga pada
ANGKA REYNOLDS.
[11]
Dimana angka Reynolds untuk baling – baling dapat didefinisikan sebagai berikut:
∪ ×
=W c
Re (3.7)
Dimana, W = kecepatan relatif (m/s)
c = chord (m)
υ = kekentalan kinematik, untuk udara 15.10-6 m2
Catatan angka R
/s (pada suhu kamar)
e tidak berdimensi. Pada dasarnya angka Reynolds
memperhitungkan kekentalan relatif gaya ke gaya lain yang mengalir. Pada Gambar
3.7 menunjukkan karakteristik baling – baling NACA 4412 untuk angka Reynolds,
yang merupakan nilai tertentu dari perubahan karakteristik Re yang sangat jauh
Gambar 3.7 koefisien Lift dan Drag untuk NACA 4412 pada angka Reynolds yang berbeda
Setelah diperhatikan bahwa nilai minimum dari (CD/CL) atau nilai maksimum dari
(CL/CD) merupakan nilai yang penting untuk merancang baling – baling. Gambar 3.7
menunjukkan (CL/CD)max
Untuk pesawat : Re > 10
dari tiap baling – baling pada angka Reynolds yang berbeda.
Untuk rotor angin : Re ≥ 10
6
6
Gambar 3.7 menunjukkan bagaimana (C
(untuk diameter rotor > 10 m)
L/CD)max yang bervariasi dengan angka Re
untuk profil yang berbeda. (CL/CD)max sesuai dengan titik A. Nilai CL pada titik ini untuk
profil yang berbeda kira – kira : CL
Kebanyakan data baling – baling cocok untuk angka Re yang tinggi (Re > 10
≈ 1.
6
Gambar 3.8 menunjukkan bahwa (C
).
Namun masih ada beberapa yang masih memakai angka Re yang lebih rendah.
L/CD)max turun dengan menurunnya angka
Reynolds. Faktanya pada angka Re yang berkisar 105
NACA 65,618
NACA 66,618
NACA 64,612
NACA 4412 FX 61 – 147
GEDSER PLANT NACA 4312
NACA 23012
Reynolds number Re
150
100
50
2 5 105 2 5 106 2 5 107
, lempengan yang dibengkokkan
merupakan balin – baling yang cukup baik. Sebagai contoh Smitz 417a (biasanya disebut
Gambar 3.8 (CL/CD)max
berbeda – beda
bervariasi dengan angka Re yang
4. Transmisi Mekanik
Pada umumnya putaran turbin angin lebih rendah dari putaran generator.Untuk itu
diperlukan transmisi untuk mempercepat putaran rotor sehingga sesuai dengan putaran
generator. Tipe transmisi yang digunakan adalah transmisi roda gigi (gearbox) baik
tunggal maupun bertingkat. Transmisi bertingkat dimaksudkan untuk mempermudah
proses perubahan putaran dari putaran rendah ke putaran tinggi (untuk tingkat
perbandingan transmisi [i] yang besar). Sebagai contoh, untuk mengubah putaran rotor
dari 50 rpm menjadi 1500 rpm digunakan 2 tingkat transmisi putaran. Perbandingan
masing – masing tingkat yaitu : i
[9]
1 = 6 dan i2
Sistem transmisi mekanik yang juga digunakan untuk sebuah Sistem Konversi
Energi Angin (SKEA) adalah penggunaan roda gila (flywheel). Roda gila ini dikenal juga
dengan roda gaya. Roda gila adalah sebuah massa berputar yang digunakan sebagai
penyimpan tenaga dalam mesin. Energi kinetik sebuah massa berputar adalah (½Iω = 5, sehingga masing – masing roda gigi
mempunyai putaran yaitu : RgA = 50 rpm, RgB = 300 rpm, RgC = 300 rpm (dikopel
dengan RgB) dan RgD = 1500 rpm. RgD kemudian dihubungkan dengan poros
generator. Kecepatan 1500 rpm sudah sesuai dengan putaran generator untuk
menghasilkan listrik, Gambar 3.9 menunjukkan transmisi roda gigi 2 tingkat.
2
),
dimana I adalah momen kelembaman dari suatu massa terhadap suatu sumbu putar dan ω adalah percepatan sudutnya. Jika kecepatannya dikurangi tenaga akan dikeluarkan oleh
RgA
RgC RgB
RgD
i = 61
i = 62
Poros
Rotor
Poros
Generator
Poros Lengan
Bantalan
Gambar 3.9 Transmisi roda gigi 2 tingkat
Oleh karena itu roda gila digunakan pada turbin angin, disamping untuk
memperbesar putaran, roda gila jika berfungsi untuk mempertahankan putaran poros
generatornya tetap bisa dipertahankan sekonstan mungkin.
Jika rasio transmisi mekanik optimum didapat maka kurva elektrik keluaran dan
hubungan antara kecepatan output angin dan sistem juga dapat ditemukan.
Kurva P(V) dari Gambar 3.10 merupakan kurva tipe windtunnel, karena data rotor
dibagi dari tes windtunnel. Kurva Aktual P(V) diukur di lokasi akan lebih rendah dari
Gambar 3.10 menemukan hubungan kecepatan angin – daya keluaran dari generator yang terkopel ke rotor angin
III. 5. Generator
Generator berfungsi untuk mengkonversikan energi rotasional menjadi energi
listrik. Energi angin yang menyebabkan rotor berputar dan melalui transmisi akan
memutar generator dan selanjutnya akan menghasilkan energi listrik. Pada SKEA dibagi
dalam dua kelompok yaitu generator kecepatan konstan dan generator kecepatan variabel.
III. 5. 1. Generator Sinkron
Pemilihan tipe generator konstan didasarkan oleh besarnya putaran yang dihasilkan
oleh putaran rotor turbin angin setelah sebelumnya putaran tersebut diperbesar oleh roda
gigi. Hal ini sesuai dengan persamaan :
[9]
p f ns
120
= (3.8)
Dimana :
ns
f = frekuensi (Hz)
= putaran sinkron generator (rpm)
p = jumlah kutub
Pada generator sinkron besarnya putaran sinkron sama dengan putaran rotor turbin,
sehingga jumlah kutub generator dapat ditentukan.
Umumnya generator sinkron dirancang berkutub dalam dimana belitan medan
(sistem eksitasi) berada pada bagian yang bergerak (rotor) dan belitan jangkar berada
pada bagian yang diam (stator). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bunga
api pada sikat arang dan cincin geser, terutama untuk tegangan yang tinggi dan arus yang
besar yang dibangkitkan generator.
Sistem pembangkit generator sinkron dengan penguat DC dperlihatkan pada
Gambar 3.11. Arus penguatan DC diambil dari keluaran generator yang kemudian
disearahkan oleh komponen penyearah (rectifier).
Saat rotor berputar pada kecepatan sinkron, fluksi yang dihasilkan oleh arus medan
Akibatnya akan timbul gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan jangkar yang besarnya
adalah :
E = CnsΦ (3.9)
Dimana :
E = tegangan yang dibangkitkan jangkar (volt)
C = konstanta generator
ns
Φ = fluksi yang dihasilkan oleh arus medan (weber)
= putaran sinkron (rpm)
Generator Sinkron Angin
Saluran Daya
Beban
Kecepatan Konstan
Transformator Penyearah
Gambar 3.11. Sistem pembangkit turbin angin dengan generator sinkron
Karena putaran yang dihasilkan dipertahankan konstan maka tegangan (GGL) yang
dibangkitkan generator dapat diatur dengan mengatur arus penguatan atau arus medan.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tegangan yang dibangkitkan generator tetap konstan,
terutama akibat beban yang selalu bervariasi setiap saat.
III. 5. 2. Generator Induksi Rotor Sangkar
Pada hubungan AC – DC – AC, generator AC secara mekanik dikopel terus menerus ke
turbin angin dengan kecepatan konstan dan menghasilkan arus bolak – balik yang
dilewatkan melalui penyearah dan dikonversikan lagi oleh inverter untuk mendapatkan
frekuensi yang diinginkan (Gambar 3.12).
[8]
Jenis generator ini digunakan pada poros turbin angin yang mempunyai putaran
yang relatif konstan. Untuk lokasi yang mempunyai variabel kecepatan angin yang relatif
paling baik. Generator induksi rotor sangkar adalah generator yang paling sederhana dan
mempunyai harga paling murah dibandingkan generator yang lainnya.
Saat generator induksi distart berputar, magnet sisa pada rangkaian medan akan
menghasilkan sedikit tegangan. Tegangan ini akan menghasilkan arus kapasitif. Karena
rotor terus berputar maka arus kapasitif ini akan menaikkan tegangan. Tegangan yang
semakin besar akan menaikkan arus kapasitifnya dan sampai tegangan penuh dihasilkan.
Gambar 3.12 Hubungan AC – DC – AC
Mesin induksi akan beroperasi menjadi generator apabila putaran rotornya lebih
besar dari putaran sinkronnya. Karena prinsip pembangkitan tegangannya adalah berupa
induksi tegangan, maka antara putaran sinkron dan putaran rotor generator harus
mempunyai perbedaan relatif yang disebut slip. Besarnya slip ini dinyatakan dengan :
s r s
n n n
S = − (3.10)
Dimana :
ns
n
= kecepatan sinkron (rpm)
r
Jika putaran rotor lebih kecil dari putaran sinkron atau slipnya positif maka mesin
berfungsi sebagai motor. Tetapi bila putaran rotornya lebih besar atau slipnya negatif
maka mesin berfungsi sebagai generator dan energi listrik akan mengalir ke jaringan.
Oleh karena itu pemilihan konstruksi dari generator harus disesuaikan dengan batas –
batas pengoperasian turbin angin. Artinya saat kecepatan angin minimum. Putaran
rotornya harus lebih besar dari kecepatan sinkronnya sehingga mesin tetap berfungsi
sebagai generator. Jika pada kecepatan angin rendah, dimana kecepatan rotor berada
dibawah sinkronnya, maka torsi akan berbalik. Dan jika hal ini terjadi maka generator
akan berubah menjadi motor (mesin harus dimatikan). = kecepatan rotor (rpm)
III. 5. 3. Generator Kecepatan Variabel
Generator kecepatan variabel dihubungkan pada poros turbin angin yang berputar
dengan kecepatan yang sangat bervariasi atau tidak konstan. Akibat fluktuasi dari
kecepatan angin yang besar, sistem ini juga membutuhkan pengontrolan putaran dan daya
rotor turbin angin. Disamping itu pengontrolan juga dilakukan dengan memperbaiki
karakteristik operasi dari generator yang digunakan. Yang berarti pengontrolan dilakukan
pada daya masukan turbin angin (pengaturan sudu – sudu rotor turbin) dan keluaran
turbin angin (perbaikan karakteristik generatornya). Keuntungan utama dari penggunaan
generator kecepatan variabel ini adalah karakteristik generator yang tetap menghasilkan
daya maksimum meskipun kecepatan angin melampaui batas puncak dari pengesetannya.
Hal ini dapat dilakukan dengan pengontrolan tahanan belitan rotor pada generator induksi
rotor lilit. Tipe generator ini mempunyai harga yang dihasilkan dari evaluasi ulang
dengan penambahan pengeluaran biaya.
Prinsip kerja generator induksi rotor lilit ini sama dengan generator induksi rotor
sangkar. Salah satu keuntungan konstruksi dari rotor lilit adalah adanya kemungkinan
penambahan tahanan belitan rotor dari luar. Penambahan tahanan belitan rotor ini akan
memperlebar batas pengoperasian generator dengan kecepatan yang semakin besar. Pada
saat kecepatan angin maksimum, generator tidak efektif lagi beroperasi karena torsi dan
dari luar, besarnya slip akan bisa dikontrol dengan torsi dan daya yang dihasilkan tetap
maksimum. Hal ini sesuai dengan persamaan 3.11:
= Tahanan total belitan rotor (ohm)
2
Tanda (–) menunjukkan bahwa putaran rotor lebih besar dari putaran sinkronnya. = Reaktansi belitan rotor (ohm)
Dari persamaan diatas maka diperoleh bahwa penambahan tahanan luar akan
menambah tahanan belitan rotor (R2
Jenis tahanan variabel yang sering digunakan terbuat dari rheostat liquid dengan
bahan dielektrik dari sodium carbonate yang berfungsi sebagai penukar panas saat
kecepatan (putaran rotor) semakin besar.
) yang berarti besarnya slip semakin kecil dan
kecepatan rotor semakin besar dengan torsi dan daya yang dihasilkan tetap maksimum.
III. 6. Pengaturan Putaran Generator
Besarnya putaran generator sangat tergantung dari kecepatan angin yang sedang
bertiup. Saat energi angin menerpa sudu (baling – baling), rotor akan berputar. Putaran
rotor turbin angin ini melalui transmisi mekanis akan memutar poros generator yang
artinya putaran generator sebanding dengan putaran rotor turbin angin.
Untuk memperoleh putaran rotor turbin angin yang konstan (stabil) dapat dilakukan
dengan mengatur daya yang diterima oleh sudu rotor dengan mengubah – ubah
kemiringan sudu rotor tehadap angin. Perubahan sudut sudu (ά) turbin angin ini akan mengubah efisiensi aerodinamis dari sudunya sehingga perbandingan kecepatan ujung
sudu terhadap kecepatan angin (λ) juga akan berubah. Perubahan λ ini dapat dinyatakan
sebagai berikut :
ω = kecepatan sudut rotor (rad/s)
R = jari – jari rotor (m) Vi
Saat kecepatan angin berada pada kecepatan yang nominal (V = kecepatan angin (m/s)
rated
Saat kecepatan angin turun dari kecepatan nominal, daya dan putaran yang
dihasilkan oleh turbin angin juga turun dari nominalnya. Pada kondisi ini perbandingan
kecepatan ujung sudu (λ) makin besar sehingga koefisien dayanya pun akan semakin
rendah. Agar putarannya tetap konstan, pada sistem transmisi mekanisnya disamping
menggunakan roda gigi, penggunaan roda gila atau roda daya (flywhell) juga sangat
membantu untuk membuat putarannya konstan. Kerja dari roda daya ini adalah saat
kecepatan angin semakin besar dari kecepatan nominalnya, kelebihan daya tersebut
disimpan oleh roda daya. Dan pada saat kecepatan angin lebih rendah dari nominalnya,
daya yang disimpan oleh roda daya tersebut akan dikeluarkan dan mensupplai
kekurangan daya pada porosnya sehingga putarannya tetap konstan.
) daya dan putaran
yang dihasilkan oleh turbin angin berada pada kondisi nominal kerja generator. Artinya,
untuk generator sinkron putaran yang dihasilkan adalah putaran sinkron dengan daya
nominal. Dengan naiknya kecepatan angin dari kecepatan nominal maka daya yang
dihasilkan turbin angin juga akan naik dan demikian pula putaran rotornya. Karena daya
yang diterima oleh turbin angin telah melewati daya nominal generator, maka aperlu
dilakukan pengaturan daya dan putaran sehingga tetap berada pada kondisi nominalnya.
Pengaturan daya dan putaran dari sudu rotor dengan pitch variabel sudu dapat
delakukan dengan cara :
1. Mengatur posisi pitch baling – baling sudu terhadapa arah angin dengan posisi
rotor tetap menghadap angin.
2. Mengubah posisi rotor terhadap arah angin, sementara baling – baling sudunya
tetap.
Prinsip kerja dari pengaturan tersebut adalah mengubah – ubah besarnya daya
yang diterima oleh baling – baling rotor sehingga koefisien daya (Cp) yang dihasilkan
akan berubah – ubah dan daya dan putaran yang dihasilkan oleh turbin dapat diatur.
Penyimpanan energi listrik pada SKEA biasanya digunakan baterai penyimpan
(Gambar 3.13). Sistem penyimpanan baterai ini terdapat pada SKEA yang relatif
sederhana dan ditempatkan secara tersendiri. Penggunaan baterai ini diperuntukkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian energi karena sumber daya yang
dihasilkan tidak tetap setiap saat atau tidak cukup untuk melayani permintaan beban pada
saat itu. Sebagai contoh, untuk penerangan dan peralatan lainnya sering memerlukan
daya pada saat angin tidak berhembus.
Pada dasarnya sistem penyimpanan baterai merupakan pembangkit pengisian
baterai. Generator mengisi suatu bank baterai dengan daya DC melalui pengatur tegangan
(voltage regulator). Pengatur tegangan berfungsi untuk menjaga baterai dari kelebihan
pengisian (over charger) yang dapat merusak baterai. Disamping itu pengatur tegangan
juga membatasi tegangan pengisian dan menurunkan arus yang melewati sel baterai saat
mencapai pengisian puncak.
Jenis baterai penyimpanan biasanya menggunakan jenis baterai asam timbal (tipe
industri). Ukuran baterai penyimpanan harus mampu menyimpan sejumlah energi yang
akan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Mengingat kecepatan angin berfluktuasi maka
produksi energi turbin angin bisa melebihi atau kurang dari kebutuhan.
Untuk menghindari keadaan tersebut, penggunaan baterai penyimpan tambahan
dapat berguna untuk menghindari kelebihan daya yang dibangkitkan oleh turbin angin.
Dimana baterai akan mensupplai sistem pada saat energi angin rendah dan mengisi
baterai tambahan saat energi angin melebihi kebutuhan. Jika tidak ada baterai penyimpan
tambahan, kadang kala pada sistem pembangkit tenaga angin ini dilengkapi dengan dump
load berupa resistansi pemanas yang berfungsi sebagai proteksi terhadap beban lebih
pada saat daya yang dibangkitkan turbin melebihi permintaan beban (termasuk baterai
Gambar 3.13 Instalasi Turbin Angin
III. 8. Perancangan rotor untuk kecepatan generator
Untuk mendisain rotor yang dibutuhkan untuk generator diperlukan adanya tambahan
data seperti Vcut-in dan Vr (kecepatan rata – rata) yang diperlukan. Kecepatan start angin
Vstart merupakan kecepatan saat rotor mulai beroperasi, contohnya pada kecepatan rotor
dapat mengatasi torsi start dari generator dan gearbox. Pada Vin, walaupun rotor sudah
menghasilkan tenaga yang cukup Pmech (nin) dan mulai memproduksi daya net. Dalam
mendisain rotor untuk generator, pemilihan rasio tip speed tidak serumit kelihatannya.
Kebanyakan rotor dengan dua atau tiga baling – baling akan dipilih, jadi rasio tip
speednya berkisar antara 5 dan 8. Sebagai contoh sejumlah perbandingan kecepatan
ujung sudu dari 5, 6, 7, dan 8. Untuk tiap rotor, rasio transmisi yang cocok harus dipilih
dan kemudian kurva P(V) dapat ditentukan dari nilai Vcut-in dan Vr
Sebagai pengganti untuk metode trial dan error, prosedur selanjutnya dapat
diaplikasikan untuk generator dari kecepatan berubah – ubah yang diijinkan sejalan
yang tidak berubah agar generator dijaga pada kemampuan maksimumnya yang dikirim
dari rotor. Khususnya pada saat kecepatan angin yang rendah yang mengarah pada
asumsi bahwa Cp = Cpmax pada Vin
Indikasi pertama adalah rasio kecepatan konstan (λ .
) yang dapat dijaga yang dapat
dijumpai pada kecepatan generator dan rotor.
(3.13)
Jika nr lebih kecil daripada nilai yang diberikan pada persamaan 3.13, kemudian
rasio kecepatan tidak bisa dijaga konstan maka harus dipakai metode lain. Jika nr jauh
lebih tinggi, kemudian Pr kemungkinan tidak dapat dicapai pada Vr maka salah satu dari
pilihannya salah. Disini kita asumsikan nr
Pertama daerah rotor A dapat ditentukan dengan :
memiliki nilai yang tepat.
3
Ketika area rotor ditemukan harus diperiksa walaupun daya rata – rata Pr
r
diproduksi pada kecepatan tertentu :
(3.15)
Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka harus meningkatkan area rotor menurut
atau menerima nilai yang lebih tinggi dari Vr. Kemudian, hubungan antara λd dan i dapat
ditemukan dengan asumsi bahwa Cp = Cpmax pada Vin (nin
Pada dasarnya kombinasi mana pun dari rasio tip speed dan i dapat dipilih.
Batasannya adalah jika rasio tip speed lebih besar maka makin rendah torsi start dari
rotor. Kita harus menjamin bahwa rotor dapat beroperasi pada kecepatan angin Vstart yang
lebih rendah daripada Vin
2
. Torsi start didapat dengan perumusan empiris berikut:
Disini kita mengabaikan torsi start pada gearbox, karena secara umum jauh lebih
rendah daripada torsi start generator dan i. Dengan menyadari bahwa Vstart < Vin
( )
sehingga dapat disubtitusikan dengan persamaan 3.17 maka dapat ditulis :
(3.18)
Kombinasikan persamaan 3.18 dengan 3.15, maka :
( )
III. 9. Kurva Daya
Kita sudah membahas karakteristik rotor. jika rotor digabungkan ke suatu beban,
pembangkit elektrik atau pompa. Kemudian kita perlu mengetahui karakteristik beban
tersebut untuk menentukan performansi dari sistem rotor - generator atau rotor - pompa.
[12]
Kurva daya P(V) memberikan keluaran daya dari generator angin sebagai fungsi
kecepatan angin. hal itu dapat dinyatakan sebagai berikut :
A
Tetapi pertimbangkan suatu sistem ideal, dengan rotor berputar pada nilai
maksimum dari koefisien daya pada semua kecepatan angin dan beban pada efisiensi
konstan tinggi, hal ini ditunjukkan Gambar 3.14.
( V) dan ( melalui
rpm dan beban ) secara tidak langsung juga merupakan suatu fungsi lemah dari kecepatan
Vcut - in Vrated Vcut - out V
Pmax
P(V)
P(V) = Cp
max η 1/2ρV3 A
IDEAL
RIL
G ambar 3.14 Kurva daya ideal dan riil
Pada kenyataannya, pada kecepatan angin Vrated tertentu daya keluaran (cth :
kapasitas generator yang terpasang ) dijaga konstan. Hal tersebut tidaklah bermanfaat
untuk memasang kapasitas generator lebih untuk periode yang sangat pendek yang
kecepatan anginnya lebih tinggi yang sesuai dengan beban mekanik tinggi yang terpasang
pada sistem (dan juga biaya sistem yang tinggi). Vrated normalnya dipilih mendekati
2xVaverage
Ada juga kecepatan cut – in dan biasanya kecepatan cut – out yang memberhentikan
mesin (contoh : pada saat badai). Dengan batasan ini dapat disebut realistik mesin ideal. pada lokasi tersebut.
Dua sistem generator utama pada turbin angin adalah :
• Generator induksi ( dan rotor ) yang langsung dikoplingkan ke jala – jala yang beroperasi dengan kecepatan mendekati konstan r.p.m
• Generator sinkron ( dan rotor ) yang beroperasi pada kecepatan berubah – ubah yang dihubungkan ke jala – jala melalui konverter elektronik.
Sistem pertama ini sederhana dan sempurna secara teknologi namun tidak cocok
untuk rotor dengan beroperasi dibawah nilai koefisien daya maksimum. Tipe kurva daya
Sistem kedua ini merupakan teknologi yang lebih maju dimana sistem menjaga
kecepatan rotor sebanding dengan kecepatan angin dan operasinya mesin pada saat
perbandinagn kecepatan ujung sudu optimal λ = λopt , yang sering dipakai dilapangan
(Gambar 3.15 ).
Gambar 3.15 kurva efisiensi daya untuk turbin dengan generator yang berbeda
III. 10. Produksi Energi Tahunan SKEA
Potensi energi tahunan dari sebuah turbin angin didasarkan pada besarnya energi
angin, bentuk karakteristik turbin dan waktu untuk perbaikan dari turbin angin. Produksi
energi tahunan dari sebuah turbin angin ditentukan dengan persamaan dibawah yaitu :
∫
∂= co
ci V
V
f PV F V V A
AEP 8760σ ( ) ( ) (3.21)
Dimana :
AEP = Produksi energi tahunan SKEA (KWH)
F(V) = Distribusi frekuensi kecepatan angin (pu) Vci
V
= Kecepatan angin minimum (m/s)
co
σ = Perbandingan kerapatan udara
= Kecepatan angin maksimum (m/s)
Af
Variasi harga kelayakan dari A
= Faktor ketersediaan suku cadang pada waktu perbaikan.
f
Perbandingan kerapatan udara adalah :
berkisar antara 0,85 – 0,95 untuk turbin angin
komersial.
= tekanan udara standar (101300 N/m2
t = temperatur udara dalam derajat rankine )
Jika data tersebut ditabulasikan dengan dasar kenaikan distribusi frekuensi
kecepatan angin, ΔVi
∑
= ∆persamaan 3.22, menjadi :
(3.23)
Dimana : Vi = median kecepatan angin dengan pertambahan i (m/s)
P(Vi) = daya keluaran pada kecepatan Vi (watt)
F(Vi) = persentasi kejadian angin dengan pertambahan kenaikan i (pu)
n = jumlah kenaikan kecepatan angin
Jika kita mengetahui kurva daya dari turbin angin dan distribusi dari kecepatan
angin pada lokasi tertentu dimana akan dipasang turbin angin, sangatlah mudah untuk
menghitung produksi energi tahunan. Ide dasarnya ditunjukkan pada Gambar 3.16.
Jika kita mengetahui daya keluaran turbin angin pada interval kecepatan angin dan
jumlah jam dalam setahun maka kecepatan angin terdapat pada interval tersebut,
dengan menambah produksi energi di semua interval. Tambahkan produksi energi itu
kedalam semua interval yang akan memberikan total produksi energi tahunan Ea
400
300
200
100
0 5 10 15 20
200 400 600 800 1000
5 10 15 20
50 100 150 200
5 10 15 20 0
0
Distribusi Kecepatan Angin
dikalikan secara vertikal dihasilkan
Produksi Energi dalam interval kecepatan Angin
P(V)
V
.
Gambar 3.16 Produksi energi tahunan[12]
Dapat diekspresikan di kurva daya P(V) dan frekuensi fungsi probabilitas untuk
kecepatan angin f(V)
(Wh/tahun) V
f(V) P(V) T
Ea =
∫
× ∂ (3.24)Dimana T adalah jumlah jam selama setahun (8760).
Faktor energi dan kapasitas yang spesifik. Kiranya kita mempunyai mesin, adalah
hal yang mungkin untuk mengekstrak daya pada nilai konstan dari koefisien daya CP dan
efisiensi η pada semua kecepatan angin, sebagai contoh pada nilai maksimum (cP .η)max
Kemudian,
Dengan persamaan 3.25 dapat kita temukan :
∫
× ∂Atau menggunakan persamaan 3.27
)
Sekarang nilai tipe untuk iklim kE di eropa barat adalah 1,9. Sebagai shape faktor k
adalah 2. Nilai yang bagus untuk CP
(
)
(Wh/tahun)maka kita temukan “nilai teoritis”,
hun) (kWh/m2/ta )
4,0(
Ea = Vav3 (3.31)
Dengan mengindikasikan bahwa produksi rotor tahunan per m2 (sapuan) pertahun
tentunya hal itu merupakan nilai yang sensitif untuk nilai rata – rata kecepatan angin. CE
disebut “faktor energi spesifik” dan merupakan ukuran dari efektivitas pengekstrakan
energi oleh turbin angin pada semua cakupan kecepatan angin. Tentunya mesin ril
menjaga keluaran daya konstan diatas kecepatan angin rata – rata Vrated (rugi – rugi 5 –
sekarang nilai 3,5 dari spesifikasi faktor energi yang merupakan nilai umum untuk disain
turbin angin yang sangat bagus.
)
Faktanya nilai dari CP dan η berturut – turut adalah 0,5 dan 0,95. artinya pada suatu
lokasi daratan yang baik dengan rata kecepatan angin pada tinggi poros 7 m/s, dengan
hasil energi adalah 1.200 kWh/m2 tahun. Jelas bahwa generator angin hanya
memproduksi daya rata – ratanya selama sebagian kecil waktu. Hal ini dapat dirumuskan
oleh CF
Umumnya nilai tersebut berkisar antara 2.000 dan 2.500 jam pertahun dimana suatu
mesin komersil dalam beberapa hal dipasang pada suatu lokasi dengan kecepatan angin
yang tinggi, faktor kapasitasnya hampir mendekati 0,5 tetapi hal ini seperti dikatakan
terkecuali. Kadang – kadang kita menemukan rata – rata daya keluaran yang spesifik
yang digunakan sebagai pengganti persamaan 3.32. Hal ini ditemukan dengan membagi
hasilnya dengan 8760 dan mengkonversikannya dari kW ke watt. Maka dapat
dirumuskan sebagai berikut :
, “faktor kapasitas", yang digambarkan sebagai persentase dari waktu generator
yang beroperasi pada daya rata – rata untuk memproduksi jumlah energi yang sama yang
diproduksinya selama periode tersebut. Nilai dari faktor kapasitas berkisar antara 0,2 –
0,3, setara dengan beroperasinya selama 1.750 – 2.600 jam per tahun pada daya rata –
rata.
Catatan, untuk generator angin dengan elektrik yang kecil, suatu nilai yang rendah
dicapai
Dan untuk pompa angin
)
Sekarang dapat kita mengerti karakteristik dari rotor riil ( Gambar 3.16). sebelah kiri
kita menggunakan rotor slow running dengan banyak sudu. Pada sebelah kanan kita melihat
rotor fast running dengan beberapa sudu.
Rotor slow running memiliki TORSI TINGGI, RPM RENDAH
Rotor Fast running memiliki TORSI RENDAH, RPM TINGGI
Rotor slow running digunakan untuk pompa piston, yang membutuhkan torsi yang
besar dan relatif bekerja pada kecepatan rendah.
Rotor Fast running digunakan untuk pembangkit elektrik. Generator bekerja pada
kecepatan tinggi dan torsi rendah. Pada umumnya kecepatan rotor masih terlalu rendah dan
(kecuali untuk mesin sangat kecil) makanya selalu ada gearbox antara rotor dan generator.
V
III. 13. Penyimpangan Karakteristik Kekuatan dari Rotor
Sampai saat ini kita membicarakan karakteristik dari rotor jika arah angin tegak lurus
ke badan rotor. Pada prakteknya arah angin selalu berfluktuasi, jadi rotor tidak akan pernah
diarahkan persis ke arah angin (Gambar 3.17).
[11]
Untuk WECS kecil, khususnya pompa angin, Rotor akan berangsur - angsur berhenti
pada kecepatan angin yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk alasan kontrol dan
keamanan, seperti :
a) untuk membatasi kecepatan putaran dari rotor, pompa dll.
b) untuk membatasi kekuatan dari rotor dan menara.
Untuk mematikan rotor disebut dengan istilah YAWING. jika sistem
menyimpangkan rotor maka rotor akan beroperasi secara langsung dengan kekuatan
aerodinamik angin pada rotor dan sudu tambahan dan lebih lanjut dengan kekuatan dari
Keselamatan dan kontrol dilakukan dengan teliti dan dipisahkan menjadi 2 modul yang
terpisah.
Pada bagian ini akan didiskusikan tentang beberapa karakteristik gaya yang berlaku
pada rotor. Dengan mempertimbangkan rotor dalam penyimpangan pada sudut δ ke arah
angin. Jika rotor menyimpang, kemudian semua gaya berperan pada semua elemen dari
sudu rotor dapat dikombinasikan menjadi dua gaya di pusat rotor dan momen (Gambar
3.18).
Gambar 3.17 Karakteristik Rotor
Kedua gaya ini adalah gaya aksial Fax (sepanjang sumbu rotor ) dan gaya sisi Fs (pada
badan rotor tegak lurus Fax ). Momen Mso
Dapat kita jelaskan koefisien tidak berdimensi untuk gaya ini, sama seperti definisi
sebelumnya.
, yang mana cenderung mendorong rotor kearah
angin lagi , kadang disebut momen orientasi sendiri. Momen ini dihasilkan oleh distribusi
non simetris dari gaya pada sudu rotor.
2
18 koefisien daya aksial pada penyimpangan.
2
Dan tambahan koefisien tenaga,
2
Jadi semua koefisien bukan merupakan fungsi dari λ tetapi juga sudut penyimpangan
δ. Kurva tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.19 kurva Cp(λ,0) contohnya Cp sebagai