ANALISIS PELUANG KECENDERUNGAN OVERVALUE ATAU
UNDERVALUE HARGA SAHAM PERDANA DENGAN
METODE REAL OPTION PADA
BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Oleh
MUHAMMAD ANDI ABDILLAH TRIONO
087019034/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE K O L
A H
P A
S C
A S A R JA
ANALISIS PELUANG KECENDERUNGAN OVERVALUE ATAU
UNDERVALUE HARGA SAHAM PERDANA DENGAN
METODE REAL OPTION PADA
BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD ANDI ABDILLAH TRIONO
087019034/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PELUANG KECENDERUNGAN
OVERVALUE ATAU UNDERVALUE HARGA
SAHAM PERDANA DENGAN METODE REAL
OPTION PADA BURSA EFEK INDONESIA
Nama Mahasiswa : Muhammad Andi Abdillah Triono Nomor Pokok : 087019034
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Muslich Lufti, MBA) Ketua
(Dr. Khaira Amalia F, MBA, Ak) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Rismayani, MS)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah Diuji pada Tanggal : 10 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Muslich Lufti, MBA
Anggota : 1. Dr. Khaira Amalia F, MBA, Ak 2. Prof. Dr. Rismayani, MS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
“ANALISIS PELUANG KECENDERUNGAN OVERVALUE ATAU
UNDERVALUE HARGA SAHAM PERDANA DENGAN METODE REAL
OPTION PADA BURSA EFEK INDONESIA”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya, kecuali yang secara tertulis diacu dalam tesis ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan benar dan jelas.
Medan, 10 Juni 2010 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Nilai aset, tenor dan implied volalitas sangat diperlukan bagi calon emiten,
underwriter dan investor di dalam melihat peluang kecenderungan undervalue atau overvalue harga saham perdana setelah listing di bursa. Fenomena harga saham
perdana yang undervalue terjadi di seluruh dunia, begitu juga pada Bursa Efek Indonesia. Dari 116 emiten yang melakukan penawaran saham perdana dari tahun 2000 hingga 2008, kinerja harga saham pada penutupan perdagangan hari pertama adalah; 78.45% harganya undervalue, 14.66% overvalue dan 6.89% tetap. Pada penutupan perdagangan hari ke 30 kinerja harga saham menjadi; 62.93% harganya
undervalue, 30.17% overvalue, dan 6.89% tetap. Berbagai metode telah muncul
di dalam upaya menjawab fenomena ini, akan tetapi hasilnya belum mampu secara wajar di dalam melihat kecenderungan harga saham perdana akan undervalue atau
overvalue setelah listing di bursa. Perumusan masalah adalah sejauhmana pengaruh
aset, hutang, tenor, implied volalitas, JIBOR dan Publik terhadap peluang harga saham perdana overvalue atau undervalue dengan metode Real Option di Bursa Efek Indonesia? Hipotesis penelitian adalah aset, hutang, tenor, implied volalitas, JIBOR dan Publik berpengaruh terhadap peluang harga saham perdana overvalue atau
undervalue dengan metode Real Option di Bursa Efek Indonesia.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penilaian saham dan
Real Option, khususnya yang berkaitan dengan persamaan Black & Scholes dan
penawaran saham perdana.
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan populasi sasaran, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitiannya adalah terapan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi. Model analisis data yang digunakan adalah regresi logistik. Populasi adalah seluruh perusahaan yang berada pada sektor industri perdagangan, jasa, investasi dan keuangan pada Bursa Efek Indonesia dari tahun 2000 hingga 2008.
Kesimpulan penelitian ini adalah secara serempak maupun parsial aset, hutang, tenor, implied volalitas, suku bunga antarbank dan publik berpengaruh secara signifikan terhadap peluang kecenderungan overvalue atau undervalue harga saham perdana setelah listing di Bursa Efek Indonesia.
ABSTRACT
The value of asset, tenor and implied volatility are urgently needed for new candidate public companies, underwriters and investors in order to seek the likelihood opportunity of initial public offering whether its’ going to be undervalue or
overvalue after listed in stock market. Undervalue phenomena of Initial Public Offering (IPO) has common in the stock market around the world also in Indonesia Stock Exchange (IDX). Data’s from 2000 to 2008 shows that there were 116 new
public companies with 78.45% were undervalue, 14.66% overvalue, and 6.89% at price on the closing of first trading day. On the closing of the 30th trading day the stock price became 62.92% undervalue, 30.17% overvalue and 6.89% constant. Many research and theories have been emerged to answer this phenomena, but unfortunately no research on determining the Initial Public Offering (IPO) price as fair as it should be in seeking the likelihood opportunity of initial public offering whether it going to be under or overvalue after listed in stock market. The problem identifications are how far the asset, debt, tenor, implied volatility, JIBOR, and public influence the likelihood opportunity of initial public offering whether its’ going to be
undervalue or overvalue after listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). The hypothesis is asset, debt, tenor, implied volatility, and public influence the likelihood opportunity of initial public offering whether its’ going to be undervalue or overvalue
after listed in Indonesia Stock Exchange (IDX).
The theory used is the stock valuation and real option, especially that related with the function of Black & Scholes and Initial Public Offering (IPO).
This research methodology is using targeting population, the type is quantitative descriptive, and its characteristic is practical research. The data collection is using documentation study. The analysis data is using the logistic regression model. The population is all trade, service, investment, and financial sector industries at Indonesia Stock Exchange (IDX) since 2000 until 2008.
The result of this research show that by using real option method simultaneously asset, debt, tenor, implied volatility, JIBOR, and public significantly influence the likelihood opportunity of Initial Public Offering whether its’ going to be
undervalue or overvalue after listed in Indonesia Stock Exchange (IDX), and by using real option method partially asset, implied volatility, and tenor influence positively and dominantly significant to the likelihood opportunity of Initial Public Offering whether its’ going to be undervalue or overvalue after listed in Indonesia Stock
The conclusion of this research is that asset, debt, tenor, implied volatility, JIBOR, and public simultaneously and partially influence the likelihood opportunity of Initial Public Offering whether its’ going to be undervalue or overvalue after listed
in Indonesia Stock Exchange (IDX).
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang
dilakukan penulis adalah: “Analisis Peluang Kecenderungan Overvalue atau
Undervalue Harga Saham Perdana dengan Metode Real Option pada Bursa Efek
Indonesia”.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak
memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., MSc (CTM)., Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Rismayani, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai
4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai
Komisi Pembanding.
5. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian penulisan tesis ini.
6. Ibu Dr. Khaira Amalia, MBA., Ak, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
7. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME, selaku Komisi Pembimbing atas saran dan kritik yang
diberikan.
8. Bapak Mulya Siregar, M.Sc., PhD, selaku Pimpinan Divisi Perbankan Syariah
Bank Indonesia yang telah membimbing dan membantu dalam memperoleh data
penelitian.
9. Bapak Drs. Andi Sudhana, Ak, selaku Pimpinan Divisi Keanggotaan dan
Partisipan Bursa Efek Indonesia yang telah membimbing dan membantu dalam
memperoleh data penelitian.
10.Bapak dan Ibu Dosen serta pegawai di Program Studi Magister Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
11.Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Selamat Triono Ahmad dan Ibunda
Ramlah tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a.
13.Seluruh rekan mahasiswa Angkatan XIV di Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan
kerjasamanya selama penulis menempuh studi dan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi seluruh
pembaca. Semoga kiranya Tuhan yang Maha Esa memberkati semua. Amin.
Medan, 10 Juni 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Andi Abdillah Triono, lahir di Medan tanggal 14 Mei 1985. Anak
pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ayahanda Selamat Triono Ahmad dan
Ibunda Ramlah.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Pertiwi Medan, tamat dan lulus
tahun 1997. Melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertiwi
Medan, tamat dan lulus tahun 2000. Selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sekolah
Menengah Atas di SMU Al-Azhar Medan, tamat dan lulus tahun 2003. Kemudian,
menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) Fakultas Ekonomi Program Studi
Manajemen Universitas Negeri Medan, tamat dan lulus tahun 2007. Pada tahun 2008
penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) Program Studi Magister Ilmu
Manajemen di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada tahun 2007 hingga pertengahan tahun 2008 penulis bekerja pada Pusat
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Medan, 10 Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT iii
KATA PENGANTAR v
RIWAYAT HIDUP viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Perumusan Masalah 7
I.3. Tujuan Penelitian 7
I.4. Manfaat Penelitian 7
I.5. Kerangka Berpikir 8
I.6. Hipotesis 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
II.1. Penelitian Terdahulu 13
II.2. Model Option Pricing (OP Model) 14
II.3. Model Real Option 16
II.4. Teori Sebab Undervalue dan Overvalue 26
II.4.1. Teori Market Timing 26
II.4.2. Short Run Underpricing 27
II.4.3. Teori Shares Allocation 28
II.4.4. Teori Valuation 28
II.4.5. Kinerja Long-Run 29
II.4.6. Teori Struktur Kepemilikan 29
II.4.7. Teori Volalitas 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 34
III.1. Tempat dan Waktu Penelitian 34
III.2. Metode Penelitian 34
III.3. Populasi 35
III.4. Metode Pengumpulan Data 36
III.5. Jenis dan Sumber Data 36
III.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 36
III.6.1. Identifikasi Variabel 36
III.6.2. Definisi Operasional Variabel 37
III.7. Model Analisis Data 39
III.8. Odds Ratio 50
III.9. Uji Statistik Omnibus 51
III.10. Pengklasifikasian Data dengan Cut-off 0,5 52
III.11. Uji Ketepatan Model 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 55
IV.1. Deskriptif Data Penelitian 55
IV.2. Hasil Uji Ketepatan Model Regresi Logistik 63
IV.3. Pembahasan 64
IV.3.1. Uji Serempak 65
IV.3.2. Uji Parsial 68
IV.3.2.1. Uji Parsial Variabel Aset 69
IV.3.2.2. Uji Parsial Variabel Hutang 70
IV.3.2.3. Uji Parsial Variabel Tenor 71
IV.3.2.4. Uji Parsial Variabel Implied Volalitas 72
IV.3.2.5. Uji Parsial Variabel JIBOR 73
IV.3.2.6. Uji Parsial Variabel Publik 74
IV.3.3. Odds Ratio 74
IV.3.4. Hasil Uji Statistik Omnibus 75
IV.3.5. Pengklasifikasian Data dengan Cut-off 0,5 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 79
V.1. Kesimpulan 79
V.2. Saran 79
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
I.1 Kinerja Perusahaan yang Melakukan Penawaran Saham Perdana pada Bursa Efek Indonesia Periode 2000 –
Desember 2008 3
I.2 Model-model Valuasi 5
II.1 Pendekatan Enam Parameter pada Metode Real Option 20
III.1 Definisi Operasional dan Indikator Variabel 38
III.2. Interpretasi Nilai AU-ROC-C Hosmer dan Lemeshow 53
IV.1. Deskripsi Data Penelitian 55
IV.2 Deskripsi Data Prediksi dan Aktual Harga Saham Perdana (Dalam Rupiah)………. 57
IV.3. Deskripsi Statistik 59
IV.4. Hosmer and Lemeshow Test 64
IV.5. Uji Koefisien Regresi Logistik 64
IV.6. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Serempak 66
IV.7. Omnibus Tests of Model Coefficients 76
IV.8. Classification Table(a)………. 76
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
I.1. Kerangka Berpikir 12
II.1. Pemegang Call dan Put Option 15
II.2. Simulasi Metode Real Option 18
II.3. Parameter Real Option 20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
ABSTRAK
Nilai aset, tenor dan implied volalitas sangat diperlukan bagi calon emiten,
underwriter dan investor di dalam melihat peluang kecenderungan undervalue atau overvalue harga saham perdana setelah listing di bursa. Fenomena harga saham
perdana yang undervalue terjadi di seluruh dunia, begitu juga pada Bursa Efek Indonesia. Dari 116 emiten yang melakukan penawaran saham perdana dari tahun 2000 hingga 2008, kinerja harga saham pada penutupan perdagangan hari pertama adalah; 78.45% harganya undervalue, 14.66% overvalue dan 6.89% tetap. Pada penutupan perdagangan hari ke 30 kinerja harga saham menjadi; 62.93% harganya
undervalue, 30.17% overvalue, dan 6.89% tetap. Berbagai metode telah muncul
di dalam upaya menjawab fenomena ini, akan tetapi hasilnya belum mampu secara wajar di dalam melihat kecenderungan harga saham perdana akan undervalue atau
overvalue setelah listing di bursa. Perumusan masalah adalah sejauhmana pengaruh
aset, hutang, tenor, implied volalitas, JIBOR dan Publik terhadap peluang harga saham perdana overvalue atau undervalue dengan metode Real Option di Bursa Efek Indonesia? Hipotesis penelitian adalah aset, hutang, tenor, implied volalitas, JIBOR dan Publik berpengaruh terhadap peluang harga saham perdana overvalue atau
undervalue dengan metode Real Option di Bursa Efek Indonesia.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penilaian saham dan
Real Option, khususnya yang berkaitan dengan persamaan Black & Scholes dan
penawaran saham perdana.
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan populasi sasaran, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitiannya adalah terapan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi. Model analisis data yang digunakan adalah regresi logistik. Populasi adalah seluruh perusahaan yang berada pada sektor industri perdagangan, jasa, investasi dan keuangan pada Bursa Efek Indonesia dari tahun 2000 hingga 2008.
Kesimpulan penelitian ini adalah secara serempak maupun parsial aset, hutang, tenor, implied volalitas, suku bunga antarbank dan publik berpengaruh secara signifikan terhadap peluang kecenderungan overvalue atau undervalue harga saham perdana setelah listing di Bursa Efek Indonesia.
ABSTRACT
The value of asset, tenor and implied volatility are urgently needed for new candidate public companies, underwriters and investors in order to seek the likelihood opportunity of initial public offering whether its’ going to be undervalue or
overvalue after listed in stock market. Undervalue phenomena of Initial Public Offering (IPO) has common in the stock market around the world also in Indonesia Stock Exchange (IDX). Data’s from 2000 to 2008 shows that there were 116 new
public companies with 78.45% were undervalue, 14.66% overvalue, and 6.89% at price on the closing of first trading day. On the closing of the 30th trading day the stock price became 62.92% undervalue, 30.17% overvalue and 6.89% constant. Many research and theories have been emerged to answer this phenomena, but unfortunately no research on determining the Initial Public Offering (IPO) price as fair as it should be in seeking the likelihood opportunity of initial public offering whether it going to be under or overvalue after listed in stock market. The problem identifications are how far the asset, debt, tenor, implied volatility, JIBOR, and public influence the likelihood opportunity of initial public offering whether its’ going to be
undervalue or overvalue after listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). The hypothesis is asset, debt, tenor, implied volatility, and public influence the likelihood opportunity of initial public offering whether its’ going to be undervalue or overvalue
after listed in Indonesia Stock Exchange (IDX).
The theory used is the stock valuation and real option, especially that related with the function of Black & Scholes and Initial Public Offering (IPO).
This research methodology is using targeting population, the type is quantitative descriptive, and its characteristic is practical research. The data collection is using documentation study. The analysis data is using the logistic regression model. The population is all trade, service, investment, and financial sector industries at Indonesia Stock Exchange (IDX) since 2000 until 2008.
The result of this research show that by using real option method simultaneously asset, debt, tenor, implied volatility, JIBOR, and public significantly influence the likelihood opportunity of Initial Public Offering whether its’ going to be
undervalue or overvalue after listed in Indonesia Stock Exchange (IDX), and by using real option method partially asset, implied volatility, and tenor influence positively and dominantly significant to the likelihood opportunity of Initial Public Offering whether its’ going to be undervalue or overvalue after listed in Indonesia Stock
The conclusion of this research is that asset, debt, tenor, implied volatility, JIBOR, and public simultaneously and partially influence the likelihood opportunity of Initial Public Offering whether its’ going to be undervalue or overvalue after listed
in Indonesia Stock Exchange (IDX).
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penawaran saham perdana atau yang juga disebut Initial Public Offering
(IPO) merupakan suatu penawaran awal suatu saham perusahaan kepada masyarakat,
yang mana sebelumnya perusahaan dimiliki oleh perorangan atau beberapa pihak
saja.
Adapun pihak-pihak yang terkait dan memiliki kepentingan langsung adanya
Initial Public Offering (IPO) adalah calon emiten itu sendiri, investor, penjamin emisi
(underwriter), dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam hal ini, penetapan harga
saham perdana menjadi perhatian yang utama bagi banyak analis keuangan. Di mana,
hal ini akan berkorelasi dengan sukses tidaknya penawaran saham perdana atau Initial
Public Offering (IPO). Sehingga, jika Initial Public Offering (IPO) mengalami over
subscribe maka Initial Public Offering (IPO) tersebut dapat dikatakan sukses, yakni
jumlah saham yang diminta investor lebih besar daripada jumlah saham yang
ditawarkan.
Berdasarkan Laporan Statistik Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga
Keuangan (Bapepam LK) September 2009, total perusahaan yang telah memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam LK untuk menawarkan sahamnya kepada
dengan total nilai emisi sebesar 412.86 triliun rupiah yang tersebar di berbagai sektor
industri.
Adapun metode yang biasa digunakan oleh para calon emiten dan analis
keuangan di dalam menvaluasi harga intrinsik Initial Public Offering (IPO) dan
analis keuangan di dalam menvaluasi harga intrinsik Initial Public Offering (IPO)
dan memprediksi kecenderungan harga setelah pencatatan di bursa adalah dengan
metode tradisional yakni metode Discount Cash Flow (DCF) dan metode Relative
Valuation (RV)– di mana hal ini dapat dilihat dari uraian penetapan harga penawaran
yang terdapat pada prospektus calon emiten dan hal ini termasuk metode yang
digunakan oleh seluruh calon emiten yang ingin mencatatkan sahamnya di Bursa
Efek Indonesia.
Lebih lanjut, metode ini masih belum mampu memvaluasikan harga saham
perdana yang ditawarkan secara wajar. Sehingga, akan terjadi kesulitan dalam
memprediksi kecenderungan harga setelah pencatatan di bursa saham dikarenakan
secara empiris sebahagian besar saham setelah penawaran umum atau Initial Public
Offering (IPO) pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan metode
Discount Cash Flow (DCF) dan metode Relative Valuation (RV) cenderung
Tabel I.1. Kinerja Perusahaan yang Melakukan Penawaran Saham Perdana pada Bursa Efek Indonesia Periode 2000 – Desember 2008
Undervalue Overvalue Tetap
Tahun Jumlah
IPO Hari 1 Hari 30 Hari 1 Hari 30 Hari 1 Hari 30
2000 15 6 4 8 11 1 0
2001 26 22 18 2 6 2 2
2002 21 17 16 3 3 1 2
2003 5 5 5 0 0 0 0
2004 11 8 6 1 4 2 1
2005 8 5 2 1 3 2 3
2006 11 11 10 0 1 0 0
2007 14 14 11 0 3 0 0
2008 5 3 1 2 4 0 0
116 91 (78.45%)
73 (62.93%)
17 (14.66%)
35 (30.17%)
8 (6.89%)
8 (6.89%) Sumber: Statistik Badan Penanaman Modal (2009), Bursa Efek Indonesia (2009), dan www.yahoo.finance.com
(2009) (Data Diolah)
Kondisi undervalue yang relatif besar ini –yakni 78,45 persen pada hari
pertama pencatatan dan 62,93 persen pada hari ke 30 pencatatan, di mana hal ini
sangat tidak menguntungkan bagi pihak-pihak terkait, bagi emiten berarti mereka
mengorbankan sebahagian pendapatan (return) yang seharusnya didapat. Ditambah,
bagi underwriter semakin rendah harga Initial Public Offering (IPO) berarti akan
semakin kecil pula pendapatan yang akan diterimanya, namun dengan semakin
rendahnya harga saham akan semakin besar peluang saham tersebut untuk laku
terjual. Di lain pihak, kondisi undervalue ini dapat menyebabkan investor terjebak,
padahal dari data di atas tidak semua harga saham perdana atau Initial Public
Offering (IPO) adalah undervalue, ada saham yang tetap harganya, overvalue maupun
tetap harganya (return nol) sehingga bila investor membeli saham dengan kategori ini
dapat mengalami kerugian (loss).
Pada tahun 2005, dilakukan penelitian oleh Hakiman pada Bursa Efek
non-trade, non-investment dan non-services) dengan dua metode tradisional atau model
valuasi yang biasa digunakan oleh emiten hingga saat ini yakni Discount Cash Flow
(DCF) dan Relative Valuation (RV) ditambah satu model valuasi yang masih
dikategorikan baru yakni metode atau model Real Option. Terbukti bahwa dengan
menggunakan dua metode yang biasa digunakan oleh emiten hingga saat ini yakni
Discount Cash Flow (DCF) dan Relative Valuation (RV) menghasilkan standar
deviasi yang besar yakni sebesar 192 pada hari ke 1 dan 336 pada hari ke 30
dibandingkan jika menggunakan model Real Option menghasilkan standar deviasi
sekitar 160 pada hari ke 1 dan 278 pada hari ke 30.
Lebih lanjut, keunggulan dan kelemahan model valuasi Discount Cash Flow
(DCF), Relative Valuation (RV) dibandingkan dengan metode Real Option di dalam
menvaluasi harga saham perdana, adalah jika menggunakan Discount Cash Flow
(DCF) dan Relative Valuation (RV) akan mengalami kesulitan hingga tidak dapat
menvaluasi jika perusahaan dalam keadaan bermasalah, cash flow perusahaan
mengalami fluktuasi secara cepat, sebahagian aset perusahaan tidak digunakan atau
idle, memiliki hak paten dengan kuantitas besar, kondisi perusahaan dalam
rekonstruksi, dan jika perusahaan dalam keadaan proses akuisisi. Sedangkan, jika
menggunakan model Real Option, kendala ini tidak menjadi masalah. Di mana, hal
ini telah dibuktikan pada Bursa Saham New York dan beberapa saham yakni pada
sektor non-finance, non-services, non-trade, non-investment pada Bursa Efek
Indonesia. Selanjutnya, dasar valuasi metode Discount Cash Flow (DCF) dan
input/informasi mudah untuk dimanipulasi. Sedangkan, dasar valuasi metode Real
Option adalah berdasarkan nilai pasar sehingga input/informasi bersifat umum
dengan kata lain tidak mudah dimanipulasi. Secara ringkas, keunggulan dan
kelemahan model valuasi dapat disajikan pada Tabel I.2 berikut:
Tabel I.2. Model-model Valuasi
Model DCF Model RV Model Real Option Perusahaan dalam
masalah
Tidak bisa Tidak bisa Bisa
Jika Cash flow bergelombang
Tidak bisa Tidak bisa Bisa
Sebagian aset tidak digunakan
Tidak bisa Tidak bisa Bisa
Jika mempunyai hak paten
Tidak bisa Tidak bisa Bisa
Jika dalam proses restrukturisasi
Tidak bisa Tidak bisa Bisa
Perusahaan dalam proses akuisisi
Tidak bisa Tidak bisa Bisa
Valuasi Berdasarkan nilai fundamental
Berdasarkan nilai fundamental
Berdasarkan nilai pasar
Input/Informasi Mudah
dimanipulasi
Mudah dimanipulasi
Bersifat umum, tidak mudah dimanipulasi Sumber: Hakiman (2005)
Adapun Model Real Option dalam hal ini terdiri dari 5 parameter yakni nilai
aset, nilai hutang, implied volalitas, tenor, dan suku bunga bebas risiko. Di mana,
pada tahun 2000 dan 2002 dilakukan penelitian pada Bursa Saham New York
terhadap saham-saham perdana dengan menggunakan model atau metode Real
Option di mana menyimpulkan bahwa nilai aset, implied volalitas dan tenor memiliki
hubungan secara positif terhadap model yakni semakin besar nilai aset, implied
volalitas dan tenor suatu perusahaan maka perusahaan tersebut akan cenderung
yang prospektif baik sehingga penawaran harga saham perdana setelah pencatatan
di bursa saham akan cenderung berpeluang overvalue. Sedangkan parameter suku
bunga bebas risiko dan hutang memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai
perusahaan yakni semakin besar nilai dari suku bunga bebas risiko dan hutang suatu
perusahaan maka perusahaan tersebut akan cenderung berpeluang memiliki nilai
negatif, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dimungkinkan sedang atau akan
menghadapi kendala sehingga penawaran harga saham perdana setelah pencatatan
di bursa akan cenderung berpeluang undervalue.
Dari uraian fenomena di atas secara jelas bahwa di dalam penentuan harga
saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di mana model yang ada atau yang
biasa digunakan yakni model Discount Cash Flow (DCF) dan model Relative
Valuation (RV) tidak dapat menerangkan mengapa fenomena undervalue dan
penyimpangan yang begitu besar, sehingga diperlukan suatu model yang dapat
menentukan harga saham perdana dengan lebih wajar. Ditambah, diperlukan juga
model prediksi harga saham setelah pencatatan pada bursa atau Initial Public Offering
(IPO), yaitu model yang dapat memprediksi apakah harga saham yang terbentuk akan
cenderung berpeluang undervalue atau overvalue setelah dicatatkan pada Bursa.
Dalam hal ini model Real Option memiliki harapan di dalam penentuan harga saham
perdana secara wajar, akan tetapi model ini masih perlu pengkajian dan penelitian
lebih lanjut dikarenakan belum semua Bursa Saham dan Emiten terteliti dengan
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
Sejauhmana pengaruh Aset, Hutang, Tenor, Implied Volalitas, Jakarta Inter Bank
Offering Rate (JIBOR), dan Publik terhadap peluang kecenderungan undervalue atau
overvalue Harga Saham Perdana dengan metode Real Option di Bursa Efek
Indonesia?
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis pengaruh Aset, Hutang, Tenor, Implied Volalitas, Jakarta Inter
Bank Offering Rate (JIBOR), dan Publik terhadap peluang kecenderungan undervalue
atau overvalue Harga Saham Perdana dengan metode Real Option di Bursa Efek
Indonesia.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi emiten, underwriter dan
investor di dalam menetapkan dan memprediksi harga saham perdana
di Bursa Efek Indonesia.
b. Sebagai acuan dalam upaya melindungi kepentingan emiten, underwriter dan
c. Sebagai referensi ilmiah model prediksi kecenderungan harga saham perdana
setelah dicatat di Bursa Efek Indonesia.
d. Sebagai referensi dalam menentukan nilai intrinsik harga saham waktu Initial
Public Offering (IPO) sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan.
e. Dapat meminimalkan risiko bagi para pelaku di Bursa Efek Indonesia.
f. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dan melatih diri berfikir secara
ilmiah pada bidang Manajemen Keuangan, khususnya yang berkaitan dengan
penilaian saham.
g. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang memfokuskan studi
penelitian yang sama di masa yang akan datang.
I.5. Kerangka Berpikir
Penentuan harga saham perdana secara wajar sangat diperlukan bagi calon
emiten, underwriter dan investor. Sehingga, para calon emiten, underwriter, dan
investor mampu memprediksi kecenderungan harga setelah pencatatan di bursa
saham secara wajar pula. Salah satu pendekatan terkini khususnya masih pada taraf
penelitian di dalam penentuan dan memprediksi kecenderungan harga saham perdana
secara wajar adalah dengan pendekatan metode Real Option. Adapun dasar
pendekatan metode ini adalah teori Black-Scholes prihal penentuan nilai dari suatu
Option. Menurut Setyabudi (2008) bahwa metode Real Option ini merupakan suatu
model yang dapat menguraikan nilai suatu perusahaan di dalam ketidakpastian dan
mendefinisikan metode Real Option adalah sebagai suatu model dengan pendekatan
teori opsi – yakni model Black-Scholes, sehingga dengan pendekatan ini akan sangat
berguna di dalam penentuan suatu strategi bisnis dan investasi di masa mendatang.
Amram dan Kulatilaka (1999) menyatakan bahwa dengan dasar teori atau model Black-Scholes maka model Real Option memiliki lima parameter yakni
current value of the underlying asset (S), strick price of the option menjadi corporate debt (X), time to expiration atau tenor (t), risk-free intrest rate (Rf),
dan variance in the value of the underlying asset
2 dengan pendekatanimplied volality.
Lebih lanjut, Setyabudi (2008) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan
metode Real Option Valuation nilai aset, variance – implied volality, tenor memiliki
hubungan yang positif terhadap nilai perusahaan, di mana secara empiris bahwa
dengan tingginya nilai ketiga parameter ini maka akan menunjukkan peluang
kecenderungan perusahaan secara positif di masa mendatang. Sedangkan, parameter
hutang, dan suku bunga bebas risiko memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai
perusahaan, di mana secara empiris hal ini menunjukkan bahwa dengan tingginya
nilai hutang suatu perusahaan dan suku bunga bebas risiko maka peluang perusahaan
di masa depan akan cenderung mengalami kendala, minimal kendala pada arus kas
perusahaan tersebut. Sehingga, kelima parameter dapat menjadi indikator di dalam
menilai saham perusahaan pada saat penawaran perdana atau pada saat penawaran
terbatas. Di mana, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bahsoon dan Emmerich
(2000) serta Borissouk dan Peli (2002) pada Bursa Efek New York di dalam menilai
Kemudian, menurut Martowardojo dalam Finance (2008) bahwa data Jakarta
Inter Bank Offering Rate (JIBOR) merupakan data yang layak digunakan sebagai
tingkat suku bunga bebas risiko dikarenakan lebih mencerminkan tingkat bunga yang
berlaku di pasar.
Sehingga, Model Real Option dapat diartikan sebagai suatu model yang
mampu menguraikan nilai suatu perusahaan di dalam ketidakpastian bisnis, di mana
model ini tercipta dari lima parameter yakni aset, hutang, tenor, suku bunga bebas
risiko dengan pendekatan Jakarta Inter Bank Offering Rate, dan variance dengan
pendekatan implied volality.
Implied volality digunakan untuk variabel volalitas atau variance yang
nilainya didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan itterasi dari
Newton-Rhapson. Implied volality menurut Forex (2009) merupakan sebuah pengukuran
cakupan harga yang diperkirakan dalam pasar atas currency future yang didasarkan
pada option premium yang diperdagangkan. Brealey dan Myers (1996) menjelaskan
bahwa pada standar keuangan jika nilai dari suatu volalitas tinggi hal ini mengartikan
bahwa tingkat diskonto harus tinggi dan nilai bersih present value harus rendah.
Lebih lanjut, pada teori opsi, jika suatu volalitas opsi tinggi maka nilai dari suatu opsi
tersebut akan tinggi pula. Metode ini sudah digunakan oleh Manester dan Koehler
(1982) serta Cuthberson dan Nitsche (2001).
Mauboussin (1999) menyimpulkan bahwa nilai call option memiliki
Real Option, yaitu adanya hubungan positif antara nilai equity dengan nilai volalitas
berarti jika nilai volalitas meningkat maka nilai equity juga akan meningkat.
Selanjutnya, Hakiman (2005) dalam disertasinya terhadap seluruh emiten
yang bergerak pada sektor non-financial, non-services, non-trade dan non-investment
di Bursa Efek Indonesia menyimpulkan bahwa penambahan variabel publik atau
jumlah saham yang dijual ke umum pada model Real Option berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap penentuan harga saham perdana, dengan interpretasi bahwa
kepemilikan saham di Indonesia pada sektor ini masih didominasi oleh kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan Sudarma (2004) dengan menghasilkan kesimpulan bahwa struktur
kepemilikan saham di Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan. Dimana, semakin berkurangnya komposisi kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional serta meningkatnya kepemilikan publik atau umum akan
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Sehingga dari uraian di atas, maka kerangka berpikir dari penelitian ini dapat
Gambar I.1. Kerangka Berpikir
I.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut: Aset,
Hutang, Tenor, Implied Volalitas, Jakarta Inter Bank Offering Rate (JIBOR), dan
Publik berpengaruh terhadap peluang kecenderungan undervalue atau overvalue
Harga Saham Perdana dengan metode Real Option di Bursa Efek Indonesia.
Aset
Hutang
Tenor
Implied
Volalitas
JIBOR
Publik
Peluang Kecenderungan
Undervalue/Overvalue
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Penerapan metode Real Option di dalam memprediksi kestabilan dari suatu
harga saham perdana telah dilakukan pada penelitian Bahsoon dan Emmerich (2000)
pada Bursa Saham New York (NYSE) dengan membangun arsitektur software yang
fokus kepada kondisi masa depan yang tidak pasti. Di mana, hasil dari penelitian
tersebut menyebutkan bahwa metode atau model Real Option dapat digunakan untuk
memprediksi ketidakpastian tersebut.
Lebih lanjut, Borissiouk dan Peli (2002) pada tesisnya melakukan pengujian
ulang dengan menggunakan metode Real Option pada Bursa Saham New York
dengan kriteria sampel penelitian yang masing-masing berbeda dan meyimpulkan
bahwa dengan pendekatan model Real Option sangat berguna di dalam menghitung
nilai Expected Net Present Value (ENPV) yang berada di daerah abu-abu (negatif dan
rendah), di mana hal ini sangat berguna dalam penentuan dan memprediksi
kecenderungan harga saham perdana setelah pencatatan di bursa saham.
Selanjutnya, Hakiman (2005) melakukan penelitian pada Bursa Efek
Indonesia dengan mengembangkan model Real Option dengan aset, hutang, tenor,
volalitas, JIBOR, dan publik sebagai variabel bebas dengan kriteria sampel yang
diambil adalah sektor emiten perdagangan, finansial, investasi dan
Initial Public Offering (IPO) dapat dihitung dengan menggunakan model Real
Option begitu juga dengan prediksi harga saham 30 hari setelah penawaran umum.
II.2. Model Option Pricing (OP Model)
Pada tahun 1973, Fisher Black dan Myron Scholes mengajukan suatu model
penilaian option yang dikenal sebagai Black and Scholes Model, model ini paling
banyak digunakan untuk menentukan harga suatu option (Bodie, Kane dan Marcus,
2001). Lebih lanjut, model ini pada mulanya ditujukan untuk menilai opsi bertipe
Eropa, namun pada perkembangan lebih lanjut diajukan beberapa modifikasi Black
and Scholes model, sehingga dapat digunakan untuk menghitung option bertipe
Amerika maupun option yang sahamnya membagikan dividen pada masa hidup
option tersebut. Lebih lanjut, suatu opsi dibagi menjadi dua yakni Call dan Put
Option. Di mana, Opsi Call menurut Bodie, Kane dan Marcus (2001) merupakan
pemberian hak, bukan kewajiban, kepada pemegangnya untuk membeli suatu aktiva
pada harga tertentu pada atau sebelum waktu tertentu. Sedangkan, Opsi Put menurut
Bodie et al. (2001) merupakan pemberian hak, bukan kewajiban, kepada
pemegangnya untuk menjual suatu aktiva pada harga tertentu pada atau sebelum
waktu tertentu. Adapun gambar Call dan Put Option dapat dilihat pada Gambar II.1
Sumber: Bodie, Kane dan Marcus (2001)
Gambar II.1. Pemegang Call dan Put Option
Dalam hal ini Bodie et al. (2001) menjelaskan bahwa suatu investasi
pemegang call akan pulang pokok jika pada waktu jatuh tempo call, harga pasar =
harga call + harga strike. Keuntungan diperoleh jika waktu jatuh tempo call, harga
pasar > harga call + harga strike, demikian sebaliknya. Sedangkan, jika suatu
investasi pemegang put akan pulang pokok jika pada waktu jatuh tempo put, harga
pasar = harga strike – harga put. Keuntungan diperoleh jika waktu jatuh tempo call,
harga pasar < harga strike – harga put, demikian sebaliknya.
Secara umum pendekatan dari model Option dapat dilihat melalui model
Black dan Scholes (1973). Di mana, mereka mempublikasikan suatu model option
yaitu persamaan umumnya untuk Call adalah;
C = SN(d1) – Xe-rfTN(d2)
Di mana:
T
T r
X S
d f
2 2 ln
1
d2d1 T
S = nilai underlying asset
X = nilai exercise
rf = suku bunga bebas risiko
T = jangka waktu
= standar deviasi
N = distribusi normal
Adapun asumsi menurut Black dan Scholes (1973) yang dianut pada
persamaan ini adalah:
a. Suku bunga bebas risiko yang besarnya tetap sepanjang waktu option.
b. Return harga saham terdistribusi secara lognormal.
c. Volalitas tetap.
d. Tetap ada pembagian dividen.
e. Option adalah model “European Style”, tidak dapat di eksekusi
sebelum jatuh tempo.
f. Tidak ada biaya transaksi.
g. Tidak ada penalti untuk short sales.
II.3. Model Real Option
Istilah “Real Options” diperkenalkan pertama kali oleh Stewart C. Mayers
dari MIT tahun 1977 pada pengaplikasian teori “option pricing” di dalam melakukan
diterapkan dalam industri perminyakan yang memiliki faktor karakteristik
ketidakpastian yang tinggi.
Kata option atau opsi sendiri berasal dari bahasa Latin yakni optio, optare
yang memiliki arti untuk memilih, mengharap, menginginkan (The Random House
College Dictionary, 1999). Lebih lanjut, pada zaman pertengahan Perancis arti dari
kata ini berkembang menjadi “suatu hak bukan suatu kewajiban” (Encarta, 2007).
Sedangkan, kata “real” berasal dari bahasa Latin kuno yakni “realis” dengan arti
tetap, permanen atau benda yang tidak dapat dipindah tempatkan (The Random
House College Dictionary, 1999). Sehingga, menurut Brach (2003) Real Option dapat
diartikan sebagai suatu opsi yang berhubungan dengan berbagai hal. Kemudian,
menurut Setyabudi (2008) bahwa metode Real Option ini merupakan suatu model
yang dapat menguraikan nilai suatu perusahaan di dalam ketidakpastian dan mengatur
fleksibilitas di dalam strategi investasi. Lebih lanjut, menurut Wikipedia (2009)
bahwa Real Option merupakan suatu hak – namun bukan suatu kewajiban – di dalam
melakukan beberapa keputusan bisnis, sebagai contoh penentuan alternatif peluang
apakah akan mengembangkan perusahaan atau sebaliknya akan menjual perusahaan.
Selanjutnya, Mouboussin (1999) mendefinisikan metode Real Option adalah sebagai
suatu model dengan pendekatan teori opsi – yakni model Black-Scholes, sehingga
dengan pendekatan ini akan sangat berguna di dalam penentuan suatu strategi bisnis
dan investasi di masa yang akan datang.
Lebih lanjut, Haq (2007) mengilustrasikan secara sederhana penggunaan
Di mana, suatu lapangan minyak yang belum dikembangkan dengan reserve 500 ribu
barrel. Diasumsikan bahwa recovery faktornya sebesar 20% dan bila ingin
dikembangkan sekarang membutuhkan investasi sebesar $ 6.1 juta. Jika harga minyak
sekarang diasumsikan sebesar $60/bbl. Dari hasil perhitungan NPV sederhana maka
NPV = (20% x 500 ribu bbl x $60/bbl) – $ 6.1 juta=-$ 100 ribu.
Dari hasil NPV ini terlihat bahwa lapangan ini tidak mempunyai nilai
sehingga kelihatan layak untuk dijual. Akan tetapi, jika melihat faktor ketidakpastian
kedepan dari harga minyak maka tentunya hasilnya akan berbeda. Misal tahun depan
ada kemungkinan 50% harga akan naik menjadi $65/bbl dan 50% akan turun menjadi
$55/bbl seperti pada skema Gambar II.2 di bawah ini:
[image:40.612.120.521.389.548.2]Sumber: Haq (2007)
Gambar II.2. Simulasi Metode Real Option
Pada tahun depan (T = 1), ada dua kondisi yang tercipta, jika investasi tidak
berubah untuk kebutuhan tahun depan, yaitu sebagai berikut:
1. Jika harga minyak menjadi $65/bbl, maka NPV = (0.2 x 500 x 65) – 6.1 =
2. Jika harga minyak menjadi $55/bb, maka NPV = (0.2 x 500 x 55) – 6.1 =
-$600 ribu.
Jika dibayangkan berada pada posisi tahun depan, maka dari kondisi-kondisi
di atas secara rasional seorang manajer tentunya tidak akan mengeksekusi kondisi
kedua atau dengan kata lain kondisi kedua itu bernilai nol. Oleh sebab itu, nilai
lapangan pada tahun depan adalah NPV project (T = 1) = (50% x 400) + (50% x 0) =
$200 ribu. Sehingga, jika melihat kondisi ini sebaiknya menunggu sampai tahun
pertama daripada melakukan investasi sekarang. Keputusan ini didukung dengan
perhitungan sebagai berikut:
Jika diasumsikan bahwa risk discount rate adalah 15%, maka nilai NPV di (T
= 0) adalah NPV project (T = 0) = $200 juta x [1/(1+15%)] = $174 ribu. Pada posisi
yang sama (T = 0) jika dibandingkan nilai yang telah didiskonto dengan nilai
investasi sekarang ($174 ribu > -$100 ribu), maka dapat disimpulkan lebih baik tidak
dijual dan menunggu dibandingkan jika berinvestasi sekarang.
Lebih lanjut, Paddock, Siegel, dan Smith dalam Haq (2007) melakukan
pendekatan enam parameter dengan analogi parameter dalam penilaian cadangan
Tabel II.1. Pendekatan Enam Parameter pada Metode Real Option
Black-Scholes-Merton’s Financila
Options
Paddock, Siegel & Smith’s Real
Option
Financial Option Value Real Option Value of and
Undeveloped Reserve 1. Current Stock Price Current Value of Developed Reserve 2. Exercise Price of the Option Investment Cost to Develop the Reserve
(D)
3. Stock Dividend Yield Cash Flow Net of Depletion as Proportion of V
4. Risk-Free Interest rate Risk –Free Intrest Rate
5. Stock Volatility Volatility of Developed Reserve Value
6. Time to Expiration of the Option Time to Expiration of the Investment Right (t)
Sumber: Haq (2007)
Selanjutnya, dalam melakukan penilaian secara Real Option, keenam
parameter yang diperlukan untuk menghitungnya sebagaimana terlihat pada Gambar
II.3 di bawah ini:
Sumber: Haq (2007)
Gambar II.3. Parameter Real Option
Sehingga, konklusi dari keenam parameter Paddock, Siegel, dan Smith dalam
Haq (2007) adalah; pertama, Present Value proyek – nilai yang diharapkan sekarang
dari investasi yang dilakukan, di mana dengan meningkatnya nilai present value dari
Real Options
Parameter
Time to Expire
Investment Cost
Volatility (uncertainty) of Present Value
Expected Present Value from Investment
[image:42.612.111.512.428.580.2]suatu proyek maka akan meningkatkan nilai proyek tersebut dengan indikasi nilai
Real Option mengalami peningkatan. Kedua, Uncertainty – yakni volalitas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai proyek, di mana semakin tinggi tingkat
volalitas maka akan semakin tinggi nilai proyek dengan indikasi peningkatan
terhadap nilai Real Option. Ketiga, lamanya proyek, di mana semakin lama suatu
proyek maka akan semakin tinggi nilai proyek tersebut dengan indikasi tingginya
nilai Real Option yang dihasilkan. Keempat, biaya investasi, di mana semakin tinggi
biaya investasi akan mengurangi nilai suatu proyek dan tentunya berkurangnya nilai
Real Option-nya. Kelima, Risk Interest Rate, di mana semakin tinggi risk interest rate
maka akan semakin rendah nilai proyek tersebut dengan indikasi menurunnya nilai
real options yang diperoleh dikarenakan akan meningkatkan time value of money
apabila proyek ditangguhkan. Terakhir, keenam, Devidend Yield atau Opportunity
lost, meningkatnya opportunity lost akibat penundaan suatu proyek akan menurunkan
nilai proyek tersebut dengan indikasi nilai Real Option mengalami penurunan.
Sedangkan, Amram dan Kulatilaka (1999) menyatakan bahwa dengan dasar teori atau model Black-Scholes maka model Real Option minimal memiliki lima parameter yakni current value of the underlying asset (S), strick price of
the option menjadi corporate debt (X), time to expiration atau tenor (t), risk-free intrest rate (Rf), dan variance in the value of the underlying asset
2dengan pendekatan implied volality.
Lebih lanjut, Setyabudi (2008) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan
metode Real Option Valuation nilai aset, variance – implied volality, tenor memiliki
bahwa dengan tingginya nilai ketiga parameter ini akan menunjukkan peluang
perusahaan secara positif di masa mendatang. Sedangkan, parameter hutang, dan suku
bunga bebas risiko memiliki hubungan yang negatif terhadap model, di mana secara
interpretasi bahwa dengan tingginya nilai hutang suatu perusahaan dan suku bunga
bebas risiko maka peluang perusahaan di masa depan akan mengalami kendala,
minimal pada arus kas perusahaan. Pengaruh variabel terhadap model memiliki
interpretasi terhadap nilai atau valuasi terhadap suatu perusahaan. Sehingga, kelima
parameter dapat menjadi indikator di dalam menilai saham perusahaan pada saat
penawaran perdana atau pada saat penawaran terbatas. Di mana, hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Bahsoon dan Emmerich (2000) serta Borissouk dan Peli (2002) pada
Bursa Efek New York di dalam menilai saham-saham perdana.
Kemudian, menurut Martowardojo dalam Finance (2008) bahwa data Jakarta
Inter Bank Offering Rate (JIBOR) merupakan data yang dapat digunakan sebagai
tingkat suku bunga bebas risiko dikarenakan lebih mencerminkan tingkat bunga yang
berlaku di pasar.
Implied volality digunakan untuk variabel volalitas yang nilainya didapat dari
hasil perhitungan dengan menggunakan itterasi dari Newton-Rhapson. Implied
volality menurut Forex (2009) merupakan sebuah pengukuran cakupan harga yang
diperkirakan dalam pasar atas currency future yang didasarkan pada option premium
yang diperdagangkan. Brealey dan Myers (1996) menjelaskan bahwa pada standar
keuangan jika nilai dari suatu volalitas tinggi hal ini mengartikan bahwa tingkat
teori opsi, jika suatu volalitas opsi tinggi maka nilai dari suatu opsi tersebut akan
tinggi pula. Metode ini sudah digunakan oleh Manester dan Koehler (1982) serta
Cuthberson dan Nitsche (2001).
Lebih lanjut, Damodaran (1994) mengembangkan model Real Option untuk
menghitung equity, nilai dari perusahaan yang bergerak di bidang sumberdaya alam,
dan nilai perusahaan yang memiliki hak paten seperti perusahaan farmasi. Di mana,
dasar pemikirannya adalah equity dilihat sebagai call option atas perusahaan, ini
sejalan dengan model dasar dari Black-Scholes, sehingga persamaannya adalah:
Nilai dari equity = VN(d1) – De-rtN(d2)
Di mana:
t
t r
D V d
2 2 ln
1
d2 d1 t
V = Nilai asset
D = Nilai hutang
2= Variance dari nilai asset perusahaan underlying
t = jangka waktu jatuh tempo hutang (tahun)
r = Suku bunga tanpa risiko
N(x) = Daerah di bawah standardized normal distribusi
Untuk perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam, maka nilai
cadangan sumber daya alam tersebut dapat dilihat sebagai call option, sehingga
Nilai dari cadangan = V e-ytN(d1) – De-rtN(d2)
Di mana:
t t r D V d 2 2 ln 1
d2d1 t
V = Present Value dari cadangan yang belum dikembangkan
D = Present Value dari biaya pengembangan
2
= Variance dari nilai cadangan yang belum dikembangkan
t = jangka waktu cadangan
r = Suku bunga tanpa risiko
y = Net cash flow per tahun dari pengembangan cadangan (dalam
persen)
N(x) = Daerah di bawah standardized normal distribusi
Lebih lanjut, untuk perusahaan yang memiliki paten, maka nilai produk paten
dilihat sebagai call option, dan persamaannya menjadi:
Nilai Produk Paten = V e-ytN(d1) – De-rtN(d2)
Di mana:
t t r D V d 2 2 ln 1
d2d1 t
V = Present Value dari produk baru (paten) yang diluncurkan
2= Variance dari expected cash flow
t = Jangka waktu paten
r = Suku bunga tanpa risiko
y = 1/(jangka waktu paten)
N(x) = Daerah di bawah standardized normal distribusi
Copeland et al. (1995) menggunakan “option pricing methods” untuk valuasi
dan harga valuasi yang dihasilkan model option berkisar 16% sampai dengan 83%
di atas dari harga valuasi secara konvensional. Damodaran (1994) juga menggunakan
“option pricing method” melakukan penghitungan ulang harga saham Gulf Oil waktu
di take over di tahun 1984 dengan menyimpulkan bahwa nilai saham waktu take over
tersebut adalah lebih tinggi (overvalued) sebesar 36,5%.
Dickens dan Lohrenz (1996) membandingkan perhitungan DFC dengan Real
Option untuk minyak dan gas di teluk Mexico dengan menyimpulkan bahwa metode
Real Option lebih akurat 10% dari pada model DFC. Lebih lanjut, Mouboussin
(1999) menemukan bahwa nilai call option akan meningkat sejalan dengan
meningkatnya volalitas dari harga saham.
Borissiouk dan Peli (2002) dalam Tesis Master mereka di Universitas
Lausanne menyimpulkan bahwa Real Option sangat berguna untuk menghitung nilai
Expected Net Present Value (ENPV) yang berada di daerah abu-abu (negatif dan
Bahsoon dan Emmerich (2000) pada Bursa New York (NYSE) dengan
membangun arsitektur software yang fokus kepada kondisi masa depan yang tidak
pasti. Di mana, hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa metode atau model
Real Option dapat digunakan untuk memprediksi ketidakpastian tersebut.
Titman dan Wessels (1988) mengatakan struktur modal perusahaan
bergantung pada risiko kebangkrutan perusahaan itu sendiri. Semakin unik suatu
perusahaan maka akan semakin tinggi pula risiko yang berarti dan semakin tinggi
pula biaya kebangkrutannya. Akibatnya tingkat unik suatu perusahaan mempunyai
hubungan negatif dengan rasio hutang.
II.4. Teori Sebab Undervalue dan Overvalue
Adapun teori yang menjelaskan undervalue atau overvalue suatu saham
perdana adalah terdiri dari teori market timing, short run underpricing, shares
allocation, valuation, kinerja long run, struktur kepemilikan, volalitas, dan suku
bunga bebas risiko.
II.4.1. Teori Market Timing
Suatu perusahaan akan menunda go public ketika sahamnya dihargai
undervalue (Lucas dan McDonald, 1990). Lebih lanjut, Choe, Hyuk dan Nanda
(1993) menemukan bahwa perusahaan akan menghindar kegiatan Initial Public
Offering (IPO) ketika sedikit perusahaan bermutu yang go public. Sedangkan,
menurut Schultz dan Zaman (1994) bahwa adanya information spillovers di pasar
II.4.2. Short Run Underpricing
Ibbotson (1975) menyatakan bahwa harga saham perdana yang underprice
adalah untuk menutupi premi risiko asset-pricing akibat market misevaluation dan
risiko likuiditas. Lebih lanjut, terdapat dua kelompok yang berpendapat mengenai
penyebab harga saham perdana underpricing yaitu kelompok Asymmetric
Information dan Symmetric Information.
a. Asymmetric Information; Issuer lebih mengetahui dari pada investor
Welch (1989) mengatakan bahwa underwriter akan mengembalikan kerugian
emiten akibat harga yang undervalue dengan adanya aktivitas sesudah Initial Public
Offering (IPO) misalnya dengan penerbitan saham selanjutnya. Lebih lanjut, Allen
dan Faulhaber (1989) mengatakan bahwa pasar akan merespon positif pengumuman
dividen di masa mendatang. Chemmanur (1993) mengatakan bahwa analis akan
mengembalikan pengorbanan yang telah dilakukan. Benveniste dan Spindt (1989)
menemukan bahwa bookbuilding memungkinkan underwriter mendapatkan informasi
dari informed investors.
b. Symmetric Information; Investor lebih mengetahui dari pada issuer
Rock (1986) berpendapat bahwa harga saham yang tinggi waktu Initial Public
Offering (IPO) mempengaruhi pendapat investor bahwa akan terjadi winner’s curse.
Sedangkan Koh dan Walter (1989) mengatakan bahwa untuk Break Even Point
(BEP), maka harga saham perdana harus underpricing. Lebih lanjut, Welch (1992)
mengatakan bahwa harga saham perdana yang tinggi akan menimbulkan
Ljungqvist (2001) mengatakan bahwa harga IPO yang underpricing adalah sebagai
pengganti mahalnya biaya pemasaran.
Krigman, Shaw dan Womack (1999) serta Ellis, Michaely dan O’Hara (2000)
menemukan hasil yang sama di mana volume perdagangan akan semakin tinggi
dengan semakin besarnya underpricing.
II.4.3. Teori Shares Allocation
Sherman dan Titman (2002) mengatakan bahwa kejadian underprice
merupakan sebagai kompensasi bagi investor untuk mendapatkan informasi yang
mahal. Lebih lanjut, Loughran, Tim dan Ritter (2002) mengatakan bahwa akan terjadi
konflik antara issuer dengan underwriter jika diberi keleluasaan dalam
mengalokasikan saham, karena underwriter tidak melaksanakan apa yang diinginkan
oleh issuer.
Puliam, Susan dan Smith (2000) menemukan bahwa keleluasaan dalam
mengalokasikan saham akan digunakan hanya untuk memperkaya underwriter.
Ljungqvist dan Wilhelm (2002) mengatakan bahwa penjualan saham secara langsung
kepada teman dan keluarga akan menurunkan tingkat underprice.
II.4.4. Teori Valuation
Kim, Moonchul dan Ritter (1999) mengatakan bahwa kemampuan data
akunting dan earning forcast dalam menjelaskan harga saham perdana adalah rendah.
Lebih lanjut, Purnanandam, Amiyatosh dan Swaminathan (2001) menemukan bahwa
II.4.5. Kinerja Long-Run
Schultz (2001) mengatakan bahwa banyak saham perdana mengikuti saham
perdana yang sukses, padahal kinerja perusahaan tersebut berada di bawah rata-rata.
Heatson (2001) mengatakan penyebab terjadinya underperformance harga saham
dalam jangka panjang dikarenakan manajer terlalu optimis. Lebih lanjut, Teoh, Hong,
Welch dan Wong (1998) mengatakan bahwa data akunting pre Initial Public Offering
(IPO) terlalu optimis, tidak memberikan sinyal akan terjadinya kesulitan dalam
periode operasi (life cycle) perusahaan.
II.4.6. Teori Struktur Kepemilikan
Secara umum struktur kepemilikan yang menyebar luas umumnya hanya
terdapat pada Amerika Serikat dan Inggris. Sedangkan pada negara-negara maju
lainnya serta negara-negara berkembang, umumnya perusahaan masih dikendalikan
oleh keluarga. La Porto dkk dalam Arifin (2003) menyimpulkan bahwa 85% dari
perusahaan Spanyol mempunyai pemegang saham kendali, dibandingkan Inggris
yang hanya 10% dan Amerika Serikat 20%. Hal yang sama terjadi, Crijs dan De
Clerck dalam Berghe dan Carchon (2001) di Belgia, Shahira (2003) di Mesir,
Wiwattanakantung (2000) di Thailand, Sarac (2002) di Turki, dan Arifin (2003)
di Indonesia.
Lebih lanjut, Sudarma (2004) menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan
saham di Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
institusional serta meningkatnya kepemilikan publik atau umum akan berpengaruh
secara negatif terhadap nilai perusahaan.
II.4.7. Teori Volalitas
Hudojo (2004) menjelaskan bahwa volalitas merupakan ukuran sejauhmana
harga saham dapat naik atau turun (berfluktuasi) dengan cepat dalam rentang waktu
yang pendek. Di mana, semakin tinggi volalitas maka semakin besar pula perubahan
harga saham tersebut dari hari ke hari.
Dalam perspektif investor, volalitas tidak hanya terdapat pada harga namun
juga dirasakan pada return dari suatu saham. Oleh sebab itu, salah satu risiko yang
akan dijumpai oleh investor adalah kemungkinan bahwa return yang diterima dari
investasinya akan berfluktuasi bahkan dapat menjadi negatif. Fluktuasi return
tersebut merupakan volalitas return yang dihadapi investor, jika volalitas bertambah
tinggi maka semakin tinggi pula risikonya dan sebaliknya jika volalitas semakin
rendah maka semakin rendah pula risikonya.
Menurut Fontanills dan Gentile (2002) bahwa terdapat dua jenis volalitas
yakni historical volality dan implied volality. Di mana, historical volatility
merupakan ukuran statistik dari pergerakan harga yang lampau. Sedangkan, implied
volatility adalah ukuran yang menentukan apakah premium option mahal atau tidak
berdasarkan premium option yang diperdagangkan saat ini.
Historical volatility diukur berdasarkan standar deviasi dari price return yang
menunjukkan bahwa pasar tersebut sangat volatile, dan sebaliknya bila standar
deviasi rendah maka pasar tersebut kurang volatile.
Lebih lanjut, volatilitas dapat digunakan sebagai alat bagi investor untuk
mengetahui seberapa besar pasar dapat bergerak sehingga dapat memberikan
masukan dalam membuat perkiraan harga dan permintaan. Volatilitas yang tinggi
dapat menunjukkan adanya perubahan tren karena banyaknya jual/beli di pasar yang
dapat menimbulkan perubahan harga yang tajam.
Suatu volatilitas dapat berubah-ubah seiring dengan waktu. Hudojo (2004)
menjelaskan bahwa perubahan ini dapat memiliki suatu pola-pola tertentu atau
merupakan perubahan secara acak. Volatilitas yang berubah mengikuti suatu pola
tertentu dinamakan dengan deterministic volatility, sedangkan volalitas yang berubah
secara acak dinamakan stochastic volatility.
Bollen dan Whaley (2004) menjelaskan bahwa di dalam melihat return suatu
saham pada deterministic volatility, volatilitas bergerak mengikuti pola perilaku yang
sudah ditentukan. Sebagai ilustrasi, jika harga saham naik maka volatilitas akan
turun, sebaliknya jika harga saham turun maka volatilitas naik. Artinya, ada korelasi
negatif antara harga saham dengan volalitas.
Namun, menurut stochastic volatility, volatilitas bergerak secara acak (Mills,