KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)
DI KABUPATEN BIREUEN
TESIS
Oleh :
S A F R I Z A L
057023017/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM
PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh :
S A F R I Z A L 057023017/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM
PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN
Nama Mahasiswa : Safrizal Nomor Induk Mahasiswa : 057023017
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK, Ph.D) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)
Telah diuji
Pada Tanggal : 16 Desember 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Aznan Lelo, Sp. FK, Ph.D Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM
PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam usulan penelitian tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, 16 Desember 2009
ABSTRAK
Sumber Daya Organisasi (SDO) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Salah satu program yang melibatkan komponen SDO pada Dinas Kesehatan adalah Surveilans Epidemiologi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), yang meliputi kegiatan pelaporan. Di Kabupaten Bireuen, ketepatan dan kelengkapan laporan KIA tahun 2008 hanya 45,9%
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh sumber daya organisasi (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana, sarana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi puskesmas dalam pelaporan KIA. Jenis penelitian menggunakan metode survey dengan pendekatan explanatory survey. Populasi adalah seluruh petugas surveilans epidemiologi KIA pada 17 Puskesmas sebanyak 34 orang dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 variabel independen yang diteliti, setelah dianalisis dengan uji Chi Square terdapat 6 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA yaitu variabel pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana dan prosedur kerja (p<0,05). Hasil uji regresi linier berganda didapat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja petugas adalah pengetahuan, motivasi dan prosedur kerja (p<0,05). Faktor yang paling dominan memengaruhi kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA adalah motivasi (koefisien-β = 0,478).
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan pengetahuan petugas melalui pendidikan dan pelatihan surveilans, meningkatkan motivasi dengan pemberian insentif (reward) dan melaksanakan prosedur kerja yang komprehensif diimbangi dengan monitoring sebagai upaya meningkatkan kinerja petugas dalam penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Bireuen.
ABSTRACT
Organizational resources is one of the important components in carrying out an organization. The one of program that involve organization at Health District Office is Epidemiology surveillance of mother and child health, including report activity. The report of mother and child health in the Health Centre in Bireuen District did not run well because accuracy and completeness of the report about this just 45% in 2008.
The aim of this research was to know the influence of Organization resources (age, education, length of service, knowledge, skill, motivation, fund, facility, and work procedure) on the performance of the Health Centre epidemiology surveillance staff in the reporting of mother and child health. This research used explanatory survey. The population in this research were 34 person, consist of staff epidemiology surveillance of mother and child health in the 17 Health Centre (total sampling). The data for this study were obtained through interview used questioner. The data obtained were statistically analyzed through multiple regression linier with α = 5%.
The result of this research showed that from 9 independent variables were tested by using Chi Square, founded that 6 variable had significantly related with the performance of mother and child health epidemiology surveillance staff such as education, knowledge, skill, motivation, budget and work procedure ( p<0,05), while the result of multiple regression linier test founded had significant influence such as knowledge, motivation, and work procedure (p<0,05). The main factor influence on performance epidemiology surveillance of mother and child health staff was motivation (coefficient β= 0,478).
It is suggested to Bireuen District Health increase knowledge of staff through education and training of surveillance, increase motivation by providing incentives (rewards) and implement comprehensive working procedures balanced with the effort to improve the monitoring officer performance in managing the health problems of mothers and children in District Bireuen.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
”Pengaruh Sumber Daya Organisasi Puskesmas terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam Pelaporan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Bireuen”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Mayarakat Minat
Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini
izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu
Prof. dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A (K).
Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S
selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Terima kasih penulis ucapan kepada Prof. dr. Aznan Lelo, Sp. FK, Ph.D
selaku ketua komisi pembimbing dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku anggota komisi
pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan
dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis ini selesai.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada drh. Hiswani, M.Kes dan
Asfriati, SKM, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing
penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis ini selesai.
Terima kasih juga kepada dr. Mukhtar, MARS selaku Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bireuen dan dr. Amren Rahim, M.Kes mantan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bireuen yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan
penelitian ini.
Terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada orangtua tercinta Ayahanda Alm.
A.Karim Husin dan Ibunda Nurjannah dan seluruh keluarga yang telah banyak
memberikan sumbangan moril dan marteril.
Terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas /
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta
berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini termasuk semua pihak yang telah membantu
proses penulisan tesis ini hingga selesai.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, 16 Desember 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Safrizal dilahirkan di Mns Cut Kecamatan Peudada Bireuen pada tanggal 12
Februari 1976, merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda
A. Karim Husin dengan ibunda Nurjannah. Belum menikah dan saat ini menetap di
Jalan Medan – Banda Aceh Sp. Penayoung Kecamatan Peudada Kabupaten Birueuen.
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Peudada lulus tahun 1988,
melanjutkan di SMP Negeri 3 Bireuen lulus tahun 1991, kemudian melanjutkan di
SMA Negeri 1 Bireuen lulus tahun 1994, selanjutnya meneruskan pendidikan di
AKZI Banda Aceh lulus tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan di FKM USU
Medan lulus tahun 2003.
Pengalaman bekerja, tahun 2000 sampai dengan sekarang bekerja sebagai
DAFTAR ISI
2.1.3 Sumber Daya Peralatan/Sarana ... 16
2.1.4 Sumber Daya Prosedur Kerja ... 16
2.2 Kinerja ... 17
2.2.1 Pengukuran Kinerja dan Penilaian Hasil Pengukuran ... 21
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ... 23
2.3 Hubungan Kinerja dengan Sumber Daya Organisasi ... 25
2.4 Surveilans Epidemiologi ... 26
2.4.1 Peran Puskesmas dalam Surveilans Epidemiologi ... 29
2.4.2 Indikator Surveilans Epidemiologi Puskesmas ... 29
2.5 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) ... 31
2.5.1 Surveilans Epidemiologi KIA ... 32
2.5.2 Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak ... 34
2.5.4 Mengukur Besarnya Kematian Ibu ... 35
2.5.5 Faktor yang Mempengaruhi dalam Kehamilan ... 37
2.5.6 Pelaporan KIA Puskesmas ... 38
2.6 Pusat Kesehatan Masyarakat ... 41
2.7 Landasan Teori ... 42
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 49
3.5.1 Variabel Penelitian ... 49
3.7.3 Analisis Multivariat ... 54
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 56
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 56
4.1.1 Kondisi Geografis ... 56
4.1.2 Demografi ... 57
4.1.3 Sarana dan Tenaga Pelayanan Kesehatan ... 58
4.2 Aalisis Univariat ... 59
4.2.1 Sumber Daya Organisasi... 59
4.2.2 Petugas Surveilans KIA Puskesmas... 63
4.3 Analisis Bivariat ... 63
4.4 Analisis Multivariat... 66
BAB 5 PEMBAHASAN ... 69
5.2 Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Petugas Surveilans
Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 70
5.3 Pengaruh Masa Kerja terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 71
5.4 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 72
5.5 Pengaruh Keterampilan terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 75
5.6 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 76
5.7 Pengaruh Dana terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 79
5.8 Pengaruh Sarana terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 80
5.9 Pengaruh Prosedur Kerja terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 82
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
6.1 Kesimpulan ... 84
6.1. Saran... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Dimensi Kerja ... 18
2.2 Pola Penetapan Indikator Kinerja... 22
2.3 Desain dan Prosedur Pelacakan/Pelaporan Kasus kematian/KIA... 40
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Bireuen Tahun 2008... 57
4.2 Jenis dan Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten
Bireuen Tahun 2008... 58
4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Bireuen
Tahun 2008 ... 59
4.4 Distribusi Petugas Surveilans KIA Berdasarkan Sumber Daya Organisasi Puskesmas (Variabel Independen) di Kabupaten
Bireuen ... 62
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi Dalam Pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten
Bireuen ... 63
4.6 Distribusi hubungan Sumber Daya Organisasi Puskesmas terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam
Pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen... 65
4.7 Distribusi variabel Sumber Daya Organisasi Puskesmas yang
Menjadi Kandidat untuk Uji Multivariat... 66
4.8 Distribusi tahapan analisis multivariat Pengaruh Sumber Daya Organisasi Puskesmas terhadap Kinerja Petugas Surveilans
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 91
2 Distribusi Jawaban Responden ... 99
3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner... 104
4 Hasil Uji Univariat ... 111
5 Hasil Uji Bivariat ... 113
6. Hasil Uji Multivariat ... 122
7. Surat Izin Penelitian ... 130
ABSTRAK
Sumber Daya Organisasi (SDO) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Salah satu program yang melibatkan komponen SDO pada Dinas Kesehatan adalah Surveilans Epidemiologi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), yang meliputi kegiatan pelaporan. Di Kabupaten Bireuen, ketepatan dan kelengkapan laporan KIA tahun 2008 hanya 45,9%
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh sumber daya organisasi (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana, sarana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi puskesmas dalam pelaporan KIA. Jenis penelitian menggunakan metode survey dengan pendekatan explanatory survey. Populasi adalah seluruh petugas surveilans epidemiologi KIA pada 17 Puskesmas sebanyak 34 orang dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 variabel independen yang diteliti, setelah dianalisis dengan uji Chi Square terdapat 6 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA yaitu variabel pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana dan prosedur kerja (p<0,05). Hasil uji regresi linier berganda didapat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja petugas adalah pengetahuan, motivasi dan prosedur kerja (p<0,05). Faktor yang paling dominan memengaruhi kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA adalah motivasi (koefisien-β = 0,478).
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan pengetahuan petugas melalui pendidikan dan pelatihan surveilans, meningkatkan motivasi dengan pemberian insentif (reward) dan melaksanakan prosedur kerja yang komprehensif diimbangi dengan monitoring sebagai upaya meningkatkan kinerja petugas dalam penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Bireuen.
ABSTRACT
Organizational resources is one of the important components in carrying out an organization. The one of program that involve organization at Health District Office is Epidemiology surveillance of mother and child health, including report activity. The report of mother and child health in the Health Centre in Bireuen District did not run well because accuracy and completeness of the report about this just 45% in 2008.
The aim of this research was to know the influence of Organization resources (age, education, length of service, knowledge, skill, motivation, fund, facility, and work procedure) on the performance of the Health Centre epidemiology surveillance staff in the reporting of mother and child health. This research used explanatory survey. The population in this research were 34 person, consist of staff epidemiology surveillance of mother and child health in the 17 Health Centre (total sampling). The data for this study were obtained through interview used questioner. The data obtained were statistically analyzed through multiple regression linier with α = 5%.
The result of this research showed that from 9 independent variables were tested by using Chi Square, founded that 6 variable had significantly related with the performance of mother and child health epidemiology surveillance staff such as education, knowledge, skill, motivation, budget and work procedure ( p<0,05), while the result of multiple regression linier test founded had significant influence such as knowledge, motivation, and work procedure (p<0,05). The main factor influence on performance epidemiology surveillance of mother and child health staff was motivation (coefficient β= 0,478).
It is suggested to Bireuen District Health increase knowledge of staff through education and training of surveillance, increase motivation by providing incentives (rewards) and implement comprehensive working procedures balanced with the effort to improve the monitoring officer performance in managing the health problems of mothers and children in District Bireuen.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber Daya Organisasi adalah salah satu komponen penting dalam
penyelenggaraan suatu organisasi. Komponen tersebut mencakup sumber daya
manusia, peralatan atau fasilitas yang digunakan, prosedur kerja atau standard
operation procedure dan sumber dana. Kebutuhan sumber daya organisasi tersebut
dinilai penting demi terlaksananya seluruh fungsi dan tujuan suatu organisasi baik
organisasi pemerintah maupun organisasi swasta atau berbagai jenis kelembagaan
lainnya.
Komponen sumber daya manusia meliputi ketersediaan tenaga dari aspek
kuantitas maupun aspek kualitas melalui perencanaan kebutuhan tenaga, peningkatan
pengetahuan, keterampilan, distribusi serta pendayagunaan tenaga. Komponen
prosedur dan peralatan mencakup ketersediaan sarana dan fasilitas serta kejelasan
tatalaksana kerja dan komponen dana adalah keseluruhan dana yang dibutuhkan dan
dikeluarkan untuk penyelenggaraan peran dan fungsi organisasi guna mencapai
tujuan organisasi secara komprehensif (Malayu, 2004).
Salah satu organisasi pemerintahan yang melibatkan keseluruhan komponen
sumber daya organisasi adalah dinas kesehatan. Dinas kesehatan atau yang disebut
Satuan Kerja Perangkat Daerah secara organisatoris merupakan fungsionaris dari
fungsinya dalam mengupayakan pembangunan kesehatan disuatu daerah melalui
berbagai program dan kegiatan yang termasuk dalam penyelenggaraan fungsi dinas
kesehatan.
Konsekuensi dari keutuhan sumber daya organisasi adalah kinerja dinas
kesehatan secara keseluruhan karena, jika salah satu dari komponen sumber daya
organisasi tidak terpenuhi maka keberlangsungan proses penyelenggaraan program
atau pelayanan kesehatan tidak dapat terlaksana secara efesien dan efektif serta tidak
tercapainya visi, misi maupun target yang diharapkan.
Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987), kinerja suatu
organisasi dipengaruhi oleh (1) faktor organisasi meliputi sumber daya,
kepemimpinan dan imbalan, serta desain pekerjaan, (2) faktor individu meliputi
kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) serta sosiodemografis dan faktor
psikologis meliputi persepsi, motivasi, sikap dan kepribadian. Hal ini jika dikaitkan
dengan pendapat Aditama (2003), maka unsur sumber daya organisasi mencakup
faktor individu, dan organisasi.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003) indikator kinerja adalah
ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu
kegiatan yang telah ditetapkan, yang meliputi sumber daya manusia, proses, dana dan
waktu guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Salah satu program penting yang menjadi indikator keberhasilan
penyelenggaran fungsi dinas kesehatan adalah program surveilans epidemiologi.
proses perencanaan, pengumpulan data, analisis data dan penyajian data menjadi
informasi dan intervensi terhadap masalah kesehatan yang ditemukan (Murti, 2003).
Masalah kesehatan yang dimaksud adalah masalah kesehatan yang berhubungan
dengan epidemiologi penyakit menular dan tidak menular serta terintegrasi dengan
kesehatan ibu dan anak (KIA).
Indikator pelaksanaan surveilans epidemiologi adalah tersedianya tenaga
epidemiologi minimal satu orang, tersedianya data terkini, kelengkapan pelaporan
secara menyeluruh dari jenis pelaporan seperti pelaporan program kesehatan ibu dan
anak, pelaporan Kejadian Luar Biasa, pelaporan penemuan kasus-kasus baru dari
penyakit menular dan berbagai jenis pelaporan lainnya yang terakomodir dalam
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu serta ketepatan waktu pelaporan (Depkes RI,
2004).
Selama desentralisasi, fungsi surveilans epidemiologi KIA sangat penting
mendukung upaya strategis deteksi dini terjadinya masalah KIA di suatu daerah. Unit
yang sangat berperan terhadap surveilans KIA adalah puskesmas, mengingat
puskesmas adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar dan merupakan
fungsionaris dari dinas kesehatan suatu daerah. Pada pelaksanaanya petugas
puskesmas harus mengacu pada prosedur tetap yang telah ditentukan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan dapat dikolaborasikan dengan
kebutuhan suatu daerah.
Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah menurunkan kematian
ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat
ibu menyusui serta meningkatkan derajat kesehatan anak.
Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah
besar. Berdasarkan survey SDKI 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
masih berada pada angka 307 / 100.000 kelahiran hidup. Angka ini 3 – 6 kali lebih
besar dari negara di wilayah ASEAN dan lebih dari 50 kali dari angka di negara
maju. Demikian pula Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, menurut hasil
Survey Demografi Kesehatan Indonesia 1997 adalah 52 / 1000 kelahiran hidup, pada
tahun 2002/2003 masih berada pada kisaran 35 / 1000 kelahiran hidup. Dibandingkan
negara ASEAN lainnya, AKB Indonesia 2-5 kali lebih.
Keberhasilan pelaksanaan surveilans epidemiologi menjadi indikator kinerja
puskesmas dan kinerja dinas kesehatan secara keseluruhan. Kinerja surveilans
epidemiologi dilihat dari beberapa indikator khususnya pada indikator proses yaitu
(1) kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %, (2) ketepatan
laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %, (3) penerbitan buletin kajian
epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih setahun, dan (4) adanya umpan balik sebesar
80 % atau lebih terhadap permasalahan yang dihadapi. Permasalahan KIA yang
dilakukan surveilans mencakup pemantauan wilayah setempat masalah KIA yaitu
kematian ibu, kematian bayi dan balita, kunjungan ibu hamil, pertolongan persalinan,
serta penangangan ibu hamil risiko tinggi (Depkes RI, 2004).
Cakupan surveilans epidemiologi KIA secara nasional masih rendah yang
serta belum terakomidirnya secara komprehensif penanggulangan masalah KIA.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia (2008), kelengkapan data kunjungan ibu
hamil hanya 52,9%, deteksi ibu hamil risiko tinggi hanya 46,2%, dan berdasarkan
jumlah data yang masuk dari provinsi di seluruh Indonesia, masih ada yang belum
mengirim data yang lengkap untuk dijadikan profil kesehatan sebagai medis
informasi dan gambaran pembangunan kesehatan di Indonesia. Hal ini memberikan
suatu gambaran sederhana bahwa surveilans epidemiologi masih menjadi masalah
utama dalam percepatan penyelengaraan pelayanan kesehatan, sehingga secara terus
menerus menjadi program prioritas dari seluruh program kesehatan di Indonesia.
Kondisi ini didukung oleh minimnya tenaga pelaksana surveilans
epidemiologi. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia (2008), tenaga epidemiologi di
seluruh kabupaten/kota di Indonesia belum merata. Hal ini terlihat dari rendahnya
rasio tenaga epidemiologi terhadap jumlah puskesmas yaitu hanya 0,5 per 1000
puskesmas dari 8.234 unit puskesmas Indonesia.
Permasalahan surveilans epidemiologi tersebut juga terjadi di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Rencana Strategis Provinsi NAD
(2006-2010), bahwa permasalahan utama dalam perencanaan kesehatan adalah masih
lemahnya sistem informasi kesehatan di daerah yang terlihat dari belum adekuatnya
sistem pelaporan, dan pemanfaatan data dan informasi oleh pengambil keputusan,
pelaporan masih tidak tepat waktu, tidak teratur, tidak terpadu, serta minimnya
Data Dinas Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan
bahwa AKI Provinsi NAD tahun 2005 adalah 354/100.000 kelahiran hidup, AKB
sebesar 39/1000 kelahiran hidup, sedangkan secara nasional 2005 AKI adalah
262/100.000 dan AKB 32/1000 (Dinkes Prov. NAD, 2006).
Salah satu kabupaten di provinsi NAD yang juga mengalami permasalahan
surveilans epidemilogi adalah Kabupaten Bireuen. Berdasarkan profil Kesehatan
Kabupaten Bireuen (2008), diketahui angka kematian ibu di Kabupaten Bireuen pada
tahun 2008 yaitu 201/100.000 kelahiran hidup atau dengan jumlah kematian ibu 14
orang. Angka tersebut menunjukkan tertinggi nomor urut ke empat setelah
Kabupaten Aceh Utara, Pidie dan Aceh Tamiang, jumlah tenaga epidemiologi masih
kurang, yaitu hanya 5 orang, sementara jumlah puskesmas sebanyak 17 unit, sehingga
tenaga yang ditugaskan terhadap pelaksanaan surveilans epidemiologi dilakukan oleh
tenaga medis lainnya seperti perawat dan bidan. Selain itu kelengkapan laporan hanya
45,9% pada evaluasi tahun 2008, dan sering tidak tepat waktu. Kondisi ini sangat
berdampak terhadap perencanaan penanganan masalah kesehatan khususnya masalah
KIA, dan penanganan kasus-kasus ibu hamil risiko tinggi, kejadian bayi lahir rendah
dan berbagai indikator KIA lainnya.
Fenomena ini terjadi akibat dari minimnya tenaga, dan rendahnya kemampuan
tenaga pelaksana surveilans epidemiologi KIA puskesmas akibat minimnya
pendidikan dan pelatihan tentang surveilans epidemiologi KIA. Berdasarkan laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2008, dinas kesehatan
cenderung lebih banyak mendiskusikan masalah perkembangan kunjungan, sehingga
berdampak terhadap kinerja petugas surveilans puskesmas yang dilihat dari
indikator-indikator surveilans KIA.
Beberapa penelitian menunjukkan fenomena kinerja petugas surveilans
cenderung terjadi diberbagai daerah. Penelitian Kartono (2006) di Surabaya,
menemukan ketepatan waktu pelaporan program puskesmas hanya 36,36% dari
sejumlah Tim Epidemiologi Puskesmas, akurasi data juga masih belum baik, yang
diindikasikan dari sistem pengolahan data yang masih manual dan tidak terprogram
dengan sistem komputerisasi.
Penelitian Surbagus dan Handono (2007) menemukan terdapat hubungan
pengetahuan dengan kinerja petugas dinas kesehatan dan secara proporsi
menunjukkan 89,2% petugas yang berpengetahuan baik mempunyai kinerja petugas
baik.
Menurut Ridwan (2004) yang mengutip pendapat Keith dan Davis bahwa
kinerja pegawai atau petugas diberbagai instansi sangat dipengaruhi oleh sumber
daya organisasi khususnya kompetensi (kemampuan dan ketrampilan).
Hal ini senada dengan penelitian Kristiani dan Mukhlis (2007) di Kabupaten
Aceh Timur, bahwa kinerja petugas puskesmas dipengaruhi oleh faktor organisasi
seperti supervisi dan sarana, 78,2% petugas yang tidak mendapatkan sarana
mempunyai kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh minimnya kedisiplinan
petugas, dan rendahnya cakupan pencatatan dan pelaporan form-form analisis situasi
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh sumber daya organisasi puskesmas terhadap kinerja
petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
sumber daya organisasi puskesmas (umur, masa kerja, pengetahuan, keterampilan,
motivasi, sarana, dana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans
epidemiologi dalam pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh sumber daya organisasi puskesmas (umur,
pendidikan, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, sarana, dana dan
prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan
KIA di Kabupaten Bireuen.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Ada pengaruh umur terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
2. Ada pengaruh pendidikan terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam
3. Ada pengaruh masa kerja terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
4. Ada pengaruh pengetahuan terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi
dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
5. Ada pengaruh keterampilan terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi
dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
6. Ada pengaruh motivasi terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
7. Ada pengaruh sarana terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
8. Ada pengaruh dana terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
9. Ada pengaruh prosedur kerja terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi
dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam
peningkatan dan penguatan surveilans epidemiologi KIA di wilayah kerjanya,
melalui peningkatan pengetahuan dan supervisi ke puskesmas.
2. Memberikan masukan kepada kepala Puskesmas se- Kabupaten Bireuen untuk
memonitoring secara terpadu terhadap pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Daya Organisasi
Menurut Aditama (2003), Sumber Daya Organisasi adalah : (1) tenaga; (2)
uang/ dana; (3) peralatan / sarana; (4) prosedur kerja.
Seperti halnya manajemen perusahaan, dibidang kesehatan juga dikenal
berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya
yang dikelola. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia),
keuangan (manajemen keuangan), logistik obat dan peralatan (manajemen logistik),
pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan, dan sistem informasi
manajemen dan sebagainya).
Untuk masing-masing bidang tersebut juga dikembangkan manajemen yang
spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokoknya. Penerapan manajemen
pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan rumah sakit merupakan upaya
untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
unit pelayanan kesehatan tersebut yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi
secara efektif, efisien, rasional (Muninjaya, 2004).
2.1.1 Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh
efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan
manajemen sumber daya manusia (Hariandja, 2002).
SDM kesehatan menurut SKN 2004 adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya perencanaan, pendidikan, dam pelatihan serta pendayagunaan tenaga
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara itu, SDM kesehatan
menurut PP No. 32/1996 adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang
kesehatan, baik untuk jenis tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan
upaya kesehatan (Adisasmito, 2007).
Menurut Forsyth yang dikutip Soeroso (2003), kegiatan manajemen SDM
meliputi proses perencanaan, perekrutan dan seleksi, pengorganisasian tim,
pengembangan karyawan agar mampu dan tetap mampu bekerja secara efektif,
memotivasi karyawan agar mau bekerja serta membuat keputusan dalam rangka
mengendalikan kegiatan dan memperbaiki perencanaan bila diperlukan.
Tujuan manajemen SDM adalah untuk meningkatkan dukungan sumber
daya manusia dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi dalam rangka
mencapai tujuan. Secara lebih operasional (dalam arti yang dapat diamati/diukur)
untuk meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi tingkat absensi, mengurangi
tingkat perputaran kerja, atau meningkatkan loyalitas para pegawai pada organiasi.
Selanjutnya, apa yang dilakukan organisasi dalam upaya mencapai tujuan
manajemen SDM secara umum dapat dikatagorikan sebagai berikut (Hariandja,
2002):
a. Persiapan dan pengadaan
b. Pengembangan dan penilaian
c. Pengkompensasian dan perlindungan, dan
d. Hubungan-hubungan kepegawaian.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang
kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan disebutkan bahwa dalam
memantapkan sistem manajemen SDM kesehatan perlu dilakukan peningkatan dan
pemantapan perencanaan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan dan
pemberdayaan profesi kesehatan (Adisasmito, 2007).
Sebagaimana penjelasan sebelumnya kinerja SDM dapat dipengaruhi oleh
kemampuan SDM dan Motivasi SDM. Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir
atau dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya.
Beberapa pegawai, meskipun termotivasi dengan baik sama sekali tidak mempunyai
kemampuan atau ketrampilan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan
ketrampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu.
Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality
yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan sebagaimana menurut Keith
2.1.1.1 Umur
Umur menurut Gipson (1994) berpengaruh terhadap kinerja individu dimana
pada usia 40-54 tahun individu memasuki tahap perawatan yang ditandai dengan
usaha stabilisasi dari hasil usaha masa lampaunya. Pada tahap ini individu
membutuhkan penghargaan, sebahagian individu merasa tidak nyaman secara
psikologi pada masa ini yang diakibatkan oleh pengalaman kritis dimasa karirnya
dimana indivisu tidak mencapai kepuasan dalam masa kerjanya, kesehatan yang
buruk dan perasaan khawatir akan masa kerjanya. Sehingga sebahagian individu
merasa tidak membutuhkan peningkatan kinerja sampai dengan masa penarikan.
2.1.1.2 Pengetahuan SDM
Pengetahuan menurut Soejitno (2001) adalah keadaan mengetahui,
mengenal fakta, kebenaran atau keadaan. Menurut Keraf dan Dua (2001), ilmu
pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang telah disusun secara
sistematis, metodologis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ilmu
pengetahuan berupaya untuk menjelaskan berbagai peristiwa di jagad raya ini secara
logis dan sistematis atau untuk menjelaskan sebab dan akibat dari peristiwa yang
terjadi.
Dari batasan-batasan tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan meliputi
aspek atau objek yang sangat luas, dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
kebutuhan, pengalaman serta tinggi rendahnya informasi tentang objek tersebut
2.1.1.3 Ketrampilan SDM
Dalam pengukuran kinerja, perlu diidentifikasikan berdasarkan
kompetensinya. Kompetensinya SDM adalah Kompetensi yang berhubungan dengan
pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang
berpengaruh langsung terhadap kinerjanya (Mangkunegara, 2005).
Organisasi memperkerjakan orang karena ketrampilan mereka, dan biasanya
ditempatkan pada pekerjaan berdasarkan ketrampilannya. Untuk mencapai kinerja
yang tinggi dibutuhkan jenis keterampilan dengan keahlian tehnis, selain
keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan serta keterampilan
interpersonal. Kombinasi tepat dari ketiganya merupakan hal penting, karena bila
hanya satu keterampilan yang menonjol dapat menurunkan kinerja (Robbins, 2002).
2.1.1.4 Motivasi SDM
Motivasi ialah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang
ada dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku (Gibson, 1997).
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap
positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan
sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan
motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain
hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan
Berdasarkan kompleksitas faktor motivasional, sejumlah pandangan atau
teori tentang motivasi ditemukan, diantaranya : (1) Drive reduction theory
mengatakan bahwa motivasi didorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer
(lapar, haus) dan kebutuhan sekunder (berprestasi). (2) Arousal theory mengatakan
bahwa setiap orang memiliki dorongan untuk melakukan kegiatan untuk memiliki
tantangan tertentu, yang mengakibatkan seseorang menjadi suka dan senang
melakukannya. (3) Incentive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh
rangsangan eksternal. (4) Cognitive theori mengatakan motivasi dipengaruhi oleh
intrinsic motivation, yaitu aktivitas untuk mencari kesenangan, bukan demi Reward,
dan extrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada reward nyata
(Hariandja, 2002).
2.1.2 Sumber Daya Uang/Dana
Sumber daya keuangan ini dapat memperlancar pelaksanaan suatu
kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi
kebijakan merupakan sumbangan besar pada gagalnya pelaksanaan kebijakan
(Widodo, 2005).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003, sumber biaya penyelenggaraan sistem surveilans
epidemiologi kesehatan terdiri dari sumber dana (APBN, APBD Propinsi, APBD
2.1.3 Sumber Daya Peralatan/Sarana
Selain data yang cukup pencapaian kinerja optimal harus didukung oleh
sarana yang memadai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003, untuk mendukung kegiatan surveilans
epidemiologi kesehatan di Puskesmas sarana yang diperlukan berupa : 1 paket
komputer, 1 alat komunikasi (telepon, faximile, dan telekomunikasi lainnya), 1 paket
kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program
aplikasi komputer, 1 paket formulir dan 1 unit kenderaan roda dua.
2.1.4 Sumber Daya Prosedur Kerja
Dalam usaha mencapai sasarannya Puskesmas harus memilih suatu struktur
organisasi yang efektif yang mudah beroperasi dan tidak banyak birokrasi. Penetapan
struktur ini dimaksud untuk bisa membagi tugas pekerjaan, memberikan wewenang,
melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban.
Setiap kegiatan program akan menghasilkan data. Data perlu dicatat,
dianalisis dan dibuat laporan. Data ini adalah data siap pakai karena sudah
dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik atau laporan secara negatif.
Jenis pencatatan kegiatan harian program puskesmas dapat dibagi
berdasarkan lokasi pencatatannya yaitu pencatatan di dalam dan di luar gedung
puskesmas. Pelaporan yang dibuat dari dalam gedung puskesmas adalah semua data
yang diperoleh dari pencatatan kegiatan harian program yang dilaksanakan di dalam
Kesehatan Jiwa dan sebagainya. Data yang dibuat diluar gedung puskesmas adalah
data yang dibuat berdasarkan catatan harian kegiatan program yang dilaksanakan di
luar gedung puskesmas atau puskesmas pembantu, misalnya data kegiatan program
Yandu, UKS, PHN, PKM, Kesehatan Lingkungan dan P2M.
Pencatatan harian masing-masing program puskesmas dikompilasi menjadi
laporan terpadu puskesmas. Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas
(SP2TP). SP2TP dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setiap awal bulan.
Dinas Kesehatan / Kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan
umpan baliknya ke Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan
puskesmas harus dikirim kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan
evaluasi keberhasilan program.
Ada beberapa jenis laporan yang dibuat oleh puskesmas. Laporan harian
untuk melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit tertentu; laporan
mingguan untuk melaporkan kegiatan penanggulangan penyakit diare; laporan
bulanan ada empat jenis (LB1-LB4 ) untuk melaporkan kegiatan rutin program
(Muninjaya, 2004).
2.2 Kinerja
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah
kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The
Scribner-Bantam english Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari
akar kata ”to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu : (1) melakukan,
menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau
melaksanakan kewajiban suatu niat nazar (to discharge of fulfill; as now); (3)
melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an
understaking); dan (4) melaksanakan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau
mesin (to do what is expected of a person machine) (Rivai. V, 2008).
Gambar 2.1 Dimensi Kerja Sumber : Rivai, 2008
Kemampuan
Motivasi Peluang
Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi
(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya
tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi
yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai
pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. Sementara itu, individu atau
sekelompok orang sebagai pelaksana dapat menjalankan tugas, wewenang dan
tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan
teknologi) dan sumber daya lain seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh
organisasi (Widodo. J, 2005).
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi
berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh
keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model
Patner- Lawyer (Donnelly, Gibson and Ivancevich : (1994), kinerja individu pada
dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor ; (a) harapan mengenai imbalan; (b)
dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e)
imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan
kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (1)
kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai
kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk
mengerjakan serta mengetahui pekerjaan. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja
yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja individu dapat ditingkatkan
Dengan demikian, kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh kinerja
sekelompok orang sebagai pelaku organisasi. Sebaliknya kinerja sekelompok orang
sebagai pelaku organisasi ditentukan oleh struktur, peralatan, dan keuangan yang
dimiliki oleh organisasi. Sekelompok orang akan mempunyai rasa tanggung jawab
dan dapat mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan sepak terjangnya
yang dipengaruhi oleh pengetahuan, kemampuan, kecakapan dan harapan-harapan
(Widodo. J, 2005).
Penilaian kinerja didasarkan pada pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan
perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan
analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk
masing-masing pekerjaan. Attribute menurut kamus Oxford adalah : ”kualitas yang
melekat kepada seseorang atau sesuatu”.
Dalam manajemen kinerja istilah atribut mengacu kepada apa yang perlu
diketahui dan dapat dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya
secara efektif. Karenanya atribut terdiri dari pengetahuan, keahlian dan kepiawaian.
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan
kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh manajer. Manajemen
kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sinergis antara manajer,
individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi. Manajemen
kinerja didasarkan atas kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan,
Evaluasi kinerja (performance evaluation), yang dikenal juga dengan istilah
penilaian kinerja (performance appraisal), pada dasarnya merupakan proses yang
digunakan organisasi untuk mengevaluasi job performance. Jika dikerjakan dengan
benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi karyawan, supervisor,
departemen SDM, maupun perusahaan (Rivai. V, 2008).
2.2.1 Pengukuran Kinerja dan Penilaian Hasil Pengukuran
Hal – hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja (Rivai. V, 2008) :
a. Penetapan indikator kinerja, dengan memperhatikan :
1). Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu :
- Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil
- Terbatas pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas
- Terpusat pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan
- Terkait dengan sistem pertanggungjawaban memperlihatkan hasil
2). Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus :
- Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil
- Merupakan indikator di dalam wewenangnya (uncontrollable).
- Mempunyai dampak negatif yang rendah
- Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada
- Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif
Selain itu, penetapan indikator kinerja harus tetap mengacu pada visi, misi,
Gambar 2.2 Pola Penetapan Indikator Kinerja Sumber : Rivai, 2008
b. Cara pengukuran kinerja:
Keberhasilan ataupun kegagalan manajemen dapat diukur dengan melakukan :
- Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan;
- Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan;
- Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun – tahun
sebelumnya;
- Perbandingan kinerja suatu organisasi dengan organisasi lain yang unggul
dibidangnya;
- Perbandingan capaian tahun berjalan dengan rencana dalam (dua, tiga, empat
atau lima tahun) tren pencapaian. Visi
Misi
Tujuan
Sasaran
Strategi
Indikator kinerja
Hasil
Aktivitas
Sistem Informasi Pengumpulan
c. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan
pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya (input)
yang berada dibawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan, sarana
prasarana, metode kerja dan hal-hal lainnya yang berkaitan. Tujuannya adalah
agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai
(kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau
kegagalan pihak manajemen.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Timple yang dikutip Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (diposisional) yaitu
faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang,
misalnya kinerja seseorang baik karena mempunyai kemampuan tinggi dan ia tipe
pekerja keras. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari lingkungan seperti fasilitas kerja, iklim organisasi, dan
sikap, perilaku serta tindakan dari rekan kerja, bawahan atau pimpinan.
Menurut Simamora yang dikutip Mangkunegara (2005), kinerja
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor individual (kemampuan, latar belakang,
demografi), faktor psikologis (motivasi, persepsi, attitude, personality, pembelajaran)
dan faktor organisasi (sumber daya, job design, kepemimpinan, struktur)
Menurut Widodo (2005), faktor yang mempengaruhi kinerja dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor individu (pelaku) dan organisasi.
Beberapa strategi atau perilaku pemimpin yang harus dilakukan dalam bingkai
meningkatkan kinerja individu dan organisasi antara lain adalah :
1. Menjaga dan mendorong motivasi anak buah
Strategi untuk menjaga dan mendorong motivasi menurut Sloman yang dikutip
Widodo (2005), antara lain sebagai berikut :
a. tentukan apa yang menjadi tujuan atau apa yang hendak dicapai dari
organisasi dan tentukan pula kriteria kinerjanya.
b. Pemimpin organisasi harus mampu menyediakan insentif (pendorong kerja)
baik berupa gaji, uang, penghargaan atau dalam bentuk lain agar karyawan
bersedia mencapai tujuan organisasi melalui aktifitas yang sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
c. Pemimpin harus memberikan umpan balik secara rutin agar para karyawan
dapat mengetahui bagaimana posisi dan peran yang dimainkan dalam
pelaksanaan tujuan organisasi.
d. Pemimpin harus menerapkan manajemen partisipatif, yakni para karyawan
diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu agar mereka dapat
melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
e. Pemimpin harus menyelenggarakan komunikasi dua arah secara rutin dalam
2. Peningkatan kemapuan atau kualitas anak buah
a. Melalui pendidikan
b. Melalui pelatihan
c. Melalui pengalaman
2.3 Hubungan Kinerja dengan Sumber Daya Organisasi
Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor-faktor kinerja terdiri
dari faktor individu dengan faktor lingkungan kerja organisasi. Faktor lingkungan
kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja.
Faktor organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan
kerja yang harmonis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang memadai merupakan
pemicu (motivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.
Menurut Gibson (1989) variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap
perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel
sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang
terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa
dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi,
material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan
tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal,
adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau
hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu
dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan
personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari
hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat
mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum
sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan
sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.
2.4 Surveilans Epidemiologi
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Sedang sistem surveilans
epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan
laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara
program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah
kabupaten/kota, propinsi dan pusat.
Ada banyak definisi surveilans yang dijabarkan oleh para ahli, namun pada
dasarnya mareka setuju bahwa kata “surveilans” mengandung empat unsur yaitu :
koleksi, analisis, interpretasi dan diseminasi data. WHO mendefiniskan surveilans
sebagai suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya
dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi
suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, di dalam suatu sistem
surveilans, hal yang perlu digaris bawahi adalah:
- Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu
waktu.
- Kegiatan surveilans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data,
namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis,
interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut,
sampai kepada evaluasinya.
- Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans haruslah memiliki kualitas yang
baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan
Surveilans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan
memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi adanya
KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang
akan dilakukan, memperkirakan dampak program intervensi, mengevaluasi program
intervensi dan mempermudah perencanaan program pemberantasan (Depkes RI,
2003b).
Berdasarkan pemahaman terhadap surveilans, konsep dasarnya meliputi:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan secara aktif maupun pasif.
Surveilans aktif dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi
unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain sedang surveilans pasif
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari
laporan unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain (Depkes RI, 2003b).
2. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data
Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data dan
analisis data surveilans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu
pengolahan data sangat berkaitan dengan waktu penerimaan data.
3. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang tepat
Kunci keberhasilan surveilans adalah umpan balik dan diseminasi kepada
sumber-sumber data dan pengguna informasi tentang pentingnya proses pengumpulan
data. Bentuk umpat balik biasanya berupa ringkasan informasi dari analisis data serta
2.4.1 Peran Puskesmas dalam Surveilans Epidemiologi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003 penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah
kewajiban bagi lembaga kesehatan masyarakat dan swasta, termasuk di dalamnya
Puskesmas.
Peran Puskesmas sebagai Unit Surveilans Epidemiologi Kesehatan adalah :
a. Pelaksana surveilans epidemiologi nasional diwilayah puskesmas
b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah kesehatan
c. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi dengan praktik dokter, bidan
swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.
d. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi antar puskesmas yang
berbatasan
e. Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB di wilayah puskesmas
f. Melaksanakan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan
spesifik lokal.
2.4.2 Indikator Surveilans Epidemiologi Puskesmas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003 sumber daya penyelenggaraan surveilans epidemiologi
meliputi SDM, sarana dan pembiayaan.
Kinerja penyelengaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur
satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja
sistem surveilans yang belum memadai.
Indikator-indikator tesebut adalah sebagai berikut :
1. Masukan
A. Sumber Daya Manusia (SDM)
Dibutuhkan 1 tenaga Epidemiologi terampil
B. Sarana
1 paket komputer, 1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili, SSB), 1 paket
kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan
program aplikasi komputer, 1 paket formulir, 1 paket peralatan pelaksanaan
surveilans epidemiologi dan 1 roda dua
C. Pembiayaan
APBN, APBD, dll.
2. Proses
Proses penyelenggaraan sistem surveilans di tingkat kabupaten adalah :
f. Kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %.
g. Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %.
h. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih
setahun
i. Umpan balik sebesar 80 % atau lebih
3. Keluaran
2.5 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah :
1. Menurunkan Kematian (Mortality) dan Kejadian Sakit (Morbility) di kalangan
ibu. Kegiatan program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama
kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui.
2. Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan
pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah
dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Tujuan ini di tingkat Puskesmas harus dijabarkan lagi sesuai dengan masalah
kesehatan masyarakat dan faktor risiko yang berkembang di wilayahnya.
Yang menjadi sasaran program KIA adalah Ibu hamil, ibu menyusui, dan
anak-anak sampai dengan umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini sasaran
primer program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan.
Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan melalui dua cara : pendataan langsung,
perkiraan (estimasi) dan pendekatan tidak langsung. Pendataan langsung dilakukan
oleh staf Puskesmas, baik dengan metode survei maupun menggunakan kader sebagai
informasi.
Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Kegiatan integratif
adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan
P2P (ibu hamil dan anak-anak) juga menjadi sasaran program KIA (Muninjaya, A. A.
Gde, 2004).
a. Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC)
b. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi
dengan program gizi.
c. Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi
karena kekurangan protein dan kalori serta memperkenalkan jenis
makanan tambahan (vitamin dan garam yodium). Intgrasi program PKM
(konseling) dan Gizi.
d. Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur. Integrasi
program KB.
e. Merujuk ibu – ibu atau anak – anak yang memerlukan pengobatan.
Integrasi program pengobatan.
f. Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas.
Integrasi dengan program perawatan kesehatan masyarakat.
g. Mengadakan latihan untuk dukun bersalin dan kader kesehatan Posyandu.
2.5.1 Surveilans Epidemiologi KIA
Program Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka mencapai target MDGs
yang ditetapkan memerlukan data yang akurat dan dapat diakses tepat waktu untuk
menentukan kebijakan yang evidence based. Untuk mendapatkan kualitas data yang
pelaksanaan, struktur organisasi, sistem manajemen serta regulasi surveilans. Saat ini
program surveilans dalam KIA merupakan program yang dianggarkan dari
pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi. Hal ini menunjukkan maksud
pemerintah pusat untuk mendukung kegiatan KIA sesuai dengan kebijakan prioritas
kesehatan pusat.
Surveilans sendiri, khususnya dalam hal pelacakan kematian ibu dan anak,
sudah dilakukan oleh setiap Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke tingkat
Puskesmas. Kegiatan surveilans ini dilakukan oleh staf Dinas Kesehatan yang
mengelola KIA, dan belum bekerjasama dengan staf dinas kesehatan yang
mempunyai tugas surveilans. Wajar dalam pelaksanaannya masih ada
kelemahan-kelemahan, dari segi teknis pelaksanaan maupun sistemnya sendiri. Dipandang dari
sistem surveillans di daerah, dapat dinyatakan masih terdapat berbagai kelemahan
sistemik. Berbagai kelemahan sistem surveilans di daerah ini menjadi hambatan besar
dalam melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Dapat dikatakan ada kelemahan
supporting sistem untuk surveilans KIA di daerah.
Prosedur tetap (protap) pelaksanaan sistem surveilans – respons KIA ini
merupakan pedoman pelaksanaan 8 fungsi pokok surveilans untuk 12 penyakit
perioritas KIA yang ditetapkan oleh Depkes sebagai berikut (Depkes RI, 2007b): (1)
Perdarahan pasca persalinan; (2) Preeklampsia/Eklampsia; (3) Sepsis Puerperalis; (4)
Abortus spontan; (5) Partus macet; (6) BBLR; (7) Tetanus neonatorum; (8) Sepsis
neonatorum; (9) Asfiksia neonatorum; (10) Gizi buruk; (11) Pneumonia; (12) Diare
2.5.2 Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak
Berbeda dengan pelayanan kesehatan bidang spesialisasi lain, pelayanan
maternal memiliki beberapa keistimewaan. Pengguna jasa pelayanan maternal,
sebagian besar adalah orang sehat. Selain itu sasaran pelayanan maternal bukan saja
ibu melainkan juga anak/ bayi yang dikandungnya. Atas dasar hal ini maka pelayanan
maternal harus optimal, baik teknis pelayanan obstetrik maupun program kesehatan
ibu dan anak beserta dengan evaluasinya. Dalam mengevaluasi program yang
dijalankan, keberadaan data yang berkualitas adalah sangat penting. Data yang
memuat berbagai pengukuran dalam kesehatan ibu dan anak ini lah yang merupakan
indikator kinerja pelayanan maternal (Depkes RI, 2007b).
2.5.3 Kematian Ibu, Bayi dan Balita sebagai Masalah dalam Kesehatan Ibu dan Anak
Kehamilan, di satu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi
seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada
hal-hal yang tidak diharapkan turut menyertai kehamilan tersebut. Komplikasi
kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi
keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak
negara berkembang.
Kematian ibu didefinisikan sebagai kematian seorang wanita yang terjadi
pada masa kehamilan dan nifas atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya
berhubungan dengan dan/atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaan-nya, tetapi
bukan oleh sebab kecelakaan. ICD-X membagi kematian maternal menjadi dua
kelompok yaitu kematian obstetrik langsung, yaitu kematian yang disebabkan oleh
komplikasi obstetrik pada saat kehamilan, persalinan dan nifas maupun akibat
tindakan-tindakan, kesalahan-kesalahan karena penanganan yang tidak tepat/benar
ataupun gabungan kejadian berbagai hal diatas. Kelompok kedua adalah kematian
obstetrik tidak langsung, yaitu kematian maternal yang terjadi karena penyakit yang
ada sebelumnya atau mulai terjadi pada saat kehamilan dan tidak disebabkan oleh
penyebab langsung tetapi diperberat oleh efek fisiologis dari kehamilan.
Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama
kelahirannya. Berdasarkan International Collaborative Effort (ICE), penyebab
kematian bayi dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia,
imaturitas,infeksi, sudden infant death syndrome (SIDS), kematian mendadak yang
tidak bisa dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian
balita adalah kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun
(Depkes RI, 2007b).
2.5.4 Mengukur Besarnya Kematian Ibu
Mengukur angka kematian, baik ibu maupun bayi, bukanlah suatu hal yag
mudah. Data angka kematian ibu dan bayi yang ada selama ini dianggap sebagai
”puncak dari gunung es”, dimana kasus yang tidak terdata jauh lebih banyak dari