• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Beringin Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Beringin Serdang Bedagai"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DALAM PENINGKATAN KESEHATAN

IBU HAMIL DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

NOVITA NASLIANA 117032032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE ANALYSIS ON HEALTH CARE PROVIDERS’ ROLE IN EMPOWERING MALAY PEOPLE TO IMPROVE PREGNANT MOTHERS’ HEALTH AT

TANJUNG BERINGIN PUSKESMAS SERDANG BEDAGAI

THESIS

By

NOVITA NASLIANA 117032032/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DALAM PENINGKATAN KESEHATAN IBU

HAMIL DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVITA NASLIANA 117032032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT MELAYU DALAM

PENINGKATAN KESEHATAN IBU HAMIL DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Novita Nasliana Nomor Induk Mahasiswa : 117032032

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (

Ketua Anggota

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 21 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DALAM PENINGKATAN KESEHATAN IBU

HAMIL DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Nopember 2014

(7)

ABSTRAK

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya menekan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Salah satu upaya untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat dengan adanya advokasi yang dilakukan oleh petugas kesehtan. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya strategis. Sebagai sumber daya strategis, tenaga kesehatan mampu secara optimal menggunakan sumber daya fisik, finansial dan manusia dalam tim kerja dan dapat menjalankan perannya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas dengan optimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh peran petugas kesehatan terhadap pemberdayaan masyarakat melayu dalam peningkatan kesehatan ibu hamil di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian adalah penelitian kualitatif dengan exploratory design deskriptif pada petugas kesehatan. Pemilihan sampel penelitian ini melalui teknik purposive sampling.dan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Penganalisaan data dilakukan secara manual, dimana terlebih dahulu peneliti membuat transkip wawancara yang diperoleh dari mendengarkan berulang-ulang hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan (field note).

Hasil penelitian menunjukkan Kendala yang dihadapi oleh petugas kesehatan dalam meningkatkan kesehatan ibu hamil adalah pengetahuan ibu hamil yang minim mengenai kesehatan bagi ibu hamil, tradisi yang masih kuat di lingkungan masyarakat Melayu dan banyak kader yang kurang aktif sehingga Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai masih belum melakukan pemberdayaan yang baik kepada masyarakat melayu tentang kesehatan ibu hamil.

Disarankan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai untuk penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dalam upaya peningkatan pengetahuan ibu dan perubahan pola pikir ibu yang masih kental dengan adat budayanya dan menyusun program dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih mandiri.

(8)

ABSTRACT

People’s participation is highly needed in an attempt to curb Maternal Mortality Rate (MMR), Infant Mortality Rate (IMR) and Child Mortality rate (UMR). One of the attempts to increase people’ participation is by conducting advocacy by health care providers who are strategic human resources. As strategic human resources, they are able to use physical, financial, and human resources optimally in a work team, and they can also play their role as health care practitioners at Puskesmas optimally.

The objective of the research was to analyze the influence of health care providers’ role in empowering Malay people to improve pregnant mothers’ health at Tanjung Beringin Puskesmas, Serdang Bedagai District. The Research is qualitative research methods with an exploratory descriptive design to health care workers. Selection of the study sample through purposive technique sampling.dan data collection techniques with interviews and observations. Data analysis was done manually, which makes researchers advance transcript of an interview derived from repeated listening to recordings of interviews and field notes (field notes).

The result of the research showed that some obstacles faced by health care providers in improving pregnant mothers’ health were pregnant mothers’ lack of knowledge in health, tradition is still strong in the Malay community and many cadres who are less active. Besides that, Tanjung Beringin Puskesmas had not yet conducted good empowerment of the Malay people in pregnant mothers’ health.

It is recommended that the health care providers at Tanjung Beringin Puskesmas, Serdang Bedagai District, provide counseling for pregnant mothers in order to improve their knowledge and changes in maternal mindset is still thick with indigenous culture and set a program of people’s empowerment so that they can be independent.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Beringin Serdang Bedagai”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan Proposal ini selesai.

5. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D dan Siti Khadijah, S.K.M, M.Kes, selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. dr. Suzi Khairi, selaku Kepala Puskesmas Tanjung Beringin Serdang Bedagai beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

7. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda H. Nasrin dan Ibunda tercinta Nurhayana serta adik – adik saya Nofriza Nasli dan Syafiar Aqil Hidayat dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

9. Teristimewa buat suami tercinta Dedi Iskandar Panjaitan, SE dan anak saya tersayang Daffa Rafif Arkan Panjaitan berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.

(11)

Maidesi Siregar atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Nopember 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Novita Nasliana, lahir pada tanggal 29 November 1987 di Jalan Waringin Melati 2, dusun Mangga Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Waringin Melati 2, dusun Mangga Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak dari pasangan ayahanda H. Nasrin dan ibunda Nurhayana yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis merupakan istri dari Dedi Iskandar Panjaitan dan Ibu dari Daffa Rafif Arkan Panjaitan.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Bersubsidi Melati (1999), SMP Negeri 2 Perbaungan (2002), SMA Negeri 1 Perbaungan (2005), Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (2011) dan tahun 2011 – 2014 Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Pemberdayaan Masyarakat ... 13

2.1.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ... 13

2.1.2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ... 15

2.1.3. Unsur-Unsur Pemberdayaan Masyarakat ... 16

2.1.4. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat ... 16

2.1.5. Proses dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat ... 18

2.2. Stakeholders ... 21

2.2.1. Pengertian Stakeholders ... 21

2.2.2. Peran Stakeholders dalam Pengembangan Desa Siaga Aktif 21 2.2.3. Peran Pelaku Perubahan dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat ... 24

2.2.4. Peranan Petugas Kesehatan ... 25

2.3. Masyarakat Melayu ... 27

2.4. Landasan Teori ... 33

2.5. Kerangka Pikir ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Partisipan Penelitian ... 37

3.4. Pengumpulan Data... 38

3.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 38

(14)

3.5. Analisis Data ... 40

3.6. Keabsahan Data ... 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1. Puskesmas Tanjung Beringin ... 42

4.1.2. Letak Geografis ... 43

4.1.3. Topografi ... 43

4.1.4. Pelayanan Kesehatan ... 44

4.2. Karakteristik Demografi Partisipan ... 44

4.3. Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil ... 44

4.3.1. Kesehatan Ibu hamil ... 45

4.3.2. Kendala dan Dukungan Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil ... 48

4.3.3. Kegiatan Puskesmas Dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil ... 51

4.3.4. Pemberdayaan Masyarakat ... 54

BAB 5. PEMBAHASAN ... 57

5.1. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

5.1.1. Kesehatan Ibu Hamil ... 57

5.2. Kendala dan Dukungan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil .. 61

5.3. Kegiatan Puskesmas dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil .. 65

5.4. Pemberdayaan Masyarakat ... 68

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Karakteristik Partisipan ... 45 4.2. Hasil Content Analysis Peran Petugas Kesehatan terhada

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara Penelitian ... 78

2. Dokumentasi Penelitian ... 80

3. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 82

(18)

ABSTRAK

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya menekan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Salah satu upaya untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat dengan adanya advokasi yang dilakukan oleh petugas kesehtan. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya strategis. Sebagai sumber daya strategis, tenaga kesehatan mampu secara optimal menggunakan sumber daya fisik, finansial dan manusia dalam tim kerja dan dapat menjalankan perannya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas dengan optimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh peran petugas kesehatan terhadap pemberdayaan masyarakat melayu dalam peningkatan kesehatan ibu hamil di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian adalah penelitian kualitatif dengan exploratory design deskriptif pada petugas kesehatan. Pemilihan sampel penelitian ini melalui teknik purposive sampling.dan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Penganalisaan data dilakukan secara manual, dimana terlebih dahulu peneliti membuat transkip wawancara yang diperoleh dari mendengarkan berulang-ulang hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan (field note).

Hasil penelitian menunjukkan Kendala yang dihadapi oleh petugas kesehatan dalam meningkatkan kesehatan ibu hamil adalah pengetahuan ibu hamil yang minim mengenai kesehatan bagi ibu hamil, tradisi yang masih kuat di lingkungan masyarakat Melayu dan banyak kader yang kurang aktif sehingga Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai masih belum melakukan pemberdayaan yang baik kepada masyarakat melayu tentang kesehatan ibu hamil.

Disarankan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai untuk penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dalam upaya peningkatan pengetahuan ibu dan perubahan pola pikir ibu yang masih kental dengan adat budayanya dan menyusun program dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih mandiri.

(19)

ABSTRACT

People’s participation is highly needed in an attempt to curb Maternal Mortality Rate (MMR), Infant Mortality Rate (IMR) and Child Mortality rate (UMR). One of the attempts to increase people’ participation is by conducting advocacy by health care providers who are strategic human resources. As strategic human resources, they are able to use physical, financial, and human resources optimally in a work team, and they can also play their role as health care practitioners at Puskesmas optimally.

The objective of the research was to analyze the influence of health care providers’ role in empowering Malay people to improve pregnant mothers’ health at Tanjung Beringin Puskesmas, Serdang Bedagai District. The Research is qualitative research methods with an exploratory descriptive design to health care workers. Selection of the study sample through purposive technique sampling.dan data collection techniques with interviews and observations. Data analysis was done manually, which makes researchers advance transcript of an interview derived from repeated listening to recordings of interviews and field notes (field notes).

The result of the research showed that some obstacles faced by health care providers in improving pregnant mothers’ health were pregnant mothers’ lack of knowledge in health, tradition is still strong in the Malay community and many cadres who are less active. Besides that, Tanjung Beringin Puskesmas had not yet conducted good empowerment of the Malay people in pregnant mothers’ health.

It is recommended that the health care providers at Tanjung Beringin Puskesmas, Serdang Bedagai District, provide counseling for pregnant mothers in order to improve their knowledge and changes in maternal mindset is still thick with indigenous culture and set a program of people’s empowerment so that they can be independent.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia internasional sangat memberi perhatian terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan bayi. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan kebijakan dan strategi KIA melalui Konferensi Nairobi tentang Safe Motherhood tahun 1987. Indonesia ikut berpartisipasi dalam konferensi tersebut, tahun 1996 dikembangkan Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang lebih menonjolkan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), tahun 2000 pemerintah RI mencanangkan kebijakan Making Pregnancy Safer (MPS) dengan 3 pesan kunci dalam percepatan penurunan AKI dan AKB, kemudian tahun 2006 di canangkan Program Desa Siaga dengan konsep pemberdayaan masyarakat (Depkes RI, 2005).

(21)

Menurut CARE, 1998 (dalam Paramita, 2007), faktor ekonomi, sosial, budaya dan peran serta masyarakat menjadi determinan kematian ibu dan bayi. Peran serta masyarakat khususnya yang terkait dengan upaya kesehatan ibu dan bayi masih belum berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Keluarga dan masyarakat masih belum berdaya untuk mencegah terjadinya 4 (empat) terlalu dalam kehamilan dan persalinan: terlalu muda hamil, terlalu tua hamil, terlalu banyak anak dan terlalu pendek jarak kelahiran, dan 3 (tiga) terlambat: terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan kesehatan terampil, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah transportasi, dan terlambat dalam tindakan medis.

Menurut pendapat para ahli, bahwa konsep peran serta masyarakat mulai diganti oleh konsep pemberdayaan yang diartikan sebagai segala upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan memecahkan masalah dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada (Pratiwi, 2007).

Visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan 8 (delapan) arah pembangunan jangka panjang, yang salah satunya adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing (Kementerian Dalam Negeri, 2011).

(22)

dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Unsur-unsur penting bagi peningkatan IPM adalah derajat kesehatan, tingkat pendidikan, dan pertumbuhan ekonomi. Derajat kesehatan dan tingkat pendidikan pada hakikatnya adalah investasi bagi terciptanya sumber daya manusia berkualitas, yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan. Dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, pembangunan kesehatan harus diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima ke depan (2010-2014) harus diarahkan kepada beberapa hal prioritas (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Pembangunan pada prinsipnya merupakan upaya mengubah suatu kondisi lain yang tentunya lebih baik. Dalam proses pembangunan apapun, peran aktif masyarakatlah yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan, yang biasa diistilahkan dengan partisipasi. Tanpa partisipasi dari masyarakat pembangunan sulit efektif mencapai tujuannya (Adi, 2008).

(23)

Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat sebagaimana yang diharapkan, program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi harus ditingkatkan. Upaya mengatasi AKI juga tidak mungkin dapat dilakukan pemerintah sendiri tanpa partisipasi masyarakat. Pemerintah menyadari bahwa apapun peranan yang dimainkan pemerintah, tanpa partisipasi aktif masyarakat untuk menjaga kesehatannya secara mandiri, pembangunan kesehatan yang diharapkan tidak akan efektif dalam mencapai sasaran (Yustina, 2007).

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya menekan AKI, AKB dan AKABA, untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman yang menyeluruh tentang apa, mengapa dan bagaimana mereka berpartisipasi sehingga AKI, AKB dan AKABA dapat diturunkan secara signifikan. Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo, maka yang perlu diperhatikan para stakeholders kesehatan masyarakat adalah adanya perubahan paradigma dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan menempatkan manusia sebagai subjek (Yustina, 2007).

(24)

Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak dan mempercepat pencapaian MDGs telah ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya ditanggung oleh Pemerintah melalui Program Jaminan Persalinan (Jampersal) (Permenkes, 2011). Jampersal ditujukan untuk masyarakat yang belum mempunyai jaminan pelayanan kesehatan, dan tidak terbatas pada masyarakat miskin atau kurang mampu namun kenyataannya sampai saat ini, program Jampersal belum dapat mencakup semua sasaran dan masih banyak masyarakat belum memanfaatkan program jaminan Persalinan.

Salah satu penyebab adalah karena masih banyaknya ibu tidak mampu yang persalinannya tidak dilayani oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang baik karena terkendala biaya.Untuk mempercepat pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 khususnya menurunkan angka kematian ibu dan bayi, tahun 2010 Kementrian Kesehatan meluncurkan program jaminan persalinan (Jampersal) (Kemkes, 2011).

(25)

(9) Singapura (Childinfo, 2012). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup dan tahun 2010 turun menjadi 226/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2010).

Salah satu ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kesehatan dalam suatu negara adalah angka kematian ibu. Hal tersebut dapat tergambar dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Indonesia berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu dari 390/100.000 kelahiran hidup (1992) menjadi 334/100.000 kelahiran hidup (1997). Selanjutnya turun menjadi 228/100.000 kelahiran hidup. Peningkatan pemeliharaan kesehatan bagi ibu hamil akan dapat memengaruhi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Untuk tahun 2015 Millenium Development Goals (MDG’s) menetapkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Sementara itu penurunan AKI merupakan tujuan utama dari program pelayanan kesehatan ibu dan anak (Kemkes, 2011).

Menurut data profil kesehatan Sumatera Utara, AKI di Sumatera Utara tercatat sebesar 116/ 100.000 kelahiran hidup, namun hal ini belum bisa menggambarkan AKI yang sesungguhnya karena menurut survei FKM USU, AKI provinsi Sumatera Utara tercatat 268/100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan AKI Nasional, AKI provinsi Sumatera Utara lebih tinggi (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2011).

(26)

Cakupan K1 mencapai 85,4%, dan K4 87,9%, namun belum mencapai standar nasional, yaitu 90% (Profil Dinkes Kabupaten Serdang Bedagai, 2012).

Salah satu Puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki jumlah kematian paling tinggi adalah Puskesmas Tanjung Beringin. Jumlah kematian ibu bersalin tahun 2012, tercatat sebanyak 2 orang. Penyebab kematian antara lain; perdarahan 1 orang, dan eklamsia 1 orang. Angka kematian bayi sebanyak 5 orang. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelaksanaan program penurunan AKI di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin belum optimal (Laporan Bulanan Dinas Kabupaten Serdang Bedagai, 2012).

Puskesmas ini memiliki 8 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 37.583 jiwa. Cakupan K1 mencapai 72%, K2 mencapai 76%, K3 mencapai 66%, K4 mencapai 68%, persalinan ibu yang ditolong oleh petugas kesehatan sebesar 77,2%, pelayanan ibu nifas sebesar 45,2%, dan cakupan penanganan komplikasi obstetri sebesar 10% (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2012).

(27)

lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan (Undang- undang kesehatan Nomor 36 tahun 2009).

Pusat kesehatan masyarakat dalam (puskesmas) menurut kepmenkes 128 tahun 2004 adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004). Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods).

Sejak tahun 2001, desentralisasi kesehatan dilaksanakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kondisi ini menggambarkan peran dan fungsi lembaga-lembaga pelayanan kesehatan pada dua kutub yang saling menjauhi, yaitu kutub birokrasi dan kutub lembaga usaha (Trisnantoro, 2004). Menurut Mills, dkk. (1991 dalam Trisnantoro, 2004), Puskesmas akan cenderung menuju kearah kutub lembaga usaha dan tantangan untuk sebagai lembaga usaha adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM).

(28)

kesehatan di Puskesmas, menurut Setyawan (2002) tenaga kesehatan merupakan sumber daya strategis. Sebagai sumber daya strategis, tenaga kesehatan mampu secara optimal menggunakan sumber daya fisik, finansial dan manusia dalam tim kerja. Sumber daya fisik merupakan saran pendukung kerja sehingga petugas kesehatan dapat menjalankan perannya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas dengan optimal.

Menurut Anderson (1968) dalam Notoatmodjo (2007) komponen yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah (1) faktor predisposisi (predisposing, seperti : demografi, struktur sosial dan keyakinan), (2) faktor pemungkin (enabling, seperti : sumber daya keluarga, sumber daya komunitas/masyarakat), dan (3) komponen tingkatan kesakitan (Illnes level, seperti tingkat rasa sakit). Sementara itu Depkes RI (2009) menyatakan bahwa rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh (1) jarak yang jauh, (2) tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas, (3) biaya yang tidak terjangkau, (4) tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas.

(29)

Berdasarkan sosio demografi dan budaya, Kecamatan Tanjung Beringin berpenduduk 37.273 jiwa, dengan suku Melayu (64%), Jawa (20%), Banjar (7%), Banten (3%), Batak (2%), Mandailing (1%), Karo (1%), Tionghoa (1%), Minang (0%), dll (1%). Mata pencaharian di Kecamatan Tanjung Beringin sebagian besar adalah nelayan tradisionil (43%), petani (15%), buruh (14%), wiraswasta (8%), PNS (3%), lainnya (17%) (Profil Puskesmas Tanjung Beringin, 2012).

Survei pendahuluan pada bulan september 2012 dalam bentuk wawancara terhadap 8 orang ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin, mengemukakan beberapa hal terkait dengan pelayanan kesehatan yang di berikan oleh petugas kesehatan seperti (a) ibu hamil kurang mendapatkan informasi tentang kondisi ibu dan bayinya, (b) petugas kesehatan kurang ramah dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan wawancara tersebut diketahui bahwa mereka tidak perlu tenaga kesehatan karena umumnya persalinan seorang ibu mereka anggap normal sehingga tidak harus ke bidan desa. Umumnya juga mereka masih menghormati pendapat orang tua dan kebiasaan turun menurun.

(30)

puskesmas. Masyarakat melayu memiliki kepercayaan yang kuat terhadap tradisi budaya mereka yang sudah ada sejak zaman dahulu dan sulit bagi mereka untuk dapat lepas dari tradisi tersebut (Adenansyah 1989:12).

Mereka lebih percaya jika melahirkan dirumah dengan meletakkan daun pandan berduri dan jala ikan akan melindungi proses persalinan. Mereka menggunakan sumpit yang berisikan paku, gunting, kunyit, benglu bengle, untuk melindungi tubuh mereka dari penyakit dan gangguan-gangguan arwah jahat setelah melahirkan.

Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang terjadi, maka perlu di kaji “Analisis Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil Di Puskesmas Tanjung Beringin Serdang Bedagai“.

1.2. Permasalahan

Masih rendahnya cakupan ibu yang berkunjung ke Puskesmas untuk melakukan ANC, K1 85,4% dan K4 87,9%, sehingga belum mencapai standar nasional yaitu 90%, sehingga ingin diketahui bagaimana Analisis Peran Petugas Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

1.3. Tujuan Penelitian

(31)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi petugas Puskesmas Tanjung Beringin agar lebih meningkatkan promosi terhadap kesehatan di wilayah kerjanya.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.

(33)

menjadi mandiri dalam mengusahakan dan menjalankan upaya kesehatannya, hal ini sesuai dengan visi Indonesia sehat, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” (Notoatmodjo, 2005).

Pemberdayaan masyarakat terhadap usaha kesehatan agar menadi sehat sudah sesuai dengan Undang – undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup masyarakat yang setinggi- tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya masyarakat. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya. Pemerintah bertanggungjawab memberdayakan dan mendorong peran serta aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan (Notoatmodjo, 2005)

Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan, pemberdayaan masayrakat merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan. Pemberdayaan kesehatan di bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan pemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan.

(34)

2.1.2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah (Notoatmodjo, 2005) :

1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan bagi individu, kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan kesadaran tentang cara – cara memelihra dan meningkatkan kesehatan adalah awal dari keberdayaan kesehatan. Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya kemampuan, karena kemampuan merupakan hasil proses belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya alih pengetahuan dari sumber belajar kepada subyek belajar. Oleh sebab itu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan juga melalui proses belajar kesehatan yang dimulai dengan diperolehnya informasi kesehatan. Dengan informasi kesehatan menimbulkan kesadaran akan kesehatan dan hasilnya adalah pengetahuan kesehatan.

(35)

paling utama yang mendukung berlanjutnya kemauan adalah sarana atau prasarana untuk mendukung tindakan tersebut.

3. Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat, baik seara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.

2.1.3. Unsur-unsur Pemberdayaan Masyarakat

Upaya pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan 4 unsur didalamnya yaitu:

1. Aksesibilitas imformasi, karena imformasi merupakan kekuasaan baru kengitannya dengan peluang, layanan, penegakan hukum, efektifitas negosiasi, dan akuntabilitas

2. Keterlibatan dan partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan

3. Akuntabilitas, kaitannya dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatas namakan rakyat

4. Kapasitas organisasi lokal, kengiatannya dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta memobilitasi sumber daya untuk memcahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.

2.1.4. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

(36)

1. Menumbuhkembangkan Potensi Masyarakat

Didalam masyarakat terdapat berbagai potensi yang dapat mendukung keberhasilan program – program kesehatan. Potensi dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi potensi sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk sumber daya alam / kondisi geografis.

Tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia disuatu komunitas lebih ditentukan oleh kualitas, bukan kuatitas sumber daya manusia. Sedangkan potensi sumber daya alam yang ada di suatu masyarakat adalah given. Bagaimanapun melimpahnya potensi sumber daya alam, apabila tidak didukung dengan potensi sumber daya manusia yang memadai, maka komunitas tersebut tetap akan tertinggal, karena tidak mampu mengelola sumber alam yang melimpah tersebut.

2. Mengembangkan Gotong Royong Masyarakat

Potensi masyarakat yang ada tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya gotong royong dari masyarakat itu sendiri. Peran petugas kesehatan atau provider dalam gotong royong masyarakat adalah memotivasi dan memfasilitasinya, melalui pendekatan pada para tokoh masyarakat sebagai penggerak kesehatan dalam masyarakatnya.

3. Menggali Kontribusi Masyarakat

(37)

masyarakat dalam bentuk tenaga, pemikiran atau ide, dana, bahan bangunan, dan fasilitas – fasilitas lain untuk menunjang usaha kesehatan.

4. Menjalin Kemitraan

Jalinan kerja antara berbagai sektor pembangunan, baik pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat, serta individu dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati. Membangun kemandirian atau pemberdayaan masyarakat, kemitraan adalah sangat penting peranannya.

5. Desentralisasi

Memberikan pada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau wilayahnya.

2.1.5. Proses dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Suharto (2006) pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan, sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif (kelompok). Menurut United Nations (1956:83-92 dalam Tampubolon, 2006), proses-proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Getting to Know the Local Community

(38)

2. Gathering Knowledge About the Local Community

Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur, sex, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.

3. Identifying the Local Leaders

Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan dari pimpinan / tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu faktor the local leaders harus selalu diperhitungkan karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat.

4. Stimulating the Community to Realize that it has Problems

Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi.

5. Helping People to Discuss their Problem

(39)

6. Helping people to Identify their Most Pressing Problems

Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya.

7. Fostering Self-Confidence

Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. Rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya.

8. Deciding on a Program Action

Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan. Program action tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan pelaksanaannya.

9. Recogniton of Strengths and Resources

Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhannya.

10. Helping People to Continue to Work on Solving their Problems

(40)

11. Increasing People!s Ability for Self-Help

Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.

2.2. Stakeholders

2.2.1. Pengertian Stakeholders (Pemangku Kepentingan)

Stakeholders adalah orang atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwakilan pemerintah, perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah, perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional (Rowits, 2011).

2.2.2. Peran Stakeholders dalam Pengembangan Desa Siaga Aktif

Menurut Ismawati (2010), pemangku kepentingan yaitu pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektoral, unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, Pemuka masyarakat, tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha/swasta.

1. Di Tingkat Kecamatan dan Desa

a. Camat selaku penanggung jawab wilayah kecamatan

1) Mengkoordinasikan pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga. 2) Memberikan dukungan kebijakan dan pendanaan, terutama dalam rangka

(41)

3) Melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan kinerja Desa Siaga, antara lain melalui fasilitasi atau membantu kader berwirausaha, pemberian penghargaan terhadap kader Desa Siaga.

b. Lurah/Kepala Desa

1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan Desa Siaga.

2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas/pustu/poskesdes dan berbagai UKBM yang ada. 3) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam

penyelenggaraan UKBM yang ada.

4) Menindaklanjuti hasil kegiatan Desa Siaga bersama LKMD.

5) Melakukan pembinaan untuk terselengganya kegiatan Desa Siaga secara teratur dan lestari.

c. Tim Penggerak PKK

1) Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UKBM di Desa Siaga.

2) Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan memanfaatkan UKBM yang ada.

3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi tokoh masyarakat/konsil kesehatan kecamatan.

(42)

6) Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa Siaga.

d. Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Dunia Usaha/Swasta

1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga.

2) Memberi dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.

2. Di Tingkat Kabupaten/Kota

a. Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga tingkat Kabupaten/Kota.

b. Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit.

3. Di Tingkat Propinsi

a. Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Provinsi.

b. Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan

kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

4. Di Tingkat Pusat

a. Berperan aktif dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Pusat.

(43)

2.2.3. Peran Pelaku Perubahan dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Ife (2002 : 231) dalam Adi I. R., (2008) menyatakan bahwa peran pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah :

1. Peran Fasilitatif

a. Pelaku perubahan harus memiliki keterampilan melakukan animasi sosial yang menggambarkan kemampuan petugas untuk membangkitkan energi, inspirasi, antusiasisme masyarakat, termasuk didalamnya adalah mengaktifkan, menstimulasi dan mengembangkan motivasi warga untuk bertindak.

b. Salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk menyediakan dan mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu bersifat akstrinsik ataupun dukungan materiil, tetapi juga dapat bersifat intrinsik. 2. Peran Edukasional

a. Pelaku perubahan harus mampu membangkitkan kesadaran masyarakat dalam upaya agar masyarakat mau dan mampu mengatasi ketidakberuntungan struktural mereka, maka warga harus mau menjalin hubungan antar satu dengan lainnya, hal ini menjadi tujuan awal dari penyadaran masyarakat.

(44)

komunitas sasaran tidak jarang dapat menjadi peran yang bermakna terhadap komunitas tersebut (Adi, I. R., 2008).

3. Peran Kepemimpinan

Seorang stakeholders identik dengan seorang pemimpin yang harus memiliki konsep kepemimpinan yaitu Ing Ngarso sung Tulodho artinya didepan sebagai teladan, Ing Madyo Mangun Karso artinya ditengah menggerakkan dan Tut Wuri Handayani artinya dibelakang memberikan dorongan (Pamungkas S. G., 2012). 2.2.4. Peranan Petugas Kesehatan

Peranan petugas secara umum yaitu:

1. Mengumpulkan, mengolah data dan informasi, menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan masyarakat

2. Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan Puskesmas;

3. Menyiapkan bahan kebijakan, bimbingan dan pembinaan serta petunjuk teknis sesuai bidang tugasnya;

4. Melaksanakan upaya kesehatan masyarakat; 5. Melaksanakan upaya kesehatan perorangan;

(45)

termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut, laboratorium sederhana, upaya kesehatan kerja, kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya serta pembinaan pengobatan tradisional;

7. Melaksanakan pembinaan upaya kesehatan, peran serta masyarakat, koordinasi semua upaya kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, pelaksanaan rujukan medik, pembantuan sarana dan pembinaan teknis kepada Puskesmas Pembantu, unit pelayanan kesehatan swasta serta kader pembangunan kesehatan;

8. Melaksanakan pengembangan upaya kesehatan dalam hal pengembangan kader pembangunan di bidang kesehatan dan pengembangan kegiatan swadaya masyarakat di wilayah kerjanya;

9. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan;

10. Melaksanakan ketatausahaan dan urusan rumah tangga UPT, melaksanakan analisis dan pengembangan kinerja UPTD, melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Peranan Petugas Kesehatan memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan pada ibu hamil yaitu:

(46)

2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap pelaksanaan program antenatal care, pemberian imunisasi TT, pemberian zat besi dan vitamin A pada ibu hamil

3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, masyarakat dengan melakukan pelatihan-pelatihan seperti penyuluhan dan konseling.

2.3. Masyarakat Melayu

(47)

Masyarakat Melayu adalah salah satu dari delapan masyarakat etnis budaya “asli” di provinsi Sumatera Utara (Ridwan, 2005). Anggota masyarakat Melayu didefinisikan oleh William Hunt (1952):

A Malay one who is Muslim, who habitually speaks Malay, who practices Malay adat, and who fullfills certain residence requirement”.

Jadi masyarakat Melayu sesungguhnya bukanlah secara geneologis melainkan kumpulan melting pot asal berbagai suku bangsa ataupun bangsa yang diikat oleh suatu kesatuan dengan landasan agama Islam, bahasa Melayu (dengan berbagai dialek, sosiolek, kronolek, tempolek, maupun idiolek), berpakaian, beradat istiadat serta bertradisi Melayu (dalam Ridwan, 2005). Dalam buku-buku antropologi, umumnya kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang (Barth, 1988):

1. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

2. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya.

3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.

4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

(48)

Kemampuan untuk berbagi sifat budaya yang sama merupakan ciri utama kelompok etnik yang penting. Menurut Barth (1988), ciri khusus ini bukan hanya merupakan ciri etnik kelompok saja, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas, terutama dengan asumsi tiap kelompok etnik mempunyai ciri budaya sendiri. Masyarakat Melayu di Sumatera Utara mendiami wilayah pesisir timur. Pesisir timur Sumatera Utara meliputi Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Labuhan Batu (Pempropsu, 2006).

Raja-raja Melayu digambarkan sebagai orang yang bersifat luar biasa, selain juga mempunyai kedudukan yang istimewa. Keistimewaan kedudukan golongan pemerintah kerajaan Melayu juga dinyatakan dengan lambang-lambang kebesaran secara visual, termasuk keindahan dan kebesaran istana, serta peralatan kebesaran kerajaan Melayu. Istana memainkan peranan penting sebagai pusat perkembangan budaya yang tertinggi, yang karenanya sering berusaha untuk menjaga ketinggian mutu dan kehalusan tradisi budaya, misalnya adat istiadat. Berperan sebagai pusat pembangunan budaya, istana senantiasa mempertahankan tradisi budaya yang dapat mempertahankan ketinggian budaya Melayu. Istana juga menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keagamaan (Ridwan, 2005).

(49)

masyarakat didapati umumnya penerimaan Islam meresap secara mendalam dan menyeluruh sabagaimana kedudukan Islam di pusat perkembangannya Arab (Basyarsyah, 2005).

Adat dalam konteks masyarakat Melayu mempunyai makna dan pengertian yang luas, bahkan mencakup keseluruhan cara hidup yang menentukan ketentuan sosial untuk tercapainya keharmonisan dan kestabilan sosial. Berazaskan adat warga masyarakat dapat disusun kehidupan bernuansa keperluan bersama (Ishaq, 2002).

Masyarakat Melayu adalah salah satu dari delapan etnis budaya “asli” di propinsi Sumatera Utara. Walaupun terdapat beberapa perbedaan dalam bentuk corak adat istiadat serta kebiasaan diantara kelompok masyarakat namun terdapat hal-hal yang universal: aspek-aspek dimana adat istiadat dan kebiasaan berpengaruh dan berperan dalam perwujudan sikap, karakter, respon, cara pandang, dan lainnya merupakan ciri-ciri yang koresponden. Melalui sudut kebahasaan, ungkapan, rasa bahasa, dan gaya bahasa mendukung pula pemahaman mengenai karakteristik masyarakat penutur dan pemakai bahasa (Ridwan, 2005).

(50)

“kejayaan” yang kononnya di capai oleh Hang Tuah atau lahirnya cerita Langkawi pada tahun 1992 tentang wujudnya sepuluh orang jutawan Melayu. Penciptaan hero ini menimbulkan kesan yang negatif menurut Norazit Selat (dalam Safrin, Sulbihar, dan Sudirman 1996).

Masyarakat melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Masyarakat melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Suku Melayu bermukim di sebagian Malaysia, Pesisir Timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang selat Malaka dan selat Karimata. Di Indonesia suku Melayu mendiami sebagian besar propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat (Ahyat Ita Syamtasiyah, 2008).

(51)

keluarga yang diinginkan. Bagi mereka, orientasi hidup lebih ditekankan pada masa kini (atau masa yang sedang dijalani), tanpa mau berfikir bagaimana masa depan keluarga nanti. Penghasilan yang diperoleh atau diberikan suami hanya diperuntukkan untuk kebutuhan konsumsi setiap hari tanpa ada usaha untuk menabung sebagai cadangan untuk biaya kesehatan.

Kebudayaan Melayu yang diharapkan oleh negara bisa menjadi salah satu benteng untuk menahan segala dampak dari globalisasi ternyata justru kewalahan. Tidak sedikit unsur-unsur kebudayaan Melayu yang hilang dan punah akibat globalisasi (Efendi, 2010). Contohnya dalam bidang kesehatan banyak ibu-ibu suku Melayu yang masih melakukan perawatan sesuai dengan budaya mereka walaupun hal tersebut bertentangan dengan ilmu kesehatan. Mereka masih berpegang pada kebiasaan atau perilaku yang mereka dapatkan dari orang tua mereka secara temurun, misalnya nilai-nilai yang mendasari praktek budaya dalam suku Melayu adalah adanya pantangan perilaku seperti pantangan keluar rumah selama 40 hari, perilaku yang khusus dilakukan seperti keramas setiap hari selama seminggu dan memakai pilis. Kemudian adanya pantangan makanan yang sangat bertentangan dengan kesehatan seperti larangan mengkonsumsi sayuran seperti kangkung, genjer, ikan, daging, nangka, dan es.

Berikut adalah pantangan masyarakat melayu pada ibu hamil:

(52)

2. Dilarang memukul dan menyiksa binatang, dikhawatirkan anak yang bakal lahir tida sempurna.

3. Dilarang memaku, memahat, mengail atau menyembelih binatang, anak yang bakal lahit bibir terbelah atau mengalami kecacatan.

4. Dilarang ribut dengan ibu mertua, akan mengalami kesulitan ketika melahirkan anak.

5. Dilarang makan sotong, anak mungkin tercerut tali pusatnya.

6. Dilarang mencerca atau melihat sesuatu yang ganjil, nanti hal yang sama akan terjadi pada anak kita

7. Dilarang minum air tebu atau kelapa di awal kehamilan, anak akan gugur. 8. Dilarang melihat gerhana, anak mendapat tompok hitam atau bermata juling. 9. Dilarang melangkah kucing yang sedang tidur, mata anak tertutup seperti kucing

yang sedang tidur.

10. Dilarang menyusup di bawah jemuran, nanti anak akan bodoh.

11. Dilarang makan makanan yang berakar seperti pegaga, nanti terlekat uri. 12. Dilarang tidur waktu tengahari, nanti kepala anak akan menjadi besar

2.4. Landasan Teori

(53)

Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya MDGs, karena dari delapan agenda MDGs lima diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS serta menyehatkan lingkungan. Salah satu upaya Indonesia untuk mencapai target tersebut dengan pemberdayaan masyarakat.

Stakeholders merupakan orang atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwalikilan pemerintah, perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah, perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional. Seorang stakeholders yang memiliki kredibilitas ikut berpengaruh yang dapat menyakinkan sebagian besar masyarakat bahwa ada masalah kesehatan yang harus segera di tanggulangi.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi.

(54)

dan prasarana atau fasilitas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat antara lain adanya Poskesdes, adanya kelompok donor darah, adanya ambulans desa, adanya posyandu balita dan lanjut usia, adanya kelompok dana sosial ibu hamil atau tabulin.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan atau tokoh masyarakat baik formal maupun informal yang bertujuan agar tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh (model perilaku sehat) bagi masyarakat.

2.5. Kerangka Pikir

Sesuai dengan Visi MDGs dalam menurunkan AKI khususnya dengan

pemberdayaan masyarakat melayu di Puskesmas Tanjung Beringin dengan

melibatkan Kepala Puskemas, petugas kesehatan (Bidan), Kepala Desa dan Ibu – ibu

[image:54.612.148.515.532.610.2]

PKK.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas maka diperlukan suatu penelitian kualitatif

yang mampu menggali bagaimana Analisis peran petugas kesehatan terhadap tingkat Peran Petugas

Kesehatan

Tingkat Kesadaran, Kemauan, Kemampuan dalam memberdayakan

(55)

kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam memperdayakan masyarakat melayu

sehingga masyarakat mau ikut serta dalam peningkatan kesehatan ibu hamil di

Puskesmas Tanjung Beringin.

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan

exploratory design deskriptif pada petugas kesehatan. Alasan pemilihan jenis kualitatif disebabkan peneliti ingin menguraikan masalah yang sedang terjadi dan upaya yang dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat Melayu dalam peningkatan kesehatan ibu hamil. Desain penelitian ini difokuskan pada deskriptif peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat Melayu.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai merupakan lokasi yang dipilih, dengan alasan bahwa Puskesmas Tanjung Beringin tersebut masih rendah peran petugas kesehatan dalam meningkatkan kesehatan ibu hamil khususnya pada masyarakat melayu dengan ditemukannya beberapa ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya ke puskesmas. Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai April 2014.

3.3. Partisipan Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan di Puskesmas Tanjung Beringin. Pemilihan sampel penelitian ini melalui teknik purposive sampling

(57)

yang ditetapkan oleh peneliti yaitu petugas kesehatan sebagai kepala puskesmas, bidan, kepala desa, kader dan ibu hamil bersuku melayu sebagai perwakilan dari wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin, serta bersedia menjadi partisipan.

3.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indeph interview) yang disusun oleh peneliti sendiri. Selanjutnya akan diuraikan tentang alat dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.

3.4.1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, field note dan voice recorder. Alat pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kata lain peneliti sebagai instrumen penelitian. Peneliti melakukan studi fenomenologi dengan menggunakan dirinya untuk mengumpulkan deskripsi yang “kaya” tentang peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat melayu dan mengembangkan hubungan antara peneliti dan partisipan melalui wawancara mendalam (Polit dan Beck, 2008).

(58)

partisipan serta respon non verbal partisipan selama proses wawancara (Streubert & Carpenter, 1995).

3.4.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara mendalam (indeph interview).

Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh data tentang peran petugas dalam pemberdayaan masyarakat Melayu. Dengan teknik ini akan tergali riwayat hidup petugas kesehatan, sehingga diharapkan dapat mengungkap baik pengalaman, pandangan dan pengetahuan eksplisit maupun yang tersembunyi di balik itu, termasuk informasi yang berkaitan dengan masa lampau, sekarang maupun harapan dan cita-cita petugas kesehatan di masa depan dalam pemberdayaan masyarakat Melayu guna meningkatkan kesehatan ibu hamil.

(59)

Peneliti melakukan pendekatan (prolonged angagement) kepada partisipan selama 2 minggu, selain itu pendekatan sebelumnya telah terjalin karena peneliti telah melakukan survey pendauluan di Puskesmas Tanjung Beringin. Pendekatan yang dilakukan peneliti bertujuan untuk meningkatkan hubungan saling percaya anatara peneliti dan partisipan.

Wawancara dilakukan berdasarkan panduan wawancara yang telah disusun dan peneliti mengembangkan pertanyaan dengan teknik probing. Teknik probing

dilakukan peneliti dengan memberikan pertanyaan lanjutan berdasarkan pertanyaan utama yang terdapat pada panduan wawancara. Wawancara dilakukan dalam kondisi tenang, nyaman dan menjaga privasi partisipan, durasi wawancara antara 60-90 menit dan direkam dengan menggunakan alat bantu berupa voice recorder (Lincoln & Guba, 1985; Krefting, 1991).

3.5. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara manual, dimana terlebih dahulu peneliti membuat transkip wawancara yang diperoleh dari mendengarkan berulang-ulang hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan (field note).

(60)

3.6. Keabsahan Data

Penelitian ini perlu ditingkatkan kualitas dan integritas dalam proses penelitian melalui tingkat keabsahan data.

Prolonged engagement pada penelitian ini adalah mengadakan pertemuan dengan partisipan selama 5 hari sebelum pengumpulan data. Ditambah lagi sebelumnya peneliti telah mengenal beberapa partisipan.

File note (catatan lapangan) juga merupakan salah satu aspek kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini. Catatan lapangan yang merupakan dokumentasi respon non verbal selama wawancara menambahkan informasi dari hasil wawancara. Hasil wawancara yang direkam juga memperkuat kredibilitas penelitian ini.

(61)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Puskesmas Tanjung Beringin

Puskesmas Tanjung Beringin merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang dalam menjalankan fungsinya dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerjanya mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 741 /Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang telah dilakukan oleh petugas-petugas kesehatan di Puskesmas selama satu tahun ini, pencapaiannya perlu dikemas dalam bentuk informasi yang baik untuk di monitoring dan dievaluasi dengan berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal yang berlaku tersebut.

(62)

Kabupaten/Kota ditetapkan bahwa data dan informasi kesehatan itu perlu dikemas dalam bentuk Profil Kesehatan, baik tingkat propinsi maupun kabupaten /kota.

4.1.2. Letak Geografis

Kecamatan Tanjung Beringin terletak : 20 260 - 20 330 Lintang Utara dan 990 90 - 990 150

Batas-batasnya:

Bujur Timur dengan luas wilayah : 7.357,37 Ha. Ketinggian dari permukaan laut : 0 – 8 meter

a. Sebelah utara : Selat Malaka

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Sei Rampah c. Sebelah Barat : Kecamatan Teluk Mengkudu

d. Sebelah Timur : Selat Malaka dan Kecamatan Bandar Khalifah 4.1.3. Topografi

a. Sebelah utara : merupakan daerah dataran rendah pantai landai, hutan bakau dan rawa-rawa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia.

b. Sebelah Selatan : merupakan daerah dataran rendah.

c. Sebelah Timur : merupakan daerah rawa-rawa, hutan bakau dan berpantai landai.

(63)

4.1.4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan di Puskesmas Tanjung Beringin antara lain:

1. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang terdiri dari Pemeriksaan kesehatan umum, Pemeriksaan status obstetric, Senam hamil, Perawatan payudara, Vaksinasi TT, Pemberian nasihat makanan bergizi, Pendidikan perawatan bayi dan Kunjungan antenatal (Antenatal care)

2. Ibu Melahirkan terdiri dari Persalinan ditolong nakes di rumah kecuali high risk group, Mobilisasi ibu secepatnya dan Nasihat makanan bergizi

4.2. Karakteristik Demografi Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari 1 kepala puskesmas, 1 bidan desa, 1 bidan koordinator, 1 kepala desa dan 1 kader dan 5 Ibu hamil. Karakteristik partisipan dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.3. Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil

(64)
[image:64.612.113.527.139.295.2]

Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan

Partisipan Umur Jenis Kelamin Lama Bekerja Pendidikan

1 50 thn Perempuan 4 tahun Profesi Dokter

2 30 thn Perempuan 2 tahun Bidan Desa

3 42 thn Perempuan - SMA

4 29 thn Perempuan - SMA

5 20 thn Perempuan - SMA

6 22 thn Perempuan - SMP

7 19 thn Perempuan - SMP

8 9 10 21 thn 36 thn 48 thn Perempuan Perempuan Laki – Laki

- - - SD Bidan koordinator SMA Tabel 4.2. Hasil Content Analysis Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil

No Tema Sub Tema / Kategori

1. Kesehatan Ibu Hamil Memeriksakan kehamilan K1-K4 Persalinan

Masa nifas 2. Kendala dan Dukungan Dalam

Peningkatan Kesehatan

Pengetahuan yang rendah Ekonomi yang rendah

Masih percaya terhadap tradisi dan budaya lama

3. Kegiatan Puskesmas Dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil

Pelayanan Kesehatan ibu dan Anak

Pemeriksaan status obstetric, Senam hamil, Perawatan payudara, Vaksinasi TT, Pemberian nasihat makanan bergizi, Pendidikan perawatan bayi dan Kunjungan antenatal (Antenatal care) 4. Pemberdayaan Masyarakat Pengkaderan yang dilakukan di posyandu 4.3.1. Kesehatan Ibu Hamil

[image:64.612.115.528.140.296.2]
(65)

kondisi ibu perlu dipantau perkembangannya melalui pemeriksaan K1 hingga K4 yang sangat berfungsi untuk menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan informan sebagai berikut :

“Kesehatan ibu hamil itu ya mulai dari kita memeriksakan kehamilannya ya kan trus bersalin sampai masa nifasnya, yang sangat perlu dipantau dengan melakukan periksaan kehamilan atau bisa disebut K1 sampai K4 bu.”

(Informan 1)

“Menurut saya kesehatan ibu hamil adalah kesehatan ibu pada saat hamil sampai nifas, biasanya saat ibu hamil, kondisinya berbeda dengan keadaan normal, sehingga perlu perhatian khusus, ya salah satu bedanya di dalam tubuh ibu sudah ada janin iya kan??jadi sudah berbeda, hormon yang ada di dalam tubuh juga sudah berbeda, zat gizi yang diperlukan juga sudah berbeda, ya kesehatan ibu hamil tidak hanya bertujuan untuk kesehatan ibunya saja tapi juga kesehatan janinnya”. (Informan 2)

Secara nyata memang terdapat perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh informan yang cukup dipengaruhi oleh sumber informasi yang mereka peroleh. Dokter dan bidan memperoleh informasi tersebut melalui pendidikan yang mereka jalani. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan informan sebagai berikut:

“Ya pastinya la bu, semasa kuliah saya.” Saya kan mendapatkan pelajaran tentang kesehatan ibu hamil sewaktu saya co-as juga dapat pelajarannya di bagian obgin”.(Informan 1)

“Semua yang saya dapat mengenai kesehatan ibu dari kuliah saya, dek, kan saya bidan”. (Informan 2)

(66)

merupakan keadaan fisik saja, yang dilihat dari berat badan, kecukupan istirahat, dan pemeriksaan saja, ada juga informan yang tidak mengetahui apa itu kesehatan ibu hamil. Dari hasil yang didapatkan bahwa sebagian besar informan kunci tidak mengetahui dan kurang memahami arti kesehatan pada ibu hamil. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan informan sebagai berikut:

Kesehatan ibu hamil itu hmm....apa ya...begini kesehatan ibu hamil tu istilahnyo kalo dia tidak mabok- mabok, hmm...fit, istilahnyo dia tidak ada keluhan-keluhan ya kan, apalagi yo..payah juga nak menjawabnyo, udah gitu kita tidak merasakan mual-mual trus muntah, hmm...pokoknya sehat-sehat lah”. (Informan 3)

“Kesehatan Ibu hamil dilihat dari berat badannya la kalau kurus berarti tak sehatlah ibunya, kurang makan ibunya, maknaya ibu perlu banyak makan yang bergizi, kesehatan ibu hamil juga dilihat dari kondisi fisiknya, nah kalau fisiknya lemas tak sehat juga ibu itu perlulah diperiksakan itu mana tau ada apa-apa dengan kehamilannya “. (Informan 4)

“Kesehatan ibu hamil itu saya rasa tidur nyenyak la ya, terus cukup tidur, udah gitu cukup istirahat, cukup makan itulah ya kan setau aku.” (Informan 5)

“Kesehatan ibu hamil, saya kurang tahu kak, mungkin kesehatan ibu pada saat hamil, sehat atau nggak ibu waktu hamil itu, gitu ya kak”.“belum kak, baru pertama kali kak”. (Informan 6)

“Kesehatan ibu hamil, baru pertama kali dengar kak, tidak tahu saya kak”.

(Informan 7)

“Kesehatan ibu hamil itu ya pemeriksaan dilakukan setiap bulannya, di cek kesehatannya gitu ya kan”. (Informan 8)

“Kesehatan ibu hamil itu adalah keadaan ibu secara sehat memeriksakan kandungannya dari awal kehamilan sampai dengan masa nifas”. Biasanya dikenal dengan pemeriksaan K1 sampai dengan K4”. (Informan 9)

(67)

Pengetahuan yang dimiliki oleh informan kunci mengenai kesehatan ibu hamil berasal dari keluarga, lingkungan maupu dari petugas kesehatan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan informan sebagai berikut:

“dari puskesmas dan bidan”. (Informan 3)

“dari keluarga, lingkungan”. (Informan 4)

“dari orang-orang, tak pernah langsung dengar dari dokter atau bidan “.

(Informan 5)

“dari Bidan”. (informan 8)

“dari Dokter, bidan dan petugas kesehatan lainnya”. (Informan 9)

“dari puskesmas la mungkin, kan ada jugo diadakan posyandu, tau lah mungkin mereka dari situ, kan ada bidannya, petugas kesehatannya”.

(Informan 10)

4.3.2 Kendala dan Dukungan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu hamil

Hasil penelitian menunjukkan informan pokok menyatakan bahwa kendala yang dialami adalah tingkat pengetahuan ibu hamil yang sangat kurang mengenai masalah kehamilan mungkin disebabkan karena pendidikan yang rendah. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan sebagai berikut:

“Melaksanakan kesehatan ibu hamil...ada kendalanya ya ada kendalanya, kendalanya ya itu tadi lah tingkat pengetahuan ibu hamil yang agak kurang ya dalam pengetahuan ibu hamil tadi, tetapi ya kita perlu lebih proaktif lagi la agar ibu hamil tau tentang kesehatan ibu hamil”. ( Informan 1)

“Kendala yang dihadapi di sini pengetahuan ibu hamilnya yang masih kurang mengenai kesehatan ibu hamil”. (Informan 2)

(68)

begitu kental juga merupakan satu kendala peningkatan kesehatan ibu

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik Partisipan

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tersebut maka diharapkan petugas kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan antenatal care melalui penyuluhan yang

Kegiatan “Pemberdayaan Kelas Ibu Hamil” dengan melatih 58 petugas KIA Puskesmas Induk (TOT Kelas Ibu), 257 bidan desa dan 1028 kader Posyandu serta pemberian

Merupakan sarana untuk belajar kelompok tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan

Apakah petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang pentingnya tablet zat besi pada ibu hamil9. Apakah petugas kesehatan selalu mengingatkan ibu hamil untuk mengkonsumsi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat buah masih sangat kurang, kurangnya pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat buah-buahan

Senam Ibu hamil Penyuluhan pada ibu hamil yang diberikan sebelum kegiatan senam hamil untuk meningkatkan pengetahun ibu hamil tentang kesehatan pada masa kehamilan dan manfaat senam

7 1.2.4 Rendahnya pengetahuan ibu hamil terkait modifikasi menu tinggi Fe untuk pemenuhan nutrisi dalam masa kehamilan 1.2.5 Pemahaman keluarga tentang deteksi dini anemia pada ibu

Kegiatan Kelas Ibu Hamil merupakan sarana untuk belajar kelompok tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu-ib