• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT JERUK DI DESA CINTA

RAKYAT KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 081000252 RAPAEL GINTING

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT JERUK DI DESA CINTA

RAKYAT KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 081000252 RAPAEL GINTING

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judu l :

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT JERUK DI DESA CINTA

RAKYAT KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :

NIM. 081000252 RAPAEL GINTING

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Januari 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH

NIP. 19490417 197902 1 001 NIP. 19650112 199402 2 001 drh. Hiswani, M. Kes

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Nerseri Barus, MPH

NIP. 19450817 197302 2 001 NIP. 19590818 198503 2 002 drh. Rasmaliah, M. Kes

Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Pestisida adalah senyawa kimia yang merupakan bahan beracun dan berbahaya, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan pencemaran lingkungan. Prevalens rate keracunan pestisida 57,13 % pada petani penyemprot jeruk di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010. Penelitian ini studi analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh petani jeruk yang berumur 19-60 tahun, yang melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. Jumlah sampel 120 orang dan pengambilan sampel secara purposive. Data diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner tertutup dan dianalisis dengan univariat, bivariat menggunakan uji chi square.

Dari hasil penelitian didapatkan proporsi prevalensi keracunan pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka 36,7%. Uji chi square menunjukkkan ada hubungan yang bermakna yaitu umur muda (RP=1,86; p=0,00) pendidikan rendah (RP=2,52; p=0,00), lama paparan ≤ 2 jam (RP 2,23; p=0,00), dan alat pelindung diri (APD) kurang baik (RP=1,69; p=0,03) terhadap kejadian keracunan pestisida.

Berdasarkan temuan diperlukan penyuluhan tentang dampak penggunaan dan pengelolaan pestisida terhadap risiko keracunan pestisida, perlunya memeriksakan darah bagi yang mengalami gejala keracunan serta kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo agar dapat meningkatkan pengetahuan petani tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

(5)

ABSTRACT

Pesticide is a chemical compund of toxic and harmful material . If it’s not carried out well, it can induce negative impacts for human health and the environtment. Prevalance proportion of pesticide poisoning on citrus farmers spray in Perteguhen village, Simpang Empat sub-district is 57.13% .

This research aims to know the factors related with the pesticides poisoning issues on citrus farmers spray in Cinta Rakyat village, Merdeka sub-district on 2010. This research is an analytic studies with cross-sectional design method. The populate is all of citrus farmers average ages 19-60 years. The sample is 120 person by using purpossive sampling by a direct interviewing using closed- questionnaires,univariate-bivariate data analysis , and chi-square test.

From the result, founded that prevalance proportion of pesticide poisoning in Cinta Rakyat village, Merdeka sub-district 36.7%. The result with chi-square test , find that a significant relationship association. They are, young age (RP=1.86; p=0.00); low education (RP= 2,52 ; p=0.00); duration of exposure ≤ 2 hours (RP= 2,23; p=0.00), wearing protective equipments and is not very good (RP=1,69; p=0.03) for pesticides poisoning event.

According to the findings, it’s nessacary to make a counseling about the impacts of using and managing pesticide against risk of pesticide poisoning, do blood-test for those got symptoms of poisoning. Hopely, Health Departement of Karo regency should increase farmers’ knowledge about the using wearing protective equipments.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Rapael Ginting

Tempat/Tanggal Lahir : Kutambaru/ 30 Oktober 1983

Agama : Katholik

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Nama Ayah : T. Ginting

Nama Ibu : M Br Sembiring

Alamat : Desa Kutambaru Kecamatan Munte Kabupaten Karo

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1989 – 1995 : SD Negeri 040510 Kutambaru

2. Tahun 1995 – 1998 : SLTP Swasta Anjangsana Kutambaru 3. Tahun 1998 – 2001 : SMA Katolik Sint Xaverius Kabanjahe

4. Tahun 2002 – 2005 : Akademi Keperawatan Stikes Prima Husada Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010 ”

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Pembimbing I

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

(8)

5. Ibu Prof. dr. Nerseri Barus, MPH selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Ibu dr. Linda T Maas, MPH selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

memberi bimbingan dan nasehat selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Sopian Ginting selaku Kepala Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka.

8. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada Orang Tua tercinta, Ayahanda (T. Ginting) dan Ibunda (M Br Sembiring), abang-abangku, Penusun Ginting, Sagianto Ginting, Amos Ginting, SKM, yang telah banyak memberi semangat dan bantuan yang

diberikan kepada penulis.

10.Sahabat-sahabatku : Meylani, Tety Larisma, Janerdi, Betaria, Hendri Godmen,

Sugianto, bang Beda Christian, Raskami, Diana, Rani, Mora yang selalu memberikan semangat, dukungan doa, maupun bantuannya kepada penulis. 11.Teman-temanku Epidemiologi Community: kak Nurhayati, kak Nenni

Tripena, Frida MR. Siahaan , Vilino Melda STP, Verarica, Nina Karina, Anta, Media Aprina, Sinta, Julianty, Mika, Arinil, Doni yang selalu memberikan

dukungan doa, maupun bantuannya kepada penulis.

12.Teman-teman Ekstensi 2008: Devina, Lobert, Denni Boangmanalu, Adli Yuzar, Iqbal, Reducyanta, Hardian, bang Lukman, kak Juli, Mey Corry, kak

(9)

13. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka

saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2011

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 6

1.2. Rumusan Masalah. ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Definisi Pestisida ... 9

2.2. Klasifikasi Pestisida ... 9

2.3. Patofisiologi... 11

2.4. Keracuna Pestisida dan Cara Masuk Pestisida Ketubuh Manusia ... 13

2.4.1. Keracunan Pestisida ... 13

2.4.2. Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia ... 14

2.5. Gejala Keracunan Pestisida ... 18

2.6. Diagnosis Keracunan Pestisida... 19

2.7. Epidemiologi Keracunan Pestisida ... 19

2.7.1. Distribusi dan Frekuensi Keracunan Pestisida... 19

(11)

2.8. Pencegahan Keracunan Pestisida ... 25

2.8.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) ... 25

2.8.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) ... 30

2.8.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) ... 31

2.9. Landasan Teori ... 32

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 33

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 33

3.2. Definisi Operasional ... 34

3.3. Aspek Pengukuran ... 36

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 38

4.1. Jenis Penelitian ... 38

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 38

4.2.2. Waktu Penelitian ... 38

4.3. Populasi dan Sampel ... 39

4.3.1. Populasi Penelitian ... 39

4.3.2. Sampel ... 39

4.4. Metode Pengambilan Sampel ... 40

4.5. Metode Pengumpulan data ... 40

4.5.1. Data Primer ... 40

4.5.2. Data Sekunder ... 40

4.6. Teknik Analisa Data ... 41

4.6.1. Analisis Univariat... 41

4.6.2. Analisis Bivariat ... 41

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 42

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

5.1.1. Geografis ... 42

(12)

5.2. Analisis Univariat ... 44

5.2.1. Faktor Intrinsik ... 44

5.2.2. Faktor Ekstrinsik ... 46

5.2.3. Kejadian Keracunan Pestisida ... 48

5.3. Analisis Bivariat ... 44

5.3.1. Hubungan Umur Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk ... 48

5.3.2. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk ... 48

5.3.3. Hubungan Pendidikan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk ... 50

5.3.4. Hubungan Lama Paparan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk ... 51

5.3.5. Hubungan Dosis Pestisida Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk ... 52

5.3.6. Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk ... 53

5.3.7. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) denagn Kejadian Keracunan Pestisida ... 54

BAB 6 PEMBAHASAN... 55

6.1. Analisis Univariat ... 55

6.1.1. Proporsi Prevalens Keracunan Pestisida ... 55

6.3. Analisis Bivariat ... 57

6.2.1. Hubungan Umur Dengan Kejadian Keracunan Pestisida ... 57

6.2.2. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Keracunan Pestisida ... 59

(13)

6.2.4. Hubungan Lama Pemaparan Dengan Kejadian Keracunan

Pestisida Pada Petani Penyemprot ... 62

6.2.5. Hubungan Dosis Pestisida Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani ... 63

6.2.6. Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani ... 65

6.2.7. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kejadian Keracunan Pestisida ... 66

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

7.1. Kesimpulan ... 68

7.2. Saran ... 69

(14)

LAMPIRAN :

1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Merdeka Tahun 2008 ... 43

Tabel 5.2. Distribusi Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Kecamatan

Merdeka Tahun 2008 ... 44

Tabel 5.3. Distribusi proporsi Petani Penyemprot Jeruk Berdasarkan Faktor

Intrinsik di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 45

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Petani Penyemprot Jeruk Berdasarkan Faktor

Ekstrinsik Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 47

Tabel 5.5. Distribusi Petani Penyemprot Jeruk Berdasarkan Kejadian Keracunan

Pestisida di Desa Cinta R akyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 48

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Umur Petani Penyemprot Jeruk Dengan Kejadian

Keracunan Pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 48

Tabel 5.7. Tabulasi Silang Jenis Kelamin Petani Penyemprot Jeruk Dengan

Kejadian Keracunan Pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010... 49

Tabel 5.8. Tabulasi Silang Pendidikan Petani Penyemprot Jeruk dengan Kejadian

Keracunan Pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 50

Tabel 5.9. Tabulasi Silang Lama Pemaparan Penyemprot jeruk dengan Kejadian

Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 51

Tabel 5.10. Tabulasi Silang Dosis Pestisida dengan Kejadian Keracunan Pestisida

pada Petani di Desa Cinta Rakyat Kecamatan MerdekaTahun 2010 ... 52

Tabel 5.11. Tabulasi Silang Personal Higiene Pestisida Petani Penyemprot Jeruk

dengan Kejadian Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka ... 53

Tabel 5.12. Tabulasi Silang Pemakaian alat Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

(16)

DAFTAR GAMBAR

Tabel 6.1. Diagram Pie Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 55 Tabel 6.2. Diagram Bar Distribusi Proporsi Petani Penyemprot Jeruk di Desa Cinta

Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 56 Tabel 6.3. Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani

Penyemprot Jeruk Berdasarkan Umur di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 57 Tabel 6.4. Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani

Penyemprot Jeruk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 59 Tabel 6.5. Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani

Penyemprot Jeruk Berdasarkan Pendidikan di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 60 Tabel 6.6. Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani

Penyemprot Jeruk Berdasarkan lama Pemaparan di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 62 Tabel 6.7. Diagram Bar Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk

Berdasarkan Dosis Pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010... 63 Tabel 6.8. Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani

Penyemprot Jeruk Berdasarkan Personal Higiene di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010 ... 65 Tabel 6.9. Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani

(17)

ABSTRAK

Pestisida adalah senyawa kimia yang merupakan bahan beracun dan berbahaya, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan pencemaran lingkungan. Prevalens rate keracunan pestisida 57,13 % pada petani penyemprot jeruk di Desa Perteguhen Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010. Penelitian ini studi analitik dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh petani jeruk yang berumur 19-60 tahun, yang melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. Jumlah sampel 120 orang dan pengambilan sampel secara purposive. Data diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner tertutup dan dianalisis dengan univariat, bivariat menggunakan uji chi square.

Dari hasil penelitian didapatkan proporsi prevalensi keracunan pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka 36,7%. Uji chi square menunjukkkan ada hubungan yang bermakna yaitu umur muda (RP=1,86; p=0,00) pendidikan rendah (RP=2,52; p=0,00), lama paparan ≤ 2 jam (RP 2,23; p=0,00), dan alat pelindung diri (APD) kurang baik (RP=1,69; p=0,03) terhadap kejadian keracunan pestisida.

Berdasarkan temuan diperlukan penyuluhan tentang dampak penggunaan dan pengelolaan pestisida terhadap risiko keracunan pestisida, perlunya memeriksakan darah bagi yang mengalami gejala keracunan serta kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo agar dapat meningkatkan pengetahuan petani tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

(18)

ABSTRACT

Pesticide is a chemical compund of toxic and harmful material . If it’s not carried out well, it can induce negative impacts for human health and the environtment. Prevalance proportion of pesticide poisoning on citrus farmers spray in Perteguhen village, Simpang Empat sub-district is 57.13% .

This research aims to know the factors related with the pesticides poisoning issues on citrus farmers spray in Cinta Rakyat village, Merdeka sub-district on 2010. This research is an analytic studies with cross-sectional design method. The populate is all of citrus farmers average ages 19-60 years. The sample is 120 person by using purpossive sampling by a direct interviewing using closed- questionnaires,univariate-bivariate data analysis , and chi-square test.

From the result, founded that prevalance proportion of pesticide poisoning in Cinta Rakyat village, Merdeka sub-district 36.7%. The result with chi-square test , find that a significant relationship association. They are, young age (RP=1.86; p=0.00); low education (RP= 2,52 ; p=0.00); duration of exposure ≤ 2 hours (RP= 2,23; p=0.00), wearing protective equipments and is not very good (RP=1,69; p=0.03) for pesticides poisoning event.

According to the findings, it’s nessacary to make a counseling about the impacts of using and managing pesticide against risk of pesticide poisoning, do blood-test for those got symptoms of poisoning. Hopely, Health Departement of Karo regency should increase farmers’ knowledge about the using wearing protective equipments.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi

kebutuhan tersebut pemerintah melakukan kebijakan intensifikasi pertanian dengan harapan agar peningkatan produksi buah dan sayur tidak mesti dibarengi dengan

pemanfaatan lahan pertanian.1

Pestisida yang merupakan salah satu hasil teknologi modern telah terbukti mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

Kenyataannya membukt ikan bahwa di beberapa negara yang sedang berkembang, produksi pertanian meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan

bahan-bahan beracun itu pada awalnya dianggap sebagai cara yang ampuh untuk mematikan unsur-unsur pengganggu tanaman pertanian, kemudian penyebaran racun ke tanaman pangan justru menimbulkan masalah baru yang lebih berat.2

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontak langsung terhadap pestisida, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut

dapat menimbulkan gejala sakit kepala, mual, muntah dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit dan kebutaan. Keracunan kronis tidak selalu mudah diprediksi dan dideteksi karena efeknya tidak segera dirasakan,

walaupun akhirnya juga menimbulkan gangguan kesehatan.3

Selama ini, penggunaan pestisida oleh petani bukan atas dasar keperluan

(20)

artinya ada atau tidak ada hama tanaman, racun berbahaya ini terus disemprotkan ke

tanaman, teknik penyemprotan yang kadang melawan arah angin menyebabkan petani memiliki kedudukan ganda yang di kenal sebagai pelaku dan penderita

keracunan pestisida. Sebagai pelaku karena sistem penggunaan yang tidak tepat sasaran, sehingga dapat menimbulkan bahaya terhadap orang lain. Sebagai penderita, petani akan mengalami ancaman keracunan akibat pekerjaannya.4

Menurut data World Health Organization (WHO) paling tidak 20.000 orang meninggal pertahun akibat keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja pada

sektor pertanian dan sekitar 5.000-10.000 orang pertahun mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit hepatitis. Berbagai jenis pestisida terakumulasi di tanah dan air yang berdampak buruk

terhadap keseluruhan ekosistem. Saat ini WHO memperkirakan pada tahun 2009 kematian akibat keracunan pestisida ada 5.000 kasus. Sebuah penelitian di India

memperkirakan lebih dari 1.000 orang pekerja di perkebunan telah terpapar pestisida dalam kurun waktu antara Agustus hingga Desember 2001 dengan CFR 50% sedangkan Di Kamboja, setidaknya 88% petani mengalami dampak akut keracunan

pestisida. Di China, antara 53.000 dan 123.000 orang keracunan pestisida setiap tahun.5,6

Di Indonesia banyak terjadi kasus keracunan antara lain di Kulon Progo Jawa Tengah (2008) 210 kasus keracunan dengan pemeriksaan fisik dan klinis, 50 orang diantaranya diperiksa laboratorium dengan hasil 15 orang (30%) keracunan.

(21)

masyarakat dan lingkungan terhadap dampak negatif akibat penggunaan pestisida,

perlu adanya upaya pengawasan pengamanan pestisida. Upaya pengamanan pestisida ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi dampak negatif penggunaan pestisida

terhadap kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan melalui usaha-usaha pengawasan terhadap penggunaan pestisida dan pengendalian terhadap pencemaran dan keracunan pestisida.7

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2001) bekerjasama dengan Asosiasi Industri Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI),

terjadi 50% kasus keracunan pada petani Brebes yang menggunakan pestisida, 71% petani dikota Metro Propinsi Lampung keracunan pestisida, 71,02% petani penyemprot di desa Sukamulya Lampung Selatan keracunan pestisida, 28,71% petani

bawang merah di desa Sisalam keracunan pestisida.

Menurut Laode (2001), keracunan pestisida tersebut disebabkan juga bahwa

petani tidak melindungi dirinya dengan masker maupun kaos tangan saat mencampur dan menyemprotkan cairan pestisidanya. Akibatnya, udara yang dihirup bersamaan saat menyemprot itu masuk ke dalam jaringan tubuh, terlebih saat bersamaan petani

menghisap rokok.8

Keracunan pestisida di Indonesia paling sering terjadi akibat percobaan bunuh

diri, sebagian kecil karena tidak sengaja (accidental). Penelitian-penelitian dari kasus-kasus yang dirawat dirumah sakit di kota-kota besar menunjukkan 8.554 kasus-kasus keracunan yang dirawat 2.394 di antaranya adalah keracunan pestisida.

(22)

rata-rata 34% (103 kasus) dari semua kasus keracunan yang masuk rumah sakit atau 6

dari 10.000 penderita yang dirawat di rumah sakit.9

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (1999), berdasarkan

pemeriksaan kolinestrase darah di Deliserdang pada 46 orang petani di ambil darahnya diketahui 67,4% keracunan dan 32,6% tidak keracunan pestisida. Di Kabupaten Karo pada 38 orang petani 73,6% keracunan 26,4% tidak keracunan,

Kabupaten Dairi pada 37 orang petani keracunan 48,8% tidak keracunan 51,2%, Kabupaten Labuhan Batu pada 40 orang petani keracunan 77,5% tidak keracunan

22,5%.

Kabupaten Karo yang dikenal sebagai daerah pertanian yang banyak menghasilkan tanaman buah dan sayur (hortikultura), dimana sebagian besar

penduduknya hidup dari bertani. Karena tergantung dari hasil pertanian, maka para petani bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang berlimpah. Mengetahui begitu

besar manfaat ekonomi yang bisa didapatkan dengan menggunakan pestisida, menyebabkan petani di kabupaten Karo memilih cara yang sama untuk meningkatkan produktifitas pertanian mereka.

Hasil pemeriksaan kolinestrase darah pada petani di 5 kecamatan Kabupaten Karo tahun 2007 dari 360 petani yang diperiksa proporsi keracunan sebesar 78,3%.

Dari 360 petani yang diperiksa, terdapat 112 orang (31,11%) petani wanita Usia Subur dengan Proporsi keracunan sebesar 25,27%.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kolinesterase di Kecamatan Simpang Empat

(23)

Salah satu penyebab penyakit kulit adalah paparan pestisida, lebih dari 90 %

kasus keracunan yang disebabkan oleh kontaminasi melalui kulit. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo (2002 dan 2003) penyakit kulit menempati urutan 9

dari 10 penyakit terbesar di Kabupaten Karo. Pada 2008 kecenderungan meningkat menjadi urutan ke delapan karena secara umum petani menggunakan pestisida, sehingga berpotensi terhadap terjadinya berbagai penyakit khususnya penyakit

kulit.10,11

Berdasarkan laporan camat bahwa di Kecamatan Merdeka salah satunya Desa

Cinta Rakyat petani penyemprot jeruk hampir semua menggunakan pestisida untuk meningkatkan hasil pertanian mereka, namun masih banyak diantara mereka ketika menyemprot tidak menggunakan alat pelindung diri. Sebagian tidak begitu

memahami tentang bahaya yang ditimbulkan pestisida tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka tahun 2010.

1.2Perumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten

Karo Tahun 2010.

(24)

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten

Karo Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui Proporsi Prevalens Keracunan Pestisida pada petani jeruk

di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010.

b. Untuk mengetahui hubungan faktor Intrinsik (Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan) dengan kejadian keracunan pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010.

c. Untuk mengetahui hubungan faktor Ekstrinsik (Lama paparan, Dosis

Pestisida, Personal Higiene, Pemakaian Alat pelindung Diri) dengan kejadian keracunan pestisida pada petani jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan

(25)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Dapat diketahui gambaran kejadian keracunan pestisida pada petani jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Desa Merdeka.

1.4.2 Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dalam program pencegahan keracunan pestisida.

1.4.3 Dapat menambah wawasan dan kesempatan penerapan ilmu yang telah

diperoleh selama perkuliahan di FKM-USU dan juga sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pestisida12

Menurut Depkes RI (1990) Kata Pestisida berasal dari rangkaian kata pest yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun

1973 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan berikut:

2.1.1 Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

2.1.2 Memberantas rerumputan.

2.1.3 Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.

2.1.4 Mengatur dan merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman

(tidak termasuk golongan pupuk).

2.1.5 Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak. 2.1.5 Memberantas atau mencegah hama-hama air.

2.1.6 Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan.

2.1.7 Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.

2.2 Klasifikasi Pestisida13,14,15

(27)

2.2.1 Berdasarkan atas sifat pestisida dapat digolongkan menjadi : bentuk padat,

bentuk cair, bentuk asap (aerosol), bentuk gas (fumigan).

2.2.2 Berdasarkan organ targetnya/sasrannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Insektisida berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga b. Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma

c. Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan

d. Algasida berfungsi untuk membunuh alga

e. Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat

f. Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu g. Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri h. Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput.

2.2.3 Berdasarkan Cara Kerja atau efek keracunannya dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Racun kontak adalah membunuh sasarannya bila pestisida mengenai kulit hewan sasarannya.

b. Racun perut adalah membunuh sasarannya bila pestisida tersebut termakan

oleh hewan yang bersangkutan.

c. Fumigan adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya melalui saluran

pernafasan.

d. Racun sistemik adalah pestisida dapat diisap oleh tanaman, tetapi tidak merugikan tanaman itu sendiri di dalam batas waktu tertentu dapat

(28)

2.2.4 Berdasarkan stuktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi: golongan

organoklorin, golongan organofhosfat, golongan karbamat, golongan piretroid. a. Golongan Organoklorin

Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari halogenated hydrocarbon, termasuk diantaranya dan terkenal sebagai penyebab masalah yaitu Polyclorinated biphenyls dan dioxin. Sebagai kelompok, insektisida organoklorin merupakan racun

terhadap susunan saraf (neurotoxins) yang merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia, menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

b. Golongan Organofosfat

Pestisida golongan organofosfat makin banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja golongan ini selektif, tidak

persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisten pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan juga racun pernapasan. Golongan organofosfat

bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Oleh karena itu, keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan secara

terus- menerus pada saraf. Keracunan ini dapat terjadi melalui mulut, inhalasi dan kulit.

c. Golongan Carbamat

Menurut Sartono (2002) pestisida golongan carbamat merupakan racun

(29)

yang di sebabkan oleh golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan

organofosfat, tetapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten.

d. Golongan Piretroid

Insektisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari piretrum yang menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap serangga dan pada umumnya

toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat toksik terhadap ikan, tawon madu

dan serangga berguna lainnya. Bekerjanya terutama secara kontak dan tidak sistemik.

2.3 Patofisiologi17,18

Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara kulit, Pertama absorpsi

melalui kulit berlangsung terus selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan

(30)

Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja sebagai berikut:

2.3.1 Mempengaruhi kerja enzim/hormon. Enzim dan hormon terdiri dari protein komplek yang dalam kerjanya perlu adanya activator atau cofaktor yang

biasanya berupa vitamin. Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja atau langsung non aktif. Pestisida masuk dan berinteraksi dengan sel sehingga akan

menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO menghambat haemoglobin dalam mengikat atau membawa oksigen.

2.3.2 Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotine. Ini akan menimbulkan reaksi alergi, juga kadang-kadang akan terjadi senyawa baru yang lebih beracun.

2.3.3 Fungsi detoksikasi hati (hepar). Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati oleh fungsi hati (hepar).

(31)

2.4 Keracunan Pestisida dan Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia9,16 2.4.1 Keracunan Pestisida

Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh

manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.

Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung

sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare.

b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit

bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan.

c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit,

kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.

Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan

(32)

a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida

yang belum di encerkan).

b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.

c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida. d. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan

kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat

mencampur, kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.

2.4.2 Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran

pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).

a. Kontaminasi Melalui Kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit bias meresap masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan

kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Risiko bahaya karena kontaminasi lewat kulit dipengaruhi

(33)

a.1 Toksitas dermal (dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan maka makin rendah

angka LD 50 makin berbahaya.

a.2 Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat pestisida

maka semakin besar bahayanya.

a.3 Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi butiran.

a.4 Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida

dari pada kulit telapak tangan.

a.5 Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar risikonya.

a.6 Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.

Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:

a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet

atau drift pestisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

b. Pencampuran pestisida c. Mencuci alat-alat pestisida.

b. Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation)

(34)

sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru,

sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga

dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida.

Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat

berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin

tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

a. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara

b. Lamanya paparan

c. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan

tertutup atau yang ventilasinya buruk.

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya

fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi. c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan)

(35)

Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan

dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:

c.1 Kasus bunuh diri.

c.2 Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

c.3 Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan

yang terkontaminasi pestisida.

c.4 Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

c.5 Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil.

c.6 Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau

disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.

c.7 Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil.

2.5 Gejala Keracunan Pestisida9

Gejala keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat dan

karbamat tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti: pusing, mual, dan lemah. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50 % dari normal atau lebih rendah.

(36)
[image:36.612.109.571.105.377.2]

Tabel 2.1

Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan keracunan Dan Prognosisnya

Aktivitas Kolinesterase (%)

Tingkatan Keracunan

Gejala Kelinis Prognosis

50-75 Ringan Lemah, sakit kepala, pening,

mau muntah, berliur banyak, mata berair, miosis, detak jantung cepat.

Sadar dalam waktu 1-3 hari

25-50 Sedang Lelah mendadak, penglihatan, berliur banyak , berkeringat, muntah diare, sukar bernafas, hipertonia, tremor pada tangan dan kepala, miosis, nyeri dada, sianosis pada membran mucosa

Sadar dalam waktu 1-2 Minggu

0-25 Berat Tremor mendadak,

kejang-kejang, otot tidak dapat digerakkan, intensif sianosis, pembengkakan paru, koma.

Kematian karena gagal pernafasan dan gagal jantung

(Sumber: Munaf, 1997)

2.6 Diagnosis Keracunan Pestisida

Diagnosa keracunan pestisida yang tepat harus dilakukan lewat proses medis

baku, kebanyakan harus dilakukan di laboratorium. Namun jika seseorang yang mula-mula sehat kemudian selama atau setelah bekerja dengan pestisida merasakan salah satu atau beberapa gejala keracunan pestisida diduga telah keracunan pestisida. Untuk

pestisida yang bekerja dengan menghambat enzim cholinesterase (misalnya pestisida dari kelompok organofosfat dan carbamat), diagnosa gejala keracunan biasa

(37)

Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika

aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita

menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida.3

2.7 Epidemiologi Keracunan Pestisida

2.7.1 Distribusi dan Frekuensi Keracunan Pestisida

Epidemiologi keracunan Pestisida yaitu mempelajari frekue nsi, distribusi keracunan Pestisida dan determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Dalam distribusi keracunan Pestisida dapat dilihat berdasarkan 3 variabel yaitu variabel orang (Person), variabel Tempat (Place), dan variabel waktu (Time). 19

a. Menurut Orang (Person)

Keracunan akibat pestisida sudah menjadi masalah seluruh dunia, dengan estimasi jumlah kasus per tahun sebesar 1-3 juta. Angka kematian beragam mulai dari

1% sampai 9% kasus yang datang berobat, dan bergantung pada ketersediaan antidot serta mutu layanan medis yang diberikan. Keracunan yang disengaja (terutama untuk upaya percobaan bunuh diri atau berhasil bunuh diri), proporsinya dalam kasus

keracunan pestisida cukup besar di Negara tertentu. Pestisida mudah didapat di rumah tangga sehingga menjadikannya sebagai “metode kesukaan/pilihan” mereka yang

berniat bunuh diri.

Mayoritas kasus keracunan pestisida yang tidak disengaja terjadi di kalangan petani dan keluarga mereka. Paparan terjadi terutama selama pencampuran atau

(38)

pengemasan, dan pendistribusian pestisida. efek akutnya yang berkaitan dengan

paparan okupasional terhadap pestisida antara sensasi terbakar di mata yang terkena semprotan zat kimia, kerusakan kulit, efek neurologis, dan efek pada hati. Paparan

kronis diduga menyebabkan masalah reproduksi dan memperbesar risiko terkena kanker, mengalami efek neurologis dan psikologis serta efek pada fungsi imun.

Banyak kasus keracunan pestisida yang terjadi pada anak-anak karena mereka

berhasil menjangkau pestisida yang kemasannya terbuka yang disimpan di rumah. Kejadian keracunan massal akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi

pestisida juga pernah terjadi dan menyebabkan banyak kematian.18

Berdasarkan hasil monitoring Departemen Kesehatan Republik Indonesia, proporsi keracunan pestisida berdasarkan kholinestrase darah tahun 1990 dengan

tingkat keracunan berat 0,16%, sedang 3,32%, ringan 38,35% dan normal 58,17%. Tingkat keracunan pestisida pada petani berdasarkan hasil pemeriksaan kolinestrase

darah pada tahun 1991 dengan proporsi keracunan berat 0,39%, sedang 10,64%, ringan 38,32%, dan keracunan normal 50,65%.20

b. Menurut Tempat (Place)

Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di negara maju maupun Negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperkirakan ada 1,5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada sektor pertanian. Sebagian besar kasus terjadi di Negara berkembang, yang 20.000 kasus diantaranya berakibat fatal.21

(39)

Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan pestisida di Indonesia

secara akurat, sangat sulit. Karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara sistematik dan periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi

pembangunan kesehatan, sistem pelaporan sama sekali tidak berjalan, sehingga sulit mengetahui kondisi kesehatan nasional termasuk gambaran keracunan pestisida. Namun demikian, dengan menggunakan gambaran piramida dapat diketahui

gambaran dampak (actual hazards) penggunaan pestisid sebagai berikut: pada tahun 1976 diperoleh 105 CFR 7,6%, tahun 1983 CFR 20-50%.22

2.7.2 Determinan Keracunan Pestisida a. Faktor Agent (Penyebab)

Proses terjadinya keracunan pestisida disebabkan adanya interaksi antara

agent kimia atau Chemical Agent, manusia sebagai host dan faktor lingkungan yang mendukung (environment). Agent kimia (Chemical Agent) dihasilkan oleh aktifitas

manusia dan mempunyai berbagai efek pada kesehatan. Paparan oleh factor lingkungan akan mengenai manusia (Host) yang peka atau kebal terhadap paparan dan akan memberikan suatu perubahan fungsi atau menyebabkan perubahan

prepatologik.19

Menurut Achmadi (1983) ada beberapa Faktor yang mempengaruhi

Keracunan pestisida antara lain:

b. Faktor Intrinsik (Penderita) b.1 Umur

(40)

dengan organofosfat. Usia di bawah 20 tahun dapat merupakan kontra indikasi bagi

pekerja dengan organofosfat karena menurunkan aktivitas kolinestrase sehingga memperberat keracunan yang terjadi. 22

b.2 Jenis Kelamin

Menurut Gallo dan Lawryk (1999) dari beberapa penelitian yang telah dilakukan aktivitas kolinestrase secara signifikan lebih tinggi pada pria di bandingkan

dengan wanita. Aktivitas kolinestrase pada pria dan wanita dalam butir darah merah bervariasi (13,50%-15,60%) dan plasma darah (14,7%-26,80%) dengan

menggunakan metode manometri. Pekerja wanita yang berhubungan dengan organofhosfat terutama dalam keadaan hamil akan mempunyai aktivitas kolinestrase yang lebih rendah. Beberapa penelitian menemukan hubungan pestisida sebagai

pencetus timbulnya kanker, tingkat kesuburan menurun dan gangguan dari terhadap sistem kekebalan tubuh.23

b.3 Pendidikan

Permasalahan penggunaan pestisida menurut Achmadi (1983) bertumpu pada dua hal yaitu kuantitas jumlah petani yang sangat besar dan secara kualitas kurang

memadai karena faktor pendidikan yang umumnya rendah sehingga tidak jarang petani tidak membaca petunjuk pengunaan pestisida. Selain itu kurang

disosialisasikan penggunaan pestisida yang benar, sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap dampak pestisida masih sangat rendah.

c. Faktor Ekstrinsik

(41)

Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan

yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar

berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik. Telah dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat menyebabkan kanker seperti non Hodgkin's lymphoma.23

c.2 Dosis Pestisida

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida umtuk menyemprot petani

hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Dosis

adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk menegendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan satu kali aplikasi atau lebih.24

Dosis pestisida ditentukan oleh produsen atau lembaga penelitian yang berwenang setelah melalui penelitian yang mendalam dan harus ditaati oleh pengguna

pestisida. namun kenyataanya di lapangan, dosis biasa disesuaikan menurut keadaan. Dosis aplikasi umumnya diberi dalam satu kisaran (range) yaitu 1-1,5 liter/ha dan konsentrasinya 1,5-2 ml/liter air.

(42)

mendapatkan hasil yang cepat dalam memberantas dan pertumbuhan tanaman,

sehingga melakukan peracikan dengan menambahkan dosis yang telah ditetapkan. Penambahan dosis menjadi lebih pekat jika terhirup melalui inhalasi dapat beresiko

terhadap kesehatan dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan seperti tanah dan air.25

c.3 Kebersihan Perorangan (Personal Higiene)

Kebersihan perorangan (Personal higiene) ditujukan untuk menjaga kebersihan badan dan mencegah material berbahaya menempel untuk waktu yang

lama dan diserap oleh kulit. Sama bahayanya dengan menghisap atau memakan bahan kimia dalam jumlah kecil yang dapat menggangu kesehatan.26

c.4 Alat Pelindung Diri (APD)

Pada petani membasmi hama melalui penyemprotan dengan pestisida, tetapi pelaksanaan penyemprotan tidak dilaksanakan menurut ketentuan atau petunjuk,

artinya sewaktu menyemprot tidak memakai pengaman secara sempurna seperti masker, topi, sepatu khusus, mantel, sarung tangan, sehingga dapat menyebabkan keracunan pestisida dalam halnya petani.26

Berdasarkan hasil penelitian Silaban di Kabupaten Simalungun (2005) dengan desain kasus control, berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukkan ada

hubungan antara pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) terhadap keracunan pestisida (p=0,000, OR=5,3) artinya bahwa petani yang mengalami keracunan pestisida kemungkinan 5,3 kali tidak memakai APD dibandingkan dengan petani yang tidak

(43)

2.8 Pencegahan Keracunan Pestisida1,12

2.8.1 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)

Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida

seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan

kesehatan, orang yang berhubungan dengan pestisida harus dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Memilih Pestisida

Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan pestisida. Formulasi pestisida yang bagainana yang harus kita pilih,

apakah cairan, butiran, atau bentuk lainnya. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran paling sedikit kemungkinannya untuk melayang.

Pestisida yang berbentuk cairan, bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan pestisida berbentuk tepung.

Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah

alat yang akan digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut. Bila kita memiliki alat penyemprot tentunya kita lebih tepat menggunakan pestisida berbentuk cairan

Emulsible Concentrate (EC), Wettable Powder (WP), atau Soluble Powder (SP).

Apabila tidak ada alat sama sekali, kita pilih pestisida yang berbentuk butiran. b. Alat Yang Digunakan dalam Aplikasi Pestisida

(44)

untuk menyebarkan tidak membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat

lainnya yang bisa digunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarung tangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan

Emulsible Concentrate (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan Wettable Powder

(WP) atau Soluble Powder (SP) memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkan. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus.

Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang.

Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan

alat penyemprot ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif.

c. Teknik dan Cara Aplikasi

Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh pengguna pestisida, terutama untuk menghindarkan bahaya pemaparan pestisida terhadap tubunya, orang

lain dan lingkungannya. Ada beberapa petunjuk dan teknik serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah yaitu:

(45)

c.2 Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad

sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan pestisida dalam label pada wadah pestisida.

c.3 Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas, jangan membeli dan menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing.

c.4 Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida itu.

c.5 Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruangan dalam ventilasi baik.

c.6 Pakailah sarung tangan dan gunakanlah wadah, alat pengaduk dan alat

penakar khusus untuk pestisida.

c.7 Gunakanlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan

menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang karena dapat mengurangi keefektifannya.

c.8 Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan baik,

bersih dan tidak bocor.

c.9 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata,

mulut dan pakaian.

c.10 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan perban. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit yang

(46)

c.11 Selama menyemprot pakailah alat pengaman, berupa masker penutup hidung

dan mulut, sarung tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang. c.12 Jangan menyemprot melawanan dengan arah angin.

c.13 Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11 WIB atau sore hari pukul 15-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore mengakibatkan

pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.

c.14 Peyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian yang digunakan segera dicuci.

c.15 Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.

c.16 Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.

d. Tempat menyimpan Pestisida

Tempat menyimpan pestisida biasa berupa almari atau peti khusus atau biasa juga ruangan khusus yang tidak mudah dijangkau anak-anak atau hewan piaraan. Bila

perlu tempat penyimpanan ini dikunci kemudian letakkan tempat penyimpanan ini jauh dari tempat bahan makanan, minuman, dan sumber api. Peletakan pestisida tidak

dianjurkan di gudang bahan makanan.

Usahakan tempat pestisida mempunyai ventilasi yang cukup, tidak terkena matahari langsung, dan tidak terkena air hujan agar pestisida tidak rusak.

(47)

Pestisida harus tetap tersimpan dalam wadah atau bungkus aslinya yang

memuat label atau keterangan mengenai penggunaannya. Dengan demikian bila ata keracunan akan digunakan lagi petujukya masih jelas. Wadah tidak bocor dan

tertutup rapat. Bila terkena uap air atau zat asam, pestisida bias rusak dan tidak efektif lagi. Pindahkan isi bila wadah bocor ke tempat yang merek dagangnya sama dengan petunjuk yang masih jelas. Bila tidak ada, pindahkan ke tempat lain yang tertutup

rapat dengan menuliskan keterangan mengenai merek dagangnya, bahan aktifnya, kegunaannya, dan cara penggunaanya. Wadah pestisida yang sudah tidak berguna

dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain atau dengan cara mengubur wadah tersebut jauh dari sumber air.

2.8.2 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)28,29

Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang

disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:

a. Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun

terlelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot:

pralidoxime(Contrathion). Pengobatan keracunan organofosfat harus cepat

dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya

(48)

dan bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala

segera timbul. Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai

140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan

pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain. b. Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi

dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain.

2.8.3 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:

1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan

pakaian korban dan cuci/mandikan korban.

2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu

untuk menolong korban.

3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi

tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida.

4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida

(49)

2.9 Landasan Teori

Secara epidemiologis, keracunan pestisida ditentukan oleh adanya agen dan faktor risiko yang memungkinkan adanya mekanisme hubungan antara agen dengan

host yaitu manusia, sehingga terjadi keracunan pestisida. Adanya pestisida yang menjadi agen, adanya manusia sebagai host serta faktor resiko yang mempengaruhi penjamu. Menurut Notoadmojo (2005), faktor risiko dikelompokkan menjadi dua

yaitu faktor risiko intrinsik (umur, jenis kelamin, faktor nutirisi, bentuk anatomis tubuh) dan faktor risiko ekstrinsik ( dosis, personal higiene, penggunaan alat

pelindung diri).

Terjadinya keracunan pestisida pada petani dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik petani dalam melakukan pengelolaan pestisida dan tindakan

(50)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Intrinsik

Umur

[image:50.612.108.528.169.424.2]

Jenis Kelamin Pendidikan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kejadian Keracunan Pestisida

Faktor Ekstrinsik

Lama paparan Dosis Pestisida Personal Higiene

(51)

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Kejadian Keracunan Pestisida

Kejadian keracunan pestisida pada petani adalah masuknya atau kontak yang berlebihan dengan pestisida dan di tandai dengan gejala-gejala yang khas pada

petani selama menggunakan pestisida, dapat dikategorikan atas:

1. Keracunan Pestisida (sesak nafas, keringat berlebih, mual, muntah, mata berair dan pusing) pada saat proses penyemprotan (mencampur pestisida dan menyemprot tanaman) 1 tahun terakhir.

2. Tidak Keracunan Pestisida ( apabila tidak terdapat salah satu tanda-tanda diatas)

3.2.2 Responden adalah Petani jeruk yang melakukan penyemprotan dan pada saat

kontak dengan pestisida yang berdomisili di desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Tahun 2010.

Umur petani adalah usia petani dikategorikan rumus Sturges. Untuk asalisa statistik umur di kategorikan menjadi dua yaitu:

1. Umur Muda (18-36) 2. Umur Tua (37-65)

3.2.3 Jenis Kelamin adalah jenis kelamin petani yang merupakan objek penelitian, dikategorikan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4 Pendidikan petani adalah tingkat pendidikan formal terakhir petani, dibedakan atas :

1. Tidak tamat SD 2. SD

3. SMP 4. SMA

(52)

Untuk analisa statistik, pendidikan dikategorikan menjadi :

1. Pendidikan Rendah, jika pendidikan responden tidak sekolah, SD dan SMP

2. Pendidikan Tinggi, Pendidikan responden SMA, Akademi/Perguruan Tinggi, dll.

2.2.5 Lama Pemaparan adalah lamanya petani kontak dengan pestisida sewaktu menyemprot tanaman dalam satu hari. Untuk analisa data dikategorikan

menjadi: 1. ≤ 2 jam 2. > 2 jam

3.2.5 Dosis adalah Jumlah pestisida dalam gram/cc yang dicampur dalam air dikategorikan menjadi :

1. Kurang baik ( apabila skor ≤ 44% - 74% bila nilai <4-8) 2. Baik (apabila skor >75% bila nilai 9-12)

3.2.6 Personal Higiene adalah kebiasaan mandi dengan menggunakan sabun yang dilakukan oleh petani setelah menyemprot pestisida dapat dikategorikan

menjadi :

1. Kurang Baik (apabila skor ≤ 44%- 74% bila nilai < 12-20) 2. Baik (apabila skor >75% bila nilai 21-28)

3.2.7 Alat Pelindung Diri merupakan pemakaian peralatan atau pakaian sebagai

pencegah kontak langsung antara pestisida dengan bagian tubuh yaitu masker, baju/celana panjang, topi, sarung tangan, kaca mata, dan sepatu bot, di

kategorikan sebagai berikut :

(53)

3.3 Aspek Pengukuran

No Variabel Cara dan Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur

1 Kejadian Keracunan Pestisida

Wawancara (Kuesioner)

1. Keracunan Pestisida (sesak nafas, keringat berlebih, mual, muntah, mata berair, pusing)

2. Tidak Keracunan Pestisida (apabila tidak terdapat salah satu tanda-tanda diatas)

Nominal

2 Umur petani Wawancara (Kuesioner)

1. Umur Muda (18-36) 2. Umur Tua (37-65)

Ordinal

3 Jenis Kelamin Wawancara (Kuesioner) 1. Laki-laki 2. Perempuan Nominal

4 Pendidikan petani

Wawancara (Kuesioner)

1. Pendidikan rendah, jika pendidikan responden tidak sekolah, SD dan SMP

2. Pendidikan Tinggi Akademi/Perguruan Tinggi dll.

Ordinal

5 Lama

Pemaparan

Wawancara ( Kuesioner)

1. ≤ 2 jam 2. > 2 jam

Ordinal

6 Dosis Pestisida

Wawancara (Kuesioner)

1. Kurang baik (apabila skor

≤ 44%-74% bila nilai<4-8)

2. Baik (apabila skor >75% bila nilai 9-12)

(54)

7 Personal Higiene

Wawancara (Kuesioner)

1. Kurang Baik (apabila skor

≤44% - 74% bila nilai < 12-20)

2. Baik (apabila skor >75% bila nilai 21-28)

Ordinal

8 Alat Pelindung Diri

Wawancara (Kuesioner)

1. Kurang baik (apabila skor 44% -74% bila nilai < 4-8) 2. Baik (apabila skor >75%

bila nilai 9-12)

Ordinal

(55)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, dengan menggunakan desain cross sectional.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka. Pemilihan

lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dari ke Sembilan desa yang ada di kecamatan merdeka, Desa Cinta Rakyat merupakan desa yang padat penduduknya. Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan kabupaten karo bahwa desa

cinta rakyat sangat tinggi dalam penggunaan pestisida dan belum pernah diadakan penelitian terhadap faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida di

desa Cinta Rakyat kecamatan Merdeka.

4.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan November 2010 sampai dengan

(56)

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani buah jeruk yang berumur 19-60 tahun dan yang melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka.

4.3.2 Sampel31

Sampel pada penelitian ini adalah orang yang sering melakukan penyemprot

jeruk di dalam satu rumah tangga yang ada di lingkungan I Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010.

Rumus ukuran sampel minimal untuk menaksir proporsi populasi adalah

sebagai berikut :

Keterangan :

n : besar sampel minimal

p : Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada populasi = 0,57 d : tingkat ketetapan absolut (Presisi) = 0,10

z : standar deviasi normal sesuai dengan derajat kamaknaan 95% = 1,96 CI : tingkat kepercayaan (95%)

Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel minimal adalah :

n= 95

Untuk mengantisipasi adanya kekurangan sampel maka besar sampel ditambah 10%

dari minimal sampel sehingga besar sampel (n)= 95+10, n = 105 orang.

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka terdiri dari 3 lingkungan, lingkungan I, II, III dan yang paling banyak lingkungan I sebanyak 120 Rumah Tangga. Metode

(57)

homogen dengan lingkungan lain. Setiap rumah tangga diambil 1 orang yang paling

sering melakukan penyemprotan. Berdasarkan pertimbangan diatas maka lingkungan tersebut memiliki penyemprot jeruk dan memenuhi besar sampel minimal yang

dibutuhkan. Penduduk di lingkungan I mempunyai karakteristik yang sama dengan penduduk lainnya.

4.5 Metode Pengumpulan Data 4.5.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung

dengan petani penyemprot jeruk mengenai kejadian keracunan selama satu tahun terakhir dengan menggunakan kuesioner tertutup yang telah dipersiapkan sebelumnya meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan dan dosis pestisida, lama paparan, personal

higiene, penggunaan alat pelindung diri (APD).

4.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber data demografi desa, profil kecamatan

dan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo tentang kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot jeruk.

4.6 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan computer yaitu program SPSS (Statistical Product and Service Solution) agar analisis

(58)

tahapan yaitu editing, coding, entry data dan cleaning. Jenis analisis yang dilakukan

sebagai berikut:

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengtahui hubungan variabel-variabel indepeden dengan variabel dependen yaitu dengan menggunakan Chi-Square. Dari

hasil analisis akan diketahui variabel independen manakah yang berhubungan bermakna secara statistik dengan variabel dependen. Dari hasil uji statistik akan diketahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti dengan

(59)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Geografis

Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka berada di dataran tinggi tanah karo dengan jarak kurang lebih 10 km dari kota pariwisata Berastagi, 20 km Dari Kota

Kabanjahe sebagai ibukota kabupaten dan 97 km dari Medan Ibukota Provinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 590 Ha dan mempunyai 4 lingkungan. Desa

Cinta Rakyat berada pada ketinggian rata-rata 1300-1600 m diatas permukaan laut dengan temperature 16 -1 dengan kelembaban 88,47%. Desa Cinta Rakyat

mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Raya Bukit Barisan b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kurbakti

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Merdeka

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ujung Teran

5.1.2 Demografi

Jumlah penduduk di Desa Cinta Rakyat sebanyak 2.677 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.337 (49.94% )jiwa dan perempuan 1.340 jiwa (50.0%). Desa Cinta Rakyat merupakan Desa yang memiliki penduduk yang heterogen yang majemuk

dari suku dan agama. Suku yang terdapat di Desa Cinta Rakyat adalah Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun dan Jawa.

(60)

kegiatan gotong-royong dan kegiatan peradatan dalam acara pernikahan maupun

meninggal yang terjadi dilingkungan Desa Cinta Rakyat.

Berdasarkan data kependudukan Kecamata Merdeka dapat dikelompokkan

[image:60.612.111.527.196.474.2]

kedalam beberapa bagian seperti uraian sebagai berikut

Tabel 5.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Merdeka Tahun 2008

No Kelompok Umur

Jenis Kelamin f %

Laki-Laki Perempuan

1 0-4 748 701 1.449 11,31

2 5-9 714 657 1.371 10,70

3 10-14 712 665 1.377 10,75

4 15-19 643 613 1.256 9,80

5 20-24 515 538 1.053 8,22

6 25-29

Gambar

Tabel 2.1 Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan keracunan Dan Prognosisnya
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Merdeka Tahun 2008
Tabel 5.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sarana dan prasarana yang dibutuhkan antara lain: penyediaan ruang, peralatan, perangkat lunak, kualifikasi arsip dan kualifikasi sumber daya manusia

4 Effektivitas Ekstrak Etanol Daun Buas buas ( Premna pubescens .Blumue) Terhadap Limfosit Pada Tikus Putih ( Rattus norvegicus. Blume and Centella asiatica Extracts

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui perbedaan kemampuan ekstrak daun Vernonia Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui perbedaan kemampuan ekstrak daun Vernonia amygdalina dan

Pengaruh prostaglandin F2α dan Gonadotropin Terhadap aktivitas estrus dan superovulasi dalam rangkaian kegiatan transfer embrio pada Sapi Fries Holland, Bali dan Peranakan

Pada makalah ini akan diuraikan hasil kegiatan modifikasi sistem kontrol panel listrik sistem WWL kolam reaktor RSG-GAS sehingga meliputi mode operasi heater WWL bekerja

Pengaruh Berbagai Konsentrasi Jenis Dekok Organ Pepaya (Carica papaya) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F) Hama Tanaman Jagung (Zea mays) Sebagai

C. Rasional Kegiatan : Usaha SMARTPLUG yang akan kami dirikan adalah jenis usaha yang bisa di bilang baru dan belum ada dipasaran luas. Dimana usaha kami ini mengacu pada beberapa

Kelahiran seorang bayi ditengah-tengah keluarga kita adalah sebuah anugrah tiada terkira. Allah Ta’ala telah menganugrahkan nikmat-Nya kepada kita, sekaligus