S K R I P S I
ANALISA PENERAPAN DAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
AL WASHLIYAH MEDAN
OLEH :
YUSNENI AFRITA NASUTION 080522050
PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: ”Analisa Penerapan
dan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Al Wasliyah Medan”, adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum
pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan
skripsi program reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan
dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 7 Maret 2011
Yang membuat pernyataan
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisa Penerapan dan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Medan”. Serta Shalawat dan salam
kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Dalam berbagai bentuk, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum
sempurna, hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu
pengetahuan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna mencapai kesempurnaan tulisan ini pada masa mendatang.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan moril
baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Firman Syarif M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi S-1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak selaku Sekretaris Program
Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs.Hotmal Jafar, MM, Ak. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran,
dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya
skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sucipto, MM, Ak, selaku dosen pembanding I dan Ibu
Dra. Salbiah, M. Si., selaku dosen pembanding II yang telah memberikan
5. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs.H.M.Yunan Nst
dan Ibunda Hj.Farida Nst, yang telah mengasuh, mendidik, dan memberikan
nasihat serta motivasi baik moril maupun materi sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Dan juga teristimewa untuk Yusrianda Nst, Yulfan Diniary Nst, SE,
Rizka Khairani Hrp abang dan adik tersayang, terimakasih untuk
dukungan dan doa nya.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini berguna bagi kita
semua, dan kiranya Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kita semua.
Medan, 7 Maret 2011
Penulis,
ABSTRAK
Sebagai lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang jasa perbankan syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah harus berpedoman pada PSAK No.105 yang mengatur tentang tata cara akuntansi mudharabah. Bank syariah menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) dengan para pemegang rekening investasi (deposan/penabung) dalam penghimpunan dana dan bisa juga melaksanakan pemberian pembiayaan mudharabah, dimana dalam perlakuan akuntansinya sangat berbeda. Perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah telah sesuai dengan PSAK No.105.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan data statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengklasifikasikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Teknik pengumpulan data menggunakan lembaran observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan.
Dari data yang diperoleh dan hasil data yang dilakukan penelitian terhadap observasi yang dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah bahwa penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah sesuai dengan PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah yang menyatakan bahwa pendapatan bagi hasil diakui pada saat pembayarn kas.
ABSTRACT
As a financial institution which is engaged in Islamic banking, Rural Banks (RB) Sharia Al Washliyah be guided by SFAS No. 105 which regulates
the accounting procedures mudaraba. Islamic banks use the principle of mudaraba (profit sharing) with the investment account holders (depositors/savers) in raising funds and can also carry out the provision of financing, which in very different accounting treatment. The accounting treatment relating to the transactions of financing has been provided for in SFAS No. 105 on accounting mudaraba. This study aims to determine whether the application of accounting and financing is in the Rural Bank (RB) Sharia in accordance with SFAS No. 105.
In this study, the authors analyzed the data with descriptive statistics are statistics used to analyze data in ways to classify or describe the data already collected as it is without any intention to make conclusions or generalizations apply to the public. Data collection technique used observation sheets, interviews, documentation, and literature.
From the data obtained and the data that an examination of the observations made at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah that the implementation of financing and accounting at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah accordance with SFAS No. 105 regarding the accounting mudharabah states that revenue sharing is recognized when cash payments.
DAFTAR TABEL
No. J u d u l Halaman Tabel 1 : Daftar Tabel Contoh Perhitungan Pendapatan Bagi Hasil ... 16
DAFTAR GAMBAR
No. J u d u l Halaman 2.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
Lampiran 1 Laporan Laba/Rugi 2010
Lampiran 2 Neraca Tahun 2010
Lampiran 3 Surat Izin Riset di PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
a. Tujuan Penelitian ... 5
b. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Tinjauan Teoritis ... 7
2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105
Akuntansi Mudharabah ... 13
3. Pengertian dan Prinsip Bagi Hasil ... 14
A. Pengertian Bagi Hasil ... 14
B. Prinsip Bagi Hasil ... 15
4. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil ... 16
5. Penerapan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah ... 18
6. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah ... 24
6.1. Perlakuan Akuntansi untuk Pembiayaan Mudhrabah ... 24
6.2. Pengakuan Pembiayan Mudharabah ... 25
6.3. Pengukuran Pembiayaan Mudharabah ... 27
6.4. Pengakuan Kerugian Mudharabah ... 29
6.5. Penyajian dan Pengungkapan Mudharabah ... 32
6.6. Mudharabah dalam aplikasi perbankan islam ... 33
6.7. Perbedaan sistem Mudharabah dengan Riba ... 38
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 39
BAB III : METODE PENELITIAN ... 41
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 41
B. Jenis dan Sumber Data ... 41
C. Teknik Pengumpulan Data ... 42
D. Pengolahan Data ... 42
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
A. HASIL PENELITIAN ... 44
1. Sejarah Perusahaan ... 44
2. Struktur Organisasi ... 46
3. Pendapatan (Bagi Hasil) Pembiayaan Mudharabah ... 52
4. Perhitungan Pendapatan (Bagi Hasil) Pembiayaan – Mudharabah dan Pencatatannya ... 56
B. PEMBAHASAN ... 65
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
ABSTRAK
Sebagai lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang jasa perbankan syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah harus berpedoman pada PSAK No.105 yang mengatur tentang tata cara akuntansi mudharabah. Bank syariah menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) dengan para pemegang rekening investasi (deposan/penabung) dalam penghimpunan dana dan bisa juga melaksanakan pemberian pembiayaan mudharabah, dimana dalam perlakuan akuntansinya sangat berbeda. Perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah telah sesuai dengan PSAK No.105.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan data statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengklasifikasikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Teknik pengumpulan data menggunakan lembaran observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan.
Dari data yang diperoleh dan hasil data yang dilakukan penelitian terhadap observasi yang dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah bahwa penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah sesuai dengan PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah yang menyatakan bahwa pendapatan bagi hasil diakui pada saat pembayarn kas.
ABSTRACT
As a financial institution which is engaged in Islamic banking, Rural Banks (RB) Sharia Al Washliyah be guided by SFAS No. 105 which regulates
the accounting procedures mudaraba. Islamic banks use the principle of mudaraba (profit sharing) with the investment account holders (depositors/savers) in raising funds and can also carry out the provision of financing, which in very different accounting treatment. The accounting treatment relating to the transactions of financing has been provided for in SFAS No. 105 on accounting mudaraba. This study aims to determine whether the application of accounting and financing is in the Rural Bank (RB) Sharia in accordance with SFAS No. 105.
In this study, the authors analyzed the data with descriptive statistics are statistics used to analyze data in ways to classify or describe the data already collected as it is without any intention to make conclusions or generalizations apply to the public. Data collection technique used observation sheets, interviews, documentation, and literature.
From the data obtained and the data that an examination of the observations made at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah that the implementation of financing and accounting at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah accordance with SFAS No. 105 regarding the accounting mudharabah states that revenue sharing is recognized when cash payments.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank syari’ah atau biasa disebut Islamic Banking, berbeda dengan
bank konvensional. Perbedaan utamanya terletak pada landasan operasi yang
digunakan. Bank Konvensional beroperasi berlandaskan bunga, bank syari’ah
beroperasi berlandaskan bagi hasil, ditambah jual beli dan sewa. Hal ini
didasarkan pada keyakinan bahwa bunga mengadung unsur riba yang dilarang
oleh agama islam. Menurut pandangan islam, didalam sistem bunga terdapat
unsur ketidakadilan karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk
membayar lebih daripada yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah
peminjam dan yang meminjamkan berbagi dalam risiko dan keuntungan
dengan pembagian sesuai kesepakatan. Dalam hal ini tidak ada pihak yang
dirugikan oleh pihak lain.
Bank syari’ah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syari’ah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah.
Secara perlahan bank syariah mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang mengkehendaki layanan jasa perbankan yang sesuai dengan
pelarangan praktik riba, ketidakjelasan, dan pelanggaran prinsip keadilan
dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran pembiayaan dan investasi pada
kegiatan usaha yang etis dan halal secara syariah.
Hadirnya bank syariah sebagai organisasi yang relatif baru
menimbulkan tantangan besar para pakar syariah Islam dan akuntansi harus
mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang
berbeda dengan standar akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal
selama ini. Standar Akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank syariah
dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga seperti lazimnya, harus
dapat menyajikan informasi yang cukup dapat dipercaya dan relevan bagi para
penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam.
Penyajian informasi semacam itu penting bagi proses pengambilan
keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan bank syariah.
Lebih dari itu akan memiliki dampak positif terhadap distribusi
sumber-sumber ekonomi untuk kepentingan masyarakat. Hal ini karena prinsip-prinsip
syariah Islam memberikan keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat. Dengan demikian akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga keuangan bersangkutan. Di antara sumber-sumber informasi yang
penting adalah laporan keuangan dari bank syariah yang disiapkan sesuai
dengan standar yang dapat diterapkan pada bank syariah.
Bank Syariah penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan tidak
membedakan nama produk tetapi melihat pada prinsip yaitu prinsip wadiah
prinsip yang dipergunakan atas produk tersebut, hal ini sangat terkait dengan
porsi pembagian hasil usaha yang akan dilakukan antara pemilik dana atau
deposan (shahiibul masal) dengan Bank Syariah sebagai mudharib.
Salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Prinsip syariah dalam
bank perkreditan rakyat syariah diberlakukan untuk pendanaan maupun
pembiayaan. Salah satu pembiayaan yang memakai sistem bagi hasil di BPR
syariah Al Washliyah adalah pembiayaan mudharabah. Mudharabah
merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pemilik modal
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal dengan pengelola dana
(mudharib) dengan nisbah bagi hasil disepakati diawal sedangkan kerugian itu
bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan oleh
pengelola dana karena melakukan kecurangan, penyelewengan dan
penyalahgunaan dana, maka pengelola dana tersebut harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.
Perusahaan yang ingin mendapatkan pembiayaan bagi hasil haruslah
memiliki pembukuan yang baik dan dapat di pertanggung jawabkan. Selain
itu, bank dan konsumen juga perlu membuat kesepakatan dalam penyusunan
laporan keuangan. Kesepakatan tersebut meliputi hal-hal apa saja yang dapat
diakui sebagai pemasukan dan pengeluaran perusahaan yang nantinya dibagi
hasilkan dengan bank. Dalam hal ini berperan sebagai pemodal yang
Bank-bank islam menggunakan prinsip mudharabah dengan para
pemegang rekening investasi (penabung) dalam penghimpunan dana dan bisa
juga melaksanakan pemberian pembiayaan mudharabah, dimana dalam
perlakuan akuntansinya sangat berbeda. Perlakuan akuntansi yang berkaitan
dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam PSAK
Nomor 105 tentang akuntansi mudharabah.
Adapun perlakuan akuntansi pendapatan (bagi hasil) di dalam islam
antara lain berhubungan dengan pengakuan, pengukur an, penyajian,
pencatatan dan pengungkapan transaksi khusus yang berkaitan dengan
aktivitas bank syariah, yang sesuai dengan prinsip syariah yang berdasarkan
pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai
bisnis Islam.
Semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia dirasakan
semakin perlu sosialisasi atas apa dan bagaimana operasional bank syariah,
karena operasional perbankan syariah sangat berbeda dengan perbankan
konvensional. Hal yang sangat mendasar pada bank syariah adalah penerapan
konsep bagi hasil, tata cara perhitungan bagi hasil, bagaimana penerpan
pembiayaan, serta pengaruhnya terhadap laporan keuangan.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah menerapkan
sitem bagi hasil dalam memperoleh pendapatan dan pendapatan bagi hasil ini
merupakan salah satu sumber utama pendapatan bank dalam pembiayaan
mudharabah. Adapaun permasalahan yang timbul mengenai perlakuan
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.105 yang
mengatur tentang Standar Akuntansi Mudharabah.
Berdasarkan latar belakang inilah, maka penulis tertarik untuk
melakukan penilitian dengan mengambil judul : “Analisa Penerapan dan
Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Pada PT.Bank Perkreditan Rakyat
Syariah Al Washliyah Medan”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah penerapan akuntansi pembiayaan mudharabah pada PT.BPR Syariah
Alwasliyah Medan sesuai dengan PSAK No. 105 ?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah PSAK No.105 diterapkan dalam
melaksanakan kegiatan operasional di Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Syariah Al Washliyah Medan.
2. Untuk mengetahui apakah bagi hasil atas pembiayan mudharabah
dapat meningkatkan laba/keuntungan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
b. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, sebagai penambah wawasan pengetahuan terutama
pengetahuan dalam bidang perbankan (khususnya perbankan syariah)
dan pengalaman penulis dalam hal mendalami tentang pendapatan (bagi
hasil) pembiayaan mudharabah pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah
2. Bagi Perusahaan, sebagai masukan ataupun acuan untuk lebih
menyempurnakan pencatatan pendapatan bank agar dapat diketahui
prestasi kerja manajer untuk perkembangan bank.
3. Bagi Pihak Lain, sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengenalan
dan pengembangan wacana awal mengenai akuntansi pendapatan bagi
BAB II
TI NJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian, landasan hukum dan prinsip dasar perbankan syariah
Pengertian Bank Syariah
Ketentuan tentang kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah
dalam Undang-undang N0.7 tahun 1992 sangat terbatas, yakni
menyangkut kegiatan pembiayaan dan tidak diatur tentang penghimpunan
dana, maka diatur kembali dalam Undang-undang yang baru secara lebih
jelas dan lengkap baik yang menyangkut penghimpunan dana maupun
penyediaan pembiayaan.
Dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan
Undang-Undang No.7 tahun 1992 terdapat beberapa perubahan yang
memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan
syariah. Adapun perubahan yang dimaksud adalah dapat melakukan
kegiatan usaha secara konvensional diantaranya kegiatan usaha dan
produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah, pembentukan dan tugas
Dewan Pengawas Syariah serta pembukaan kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan
Edy Wibowo (2005 : 33) menyatakan bahwa
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata caranya mengacu kepada
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.
Muhammad Syafi’i Antonio (2001 : 26) menyatakan bahwa sistem
perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan jasa perbnakan yang tidak dapat menerima konsep bunga. Dengan diterapkan konsep perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, maka mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas. Terutama dari segmen masyarakat yang selama ini tidak mau menggunakan sistem perbankan konvensional.
2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini konsep yang diterapkan adalah hubungan antara investor yang harmonis, adapun dalam sistem konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan antara kreditur dan debitur yang antagonis.
3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa bank unggulan. Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang berkesinambungan, membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral.
Dari beberapa defenisi mengenai Bank Syariah di atas dapat
disimpulkan bahwa Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan
perbankan yang dalam menjalankan usaha yang berdasarkan
prinsip-prinsip syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalat secara islam. Dalam cara bermuamalat itu dijauhi
untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan.
Landasan Hukum Bank Syariah
Bank Umum Syariah didirikan pertama di Indonesia tahun 1992
berdasarkan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No.72 tahun
1991, tentang bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil sedangkan
sebagai landasan hukum BPRS adalah UU No.7 tahun 1992 tentang
perbankan dan PP no.73 tentang BPR beroperasi berdasarkan prinsip bagi
hasil.
Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka Undang-undang
No.7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan
Undang-undang No.10 tahun 1998. Dalam Undang-Undang-undang No.10 tahun 1998
tersebut telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.10 tahun 1998, maka
Peraturan Pemerintah NO.72 tahun 1992 dan dicabut dengan Peraturan
Pemerintah No.30 tahun 1998 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang
No.10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan
mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah
tersebut,yaitu:
1. Bank Umum Syariah
Peraturan Bank Indonesia nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober
prinsip syariah. Kegiatan ini merupakan penyempurnaan ketentuan
lama yang telah dicabut yaitu :
a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32/2/UPPB tertanggal
12 Mei 1999 tetang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah.
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/34/KEP/DIR
tertanggal 12 Mei 1999 tentag Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah.
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dicabut
yaitu:
a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32/4/UPPB tertanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan
Prinsip syariah
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/36/KEP/DIR
tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Bank Konvensional yang membuka Usaha Syariah (Cabang Syariah)
a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/36/KEP/DIR
tertanggal 12 Mei tentang Bank Umum.
b. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/1/PBI/2002 tanggal 17 Maret
menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum
Konvensional, yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Bank
Indonesia nomor 2/27/PBI/2010 tanggal 15 Desember 2000 tentang
Bank Umum Konvensional yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah
Muhammad (2002:100) menyatakan bahwa Prinsip-prinsip yang
dianut oleh lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut :
a. Larangan merupakan bunga pada semua bentuk dan jenis jual beli
transaksi
b. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada
kewajiban dan keuntungan halal.
c. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
d. Larangan menjalankan monopoli
e. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis
dan perdagangan yang tidak dilarang oleh islam.
Menurut UU No.12 pasal 1 ayat 13 tahun 1998 :
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah,
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyerahan modal (Musyarakah),
Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah),
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa
pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak atau pihak lain (Ijarah Wa iqtina)
Sofyan safri harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf (2004 : 3)
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah) atau pembiayaan barang berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Istighna)
Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 85) adalah sebagai berikut :
Dalam perbankan syariah prinsip prinsip dasar yang dipergunakan adalah
prinsip titipan atau simpanan (Al – Wadiah), bagi hasil (profit sharing),
jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease),
jasa (fee – bassed service).
Dari beberapa definisi yang dinyatakan di atas maka dapat
disimpulkan prinsip-prinsip dari usaha perbankan syariah adalah
berdasarkan prinsip wadiah, mudharabah dan prinsip-prinsip lain yang
2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105 Akuntansi Mudharabah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.105 tentang
Akuntansi Mudharabah ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah.
Yang menjadi ruang lingkup dalam PSAK No.105 Akuntansi Mudharabah meliputi :
- Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib)
- Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.
Berikut pengertin beberapa istilah yang digunakan dalam PSAK No.105 :
- Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara merek sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
- Mudharabah muthalaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
- Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan /atau objek investasi.
3. Pengertian dan Prinsip Bagi Hasil
A. Pengertian bagi hasil
Menurut UU No.2 tahun 1960 dalam pasal 1 ditentukan bahwa :
Perjanjian bagi hasil adalah Perjanjian dengan nama apapun
juga yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau
badan hukum pada pihak lain – yang dalam UU ini disebut penggarap
berlandaskan perjanjian dimana penggarap diperkenankan oleh pemilik
tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas pemilik,
dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.
Kemudian Abdullah dalam terjemahan Muhammad
(2002 : 104) menyatakan :
“Bank islam dalam melaksanakan kontrak mudharabah membuat kesepakatan dengan nasabah (Mudharib) mengenai tingkat perbandingan keuntungan (profit – ratio) yang ditentukan dalam kontrak. Perbandingan keuntungan tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : kesepakatan dari nasabah (Mudharib), prediksi keuntungan yang akan diperoleh, respon dasar, kemampuan memasarkan barang dan juga masa berlakunya kontrak”.
Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 137) memberikan penjelasan
tentang bagi hasil dalam pembiayaan Mudharabah
sebagai shahibul maal, sementara itu pengusaha berfungsi sebagai mudharib, karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank.
Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah
kesepakatan yang dibuat antara dua belah pihak. Dalam hal ini nasabah
sebagai pengelola dan bank sebagai pemilik dana mengenal tata cara
pembagian hasil usaha.
B. Prinsip Bagi Hasil
Muhammad (2002:63) menyatakan bahwa produk pembiayaan Bank
Syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil terdiri dari
Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah.
1.Al-Musyarakah
Musyarakah adalah kerja sama antara kedua belah pihak tau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2.Al-Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Menurut PSAK No.105 (2009) prinsip pembagian hasil usaha
pada pembiayaan mudhrabah adalah :
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
prinsip bagi hasil atau bagi laba (profit sharing). Jika berdasarkan
prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba
bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omzet).
Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian
adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yng
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Tabel I
Perhitungan Pendapatan Bagi Hasil Uraian Jumalah Metode bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok penjualan 65
Laba Bruto 35 Laba bruto (gross profit sharing)
Beban 25
Laba (rugi) neto 10 Bagi Laba (profit sharing)
4. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil 1. Faktor Langsung
Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi bagi hasil
Investment Rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil
a. Invesment rate merupakan persentase actual dana yang
diinvestasikan dari total dana Jika bank menentukan
inevesment rate 80%, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan
jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk
diinvestasikan. Dana tersebut dihitung dengan pengguna
salah satu metode ini, rata-rata saldo minimum bulanan, atau
rata-rata saldo harian. Invesment rate dikalikan dengan
jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan
menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.
c. Nisbah ( Profit Sharing Ratio)
1. Salah satu cirri Al-Mudharabah adalah Nisbah yang
harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
2. Nisbah antara satu bank dan bank yang lainnya dapat
berbeda.
3. Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam
atu bank. Misalnya : Deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan
dan 12 bulan.
4. Nisbah juga dapat berbeda antara 1 account dan account
lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh
2. Faktor tidak langsung
a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.
1. Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya (Profit and sharing) pendapatan yang “dibagihasilkan”
merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya
rata-rata.
2. Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut
pengakuan pendapatan dan biaya.
b. Kebijakan Akunting ( Prinsip dan metode Akunting )
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktifitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan
pengakuan pendapatan dan biaya.
Dari pendapatan yang digunakan di atas, diketahui bahwa ada
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bagi hasil, yaitu faktor-faktor langsung yang
terdiri dari Invesment rate, jumlah tersedia untuk diinvestasikan, nisbah
yang disepakati. Sedangkan faktor tidak langsung yang tiak
mempengaruhi dalam bagi hasil adalah pendapatan dan biaya
mudhrabah dan kebijakan akunting yang menyangkut pengakuan dan
pengukuran mudharabah.
5. Penerapan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah
Penerimaan pendapatan bagi hasil yang berasal dari pihak
nasabah, Bank Syariah tidak melakukan perhitungan yang rumit.
Perhitungan tentang jumlah yang disetorkan kepada bank dilakukan
sepenuhnya oleh nasabah. Bank Syariah hanya menerima pendapatan
sejumlah yang disetorkan oleh nasabah ke bank.
Menurut Muhammad (2001:92) metode penerimaan pendapatan
bagi hasil adalah :
Bagi hasil dibayarkan terpisah dengan angsuran pokok pinjaman. Pada
cara ini pendapatan bagi hasil yang diterima oleh Bank Syariah
merupakan pembayaran terpisah dari pembayaran angsuran pokok
pembiayaan.
Muhammad Syafi’i Antonio (2001:173) memberikan contoh
perhitungan bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah :
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang
dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti
mudharabah, dimana bank bertindak sebagai shahibul maal dan nasbah
sebagai mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan
pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang
bersangkutan. Misalnya dari modal Rp.30.000.000 diperoleh
pendapatan Rp. 5.000.000 per bulan. Dari pendapatan ini harus
disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya
Rp.2.000.000 selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan
Wiroso, Sofyan Syafri, M. Yusuf (2005:289) memberikan
contoh perhitungan dalam pembiayaan mudharabah.
Pada tanggal 10 januari 2001 Bank Syariah memberikan modal
pembiayaan mudharabah kepada tuan A sebesar Rp.1.000.000 dengan
nisbah yang disepakati 60 utnuk bank dan 40 untuk mudharib.
Pada tanggal 15 januari 2001 dilakukan pembayaran tunai modal
mudharabah tahap pertama sebesar Rp.600.000 dan pada tanggal 20
januari 2001 dilakukan pembayaran modal mudharabah tahap kedua
sebesar Rp.400.000.
Pada saat pembiayaan mudharabah disetujui, dicatat sebagai komitmen
bank syariah sebesar pembiayaan yang disetujui dengan jurnal :
D : Kontra komitmen pembiayaan mudharabah Rp. 1.000.000
K : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp. 1.000.000
Dengan adanya persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut buku
besar komitmen (rekening administrasi) bank syariah menunjukkan
sebagai berikut :
BUKU BESAR
Komitmen Pembiayaan Mudharabah
DEBET KREDIT
Pada tanggal 15 Januari 2001 dilakukan jurnal pembayaran tahap pertama adalah:
D : Pembiayaan Mudharabah Rp.600.000,-
K : Rekening Mudharib Rp.600.000,-
D : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp.600.000,-
K : Kontrak komitmen pembiayaan mudharabah Rp.600.000,-
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi
buku besar dan neraca sebagai berikut :
BUKU BESAR
Komitmen Pembiayaan Mudharabah
DEBET KREDIT
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Penyerahan Rp.600.000,- 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-
BUKU BESAR
Pembiayaan Mudharabah
DEBET KREDIT
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Tuan A Rp.600.000,-
NERACA
Per 15 Januari 2001
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Pada taggal 20 Januari 2001 dilakukan jurnal pembayaran tahap kedua sebesar
Rp.400.000,- maka oleh bank syariah dilakukan jurnal sebagai berikut :
D : Pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-
K : Rekening mudharabah Rp.400.000,-
D : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-
K : Kontrak komitmen pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi
buku besar dan neraca sebagai berikut :
BUKU BESAR
Komitmen Pembiayaan Mudharabah
DEBET KREDIT
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/ 01
Penyerahan modal Rp.600.000,- 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-
20/ 01
Penyerahan modal Rp.400.000,-
BUKU BESAR
Pembiayaan Mudharabah
DEBET KREDIT
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Tuan A Rp.600.000,-
20/01 Tuan A Rp.400.000,-
NERACA
Per 15 Januari 2001
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Dari uraian di atas jelas bahwa bagi hasil dalam pembiayaan (mudharabah)
sebenarnya tidak hanya menggunakan 1(satu) metode saja yaitu profit and loss
sharing, tetapi juga menggunakan metode revenue sharing yang kesemuanya
mutlak dan dapat diterapkan pada bank – bank yang menjalankan aktivitas
pelayanan jasanya sesuai dengan prinsip syariah.
Contoh perhitungan :
1. Al-Murabahah
Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang
kebank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti
dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan
diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut Rp. 4.000.000,- dan
bank ingin mendapat untung Rp. 800.000,- selama dua tahun, harga yang
ditetapkan kepada nasabah seharga Rp. 4.800.00,00 . Nasabah dapat
mencicil pembayaran tersebut Rp. 200.000,00 per bulan.
2. Al- Mudharabah
Seorang pedagang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan
permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana
bank bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan nasabah selaku
mudharib (pengelola dana). Caranya dengan menghitung dulu perkiraan
Misalnya dari modal Rp. 30.000.000,00 diperoleh pendapatan
Rp. 5.000.000,00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu
untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp. 2.000.000,00
selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan dimuka,
misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank.
Sumber : Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 171)
Kedua contoh di atas disajikan untuk memberikan contoh yang lebih
jelas perbedaan antara sistem Mudharabah dengan sistem Murabahah.
6. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
6.1. Perlakuan Akuntansi untuk Pembiayaan Mudhrabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib)
dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka.
Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian
ditanggung oleh pengelola dana, seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan dana.
Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi
2 jenis, yaitu :
- Mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) adalah
mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal/pihak
bank) memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
- Mudharabah muqayyadah (investasi terikat) adalah
mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal/pihak
bank) memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai
tempat,cara dan objek investasi.
Dalam operasional mudharabah, bank dapat
bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola dana.
Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana, maka dana
yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila
bank sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima :
a. Dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam
laporan perubahan investasi terikat dari nasabah; atau
b. Dalam mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca
sebagai investasi terikat. Mengenai pengembalian
pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan
dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya
mudharabah.
Pada prinsip nya, dalam pembiayaan mudharabah tidak
ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan
penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari
pengelola atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan
apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran
6.2. Pengakuan Pembiayan Mudharabah
Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi Mudharabah
yang mengatur pengakuan pembiayaan mudharabah pada saat
akad adalah sebagai berikut :
A. Akuntansi untuk pemilik dana
1. Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana
diakui sebagai investasi mudharabah pada saat
pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada
pengelola dana.
2. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana
atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola
dana
3. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad
jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana,
maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang
B. Akuntansi untuk penghasilan usaha
1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode
pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
2. Pengakuan pengahasilan usaha mudharabah dalam
praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil
Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyek
hasil usaha.
3. Bagi hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola
dana diakui sebagai piutang.
C. Akuntansi untuk pengelola dana
1. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad
mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang
diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah
temporer diukur sebesar nilai tercatatnya
2. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah
temporer yang diterima maka pengelola ana mengakui
sebagai asset sesuai ketentuan pada akuntansi pemilik
dana.
3. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengaluran
dana syirkah temporer secara bruto sebelum dikurangi
dengan bagian hak pemilik dana.
4. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer
yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan
kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar
D. Mudharabah musyarakah
Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam
mudhrabah musyarakah, maka penyaluran dana milik
pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi
mudhrabah.
6.3. Pengukuran Pembiayaan Mudharabah
Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi
mudharabah yang mengatur pengukuran pembiayaan
mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Akuntansi untuk Pemilik Dana
a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan.
b. Investasi mudhrabah dalam bentuk asset non-kas diukur
sebesar nilai wajar asset non-kas pada saat penyerahan:
i. Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai
tercatat diakui, maka selisihnya diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai
jangka waktu akad mudharabah.
ii. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai
tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai
2. Akuntansi untuk Pengelola Dana
a. Bagi Hasil Mudharabah dapat dilakukan dengn
menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil
seperti pada prinsip pembagian hasil usaha.
3. Mudharabah Musyarakah
a. Dalam musharabah musyarakah, pengelola dana
(berdasarkan akad mudhrabah) menyertakan juga
dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad
musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musyarik)
memperolah bagian hasil usaha sesuai porsi yang
disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola
dana dan pemilik dana dalam mudhrabah adalah sebesar
hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik
dana sebagai pemilik dana musyarakah.
b. Pembagian hasil investasi mudrahabah musyarakah
dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana
(sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai dengan
nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil
inevstasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola
dana (sebagai musyarik) dengan pemilik dana sesuai
b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana
(sebagai musyarik) dan pemilik dana sesuai dengan
prosi modal masing-masing, selanjutnya bagian
hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola
dana (sebagai musyarik) tersebut diabagi antara
pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik
dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
6.4. Pengakuan Kerugian Mudharabah
Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi
Mudharabah yang mengatur pengakuan keuntungan atau
kerugian mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Akuntansi untuk Pemilik Dana
a. Jika investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai
disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan
kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka
penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo inevstasi mudharabah.
b. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah
dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
c. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana
atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola
dana.
d. Dalam inevstasi mudharabah yang diberikan dalam
asset non-kas dan asset non-kas tersebut mengalami
peurunan nilai pada saat atau setelah barang
dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha
mudhrabah, maka kerugian tersebut tidak langsung
mengurangi jumah investasi, namun diperhitungkan
pada saat pembagian bagi hasil.
e. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain,
ditunjukkan oleh :
a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak
dipenuhi;
b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan
(force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang
2. Penghasilan Usaha
a. Kerugian yang terjadi dalam satu periode sebelum akad
mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan
dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad
- Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan
kerugian investasi; dan
- Pengembalian investasi mudharabah; Diakui
sebagai keuntungan atau kerugian.
b. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola
dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi investasi mudharabah.
3. Akutansi untuk Pengelola Dana
Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelakaian
pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
4. Mudharabah Musyarakah
Jika terjadi kerugisn atas investasi, maka krugian dibagi
sesuai dengan porsi modal para musytarik.
6.5. Penyajian dan Pengungkapan Mudharabah Penyajian Mudharabah
a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam
pelaporan keuangan sebesar nilai tercatat.
b. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam
laporan keuangan:
a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan
sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah;
b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum
dibagikan di kewajiban.
Pengungkapan Mudharabah
a. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi
mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada:
- Isi kesepakatan utama usaha mudhrabah, seperti porsi
dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha
mudhrabah, dan lain-lain;
- Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan
jenisnya;
- Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama
periode berjalan; dan
- Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101
tentang penyajian Laporan Keuangan Syariah
b. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi
mudharbah tetapi tidak terbatas, pada:
- Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi
dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha
mudharabah, dan lain-lain;
- Rincian dana syrikah temporer yang diterima
berdasarkan jenisnya;
1. Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah
2. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK
No.101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
6.6. Mudharabah dalam aplikasi perbankan islam
Muhammad Syafi’I Antonio (2001:97) memberikan
uraian tentang mudharabah dalam aplikasi perbankan islam
sebagai berikut :
Al- Mudharabah biasanya diterapkan pada
produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada penghimpunan dana,
Al-Mudharabah diterapkan pada :
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan
untuk tujuan khusus,seperti tabungan haji , dan sebagainya
b. Deposito biasa ;
c. Deposito special, dimana dana dititipkan nasabah khusus
untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau modal
kerja perdagangan dan jasa.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyada.
Dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang
khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
shahibul maal.
Adi Warman (2002 : 211) menyatakan bahwa :
Bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana – dana ini dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi. Selanjutnya dana – dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank dalam bentuk pembiayaan – pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Nah, keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana ketiga.
Edy Wibowo (2005 : 41) menerangkan bahwa :
Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan tabungan dan deposito. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Bank wajib membaritahu kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberian keuntungan dan atau perhitungan pembiayaan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad. Sedangkan dalam prinsip mudharabah muqayadah merupakan simpanan khusus dimana nasabah penyimpan dana menetapkan syarat – syarat penyaluran dana yang harus diikuti oleh bank.
Abdullah Saeed (2004 : 99) menerangkan bahwa :
commercial) dan jenis usaha tertentu (specific venture). Kontrak tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut pembelian (buying) dan penjualan (selling) barang. Yang indikasinya untuk merealisasikan tujuan utama dari perdagangan yang didasarkan pada kontrak. Dalam hal ini, posisi mudharib bertindak sebagai nasabah bank islam untuk meminta pembiayaan usaha berdasarkan kontrak mudharabah.
Dari beberapa hal yang disampaikan di atas mengenai
mudharabah dalam aplikasi perbankan syariah dapat
disimpulkan bahwa mudharabah dapat dipandang dari dua sisi
yaitu pendanaan dan pembiayaan. Disisi pendanaan pihak bank
menjadi mudharib yang akan menjadi shahibul maal dari
usaha/proyek dengan sistem bagi hasil.
Manfaat dan resiko Al- Mudharabah
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001, hal 97)
memberikan penjelasan tentang manfaat dari al-mudharabah,
yaitu :
a. Manfaat Mudharabah
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada
dengan pendapatan / hasil usaha bank sihingga bank
tidak akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan
cash flow / arus kas usaha nasabah sehingga tidak
memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati – hati (prudent)
mencari usaha yang benar – benar halal, aman dan
menguntungkan, karena keuntungan yang kongkret dan
benar – benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalm Al- Mudharabah /Al-
Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap
dimana bank akan menarik penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun
keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
b. Resiko Al- Mudharabah
Resiko yang terdapat pada Al- Mudharabah, terutama pada
penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi,
1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan
seperti yang disebut dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah yang tidak
jujur.
Selain manfaat diatas, mudharabah juga bermanfaat bagi pihak
mudharib yaitu :
1. Untuk membantu penambahan modal dana untuk
membantu menambah keuntungan mudharib.
2. Untuk membantu mudharib mengembangkan sayap
usahanya misalnya dengan membuka kantor cabang.
3. Memudahkan mudharib untuk melunasi pinjaman karena
tidak memakai prinsip bungan seperti bank konvensional.
4. Membantu mudharib untuk menambah asset usahanya
6.7. Perbedaan sistem Mudharabah dengan Riba
Muhammad Syakir Sula (2002:340) memberikan penjelasan
tentang perbedaan sistem mudharabh dengan riba dalam tabel
berikut :
Tabel II
Tabel perbedaan bunga dan bagi hasil
BUNGA BAGI HASIL
1. Penentuan bunga dibuat
padawaktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya presentase berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek usaha yang dijalankan, bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan hasil.
Beberapa perbedaan lainnya antara bank syariah dengan bank
konvensional dapat dilihat sebagai berikut :
a) Prinsip bermitra (bagi hasil) tidak ada di bank
b) Bank konvensional, menyalurkan beberapa kredit
(kredit mobil, kredit rumah, kredit modal kerja, kredit
usaha kecil) yang seluruhnya berbasis bunga.
c) Bank konvensional menetapkan return tetap, misalnya
18% pertahun dari plafon kredit, sedangkan return
nasabah bisa diatas atau dibawah 18.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Monika Andrasari (2010) dalam penelitiannya berjudul “ Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Mudharabah Di Bank BNI
Syariah Cabang Medan”, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh tingkat suku bunga, tingkat bagi hasil dan tingkat pendapatan
terhadap simpanan mudharabah di BNI syariah cabang Medan.
Hasil penelitian menunjukka n bahwa Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa dari hasil regresi bahwa secara keseluruhan variabel independen
(tingkat suku bunga BI, tingkat bagi hasil dan pendapatan perkapita) dapat
menjelaskan variabel dependen (Volume simpanan mudharabah BNI syariah
cabang Medan). Melalui uji F diketahui bahwa seluruh variabel independen
(tingkat suku bunga BI, tingkat bagii hasil dan pendapatan perkapita) secara
BNI syariah cabang Medan). Melalui uji parsial (t-statistik) diketahui bahwa
tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan, tingkat bagi hasil tidak
berpengaruh dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap volume
simpanan Mudharabah di BNI syariah Cabang Medan.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa variabel yang paling
mempengaruhi dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BNI
syariah cabang Medan adalah tingkat pendapatan perkapita. Artinya jika
semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka semakin banyak pula
bagian dari pendapatan tersebut yang di tabung ke BNI syariah cabang
Medan.
Lalu menurut penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Erik Rio
Indrawan (2006) yang meneliti mengenai pengaruh tingkat bagi hasil dan suku
bunga terhadap simpanan mudharabah (studi kasus di BPR syariah Bangun
Drajat Warga Yogyakarta). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
tingkat bagi hasil berpengaruh tidak signifikan terhadap volume simpanan
mudharabah di BPRS syariah Yogyakarta, sedangkan tingkat suku bunga
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa penerapan dan
akuntansi pembiayaan mudharabah yang dilakukan di PT.Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Syariah Medan, di Jalan Sisinga Manga Raja No.51D Medan.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif serta terdiri dari data primer dan data sekunder :
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari nara
sumber dan masih harus diteliti oleh peniliti, dimana data ini memerlukan
pengolahan lebih lanjut seperti gambaran umum perusahaan, bidang usaha,
kebijakan perusahaan tentang pembiayaan, prosedur administrasi dan
realisasi pembiayaan, serta hasil wawancara dan pengamatan langsung.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yaitu diperoleh
relevansi dengan sasaran penelitian seperti buku-buku teks mengenai
perbankan syariah yang datanya masih relevan untuk digunakan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara , yaitu Tanya jawab antara penelitian dengan responden,
dalam hal ini adalah pegawai yang berwenang dari PT. Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Syariah Medan.
2. Studi Dokumentasi, yaitu melihat dokumen – dokumen milik perusahaan
khususnya mengenai masalah mudharabah dan bagi hasil sebagai masukan
dalam penelitian ini.
3. Observasi, yaiutu pengumpulan data dengan pengamatan langsung
terhadap masalah yang ada pada perusahaan dengan bantuan lembar
observasi.
D. Pengolahan Data
Penulis menggunakan program Microsoft excel untuk mengolah data
E. Model Analisis Data
Dalam penyusuan skripsi ini penulis menggunakan metode analisis yaitu :
1. Metode Deskriptif yaitu analisa yang memusatkan pada pemecahan
masalah yang dihadapi dengan cara mengumpulkan data,
menggabungkan, menganalisis dan menginterprestasikan data sehingga
terdapat gambaran yang jelas atas masalah yang dibahas.
2. Metode Deduktif yaitu analisa data yang menggunakan teori-teori yang
berlaku umum untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi.
Penggunaan kedua metode ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana perlakuan akuntasi dan penerapan pembiayaan mudharabah yang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Sejarah Perusahaan
Di Indonesia bank syari’ah telah muncul semenjak awal tahun
1990-an dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank
Umum Syari’ah pertama di Indonesia. Secara perlahan bank syari’ah
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang menghendaki layanan jasa
perbankan yang sesuai dengan prinsip syari’ah Islam.
Perkembangan bank syari’ah yang pesat terasa semenjak era
reformasi pada akhir tahun 1990-an. Perkembangan yang pesat terutama
tercatat sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yang memberi izin
untuk membuka bank syari’ah yang baru maupun izin kepada bank
konvensional untuk mendirikan suatu unit usaha syari’ah. Salah satu bank
yang mendirikan/membuka bank Islam adalah Bank Perkreditan Rakyat
Syari’ah (BPRS).
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah adalah bank perkreditan
Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Sumatera Utara BPR Syari’ah
Al Washliyah.
PT. BPR Syari’ah Al Washliyah mulai beroperasi pada tanggal
08 Nopember 1994 yang berkedudukan di Jl. Perintis Kemerdekaan
No. 151A Tanjung Morawa. Dan sekarang sudah beroperasi di Medan,
tepatnya di Jl. S.M. Raja No. 51D Medan. Pendirian Bank Syari’ah ini
didorong oleh keinginan kuat dari warga Al Washliyah untuk memberikan
saran buat umat dalam melaksanakan dan mengamalkan syari’ah. Islam
khususnya perekonomian dengan mengadopsi prinsip-prinsip fiqih
muamalah untuk kemudian diaplikasikan dalam operasional sistem
perbankan syari’ah dengan menjauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan
mengandung riba, kegiatan investasi atas dasar bagi hasil (mudharabah)
dan pembiayaan jual beli ( murabahah).
Dalam perjalanannya sejak mulai beroperasi dan sampai dengan
saat ini banyak mengalami kendala, terutama lemahnya SDM (sumber
daya manusia) di bidang Perbankan Syari’ah PT. BPR Syari’ah Al
Washliyah baru dapat melewati BEP ( Break Event Point) sekaligus
mencatat keuntungan secara kumulatif pada akhirnya tahun 1999 atau
pada tahun kelima sejak perusahaan beroperasi, mulai dengan total asset
Rp. 93.410.000,-, dan pada tanggal 31 Desember 2005 total asset
Modal dasar perusahaan adalah sebesar Rp. 450.000.000,- dengan
modal disetor tahun 2001 sebesar Rp. 435.770.000,- yang terbagi dalam
43.577 lembar saham dengan nilai nominal per saham Rp. 10.000,-
ditambah dengan Rp. 1.767.300,- sebagai modal sumbangan. Saham
dimiliki oleh 166 orang dan dalam kepemilikan saham tidak ada persero
yang memiliki saham mayoritas (1/2n +1).
Visi PT. BPR Syari’ah Al Washliyah
Visi PT.BPR Syari’ah Al Washliyah adalah menjadi Bnak Syari’ah
yang menguntungkan dan terpercaya dengan bersungguh-sungguh
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah yang
mengacu pada Al Qur’an dan Hadist.
Misi PT.BPR Syari’ah Al Washliyah
a. Melaksanakan operasional perbankan berdasarkan prinsip Syari’ah
Islam
b. Memberikan mutu pelayanan yang unggul kepada nasabah
c. Memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat Islam (Social
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan gambaran secara skematis tentang
tata hubungan tugas atau kerja sama yang menggerakkan organisasi untuk
mencapai tujuannya. Dengan adanya suatu organisasi, maka setiap tugas
dan tanggung jawab dapat dikerjakan dan diselesaikan oleh masing-masing
karyawan yang ada dalam suatu organisasi tersebut sehingga tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai.
Dalam menjalankan perusahaan serta untuk mempelancar
kegiatan-kegiatan arus kerja sama, oleh sebab itu dibutuhkan struktur organisasi
yang jelas untuk menggmbarkan bidang-bidang yang membantu pimpinan
dalam mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Struktur organisasi yang ada di Bank Perkreditan Rakyat ( BPR)
Syari’ah Al Washliyah adalah jenis struktur organisasi garis dan staff yang
menunjukkan hubungan antara atasan dan bawahan dimana pimpinan
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap karyawan yang
dipimpinnya. Adapun struktur organisasi Bnak Perkreditan Rakyat (BPR)
GAMBAR 4.1
STRUKTUR ORGANISASI PT. BPR SYARI’AH AL WASHLIYAH
Adapun uraian tugas dan tanggung jawab dari tiap-tiap bagian
dalam struktur operasional pada PT. BPR Syari’ah Al Washliyah adalah
sebagai berikut:
a. Dewan Komisaris
Tugas pokok dewan komisaris adalah melaksanakan pemeriksaan
secara rutin bulanan terhadap laporan direksi menyangkut rekening
biaya dan pendapatan.
b. Dewan Syari’ah
Tugas pokok dewan Syari’ah adalah melaksanakan pengawasan
bidang hukum syari’ah khususnya produk-produk bank berdasarkan
konsep syasri’ah tidak terdapat penyimpangan-penyimpangan yang
bertentangan dengan hukum -hukum syari’ah yang berlaku.
c. Direktur Utama
- Melakukan perencanaan dibidang pemasaran
- Melakukan perencanaan anggaran dana untuk rencana kerja 1
tahun
- Melakukan penyediaan sarana dan prasarana kerja, menempatkan