Harga Diri Narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA
Tanjung Gusta Medan
SKRIPSI
Oleh Inne D R Saragih
111101084
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Harga Diri Narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA
Tanjung Gusta Medan
SKRIPSI
Oleh Inne D R Saragih
111101084
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa
untuk segala berkat dan penyertaan yang senantiasa diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Harga Diri
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta
Medan” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
doa, dukungan, bantuan,cinta dan kasih dari berbagai pihak sehingga penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen
penguji I yang telah memberikan arahan kepada penulis.
4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu
5. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing
akademik dan juga pembimbing skripsi yang sangat sabar dan
meluangkan hatinya selama membimbing penulis dari awal dan akhir.
6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns selaku dosen penguji II yang telah
memberikan saran dan arahan untuk memperbaiki skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara atas
semua ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan selama
perkuliahan.
8. Kementrian Hukum dan HAM Kanwil Sumatera Utara atas ijinnya
untuk penulis bisa melakukan penelitian di Lapas Wanita Kelas IIA
Tanjung Gusta Medan
9. Kepala Lapas Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan beserta seluruh
staff yang telah bersedia membantu selama proses penelitian
10.Seluruh narapidana yang telah bersedia menjadi responden dan berbaik
hati mendengarkan penulis menjelaskan.
11.Ribu keriting yang paling hebat namun tak terdeskripsikan
kehebatannya dengan kata-kata (Rustianur Peranginangin) untuk
segala cinta yang tak pernah berhenti. Terimakasih karena selalu
berusaha membuatku tumbuh sama seperti teman-temanku yang masih
punya ayah. Terimakasih sudah merangkap sebagai Ibu sekaligus ayah.
Terimakasih juga untuk Bapak yang sudah lama pergi menghadap
12.Abang- abang (Bang Andy, Bg Uwenku, Oppa Deasku, Jojokku,
Lelelku) kakak ipar (Kak Tari,Kak Ika, Kak Sisca), dan keponakan
(Kekey Brenotku dan Petra dan semoga nambah) untuk doa, semangat
dan kasih sayang kalian. Trimakasih karena selalu memegang tangan.
13.Orang-orang baik Edison SPS atas segala kasih, dukungan, bantuan,
doa, dan semangat. Saudari terkasih IPIN (Patrycia Ice Novia). The
raflessia (K Adria, Hermilio, Gres Piton, Kk Sona), dan Bawang Anne.
14.Teman-teman sedoping (Leliana, Warnila, Hadi, dan Farida)
15. Teman-teman S1 Ilmu Keperawatan stambuk 2011 spektakuler.
Semoga kasih Bapa tetap menyertai seluruh pihak yang telah membantu
penulis dalam proses penyusunan proposal ini. Dengan adanya penelitian ini,
harapan penulis semoga dapat bermanfaat kelak sebagai pedoman dalam
penyelesaian tugas akhir.
Medan, Juni 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL . ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii
KATA PENGANTAR ... iv
2.1.2 Karakteristik Harga Diri ... 10
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 11
2.1.4 Komponen Harga Diri ... 14
2.2.3 Lembaga Pemasyarakatan UU RI No.12 Tahun 1995 ... 21
2.2.4 Dampak Psikologis Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ... 22
2.3 Harga Diri Narapidana ... 24
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 26
3.2 Definisi Konseptual ... 27
4.2.1 Populasi ... 30
4.5.1 Kuesioner Data Demografi ... 35
4.5.2 Kuesioner Harga Diri Narapidana ... 36
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38
4.6.1 Validitas ... 38
4.6.2 Reliabilitas ... 38
4.7 Pengumpulan Data... 39
4.8 Analisa Data ... 41
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 43
5.1.1 Data Demografi Responden ... 43
5.1.2 Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ... 46
Kelas IIA Tajung Gusta Medan ... 5.2 Pembahasan ... 50
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan ... 61
6.2 Rekomendasi ... 63
6.2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan... 63
6.2.2 Bagi Praktik Keperawatan ... 63
6.2.3 Bagi Penelitian selanjutnya... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN 1. Lembar Informed Concent ... 69
2. Kuesioner Data Demografi dan Harga Diri Narapidana ... 70
3. Lembar Bukti Bimbingan ... 72
4. Taksasi Dana ... 74
5. Jadwal Penelitian ... 75
6. Daftar Riwayat hidup ... 76
7. Uji Reliabilitas Kuesioner ... 77
8. Distribusi Data Demografi Responden ... 78
9. Distribusi Harga Diri Responden ... 82
10.Distribusi Harga Diri Per Item Kuesioner ... 83
11.Distribusi Harga Diri Berdasarkan Data Demografi Responden ... 87
12.Lembar Uji Validitas 1 ... 100
13.Lembar Uji Validitas 2 ... 101
15.Surat Balasan Ijin Penelitian ... 103
16.Surat Permohonan Uji Reliabilitas ... 104
17.Surat Bukti Uji Kuesioner dan Penelitian ... 105
18.Surat Etika Penelitian ... 107
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Karakteristik Individu dengan Harga Diri Tinggi dan Rendah ... ..9
Tabel 2. Variabel, Definisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur ... 29
Tabel 3. Jenis, Skor, dan Nomor Pertanyaan. ... 37
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakteristik Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan ... 44
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan .. ... 46
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Presentase Jawaban Kuesioner Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan pada Maret 2015 ... 46
DAFTAR SKEMA
No. Judul Hal.
1. Kerangka Penelitian Harga Diri Narapidana di Lembaga
Judul : Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan
Peneliti : Inne D R Saragih
NIM : 111101084
Jurusan : Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Tahun Akademik : 2014/2015
ABSTRAK
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Hilangnya kemerdekaan dikarenakan narapidana ditempatkan khusus dan sering diberi label buruk oleh masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan psikologis seperti penurunan harga diri. Harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini bisa positif (tinggi) maupun negatif (rendah) tergantung sejauh mana memandang kualitasnya. Penelitian ini dilakukan mulai 12 Maret 2015 sampai 18 Maret 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi harga diri narapidana di Lembaga pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu purpossive sampling dengan kriteria inklusi narapidana dewasa usia diatas 20 tahun sebanyak 20% dari populasi (74 orang). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 55 responden (74,3%) memiliki harga diri tinggi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tersebut menjalankan sistem yang sesuai dengan tujuan dasar pemasyarakatan yakni membina warga binaan agar menyesali kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarkat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Title of the Thesis : Prisoners’ Self-Esteem in Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan
Researcher : Inne D R Saragih
Std. ID Number : 111101084
Department : Nursing Science Study Program, the Faculty of
Nursing, University of Sumatera Utara
Academic Year : 2014-2015
ABSTRACT
A prisoner is a convict that loses his freedom in the penitentiary. He loses of freedom because he is put in a specific place in which he is usually labeled badly by people. This can bring about psychological disturbance like the decrease in self-esteem. Self-esteem is an individual assessment on his own quality which fluctuates with his surrounding. This assessment can be positive (high) and negative (low), depending on how far he values his quality. The research was conducted at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, from March 12, 2015 to March 18, 2015. Its objective was to identify prisoners’ self -esteem at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan by using descriptive design. The population was 74 prisoners (20%) who were above 20 years old, taken by using non-probability technique or purposive sampling technique with the inclusive criteria. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by presenting distribution frequency and presentation. The result of the research showed that 55 respondents (74.3%) had high self-esteem. It was also found that the management of the penitentiary operated its system which was in line with basic objective of penitentiary, to develop prisoners to repent their guilt, to improve themselves, and not to do the same criminal act so that they can be accepted by his community and can live properly as god and responsible citizens.
Keywords: Self-Esteem, Prisoners, Penitentiary
Judul : Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan
Peneliti : Inne D R Saragih
NIM : 111101084
Jurusan : Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Tahun Akademik : 2014/2015
ABSTRAK
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Hilangnya kemerdekaan dikarenakan narapidana ditempatkan khusus dan sering diberi label buruk oleh masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan psikologis seperti penurunan harga diri. Harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini bisa positif (tinggi) maupun negatif (rendah) tergantung sejauh mana memandang kualitasnya. Penelitian ini dilakukan mulai 12 Maret 2015 sampai 18 Maret 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi harga diri narapidana di Lembaga pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu purpossive sampling dengan kriteria inklusi narapidana dewasa usia diatas 20 tahun sebanyak 20% dari populasi (74 orang). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 55 responden (74,3%) memiliki harga diri tinggi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tersebut menjalankan sistem yang sesuai dengan tujuan dasar pemasyarakatan yakni membina warga binaan agar menyesali kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarkat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Title of the Thesis : Prisoners’ Self-Esteem in Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan
Researcher : Inne D R Saragih
Std. ID Number : 111101084
Department : Nursing Science Study Program, the Faculty of
Nursing, University of Sumatera Utara
Academic Year : 2014-2015
ABSTRACT
A prisoner is a convict that loses his freedom in the penitentiary. He loses of freedom because he is put in a specific place in which he is usually labeled badly by people. This can bring about psychological disturbance like the decrease in self-esteem. Self-esteem is an individual assessment on his own quality which fluctuates with his surrounding. This assessment can be positive (high) and negative (low), depending on how far he values his quality. The research was conducted at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, from March 12, 2015 to March 18, 2015. Its objective was to identify prisoners’ self -esteem at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan by using descriptive design. The population was 74 prisoners (20%) who were above 20 years old, taken by using non-probability technique or purposive sampling technique with the inclusive criteria. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by presenting distribution frequency and presentation. The result of the research showed that 55 respondents (74.3%) had high self-esteem. It was also found that the management of the penitentiary operated its system which was in line with basic objective of penitentiary, to develop prisoners to repent their guilt, to improve themselves, and not to do the same criminal act so that they can be accepted by his community and can live properly as god and responsible citizens.
Keywords: Self-Esteem, Prisoners, Penitentiary
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang berada pada derajat tertinggi dengan
spesifikasi khusus. Hal ini menjadikan manusia berbeda dengan ciptaan lain.
Manusia diberikan oleh Tuhan kemampuan untuk berpikir, berakal, berbudaya,
dan bermasyarakat, serta bisa memilih mana yang baik dan yang buruk.
Banyaknya manusia menimbulkan keragaman tingkah laku. Tingkah laku
manusia secara umum dibagi dua jenis, pertama adalah tingkah laku yang baik
yaitu tingkah laku yang positif dan bermanfaat. Yang kedua adalah tingkah
laku yang tidak baik, yaitu tingkah laku yang tidak berguna, berbahaya dan
merugikan orang lain serta menimbulkan kemarahan Tuhan.
Ketika manusia memilih dan melakukan tingkah laku yang tidak baik atau
buruk, maka akan menimbulkan kesalahan yang bermacam-macam. Jika
kesalahan dianggap sebagai kejahatan dan tindak kriminalitas yang melanggar
undang-undang yang telah ditetapkan, maka akan diberi sanksi oleh pihak
berwenang. Sanksi ini biasanya diputuskan berdasarkan beratnya jenis kriminal
yang dilakukan dan selanjutnya dikenakan hukuman kurungan. Hukuman
kurungan ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan atau biasa disebut lapas.
Menurut UU RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pemidanaan narapidana
dan anak didik.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di lapas (UU Pemasyarakatan pasal 1 ayat 7). Maksudnya adalah narapidana
ditempatkan di lapas karena telah diadili oleh pengadilan dan telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap, namun seseorang dikatakan
narapidana bila usianya diatas 18 tahun sedangkan dibawahnya disebut anak
didik.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2013,
jumlah narapidana wanita di Sumatera Utara sepanjang tahun 2012 terus
menerus mengalami sedikit peningkatan tiap bulannya kecuali pada Bulan
Agustus, Oktober, dan Desember dengan rata- rata peningkatan 14 narapidana.
Menurut data Sumber Daya Pemasyarakatan kantor wilayah Sumatera
Utara, jumlah narapidana di Lapas wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan
yang memiliki kapasitas 150 orang, sudah melebihi sekitar 300%. Jumlah
penghuni terakhir pada bulan Desember 2014 di Lapas Wanita Kelas IIA
adalah 500 orang yang terdiri dari 121 tahanan dan 379 narapidana.
Harsono (1995) menyatakan, narapidana merupakan manusia yang tengah
menghadapi krisis, tengah berada di persimpangan jalan, tengah mengalami
dissosialisasi dengan masyarakat. Krisis ini bisa terjadi pada aspek psikologis
mereka. Salah satu dampak psikologis narapidana atas pemidanaan yang
harga dirinya. Selain itu, jumlah narapidana yang melebihi kapasitas dalam
lapas juga dapat menurunkan harga diri. Rubino (2006) menambahkan bahwa
hilangnya harga diri dapat terjadi pada setiap aspek dan kenyataan hidup,
seperti keadaan seseorang di Lapas dengan status narapidana. Status
narapidana yang merupakan pelanggar hukum sering dianggap masyarakat
sebagai sesuatu yang sangat buruk terutama jika pelakunya adalah seorang
wanita. Stigma yang buruk dari masyarakat dapat menurunkan harga diri
narapidana.
American Academy Art & Science pada tahun 2010 mewawancarai
seorang narapidana wanita di USA, Amerika. Hasil wawancara tersebut
menunjukkan bahwa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merasa sangat
sulit karena kapasitas yang melebihi seharusnya. Pihak lapas menambah 2
tempat tidur masing-masing kamar sehingga membuat narapidana tidak
nyaman.
Keadaan yang seperti inilah yang dapat mengganggu harga diri narapidana
terutama narapidana wanita. Dalam satu sel terdapat 8 orang yang membuat
ruangan menjadi sempit dan tidak nyaman sehingga mengakibatkan privacy
tidak terjaga.
Narapidana di Lapas Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta juga mengalami
keadaan seperti yang dipaparkan dalam teori dan pengalaman narapidana
tersebut, terutama kelebihan kapasitas yang sudah melampui batas normal.
Selain itu, wanita yang menjadi narapidana memiliki peran dan status sebagai
menjalani tahanan. Kenyataan hidup yang menyedihkan seperti ini dapat
menurunkan harga diri narapidana sebagai wanita.
Rosenberg (1965, dalam Taylor, Shelley E, et al.,2009) mengemukakan
bahwa harga diri adalah hasil evaluasi tentang diri kita sendiri. Artinya, kita
tidak hanya menilai seperti apa diri kita tetapi juga menilai kualitas-kualitas
dalam diri kita baik evaluasi yang baik ataupun buruk yang menjadikan harga
diri rendah.
Harga diri merupakan evaluasi masing-masing individu, sehingga setiap
individu memiliki harga diri yang berbeda-beda. Salah satu yang paling
membedakannya adalah jenis kelamin. Menurut Baumastier dan Pipher (dalam
Haryono 2013) menyebutkan wanita cenderung memiliki harga diri negatif
dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena pengaruh stereotipe dan
stigma masyarakat. Harga diri pada dasarnya didapat dari 2 hal sebagai sumber
utama, yaitu dari diri sendiri dan dari orang lain (Sutataminingsih, 2009).
Ketika orang lain dan lingkungan tidak memberikan penghargaan bagi
individu, maka keadaan seperti ini yang dapat menurunkan harga diri
seseorang, seperti wawancara terhadap narapidana wanita dalam journal of
Women and social Work. Narapidana tersebut mengeluhkan bahwa mereka
sebenarnya tidak seburuk yang orang lain pikirkan, terlebih setiap narapidana
memiliki peran masing-masing di lingkungan sosial baik sebagai ibu, kakak,
adik, dan istri. Selain itu, narapidana sebenarnya tidak terlahir dan
Dari hasil wawancara tersebut, dapat diartikan bahwa narapidana wanita
merasa rendah diri karena stigma masyarakat kepada narapidana sangat buruk.
Penilaian yang buruk dari orang lain dapat menyebabkan rendahnya harga diri
seseorang.
Siregar, K (2008) melakukan penelitian tentang konsep diri narapidana
remaja putri di Lapas Tanjung Gusta. Salah satu dimensi konsep diri adalah
harga diri yang didapatkan hasil bahwa 71% narapidana memiliki harga diri
tinggi, sedangkan 29% memiliki harga diri rendah. Dari beberapa komponen
penilaian harga diri, sekitar 87,1% menyatakan bahwa responden merasa
mempunyai banyak teman sesama narapidana yang senasib dan dapat dijadikan
sahabat dalam suka dan duka serta mengatakan bahwa mereka tidak berguna
lagi setelah menyandang atribut narapidana.
Berdasarkan beberapa penelitian dan teori yang mengemukakan tentang
masalah yang terjadi terkait harga diri narapidana, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul harga diri narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dengan
1.2 Pertanyaan Penelitian
Yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah:
Bagaimana gambaran harga diri narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui gambaran harga diri narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian dapat memberikan informasi yang berharga bagi
pendidikan keperawatan sehingga dapat memperkaya dan memperluas
pengetahuan mahasiswa terutama keperawatan jiwa dan komunitas
dalam hal harga diri pada narapidana
1.4.2 Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap pelayanan
keperawatan agar memperhatikan harga diri pada komunitas
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan terhadap
penelitian keperawatan selanjutnya yang berkaitan dengan harga diri
manusia terutama komunitas-komunitas area tertentu seperti narapidana
2.1 Harga Diri
2.1.1 Definisi Harga Diri
Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai definisi harga
diri diantaranya adalah Rosenberg 1965, dalam Taylor, Shelley E, et
al.,2009 yang menyatakan bahwa harga diri adalah hasil evaluasi tentang
diri kita sendiri. Artinya, kita tidak hanya menilai seperti apa diri kita
tetapi juga menilai kualitas-kualitas diri kita. Pendapat senada juga
dikemukakan oleh Coopersmith, yaitu harga diri adalah evaluasi yang
dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap
menerima, menolak,dan indikasi kepercayaan individu terhadap
kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Dalam istilah
singkatnya, harga diri merupakan “personal judgement”.
Selain Rosenberg dan Coopersmith, ahli lain yang mendefinisikan
harha diri adalah Stuart dan Laraia pada tahun 1998 yang berpendapat
bahwa harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan
& Wolfe pada tahun 2001, bahwa harga diri adalah keseluruhan
pandangan diri yang menyangkut perasaan berharganya sebagai seorang
manusia. Potter &Perry 2005 menambahkan harga diri adalah rasa
dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri
rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan
ansietas. Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kndisi sekitarnya, meskipun
inti dasar dari perasaan negatif dan positif dipertahankan.
Baumeister, Tice, & Hutton mendefinisikan harga diri sebagai
penilaian keseluruhan terhadap diri sendiri baik afektif maupun kognitif
secara spesifik. Tingginya harga diri dilihat ketika seseorang merasa
senang dan merasa memiliki kualitas-kualitas positif sedangkan dikatakan
harga diri yang rendah ketika seseorang memiliki rasa ambivalen dan
kurang yakin bahwa mereka memiliki kualitas positif.
Pada dasarnya, keseluruhan pendapat para ahli harga diri memiliki
makna yang senada. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas
dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini
bisa positif maupun negatif tergantung sejauh mana memandang
kualitasnya. Jika individu memandang dirinya positif, ini diartikan dengan
harga diri yang tinggi sedangkan negatif disebut dengan harga diri yang
2.1.2 Karakteristik Harga Diri
Harga diri dapat dinilai dengan melihat bagaimana individu menilai
dan mengevaluasi dirinya. Penilaian ini selanjutnya akan mempengaruhi
perilaku individu dalam bertingkah laku. Penilaian ini terbagi atas 2 jenis
yaitu harga diri yang tinggi dan rendah. Penilaian ini dibedakan
berdasarkan karakteristiknya. Rossenberg dan Owens (dalam Larasati
2012) menjabarkan karakteristik masing-masing lebih rinci sebagai
berikut:
Tabel 1. Karakteristik Individu dengan Harga Diri Tinggi dan Rendah
Harga diri tinggi Harga diri rendah
Merasa puas dengan dirinya. Merasa tidak puas dengan dirinya.
Bangga menjadi diri sendiri. Ingin menjadi orang lain atau berada
diposisi orang lain.
Lebih sering mengalami rasa senang
dan bahagia.
Lebih sering mengalami emosi yang
negatif ( stress, sedih, marah).
Menanggapi pujian dan kritik sebagai
masukan.
Sulit menerima pujian, tetapi terganggu
oleh kritik.
Dapat menerima kegagalan dan bangkit
dari kekecewaan akibat gagal.
Sulit menerima kegagalan dan kecewa
berlebihan saat gagal.
Memandang hidup secara positif dan
dapat mengambil sisi positif dari
kejadian yang dialami.
Memandang hidup dan berbagai
kejadian dalam hidup sebagai hal yang
Menghargai tanggapan orang lain
sebagai umpan balik untuk
memperbaiki diri.
Menganggap tanggapan orang lain
sebagai kritikan yang mengancam.
Menerima peristiwa negatif yang terjadi
pada diri dan berusaha memperbaikinya
Membesar-besarkan peristiwa negatif
yang pernah dialaminya.
Mudah untuk berinteraksi, berhubungan
dekat dan percaya pada orang lain
Sulit untuk berinteraksi, berhubungan
dekat dan percaya pada orang lain
Berani mengambil resiko Menghindar dari resiko
Bersikap positif pada orang lain atau
institusi yang terkait dengan dirinya
Bersikap negatif (sinis) pada orang lain
atau institusi yang terkait dengan
dirinya
Optimis Pesimis
Berpikir konstruktif (dapat mendorong
diri sendiri)
Berpikir tidak dapat membangun
(merasa tidak dapat membantu diri
sendiri)
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Setiap individu dapat memiliki harga diri yang berbeda-beda
terutama pada masa remaja sampai dewasa. Terdapat beberapa faktor yang
a. Faktor pengalaman
Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan
kejadian yang pernah dialami,dirasakan seseorang sehingga
meninggalkan kesan dalam hidup seseorang (Yusuf 2000).
Pengalaman yang menyenangkan akan berpengaruh terhadap harga
diri tinggi dan rendah.
b. Faktor gender atau jenis kelamin
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang
perbedaan harga diri berdasarkan jenis kelamin menunjukkan hasil
bahwa remaja pria memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan
dengan remaja wanita. Menurut Baumastier dan Pipher (dalam
Haryono 2013) menyebutkan wanita cenderung memiliki harga diri
negatif dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena pengaruh
stereotipe masyarakat yang memandang pria harus kelihatan tangguh
dan mengekpresikan emosi.Crain (dalam Haryono 2013)
menambahkan bahwa laki-laki akan memiliki harga diri lebih tinggi
bila memiliki fisik yang diinginkan, sedangkan wanita lebih kearah
tingkah laku ataupun bersosialisasi akan meningkatkan nilai harga
diri.
c. Faktor fisik
Fakktor fisik yang dapat mempengaruhi harga diri diantaranya adalah
orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila wajah dan
bentuk tubuh yang dimiliki terlihat menarik.
d. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan mencakup lingkungan keluarga dan teman sebaya.
Misalnya jika orang tua mampu menerima kemampuan anaknya
sebagaimana yang ada, maka anak akan dapat menerima dirinya
sendiri. Semakin dewasa seseorang, maka semakin banyak pula
orang-orang di lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan
harga dirinya.
e. Faktor status ekonomi
Status ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang
untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan
finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari
(Coopersmith, 1998). Status ekonomi yang memadai akan
berpengaruh terhadap harga diri tinggi sedangkan yang tidak memadai
akan berpengaruh terhadap harga diri rendah.
f. Faktor tingkat intelegensi
Semakin tingi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula
harga dirinya. Tingkat intelegensi berbanding lurus dengan harga diri
seseorang.
g. Faktor ras atau kebangsaan
Seseorang dari kaum minoritas akan memiliki harga diri yang rendah
berkulit hitam akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat
bersekolah di sekolah mayoritas siswanya berkulit putih.
h. Faktor urutan keluarga
Anak tunggal cenderung memiliki harga diri lebih tinggi daripada
anak-anak yang memiliki saudara kandung. Selain itu, anak laki-laki
sulung yang memiliki adik kandung permpuan cenderung memiliki
harga diri yang lebih tinggi.
Coopersmith (1967, dalam Emil 2003) mengemukakan bahwa ada 4
faktor terpenting (critical factors) yang mempengaruhi harga diri, yaitu:
a. Banyaknya dukungan, kepedulian, perhatian yang diterima oleh individu
dari orang-orang terdekat dan terpenting dalam hidupnya
b. Sejarah keberhasilan individu dan keterkaitan dengan komunitas di
masyarakat
c. Pengalaman hidup dan cara individu menginterpretasikan atau
menasirkannya kedalam kehidupan saat ini
d. Sikap individu dalam merespon evaluasi.
2.1.4 Komponen Harga Diri
Felker (Ramadhan 2012) menyatakan bahwa terdapat tiga
a. Perasaan diterima (Feeling of Belonging)
Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu
kelompok dan dirinya diterima seperti dihargai oleh anggota
kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga kelompok teman
sebaya, atau kelompok apapun. Individu akan memiliki penilaian yang
positif tentang dirinya apabila individu tersebut merasa diterima dan
menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan memilliki
penilaian negatif tentang dirinya bila perasaan tidak diterima,
misalnya perasaan seseorang pada saat menjadi anggota kelompok
tertentu.
b. Perasaan mampu (Feeling of Competence)
Perasaan dan keyakinan individu akan kemampuan yang ada pada
dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan, misalnya
perasaan seseorang pada saat mengalami keberhasilan atau kegagalan.
c. Perasaan Berharga (Feeling of Worth)
Perasaan ketika individu merasa dirinya berharga atau tidak, dimana
perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Perasaan
yang dimiliki individu yang sering kali ditampilkan dan berasal dari
pernyataan-pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pintar, sopan,
2.1.5 Aspek Harga Diri
Brown (Christia 2007), mengemukakan beberapa aspek harga diri,
diantaranya:
a. Global self esteem
Variabel keseluruhan dalam diri individu secara keleluruhan dan
relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi.
b. Self evaluation
Cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang
terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin
akan kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia
memiliki harga diri rendah dibidang akademis, sedangkan seseorang
yang berpikir bahwa ia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain,
maka bisa dikatakan memiliki harga diri tinggi.
c. Emotion
Keadaan emosi sesaat terutama sesuatu yang muncul sebagai
konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang
menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya
meningkatkan atau menurunkan harga diri mereka. Misalnya
seseorang memiliki harga diri yang tinggi karena mendapat promosi
jabatan, atau seseorang memiliki harga diri yang rendah setelah
2.1.6 Dimensi Harga Diri
Coopersmith dalam Meliala 2009 mengemukakan bahwa harga diri
memiliki beberapa dimensi. Pertama adalah significance, yang merupakan
penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang diterima dari orang lain.
Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan, serta
rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan
serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah
penerimaan (acceptance) dan popularitas (popularity), dan kebalikannya
adalah penolakan serta isolasi. Dampak utama dari perlakuan serta
perwujudan kasih sayang tersebut adalah tumbuhnya perasaan dihargai
yang merupakan refleksi dari penghargaan yang diterima dari orang lain.
Semakin banyak orang menunjukkan sikap serupa terhadap mereka, dan
semakin sering hal itu terjadi, maka akan semakin besar pula kemungkinan
tumbuhnya pemahaman yang positif akan diri mereka.
Dimensi yang kedua adalah power, yang merupakan kekuatan. Hal
ini diartika sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi terjadinya
sesuatu dengan mengendalikan sikap dirinya maupunorang lain. Secara
umum pengaruhnya dapat dilihat dari pengakuan dan penghargaan yang
diterima dari orang lain serta sejauh mana orang lain menghargai hak dan
ide-idenya.
Competence adalah dimensi yang ketiga dari harga diri. Dimensi
ini merupakan tingkat dimana penampilan adau performansi yang tinggi
adalah virtue, yang merupakan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etis,
moral, dan agama. Individu mematuhi pri prinsip-prinsip etis, moral, dan
agama yang telah diteriamanya dan diinternalisasi. Kepatuhan-kepatuhan
tersebut menimbulkan sikap positif terhadap keberhasilan.
2.1.7 Pembagian Masa Dewasa
Masa dewasa biasanya dimulai sejak usia 18 tahun hingga kira-kira
usia 40 tahun dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan
dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap
perubahan tersebut (Jahja,2011). Elizabeth B. Hurlock membagi masa
dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Masa Dewasa Awal ( Masa Dewasa Dini/ Young Adult)
Masa dewasa awal (21-40 tahun) merupakan masa pencarian
kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh
dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial,
komitmen, dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai,
kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
b. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood)
Masa dewasa Madya berlangsung dari umur 41 hingga 60 tahun.
Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa
dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya untuk
c. Masa Dewasa Lanjut (Masa Tua/Older Adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.
Masa ini dimulai dari umur 60 tahun hingga akhir hayat, yang
ditandai dengan adanya perubahan fisik dan psikologis yang
semakin menurun.
2.2 Narapidana
Narapidana berasal dari dua kata, yaitu Nara dan Pidana. Nara berarti
orang, dan pidana adalah hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan,
narkoba, korupsi, pencurian, dan lain-lain), sehingga menurut asal katanya,
narapidana merupakan orang yang melakukan kejahatan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, narapidana adalah orang hukuman atau orang yang
sedang menjalani hukuman karena tindak pidana. Sedangkan dalam UU No. 12
tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.
Dalam KUHP Pasal 21 dirincikan bahwa seseorang dipidana
sebagai pembuat tindak pidana (narapidana), adalah setiap orang yang:
a. Melakukan sendiri tindak pidana
b. Melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh
orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
c. Turut serta melakukan; atau
d. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, memancing orang lain supaya melakukan tindak pidana.
Menurut ilmu kriminologi (dalam Siregar 2013), tindak pidana dibagi
kedalam penggolongan pelaku tindak pidana (narapidana) sesuai dengan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan yaitu narapidana baru atau pelanggar
hukum bukan residivis (mono deliquent) dan residivis.
2.2.1 Narapidana Baru
Narapidana adalah manusia yang tengah mengalami krisis, tengah
berada di persimpangan jalan, tengah mengalami disosialisasi dengan
masyarakat, tengah merencanakan kehidupan baru setelah keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan/ Rutan. Tepat sekali jika narapidana harus
mengenal diri sendiri, agar mampu memutuskan dan melakukan tindakan
untuk mengubah diri sendiri, agar mempunyai kemauan untuk melakukan
perubahan (Harsono 1995).
Narapidana baru merupakan pelanggar hukum bukan residivis
yang mempunyai istilah khusus yaitu, mono deliquent atau first offenders.
Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali
perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu
2.2.2 Residivis
Residivis atau pelaku tindak pidana yang berulang berasal dari
bahasa Perancis yang terdiri dari 2 kata yaitu Re dan Cado. Re berarti lagi,
dan Cado berarti jatuh, sehingga berdasarkan asal katanya dapat
didefinisikan bahwa residivis adalah jatuh lagi untuk kedua kalinya.
Dalam KUHP tahun 2012 dalam pasal 24 paragraf 6 tertera bahwa
residivis yang melakukan pengulangan tindak pidana lagi dalam waktu 5
(lima) tahun sejak:
a. Menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan;
b. Pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau
c. Kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan belum daluarsa.
2.2.3 Lembaga Pemasyarakatan Menurut UU RI No. 12 Tahun 1995 Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan (Pasal 6 ayat 1). Lembaga ini merupakan bagian
akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana (Pasal 1 ayat 1).
Pembinaan dimaksud dilakukan terhadap narapidana baik dewasa maupun
anak didik. Dahulu Lembaga Pemasyarakatan mempunyai nama yang
dikenal dengan penjara, namun telah diubah berdasarkan pearuran
perundang-undangan. Dikatakan Pemasyarakatan karena merupakan
lembaga dengan sistem suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (Pasal 1 ayat 2). Lembaga
Pemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan lapas didirikan disetiap
ibukota kabupaten atau kotamadya (Pasal 4 ayat 1).
2.2.4 Dampak Psikologis Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Harsono (1995) mengatakan bahwa narapidana sebenarnya tidak
hanya dihukum secara fisik, namun juga secara psikologis. Hukuman
psikologis ini bahkan lebih berat dibanding fisik sehingga memerlukan
perhatian ekstra. Harsono (1995) menyatakan ada beberapa dampak
psikologis yang dialami narapidana di Lapas, yaitu:
a. Loos of personality
Seorang narapidana diselam dipidana akan kehilangan kepribadian
diri, identitas diri akibat peraturan dan tata cara hidup di Lapas
terutama karena selama menjalani pidana, semua diperlakukan sama
tanpa memandang perbedaan kebutuhan antar narapidana.
b. Loos of security
Selama proses pemidanaan, narapidana selalu mendapat pengawasan
berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya
merupakan suatu kesalahan yang dapat berakibat hukum dan
dikenakan sanksi.
c. Loos of liberty
Pidana hilang kemerdekaan telah merampas berbagai kemerdekaan
individual, misalnya kemerdekaan berpendapat, membaca surat kabar
dengan leluasa, melakukan hobi, dan masih banyak lagi. Keadaan yang
demikian menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya.
d. Loos of personal communication
Kebebasan untuk berkomunikasi dengan siapa pun juga terbatasi.
Keterbatasan ini ddisebabkan karena setiap pertemuan dengan relasi
dan keluarga pasti mendapat mengawasan dan keterbatasan watu
berdasarkan aturan.
e. Loos of good and service
Narapidana juga merasakan kehilangan akan pelayanan. Dalam Lapas,
narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri. Hilangnya
pelayanan menyebabkan narapidana kehilangan rasa affection, kasih
sayang yang biasanya didapat di rumah. Hal ini menyebabkan sesorang
menjadi garang, cepat marah, atau melakukan hal-hal lain sebagai
kompetensi kejiwaannya.
f. Loos of heterosexual
Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan disetiap blok sesuai
merasa bahwa naluri seks, kasih sayangnya terampas hal ini juga bisa
menimbulkan penyimpangn seksual seperti lesbian, homoseks,
masturbasi, dan lain-lain.
g. Loos of prestige
Narapidana kehilangan harga dirinya. Bentuk- bentuk perlakuan dari
petugas terhadap narapidana telah membuat narapidana merasakan
terampasnya harga diri. Misalnya, penyediaan tempat mandi yang
terbuka untuk mandi bersama-sama, WC yang terbuka, kamar tidur
(sel) yang hanya berpintu terali besi.
h. Loos of belief
Hilangnya kepercayaan pada narapidana disebabkan karena hilangnya
rasa percaya diri mereka akibat tidak adanya rasa aman dan berbagai
perampasan kemerdekaan.
i. Loos of creativity
Pemidanaan di Lapas juga menyebabkan narapidana mengalami
kehilangan kreativitas, seperti ide-ide, gagasan, imajinasi, bahkan
impian dan juga ideal dirinya.
2.3 Harga Diri Narapidana
Narapidana adalah manusia yang sedang menjalani pembinaan dan
kurungan di Lembaga Pemasyarakatan dalam jangka waktu yang telah
di dalam komunitas tersendiri dan terpisah dari kehidupan normal yang
sebelumnya dijalani. Status sebagai narapidana merupakan bagian kehidupan
yang rumit dan butuh adaptasi keseluruhan aspek diri sehingga sering
menimbulkan dampak buruk pada diri. Dampak yang paling sering terjadi adalah
pada psikologis narapidana.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Harsono, bahwa salah satu
dampak psikologis pada narapidana adalah loos of prestige dikarenakan lapas
adalah tempat yang memiliki aturan yang merampas harga dirinya.
Hidayat (2009) melalui penelitiannya menyatakan bahwa narapidana
merasa dirinya telah ditolak oleh keluarga bahkan masyarakat, sehingga
kompensasi yang dilakukan adalah menarik diri dari lingkungannya dan
cenderung menolak untuk berintreaksi dengan orang lain. Narapidana juga
cenderung menyendiri dan mengurung diri karena hal itulah yang membuat
mereka nyaman. Tindakan menarik diri yang dilakukan oleh individu merupakan
salah satu karakteristik seeorang yang memiliki harga diri rendah.
Penelitian yang yang sejalan dengan hasil harga diri , yaitu konsep diri
narapidana remaja putri di lapas anak Medan oleh Siregar, K (2008) juga
menunjukkan hasil yang sejalan. Narapidana merasa bahwa tidak akan berguna
lagi setelah keluar dari lapas. Perasaan tidak berguna merupakan tanda seseorang
Pada bab ini, akan dijelaskan secara rinci kerangka penelitian yang terdiri
dari kerangka konseptual, definisi konseptual, definisi operasional, dan hipotesis
penelitian. Kerangka konseptual diperlukan sebagai fundamental berpikir dalam
melakukan penelitian yang dijabarkan dan dikembangkan dari tinjauan pustaka.
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptuaal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran harga diri
narapidana. Berdasarkan tinjauan pustaka, harga diri adalah penilaian individu
tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku
seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang
berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting
dan berharga (Stuart & Laraia 1998).
Setiap orang memiliki harga diri yang berbeda-beda. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan referensi, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi harga diri adalah pengalaman hidup, gender atau jenis kelamin,
fisik, lingkungan, intelegensi, ras atau kebangsaan, status ekonomi, dan urutan
keluarga. Rubino (2006) mengemukakan bahwa hilangnya harga diri dapat terjadi
Skema 1. Kerangka penelitian harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan wanita kelas IIA Tanjung Gusta Medan
3.2 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan konsep yang didefinisikan dengan
referensi konsep lain dan bersifat hipotetikal serta “tidak dapat diobservasi”
(Sarwono, 2006).
a. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan
diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart &
Laraia 1998). Harga Diri Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan
Harga Diri Tinggi
b. Narapidana adalah terpidana atau pelanggar hukum yang sedang menjalani
hukuman di LAPAS baik first offenders yaitu narapidana yang baru
pertama kali menjalani hukuman kurungan maupun residivis ( yang sudah
lebih dari sekali menjalani tahanan).
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada
karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau
“mengubah konsep-konsep yang berubah konstruk dengan kata-kata yang
menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan diuji serta ditentukan
kebenarannya oleh orang lain” (Young, dalam Sarwono 2006). Untuk lebih
jelasnya, maka akan dijelaskan konsep penting secara operasional.
Metodologi penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti dalam memperoleh jawaban
terhadap pertanyaan penelitian. Dalam bab ini, akan dijelaskan secara rinci desain
penelitian, populasi, sampel, teknik sampling, lokasi dan waktu penelitian,
pertimbangan etik, instrumen, uji validitas dan reliabilitas, pengumpulan dan
analisa data penelitian.
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif non eksperimental metode
deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji
hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu
variabel, gejala, atau keadaan (Arikunto, 2005). Dalam penelitian ini, variabel
yang digambarkan adalah harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 4.2.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai
narapidana wanita dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA
Tanjung Gusta Medan.
4.2.2 Sampel dan Teknik Sampling
Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan untuk mewakili
populasi (Arikunto, 2010). Jumlah populasi narapidana dewasa di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan adalah
367 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 20%
narapidana dewasa dari total populasi (Arikunto, 2006).
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non
probability sampling yaitu purpossive sampling. Teknik pengambilan
sampel ini merupakan cara pengambilan sampel yang didasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan
ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,
2010). Ciri atau kriteria inklusi pada penelitian ini adalah narapidana
dewasa ( >20 tahun). Penelitian harga diri ini mencakup 74 orang
narapidana sebagai sampel.
4.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian 4.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas
IIA Tanjung Gusta Medan yang terletak di Jalan Pemasyarakatan Tanjung
Gusta Medan 2015. Alasan pemilihan tempat penelitian di Lapas tersebut
bermacam-macam serta hukuman pidana yang berbeda-beda. Selain itu,
penelitian tentang harga diri pada narapidana wanita dewasa belum pernah
dilakukan di tempat yang sama. Oleh karena alasan-alasan tersebut,
peneliti tertarik dan memutuskan untuk melakukan penelitian di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.
4.3.2 Waktu Penelitian
Proses penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yang terdiri
dari pembuatan proposal mulai September sampai Desember 2014,
pengumpulan data pada bulan 12-18 Maret 2015, dan pengolahan data
pada April sampai Juni 2015.
4.4 Pertimbangan Etik
Alimul,A (2007) mengutarakan bahwa dalam melakukan sebuah
penelitian, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kelayakan dan
pertimbangan kaidah etik, diantaranya:
a. Informed Concent (Lembar persetujuan)
Lembar persetujuan merupakan bentk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian. Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian
dilakukann. Tujuan pemberian informed concent adalah agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika
subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.
partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, dan lain-lain.
b. Anonimity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
responden. Namun sebagai tanda, responden hanya mencantumkan kode
inisial pada kuesioner. Anonimity ini juga bertujuan untuk menjaga hak
dan privacy responden.
c. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan seluruh informasi yang diberikan oleh
responden dengan tidak menyebarkan informasi kepada pihak manapun,
dan data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Selanjutnya,
data disimpan atau dimusnahkan oleh peneliti, sehingga responden merasa
aman dengan tidak disebarluaskannya informasi yang telah diberikan.
Beucham dan Childress (dalam Purba & Pujiastuti, 2009) menambahkan 4
prinsip etik, diantaranya:
a. Otonomi
Hak untuk membuat keputusan sendiri, yakni setiap individu tidak hanya
membuat pilihan untuk membuat keputusan sendiri, tetapi juga bebas
dalam menerima setiap konsekuensi dari keputusan yang dibuat. Calon
responden berhak menolak menjadi responden jika tidak bersedia atau
keberatan, karena setiap narapidana yang menjadi calon responden
menjadi informan dengan alasan apapun untuk menghargai hak calon
responden.
b. Nonmalefience
Nonmalefience merupakan tindakan yang tidak merugikan orang lain
ataupun mencelakakan. Ini berarti bahwa tidak melukai atau menimbulkan
bahaya/cedera. Bahaya yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya
berbentuk bahaya fisik, namun juga psikologis yang bisa membuat
responden menangis, depresi, dan stres. Peneliti akan menjelaskan
prosedur dan informasi kegiatan penelitian yang lengkap.
c. Benefience
Prinsip benefience (memaksimalkan manfaat dan meminimalka kerugian)
berasal dari tulisan-tulisan Hipocrates dan menekankan pada profesi medis
yang mempunyai tugas untuk menolong (Bailey,1995). Prinsip ini
bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia untuk tidak
mencelakakannya. Prinsip benefience juga menyangkut kerahasian data
dan informasi yang akan diberikan oleh responden, yang berarti bahwa
penelitian ini tidak akan mencemarkan nama baik responden.
d. Justice
Justice merupakan prinsip yang menyangkut kewajiban untuk
memperlakukan setiap orang sesuai dengan apa yang baik dan benar dan
memberikan apa yang menjadi hak pada setiap orang. Dalam penelitian
secara adil baik dari segi sikap, tindakan maupun pemberian informasi
tanpa membeda-bedakannya.
e. Veracity
Prinsip veracity (kejujuran) menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan
untuk menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak berbohong. Peneliti
memberikan informasi yang relevan dan sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan hak veracity yang
dimiliki oleh responden dijunjung dengan baik.
Notoatmodjo pada tahun 2010 mengemukakan bahwa selama dilakukan
pengumpulan data, peneliti menjaga hak-hak respoden berupa hak untuk dihargai
privacy-nya, merahasiakan informasi yang diberikan, memperoleh jaminan
keamanan dan keselamatan akibat informasi yang diberikan, dan memperoleh
kompensasi.
4.5 Instrumen Penelitian
Setiap penelitian membutuhkan instrumen sebagai alat ukur sebuah
penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang
terdiri dari 2 bagian yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner harga diri.
4.5.1 Kuesioner Data Demografi
Kuesioner ini dibutuhkan untuk mengkaji data demografi
masing-masing responden yang meliputi kode responden, usia, agama, suku,
dilakukan, lama pidana, lama vonis yang dijalani, sisa vonis (masa
tahanan), dan sudah berapa kali menjadi tahanan.
4.5.2 Kuesioner Harga Diri Narapidana
Kuesioner ini dibutuhkan untuk mengukur tingkat harga diri
narapidana. Peneliti mengadopsi dan menggunakan kuesioner baku harga
diri yaitu Rosenberg’s Self Esteem Scale (SES).
Kuisioner SES ini dibuat oleh Rossenberg pada tahun 1965 untuk
mengkaji rasa berharga dalam diri seseorang secara umum yang terdiri dari
10 pertanyaan tertutup. Seluruh pertanyaan dalam kuesioner SES ini
mengadung dan mencakup komponen-komponen harga diri, yaitu perasaan
diterima (feeling of belonging), perasaan mampu (feeling of competence),
dan perasaan bangga (feeling of worth). Dari kesepuluh pertanyaan, dibagi
lagi menjadi 2 jenis yaitu 5 pertanyaan positif yang menandakan tingginya
harga diri seseorang, dan 5 pertanyaan negatif yang menandakan
rendahnya harga diri. Penilaian kuesioner harga diri Rosenberg
menggunakan skala ukur Likert. Jawaban pertanyaan instrumen terdiri dari
4 tingkatan meliputi “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat
tidak setuju”. Skor atas jawaban responden dibedakan berdasarkan jenis
pertanyaan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam tabel sebagai
Tabel 3. Jenis, Skor, dan Nomor Pertanyaan
Jenis Pertanyaan Skor Nomor pertanyaan
Pertanyaan positif
( Peningkatan Harga Diri)
Sangat setuju : 4
Setuju : 3
Tidak setuju : 2
Sangat tidak setuju : 1
1, 3, 4, 7, 10
Pertanyaan negatif
(Penurunan Harga Diri)
Sangat setuju : 1
Setuju : 2
Tidak setuju : 3
Sangat tidak setuju : 4
2, 5, 6, 8, 9
Skor dari masing-masing jawaban pertanyaan dijumlahkan
sehingga akan didapat total keseluruhan. Skor tertinggi adalah 40 jika
responden mendapat nilai 4 dari setiap pertanyaan dan skor terendah
adalah 10, jika nilai yang didapat dari setiap item adalah 1. Semakin
tinggi skor yang didapat oleh responden, maka semakin tinggi pula harga
dirinya.
Penentuan tingkatan pula harga diri tinggi atau rendah dapat
P = Skor tertinggi – Skor terendah
Banyak kelas
Nilai P merupakan panjang kelas yang dihasilkan dari selisih skor tertinggi
(40) dan skor terendah (10) dibagi dengan banyak kelas pula harga diri yang
terdiri dari 2 kelas yaitu tinggi dan rendah. Dari rumus tersebut, didapatkan bahwa
panjang kelas sebesar 15 sehingga pula harga diri tinggi memiliki interval skor
26-40 dan interval 10-25 menunjukkan pula harga diri rendah.
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.6.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid
mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid
berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan mengungkapkan data
dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Instrumen
penelitian demografi dan harga diri sudah dilakukan uji validitas. Uji
validitas dilakukan oleh 2 ahli dalam keperawatan jiwa terutama dalam
bidang harga diri.
4.6.2 Reliabilitas
Pada penelitian ini, diharapkan dengan melakukan uji reliabilitas
instrumen dapat mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tersebut tetap
konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas
koefisien Alpha Cronbach. Uji ini cocok dilakukan pada kuesioner yang
menggunakan skala likert dengan menguji kepada 10 responden
(Arikunto, 2006). Uji reliabilitas kuesioner dilakukan pada sekelompok
responden diluar sampel, yaitu kepada narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Instrumen
dikatakan layak digunakan jika hasil uji reliabilitas lebih dari 0,70, namun
jika hasil uji kurang dari 0,70 maka instrumen dikatakan tidak layak
digunakan.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas kuesioner yang telah dilakukan
kepada 10 orang narapidana diluar sampel, didapatkan hasil reliabilitas
0,821 dengan uji Cronbach Alpha. Hasil uji reliabilitas kuesioner harga
diri lebih dari 0,7 sehingga dapat diartikan bahwa kuesioner harga diri
Rossenberg pada narapidana layak digunakan.
4.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengisian
kuesioner oleh responden stelah penandatanganan informed concent. Pengisian
data sehingga identifikasi gambaran harga diri narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan diketahui.
Pengumpulan data dari setelah seluruh proses administrasi selesai yang
dimulai dari meminta persetujuan kepada Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang sebelumnya telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi
untuk melakukan penelitian dengan judul harga diri narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Setelah mendapat
persetujuan dari pihak Fakultas Keperawatan Unversitas Sumatera Utara, peneliti
membuat surat permohonan survei awal dan pengambilan data kepada Kepala
Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)
Sumatera Utara atas nama Fakultas Keperawatan. Surat permohonan penelitian
diberikan kepada bagian sekretariat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) Kantor Wilayah Sumatera Utara untuk dilakukan pertimbangan
atas izin persetujuan penelitian. Apabila telah menerima tanda accepted, pihak
Kemenkumham memberikan 3 balasan surat kepada Kepala Lembaga
Pemasyarakatan, Dekan Fakultas Keperawatan, dan mahasiswa peneliti berisi
syarat dan ketentuan penelitian. Selanjutnya surat tembusan dikirim kepada
bagian sekretariat Lemabaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta
Medan dan diberikan persetujuan.
Langkah awal yang dilakukan setelah proses administrasi selesai adalah
memperkenalkan diri secara singkat sesuai dengan aturan, menjelaskan maksud
mempertimbangkan informed concent kuesioner. Jika responden tidak bersedia
mengikuti, maka peneliti tidak boleh memaksa, namun jika responden bersedia
menjadi subjek penelitian, langkah selanjutnya adalah pemberian lembar
kuesioner dan alat tulis. Tahap berikutnya adalah menjelaskan cara mengisi
kuesioner yang benar dan memberikan kesempatan kepada responden untuk
bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti, kemudian responden menjawab
pertanyaan sesuai dengan diri masing-masing. Pertemuan ini dilakukan satu
persatu kepada tiap responden. Setelah semua responden selesai mengisi
kuesioner, peneliti mengumpulkan kembali lembar jawaban untuk selanjutnya
melakukan analisa data.
4.8 Analisa Data
Analisa data penelitian dilakukan setelah semua data terkumpul sesuai
dengan metode peenelitian yang dipilih yaitu kuantitatif melalui analisa deskriptif.
Proses analisa ini meliputi beberapa tahap, yaitu editing yang merupakan kegiatan
untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban sudah
lengkap, jelas, relevan, dan konsisten (Hastono, 2007). Selanjutnya, coding atau
kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi angka bilangan yang dilakukan
Proses berikutnya dilakukan secara elekteonik di komputer yang disebut
dengan processing. Skor masing- masing responden dimasukkan kedalam
program komputer untuk selanjutnya dijumlahkan dan dirata-ratakan. Tahap
terakhir adalah cleaning yaitu mengecek kembali data yang sudah di-entry apakah