• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Harga Diri Narapidana

di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA

Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh Inne D R Saragih

111101084

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Harga Diri Narapidana

di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA

Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh Inne D R Saragih

111101084

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa

untuk segala berkat dan penyertaan yang senantiasa diberikan kepada penulis

sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Harga Diri

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta

Medan” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari

doa, dukungan, bantuan,cinta dan kasih dari berbagai pihak sehingga penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen

penguji I yang telah memberikan arahan kepada penulis.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu

(6)

5. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing

akademik dan juga pembimbing skripsi yang sangat sabar dan

meluangkan hatinya selama membimbing penulis dari awal dan akhir.

6. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns selaku dosen penguji II yang telah

memberikan saran dan arahan untuk memperbaiki skripsi ini.

7. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara atas

semua ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan selama

perkuliahan.

8. Kementrian Hukum dan HAM Kanwil Sumatera Utara atas ijinnya

untuk penulis bisa melakukan penelitian di Lapas Wanita Kelas IIA

Tanjung Gusta Medan

9. Kepala Lapas Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan beserta seluruh

staff yang telah bersedia membantu selama proses penelitian

10.Seluruh narapidana yang telah bersedia menjadi responden dan berbaik

hati mendengarkan penulis menjelaskan.

11.Ribu keriting yang paling hebat namun tak terdeskripsikan

kehebatannya dengan kata-kata (Rustianur Peranginangin) untuk

segala cinta yang tak pernah berhenti. Terimakasih karena selalu

berusaha membuatku tumbuh sama seperti teman-temanku yang masih

punya ayah. Terimakasih sudah merangkap sebagai Ibu sekaligus ayah.

Terimakasih juga untuk Bapak yang sudah lama pergi menghadap

(7)

12.Abang- abang (Bang Andy, Bg Uwenku, Oppa Deasku, Jojokku,

Lelelku) kakak ipar (Kak Tari,Kak Ika, Kak Sisca), dan keponakan

(Kekey Brenotku dan Petra dan semoga nambah) untuk doa, semangat

dan kasih sayang kalian. Trimakasih karena selalu memegang tangan.

13.Orang-orang baik Edison SPS atas segala kasih, dukungan, bantuan,

doa, dan semangat. Saudari terkasih IPIN (Patrycia Ice Novia). The

raflessia (K Adria, Hermilio, Gres Piton, Kk Sona), dan Bawang Anne.

14.Teman-teman sedoping (Leliana, Warnila, Hadi, dan Farida)

15. Teman-teman S1 Ilmu Keperawatan stambuk 2011 spektakuler.

Semoga kasih Bapa tetap menyertai seluruh pihak yang telah membantu

penulis dalam proses penyusunan proposal ini. Dengan adanya penelitian ini,

harapan penulis semoga dapat bermanfaat kelak sebagai pedoman dalam

penyelesaian tugas akhir.

Medan, Juni 2015

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL . ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR ... iv

2.1.2 Karakteristik Harga Diri ... 10

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 11

2.1.4 Komponen Harga Diri ... 14

2.2.3 Lembaga Pemasyarakatan UU RI No.12 Tahun 1995 ... 21

2.2.4 Dampak Psikologis Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ... 22

2.3 Harga Diri Narapidana ... 24

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 26

3.2 Definisi Konseptual ... 27

(9)

4.2.1 Populasi ... 30

4.5.1 Kuesioner Data Demografi ... 35

4.5.2 Kuesioner Harga Diri Narapidana ... 36

4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38

4.6.1 Validitas ... 38

4.6.2 Reliabilitas ... 38

4.7 Pengumpulan Data... 39

4.8 Analisa Data ... 41

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 43

5.1.1 Data Demografi Responden ... 43

5.1.2 Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ... 46

Kelas IIA Tajung Gusta Medan ... 5.2 Pembahasan ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Rekomendasi ... 63

6.2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan... 63

6.2.2 Bagi Praktik Keperawatan ... 63

6.2.3 Bagi Penelitian selanjutnya... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN 1. Lembar Informed Concent ... 69

2. Kuesioner Data Demografi dan Harga Diri Narapidana ... 70

3. Lembar Bukti Bimbingan ... 72

4. Taksasi Dana ... 74

5. Jadwal Penelitian ... 75

6. Daftar Riwayat hidup ... 76

7. Uji Reliabilitas Kuesioner ... 77

8. Distribusi Data Demografi Responden ... 78

9. Distribusi Harga Diri Responden ... 82

10.Distribusi Harga Diri Per Item Kuesioner ... 83

11.Distribusi Harga Diri Berdasarkan Data Demografi Responden ... 87

12.Lembar Uji Validitas 1 ... 100

13.Lembar Uji Validitas 2 ... 101

(10)

15.Surat Balasan Ijin Penelitian ... 103

16.Surat Permohonan Uji Reliabilitas ... 104

17.Surat Bukti Uji Kuesioner dan Penelitian ... 105

18.Surat Etika Penelitian ... 107

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Karakteristik Individu dengan Harga Diri Tinggi dan Rendah ... ..9

Tabel 2. Variabel, Definisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur ... 29

Tabel 3. Jenis, Skor, dan Nomor Pertanyaan. ... 37

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakteristik Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan ... 44

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan .. ... 46

Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Presentase Jawaban Kuesioner Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan pada Maret 2015 ... 46

(12)

DAFTAR SKEMA

No. Judul Hal.

1. Kerangka Penelitian Harga Diri Narapidana di Lembaga

(13)

Judul : Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

Peneliti : Inne D R Saragih

NIM : 111101084

Jurusan : Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Hilangnya kemerdekaan dikarenakan narapidana ditempatkan khusus dan sering diberi label buruk oleh masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan psikologis seperti penurunan harga diri. Harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini bisa positif (tinggi) maupun negatif (rendah) tergantung sejauh mana memandang kualitasnya. Penelitian ini dilakukan mulai 12 Maret 2015 sampai 18 Maret 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi harga diri narapidana di Lembaga pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu purpossive sampling dengan kriteria inklusi narapidana dewasa usia diatas 20 tahun sebanyak 20% dari populasi (74 orang). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 55 responden (74,3%) memiliki harga diri tinggi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tersebut menjalankan sistem yang sesuai dengan tujuan dasar pemasyarakatan yakni membina warga binaan agar menyesali kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarkat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

(14)

Title of the Thesis : Prisoners’ Self-Esteem in Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan

Researcher : Inne D R Saragih

Std. ID Number : 111101084

Department : Nursing Science Study Program, the Faculty of

Nursing, University of Sumatera Utara

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

A prisoner is a convict that loses his freedom in the penitentiary. He loses of freedom because he is put in a specific place in which he is usually labeled badly by people. This can bring about psychological disturbance like the decrease in self-esteem. Self-esteem is an individual assessment on his own quality which fluctuates with his surrounding. This assessment can be positive (high) and negative (low), depending on how far he values his quality. The research was conducted at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, from March 12, 2015 to March 18, 2015. Its objective was to identify prisoners’ self -esteem at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan by using descriptive design. The population was 74 prisoners (20%) who were above 20 years old, taken by using non-probability technique or purposive sampling technique with the inclusive criteria. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by presenting distribution frequency and presentation. The result of the research showed that 55 respondents (74.3%) had high self-esteem. It was also found that the management of the penitentiary operated its system which was in line with basic objective of penitentiary, to develop prisoners to repent their guilt, to improve themselves, and not to do the same criminal act so that they can be accepted by his community and can live properly as god and responsible citizens.

Keywords: Self-Esteem, Prisoners, Penitentiary

(15)

Judul : Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

Peneliti : Inne D R Saragih

NIM : 111101084

Jurusan : Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Hilangnya kemerdekaan dikarenakan narapidana ditempatkan khusus dan sering diberi label buruk oleh masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan psikologis seperti penurunan harga diri. Harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini bisa positif (tinggi) maupun negatif (rendah) tergantung sejauh mana memandang kualitasnya. Penelitian ini dilakukan mulai 12 Maret 2015 sampai 18 Maret 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi harga diri narapidana di Lembaga pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dengan menggunakan desain deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu purpossive sampling dengan kriteria inklusi narapidana dewasa usia diatas 20 tahun sebanyak 20% dari populasi (74 orang). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 55 responden (74,3%) memiliki harga diri tinggi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tersebut menjalankan sistem yang sesuai dengan tujuan dasar pemasyarakatan yakni membina warga binaan agar menyesali kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarkat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

(16)

Title of the Thesis : Prisoners’ Self-Esteem in Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan

Researcher : Inne D R Saragih

Std. ID Number : 111101084

Department : Nursing Science Study Program, the Faculty of

Nursing, University of Sumatera Utara

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

A prisoner is a convict that loses his freedom in the penitentiary. He loses of freedom because he is put in a specific place in which he is usually labeled badly by people. This can bring about psychological disturbance like the decrease in self-esteem. Self-esteem is an individual assessment on his own quality which fluctuates with his surrounding. This assessment can be positive (high) and negative (low), depending on how far he values his quality. The research was conducted at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, from March 12, 2015 to March 18, 2015. Its objective was to identify prisoners’ self -esteem at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan by using descriptive design. The population was 74 prisoners (20%) who were above 20 years old, taken by using non-probability technique or purposive sampling technique with the inclusive criteria. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by presenting distribution frequency and presentation. The result of the research showed that 55 respondents (74.3%) had high self-esteem. It was also found that the management of the penitentiary operated its system which was in line with basic objective of penitentiary, to develop prisoners to repent their guilt, to improve themselves, and not to do the same criminal act so that they can be accepted by his community and can live properly as god and responsible citizens.

Keywords: Self-Esteem, Prisoners, Penitentiary

(17)

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang berada pada derajat tertinggi dengan

spesifikasi khusus. Hal ini menjadikan manusia berbeda dengan ciptaan lain.

Manusia diberikan oleh Tuhan kemampuan untuk berpikir, berakal, berbudaya,

dan bermasyarakat, serta bisa memilih mana yang baik dan yang buruk.

Banyaknya manusia menimbulkan keragaman tingkah laku. Tingkah laku

manusia secara umum dibagi dua jenis, pertama adalah tingkah laku yang baik

yaitu tingkah laku yang positif dan bermanfaat. Yang kedua adalah tingkah

laku yang tidak baik, yaitu tingkah laku yang tidak berguna, berbahaya dan

merugikan orang lain serta menimbulkan kemarahan Tuhan.

Ketika manusia memilih dan melakukan tingkah laku yang tidak baik atau

buruk, maka akan menimbulkan kesalahan yang bermacam-macam. Jika

kesalahan dianggap sebagai kejahatan dan tindak kriminalitas yang melanggar

undang-undang yang telah ditetapkan, maka akan diberi sanksi oleh pihak

berwenang. Sanksi ini biasanya diputuskan berdasarkan beratnya jenis kriminal

yang dilakukan dan selanjutnya dikenakan hukuman kurungan. Hukuman

kurungan ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan atau biasa disebut lapas.

Menurut UU RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang

(18)

disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pemidanaan narapidana

dan anak didik.

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan

di lapas (UU Pemasyarakatan pasal 1 ayat 7). Maksudnya adalah narapidana

ditempatkan di lapas karena telah diadili oleh pengadilan dan telah

memperoleh kekuatan hukum yang tetap, namun seseorang dikatakan

narapidana bila usianya diatas 18 tahun sedangkan dibawahnya disebut anak

didik.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2013,

jumlah narapidana wanita di Sumatera Utara sepanjang tahun 2012 terus

menerus mengalami sedikit peningkatan tiap bulannya kecuali pada Bulan

Agustus, Oktober, dan Desember dengan rata- rata peningkatan 14 narapidana.

Menurut data Sumber Daya Pemasyarakatan kantor wilayah Sumatera

Utara, jumlah narapidana di Lapas wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

yang memiliki kapasitas 150 orang, sudah melebihi sekitar 300%. Jumlah

penghuni terakhir pada bulan Desember 2014 di Lapas Wanita Kelas IIA

adalah 500 orang yang terdiri dari 121 tahanan dan 379 narapidana.

Harsono (1995) menyatakan, narapidana merupakan manusia yang tengah

menghadapi krisis, tengah berada di persimpangan jalan, tengah mengalami

dissosialisasi dengan masyarakat. Krisis ini bisa terjadi pada aspek psikologis

mereka. Salah satu dampak psikologis narapidana atas pemidanaan yang

(19)

harga dirinya. Selain itu, jumlah narapidana yang melebihi kapasitas dalam

lapas juga dapat menurunkan harga diri. Rubino (2006) menambahkan bahwa

hilangnya harga diri dapat terjadi pada setiap aspek dan kenyataan hidup,

seperti keadaan seseorang di Lapas dengan status narapidana. Status

narapidana yang merupakan pelanggar hukum sering dianggap masyarakat

sebagai sesuatu yang sangat buruk terutama jika pelakunya adalah seorang

wanita. Stigma yang buruk dari masyarakat dapat menurunkan harga diri

narapidana.

American Academy Art & Science pada tahun 2010 mewawancarai

seorang narapidana wanita di USA, Amerika. Hasil wawancara tersebut

menunjukkan bahwa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merasa sangat

sulit karena kapasitas yang melebihi seharusnya. Pihak lapas menambah 2

tempat tidur masing-masing kamar sehingga membuat narapidana tidak

nyaman.

Keadaan yang seperti inilah yang dapat mengganggu harga diri narapidana

terutama narapidana wanita. Dalam satu sel terdapat 8 orang yang membuat

ruangan menjadi sempit dan tidak nyaman sehingga mengakibatkan privacy

tidak terjaga.

Narapidana di Lapas Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta juga mengalami

keadaan seperti yang dipaparkan dalam teori dan pengalaman narapidana

tersebut, terutama kelebihan kapasitas yang sudah melampui batas normal.

Selain itu, wanita yang menjadi narapidana memiliki peran dan status sebagai

(20)

menjalani tahanan. Kenyataan hidup yang menyedihkan seperti ini dapat

menurunkan harga diri narapidana sebagai wanita.

Rosenberg (1965, dalam Taylor, Shelley E, et al.,2009) mengemukakan

bahwa harga diri adalah hasil evaluasi tentang diri kita sendiri. Artinya, kita

tidak hanya menilai seperti apa diri kita tetapi juga menilai kualitas-kualitas

dalam diri kita baik evaluasi yang baik ataupun buruk yang menjadikan harga

diri rendah.

Harga diri merupakan evaluasi masing-masing individu, sehingga setiap

individu memiliki harga diri yang berbeda-beda. Salah satu yang paling

membedakannya adalah jenis kelamin. Menurut Baumastier dan Pipher (dalam

Haryono 2013) menyebutkan wanita cenderung memiliki harga diri negatif

dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena pengaruh stereotipe dan

stigma masyarakat. Harga diri pada dasarnya didapat dari 2 hal sebagai sumber

utama, yaitu dari diri sendiri dan dari orang lain (Sutataminingsih, 2009).

Ketika orang lain dan lingkungan tidak memberikan penghargaan bagi

individu, maka keadaan seperti ini yang dapat menurunkan harga diri

seseorang, seperti wawancara terhadap narapidana wanita dalam journal of

Women and social Work. Narapidana tersebut mengeluhkan bahwa mereka

sebenarnya tidak seburuk yang orang lain pikirkan, terlebih setiap narapidana

memiliki peran masing-masing di lingkungan sosial baik sebagai ibu, kakak,

adik, dan istri. Selain itu, narapidana sebenarnya tidak terlahir dan

(21)

Dari hasil wawancara tersebut, dapat diartikan bahwa narapidana wanita

merasa rendah diri karena stigma masyarakat kepada narapidana sangat buruk.

Penilaian yang buruk dari orang lain dapat menyebabkan rendahnya harga diri

seseorang.

Siregar, K (2008) melakukan penelitian tentang konsep diri narapidana

remaja putri di Lapas Tanjung Gusta. Salah satu dimensi konsep diri adalah

harga diri yang didapatkan hasil bahwa 71% narapidana memiliki harga diri

tinggi, sedangkan 29% memiliki harga diri rendah. Dari beberapa komponen

penilaian harga diri, sekitar 87,1% menyatakan bahwa responden merasa

mempunyai banyak teman sesama narapidana yang senasib dan dapat dijadikan

sahabat dalam suka dan duka serta mengatakan bahwa mereka tidak berguna

lagi setelah menyandang atribut narapidana.

Berdasarkan beberapa penelitian dan teori yang mengemukakan tentang

masalah yang terjadi terkait harga diri narapidana, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul harga diri narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan dengan

(22)

1.2 Pertanyaan Penelitian

Yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah:

Bagaimana gambaran harga diri narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui gambaran harga diri narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian dapat memberikan informasi yang berharga bagi

pendidikan keperawatan sehingga dapat memperkaya dan memperluas

pengetahuan mahasiswa terutama keperawatan jiwa dan komunitas

dalam hal harga diri pada narapidana

1.4.2 Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap pelayanan

keperawatan agar memperhatikan harga diri pada komunitas

(23)

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan terhadap

penelitian keperawatan selanjutnya yang berkaitan dengan harga diri

manusia terutama komunitas-komunitas area tertentu seperti narapidana

(24)

2.1 Harga Diri

2.1.1 Definisi Harga Diri

Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai definisi harga

diri diantaranya adalah Rosenberg 1965, dalam Taylor, Shelley E, et

al.,2009 yang menyatakan bahwa harga diri adalah hasil evaluasi tentang

diri kita sendiri. Artinya, kita tidak hanya menilai seperti apa diri kita

tetapi juga menilai kualitas-kualitas diri kita. Pendapat senada juga

dikemukakan oleh Coopersmith, yaitu harga diri adalah evaluasi yang

dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap

menerima, menolak,dan indikasi kepercayaan individu terhadap

kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Dalam istilah

singkatnya, harga diri merupakan “personal judgement”.

Selain Rosenberg dan Coopersmith, ahli lain yang mendefinisikan

harha diri adalah Stuart dan Laraia pada tahun 1998 yang berpendapat

bahwa harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai

dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar

dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan

(25)

& Wolfe pada tahun 2001, bahwa harga diri adalah keseluruhan

pandangan diri yang menyangkut perasaan berharganya sebagai seorang

manusia. Potter &Perry 2005 menambahkan harga diri adalah rasa

dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri

rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan

ansietas. Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kndisi sekitarnya, meskipun

inti dasar dari perasaan negatif dan positif dipertahankan.

Baumeister, Tice, & Hutton mendefinisikan harga diri sebagai

penilaian keseluruhan terhadap diri sendiri baik afektif maupun kognitif

secara spesifik. Tingginya harga diri dilihat ketika seseorang merasa

senang dan merasa memiliki kualitas-kualitas positif sedangkan dikatakan

harga diri yang rendah ketika seseorang memiliki rasa ambivalen dan

kurang yakin bahwa mereka memiliki kualitas positif.

Pada dasarnya, keseluruhan pendapat para ahli harga diri memiliki

makna yang senada. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap kualitas

dirinya sendiri yang berfluktuasi dengan kondisi sekitarnya. Penilaian ini

bisa positif maupun negatif tergantung sejauh mana memandang

kualitasnya. Jika individu memandang dirinya positif, ini diartikan dengan

harga diri yang tinggi sedangkan negatif disebut dengan harga diri yang

(26)

2.1.2 Karakteristik Harga Diri

Harga diri dapat dinilai dengan melihat bagaimana individu menilai

dan mengevaluasi dirinya. Penilaian ini selanjutnya akan mempengaruhi

perilaku individu dalam bertingkah laku. Penilaian ini terbagi atas 2 jenis

yaitu harga diri yang tinggi dan rendah. Penilaian ini dibedakan

berdasarkan karakteristiknya. Rossenberg dan Owens (dalam Larasati

2012) menjabarkan karakteristik masing-masing lebih rinci sebagai

berikut:

Tabel 1. Karakteristik Individu dengan Harga Diri Tinggi dan Rendah

Harga diri tinggi Harga diri rendah

Merasa puas dengan dirinya. Merasa tidak puas dengan dirinya.

Bangga menjadi diri sendiri. Ingin menjadi orang lain atau berada

diposisi orang lain.

Lebih sering mengalami rasa senang

dan bahagia.

Lebih sering mengalami emosi yang

negatif ( stress, sedih, marah).

Menanggapi pujian dan kritik sebagai

masukan.

Sulit menerima pujian, tetapi terganggu

oleh kritik.

Dapat menerima kegagalan dan bangkit

dari kekecewaan akibat gagal.

Sulit menerima kegagalan dan kecewa

berlebihan saat gagal.

Memandang hidup secara positif dan

dapat mengambil sisi positif dari

kejadian yang dialami.

Memandang hidup dan berbagai

kejadian dalam hidup sebagai hal yang

(27)

Menghargai tanggapan orang lain

sebagai umpan balik untuk

memperbaiki diri.

Menganggap tanggapan orang lain

sebagai kritikan yang mengancam.

Menerima peristiwa negatif yang terjadi

pada diri dan berusaha memperbaikinya

Membesar-besarkan peristiwa negatif

yang pernah dialaminya.

Mudah untuk berinteraksi, berhubungan

dekat dan percaya pada orang lain

Sulit untuk berinteraksi, berhubungan

dekat dan percaya pada orang lain

Berani mengambil resiko Menghindar dari resiko

Bersikap positif pada orang lain atau

institusi yang terkait dengan dirinya

Bersikap negatif (sinis) pada orang lain

atau institusi yang terkait dengan

dirinya

Optimis Pesimis

Berpikir konstruktif (dapat mendorong

diri sendiri)

Berpikir tidak dapat membangun

(merasa tidak dapat membantu diri

sendiri)

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Setiap individu dapat memiliki harga diri yang berbeda-beda

terutama pada masa remaja sampai dewasa. Terdapat beberapa faktor yang

(28)

a. Faktor pengalaman

Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan

kejadian yang pernah dialami,dirasakan seseorang sehingga

meninggalkan kesan dalam hidup seseorang (Yusuf 2000).

Pengalaman yang menyenangkan akan berpengaruh terhadap harga

diri tinggi dan rendah.

b. Faktor gender atau jenis kelamin

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang

perbedaan harga diri berdasarkan jenis kelamin menunjukkan hasil

bahwa remaja pria memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan

dengan remaja wanita. Menurut Baumastier dan Pipher (dalam

Haryono 2013) menyebutkan wanita cenderung memiliki harga diri

negatif dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena pengaruh

stereotipe masyarakat yang memandang pria harus kelihatan tangguh

dan mengekpresikan emosi.Crain (dalam Haryono 2013)

menambahkan bahwa laki-laki akan memiliki harga diri lebih tinggi

bila memiliki fisik yang diinginkan, sedangkan wanita lebih kearah

tingkah laku ataupun bersosialisasi akan meningkatkan nilai harga

diri.

c. Faktor fisik

Fakktor fisik yang dapat mempengaruhi harga diri diantaranya adalah

(29)

orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila wajah dan

bentuk tubuh yang dimiliki terlihat menarik.

d. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan mencakup lingkungan keluarga dan teman sebaya.

Misalnya jika orang tua mampu menerima kemampuan anaknya

sebagaimana yang ada, maka anak akan dapat menerima dirinya

sendiri. Semakin dewasa seseorang, maka semakin banyak pula

orang-orang di lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan

harga dirinya.

e. Faktor status ekonomi

Status ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang

untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan

finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari

(Coopersmith, 1998). Status ekonomi yang memadai akan

berpengaruh terhadap harga diri tinggi sedangkan yang tidak memadai

akan berpengaruh terhadap harga diri rendah.

f. Faktor tingkat intelegensi

Semakin tingi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula

harga dirinya. Tingkat intelegensi berbanding lurus dengan harga diri

seseorang.

g. Faktor ras atau kebangsaan

Seseorang dari kaum minoritas akan memiliki harga diri yang rendah

(30)

berkulit hitam akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat

bersekolah di sekolah mayoritas siswanya berkulit putih.

h. Faktor urutan keluarga

Anak tunggal cenderung memiliki harga diri lebih tinggi daripada

anak-anak yang memiliki saudara kandung. Selain itu, anak laki-laki

sulung yang memiliki adik kandung permpuan cenderung memiliki

harga diri yang lebih tinggi.

Coopersmith (1967, dalam Emil 2003) mengemukakan bahwa ada 4

faktor terpenting (critical factors) yang mempengaruhi harga diri, yaitu:

a. Banyaknya dukungan, kepedulian, perhatian yang diterima oleh individu

dari orang-orang terdekat dan terpenting dalam hidupnya

b. Sejarah keberhasilan individu dan keterkaitan dengan komunitas di

masyarakat

c. Pengalaman hidup dan cara individu menginterpretasikan atau

menasirkannya kedalam kehidupan saat ini

d. Sikap individu dalam merespon evaluasi.

2.1.4 Komponen Harga Diri

Felker (Ramadhan 2012) menyatakan bahwa terdapat tiga

(31)

a. Perasaan diterima (Feeling of Belonging)

Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu

kelompok dan dirinya diterima seperti dihargai oleh anggota

kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga kelompok teman

sebaya, atau kelompok apapun. Individu akan memiliki penilaian yang

positif tentang dirinya apabila individu tersebut merasa diterima dan

menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan memilliki

penilaian negatif tentang dirinya bila perasaan tidak diterima,

misalnya perasaan seseorang pada saat menjadi anggota kelompok

tertentu.

b. Perasaan mampu (Feeling of Competence)

Perasaan dan keyakinan individu akan kemampuan yang ada pada

dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan, misalnya

perasaan seseorang pada saat mengalami keberhasilan atau kegagalan.

c. Perasaan Berharga (Feeling of Worth)

Perasaan ketika individu merasa dirinya berharga atau tidak, dimana

perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Perasaan

yang dimiliki individu yang sering kali ditampilkan dan berasal dari

pernyataan-pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pintar, sopan,

(32)

2.1.5 Aspek Harga Diri

Brown (Christia 2007), mengemukakan beberapa aspek harga diri,

diantaranya:

a. Global self esteem

Variabel keseluruhan dalam diri individu secara keleluruhan dan

relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi.

b. Self evaluation

Cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang

terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin

akan kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia

memiliki harga diri rendah dibidang akademis, sedangkan seseorang

yang berpikir bahwa ia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain,

maka bisa dikatakan memiliki harga diri tinggi.

c. Emotion

Keadaan emosi sesaat terutama sesuatu yang muncul sebagai

konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang

menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya

meningkatkan atau menurunkan harga diri mereka. Misalnya

seseorang memiliki harga diri yang tinggi karena mendapat promosi

jabatan, atau seseorang memiliki harga diri yang rendah setelah

(33)

2.1.6 Dimensi Harga Diri

Coopersmith dalam Meliala 2009 mengemukakan bahwa harga diri

memiliki beberapa dimensi. Pertama adalah significance, yang merupakan

penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang diterima dari orang lain.

Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan, serta

rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan

serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah

penerimaan (acceptance) dan popularitas (popularity), dan kebalikannya

adalah penolakan serta isolasi. Dampak utama dari perlakuan serta

perwujudan kasih sayang tersebut adalah tumbuhnya perasaan dihargai

yang merupakan refleksi dari penghargaan yang diterima dari orang lain.

Semakin banyak orang menunjukkan sikap serupa terhadap mereka, dan

semakin sering hal itu terjadi, maka akan semakin besar pula kemungkinan

tumbuhnya pemahaman yang positif akan diri mereka.

Dimensi yang kedua adalah power, yang merupakan kekuatan. Hal

ini diartika sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi terjadinya

sesuatu dengan mengendalikan sikap dirinya maupunorang lain. Secara

umum pengaruhnya dapat dilihat dari pengakuan dan penghargaan yang

diterima dari orang lain serta sejauh mana orang lain menghargai hak dan

ide-idenya.

Competence adalah dimensi yang ketiga dari harga diri. Dimensi

ini merupakan tingkat dimana penampilan adau performansi yang tinggi

(34)

adalah virtue, yang merupakan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etis,

moral, dan agama. Individu mematuhi pri prinsip-prinsip etis, moral, dan

agama yang telah diteriamanya dan diinternalisasi. Kepatuhan-kepatuhan

tersebut menimbulkan sikap positif terhadap keberhasilan.

2.1.7 Pembagian Masa Dewasa

Masa dewasa biasanya dimulai sejak usia 18 tahun hingga kira-kira

usia 40 tahun dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan

dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap

perubahan tersebut (Jahja,2011). Elizabeth B. Hurlock membagi masa

dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Masa Dewasa Awal ( Masa Dewasa Dini/ Young Adult)

Masa dewasa awal (21-40 tahun) merupakan masa pencarian

kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh

dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial,

komitmen, dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai,

kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.

b. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood)

Masa dewasa Madya berlangsung dari umur 41 hingga 60 tahun.

Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa

dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita

meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya untuk

(35)

c. Masa Dewasa Lanjut (Masa Tua/Older Adult)

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.

Masa ini dimulai dari umur 60 tahun hingga akhir hayat, yang

ditandai dengan adanya perubahan fisik dan psikologis yang

semakin menurun.

2.2 Narapidana

Narapidana berasal dari dua kata, yaitu Nara dan Pidana. Nara berarti

orang, dan pidana adalah hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan,

narkoba, korupsi, pencurian, dan lain-lain), sehingga menurut asal katanya,

narapidana merupakan orang yang melakukan kejahatan. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, narapidana adalah orang hukuman atau orang yang

sedang menjalani hukuman karena tindak pidana. Sedangkan dalam UU No. 12

tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang

menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

Dalam KUHP Pasal 21 dirincikan bahwa seseorang dipidana

sebagai pembuat tindak pidana (narapidana), adalah setiap orang yang:

a. Melakukan sendiri tindak pidana

b. Melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh

orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;

c. Turut serta melakukan; atau

d. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan

(36)

penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau

keterangan, memancing orang lain supaya melakukan tindak pidana.

Menurut ilmu kriminologi (dalam Siregar 2013), tindak pidana dibagi

kedalam penggolongan pelaku tindak pidana (narapidana) sesuai dengan

perbuatan-perbuatan yang dilakukan yaitu narapidana baru atau pelanggar

hukum bukan residivis (mono deliquent) dan residivis.

2.2.1 Narapidana Baru

Narapidana adalah manusia yang tengah mengalami krisis, tengah

berada di persimpangan jalan, tengah mengalami disosialisasi dengan

masyarakat, tengah merencanakan kehidupan baru setelah keluar dari

Lembaga Pemasyarakatan/ Rutan. Tepat sekali jika narapidana harus

mengenal diri sendiri, agar mampu memutuskan dan melakukan tindakan

untuk mengubah diri sendiri, agar mempunyai kemauan untuk melakukan

perubahan (Harsono 1995).

Narapidana baru merupakan pelanggar hukum bukan residivis

yang mempunyai istilah khusus yaitu, mono deliquent atau first offenders.

Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali

perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu

(37)

2.2.2 Residivis

Residivis atau pelaku tindak pidana yang berulang berasal dari

bahasa Perancis yang terdiri dari 2 kata yaitu Re dan Cado. Re berarti lagi,

dan Cado berarti jatuh, sehingga berdasarkan asal katanya dapat

didefinisikan bahwa residivis adalah jatuh lagi untuk kedua kalinya.

Dalam KUHP tahun 2012 dalam pasal 24 paragraf 6 tertera bahwa

residivis yang melakukan pengulangan tindak pidana lagi dalam waktu 5

(lima) tahun sejak:

a. Menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan;

b. Pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau

c. Kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan belum daluarsa.

2.2.3 Lembaga Pemasyarakatan Menurut UU RI No. 12 Tahun 1995 Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pembinaan Warga

Binaan Pemasyarakatan (Pasal 6 ayat 1). Lembaga ini merupakan bagian

akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana (Pasal 1 ayat 1).

Pembinaan dimaksud dilakukan terhadap narapidana baik dewasa maupun

anak didik. Dahulu Lembaga Pemasyarakatan mempunyai nama yang

dikenal dengan penjara, namun telah diubah berdasarkan pearuran

perundang-undangan. Dikatakan Pemasyarakatan karena merupakan

lembaga dengan sistem suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara

pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang

(38)

untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,

dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar

sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (Pasal 1 ayat 2). Lembaga

Pemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan lapas didirikan disetiap

ibukota kabupaten atau kotamadya (Pasal 4 ayat 1).

2.2.4 Dampak Psikologis Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Harsono (1995) mengatakan bahwa narapidana sebenarnya tidak

hanya dihukum secara fisik, namun juga secara psikologis. Hukuman

psikologis ini bahkan lebih berat dibanding fisik sehingga memerlukan

perhatian ekstra. Harsono (1995) menyatakan ada beberapa dampak

psikologis yang dialami narapidana di Lapas, yaitu:

a. Loos of personality

Seorang narapidana diselam dipidana akan kehilangan kepribadian

diri, identitas diri akibat peraturan dan tata cara hidup di Lapas

terutama karena selama menjalani pidana, semua diperlakukan sama

tanpa memandang perbedaan kebutuhan antar narapidana.

b. Loos of security

Selama proses pemidanaan, narapidana selalu mendapat pengawasan

(39)

berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya

merupakan suatu kesalahan yang dapat berakibat hukum dan

dikenakan sanksi.

c. Loos of liberty

Pidana hilang kemerdekaan telah merampas berbagai kemerdekaan

individual, misalnya kemerdekaan berpendapat, membaca surat kabar

dengan leluasa, melakukan hobi, dan masih banyak lagi. Keadaan yang

demikian menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya.

d. Loos of personal communication

Kebebasan untuk berkomunikasi dengan siapa pun juga terbatasi.

Keterbatasan ini ddisebabkan karena setiap pertemuan dengan relasi

dan keluarga pasti mendapat mengawasan dan keterbatasan watu

berdasarkan aturan.

e. Loos of good and service

Narapidana juga merasakan kehilangan akan pelayanan. Dalam Lapas,

narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri. Hilangnya

pelayanan menyebabkan narapidana kehilangan rasa affection, kasih

sayang yang biasanya didapat di rumah. Hal ini menyebabkan sesorang

menjadi garang, cepat marah, atau melakukan hal-hal lain sebagai

kompetensi kejiwaannya.

f. Loos of heterosexual

Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan disetiap blok sesuai

(40)

merasa bahwa naluri seks, kasih sayangnya terampas hal ini juga bisa

menimbulkan penyimpangn seksual seperti lesbian, homoseks,

masturbasi, dan lain-lain.

g. Loos of prestige

Narapidana kehilangan harga dirinya. Bentuk- bentuk perlakuan dari

petugas terhadap narapidana telah membuat narapidana merasakan

terampasnya harga diri. Misalnya, penyediaan tempat mandi yang

terbuka untuk mandi bersama-sama, WC yang terbuka, kamar tidur

(sel) yang hanya berpintu terali besi.

h. Loos of belief

Hilangnya kepercayaan pada narapidana disebabkan karena hilangnya

rasa percaya diri mereka akibat tidak adanya rasa aman dan berbagai

perampasan kemerdekaan.

i. Loos of creativity

Pemidanaan di Lapas juga menyebabkan narapidana mengalami

kehilangan kreativitas, seperti ide-ide, gagasan, imajinasi, bahkan

impian dan juga ideal dirinya.

2.3 Harga Diri Narapidana

Narapidana adalah manusia yang sedang menjalani pembinaan dan

kurungan di Lembaga Pemasyarakatan dalam jangka waktu yang telah

(41)

di dalam komunitas tersendiri dan terpisah dari kehidupan normal yang

sebelumnya dijalani. Status sebagai narapidana merupakan bagian kehidupan

yang rumit dan butuh adaptasi keseluruhan aspek diri sehingga sering

menimbulkan dampak buruk pada diri. Dampak yang paling sering terjadi adalah

pada psikologis narapidana.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Harsono, bahwa salah satu

dampak psikologis pada narapidana adalah loos of prestige dikarenakan lapas

adalah tempat yang memiliki aturan yang merampas harga dirinya.

Hidayat (2009) melalui penelitiannya menyatakan bahwa narapidana

merasa dirinya telah ditolak oleh keluarga bahkan masyarakat, sehingga

kompensasi yang dilakukan adalah menarik diri dari lingkungannya dan

cenderung menolak untuk berintreaksi dengan orang lain. Narapidana juga

cenderung menyendiri dan mengurung diri karena hal itulah yang membuat

mereka nyaman. Tindakan menarik diri yang dilakukan oleh individu merupakan

salah satu karakteristik seeorang yang memiliki harga diri rendah.

Penelitian yang yang sejalan dengan hasil harga diri , yaitu konsep diri

narapidana remaja putri di lapas anak Medan oleh Siregar, K (2008) juga

menunjukkan hasil yang sejalan. Narapidana merasa bahwa tidak akan berguna

lagi setelah keluar dari lapas. Perasaan tidak berguna merupakan tanda seseorang

(42)

Pada bab ini, akan dijelaskan secara rinci kerangka penelitian yang terdiri

dari kerangka konseptual, definisi konseptual, definisi operasional, dan hipotesis

penelitian. Kerangka konseptual diperlukan sebagai fundamental berpikir dalam

melakukan penelitian yang dijabarkan dan dikembangkan dari tinjauan pustaka.

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptuaal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran harga diri

narapidana. Berdasarkan tinjauan pustaka, harga diri adalah penilaian individu

tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku

seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang

berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan

kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting

dan berharga (Stuart & Laraia 1998).

Setiap orang memiliki harga diri yang berbeda-beda. Perbedaan ini

dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan referensi, faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi harga diri adalah pengalaman hidup, gender atau jenis kelamin,

fisik, lingkungan, intelegensi, ras atau kebangsaan, status ekonomi, dan urutan

keluarga. Rubino (2006) mengemukakan bahwa hilangnya harga diri dapat terjadi

(43)

Skema 1. Kerangka penelitian harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan wanita kelas IIA Tanjung Gusta Medan

3.2 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan konsep yang didefinisikan dengan

referensi konsep lain dan bersifat hipotetikal serta “tidak dapat diobservasi”

(Sarwono, 2006).

a. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal

diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan

diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan

kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart &

Laraia 1998). Harga Diri Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

Harga Diri Tinggi

(44)

b. Narapidana adalah terpidana atau pelanggar hukum yang sedang menjalani

hukuman di LAPAS baik first offenders yaitu narapidana yang baru

pertama kali menjalani hukuman kurungan maupun residivis ( yang sudah

lebih dari sekali menjalani tahanan).

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada

karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau

“mengubah konsep-konsep yang berubah konstruk dengan kata-kata yang

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan diuji serta ditentukan

kebenarannya oleh orang lain” (Young, dalam Sarwono 2006). Untuk lebih

jelasnya, maka akan dijelaskan konsep penting secara operasional.

(45)
(46)

Metodologi penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti dalam memperoleh jawaban

terhadap pertanyaan penelitian. Dalam bab ini, akan dijelaskan secara rinci desain

penelitian, populasi, sampel, teknik sampling, lokasi dan waktu penelitian,

pertimbangan etik, instrumen, uji validitas dan reliabilitas, pengumpulan dan

analisa data penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif non eksperimental metode

deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji

hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu

variabel, gejala, atau keadaan (Arikunto, 2005). Dalam penelitian ini, variabel

yang digambarkan adalah harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 4.2.1 Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai

(47)

narapidana wanita dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA

Tanjung Gusta Medan.

4.2.2 Sampel dan Teknik Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan untuk mewakili

populasi (Arikunto, 2010). Jumlah populasi narapidana dewasa di

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan adalah

367 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 20%

narapidana dewasa dari total populasi (Arikunto, 2006).

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non

probability sampling yaitu purpossive sampling. Teknik pengambilan

sampel ini merupakan cara pengambilan sampel yang didasarkan pada

suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan

ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,

2010). Ciri atau kriteria inklusi pada penelitian ini adalah narapidana

dewasa ( >20 tahun). Penelitian harga diri ini mencakup 74 orang

narapidana sebagai sampel.

4.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian 4.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas

IIA Tanjung Gusta Medan yang terletak di Jalan Pemasyarakatan Tanjung

Gusta Medan 2015. Alasan pemilihan tempat penelitian di Lapas tersebut

(48)

bermacam-macam serta hukuman pidana yang berbeda-beda. Selain itu,

penelitian tentang harga diri pada narapidana wanita dewasa belum pernah

dilakukan di tempat yang sama. Oleh karena alasan-alasan tersebut,

peneliti tertarik dan memutuskan untuk melakukan penelitian di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Tanjung Gusta Medan.

4.3.2 Waktu Penelitian

Proses penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yang terdiri

dari pembuatan proposal mulai September sampai Desember 2014,

pengumpulan data pada bulan 12-18 Maret 2015, dan pengolahan data

pada April sampai Juni 2015.

4.4 Pertimbangan Etik

Alimul,A (2007) mengutarakan bahwa dalam melakukan sebuah

penelitian, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kelayakan dan

pertimbangan kaidah etik, diantaranya:

a. Informed Concent (Lembar persetujuan)

Lembar persetujuan merupakan bentk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian. Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian

dilakukann. Tujuan pemberian informed concent adalah agar subjek

mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

(49)

partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, dan lain-lain.

b. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden. Namun sebagai tanda, responden hanya mencantumkan kode

inisial pada kuesioner. Anonimity ini juga bertujuan untuk menjaga hak

dan privacy responden.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan seluruh informasi yang diberikan oleh

responden dengan tidak menyebarkan informasi kepada pihak manapun,

dan data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Selanjutnya,

data disimpan atau dimusnahkan oleh peneliti, sehingga responden merasa

aman dengan tidak disebarluaskannya informasi yang telah diberikan.

Beucham dan Childress (dalam Purba & Pujiastuti, 2009) menambahkan 4

prinsip etik, diantaranya:

a. Otonomi

Hak untuk membuat keputusan sendiri, yakni setiap individu tidak hanya

membuat pilihan untuk membuat keputusan sendiri, tetapi juga bebas

dalam menerima setiap konsekuensi dari keputusan yang dibuat. Calon

responden berhak menolak menjadi responden jika tidak bersedia atau

keberatan, karena setiap narapidana yang menjadi calon responden

(50)

menjadi informan dengan alasan apapun untuk menghargai hak calon

responden.

b. Nonmalefience

Nonmalefience merupakan tindakan yang tidak merugikan orang lain

ataupun mencelakakan. Ini berarti bahwa tidak melukai atau menimbulkan

bahaya/cedera. Bahaya yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya

berbentuk bahaya fisik, namun juga psikologis yang bisa membuat

responden menangis, depresi, dan stres. Peneliti akan menjelaskan

prosedur dan informasi kegiatan penelitian yang lengkap.

c. Benefience

Prinsip benefience (memaksimalkan manfaat dan meminimalka kerugian)

berasal dari tulisan-tulisan Hipocrates dan menekankan pada profesi medis

yang mempunyai tugas untuk menolong (Bailey,1995). Prinsip ini

bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia untuk tidak

mencelakakannya. Prinsip benefience juga menyangkut kerahasian data

dan informasi yang akan diberikan oleh responden, yang berarti bahwa

penelitian ini tidak akan mencemarkan nama baik responden.

d. Justice

Justice merupakan prinsip yang menyangkut kewajiban untuk

memperlakukan setiap orang sesuai dengan apa yang baik dan benar dan

memberikan apa yang menjadi hak pada setiap orang. Dalam penelitian

(51)

secara adil baik dari segi sikap, tindakan maupun pemberian informasi

tanpa membeda-bedakannya.

e. Veracity

Prinsip veracity (kejujuran) menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan

untuk menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak berbohong. Peneliti

memberikan informasi yang relevan dan sesuai dengan kenyataan yang

sebenarnya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan hak veracity yang

dimiliki oleh responden dijunjung dengan baik.

Notoatmodjo pada tahun 2010 mengemukakan bahwa selama dilakukan

pengumpulan data, peneliti menjaga hak-hak respoden berupa hak untuk dihargai

privacy-nya, merahasiakan informasi yang diberikan, memperoleh jaminan

keamanan dan keselamatan akibat informasi yang diberikan, dan memperoleh

kompensasi.

4.5 Instrumen Penelitian

Setiap penelitian membutuhkan instrumen sebagai alat ukur sebuah

penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang

terdiri dari 2 bagian yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner harga diri.

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner ini dibutuhkan untuk mengkaji data demografi

masing-masing responden yang meliputi kode responden, usia, agama, suku,

(52)

dilakukan, lama pidana, lama vonis yang dijalani, sisa vonis (masa

tahanan), dan sudah berapa kali menjadi tahanan.

4.5.2 Kuesioner Harga Diri Narapidana

Kuesioner ini dibutuhkan untuk mengukur tingkat harga diri

narapidana. Peneliti mengadopsi dan menggunakan kuesioner baku harga

diri yaitu Rosenberg’s Self Esteem Scale (SES).

Kuisioner SES ini dibuat oleh Rossenberg pada tahun 1965 untuk

mengkaji rasa berharga dalam diri seseorang secara umum yang terdiri dari

10 pertanyaan tertutup. Seluruh pertanyaan dalam kuesioner SES ini

mengadung dan mencakup komponen-komponen harga diri, yaitu perasaan

diterima (feeling of belonging), perasaan mampu (feeling of competence),

dan perasaan bangga (feeling of worth). Dari kesepuluh pertanyaan, dibagi

lagi menjadi 2 jenis yaitu 5 pertanyaan positif yang menandakan tingginya

harga diri seseorang, dan 5 pertanyaan negatif yang menandakan

rendahnya harga diri. Penilaian kuesioner harga diri Rosenberg

menggunakan skala ukur Likert. Jawaban pertanyaan instrumen terdiri dari

4 tingkatan meliputi “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat

tidak setuju”. Skor atas jawaban responden dibedakan berdasarkan jenis

pertanyaan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam tabel sebagai

(53)

Tabel 3. Jenis, Skor, dan Nomor Pertanyaan

Jenis Pertanyaan Skor Nomor pertanyaan

Pertanyaan positif

( Peningkatan Harga Diri)

Sangat setuju : 4

Setuju : 3

Tidak setuju : 2

Sangat tidak setuju : 1

1, 3, 4, 7, 10

Pertanyaan negatif

(Penurunan Harga Diri)

Sangat setuju : 1

Setuju : 2

Tidak setuju : 3

Sangat tidak setuju : 4

2, 5, 6, 8, 9

Skor dari masing-masing jawaban pertanyaan dijumlahkan

sehingga akan didapat total keseluruhan. Skor tertinggi adalah 40 jika

responden mendapat nilai 4 dari setiap pertanyaan dan skor terendah

adalah 10, jika nilai yang didapat dari setiap item adalah 1. Semakin

tinggi skor yang didapat oleh responden, maka semakin tinggi pula harga

dirinya.

Penentuan tingkatan pula harga diri tinggi atau rendah dapat

(54)

P = Skor tertinggi – Skor terendah

Banyak kelas

Nilai P merupakan panjang kelas yang dihasilkan dari selisih skor tertinggi

(40) dan skor terendah (10) dibagi dengan banyak kelas pula harga diri yang

terdiri dari 2 kelas yaitu tinggi dan rendah. Dari rumus tersebut, didapatkan bahwa

panjang kelas sebesar 15 sehingga pula harga diri tinggi memiliki interval skor

26-40 dan interval 10-25 menunjukkan pula harga diri rendah.

4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid

mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid

berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid

apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan mengungkapkan data

dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Instrumen

penelitian demografi dan harga diri sudah dilakukan uji validitas. Uji

validitas dilakukan oleh 2 ahli dalam keperawatan jiwa terutama dalam

bidang harga diri.

4.6.2 Reliabilitas

(55)

Pada penelitian ini, diharapkan dengan melakukan uji reliabilitas

instrumen dapat mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tersebut tetap

konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas

koefisien Alpha Cronbach. Uji ini cocok dilakukan pada kuesioner yang

menggunakan skala likert dengan menguji kepada 10 responden

(Arikunto, 2006). Uji reliabilitas kuesioner dilakukan pada sekelompok

responden diluar sampel, yaitu kepada narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Instrumen

dikatakan layak digunakan jika hasil uji reliabilitas lebih dari 0,70, namun

jika hasil uji kurang dari 0,70 maka instrumen dikatakan tidak layak

digunakan.

Berdasarkan hasil uji reliabilitas kuesioner yang telah dilakukan

kepada 10 orang narapidana diluar sampel, didapatkan hasil reliabilitas

0,821 dengan uji Cronbach Alpha. Hasil uji reliabilitas kuesioner harga

diri lebih dari 0,7 sehingga dapat diartikan bahwa kuesioner harga diri

Rossenberg pada narapidana layak digunakan.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengisian

kuesioner oleh responden stelah penandatanganan informed concent. Pengisian

(56)

data sehingga identifikasi gambaran harga diri narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan diketahui.

Pengumpulan data dari setelah seluruh proses administrasi selesai yang

dimulai dari meminta persetujuan kepada Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang sebelumnya telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi

untuk melakukan penelitian dengan judul harga diri narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan. Setelah mendapat

persetujuan dari pihak Fakultas Keperawatan Unversitas Sumatera Utara, peneliti

membuat surat permohonan survei awal dan pengambilan data kepada Kepala

Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)

Sumatera Utara atas nama Fakultas Keperawatan. Surat permohonan penelitian

diberikan kepada bagian sekretariat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(Kemenkumham) Kantor Wilayah Sumatera Utara untuk dilakukan pertimbangan

atas izin persetujuan penelitian. Apabila telah menerima tanda accepted, pihak

Kemenkumham memberikan 3 balasan surat kepada Kepala Lembaga

Pemasyarakatan, Dekan Fakultas Keperawatan, dan mahasiswa peneliti berisi

syarat dan ketentuan penelitian. Selanjutnya surat tembusan dikirim kepada

bagian sekretariat Lemabaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta

Medan dan diberikan persetujuan.

Langkah awal yang dilakukan setelah proses administrasi selesai adalah

memperkenalkan diri secara singkat sesuai dengan aturan, menjelaskan maksud

(57)

mempertimbangkan informed concent kuesioner. Jika responden tidak bersedia

mengikuti, maka peneliti tidak boleh memaksa, namun jika responden bersedia

menjadi subjek penelitian, langkah selanjutnya adalah pemberian lembar

kuesioner dan alat tulis. Tahap berikutnya adalah menjelaskan cara mengisi

kuesioner yang benar dan memberikan kesempatan kepada responden untuk

bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti, kemudian responden menjawab

pertanyaan sesuai dengan diri masing-masing. Pertemuan ini dilakukan satu

persatu kepada tiap responden. Setelah semua responden selesai mengisi

kuesioner, peneliti mengumpulkan kembali lembar jawaban untuk selanjutnya

melakukan analisa data.

4.8 Analisa Data

Analisa data penelitian dilakukan setelah semua data terkumpul sesuai

dengan metode peenelitian yang dipilih yaitu kuantitatif melalui analisa deskriptif.

Proses analisa ini meliputi beberapa tahap, yaitu editing yang merupakan kegiatan

untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban sudah

lengkap, jelas, relevan, dan konsisten (Hastono, 2007). Selanjutnya, coding atau

kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi angka bilangan yang dilakukan

(58)

Proses berikutnya dilakukan secara elekteonik di komputer yang disebut

dengan processing. Skor masing- masing responden dimasukkan kedalam

program komputer untuk selanjutnya dijumlahkan dan dirata-ratakan. Tahap

terakhir adalah cleaning yaitu mengecek kembali data yang sudah di-entry apakah

Gambar

Tabel 2. Variabel, Definisi Operasional, Alat ukur, Hasil Ukur, dan Skala
Tabel 3. Jenis, Skor, dan Nomor Pertanyaan
Tabel 5.1.1   Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Narapidana  di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta  Medan (n=74)
Tabel 5.1.1 Lanjutan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Narapidana sangat rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di dalam lapas jauh dari kelayakan khususnya narapidana wanita yang mempunyai kebutuhan

Pembinaan kemandirian melalui kegiatan kerja kepada narapidana dimaksudkan untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan menjadi masyarakat yang baik, berguna dan produktif,

Narapidana sangat rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di dalam lapas jauh dari kelayakan khususnya narapidana wanita yang mempunyai kebutuhan

Narapidana sangat rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di dalam lapas jauh dari kelayakan khususnya narapidana wanita yang mempunyai kebutuhan

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan

dengan Kejadian Penyakit Dermatitis pada Narapidana di Rutan Klas

26 Saya tidak mencuci tangan dengan sabun setelah.

Usaha ini diperlukan agar pengetahuan dan kemampuan berfikir warga Binaan Pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang