TAHUN 2003-2012
DIAN SITI HARTATI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Sektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Dian Siti Hartati
ABSTRAK
DIAN SITI HARTATI. Peran Sektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso. Dibimbing oleh ALLA ASMARA.
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu kabupaten tertinggal di Jawa Timur. Sektor ekonomi yang memiliki potensi di Kabupaten Bondowoso adalah subsektor perkebunan. Pengembangan subsektor perkebunan dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Kabupaten Bondowoso. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis sektor unggulan Kabupaten Bondowoso, (2) menganalisis daya saing subsektor perkebunan Kabupaten Bondowoso, serta (3) menganalisis peran subsektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Metode yang digunakan adalah Location Quontient, metode Shift Share, dan metode panel statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perkebunan merupakan sektor unggulan Kabupaten Bondowoso, dengan daya saing baik namun pertumbuhan lambat. Dukungan kelembagaan atas komoditi kopi serta akses pasar yang mudah atas komoditi tembakau menyebabkan daya saing yang baik, namun penggunaan cara tanam tradisional dan varietas non unggulan menyebabkan subsektor tanaman perkebunan memiliki pertumbuhan lambat. Hasil olahan data panel menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor perkebunan dan produksi kopi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso.
Kata Kunci : Location Quontient, Panel Statis, Peran Sektor, Subsektor Perkebunan, Shift Share.
ABSTRACT
DIAN SITI HARTATI. The Role of The Plantation Sector on Economic Growth of District Bondowoso. Supervised by ALLA ASMARA.
Bondowoso is one of underdeveloped districts in East Java in 2012. The one of potential sector in Bondowoso is plantation subsector. The development of plantation subsector done to improve the economy of district Bondowoso. The purpose of this research was (1) to analyzed the leading sector, (2) analyzed the competitiveness of the plantation subsector, and (3) analyzed the role of the plantation subsector on economic growth of district Bondowoso. The method that used were Location Quotient, Shift Share, and panel method. The results showed that plantation subsector is leading sector in Bondowoso, with good competitiveness but experienced slower growth. Institutional support for the coffe and an easy market access for tobacco cause good competitiveness, however the use of traditional way of planting and varieties of non-winning plantation crop subsector has led to slower growth. The panel data processed show that variable regional gross domestic product of plantation and production of coffee influential positive toward economic growth of Bondowoso.
Skripsi
sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
PERAN SEKTOR PERKEBUNAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 2003-2012
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Peran Sektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso. Kajian tentang peran sektor terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi topik menarik karena pengembangan sektor yang tepat diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di Kabupaten Bondowoso.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :
1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan dan motivasi sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr sebagai penguji utama dan Dr. Muhammad Findi, ME sebagai penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritiknya demi penyempurnaan skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.
3. Kedua orang tua tercinta, Moch. Syaiful Ichlas dan Suhartatik, kakak, serta nenek tercinta yang telah memberikan semangat serta doa yang membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Indra Purnama Bahri, atas dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
5. Teman-teman satu bimbingan : Yola, Bili, Trisa, dan Adit yang telah memberikan semangat, doa, dan kesediaannya dalam membantu penulis. 6. Sahabat-sahabat terbaik : Ria Brilian K, Tiko Permatasari, Eli Rahmawati,
Dara Ayu Lestari, Kusuma Hani P, Anisa Ramadanti, Fatimah Zachra, Novia Trisnawulan, dan Silvia Sari yang selalu memotivasi.
7. Teman-teman IE 47, Marie Violeta Nuna Tukan, Queen 1, dan teman IKAPINDO atas motivasi dan doa yang diberikan.
8. BAPPEDA Bondowoso, BPS Bondowoso, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bondowoso, Bambang Sri Ono dan seluruh pihak yang telah membantu penulis mendapatkan data dan informasi sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, November 2014
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi 5
Peran Subsektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi 7
Konsep dan definisi Tanaman Perkebunan 8
Analisis Daya Saing 9
Penelitian Terdahulu 10
Kerangka Pemikiran 12
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber data 13
Metode Analisis Data 14
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis, Karakter Fisik dan Wilayah
Kabupaten Bondowoso 17
Potensi dan Kondisi Perkebunan di Kabupaten Bondowoso 17 PEMBAHASAN
Sektor Unggulan di Kabupaten Bondowoso 20
Daya Saing Sektor Ekonomi di Kabupaten Bondowoso 27 Peran Faktor-faktor Subsektor Perkebunan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso 32
SIMPULAN DAN SARAN 37
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan ekonomi subsektor pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2011 dan 2012 (persen) 3
2 Luas areal dan produksi komoditi unggulan tanaman perkebunan
Kabupaten Bondowoso tahun 2009 dan 2012 3
3 Target dan realisasi belanja urusan pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2010-2012 4
4 Klasifikasi tumbuh tanaman perkebunan menurut tanaman tahunan
dan tanaman semusim 9
5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan menurut subsektor dari sektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun
2010 – 2012 18
6 Produksi tanaman perkebunan menurut komoditi unggulan tahun
2011 dan 2011 di Kabupaten Bondowoso 19
7 Luas areal perkebunan tahun 2009 - 2013 di Kabupaten Bondowoso 19 8 Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient tahun 2003-2012 21 9 Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut sektor pertanian
tahun 2003-2012 22
10 Komoditi unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut produksi
tanaman perkebunan tahun 2009-2013 23
11 Komoditi unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan LQ
menurut kecamatan tahun 2009-2011 25
12 Komoditi unggulan per kecamatan tahun 2009-2012 di Kabupaten Bondowoso 27 13 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut sektor
tahun 2003-2012 28
14 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor
pada sektor pertanian tahun 2003-2008 29
15 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor
pada sektor pertanian tahun 2008-2012 30
16 Hasil estimasi model pengaruh subsektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso dengan Fixed Effect
Model (FEM) 33
17 Luas total perkebunan dan luas lahan perkebunan tidak menghasilkan tahun 2009-2011 Kabupaten Bondowoso Pertumbuhan dan daya
2 Penerimaan daerah Kabupaten Bondowoso tahun 2008-2012 1 3 Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso atas
dasar harga konstan (ADHK) sektor ekonomi tahun 2003-2012 2
4 Alur kerangka pemikiran penelitian 13
5 Peta rancana kawasan perkebunan Kabupaten Bondowoso berdasarkan
RTRW Kabupaten Bondowoso 2011-2031 18
6 Perkebunan tebu dan varietas unggulan kopi di Kabupaten Bondowoso 20 7 Profil pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan Kabupaten
Bondowoso berdasarkan analisis Shift Share 31
8 Jumlah produksi komoditi cengkeh, kapuk randu, tebu, dan tembakau
Kabupaten Bondowoso 2009-2011 35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Location Quontient menurut subsektor tahun
2003 – 2012 42
2 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor pada sektor
pertanian tahun 2003 – 2008 43
3 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor pada sektor
pertanian tahun 2008 – 2012 45
4 Hasil Pengujian dengan metode PLS test untuk mengestimasi Keterkaitan antar Perkebunan dengan pertumbuhan Ekonomi 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu dari lima kabupaten tertinggal di Provinsi Jawa Timur yang ditetapkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) pada tahun 2012. Salahsatu kriteria utama dalam penentuan kabupaten tertinggal yaitu kemampuan keuangan lokal yang dimiliki suatu daerah. Pada Gambar 1 menunjukan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso tahun 2008-2012. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pada Gambar 2 besar penerimaan daerah Kabupaten Bondowoso menunjukkan peningkatan tiap tahunnya, namun besar dana perimbangan yang diterima jauh lebih besar dari pada besar pendapatan asli daerah (PAD). Keadaan ini merupakan salahsatu faktor yang menyebabkan Kabupaten Bondowoso menjadi kabupaten tertinggal.
Upaya peningkatan perekonomian daerah perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso. Keberhasilan pembangunan adalah perencanaan yang tepat. Arifien dkk (2012) menyatakan bahwa perencanaan yang tepat yaitu perencanaan yang didasarkan pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah agar pembangunan yang dilakukan mampu meningkatkan perekonomian daerah. Kontribusi dari sembilan sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso dapat dilihat
30,00 39,57 45,78 60,58 68,08
2008 2009 2010 2011 2012
P
2008 2009 2010 2011 2012
P
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 – 2012
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Bondowoso 2012
pada Gambar 3. Besar kontribusi dari sembilan sektor ekonomi tahun 2003 hingga 2012 yang tertinggi adalah sektor pertanian.
Kabupaten Bondowoso memiliki ketinggian dari permukaan laut rata-rata mencapai ± 253 meter diatas permukaan laut dengan wilayah tertinggi mencapai ± 3.287 meter dan terendah ± 73 meter. Kondisi dataran di wilayah Bondowoso ini terdiri dari pegunungan dan perbukitan seluas 44,4 persen, dataran tinggi 24,9 persen dan dataran rendah 30,7 persen dari luas wilayah keseluruhan (Statistik Daerah Kabupaten Bondowoso, 2013). Posisi geografis Kabupaten Bondowoso ini dapat berpotensi memajukan subsektor perkebunan.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso mengusung tema peningkatan produksi dan nilai tambah sektor agrobisnis dan peningkatan infrastruktur dalam rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2014. Salahsatu subsektor yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso adalah subsektor tanaman perkebunan. Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu sentra penanaman tiga jenis tanaman perkebunan, yaitu tanaman kopi, tembakau, dan Tebu menurut Dinas Perkebunan Jawa Timur (2011). Berikut merupakan beberapa program pemerintah Kabupaten Bondowoso dalam meningkatkan potensi subsektor perkebunan:
1. Perda no.10/2010 yang berisi tentang peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya ekonomi berbasis agrobisnis yang berdaya saing.
2. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten 2011-2014 ialah terwujudnya wilayah Kabupaten Bondowoso sebagai kawasan agropolitan, wisata agro dan pegunungan yang maju, berdaya saing dan lestari.
3. Kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso, Dinas Kehutanan dan Perkebunan beserta petani dengan Puslitkoka, Bank Indonesia cabang Jember dalam pembentukan klaster pengembangan kopi arabika Kabupaten Bondowoso.
4. Pematenan varietas unggulan tembakau, yaitu Maesan I dan Maesan II (SK Mentan No.584/Kptsn/SR.120/2/2012 dan No.585/Kptsn/SR.120/2/120).
-Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Pertanian
Sumber : Badan Pusat Statistik Bondowoso, berbagai tahun
Program yang dibentuk pemerintah Kabupaten Bondowoso tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan pendapatan daerah. Pertumbuhan ekonomi dari subsektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1, dimana program pemerintah kabupaten dalam mengembangkan subsektor tanaman perkebunan terlihat pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi subsektor tanaman perkebunan. Pada tahun 2011 subsektor tanaman perkebunan memiliki nilai pertumbuhan sebesar 3,63 persen dan meningkat menjadi 4,84 persen tahun 2012.
Tabel 1 Pertumbuhan ekonomi subsektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun 2011 dan 2012 (persen)
Subsektor 2011 2012
Tanaman Bahan Makanan 3,94 3,47
Tanaman Perkebunan 3,63 4,84
Peternakan 3,78 4,25
Kehutanan 5,10 4,49
Perikanan 3,26 5,18
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab.Bondowoso, 2012
Penggunaan lahan untuk perkebunan di Kabupaten Bondowoso hanya 86,13 km2 atau 5,52 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Bondowoso (Kabupaten Bondowoso dalam angka, 2010). Berikut Tabel 2 menunjukkan luas areal dan produksi tanaman perkebunan tahun 2009 dan 2011.
Tabel 2 Luas areal dan produksi komoditi unggulan tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso tahun 2009 dan 2011
No Komoditi Luas Areal (ha) Produksi (ton)
2009 2011 2009 2011
1 Kopi 4.696 4.881 1.627,15 1.504,46
2 Tebu 6.486 5.111 23.523,00 23.008,00
3 Tembakau 9.034 8.570 6.903,67 6.537,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2010; 2011
Perkembangan tanaman perkebunan yang mulai terlihat antara lain, mampu meningkatkan luas areal komoditi kopi, tahun 2009 mencapai 4.696 Ha berkembang menjadi 4.881 Ha tahun 2011. Luas areal perkebunan komoditi tembakau 9.034 Ha tahun 2009 yang menurun menjadi 8.570 Ha. Pertambahan luas areal komoditi tembakau ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi, dimana jumlah produksi antara tahun 2009 dan 2011 mengalami penurunan sebesar 366,67 ton. Penurunan luas areal penanaman tebu menyebabkan penurunan jumlah produksi sebesar 515 ton antara tahun 2009 hingga 2011.
diikuti oleh peningkatan produksi melainkan terjadi penurunan sebesar 122,69 ton, dengan jumlah produksi 2011 mencapai 1.504,46 ton.
Program yang diangkat oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk memajukan subsektor tanaman perkebunan telah memberikan pengaruh pada produksi tanaman perkebunan. Perkembangan yang sangat potensial atas tanaman perkebunan di Kabupaten Bondowoso diharapkan mampu mendorong perekonomian Kabupaten Bondowoso agar lebih mandiri. Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan, sehingga Kabupaten Bondowoso dapat menjadi Kabupaten Maju.
Rumusan Masalah
Pada tahun 2012, Kabupaten Bondowoso masuk dalam lima kabupaten tertinggal menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Hal tersebut dikarenakan ketidakmandirian perekonomian lokal. Kemandirian lokal Kabupaten Bondowoso dapat ditingkatkan dengan mengembangkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki. Perkembangan perkebunan di Kabupaten Bondowoso menjadi salahsatu tujuan dari rencana pembangunan jangka panjang Kabupaten Bondowoso dan diharapkan dapat menjadi solusi bagi kemandirian perekonomian lokal Kabupaten Bondowoso. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya realisasi belanja urusan pertanian yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Target dan realisasi belanja urusan pertanian Kabupaten Bondowoso tahun 2010 – 2012 (juta rupiah)
Subsektor 2010 2011 2012
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Pertanian 5.848 5.645 11.798 11.516 14.028 13.700 Perkebunan 2.796 2.731 3.911 3.833 12.054 11.934 Peternakan 707 654 1.689 1.689 2.606 2.606 Subsektor pertanian merupakan penggabungan subsektor tanaman bahan makanan, perikanan, dan kehutanan
Sumber : Badan Perencanaan Pemerintah Daerah Kab Bondowoso, 2013
Dukungan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bondowoso terhadap subsektor perkebunan dapat dilihat dari besarnya anggaran belanja yang mengalami peningkatan di tahun 2012. Peningkatan anggaran oleh pemerintah yang sangat besar atas tanaman perkebunan di Kabupaten Bondowoso diharapkan mampu mendorong perekonomian Kabupaten Bondowoso agar lebih mandiri. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja sektor ekonomi yang termasuk sebagai sektor unggulan di Kabupaten Bondowoso? Apakah subsektor tanaman perkebunan termasuk sektor unggulan?
2. Bagaimana daya saing sektor perkebunan di Kabupaten Bondowoso?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sektor unggulan atau sektor basis di Kabupaten Bondowoso. 2. Menganalisis daya saing sektor perkebunan di Kabupaten Bondowoso.
3. Menganalisis peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bondowoso.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan atas penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan baru dan menambah pemahaman tentang pengaruh subsektor tanaman perkebunan di Kabupaten Bondowoso.
2. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemandirian ekonomi.
3. Menambah bahan kepustakaan dan sumber informasi mengenai peranan sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas subsektor tanaman perkebunan sebagai sektor unggulan, peran, dan daya saing sektor perkebunan, serta menganalisis pengaruh faktor-faktor dari sektor perkebunan yang berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bondowoso. Periode waktu data yang digunakan ialah 2002-2012 untuk analisis Location Quention (LQ) dan analisis
Shift Share (SS) berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur, serta data PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Bondowoso. Periode 2009-2013 digunakan untuk analisis LQ per komoditi perkebunan dengan menggunakan data produksi tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan Jawa Timur. Analisis data panel menggunakan data PDRB Kabupaten Bondowoso, PDRB Sektor Perkebunan Kabupaten Bondowoso, Luas Perkebunan Kabupaten Bondowoso, Produksi kopi, Produksi tebu, dan Produksi tembakau dengan periode waktu data tahun 2009-2011.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Produktivitas tenaga kerja akan meningkat akibat adanya spesialisasi, sehingga akan meningkatkan pendapatan, investasi dan keuntungan. Investasi yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan, bertambahnya pendapatan akan menambah kemakmuran penduduk sehingga akan mendorong bertambahnya jumlah penduduk (Adisasmita, 2005).
Pertumbuhan pembangunan menurut Walt W. Rostow (Todaro, 2006) yaitu perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi, dapat dijelaskan dalam tahapan yang harus dilalui semua negara. Tahapan-tahapan pertumbuhan yakni: (1) masyarakat tradisional, (2) penyusunan kerangka dasar tahapan tinggal landas menuju pertumbuhan berkesinambungan, (3) tahapan tinggal landas, (4) tahapan menuju kematangan ekonomi, dan (5) tahapan konsumsi massal tinggi.
Todaro dan Smith menyatakan bahwa terdapat tiga inti pembangunan yang harus dimiliki oleh masyarakat, yaitu: (1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan, sandang, dan papan; (2) Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan perhatian atas nilai sosial masyarakat; (3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial, membebaskan dari sikap menghamba dan ketergantungan.
Pertumbuhan Ekonomi merupakan suatu proses kenaikan produksi yang berdampak pada kenaikan pendapatan suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menggambarkan adanya pembangunan ekonomi yang berhasil. Perbedaan antara pertumbuhan dengan pembangunan ekonomi menurut Mankiw (2000) dalam Adhitia (2009) adalah pertumbuhan ekonomi bersifat kuantitatif, yakni kenaikan standar pendapatan dan tingkat output produksi, sedangkan pembangunan bersifat kualitatif, tidak hanya pertambahan produksi tetapi juga perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik. Menurut Anggraeni (2003) pertumbuhan ekonomi lebih cenderung ditandai oleh adanya peningkatan output agregat atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (PN).
Pengukuran secara makro dari produk suatu daerah dan perkembangannya secara menyeluruh, maka pendapatan regional digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Definisi PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi diwilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun). PDRB juga merupakan indikator untuk mengatur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dimonitor sektor-sektor apa saja yang menyebabkan tinggi-rendahnya pertumbuhan ekonomi diwilayah tersebut, sehingga ada prioritas pada sektor tersebut.
bahan packaging). Pengertian lahan diatas adalah mencakup bahan-bahan dibawah tanah dan karakteristik iklim diatasnya, penyediaan lahan dalam arti kualitas dan kuantitas harus optimal agar dapat menyumbang hasil ekonomi. Berdasarkan pendekatan permintaan, pertumbuhan wilayah terjadi sebagai akibat adanya permintaan barang dan jasa tertentu pada suatu wilayah oleh wilayah lainnya. Semakin tinggi permintaan luar wilayah dapat dipenuhi berarti semakin tinggi pula aktivitas ekonomi lokal dan pertumbuhan ekonominya.
Aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian adalah aspek alam (tanah), modal dan tenaga kerja, namun menurut Soekartawi (2002) selain aspek tersebut terdapat aspek yang juga dianggap penting, yaitu aspek manajemen. Hal ini dapat dimengerti karena walaupun sumberdaya tersedia dalam jumlah yang memadai, namun tanpa adanya kemampuan untuk mengelola yang baik, maka penggunaan sumberdaya tidak akan efisien.
Menurut Glasson (1978) dalam Natalia (2004), secara implisit terdapat hubungan sebab akibat dalam pembagian kegiatan perekonomian wilayah menjadi kegiatan basis dan non basis. Peningkatan jumlah kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menyebabkan peningkatan arus pendapatan yang masuk ke wilayah tersebut meningkatkan permintaan barang dan jasa dalam wilayah dan mengakibatkan peningkatan volume kegiatan non basis. Penentuan sektor prioritas pembangunan dapat menggunakan besarnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah terutama kontribusi sektor tersebut terhadap nilai PDRB daerah tersebut. Bila kontribusi nilai PDRB suatu sektor persentasenya lebih dibandingkan dengan sektor lain terhadap PDRB total, maka dapat dikatakan sektor tersebut adalah sektor unggulan daerah tersebut (Anggraeni, 2003).
Kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi kegiatan basis dan kegiatan non basis menurut Hoover dalam Natalia (2004). Kegiatan basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan . sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya merupakan akibat pembangunan wilayah secara keseluruhan.
Peran Subsektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian dan definisi yang digunakan dalam Buku Pembakuan Statistik Perkebunan 2007 mengacu pada Undang-undang No 18 Tahun 2004 mengenai Perkebunan serta Buku Konsep dan Definisi Baku Statistik Pertanian (BSP). Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Puslitbangbun, 2007).
regional. Komoditi tanaman perkebunan dapat menghasilkan devisa bagi negara yang mengekspor hasil produksi perkebunan.
Peran tanaman perkebunan lainnya adalah pemenuhan ketersediaan pangan, menurut Parulian (2008) minyak goreng dan gula merupakan produk perkebunan yang mempunyai peran penting dalam memelihara ketahanan pangan dimana, ketahanan pangan merupakan salahsatu syarat penting ketahanan nasional. Menurut Natalia (2004) peran subsektor perkebunan dalam pembangunan wilayah adalah mendorong pertumbuhan agroindustri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perkebunan, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahterahan petani serta menunjang pembangunan daerah.
Pada umumnya perkebunan berkembang di wilayah pedesaan dan wilayah terpencil, sehingga perkembangan subsektor perkebunan akan berpengaruh pada wilayah tersebut. Pengaruh dari berkembangnya perkebunan yaitu dengan berkembangnya produksi serta mutu dari produk perkebunan akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan perluasan pangsa pasar. Munculnya berbagai industri pendukung perkebunan di daerah sekitar perkebunan juga akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Hal ini terjadi akibat perkembangan wilayah berkaitan erat dengan perkembangan sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan, karena kegiatan ekonomi merupakan sumber aktivitas dalam suatu daerah (Parulian, 2008).
Konsep dan Definisi Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan dapat dibedakan berdasarkan umur tanaman, yaitu tanaman tahunan dan tanaman semusim atau berumur pendek. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Pertanian (tahun tidak diketahui) tanaman tahunan adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali masa panen untuk satu kali penanaman. Tanaman semusim adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur pendek atau kurang dari satu tahun, dan panen dilakukan satu kali masa panen untuk satu kali penanaman.
Berdasarkan kepemilikannya, perkebunan dibedakan menjadi dua, yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum. Perkebunan besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PTP/PNP) dan perkebunan besar swasta nasional/asing. Kedua adalah perkebunan rakyat, jenis perkebunan ini dibedakan menjadi (1) Usaha kecil tanaman perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan perseorangan yang tidak berakte notaris dan memenuhi kriteria yaitu luas antara 0,25 Ha - 2 Ha; dan (2) Usaha rumah tangga perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang tidak berbadan hukum yang diselenggarakan atau dikelola oleh rumah tangga perkebunan dan belum memenuhi kriteria usaha kecil tanaman perkebunan rakyat (Pusdatin, tanpa tahun)
perkebunan yang terbagi atas tanaman tahunan dan tanaman semusim. Pada Tabel 4 menunjukan persyaratan lingkungan tumbuh yang spesifik, yaitu jenis tanah yang sesuai, ketinggian tempat penanaman, dan suhu yang diperlukan oleh tanaman untuk menghasilkan hasil optimal. Kesesuaian iklim sangat diperlukan untuk mendapatkan produksi yang optimal.
Tabel 4 Klasifikasi tumbuh tanaman perkebunan menurut tanaman tahunan dan tanaman semusim
Jenis
Tanaman Jenis Tanah
Ketinggian
Jambu Mete Lempung berpasir dan tanah ringan berpasir
1 - 1.200 15 - 25 4 -6 bulan kering atau curah hujan 1.000-2.000 mm/th. Kelapa Berpasir, berabu
gunung dan tanah
Kopi Gembur, subur,
kandungan bahan
curah hujan < 350 mm/th
Tebu Bersifat tidak terlalu basah
< 500 - Curah hujan < 2000 mm/th
Tembakau Gembur, remah, dan mudah mengikat air
0 – 900 21 - 31 Penanaman pada area terbuka, dapat tumbuh pada dataran rendah atau tinggi Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat, 2014
Analisis Daya Saing
Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini salahsatunya adalah alat analisis Shift Share, analisis ini merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui sumber pertumbuhan perekonomian yang dapat dilihat dari sisi pendapatan atau dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah.
Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul akibat perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri (misalnya subsidi) dan struktur dan keragaman pasar. Komponen ketiga yaitu pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul akibat peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Pada analisis ini digunakan empat kuadran yang berfungsi untuk mengevaluasi kinerja sektor ekonomi yang terdapat di suatu wilayah. Empat kuadran tersebut dipisahkan oleh garis horisontal yang menggambarkan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP). Sumbu vertikal yang menggambarkan persentase pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
Penjelasan masing-masing kuadran yaitu (1) kuadran I nilai PP dan PPW positif yang menunjukkan bahwa sektor di kuadran ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik; (2) kuadran II memiliki nilai PP positif sedangkan PPW negatif yang menggambarkan sektor mengalami pertumbuhan cepat tetapi tidak memiliki daya saing yang baik; (3) kuadran III memiliki nilai PP dan PPW negatif sehingga sektor tidak memiliki pertumbuhan dan daya saing yang baik; (4) kuadran IV memiliki nilai PP negatif dan PPW positif dimana menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang relatif baik.
Terdapat garis yang melintang antara kuadran II dan kuadran IV, yang membentuk sudut 45 derajat. Garis tersebut berfungsi untuk menunjukkan nilai pergeseran bersih, pada bagian atas garis tersebut menunjukkan PBij > 0 yang berarti bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya maju (progressif) sedangkan bagian bawah garis menunjukkan PBij < 0 dimana sektor-sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.
Penelitian Terdahulu
Natalia (2004) melakukan penelitian berjudul Analisis Efektifitas Kebijakan Pembangunan Subsektor Perkebunan di Kabupaten Kampar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas kebijakan pemerintah Kabupaten Kampar yang bertitik berat pada subsektor perkebunan. Metode yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan metode Shift Share (SS). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah untuk terus mengembangkan subsektor perkebunan cukup efektif, terutama untuk jangka panjang.
Penelitian Anggraeni (2003) mengenai peranan perkebunan tehadap pertumbuhan wilayah dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja dan perdagangan bertujuan untuk mengidentifikasi kesejahterahan. Model regresi berganda digunakan untuk melihat faktor yang mempengaruhi petani untuk keluar dari kemiskinan.Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur, lama pengalaman berkebun, pendidikan, status kepemilikian usahatani, pekerjaan sampingan, status asal petani, keikutsertaan dalam proyek pengembangan perkebunan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, nilai aset non lahan, pendapatan perkebunan, pendapatan tanaman pangan, biaya produksi perkebunan, biaya produksi tanaman pangan, pendapatan pertanian luar usahatani, pendapatan luar usahatani, pengeluaran rutin, pengeluaran tidak rutin, akses terhadap input, akses terhadap informasi, dan akses terhadap pasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perkebunan mempunyai peranan besar terhadap pertumbuhan wilayah dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB. Faktor yang berpengaruh positif terhadap pendapatan rumah tangga petani adalah tingkat pendidikan, luas lahan, pendapatan perkebunan, pendapatan tanaman pangan, pendapatan pertanian luar usahatani, total biaya perkebunan, dan pendapatan luar usahatani. Sedangkan faktor lainnya tidak berpengaruh positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurleli (2008) memiliki tujuan salahsatunya adalah membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (areal tanam atau areal panen) data series selama kurun waktu lima tahun (2000 – 2005). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi sektor basis perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus dan menggambarkan pemusatan luasan usaha tani komoditas tersebut.
Pusat aktivitas ekonomi wilayah antar kabupaten/kota se provinsi Riau, Parulian (2008) juga menggunakan alat analisis LQ dalam penelitiannya. Selain itu peneliti juga menggunakan alat analisis Shift Share yang menggambarkan posisi kemajuan pendapatan regional kabupaten/kota menurut lapangan usaha tahun 2000 dan 2004. Berdasarkan hasil analisis tersebut, potensi sektor perkebunan yang merupakan sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Kampar dan ditingkatkan di Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Zainudin (2012) meneliti potensi pertumbuhan ekonomi kabupaten Bone dalam periode 2006 hingga 2010. Peneliti menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share. Hasil penelitian tersebut menunjukkan sektor yang merupakan sektor basis adalah sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan merupakan sektor yang berkembang pesat.
usaha. Manufaktur dan pertanian tidak memiliki pengaruh dalam pembentukan kesejahterahan daerah.
Penelitian yang dilakukan Sutikno dan Maryunani (2007) menggunakan alat analisis Tipologi klasen, Location Quotient dan Shift Share untuk menjawab tujuan penelitian yaitu, mengetahui struktur dan pola pertumbuhan ekonomi masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP), mengetahui sektor dan subsektor ekonomi unggulan, dan potensi serta daya saing masing-masing kecamatan sebagai prioritas pusat pertumbuhan pada masing-masing SWP. Menunjukkan bahwa struktur ekonomi di semua SWP di dominasi oleh sektor tersier kemuadian diikuti oleh sektor primer dan sekunder (Tersier, Primer, dan Sekunder). Sedangkan berdasarkan kontribusi masing masing sektor menunjukan bahwa sektor pertanian, industri pengolahan, serta perdangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang dominan kontribusinya terhadap PDRB di setiap SWP
Syahza dan Johan (2005) meneliti mengenai pengaruh pengembangan komoditi tanaman perkebunan kelapa sawit terhadap ekonomi regional daerah Riau. Ekspor kopra, karet, dan non perkebunan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB. Ekspor karet mengalami penurunan volume yang berakibat turunnya nilai ekspor. Turunnya volume ekspor karet lebih disebabkan oleh penurunan produksi karet itu sendiri yang disebabkan terjadinya alih fungsi lahan dari kebun karet menjadi kebun kelapa sawit dan sebagian besar karet masyarakat pada kondisi produksi mulai menurun karena sudah tua.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten Bondowoso menjadi salahsatu dari lima kabupaten tertinggal di Jawa Timur pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan kurangnya kemandirian keuangan lokal yang dimiliki Kabupaten Bondowoso. Pemerintah Kabupaten Bondowoso mulai mengembangkan potensi subsektor tanaman perkebunan, yang di harapkan dapat menopang pendapatan daerah, serta menjadi solusi untuk menjadikan Kabupaten Bondowoso sebagai kabupaten terentaskan.
Potensi yang dimiliki subsektor tanaman perkebunan perlu di analisis, yaitu dengan menganalisis sektor unggulan, daya saing dan analisis peran sektor terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) digunakan dalam menganalisis sektor unggulan dan daya saing, serta data produksi perkebunan untuk melihat komoditi unggulan.
Data PDRB dikelompokkan berdasarkan lapangan usahanya, yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; kontruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan analisis Location Quention (LQ) dan analisis Shift Share (SS).
Perkebunan, dan Produksi tanaman unggulan berdasarkan perhitungan LQ). Hasil data yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi untuk proses pertumbuhan ekonomi daerah berkelanjutan di Kabupaten Bondowoso.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso dan PDRB Provinsi Jawa Timur, data produksi tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan produksi tanaman perkebunan Provinsi Jawa Timur dan data sekunder gabungan antara data cross section dan data time series yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BAPPEDA Kabupaten Bondowoso, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Periode waktu untuk analisis Location Quention tahun 2003 hingga
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu Kabupaten tertinggal di Jawa Timur
Permasalahan : Pemerintah Kabupaten Bondowoso mulai melakukan pengembangan terhadap subsektor tanaman perkebunan
ANALISIS POTENSI PERKEBUNAN
Sektor Ekonomi yang merupakan sektor unggulan
Daya saing subsektor tanaman perkebunan
Peran subsektor tanaman perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi
Subsektor tanaman perkebunan berpotensi sebagai sektor unggulan
Implikasi:
Arahan pengembangan subsektor tanaman perkebunan dapat meningkatkan kemandirian lokal dan menjadi kabupaten
terentaskan
Analisis:
Analisis sektor unggulan
Analisis daya saing
Analisis peran sektor
2012 untuk melihat sektor unggulan dan tahun 2009 hingga 2013 untuk melihat komoditi unggulan, analisis Shift Share tahun 2003 adalah tahun dasar analisis dan tahun 2012 menjadi tahun akhir analisis. Sedangkan analisis panel statis menggunakan periode waktu antara tahun 2009-2011. Studi pustaka dilakukan terhadap berbagai artikel internet, koran, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan metode kuantitatif, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan umum mengenai hasil yang diteliti, sedangkan metode kuantitatif akan memberikan informasi berupa angka-angka. Pada penelitian ini metode analisis deskriptif akan menjelaskan secara umum mengenai kondisi perekonomian Kabupaten Bondowoso, kondisi perkebunan, serta peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Sedangkan metode analisi kuantitatif yang digunakan berupa metode analisis Location Quention,
Shift Share, dan analisis data panel.
Analisis Location Quention (LQ)
Metode ini digunakan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan atau sektor basis yang dimiliki oleh suatu wilayah. Kegunaan dari metode ini juga untuk menunjukkan besar kecilnya peranan suatu sektor dengan membandingkan dengan wilayah diatasnya. Analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Adisasmita, 2005):
LQ ⁄⁄
Keterangan:
Pi : PDRB sektor i pada Kabupaten Bondowoso
Pt : total PDRB semua sektor ekonomi Kabupaten Bondowoso
Qi : PDRB sektor i pada Provinsi Jawa Timur
Qt : total PDRB semua sektor ekonomi Provinsi Jawa Timur
Jika nilai LQ > 1 maka sektor i merupakan sektor unggulan/basis dan memiliki peran yang besar pada perekonomian Kabupaten Bondowoso. Sedangkan jika nilai LQ < 1 maka sektor i merupakan sektor non unggulan/non basis. Analisis LQ juga digunakan untuk melihat komoditi unggulan dengan menggunakan data produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut:
LQ ⁄⁄
Keterangan:
Ai : produksi perkebunan komoditi i pada Kabupaten Bondowoso At : total produksi perkebunan Kabupaten Bondowoso
Selain menganalisis sektor unggulan dan komoditi unggulan Kabupaten Bondowoso, penelitian ini juga menganalisis komoditi unggulan pada tingkat kecamatan. Analisis LQ digunakan untuk melihat komoditi unggulan yang dimiliki setiap kecamatan di Kabupaten Bondowoso dengan periode waktu 2009 dan 2011. Berikut rumus yang digunakan dalam penelitian ini:
LQ ⁄⁄
Keterangan:
Uia : Produksi perkebunan komoditi i pada kecamatan a Uta : total produksi perkebunan pada kecamatan a
Vi : Produksi perkebunan komoditi i pada Kabupaten Bondowoso Vt : total produksi perkebunan pada Kabupaten Bondowoso
Analisis Shift Share (SS)
Pada penelitian ini menggunakan sisi pendapatan yaitu data PDRB Kabupaten Bondowoso dan PDRB Provinsi Jawa Timur. Analisis ini melihat perubahan PDRB yang terjadi pada dua titik waktu. Perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
∆Yij Y’ij – Yij
Dengan:
ΔYij : Perubahan PDRB sektor i pada wilayah j
Y’ij : PDRB tahun akhir analisis dari sektor i pada wilayah j Yij : PDRB tahun dasar analisis dari sektor i pada wilayah j
Rasio indikator kegiatan ekonomi digunakan untuk melihat perbandingan indikator ekonomi di suatu wilayah tertentu. Rasio indikator kegiatan ekonomi ini terdiri dari ri, Ri dan Ra.
ri Ri Ra
Dengan :
ri : rasio indikator kegiatan ekonomi sektor i pada wilayah j
Y’ij : indikator kegiatan ekonomi sektor i wilayah j pada tahun akhir analisis Yij : indikator kegiatan ekonomi sektor i wilayah j pada tahun dasar analisis Ri : rasio indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i
Y’i : indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i pada tahun akhir analisis Yi : indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i pada tahun dasar analisis Ra : rasio indikstor kegiatan ekonomi (Provinsi)
Y’ : indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) pada tahun akhir analisis Y : indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) pada tahun dasar analisis
Menurut Budiharsono (2001) dalam Auliandyni (2013) terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share, yaitu komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Berikut cara perhitungannya:
PPWij ri – Ri Yij PB PP PPW
Nilai PN menunjukkan pengaruh kebijakan nasional terhadap sektor ekonomi, nilai PP menunjukkan pertumbuhan, dan nilai PPW menunjukkan daya saing. Terdapat empat kuadran yang dapat menggambarkan posisi sektor ekonomi, (1) jika PP dan PPW positif maka menunjukkan bahwa sektor-sektor di kuadran ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik, (2) nilai PP positif sedangkan PPW negatif yang menggambarkan sektor-sektor mengalami pertumbuhan cepat tetapi tidak memiliki daya saing yang baik, (3) nilai PP dan PPW negatif sehingga sektor-sektor tidak memiliki pertumbuhan dan daya saing yang baik, dan (4) nilai PP negatif dan PPW positif dimana menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang relatif baik.
Panel Data Statis
Model panel data statis merupakan penggabungan antara model time series
dan model cross section, dimana terjadi keterbatasan data. Model panel data terdiri dari tiga pendekatan, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model
(FEM atau LSDV), dan Random Effect Model (REM). Untuk menentukan pendekatan yang paling baik maka dilakukan uji ekonometrika tertentu, yaitu Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji LM (Breuch – Pagan). Uji Chow atau uji statistik merupakan pengujian untuk dasar pemilihan model PLS atau FEM dengan hipotesis:
H0 : Pooled Least Square
H1 : Fixed Effect Model
Jika F-stat hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis H0, sehingga model yang dipakai adalah model Fixed Effect Model (FEM).
Uji Hausman merupakan pengujian statistik yang dilakukan untuk dasar pemilihan model FEM atau REM, maka hipotesisnya adalah:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Jika probabilitas hasil pengujian lebih kecil dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan (5 persen) maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis H0, sehingga model yang digunakan adalah model Fixed Effect Model
(FEM). Jika hasil kedua uji diatas, yaitu Uji Chow dan Uji Hausman mendapatkan hasil yang sama, maka pendekatan terbaik adalah model tersebut. Berikut model umum dalam penelitian ini:
t
Dimana :
α : Individu
β : Penduga
ε : Eror
i : Cross section
t : Time series
LN PPERit : PDRB subsektor perkebunan per kecamatan LN LPit : Luas lahan tanaman perkebunan per kecamatan LN PKOit : Jumlah produksi kopi per kecamatan
LN TEBit : Jumlah produksi tebu per kecamatan LN PTEMit : Jumlah produksi tembakau per kecamatan
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis, Karakter Fisik dan Wilayah Kabupaten Bondowoso
Kabupaten Bondowoso berada di wilayah bagian timur Propinsi Jawa Timur dengan jarak sekitar 200 km dari ibu kota Propinsi Jawa Timur, Surabaya. Wilayah Kabupaten Bondowoso sebelah barat dan utara berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Jember. Luas wilayah Kabupaten Bondowoso mencapai 1.560,10 km2 atau sekitar 3,26 persen dari total Jawa Timur. Kabupaten Bondowoso terbagi menjadi 23 Kecamatan , 209 desa dan 10 Kelurahan.
Kabupaten Bondowoso memiliki ketinggian dari permukaan laut rata-rata mencapai ± 253 meter diatas permukaan laut (mdpl). Wilayah tertinggi ± 3,287 mdpl dan terendah 73 mdpl. Kondisi daratan di Kabupaten Bondowoso terdiri dari pegunungan dan perbukitan seluas 44,4 persen, dataran tinggi 24,9 persen dan dataran rendah 30,7 persen dari luas wilayah secara keseluruhan (Pemerintah Kab.Bondowoso, 2011).
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bondowoso tahun 2011-2031, hampir sebagian besar wilayah sangat sesuai untuk budidaya pertanian dan perkebunan. Sebagian besar penggunaan lahan adalah untuk pertanian, perkebunan, kehutanan dan kawasan lindung. Sehingga kegiatan budidaya dan usaha berbasis pertanian sangat sesuai dikembangkan di Kabupaten Bondowoso. Selain kesuburan tanahnya, juga secara agroklimat sangat sesuai untuk berbagai komoditas pertanian dan perkebunan.
Potensi dan Kondisi Perkebunan di Kabupaten Bondowoso
Kondisi Topografi Kabupaten Bondowoso dengan ketinggian wilayah lebih dari 2.000 meter, merupakan potensi bagi pengembangan perkebunan. Perkebunan di Bondowoso dikembangkan oleh PTPN dan diusahakan oleh masyarakat secara mandiri maupun bekerja sama dengan Perhutani. Menurut RTRW Kabupaten Bondowoso 2011-2031, komoditas yang potensial dikembangkan adalah kelapa, tebu, kopi, tembakau, kakao, jarak, cengkeh, dan lainnya.
Ketersediaan lahan yang mencapai hampir seluruh wilayah Kabupaten Bondowoso tersebut memungkinkan perkembangan lahan perkebunan untuk meningkatkan produksi komoditi perkebunan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan pendapatan daerah. Lahan-lahan potensial yang tergambar dalam peta RTRW tersebut tetap tidak dapat digunakan secara keseluruhan, hal ini dikarenakan kebutuhan lahan untuk pembangunan dan penggunaan selain perkebunan.
Luas lahan Perkebunan di Kabupaten Bondowoso mencapai 5,87 persen atau 9.153,32 hektar yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 2.676,06 hektar, perkebunan besar seluas 6.181,20 hektar dan kebun campuran seluas 296,06 hektar (Kabupaten Bondowoso Dalam Angka, 2012). Subsektor tanaman perkebunan merupakan subsektor tertinggi kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan dalam menyumbang PDRB total Kabupaten Bondowoso. Hal ini dapatdilihat pada Tabel 5 berikut, nilai PDRB subsektor tanaman perkebunan menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 hingga 2012.
Tabel 5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan menurut subsektor dari sektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun 2010 - 2012
NO SUBSEKTOR Tahun
2010 2011 2012 1 Tanaman Bahan Makanan 883,114.00 917,925.32 949,746.53 2 Tanaman Perkebunan 279,626.52 289,786.55 303,824.85
3 Peternakan 241,205.51 250,315.80 260,955.67
4 Kehutanan 13,544.06 14,234.21 14,873.78
5 Perikanan 37,593.36 38,817.63 40,828.40
Pertanian 1,455,083.45 1,551,079.50 1,570,229.23
Sumber : Badan Pusat Statistik, berbagai tahun
Sumber: Bappeda Kabupaten Bondowoso, 2011
Produksi komoditi perkebunan yang dihasilkan di Kabupaten Bondowoso berupa kelapa, kopi arabika rakyat/perhutani, kopi robusta rakyat/perhutani, tebu, tembakau, pinang, cengkeh, jambu mete, kapok Randu, dan Jarak. Tabel 6 menerangkan produksi tahun 2009-2011.
Tabel 6 Produksi perkebunan tahun 2009 dan 2011 di Kabupaten Bondowoso
No Komoditi Produksi (ton)
2009 2010 2011
1 Cengkeh 4,74 7,74 - 2 Jambu Mete 24,60 26,45 - 3 Kapuk Randu 139,60 139,71 - 4 Kelapa 1.872,00 1.872,03 1.872,03 5 Kopi 1.627,15 1.365,52 1.504,46 6 Tebu 23.523,00 22.453,99 23.008,00 7 Tembakau 6.903,67 5.064,73 6.537,00 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Bondowoso, 2010; 2011
Tanaman perkebunan kopi pada tahun 2011 berproduksi 1.504,46 ton atau setara dengan 0,23 persen dari total produksi kopi di Indonesia (Dhany, 2013). Produksi tembakau Kabupaten Bondowoso mencapai 6.537 ton tahun 2011, jika dibandingkan dengan hasil produksi tembakau Indonesia tahun 2012 yaitu 164.851 ton (Nurhayat, 2013) maka produksi tembakau kabupaten Bondowoso mencapai 4,85 persen dari produksi total Indonesia.
Komoditi cengkeh, jambu mete, dan kapuk randu mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2011. Jumlah produksi kelapa tidak mengalami perubahan selama tiga tahun, yaitu 1.872 ton. Produksi tebu mengalami naik-turun, penurunan terjadi pada tahun 2010 dan kembali mengalami peningkatan tahun 2011, walaupun demikian jumlah produksi tahun 2011 mengalami sebagian gagal panen akibat serangan hama uret.
Tabel 7 Luas areal perkebunan berdasarkan komoditi tahun 2009 – 2013 Kabupaten Bondowoso
Komoditi Luas Perkebunan (Ha)
2009 2010 2011 2012 2013
Jambu Mete 1.019 1.019 1.015 1.010 1.010
Kelapa 3.798 3.799 3.814 3.814 5.015
Kopi 4.696 4.699 4.881 5.633 5.957
Cengkeh 269 269 269 269 271
Kapuk Randu 1.064 1.064 1.057 1.057 1.052
Tembakau 9.034 9.569 8.570 10.602 7.260
Tebu 6.486 6.486 5.111 5.231 6.449
Tabel 7 menunjukkan bahwa luas areal tanaman perkebunan mengalami peningkatan pada tahun 2013 untuk komoditi kelapa, kopi dan tebu, namun komoditi jambu mete, cengkeh, kapuk randu, dan tembakau mengalami penurunan. Luas perkebunan komoditi jambu mete mengalami penurunan secara terus-menerus, yang diikuti oleh komoditi kapuk randu. Pada tanaman tahunan, pengurangan luas lahan diduga disebabkan oleh kerusakan tanaman atau tanaman yang tua, sehingga perlu dilakukan penebangan. Tanaman perkebunan semusim cenderung mudah dialihfungsikan areal penanamannya dengan tanaman pertanian lainnya, seperti pada tanaman tembakau dimana luas areal mengalami naik-turun yang disebabkan oleh petani mengganti jenis tanaman yang ditanam pada areal yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor Unggulan di Kabupaten Bondowoso
Keunggulan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari nilai
Location Quotient (LQ). Sektor ekonomi merupakan sektor unggulan atau sektor basis jika memiliki nilai LQ lebih besar dari satu, sedangkan jika sektor ekonomi memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu maka sektor tersebut bukan sektor unggulan. Sektor unggulan dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di Kabupaten Bondowoso, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan di Provinsi Jawa Timur. Hasil perhitungan LQ menurut pendekatan pendapatan menurut sembilan sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso ditunjukan pada Tabel 8.
Tabel 8 menjelaskan bahwa sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Bondowoso adalah sektor pertanian dengan nilai LQ pada tahun 2012 lebih besar dari satu, yaitu 3,19. Sektor Pertanian mengalami penurunan nilai LQ pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan kembali di tahun selanjutnya. Kenaikan nilai LQ tersebut merupakan hasil dari upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi serta kualitas hasil pertanian, dan salahsatu dari program pemerintah adalah adanya penggunaan pupuk organik dan penanaman dengan varietas unggulan pada jenis tanaman tertentu.
Sumber : Dokumen Pribadi
Tabel 8 Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Location Quontient tahun 2003 – 2012
Lapangan
Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 2,80 2,19 2,88 2,82 2,89 2,95 2,97 3,08 3,15 3,19 Pertambangan
dan Penggalian
0,18 0,18 0,17 0,38 0,37 0,35 0,35 0,34 0,33 0,34
Industri Pengolahan
0,27 0,27 0,29 0,59 0,61 0,61 0,63 0,64 0,65 0,66
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,41 0,38 0,40 0,52 0,48 0,49 0,50 0,50 0,50 0,51
Bangunan 0,72 0,74 0,76 0,33 0,36 0,37 0,37 0,37 0,37 0,39
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0,66 0,65 0,65 0,78 0,76 0,76 0,76 0,74 0,75 0,76
Pengangkutan dan
Komunikasi
0,32 0,32 0,32 0,24 0,23 0,22 0,21 0,20 0,20 0,20
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
1,68 1,70 1,68 0,47 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45
Jasa-jasa 1,16 1,18 1,20 0,87 0,88 0,88 0,88 0,90 0,91 0,93
Sektor Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan memiliki nilai LQ lebih dari satu pada tahun 2003 hingga tahun 2005, hal ini juga terjadi pada Sektor Jasa-jasa. Terjadinya penurunan dari sektor unggulan menjadi sektor non unggulan pada dua sektor tersebut disebabkan oleh pergantian sistem kebijakan dari pusat ke daerah, dimana Kabupaten Bondowoso menjadi daerah otonom pada tahun 2004. Sektor Pertambangan dan Penggalian; Industri pengolahan; Listrik, Gas dan Air bersih; Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan Pengangkutan dan Komunikasi memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu, sehingga enam sektor tersebut tidak masuk dalam sektor unggulan. Hasil perhitungan LQ berdasarkan sembilan sektor masih belum dapat mengidentifikasi subsektor-subsektor dari sembilan sektor tersebut. Berikut hasil perhitungan nilai LQ berdasarkan subsektor dari sektor pertanian di Kabupaten Bondowoso dapat dilihat pada Tabel 9.
penurunan yang terjadi pada tahun 2004 dan 2005 diduga disebabkan oleh pergantian sistem kebijakan menjadi daerah otonom tahun 2004 dan masih kurangnya perhatian pemerintah dan petani perkebunan dalam mengelola lahan perkebunan.
Tabel 9 Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Location Quontient menurut Sektor Pertanian tahun 2003 – 2012
Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian
Tanaman Bahan Makanan 2,99 3,08 3,19 3,02 3,16 3,24 3,20 3,40 3,50 3,55
Tanaman Perkebunan 4,65 4,84 4,57 3,76 3,85 4,01 4,01 4,20 4,27 4,40
Peternakan 2,30 2,27 2,23 2,92 2,84 2,89 2,93 3,03 3,05 3,09 Kehutanan 0,95 1,24 1,57 2,18 2,32 2,05 2,17 2,02 2,02 1,69
Perikanan 0,11 0,11 0,10 0,59 0,61 0,62 0,62 0,63 0,64 0,65
Subsektor unggulan lainnya adalah Peternakan dan Kehutanan. Nilai LQ yang dimiliki subsektor peternakan mengalami kenaikan tiap tahunnya hingga mencapai nilai 3,09. Subsektor kehutanan mengalami penurunan tahun 2008 dengan nilai LQ 2,05 kemudian naik menjadi 2,17 dan turun kembali hingga tahun 2012 menjadi 1,69. Subsektor lainnya diluar sektor pertanian yang memiliki nilai LQ lebih dari satu yaitu subsektor Kertas dan Percetakan dari sektor industri pengolahan dengan nilai LQ 2,49 pada tahun 2012. Subsektor Pemerintahan Umum juga merupakan subsektor unggulan atau basis berikutnya, dengan nilai LQ sebesar 1,86 tahun 2003 dan mengalami naik-turun hingga tahun 2012 nilai LQ mencapai 1,60 (Lihat Lampiran 1).
Subsektor perkebunan, berdasarkan perhitungan LQ merupakan sektor unggulan namun belum dapat mengidentifikasi komoditi-komoditi dari subsektor perkebunan. Berdasarkan komoditi pada subsektor perkebunan, maka komoditi yang merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Bondowoso dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Perhitungan komoditi unggulan pada penelitian ini menggunakan data produksi tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan produksi tanaman perkebunan Provinsi Jawa Timur. Tabel 11 menunjukan beberapa komoditi perkebunan yang menjadi komoditi unggulan, yaitu kopi dengan nilai LQ sebesar 1,51 tahun 2013, komoditi tembakau dengan nilai LQ 3,66 tahun 2013, dan komoditi tebu dengan nilai LQ 1,07 tahun 2013
Tabel 10 Komoditi unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut produksi tanaman perkebunan tahun 2009-2013
Komoditi
Perkebunan 2009 2010 2011 2012 2013
Unggulan / Non Unggulan
Cengkeh 0,04 0,05 0,06 0,05 0,05 Non Unggulan
Jambu Mete 0,14 0,19 0,32 0,44 0,42 Non Unggulan
Kelapa 0,27 0,30 0,33 0,42 0,31 Non Unggulan
Kapuk Randu 0,24 0,28 0,30 0,50 0,48 Non Unggulan
Kopi 1,19 1,16 1,05 1,54 1,51 Unggulan
Tebu 1,17 1,20 1,10 1,14 1,07 Unggulan
Tembakau 2,13 2,20 2,53 1,38 3,66 Unggulan
Produksi tanaman cengkeh sangat dipengaruhi oleh curah hujan, tingginya curah hujan akan mengganggu proses tanaman untuk berbunga. Komoditi jambu mete mengalami penurunan nilai LQ tahun 2013, faktor iklim yang mempengaruhi produksi jambu mete adalah curah hujan. Tanaman jambu mete sangat membutuhkan penyinaran yang baik untuk menghasilkan buah (Dishutbun, 2011), namun pada 2013 curah hujan meningkat dari tahun 2012, yaitu 8.424 mm/th (Bondowoso dalam Angka, 2014) sedangkan klasifikasi tumbuh tanaman jambu mete memerlukan 1.000 – 2.000 mm/th (Tabel 4).
Komoditi kelapa dan kapuk randu memiliki klasifikasi tumbuh yang tidak menyukai kelembapan tinggi, tanaman kelapa memiliki batas curah hujan 1.300 – 2.300 mm/th dan tanaman kapuk randu kurang dari 350 mm/th (Tabel 4). Hal ini diduga yang menyebabkan penurunan nilai LQ kelapa dan kapuk randu tahun 2013, yang dikarenakan curah hujan tahun 2013 mencapai 8.424 mm/th. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanaman kelapa mudah terserah penyakit jamur yang akan berpengaruh pada produksi buah, dan tanaman kapuk randu akan menyebabkan kurangnya bunga dan mempengaruhi pembentukan buah.
Komoditi tanaman kopi mengalami peningkatan nilai LQ tahun 2012, hal ini diduga disebabkan oleh kerjasama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bondowoso dengan Bank Indonesia-Jember, Puslitkoka dan dinas kehutanan dan perkebunan menghasilkan cluster atau kelompok tani. Kelompok tani ini berkembang dengan kelompok pertama berjumlah lima kelompok dengan anggota 15-20 petani, menjadi 40 kelompok tahun 2013. Kelompok tani ini juga tergabung dalam koperasi yang mengurusi penjualan dan ekspor yang akan dilakukan petani. Puslitkoka berperan sebagai pengawas produksi kopi dan juga sebagai mediator antara petani dan eksportir (Bambang, 2014). Penurunan nilai LQ tahun 2013 diduga disebabkan tingginya curah hujan yang mepengaruhi masa berbunga dan berbuah tanaman kopi.
mutu tebu di Kabupaten Bondowoso kurang dibandingkan daerah lainnya. Selain itu juga dikarenakan gagal panen pada komoditi tebu yang diakibatkan serangan hama uret yang menurunkan rata-rata produksi tebu hingga mencapai 40 persen atau 400 kwintal/Ha tahun 2011 (Alimin, 2013).
Komoditi tembakau mengalami penurunan nilai LQ tahun 2012 dan mengalami peningkatan tahun 2013. Hal ini diduga disebabkan oleh munculnya penurunan harga tembakau yang diakibatkan meningkatnya jumlah lahan serta produksi, diamana petani yang awalnya hanya dapat memproduksi sedikit memperoleh harga jual yang tinggi akibat banyaknya permintaan, sehingga ditahun berikutnya banyak petani yang menanam tembakau dengan harapan harga jual yang tinggi, tetapi hal tersebut tidak dapat terjadi akibat banyaknya produk yang dihasilkan.
Tingginya nilai LQ dari komoditi unggulan Kabupaten Bondowoso dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, menunjukan bahwa komoditi tersebut mampu memenuhi permintaan hingga keluar Kabupaten Bondowoso. Komoditi unggulan yakni kopi, tembakau dan tebu dapat dikatakan merupakan komoditi perkebunan yang memiliki peran lebih besar dalam menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya.
Analisis LQ per kecamatan dapat menunjukkan komoditi unggulan yang dimiliki oleh setiap kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Data yang digunakan adalah data produksi per komoditi yang terdapat ditingkat kecamatan dan data produksi per komoditi Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa komoditi cengkeh dan jambu mete merupakan komoditi yang memiliki nilai LQ lebih dari satu paling sedikit diantara komoditi lainnya tahun 2009. Beberapa komoditi, yaitu cengkeh, jambu mete dan kelapa memiliki nilai LQ 0,00 tahun 2011 pada semua kecamatan.
Komoditi kopi mengalami kenaikan nilai LQ pada tahun 2011 (Lampiran 3), pada tahun 2009 hanya terdapat empat kecamatan yang memiliki nilai LQ lebih dari satu. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah kecamatan menjadi 11 kecamatan yang memiliki nilai LQ lebih dari satu, sehingga kecamatan tersebut dapat meningkatkan jumlah produksi komoditi kopi dan menjadi komoditi unggulan dikecamatan tersebut. Nilai LQ tertinggi terdapat pada Kecamatan Sempol.Komoditi tebu juga mengalami kenaikan nilai LQ tahun 2011 (Lampiran 2), pada tahun 2009 hanya terdapat empat kecamatan dan bertambah menjadi 19 kecamatan. Kecamatan yang memiliki nilai LQ tertinggi adalah Kecamatan Tapen.
Tabel 11 Komoditi unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan LQ menurut kecamatan tahun 2009-2011
No Kecamatan Cengkeh Jambu Mete Kapuk Randu Kelapa
2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011
1 Maesan 0.36 0.53 0.00 0.42 0.58 0.00 0.48 0.64 281.20 1.03 1.38 0.00
2 Grujugan 1.12 0.78 0.00 0.05 0.10 0.00 1.01 0.82 490.72 1.37 1.24 0.00
3 Tamanan 0.30 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.45 0.39 86.57 0.45 0.40 0.00
4 Jambesari DS 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.75 19.59 180.13 4.36 4.34 0.00
5 Pujer 0.00 11.77 0.00 0.00 0.00 0.00 2.63 0.20 958.36 2.59 3.13 0.00
6 Tlogosari 1.41 1.86 0.00 0.98 1.10 0.00 0.51 0.54 274.69 0.82 0.91 0.00
7 Sukosari 0.00 1.86 0.00 0.00 2.02 0.00 0.78 0.77 271.02 0.94 0.96 0.00
8 Sumber Wringin 0.00 0.00 0.00 1.64 0.00 0.00 0.63 0.48 187.87 0.64 0.47 0.00
9 Tapen 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.18 0.13 132.85 0.66 0.41 0.00
10 Wonosari 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.60 0.67 484.99 1.80 1.78 0.00
11 Tenggarang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.58 1.24 458.03 2.07 1.07 0.00
12 Bondowoso 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 466.11 3.35 2.68 0.00
13 Curahdami 7.87 5.05 0.00 5.83 4.41 0.00 3.64 1.60 408.15 4.32 2.09 0.00
14 Binakal 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.56 4.83 1444.31 2.48 9.16 0.00
15 Pakem 0.00 5.05 0.00 1.78 2.66 0.00 1.96 2.66 968.12 2.30 4.06 0.00
16 Wringin 0.00 0.00 0.00 3.14 4.63 0.00 6.62 6.33 795.18 2.60 2.12 0.00
17 Tegalampel 0.00 0.00 0.00 4.55 3.27 0.00 2.78 1.30 1493.25 3.45 1.89 0.00
18 Taman Krocok 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 77.70 0.32 1.84 0.00
19 Klabang 4.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.80 1.38 1011.79 2.16 5.16 0.00
20 Botolinggo 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.05 6.48 1122.43 7.10 18.57 0.00
21 Sempol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Prajekan 0.00 0.00 0.00 0.91 0.34 0.00 1.09 0.44 1075.76 1.97 0.88 0.00
Lanjutan Tabel 11 Komoditi unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan LQ menurut kecamatan tahun 2009-2011
No Kecamatan Kopi Tebu Tembakau
2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011
1 Maesan 0.80 4.75 192.97 0.23 0.07 5.86 6.74 8.31 146.94
2 Grujugan 0.07 0.07 5.11 0.46 0.66 10.51 5.16 4.87 146.04
3 Tamanan 0.04 0.04 1.56 1.10 1.09 42.07 0.90 1.04 15.63
4 Jambesari DS 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.61 7.44 8.34 102.45
5 Pujer 0.07 0.09 0.00 0.74 0.74 24.32 2.56 2.81 65.36
6 Tlogosari 1.60 1.18 105.48 1.09 1.06 39.47 0.22 0.37 4.84
7 Sukosari 0.00 0.00 0.00 1.17 1.14 43.68 0.20 0.16 1.51
8 Sumber Wringin 9.90 5.90 487.37 0.70 0.87 28.57 0.04 0.02 0.56
9 Tapen 0.00 0.00 0.00 1.16 1.15 43.70 0.40 0.43 6.58
10 Wonosari 0.00 0.00 0.00 0.99 0.93 37.38 1.18 1.78 22.63
11 Tenggarang 0.00 0.00 0.00 0.58 0.72 12.48 4.02 4.42 138.96
12 Bondowoso 0.00 0.00 0.00 0.78 0.83 30.51 2.12 2.34 55.14
13 Curahdami 0.13 0.09 0.00 0.00 0.00 11.88 7.19 10.98 143.61
14 Binakal 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.14 6.27 159.74
15 Pakem 2.36 2.92 47.49 0.00 0.00 0.00 7.29 8.09 170.38
16 Wringin 0.05 0.07 0.00 0.00 0.00 0.00 7.82 10.64 184.08
17 Tegalampel 0.01 0.01 0.00 0.33 0.92 9.35 5.26 1.79 114.59
18 Taman Krocok 0.00 0.00 0.00 1.14 0.00 40.96 0.68 11.41 21.32
19 Klabang 2.46 4.27 155.57 1.00 0.65 32.51 0.03 0.14 1.83
20 Botolinggo 0.00 0.00 233.29 0.83 0.00 23.64 0.18 0.00 26.94
21 Sempol 0.00 0.00 1408.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Prajekan 0.00 0.00 131.56 1.09 1.15 26.02 0.37 0.18 33.11