• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pangan Fungsional Yang Ditambahkan Minyak Sawit Merah (Msm) Terhadap Penurunan Risiko Aterosklerosis Pada Kelinci Percobaan Hiperkolesterolemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pangan Fungsional Yang Ditambahkan Minyak Sawit Merah (Msm) Terhadap Penurunan Risiko Aterosklerosis Pada Kelinci Percobaan Hiperkolesterolemia"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PANGAN FUNGSIONAL YANG DITAMBAHKAN MINYAK SAWIT

MERAH (MSM) TERHADAP PENURUNAN RISIKO ATEROSKLEROSIS PADA

KELINCI PERCOBAAN HIPERKOLESTEROLEMIA

BIBI AHMAD CHAHYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pangan Fungsional yang Ditambahkan Minyak Sawit Merah (MSM) terhadap Penurunan Risiko Aterosklerosis pada Kelinci Percobaan Hiperkolesterolemia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

BIBI AHMAD CHAHYANTO. Pengaruh Pangan Fungsional yang Ditambahkan Minyak Sawit Merah (MSM) terhadap Penurunan Risiko Aterosklerosis pada Kelinci Percobaan Hiperkolesterolemia. Dibimbing oleh RIMBAWAN, SRI ANNA MARLIYATI, dan WIWIN WINARSIH.

Penyakit Kardiovaskuler (PKV) merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian di Indonesia. Hiperkolesterolemia dan aterosklerosis merupakan faktor risiko terjadinya PKV. Pengendalian PKV melalui pencegahan timbulnya aterosklerosis sangat penting dilakukan. Konsumsi pangan tinggi antioksidan seperti β-karoten yang terkandung dalam Minyak Sawit Merah (MSM) merupakan upaya untuk mengatasi ketidakseimbangan stres oksidatif yang dapat berlanjut menjadi aterosklerosis. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian pangan fungsional yang ditambahkan MSM terhadap penurunan risiko aterosklerosis pada kelinci percobaan (New Zealand White) hiperkolesterolemia.

Penelitian yang menggunakan desain experimental di laboratorium dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2015. Sebanyak 25 hewan coba kelinci New Zealand White berumur 6

– 7 bulan dengan bobot badan 2.9 – 4.1 kg (awal penelitian) dikelompokkan menjadi 5 kelompok intervensi. Kelompok 0 (K0/kontrol negatif) diberi pakan standar sebanyak 150 g, kelompok 1 (K1/kontrol positif) diberi 75 g pakan tinggi kolesterol (0.2%)+75 g pakan standar, kelompok 2 (K2) diberi 75 g pakan tinggi kolesterol (0.2%)+2 g MSM murni (setara dengan AKG β-karoten bagi (0.2%) berasal dari 15.08 g/100 g tepung kuning telur.

Intervensi dilakukan selama 8 minggu ditambah dengan masa adaptasi sebelum intervensi dilakukan selama ±4 minggu. Data yang dikumpulkan selama penelitian adalah bobot badan kelinci, konsumsi pakan, kandungan energi dan

nutrisi pakan (asam lemak, protein, lemak, serat, kolesterol, dan β-karoten), profil lipid serum darah (kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL dan LDL), CRP serum, tebal plaque aterosklerosis dan perubahan sel hati.

(5)

Perbedaan yang nyata (p<0.05) tidak terlihat pada perubahan kadar CRP serum darah kelinci seiring dengan lamanya waktu intervensi kecuali K2. MSM dan pangan fungsional sejenis bagelen yang ditambahkan MSM tidak dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan CRP serum kelinci, tetapi meningkatkan kolesterol HDL.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada aorta kelinci K0 (n=3) tidak terbentuk plaque aterosklerosis, sedangkan pada kelinci K1, K2, K3, dan K4 mengalami penebalan plaque aterosklerosis. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara tebal plaque aterosklerosis pada kelinci K0 dan K1 dengan kelinci K2, K3, dan K4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pakan berpengaruh secara nyata (p<0.05) terhadap kelainan histopatologi sel hati.

(6)

SUMMARY

BIBI AHMAD CHAHYANTO. The Effect of Functional Food Enriched with Red Palm Oil (RPO) on Risk of Atherosclerosis in Rabbit with Hypercholesterolemia. Supervised by RIMBAWAN, SRI ANNA MARLIYATI, and WIWIN WINARSIH.

Cardiovascular disease (CVD) is one of the disease that cause increased morbidity and mortality in Indonesia. Hypercholesterolemia and atherosclerosis is a risk factor for CVD. Control of CVD through the prevention of atherosclerosis is very important. Food consumption especially high antioxidant foods such as β -carotene contained in the Red Palm Oil (RPO) can prevent atherosclerosis by preventing oxidative stress. The objective of this research was to study the effect of functional food enriched with RPO on risk of atherosclerosis in New Zealand White Rabbit with Hypercholesterolemia.

The experimental study with Group Randomized Design (GRD) was conducted from August to December 2015. The study was used 25 male New Zealand White rabbits with range age 6 – 7 months and range body weight 2.9 – 4.1 kg at the start of the study (pre intervention). Rabbits were divided into 5 groups: group 0 (K0/negative control) were given 150 g basal diet, group 1 (K1/positive control) were given 75 g high cholesterol diet (0.2% cholesterol) and 75 g basal diet, group 2 (K2) were given 75 g high cholesterol diet (0.2% cholesterol) mixed with 2 g RPO (equivalent to RDI for β-carotene in Indonesia) and 73 g basal diet, group 3 (K3) were given 75 g high cholesterol diet (0.2% cholesterol) mixed with 5 g RPO (equivalent to ½ NOAEL for β-carotene) and 70 g basal diet, and group 4 (K4) were given 90 g high cholesteerol diet mixed with bagelen and 60 g basal diet. The feeding were given two times a day. High cholesterol diet (0.2% cholesterol) sourched from 15.08 g/100 g egg yolk powder.

The intervention was implemented for 8 weeks after ±4 weeks adaptation period. The data collected were body weight, feed consumption, energy and nutrition content in feed (fatty acid, crude protein, fat, crude fiber, cholesterol, and

β-carotene), cholesterol total, triglyceride, HDL cholesterol, LDL cholesterol, CRP in serum, atherosclerosis plaque, and abnormalities of liver.

Post intervention, 23 male New Zealand White rabbits were completed data, that is 4 rabbits in K0 group, 4 rabbits in K1 group, 5 rabbits in K2 group, 5 rabbits in K3 group, and 5 rabbits in K4 group. Rabbits can be consumed all feed in this study with a range of consumption average 49.94±21.29 – 108.30±21.15 g/day. During intervention, cholesterol intake of rabbits were very high so that rabbits become hypercholesterol. Result showed that treatment of feed significantly (p<0.05) changed levels of serum cholesterol total, but did not significantly (p>0.05) affect triglyceride serum levels after 8 weeks intervention. HDL cholesterol levels in K2, K3, and K4 rabbits was increased over the length of the intervention period. Level CRP in serum was not significantly (p>0.05) with length of the intervention period, unless K2 group rabbits. RPO and functional food enriched with RPO did not decrease levels of total cholesterol, triglyceride, LDL cholesterol, and CRP in rabbit, but increase HDL cholesterol.

(7)

formation of plaque in atherosclerosis. Plaque atherosclerosis of K0 and K1 groups was significantly different (p<0.05) from K2, K3, and K4 groups. The results of analysis of variance showed that types of feed was significantly (p<0.05) with abnormalities of liver.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi

PENGARUH PANGAN FUNGSIONAL YANG DITAMBAHKAN MINYAK SAWIT

MERAH (MSM) TERHADAP PENURUNAN RISIKO ATEROSKLEROSIS PADA

KELINCI PERCOBAAN HIPERKOLESTEROLEMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga penulisan dan penyusunan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Pangan Fungsional yang Ditambahkan Minyak Sawit Merah (MSM) terhadap Penurunan Risiko Aterosklerosis pada Kelinci Percobaan Hiperkolesterolemia” berhasil diselesaikan dengan baik.

Penelitian ini merupakan bagian dari payung penelitian dengan judul besar

“Pengembangan Produk Pangan Fungsional Berbasis Minyak Sawit Merah untuk

Pencegahan Penyakit Degeneratif” yang diketuai oleh Ibu Dr Ir Sri Anna

Marliyati, MSi. dan Bapak Dr Drs Rimbawan sebagai anggota peneliti. Dana penelitian berasal dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Jumino SPd dan Ibu Samiyem serta adik Firman Pandinata yang senantiyasa memberi semangat, dukungan, doa, dan kasih sayangnya selama ini. Terimakasih kepada Bapak Dr Drs Rimbawan, Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi, dan Ibu Dr drh Wiwin Winarsih, MSi APVet selaku komisi pembimbing, serta Ibu Dr Ir Ikeu Ekayanti, MKes yang telah banyak memberi saran. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Bapak Dr Yono C. Raharjo dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, rekan saya Avliya Quratul Marjan, SGz, Agustian Bimo Waluyojati, SGz, Ajeng Agustianty Putri, SGz, dan Utami Wahyuningsih, SGz, staf di Unit Pengelola Hewan Laboratorium FKH IPB, serta rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu karena telah membantu selama pengumpulan data serta memberi saran dan semangat kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pikir Penelitian 3

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Hipotesis Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Minyak Sawit Merah (MSM) 5

Bagelen 6

Karotenoid dan β-Karoten 7

Metabolisme Karoten 8

Angka Kecukupan Gizi dan Ambang Batas NOAEL Vitamin A

bagi Manusia 9

Mekanisme Pembentukan Plaque Aterosklerosis 10

Mekanisme β-Karoten Dalam Mencegah Perkembangan

Plaque Aterosklerosis 11

Kerusakan Hati 12

3 METODE 13

Desain Penelitian 13

Tempat dan Waktu Penelitian 13

Bahan 13

Alat 14

Tahapan Penelitian 15

Prosedur Analisis Data 22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Kandungan Nutrisi Pakan 22

Konsumsi Pakan 25

Asupan Nutrisi 26

Bobot Badan Kelinci 27

Profil Lipid Darah 28

C-Reactive Protein (CRP) Serum Darah 36

Histopatologi Aorta dan Hati 37

5 SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 52

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan β-karoten dalam beberapa bahan pangan 8

2 Formula tiga pakan utama yang diberikan selama masa intervensi 17 3 Berat dan jenis pakan yang diberikan pada kelinci 18

4 Kandungan nutrisi pakan intervensi 22

5 Kandungan asam lemak pakan intervensi 24

6 Rata-rata konsumsi pakan kelinci percobaan setiap hari 25 7 Rata-rata asupan nutrisi masing-masing kelinci perlakuan setiap hari 26 8 Rata-rata bobot badan kelinci per kelompok perlakuan sebelum

(minggu ke-0), setelah 4 minggu, dan setelah 8 minggu intervensi 28 9 Rata-rata kolesterol total darah kelinci per kelompok perlakuan

sebelum (minggu ke-0), setelah 4 minggu, dan setelah 8 minggu

intervensi 29

10 Perubahan kadar kolesterol total kelinci setelah 4 dan 8 minggu

intervensi 30

11 Rata-rata kadar trigliserida darah kelinci per kelompok perlakuan sebelum (minggu ke-0), setelah 4 minggu, dan setelah 8 minggu

intervensi 32

12 Perubahan kadar trigliserida kelinci setelah 8 minggu intervensi 32 13 Rata-rata kadar HDL kolesterol kelinci per kelompok perlakuan

sebelum (minggu ke-0), setelah 4 minggu, dan setelah 8 minggu

intervensi 33

14 Rata-rata kadar LDL kolesterol kelinci per kelompok perlakuan sebelum (minggu ke-0), setelah 4 minggu, dan setelah 8 minggu

intervensi 34

15 Nilai median (minimum-maksimum) kadar CRP serum darah kelinci per kelompok perlakuan sebelum (minggu ke-0), setelah

4 minggu, dan setelah 8 minggu intervensi 36

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir kerangka pikir penelitian 4

2 Pangan fungsional sejenis bagelen yang ditambahkan Minyak

Sawit Merah 7

3 Struktur senyawa-senyawa karotenoid utama dalam pangan 8 4 Teori hipotesis modifikasi oksidatif (oxidative modification)

sebagai tahap awal perkembangan aterosklerosis 11 5 Potensi peran antioksidan dalam menghambat aterosklerosis 12

6 Kandang individu kelinci percobaan 15

7 Diagram alir tahapan penelitian pengaruh intervensi pangan fungsional diperkaya MSM terhadap pencegahan hiperkolesterolemia

dan aterosklerosis pada kelinci percobaan 16

8 Pakan basal (kiri), pakan tinggi kolesterol (tengah), dan pakan

tinggi kolesterol-bagelen (kanan) 17

(16)

10 Rasio LDL-K/HDL-K kelinci per kelompok perlakuan sebelum

intervensi (minggu ke-0), setelah 4 minggu, dan 8 minggu intervensi 35

11 Gambaran mikroskopik aorta kelinci 39

12 Nilai median (minimum – maksimum) tebal lesi plaque

aterosklerosis kelinci per kelompok perlakuan (dalam satuan μm) 40 13 Rata-rata ± standar deviasi Skor Histophatology Manja Roenigk

(Skor HMR) hati kelinci per kelompok perlakuan setelah 8

minggu intervensi 41

14 Persentase skor HMR masing-masing jenis sel normal, sel degenerasi hidropis, sel degenerasi lemak, dan sel yang nekrosis 42

15 Gambaran histopatologi sel hati 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pembuatan formula pakan 54

2 Prosedur preparasi contoh (hidrolisis dan esterifikasi) dalam

analisis profil asam lemak 55

3 Prosedur analisis komponen asam lemak sebagai FAME dalam

analisis profil asam lemak 56

4 Prosedur preparasi sampel analisis β-karoten 57

5 Prosedur analisis kolesterol total dalam serum darah 58

6 Prosedur analisis HDL-K dalam serum darah 59

7 Prosedur analisis CRP serum darah. 60

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia kini dihadapkan pada permasalahan kesehatan serius yang disebut dengan triple burden disease yaitu penyakit infeksi (menular) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, meningkatnya kasus penyakit tidak menular (PTM), dan munculnya penyakit-penyakit baru (Dhillon et al. 2012). Apabila tidak segera ditangani, masalah ini akan menjadi hambatan bagi pembangunan kesehatan dan sumberdaya manusia.

Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit degeneratif merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian penuh pada saat ini baik di tingkat global maupun di tingkat nasional (Indonesia). Hal ini dikarenakan terus meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) akibat PTM. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO (2014), 38 juta (68%) dari 56 juta kematian di dunia pada tahun 2012 disebabkan oleh PTM dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 52 juta kematian per tahun pada tahun 2030 (WHO 2014). Kematian akibat PTM di Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya, yaitu dari 41.7% pada tahun 1995 menjadi 49.9% (2001) dan 59.5% (2007) (Depkes RI 2008). Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 – 2011 yang dimiliki oleh Kemenkes RI, selama tahun 2009 telah ditemukan 61.84% kasus baru PTM per total kunjungan seluruh penyakit di rumah sakit dan meningkat menjadi 62.23% di tahun 2010 (Kemenkes RI 2012).

Salah satu PTM yang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia maupun di Indonesia adalah Penyakit Kardiovaskuler (PKV) atau Cardiovascular Disease (CVD), utamanya Penyakit Jantung Koroner (PJK). Pada tahun 2008 sebagian besar kematian di dunia disebabkan oleh PKV. Satu dari setiap tiga kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh PKV dan satu dari enam kematian disebabkan oleh PJK (AHA 2012). Di negara-negara Asia-Pasifik, sebanyak 16 419 jiwa kematian disebabkan oleh PKV dan 7 752 jiwa akibat PJK pada tahun 2009 (AHA 2012; AHA dan ASA c2013). Di Indonesia, penyakit jantung merupakan kasus terbesar PTM rawat inap pada tahun 2009 – 2010 (Kemenkes RI 2012), data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi PJK berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0.5% dan diagnosis dokter/gejala sebesar 1.5% (Kemenkes RI 2013b).

(18)

2

Pengendalian PKV melalui pencegahan timbulnya aterosklerosis sangatlah penting dilakukan. Salah satu pencegahan aterosklerosis ataupun untuk mengatasi ketidakseimbangan stres oksidatif pada aterosklerosis agar tidak semakin memburuk dan berkembang menjadi PKV dapat dilakukan melalui pengaturan gaya hidup, termasuk pengaturan pola konsumsi pangan. Konsumsi pangan tinggi antioksidan merupakan upaya untuk mengatasi stres oksidatif yang tidak seimbang dalam tubuh (Small et al. 2012; Small dan Gobe 2013; Stojiljkovic et al. 2014).

β-karoten merupakan karoten yang paling banyak dipelajari dan sebagai salah satu karotenoid utama yang diperoleh melalui diet. Fungsi β-karoten selain sebagai provitamin A, juga dapat bertindak sebagai antioksidan dalam tubuh manusia baik secara tunggal maupun bersama dengan senyawa karotenoid lainnya seperti lycopen, lutein, ataupun senyawa karotenoid lain. β-karoten dapat memodulasi proses radikal bebas dengan berperan sebagai rantai chainbreaking antioxidant dalam peroksidasi lipid (Edge et al. 1997; Krinsky dan Johnson 2005; Mueller dan Boehm 2011; Riccioni et al. 2011).

Keberadaan β-karoten dalam bahan pangan biasanya akan memberikan efek warna kuning-orange sehingga umumnya β-karoten banyak terkandung dalam buah dan sayuran yang dominan berwarna kuning-orange serta pada sayuran berdaun hijau, contohnya wortel, tomat, labu, dan bayam (Krinsky dan Johnson 2005; Mueller dan Boehm 2011). Minyak Sawit Merah (MSM) atau Red Palm Oil (RPO) telah terbukti memiliki kandungan β-karoten yang sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari wortel. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan

β-karoten dalam MSM sebesar 50 – 70 mg/100 g (Darnoko et al. 2002), 23.7 mg/100 g (You et al. 2002), dan 22 mg/100 g (Ayeleso et al. 2012). Wortel mentah yang dianggap memiliki β-karoten tertinggi diantara sayur dan buah lainnya hanya mengandung 18.3 mg/100 g bahan (Mueller dan Boehm 2011).

Indonesia termasuk salah satu negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia dengan produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hampir 11 juta hektar pada tahun 2014. Pada tahun 1980 produksi minyak sawit di Indonesia hanya sebesar 721.17 ribu ton, angka ini terus meningkat hingga mencapai 27.74 juta ton pada tahun 2013 dan 29.34 juta ton pada tahun 2014 (Kementan RI 2014; Kementan RI 2015).

(19)

3 Kerangka Pikir Penelitian

Penyakit Kardiovaskuler (PKV) merupakan PTM yang saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena menjadi penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Hiperkolesterolemia dan aterosklerosis merupakan faktor risiko terjadinya PKV. Seseorang yang mengalami aterosklerosis memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena PKV dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang sangat kuat terhadap terjadinya PKV (Anwar c2004; Robinson et al. 2009; WHO 2011).

Aterosklerosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh terjadinya penebalan dan pengerasan pembuluh darah karena adanya penumpukan plaque (lapisan pada tunika intima). Plaque ini terdiri dari lemak, kolesterol, lipoprotein, kalsium, karbohidrat kompleks, dan jaringan ikat (Rolfes et al. 2009). Mekanisme awal terjadinya aterosklerosis umumnya dikaitkan dengan stres oksidatif. Selain aterosklerosis, kondisi hiperkolesterolemia dan stres oksidatif yang tinggi (tidak seimbang) juga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada sel-sel hati (Rodella dan Favero 2013).

Salah satu karotenoid utama yang banyak ditemukan dalam makanan adalah

β-karoten. Di dalam tubuh manusia β-karoten dapat berfungsi sebagai provitamin A dan antioksidan. β-karoten umumnya banyak terkandung dalam sayur dan buah yang berwarna kuning-orange ataupun sayuran berdaun hijau (Edge et al. 1997; Krinsky dan Johnson 2005; Mueller dan Boehm 2011; Riccioni et al. 2011).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kandungan β-karoten dalam MSM lebih tinggi dibandingkan wortel ataupun sayur dan buah lainnya sehingga berpotensi sebagai sumber β-karoten (Darnoko et al. 2002; You et al. 2002; Ayeleso et al. 2012). Melalui penelitiannya, Marjan (2016) berhasil mengembangkan produk pangan fungsional sejenis bagelen yang ditmbahan Minyak Sawit Merah (MSM) sebagai salah satu bahan sumber β-karoten. Marjan (2016) menduga apabila pangan fungsional yang telah dihasilkan dikonsumsi dalam jumlah sesuai asupan β-karoten yang mencukupi, maka dapat menurunkan risiko terbentuknya plaque aterosklerosis. Cara yang dapat dilakukan untuk membuktikan bahwa MSM dan pangan fungsional sejenis bagelen yang ditambahkan MSM dapat menurunkan risiko terjadinya hiperkolesterolemia dan terbentuknya plaque aterosklerosis ialah dengan mengintervensikan pangan tersebut kepada hewan percobaan, sebelum nanti pada akhirnya akan diaplikasikan bagi manusia.

Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan hewan coba yang sering digunakan dalam penelitian terkait dengan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis. Kelinci percobaan yang semula dalam kondisi normal dapat diubah menjadi hiperkolesterolemia melalui pemberian diet tinggi kolesterol. Kelinci yang telah mengalami hiperkolesterol akan berisiko mengalami aterosklerosis. Diet tinggi kolesterol dapat dibuat dengan cara menambahkan kolesterol murni dalam bentuk kristal atau lemak hewani atau dapat pula menggunakan kuning telur baik dalam bentuk basah maupun dalam bentuk tepung kuning telur (Marliyati 2005; Kojic et al. 2011; Huang et al. 2012).

(20)

4

kolesterol HDL, dan kolesterol LDL), C-Reactive Protein (CRP) serum, histopatologi aorta untuk mengamati tebal plaque aterosklerosis, dan histopatologi hati untuk mengamati perubahan histopatologi sel hati. Kerangka pikir penelitian secara ringkas ditampilkan pada Gambar 1.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan kerangka pikir yang telah dijelaskan sebelumnya, maka muncul pertanyaan penelitian untuk memperjelas perumusan masalah yang ada sebagai berikut :

Minyak Sawit Merah Pangan

(21)

5 1. Apakah β-karoten dalam MSM murni dapat menurunkan risiko terbentuknya plaque aterosklerosis dan perubahan histopatologi sel hati pada kelinci New Zealand White yang mengalami hiperkolesterolemia?

2. Apakah β-karoten dalam pangan fungsional yang ditambahkan MSM dapat memengaruhi pembentukan plaque aterosklerosis dan perubahan histopatologi sel hati pada kelinci New Zealand White yang mengalami hiperkolesterolemia?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian pangan fungsional yang ditambahkan Minyak Sawit Merah (MSM) terhadap penurunan risiko aterosklerosis pada kelinci percobaan (New Zealand White) yang mengalami hiperkolesterolemia. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menganalisis dan membandingkan kadar profil lipid darah dan CRP-Serum darah kelinci New Zealand White antar perlakuan.

2. Mengkaji pengaruh perlakuan pemberian MSM murni dan pangan fungsional yang ditambahkan MSM serta melihat pengaruhnya terhadap risiko terbentuknya plaque aterosklerosis pada kelinci New Zealand White yang mengalami hiperkolesterolemia.

3. Mengkaji pengaruh perlakuan pemberian MSM dan pangan fungsional yang ditambahkan MSM serta melihat pengaruhnya terhadap perubahan histopatologi sel hati kelinci New Zealand White yang mengalami hiperkolesterolemia.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian MSM murni berpengaruh terhadap penurunan risiko terbentuknya plaque aterosklerosis dan perubahan histopatologi sel hati dibandingkan kontrol.

2. Pemberian pangan fungsional yang ditambahkan MSM berpengaruh terhadap penurunan risiko terbentuknya plaque aterosklerosis dan perubahan histopatologi sel hati dibandingkan kontrol.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit Merah (MSM)

Minyak Sawit Merah (MSM) atau Red palm oil (RPO) dihasilkan dari proses degumming dan netralisasi Minyak Sawit Kasar (MSK) atau Crude Palm Oil (CPO). MSK dihasilkan dari mesokarp buah sawit melalui proses pengepresan, netralisasi, dan purifikasi mesokarp buah sawit merah dan masih mengandung gum (Dwiyanti 2014).

(22)

6

menunjukkan MSM mengandung asam lemak miristat (0.8%), palmitat (42.0%), stearat (5.1%), oleat (42.0%), linoleat (10.0%), dan karotenoid berupa β-karoten (247 ppm), α-karoten (199 ppm), cis α-karoten (13 ppm), phytoene (7 ppm), likopen (6 ppm) dan karotenoid lainnya (40 ppm).

Hasil penelitian terkait kandungan β-karoten dalam MSM sangat beragam. Menurut Darnoko et al. (2002), kandungan β-karoten MSM berkisar antara 50 sampai 70 mg/100 g. Beberapa penelitian lainnya membuktikan kandungan β -karoten dalam MSM sebanyak 23.7 mg/100 g (You et al. 2002), 24.7 mg/100 g (Kritchevsky et al. 2002), dan 22 mg/100 g (Ayeleso et al. 2012).

Penambahan MSM sebagai sumber β-karoten ke dalam pangan serta sifat fisik dan kimianya sudah cukup banyak diteliti di Indonesia. Beberapa pangan yang telah berhasil diberi penambahan atau berbahan dasar MSM adalah minyak goreng yang difortifikasi MSM (Marliyati et al. 2012; Muhammad 2015), gula kelapa diperkaya MSM (Dwiyanti et al. 2013), mikroenkapsulat MSM (Rahman 2015), mi instan yang ditambahkan MSM (Marliyati et al. 2010), lemak bubuk kaya β-karoten dari MSM (Reputra et al. 2015).

Penelitian terkait intervensi pangan yang ditambahkan MSM sebagai sumber β-karoten maupun intervensi MSM secara langsung baik pada manusia maupun hewan coba selama ini masih banyak yang mengarah kepada pencegahan atau penurunan risiko kurang vitamin A (Marliyati et al. 2010; Dwiyanti et al. 2013). Jarang sekali ditemukan penelitiannya mengarah pada peran β-karoten dalam pangan sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas pada penyakit degeneratif. produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Marjan (2016) mengembangkan inovasi produk pangan fungsional sejenis bagelen yang ditambahkan dengan Minyak Sawit Merah (MSM), namun dengan adonan dasar seperti cake (Gambar 2). Menurut SNI (1995), cake adalah produk makanan semi basah yang dibuat dengan pemanggangan adonan, dimana adonan tersebut terdiri dari tepung terigu, gula, telur, susu, aroma, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Pada perkembangannya saat ini, sudah banyak dikenal cake yang tidak dipanggang melainkan dikukus sehingga menjadi cake kukus.

(23)

7 Seluruh bahan dicampur sehingga menjadi adonan cake, kemudian dikukus hingga matang lalu dioven kembali hingga kering.

Hasil penelitian Marjan (2016) membuktikan bahwa produk bagelen memiliki kandungan β-karoten yang paling tinggi (1.83 mg/100 g) jika dibandingkan 2 produk lain yang dikembangkan juga oleh Marjan (2016) yaitu snack bar (1.27 mg/100 g) dan kue stick (1.33 mg/100 g). Kandungan zat gizi lainnya yang terkandung dalam 100 g bagelen adalah 517 kkal energi, 8.53 g protein, 26.72 g lemak, dan 60.70 g karbohidrat. Aktivitas antioksidan bagelen per 100 g setara dengan kemampuan vitamin C sebanyak 43.40 mg dengan rata-rata peredaman DPPH 75.11%.

Gambar 2 Pangan fungsional sejenis bagelen yang ditambahkan Minyak Sawit Merah. Gambar direproduksi kembali dari Marjan (2016).

Karotenoid dan β-Karoten

Karotenoid merupakan kumpulan dari zat-zat alami yang dapat larut dalam lemak. Sebanyak 80 – 90% asupan karotenoid di negara maju berasal dari sayur dan buah. Sekitar 700 senyawa karotenoid alami sudah dapat diidentifikasi hingga saat ini, 50 senyawa terkandung dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia serta dapat diserap dan dimetabolisme oleh tubuh manusia, dan hanya 6 senyawa yang mengisi 95% dari total karotenoid dalam darah. Keberadaan keenam senyawa-senyawa ini dalam makanan dibedakan menjadi kelompok

hidrokarbon yakni β-karoten, α-karoten, likopen, dan kelompok oxygen-containing yaitu β-cryptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin (Gambar 3) (Krinsky dan Johnson 2005; Mueller dan Boehm 2011).

β-Carotene β-Cryptoxanthin

α-Carotene Lutein

Lycopene Zeaxanthin

OH

OH

OH

(24)

8

β-karoten merupakan senyawa karotenoid yang paling banyak dan berlimpah dalam diet manusia, memiliki aktivitas vitamin A dan apabila dimetabolisme lebih lanjut oleh sel-sel tubuh akan menjadi retinol dan asam

retinoat. Keberadaan β-karoten dalam bahan pangan biasanya akan memberikan efek warna kuning-orange sehingga umumnya β-karoten banyak terkandung dalam buah dan sayuran yang dominan berwarna kuning-orange serta pada sayuran berdaun hijau (Krinsky dan Johnson 2005; Mueller dan Boehm 2011).

Kandungan dan bioavailabilitas β-karoten dalam setiap bahan pangan berbeda-beda. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa wortel

memiliki kandungan β-karoten lebih tinggi dibanding buah dan sayur lainnya seperti tomat, labu, dan bayam (Tabel 1). Tetapi kini mulai banyak penelitian

yang menganalisis kandungan β-karoten dalam pangan lain seperti Minyak Sawit Merah (MSM) yang mengandung β-karoten sebesar 50.0 sampai 70.0 mg/100 g

pangan. Selain itu, β-karoten dari MSM juga memiliki keunggulan lain yaitu bioavailabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bayam dan wortel (Darnoko et al. 2002; Rice dan Burns 2010; Mueller dan Boehm 2011).

Tabel 1 Kandungan β-karoten dalam beberapa bahan pangan

Nama Pangan Kandungan β-karoten (mg/100 g bb) Minyak Sawit Merah (MSM) 50.0 – 70.0b ; 23.7c ; 22.0d

Wortel mentaha 18.3

Mangga kalengana 13.1

Wortel telah dimasaka 8.0

Labu kuninga 6.9

Vitamin A merupakan vitamin larut lemak sehingga proses metabolismenya membutuhkan bantuan empedu dan enzim-enzim dari pankreas. Di dalam makanan sebagian besar vitamin A dalam bentuk retinyl esters (ester retinil) yang banyak ditemukan dalam pangan hewani dan karotenoid seperti β-karoten yang banyak ditemukan dalam pangan nabati. Ester retinil dan karotenoid dalam makanan umumnya terikat dengan protein sehingga pada awal proses pencernaannya, karotenoid-protein akan dihidrolisis oleh protease di dalam lambung dan usus halus menjadi karotenoid. Untuk ester retinil-protein, hidrolisis dilakukan oleh protease dan esterase menjadi retinol (Azrimaidaliza 2007; Mahan dan Stump c2008).

Retinol diikat oleh cellular retinol-binding protein II (CRBPII) dan asam lemak (fatty acid) di dalam mukosa usus membentuk CRBPII-retinyl-fatty acid. Jalur penyerapan karotenoid dibagi menjadi 2, yaitu karotenoid yang berubah Gambar 3 Struktur senyawa-senyawa karotenoid utama dalam pangan. Gambar

(25)

9 menjadi retinal kemudian menjadi retinol untuk selanjutnya masuk ke dalam jalur penyerapan retinol di dalam mukosa usus atau karotenoid secara langsung tanpa mengalami perubahan diangkut oleh kilomikron. Penyerapan vitamin A ini akan optimal dalam keadaan tercukupinya asupan lemak. Sebesar 70 sampai 90 % retinol dan 5 sampai 60 % karotenoid yang terdapat dalam makanan dapat diserap dalam tubuh (Azrimaidaliza 2007; Bender 2008; Mahan dan Stump c2008).

CRBPII-retinyl-fatty acid dan karotenoid yang tidak mengalami perubahan selanjutnya diangkut oleh kilomikron melalui sistem limfatik ke dalam aliran darah menuju hati. Karotenoid yang tidak mengalami perubahan menjadi retinol dapat beredar dalam darah dan mencapai jaringan sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan (Mahan dan Stump c2008; Smolin dan Grosvenor c2010).

Vitamin A disimpan dalam hati. Cadangan vitamin A ini dapat bertahan hingga 6 bulan dalam keadaan normal. Apabila tubuh membutuhkan vitamin A, maka retinol yang disimpan dalam hati akan diangkut oleh retinol-binding protein (RBP). Penggunaan retinol oleh berbagai jaringan tubuh tergantung pada reseptor permukaan membrannya yang spesifik untuk RBP. Di dalam sel mata, retinol berfungsi sebagai retinal, dan di dalam sel epitel sebagai asam retinoat (Azrimaidaliza 2007; Mahan dan Stump c2008).

Angka Kecukupan Gizi dan Ambang Batas NOAEL Vitamin A bagi Manusia

Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau yang disebut juga dengan Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua orang dalam populasi (97.5%) menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu seperti hamil dan menyusui untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Kartono et al. 2012). AKG terbaru yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 yang dibuat berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi XI tahun 2012.

AKG bagi bangsa Indonesia adalah kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai kecukupan gizi, acuan penyusunan makanan sehari-hari, perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional, pendidikan gizi, dan acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi (Kemenkes RI 2013a). Kecukupan vitamin A bagi orang dewasa umur 19 sampai 29 tahun adalah 600 µgRE/hari bagi laki-laki dan 500 µgRE/hari bagi perempuan. Setiap 1 µgRE vitamin A jika dikonversikan ke dalam β-karoten setara dengan 6 µg. Oleh karena itu, kecukupan β-karoten bagi orang dewasa umur 19 sampai 29 tahun adalah 3 600 µg/hari bagi laki-laki dan 3 000 µg/hari bagi perempuan.

(26)

10

000 IU atau setara dengan 3 000 µgRE/hari. Jika dikonversikan menjadi ambang

batas, maka NOAEL β-karoten adalah 18 000 µg/hari (Dorato dan Engelhardt 2005).

Mekanisme Pembentukan Plaque Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya penebalan dan pengerasan pembuluh darah karena adanya penumpukan plaque (lapisan pada tunika intima). Plaque ini terdiri dari lemak, kolesterol, lipoprotein, kalsium, karbohidrat kompleks, dan jaringan ikat. Konsep terbentuknya aterosklerosis dapat dilihat dari infiltrasi lipid, kerusakan sel endotel, radikal bebas, dan imunologi yang semua itu nantinya akan terpusat pada inflamasi (Rolfes et al. 2009).

Mekanisme awal terjadinya asterosklerosis adalah terjadinya stres oksidatif, disfungsi sel endotelium, reaksi oksidasi LDL-K (Kolesterol Low Density Lipoprotein), penurunan kadar HDL-K (Kolesterol High Density Lipoprotein) inflamasi, hiperinsulinemia, dan pengikatan monosit dan makrofag. Penyebab utama dari semua hal di atas adalah adanya penyakit seperti diabetes mellitus (DM), hipertensi, obesitas, dan kebiasaan merokok (Rodella dan Favero 2013).

Menurut Stocker dan Keaney (2004), terdapat beberapa teori hipotesis terkait mekanisme pembentukan aterosklerosis, yaitu 1) respons-to-injury; 2) response-to-retention; 3) oxidative modification. Oxidative modification (modifikasi oksidatif) dari LDL-K memiliki peranan yang sangat penting dalam menginisiasi perkembangan aterosklerosis, proses patofisiologi stres oksidatif, disfungsi sel endotelium, dan proses inflamasi (Riccioni et al. 2011). Bahorun et al. (2006) menambahkan bahwa reaksi oksidasi pada LDL-K dalam sel merupakan langkah awal dalam perkembangan aterosklerosis (Gambar 4).

LDL teroksidasi Oksidasi sel

antara LDL normal

Sirkulasi monocytes

Vesel lumen

Sel endotelium

Disfungsi endotelium Cedera

endotelium

(27)

11 Gambar 4 Teori hipotesis modifikasi oksidatif (oxidative modification) sebagai tahap awal perkembangan aterosklerosis. Gambar direproduksi dari Stocker dan Keaney (2004).

Keterangan: LDL-K melewati lapisan subendotelium kemudian terperangkap dalam intima dan mengalami oksidasi membentuk oxLDL-K. (A) oxLDL-K merangsang monosit mengalami kemotaksis, (B) mencegah monosit untuk keluar dari intima, dan (C) memicu pembentukan sel busa (foam cell). (D) oxLDL-K juga dapat menyebabkan disfungsi sel endotelium dan cedera, (E) sehingga pada akhirnya sel-sel busa menjadi nekrotik karena akumulasi oxLDL-K dan makrofag yang tak terkendali.

LDL-K berfungsi mengangkut kolesterol-kolesterol dari hati ke sel, sehingga kadar LDL-K yang tinggi dapat memicu penimbunan kolesterol di sel. Konsep yang dikembangkan dalam hipotesis oxidative modification yaitu bahwa LDL-K yang berada dalam keadaan native (LDL-K native) atau normal tidak bersifat aterogenik.

LDL-K teroksidasi (oxLDL-K) akan lebih mudah mengikat makrofag yang

disebut dengan jalur “scavenger receptor”. Proses awalnya adalah LDL-K melintasi lapisan subendotelium melalui bagian lesi arteri yang rawan dan masuk ke dalam intima. Selama proses ini, LDL akan mengalami oksidasi dan akhirnya apolipoprotein B-100 (apo B) dari grup lisin akan mengalami oksidasi juga sehingga akan terjadi peningkatan partikel lipoprotein yang bermuatan negatif. Modifikasi awal ini disebut mmLDL (minimally modification LDL) yang selanjutnya berubah menjadi oxLDL yang bersifat rentan untuk dapat berikatan

dengan makrofag melalui jalur “scavenger receptor” yang pada akhirnya akan menghasilkan sel-sel busa dan berkembang menjadi plaque aterosklerosis. Makrofag yang terdapat dalam intima merupakan diferensiasi dari sel monosit yang telah melewati dan terperangkap dalam lapisan subendotelium (Stocker dan Keaney 2004; Yoshida dan Kisugi 2010; Tabas et al. 2015).

Mekanisme β-Karoten Dalam Mencegah Perkembangan Plaque

Aterosklerosis

β-karoten baik secara tunggal maupun bersama senyawa karotenoid lainnya dapat bertindak sebagai antioksidan dalam beberapa keadaan. Sifat antioksidan

dari β-karoten telah terlibat dalam dasar molekul untuk pencegahan penyakit, terutama penyakit yang diinisiasi penuh oleh stres oksidatif pada tahap

perkembangannya. β-karoten dapat memodulasi proses radikal bebas dengan berperan sebagai rantai chainbreaking antioxidant dalam lipid peroksidasi (Edge et al. 1997; Krinsky dan Johnson 2005; Mueller dan Boehm 2011; Riccioni et al. 2011).

Menurut Rodella dan Favero (2013), senyawa antioksidan dapat mencegah aterosklerosis pada beberapa titik yaitu mencegah masuknya monosit ke dalam intima, mencegah pembentukan oxLDL, dan yang terakhir mencegah terbentuknya ROS, faktor transkripsi dan mencegah pro-inflammatory oleh cytokines pada sel busa makrofag. LDL merupakan transporter utama β-karoten dan likopen dalam sistem sirkulasi (Gambar 5). β-karoten dan likopen memiliki kapasitas sebagai senyawa antioksidan yang menangkap radikal bebas pada LDL

(28)

12

LDL (oxLDL). Jadi, β-karoten menghambat pembentukan plaque aterosklerosis melalui mekanisme pencegahan pada langkah awal perkembangan aterosklerosis (Gambar 5) (Krinsky dan Johnson 2005; Agarwal et al. 2012).

Gambar 5 Potensi peran antioksidan dalam menghambat aterosklerosis. Gambar direproduksi dari Rodella dan Favero (2013).

Kerusakan Hati

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia. Hati berfungsi sebagai tempat pengolahan metabolit zat gizi utama (seperti karbohidrat, lemak, dan protein), detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa, sintesis berbagai protein plasma, dan penyimpanan glikogen. Selain itu, hati juga merupakan salah satu organ yang menjadi sasaran peningkatan konsentrasi radikal bebas dalam tubuh. (Sherwood 2001; Halliwell dan Gutteridge 2007).

Ketidakseimbangan antara konsentrasi radikal bebas dengan antioksidan dalam tubuh dapat berakibat pada timbulnya stres oksidatif. Stres oksidatif ini kemudian dapat menyebabkan kerusakan sel dan menimbulkan penyakit degeneratif seperti munculnya penyakit hati akibat perubahan sel-sel hati. Perlindungan terhadap organ ini sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Beberapa jenis kerusakan pada sel hati yang terjadi yaitu degenerasi sel seperti degenerasi hidropis dan degenerasi lemak, kematian sel secara apoptosis maupun nekrosis, terjadinya perlemakan hati (steatosis), sirosis, dan sebagainya (Devanita 2008; Sen et al. 2010; Hardiningtyas et al. 2014).

Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan sel-sel hati akibat radikal bebas yang tinggi adalah dengan mengonsumsi antioksidan. Antioksidan yang cukup dan seimbang dengan radikal bebas dalam tubuh secara langsung

Sel otot polos pembuluh

darah

Faktor Transkripsi Antioksidan

Antioksidan

Antioksidan

Plaque Aterosklerosis Diferensiasi Monosit

menjadi Makrofag

Sel Busa Makrofag Sel Endotelium Lumen

(29)

13 maupun tidak langsung dapat mencegah terjadinya stres oksidatif yang pada akhirnya mencegah perubahan sel-sel hati.

3

METODE

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah experimental di laboratorium menggunakan hewan coba kelinci New Zealand White dengan 5 taraf/kelompok perlakuan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang diberikan untuk masing-masing kelompok adalah :

1. K0 (kontrol negatif) : Pakan standar

2. K1 (kontrol positif) : Pakan standar + kolesterol 0.2%

3. K2 (uji 1) : Pakan standar + kolesterol 0.2% + MSM murni setara AKG β-karoten

4. K3 (uji 2) : Pakan standar + kolesterol 0.2% + MSM murni setara ½ NOAEL β-karoten

5. K4 (uji 3) : Pakan standar + kolesterol 0.2% + produk pangan fungsional yang diperkaya MSM setara AKG β- karoten

Keterangan: NOAEL = No Observed Adverse Effect Level ; AKG = Angka Kecukupan Gizi

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu : 1) produksi pakan kelinci di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi-Bogor dan Laboratorium Percobaan Makanan Departemen Gizi Masyarakat (GM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB; 2) analisis kandungan profil asam lemak dalam pakan di Laboratorium Kimia Terpadu; 3) analisis proksimat pakan di Laboratorium Balitnak Ciawi-Bogor; 4) analisis kandungan β-karoten dan kolesterol dalam pakan dan tepung kuning telur di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech (SIG) Bogor; 5) pemeliharaan hewan coba di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), FKH-IPB; 6) analisis profil lipid serum darah di Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB; 7) analisis C-reactive protein (CRP) kuantitatif serum darah di Laboratorium DVL Animal Healthcare Center, Tangerang; 8) pengamatan histopatologi aorta dan hati kelinci di Laboratorium Histopatologi, Divisi Patologi, FKH-IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2015 dengan izin penelitian menggunakan hewan coba berdasarkan Sertifikat Persetujuan Etik Hewan SKEH Nomor: 046/KEH/SKE/XI/2015 dari Komisi Etik Hewan (KEH) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB (Lampiran 8).

Bahan

(30)

14

Bogor dengan umur berkisar antara 6 – 7 bulan (dewasa) dan bobot badan awal berkisar antara 2.9 – 4.1 kg. Jumlah kelinci dihitung menggunakan rumus Federer

(1991) yaitu “ (n-1) (t-1) ≥ 15” dengan “n” adalah jumlah minimal kelinci yang diperlukan, dan “t” adalah jumlah kelompok perlakuan (dalam penelitian ini 5 kelompok perlakuan) sehingga jumlah kelinci yang digunakan pada awal penelitian sebanyak 25 ekor. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 kelinci. Pada akhir penelitian hanya 23 kelinci yang memiliki data lengkap terdiri dari masing-masing 4 kelinci pada kelompok K0 dan K1, dan masing-masing 5 kelinci pada kelompok K2, K3, dan K4.

Kelinci yang tidak dimasukkan ke dalam pengolahan data sebanyak 2 ekor yaitu, 1 kelinci dari kelompok K1 mati pada intervensi 1 bulan pertama karena sakit, dan 1 kelompok dari kelompok K0 mati pada saat memasuki bulan ke-2 intervensi karena sakit.

Bahan-bahan lain yang digunakan untuk penelitian ini adalah Minyak Sawit Merah (MSM) yang diperoleh dari Laboratorium pilot plant SEAFAST CENTER-IPB, produk pangan fungsional yang ditambahkan MSM dalam bentuk jajanan sejenis bagelen yang merupakan hasil dari sub bagian penelitian payung

“Pengaruh Produk Pangan Fungsional Berbasis Minyak Sawit Merah untuk

Pencegahan Penyakit Degeneratif” yaitu hasil penelitian Marjan et al. (2016), pakan utama kelinci standar digunakan untuk pemeliharaan kelinci dan biasa digunakan di bagian pengelolaan kelinci Balitnak Ciawi-Bogor, tepung kuning telur sebagai sumber kolesterol, serum darah kelinci untuk analisis kadar profil lipid darah dan CRP kuantitatif, preparat aorta dan hati kelinci untuk pengamatan histopatologi.

Pereaksi ataupun bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: 1) bahan-bahan pembuatan pakan kelinci seperti bungkil kedelai, dedak, polar, jagung, molase, kapur, aditif, dan minyak sayur; 2) pereaksi untuk analisis profil asam lemak pada pakan dengan metode AOAC (2005):969.33 meliputi pereaksi standar, larutan NaOH 0.5N dalam metanol, larutan BF3 20%, larutan NaCl jenuh, isooctana, Na2SO4 anhidrat; 3) pereaksi untuk analisis proksimat pakan dengan metode AOAC (2005); 4) pereaksi analisis β-karoten pada pakan dan MSM

metode HPLC yaitu β-karoten, heksan, akuades, Na-ascorbat, etanol 95%, KOH 5%, Na-sulfat; 5) pereaksi analisis kolesterol pada pakan dan tepung kuning telur; 6) pereaksi analisis profil lipid serum darah meliputi pereaksi kit trigliserida, kit standar trigliserida, kit kolesterol, kit standar kolesterol, kit high density lipoprotein (HDL) precipitant, dan kit standar HDL; 7) pereaksi untuk analisis CRP serum darah secara kuantitatif; 8) bahan-bahan untuk pemeriksaan histopatologi jantung dan hati kelinci meliputi formalin buffer 10%, alkohol berbagai konsentrasi dari 70 – 100%, larutan xylol, parafin cair, glyserin 99.5%, albumin, lithium carbonat, bahan pewarna Hematoksiklin-Eosin (HE), balsam canada dan entelan.

Alat

(31)

15 laboratorium. Peralatan untuk perawatan kelinci meliputi kandang individual dengan ukuran 62 cm x 56 cm x 43 cm (p x l x t) yang dilengkapi dengan wadah pakan dan minuman (Gambar 6), timbangan digital untuk mengetahui bobot badan kelinci, dan seperangkat peralatan pembersih kandang. Perlengkapan seperti baskom, loyang, oven, dan pencetak pakan digunakan untuk pembuatan pakan.

Peralatan untuk pengambilan spesimen darah dan organ kelinci yaitu kapas alkohol, jarum spuit 5 mL, eppendorf, dan peralatan bedah kelinci. Peralatan untuk analisis di laboratorium yaitu tabung plan merah (tanpa EDTA), spektrofotometer, satu set alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography), satu set alat gas chromatography, pipet mikro, pipet Mohr, alat sentrifugasi, talenan, pisau scalpel, pinset, saringan, tissue casset, mesin processor otomatis, mesin vaccum, mesin bloking, freezer (-200C), mesin microtome, pisau microtome, water bath 460C, kaca obyek dan kaca penutup, sat set alat gelas-gelas kimia, rak khusus untuk pewarnaan, oven 600C, mikroskop, dan seperangkat peralatan untuk analisis proksimat metode AOAC (2005).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu dimulai dari pembuatan/produksi pakan khusus untuk penelitian, analisis proksimat dan kolesterol dalam pakan, dan intervensi pakan ke hewan coba kelinci. Tahapan intervensi juga dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu masa adaptasi, intervensi pakan, analisis darah sebelum intervensi, setelah minggu ke-4 dan minggu ke-8 intervensi, nekropsi, dan pemeriksaan histopatologi aorta dan hati. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Formulasi dan pembuatan pakan

Intervensi pakan ke kelinci

Akhir intervensi

Analisis proksimat, kolesterol,

β-karoten, dan asam lemak

Analisis profil lipid darah, sebelum, setelah minggu ke-4

dan minggu ke-8 intervensi Nekropsi, pengambilan aorta dan hati, analisis histopatologi,

dan analisis CRP Kuantitatif darah

Adaptasi kelinci percobaan

(32)

16

Dosis Pemberian β-karoten dalam Pakan

Dosis atau kadar β-karoten yang diberikan selama masa intervensi ditetapkan berdasarkan AKG (Angka Kecukupan Gizi) tahun 2013 dan NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) viamin A yaitu tingkat yang dianggap aman dan tidak memerlukan penerapan faktor keselamatan untuk menentukan asupan

yang aman. AKG β-karoten yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia, yaitu sebanyak 3 600 µg atau 3.6 mg per hari. NOAEL vitamin A bagi manusia sebesar

10 000 IU (3 000 µgRE). Konversi 1 mgRE vitamin A setara dengan 6 mg β

-karoten, sehingga diperoleh NOAEL β-karoten setara dengan 18 000 µg atau 18

mg dan ½ NOAEL β-karoten setara dengan 9 000 µg atau 9 mg (BPOM RI 2007; Kemenkes RI 2013a; Hathcock dan Griffiths c2014).

Banyaknya β-karoten yang diintervensikan kepada kelinci dikonversi dari

AKG dan ½ NOAEL β-karoten bagi manusia dengan mempertimbangkan berat - β-karoten yang harus diintervensikan

pada kelinci setara AKG β-karoten bagi manusia

: 3.6 mg x 0.07 x (60/70) x 1/1.5 kg = 0.144 mg/kg bobot

kelinci/hari - β-karoten yang harus diintervensikan

pada kelinci setara ½ NOAEL β -karoten bagi manusia

diintervensikan ke K4 setara AKG β -karoten bagi manusia

: (0.144 mg/kg) / (0.01829 mg) x 1 g = 7.87 g/kg bobot kelinci/hari Gambar 7 Diagram alir tahapan penelitian pengaruh intervensi pangan

(33)

17

Dosis Pemberian Tepung Kuning Telur dalam Pakan

Tepung kuning telur digunakan sebagai sumber kolesterol pada penelitian ini. Asupan kolesterol yang ditetapkan pada kelompok K1, K2, K3, dan K4 masing-masing sebanyak 0.2%. Hasil analisis kolesterol pada tepung kuning telur sebesar 13.26 mg/g tepung kuning telur. Jadi 1 gram kolesterol diperoleh dari 75.41 g tepung kuning telur, 0.2% kolesterol setara dengan 15.08 g tepung kuning telur per 100 g pakan. Kelinci diberikan 150 g pakan setiap harinya, sehingga banyaknya tepung kuning telur yang harus dikonsumsi kelinci percobaan setiap harinya adalah (0.2/100x150 g)/1x75.41 g = 22.62 g tepung kuning telur per hari atau sekitar 25 g.

Formulasi Pakan Kelinci

Pada penelitian ini digunakan 3 formula utama yaitu, formula pakan standar (basal), formula pakan standar yang dicampur dengan tepung kuning telur (pakan tinggi kolesterol), dan formula pakan standar yang dicampur dengan tepung kuning telur dan bagelen (pakan tinggi kolesterol-bagelen). Formula pakan yang digunakan pada penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2 Formula tiga pakan utama yang diberikan selama masa intervensi Komposisi Pakan standar/

basal (g)

Pakan tinggi kolesterol (g)

Pakan tinggi kolesterol-bagelen (g) Pakan standar

(basal)

100 66.70 39.00

Tepung kuning telur 0 33.35 28.00

Bagelen 0 0 33.00

Total pelet 100 100 100

Komposisi pakan standar (basal) adalah bungkil kedelai, dedak padi, polar, jagung, molase, kapur, dan aditif. Prosedur pembuatan formula pakan terlampir pada Lampiran 1. Tiga pakan utama yang telah menjadi pelet ditampilkan pada Gambar 8.

Analisis Profil Asam Lemak pada Pakan

(34)

18

lemak/minyak dihidrolisis menjadi asam lemak kemudian ditransformasi dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME). Selanjutnya FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas. Tiap komponen asam lemak diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan. Prosedur analisis secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 2 dan 3.

Analisis Proksimat, Kandungan β-karoten dan Kolesterol pada Pakan dan MSM

Metode yang digunakan untuk analisis proksimat pakan adalah AOAC (2005). Kandungan β-karoten dianalisis menggunakan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography) dan kandungan kolesterol dianalisis dengan metode GC (Gas Chromatography). Analisis dilakukan di Laboratorium Saraswanti Indo

Genetech (SIG), Bogor. Prosedur analisis kandungan β-karoten secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 4.

Intervensi Pakan pada Kelinci

Intervensi dilakukan selama 8 minggu ditambah dengan masa adaptasi. Masa adaptasi dilakukan sebelum intervensi hingga kelinci benar-benar siap untuk diberi pakan intervensi ±4 bulan. Sebelum masa adaptasi dimulai, bobot badan seluruh kelinci ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam kandang individu berukuran 62 cm x 56 cm x 43 cm (p x l x t), ditempatkan dalam ruangan dengan masa terang dan gelap masing-masing 12 jam, suhu berkisar antara 23.9 – 26.6 0C dengan rata-rata 25.5 0C dan kelembaban udara 67 – 88% dengan rata-rata 81%. Setiap kandang memiliki satu baki yang diletakkan di bawah rak kandang untuk menampung feses dan urin.

Seluruh pakan yang diberikan dalam bentuk pelet. Pakan yang diberikan selama masa adaptasi berupa pakan standar (basal) sebanyak 150 g dan air sebagai minuman secara ad libitum. Menurut Shaish et al. (1995), rata-rata konsumsi pakan kelinci dengan bobot badan rata-rata 2.7 kg adalah 120 g/hari. Hasil penelitian Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan kelinci dengan bobot 2 sampai 3 kg adalah 100 g/hari. Pemberian pakan kelinci dalam penelitian ini selama masa intervensi secara lengkap tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 Berat dan jenis pakan yang diberikan pada kelinci Nama kelompok

perlakuan Berat dan jenis pakan

K0 (kontrol negatif) 150 g pakan standar (basal)

K1 (kontrol positif) 75 g pakan tinggi kolesterol (PTK) + 75 g pakan standar K2 (uji 1) [75 g pakan tinggi kolesterol + 2 g MSM (P2M)] + 73 g

pakan standar

K3 (uji 2) [75 g pakan tinggi kolesterol + 5 g MSM (P5M)] + 70 g pakan standar

(35)

19

Pakan kelinci dibagi menjadi 2 kali pemberian dalam sehari. Pakan yang diberikan terlebih dahulu pada kelinci adalah pakan intervensi (pakan tinggi kolesterol, MSM, atau pakan tinggi kolesterol-bagelen). Pakan standar (basal) akan diberikan pada kelinci apabila pakan intervensi sudah habis dimakan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa 0.2% kolesterol benar-benar sudah dikonsumsi kelinci setiap harinya.

Cara pemberian MSM untuk kelinci pada kelompok K2 dan K3 yaitu dengan dicampurkannya MSM dalam bentuk cair dengan 75 g pakan (pelet) tinggi kolesterol. Jadi, ketika kelinci mengonsumsi pakan tinggi kolesterol, maka kelinci tersebut juga akan mengonsumsi MSM.

Pengukuran Bobot Badan Kelinci

Kesehatan dan perkembangan bobot badan kelinci diamati selama masa penelitian berlangsung. Bobot badan kelinci diukur dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 1 g. Penimbangan kelinci percobaan ditampilkan pada Gambar 9.

Penghitungan Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan kelinci setiap harinya dicatat dan ditabulasi. Berat pakan yang dikonsumsi diperoleh dengan cara mengurangkan berat pakan yang diberikan (g) dengan berat pakan sisa (g) yang tidak termakan pada hari berikutnya sebelum pakan baru diberikan. Pengukuran menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 g.

Pengambilan Darah Kelinci dan Preparasi Serum Darah

Pengambilan darah dilakukan oleh teknisi dari Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan-IPB. Darah kelinci diambil melalui vena auricularis pada daun telinga. Sebelum jarum suntik ditusukkan pada vena dan darah diambil, daerah daun telinga diusap dengan kapas yang dibasahi dengan alkohol. Sebelum pengambilan darah, kelinci dipuasakan terlebih dahulu selama semalam. Pengambilan darah kelinci percobaan ditampilkan pada Gambar 9.

Pengambilan darah dilakukan 3 kali yaitu pada hari terakhir masa adaptasi atau sehari sebelum intervensi dimulai (pre-intervensi), minggu ke-4 masa intervensi (mid-intervensi) dan minggu ke-8 (minggu terakhir) intervensi

(36)

20

intervensi). Darah yang telah diambil diendapkan, kemudian serum darah yang terbentuk dipisahkan untuk selanjutnya dianalisis kadar kolesterol total, trigliserida, HDL-K, LDL-K, dan CRP kuantitaif.

Khusus untuk minggu ke-8 (setelah intervensi berakhir) selain dari daun telinga, darah juga diambil dari sekitar organ jantung setelah kelinci dibedah sehingga darah yang dikumpulkan lebih banyak. Serum darah digunakan untuk menganalisis kolesterol total, trigliserida, HDL-K, LDL-K, dan CRP kuantitatif.

Prosedur pemisahan serum darah dilakukan dengan memasukkan darah yang telah diambil ke dalam tabung plan bertutup merah. Darah didiamkan di dalam tabung sampai terjadi pengendapan. Darah disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dari hasil sentrifugasi merupakan serum darah yang siap dipakai. Serum dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan disimpan dalam chiller.

Analisis Profil Lipid Serum Darah

Profil lipid darah yang dianalisis adalah kadar kolesterol total, trigliserida total, kolesterol HDL/High Density Lipoprotein (HDL-K), dan kolesterol LDL/Low Density Lipoprotein (LDL-K) indirect. Pengamatan profil lipid darah dilakukan pada minggu ke-0 sebagai baseline (sebelum intervensi dimulai), setelah minggu ke-4, dan ke-8 (akhir intervensi) intervensi.

Metode analisis penetapan kadar kolesterol total (Kol-T) adalah enzymatic photometric test menggunakan cholesterol oxidase-p-aminophenozone (CHOD-PAP). Prosedur analisis secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 5.

Metode analisis penetapan kadar trigliserida (TGA) adalah colorimetric enzymatic test menggunakan glycerol-3-phosphate-oxidase (GPO). Secara umum perosedur analisis kadar TGA serum hampir sama dengan prosedur analisis Kol-T serum. Perbedaan analisis terdapat pada penggantian pereaksi kit kolesterol dengan pereaksi kit trigliserida. Kadar TGA (mg/dL) dapat dihitung secara dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar TGA (mg/dL) =

x Konsentrasi standar TGA (mg/dL)

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar HDL-Kolesterol (HDL-K) adalah enzymatic photometric test menggunakan cholesterol oxidase-p-aminophenozone (CHOD-PAP). Sebelum dianalisis, serum darah dipresipitasi dengan cara mencampurkan 200 µL serum darah dengan 500 µL pereaksi kit HDL precipitant. Kemudian dihomogenkan selama 10 menit pada suhu ruang dan disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 3 000 rpm. Supernatan serum darah yang sudah dipresipitasi ini selanjutnya dianalisis kadar HDL-K yang secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 6. Kadar LDL-Kolesterol (LDL-K) dapat diketahui secara indirect (tidak langsung) menggunakan rumus Friedewald etal, yaitu dengan mengurangkan Kol-T dengan HDL-K dan seperlima dari TGA. Analisis CRP Kuantitatif pada Serum Darah

(37)

21 nm dan 700 nm. Prosedur analisis CRP kuantitatif pada serum darah secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 7.

Pemeriksaan Plaque Aterosklerosis pada Aorta dan Histopatologi Hati Kelinci

Pemeriksaan histopatologi dilakukan setelah intervensi berakhir. Kelinci terlebih dahulu dinekropsi kemudian dilakukan pengambilan aorta dan hati. Seluruh proses ini dilakukan oleh teknisi dari Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan-IPB. Metode pemeriksaan histopatologi yang dilakukan mengacu pada Muntiha (2001), Alsuhendra (2004), dan Marliyati (2005).

Jaringan akan mengalami serangkaian proses kimiawi sebelum akhirnya diamati di bawah mikroskop. Mulanya, organ yang telah terpisah dari tubuh direndam dalam buffer formalin 10% dengan pH berkisar antara 6.5 sampai 7.5. Perbandingan organ dan larutan buffer formalin yaitu 1:10 dengan lama fiksasi minimal 2 hari. Setelah jaringan organ matang, ditiriskan pada saringan untuk selanjutnya dipotong menggunakan pisau scalpel setebal 0.3 sampai 0.5 mm dan disusun ke dalam tissue cassette lalu dimasukkan ke dalam keranjang khusus (basket).

Proses selanjutnya adalah dehidrasi menggunakan mesin processor otomatis. Keranjang yang berisi jaringan organ akan mengalami proses dehidrasi bertahap dengan putaran waktu: etanol 70% (2 jam), etanol 80% (2 jam), etanol 90% (2 jam), etanol absolut I (2 jam), etanol absolut II (2 jam). Proses selanjutnya adalah clearing menggunakan larutan xylol I (2 jam), xylol II (2 jam), lalu dimasukkan ke dalam parafin cair I (2 jam) dan parafin cair II (2 jam) untuk proses infiltrasi.

Tahap embedding atau penanaman jaringan dalam parafin dilakukan dekat sumber panas dan oven. Penanaman dilakukan dalam cetakan (blok) parafin. Setelah blok yang berisi jaringan mengeras, maka dapat dilakukan pemotongan menggunakan rotary microtom dengan ukuran potongan sekitar 2 – 6 mikron. Hasil potongan diletakkan di atas gelas obyek untuk kemudian dipanaskan dalam oven atau inkubator selama 24 jam sebelum proses selanjutnya.

Tahap akhir adalah pewarnaan menggunakan pewarna Hematoksilin-Eosin (HE) sesuai dengan langkah-langkah standar yang ditentukan. Preparat yang diwarnai diletakkan pada rak khusus dan dicelupkan secara berurutan ke dalam larutan xylol I (3 menit), xylol II (3 menit), etanol absolut I (3 menit), etanol absolut II (3 menit), etanol 90% (3 menit), etanol 80% (3 menit), setelah itu dimasukkan ke dalam lugol selama 3 menit dan dicuci dengan air mengalir. Sediaan dimasukkan ke dalam 5% sodium thiosulfat 2-3 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 3-5 menit. Selanjutnya diwarnai dengan pewarna hematoksilin selama 8 menit, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir. Sediaan direndam dalam lithium selama 15-30 detik lalu dicuci dengan air mengalir. Sediaan diwarnai dengan pewarna eosin selama 2-3 menit kemudian dicuci dengan air mengalir. Proses selanjutnya, sediaan dimasukkan ke dalam etanol 70%, etanol 95%, etanol absolut I dan II selama 2-3 menit. Proses diakhiri dengan perendaman sediaan dalam xylol I dan II selama 2 menit, dikeringkan, ditetesi dengan entellan, dan ditutup dengan gelas penutup.

(38)

22

pemotretan. Software yang digunakan untuk menghitung lebar plaque dan jumlah sel-sel hati yang mengalami perubahan adalah Image J. Jumlah organ aorta kelinci yang dijadikan preparat masing-masing 3 ekor untuk setiap kelompok intervensi. Untuk pengukuran ketebalan plaque, setiap preparat di potret di 5 lapang pandang yang berbeda selanjutnya dilakukan pengukuran di 10 titik untuk mengukur ketebalan plaque pada masing-masing lapang pandang sehingga akan diperoleh 50 pengukuran dari 1 preparat aorta.

Preparat histopatologi hati diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Sama seperti aorta, preparat hati dibuat dari 3 hati kelinci berbeda untuk masing-masing kelompok intervensi. Pengamatan dan penilaian perubahan/perlemakan hati model Skoring Histopathology Manja Roenigk yang telah dimodifikasi. Pengamatan dilakukan pada 5 lapang pandang yang berbeda untuk masing-masing preparat hati. Setiap lapangan pandang dihitung 20 sel dan dinilai skor tiap sel. Jumlah sel normal dikalikan 1, sel dengan degenerasi hidropis dikalikan 2, sel dengan degenerasi lemak dikalikan 3, dan sel nekrosis dikalikan 4. Seluruh skor dari kelima lapang pandang untuk setiap preparat dijumlahkan sebagai nilai perubahan histopatologi sel hati yang terjadi (modifikasi Fitriani et al. 2013; Sutrisnya et al. 2013; Nursheha dan Febrianti 2015).

Prosedur Analisis Data

Seluruh data hasil pengamatan ditabulasi dan dibuat dalam bentuk hasil rata-rata dan standar deviasi jika data terdistribusi normal (statistika parametrik) dan median jika data tidak normal (nonparametrik). Data profil lipid darah, CRP, lebar plaque, dan skor kelainan histopatologi hati dianalisis dengan Analisis Ragam (Anova) menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada tingkat

kepercayaan 95% dan taraf α 0.05 dan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan

untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan antar kelompok percobaan. Pengolahan data dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS dan Microsoft Excell.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrisi Pakan

Penelitian ini menggunakan 5 jenis pakan yaitu pakan basal (pakan standar/P0), pakan tinggi kolesterol (PTK), pakan tinggi kolesterol+2g MSM (PDM), pakan tinggi kolesterol+5g MSM (PLM), dan pakan tinggi kolesterol+bagelen (PBN). Kandungan nutrisi kelima jenis pakan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan nutrisi pakan Jenis

pakan

Gross energy (kkal/kg)

(39)

23

Seluruh pakan intervensi memiliki kandungan energi (gross energi/GE), protein (protein kasar/crude protein), dan lemak yang lebih tinggi dibandingkan anjuran dari National Research Council/NRC (1977) yaitu 2 500 kkal/kg untuk energi, 16% untuk protein, dan 2% untuk lemak. Kandungan energi, protein, dan lemak dari PTK, PDM, PLM, dan PBN lebih besar dibanding pakan basal (P0). Tingginya kandungan energi pada PTK, PDM, PLM, dan PBN disebabkan oleh tingginya kandungan lemak dalam pakan. Keempat pakan tersebut memiliki kandungan lemak yang jauh lebih tinggi (mencapai 4 kali lipat) dibandingkan lemak dalam P0, sehingga memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap energi pakan. Setiap 1 g lemak berkontribusi sekitar 9 kkal energi. Oleh karena itu, jika kandungan lemak dalam pakan tinggi, maka dapat meningkatkan kandungan energi pakan tersebut (Donato dan Hegsted 1985; Bender 2008; Smolin dan Grosvenor 2010).

Kandungan serat kasar dalam seluruh pakan lebih rendah dibandingkan anjuran NRC (1977) yaitu 10-12%. Serat berperan penting dalam pencegahan hiperkolesterolemia. Kandungan serat yang tinggi dapat menghambat absorpsi kolesterol dalam usus dan akhirnya menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah (Anderson et al., 2009; Santoso 2011; Kaczmarczyk et al. 2012; Budiyono dan Candra 2013; Hernawati et al. 2013). Oleh karena itu, dilakukan pengurangan komposisi serat terutama pada pakan yang mengandung diet tinggi kolesterol dengan tujuan agar kadar kolesterol kelinci percobaan meningkat dan terjadi perubahan pada kelinci yang semula normal menjadi hiperkolesterolemia.

Kandungan kolesterol dalam pakan P0 jauh lebih rendah 35-39 kali lipat dibandingkan dengan pakan lainnya. Tingginya kadar kolesterol dalam PTK, PDM, PLM, dan PBN disebabkan oleh adanya penambahan tepung kuning telur ke dalam keempat pakan tersebut. Artinya, tepung kuning telur dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam pakan kelinci. Tepung kuning telur tidak hanya mempengaruhi kandungan kolesterol pakan, tetapi juga mempengaruhi kandungan protein dan lemak.

Gambar

Gambar 1  Bagan alir kerangka pikir penelitian
Gambar 2 Pangan fungsional sejenis bagelen yang ditambahkan Minyak Sawit
Gambar 6  Kandang individu kelinci percobaan
Tabel 5  Kandungan asam lemak pakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang akan di redesign adalah food cart karena dapat menyimpan alat, bahan yang diperlukan dan mudah di bawa kemana- mana, untuk melakukan redesign

Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku peserta didik yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif,

Tujuan unluru penelitian ini adalah untuk menipelajari keikutsertaan pasangan usia subur dalam program Keluarga Berencana pada saat krisis ekonomi. Secara khusus tujuan

Selain itu Kausalitas satu arah dari Y ke X (undirectional causality from Y1 to X1) misalnya terdapat hubungan kausalitas GDP terhadap JUB dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Portofolio optimal yang disusun dengan menggunakan model indeks tunggal, 2) Kinerja portofolio yang dinilai dengan menggunakan

(3) Aliran-aliran budaya besar, seperti Helenisme pada zaman dahulu ( oudheid ), Renaisans Karolingis pada awal abad pertengahan, dan pada akhir abad pertengan

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder di atas, dilakukan survei (observasi lapangan) untuk menemukan jenis-jenis sumber daya genetik buah- buahan lokal

Na-alginat dan Karbopol 940 memberikan pengaruh dapat meningkatkan lama perekatan dan pH permukaan , serta dapat menurunkan indeks pengembangan dan pelepasan secara in-vitro