• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genetic Analysis of The Half Diallel Populations of Five Genotypes of Papaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Genetic Analysis of The Half Diallel Populations of Five Genotypes of Papaya"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS GENETIK POPULASI SETENGAH

DIALEL LIMA GENOTIPE PEPAYA

(Carica papaya

L

.)

TRI BUDIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI

TESIS

DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Genetik Populasi Setengah Dialel Lima Genotipe Pepaya (Carica papaya L.)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)

ii

RINGKASAN

TRI BUDIYANTI. Analisis Genetik Populasi Setengah Dialel Lima Genotipe Pepaya (Carica papaya L.). Dibimbing oleh SOBIR dan DESTA WIRNAS.

Peningkatan produksi pepaya nasional belum diikuti dengan kualitas yang baik sehinga belum dapat memenuhi persyaratan dan selera konsumen di dalam dan luar negeri. Salah satu strategi untuk meningkatkan pengembangan pepaya secara komersial yaitu menyediakan varietas unggul yang mempunyai kualitas lebih baik dan sesuai selera konsumen. Untuk mendapatkan metode pemuliaan yang tepat pada perakitan varietas unggul pepaya, diperlukan informasi dasar, antara lain mengenai daya gabung umum, daya gabung khusus, heritabilitas, tipe aksi gen, heterosis dan keterkaitan antar karakter dan pengaruh dari karakter-karakter yang diduga erat hubungannya dengan hasil.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari daya gabung umum dan daya gabung khusus antara lima genotipe pepaya, mempelajari keragaman karakter kualitas buah dan hasil pada 10 hibrid F1 pepaya, menganalisis sidik lintas karakter morfologi terhadap potensi hasil dan kualitas buah pepaya. Lima genotipe pepaya S3 hasil seleksi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika yaitu BT2, Carmina, Dampit, Carmida dan Merah Delima dijadikan sebagai tetua dalam pembentukan populasi setengah dialel, bersama 10 kombinasi persilangan dan lima tetua ditanam dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan tiga ulangan di Kebun Dramaga, Kabupaten Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl. Daya gabung dianalisis dengan menggunakan prosedur analisis dialel Metode II Griffing.

Hasil sidik ragam untuk semua peubah-peubah yang diamati, meliputi karakter-karakter vegetatif, generatif, produksi dan kualitas buah menunjukkan perbedaan penampilan yang nyata dari genotipe-genotipe yang diuji. Hasil sidik ragam DGU dan DGK untuk peubah karakter komponen hasil berbeda sangat nyata kecuali untuk DGK pada peubah lag fase. Karakter bobot buah, panjang buah dan kekerasan daging dikendalikan oleh aksi gen aditif dan tetua P3 dapat dipilih sebagai tetua dengan DGU terbaik untuk karakter tersebut. Karakter tebal daging, PTT, jumlah buah, produksi per pohon dan persentase buah cacat dikendalikan oleh aksi gen non aditif karena efek DGK dan ragam non aditif lebih besar daripada efek DGU dan ragam aditif. Hibrida Carmina X Carmida mempunyai heterosis, DGK dan rata-rata yang tinggi untuk karakter tebal daging dan PTT. Hibrida BT-2 X Dampit, Carmina X Dampit dan Carmina XCarmida mempunyai DGK dan rata-rata yang tinggi untuk karakter produksi per pohon. Hasil analisis lintas menunjukkan karakter lebar daun dapat dijadikan penanda untuk karakter produksi tinggi, tetapi tidak dapat dijadikan kriteria seleksi karena heritabilitas arti sempitnya rendah. Karakter panjang tangkai dan bobot buah dapat dijadikan kriteria seleksi untuk generasi selanjutnya dan dapat dijadikan penanda untuk karakter produksi tinggi.

(5)

SUMMARY

TRI BUDIYANTI. Genetic Analysis of The Half Diallel Populations of Five Genotypes of Papaya (Carica papaya L.). Supervised by SOBIR and DESTA WIRNAS.

The increase of papaya production is not followed by quality increment so

that cannot meet the consumer’s requirements and taste. One strategy to enhance the development of papaya commercially is the supply of superior cultivars based on consumers taste through papaya breeding program. In order to get an appropriate breeding method, basic informations are essential such as general combining ability (GCA), specific combining ability (SCA), heritability, type of gene action, heterosis, linkage between the characters and influence of the characters associated with the yield.

The objectives of this experiment were to study the general combining ability and specific combining ability among five genotypes of papaya, the diversity of fruit quality and yield of ten F1 hybrids, to path-analysis the morphological characters associated with yield potential and fruit quality of papaya. Five S3 papaya genotypes resulted by Indonesian Tropical Fruit Research Institute (ITFRI); BT2, Carmina, Dampit, Carmida and Merah Delima, were used as parents for the development of half diallel populations. Five parents and their ten hybrids were planted at Dramaga field experiment, Bogor, 250 asl altitude, using Randomized Completely Design with three replications. Combining ability was analyzed using Grifting Method II diallel analysis procedure.

Variance of analysis all variable observed including vegetative and generative growth, fruit production and quality showed significant difference among genotypes tested. Analysis of variance of GCA and SCA for yield component of variable were very significant difference except SCA for lag phase. The characters of fruit weigth, fruit length, and flesh hardness were controled by additive gene action and Dampit can be selected as parent plant with the best GCA for those characters. The characters of flesh thickness, TSS, fruit number, production per plant and the percentage of abnormal fruit were controlled by non-additive gene action because the efect of SCA and non-non-additive variance were greater than the efect of GCA and additive variance. Hybrids CarminaXCarmida were heterosis and have the highest SCA and mean for flesh thickness and TSS. Hybrids BT-2 X Dampit, Carmina X Dampit and Carmina X Carmida. have the highest SCA and mean for production per plant. The path analysis result showed the character of leaf width can be used as a marker for highest production, but it cannot be used as selection criteria doe to low of narrow sense heritability. The characters of petiole length and fruit weight can be used as selection criteria for further generation and marker for high production.

(6)

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

ANALISIS GENETIK POPULASI SETENGAH

DIALEL LIMA GENOTIPE PEPAYA

(Carica papaya

L

.)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)

ii

(9)

Judul Tesis : Analisis Genetik Populasi Setengah Dialel Lima Genotipe Pepaya (Carica papaya L.)

Nama : Tri Budiyanti

NIM : A253110301

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sobir, M.Si. Ketua

Dr. Desta Wirnas, SP. M. Si. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pemuliaan dan

Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(10)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian tentang analisis genetik populasi setengah dialel pada tanaman pepaya ini dapat diselesaikan. Perakitan varietas unggul baru pepaya dengan kualitas buah yang baik sangat diperlukan untuk mendukung komersialisasi pengembangan pepaya. Informasi mengenai parameter genetik pada pepaya sangat diperlukan untuk mendapatkan metode pemuliaan yang tepat dalam perakitan varietas unggul pepaya. Oleh karena itu perlu dilakukan studi genetik untuk mendukung program perbaikan varietas pepaya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sobir, M.Si. dan Dr. Desta Wirnas, SP. M.Si. selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, kritik dan masukan selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini.

2. Dr. Rahmi Yunianti, SP.M.Si (Alm) selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, kritik dan masukan selama penelitian.

3. Dr. Muhamad Syukur, SP. M.Si. selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis.

4. Dr. Ir. Darda Efendi, MS. selaku dosen penguji perwakilan dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis.

5. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian atas dukungan beasiswa selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

6. Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Puslitbang Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian atas dukungan beasiswa, fasilitas dan dukungan sumber daya lainnya selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama kuliah.

8. Bapak Ir. Sunyoto dan tim peneliti pepaya Balitbu Tropika atas kerjasama dan masukan yang berharga terhadap penelitian.

9. Bapak Usup, Eling Setyabudi, Ustad Ilham, rekan PBT angkatan 2011, atas bantuan yang diberikan selama studi dan penelitian penulis.

10. Keluarga tercinta, Ibunda Akhatidjah (Alm), Bapak Sutardjo, Ibunda Machmudah, Bapak Ahmad Rahadjo, Kakanda Sariyati Andriyani, Siswopuspito, Ibu Dal Sudirah, Bapak Ngadiman, Suami Ahmad Asari dan anak-anak tercinta Fathinah Hannim Hamidah dan Ahmad Lathif Aziz yang telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis untuk menempuh studi dan penelitian.

Bogor, Juni 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Perumusan Masalah 2

Alur Kegiatan Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pepaya 5

Pemuliaan Tanaman pepaya 6

Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus 6

Heterosis 7

Korelasi dan Sidik Lintas Antar Karakter 9

METODOLOGI

Waktu dan Tempat 10

Bahan Tanaman 10

Rancangan Penelitian 10

Pelaksanaan Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian 15

Keragaan Populasi Setengah Dialel Lima Tetua Pepaya 15

Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus 24

Heterosis 36

Keeratan hubungan antar karakter kuantitatif 41

Keeratan hubungan antar karakter kualitatif 45

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 55

(12)

vi

DAFTAR TABEL

1 Analisis Sidik Ragam Daya Gabung Metode Griffing II 13 2 Karakter kualitatif dari populasi setengah dialel lima tetua pepaya 17 3 Rata-rata keragaan karakter vegetatif populasi setengah dialel lima

tetua pepaya pada umur 6 bulan setelah tanam

19 4 Rata-rata keragaan karakter generatif populasi setengah dialel lima

tetua pepaya

20 5 Rata-rata keragaan karakter buah populasi setengah dialel lima tetua

pepaya populasi setengah dialel lima tetua pepaya

25

8 Daya gabung umum karakter vegetatif pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

26 9 Nilai Duga Daya Gabung Khusus untuk karakter vegetatif pada

populasi setengah dialel lima tetua pepaya

27 10 Nilai Ragam DGU, Ragam DGK, Ragan aditif, Ragam non aditif dan

heritabilitas karakter vegetatif populasi setengah dialel lima tetua pepaya

28

11 Nilai Duga Daya Gabung Umum untuk karakter-karakter generatif pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

29 12 Nilai Duga Daya Gabung Khusus untuk karakter-karakter generatif

pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

30 13 Nilai Ragam daya gabung umum, daya gabung khusus, aditif, non

aditif dan heritabilitas pada karakter- karakter generatif pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

30

14 Pendugaan Daya Gabung Umum untuk karakter komponen hasil pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

31 15 Pendugaan Daya Gabung Khusus untuk karakter komponen produksi

pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

32 16 Analisis Ragam daya gabung umum, daya gabung khusus, aditif, non

aditif dan heritabilitas pada karakter- karakter buah pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

33

17 Nilai duga Daya Gabung Umum untuk karakter kualitas buah pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya

34 18 Pendugaan Daya Gabung khusus untuk karakter kualitas buah pada

populasi setengah dialel lima tetua pepaya

35 19 Analisis Ragam daya gabung umum, daya gabung khusus, aditif, non

aditif dan heritabilitas pada karakter- karakter kualitas buah

36 20 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter vegetatif

tanaman

37 21 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter-karakter

daun tanaman

37 22 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter Tinggi

bunga pertama dan buku posisi bunga pertama tanaman

(13)

23 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter tinggi buah pertama, buku posisi buah pertama dan umur panen pertama

39 24 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter

karakter-karakter ukuran buah

40 25 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter kualitas

daging buah

40 26 Efek Heterosis (MP) dan Heterobeltiosis (HP) karakter komponen

hasil

41

27 Korelasi antar karakter kuantitatif 43

28 Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter kuantitatif terhadap produksi

45

29 Korelasi antar karakter kualitatif 47

30 Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter kualitatif terhadap produksi

48

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis sidik ragam faktor tunggal 55

2 Analisis sidik ragam gabungan dua periode panen karakter buah dan komponen hasil

56 3 Rata-rata karakter buah dan komponen hasil periode pertama 57 4 Rata-rata karakter buah dan komponen hasil periode pertama 58 5 Daya gabung umum dan daya gabung khusus karakter buah dan

komponen hasil periode pertama

59 6 Daya gabung umum dan daya gabung khusus karakter buah dan

komponen hasil periode kedua

60

7 Data curah hujan 61

8 Panduan Karakterisasi 62

9 Keragaan bentuk rongga buah pepaya A. Circular, B. Globular, C star shape, D. Stellate

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi pepaya di Indonesia selama dekade terakhir mulai tahun 2000-2010 berfluktuasi dengan produksi nasional tertinggi tahun 2004 yaitu 732,611 ton. Produktivitas pepaya Indonesia tahun 2010 mencapai sebesar 732.60 Kw.ha -1

. Menurut data FAO (2010), Indonesia adalah produsen pepaya terbesar ke empat di dunia setelah India, Brazil, Nigeria, namun nilai ekspor dan konsumsi pepaya Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara produsen lainnya. Tingginya produksi pepaya nasional belum diikuti dengan kualitas yang baik sehinga belum dapat memenuhi persyaratan dan selera konsumen di dalam dan luar negeri.

Perakitan varietas unggul baru pepaya dengan kualitas buah yang baik, sangat diperlukan untuk mendukung komersialisasi pengembangan pepaya. Preferensi konsumen terhadap ukuran buah terbagi tiga kelompok ukuran buah yaitu buah pepaya ukuran kecil (0.6-1.0 kg), ukuran sedang (1.0-1.5 kg) dan ukuran buah besar dengan bobot di atas 1.5 kg. Konsumen juga menghendaki buah dengan rasa daging buah manis (TSS >13obrix), warna daging merah dan tebal, kandungan vitamin A dan C tinggi, tekstur keras sehingga daya simpan lebih dari 7 hari setelah panen. Selain kualitas buah, tipe ideal pepaya juga harus berumur genjah ), tidak melalui lag phase (skip), persentase tanaman berbunga hermaprodit tinggi dan produktivitas lebih dari 70 ton.Ha-1 (Firdaus dan Wagiono (2009); Sunyoto et al. ( 2009)).

Pemilihan metode pemuliaan sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemulian tanaman. Metode pemuliaan yang tepat pada tanaman pepaya, dapat ditentukan berdasarkan informasi mengenai keragaman genetik, heritabilitas, daya gabung, serta hubungan antar karakter dan pengaruh dari karakter-karakter yang diduga erat hubungannya dengan hasil (Hallauer dan Miranda 1988).

Pepaya merupakan tanaman menyerbuk silang yang memiliki bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna (Nakasone & Paull 1998). Perakitan varietas unggul pepaya dengan memanfaatkan fenomena heterosis dan hibrid vigor merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan pepaya berkualitas buah dan memiliki hasil tinggi. Genotipe unggul berupa varietas hibrida F1 diperoleh melalui persilangan genotipe terpilih. Heterosis pada hibrida F1 dalam beberapa kasus telah meningkatkan vigor tanaman dan hasil (Marin et al. 2006; Chan 2001).

(16)

2

Daya gabung umum (DGU) digunakan untuk merancang penampilan rata-rata suatu galur dalam kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus (DGK) digunakan untuk merancang penampilan suatu galur dalam kombinasi tertentu. Kombinasi penampilan bisa lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan berdasarkan penampilan rata-rata galur yang terlibat (Sprague and Tatum 1942; Griffing 1956; Hayman 1954).

Selain informasi daya gabung umum dan daya gabung khusus, untuk mempercepat tercapainya tujuan dari program pemuliaan perlu dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe terpilih secara efektif dan efisien. Kegiatan seleksi dalam pemuliaan tanaman dapat dilakukan secara langsung dan tak langsung pada karakter yang dituju. Percepatan proses seleksi terhadap karakter hasil dapat dilakukan melalui karakter yang berkorelasi nyata terhadap hasil. Informasi keterkaitan antar dua karakter atau lebih perlu diketahui karena bermanfaat dalam pelaksanaan seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter. Apabila karakter tersebut lebih mudah dan cepat diamati maka seleksi akan lebih terarah dan efisien.

Tujuan Penelitian

Tujuan

1. Memperoleh informasi daya gabung umum, daya gabung khusus dan heterosis pada populasi setengah dialel pepaya.

2. Memperoleh informasi heritabilitas dan tipe aksi gen pada populasi setengah dialel pepaya.

3. Memperoleh informasi tentang hubungan antar karakter morfologi terhadap potensi hasil pepaya.

Hipotesis

1. Terdapat minimal satu genotipe pepaya yang mempunyai daya gabung umum baik dan sepasang genotipe yang mempunyai daya gabung khusus dan heterosis yang baik untuk peningkatan kualitas buah dan hasil pepaya.

2. Terdapat karakter morfologi dan komponen hasil yang mempunyai heritabilitas sempit dan dikendalikan oleh aksi gen non aditif.

3. Terdapat minimal satu karakter morfologi yang dapat dijadikan karakter seleksi untuk hasil buah pepaya.

Perumusan Masalah

Perakitan varietas unggul baru pepaya dengan kualitas buah yang baik, sangat diperlukan untuk mendukung komersialisasi pengembangan pepaya. Varietas unggul baru yang diinginkan adalah mempunyai kualitas buah yang tinggi, tanaman pendek, masa pembungaan dan umur panen cepat (genjah), presentase tanaman berbunga hermaprodit tinggi, tahan hama penyakit dan produktivitas tinggi (Rusnas 2004).

(17)

maksimal fenomena heterosis, yaitu keadaan dimana penampilan F1 lebih baik daripada tetua persilangannya. Nilai heterosis tinggi diperoleh dari tetua persilangan yang memiliki kemampuan menghasilkan turunan yang baik ketika disilangkan.

Pengetahuan tentang aksi gen dalam pemuliaan tanaman pepaya merupakan kunci dalam memilih prosedur yang akan memberikan kemajuan seleksi yang maksimal. Apabila aksi gen aditif lebih besar maka pemulia dapat menyeleksi secara efektif galur-galur pada berbagai tingkat inbreeding, sebab pengaruh aditif selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sebaliknya apabila aksi gen dominan lebih penting maka dimungkinkan untuk memproduksi varietas hibrida (Dass et al. 1997)

Metode persilangan dialel merupakan rancangan persilangan yang banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman untuk memperoleh galur tetua yang baik yang ditandai dengan keturunan hasil persilangannya yang superior yang digunakan sebagai dasar dalam membentuk varietas hibrida maupun varietas bersari bebas. Metode persilangan dialel dapat memberikan informasi mengenai nilai daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) galur-galur yang diuji serta nilai duga heterosis F1nya. Program pembentukan hibrida, perhatian utama umumnya lebih tertuju kepada nilai DGK dan heterosis dari masing-masing kombinasi persilangan.

Informasi keterkaitan antar dua karakter atau lebih perlu diketahui karena bermanfaat dalam pelaksanaan seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter.Karakter-karakter yang berkorelasi erat tersebut dapat digunakan sebagai penciri yaitu dengan mengetahui nilai korelasi antar karakter baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Seleksi terhadap karakter hasil yang baik dapat dilakukan melalui karakter lain yang lebih mudah diamati sehingga seleksi akan lebih terarah dan efisien.

(18)

4

Alur Kegiatan Penelitian

Bagan alir penelitian terdapat pada Gambar 1. Kegiatan diawali dengan pembentukan populasi setengah dialel pepaya menggunakan lima galur S3 hasil seleksi dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika sehingga diperoleh 10 kombinasi F1.

Gambar 1. Diagram Alur penelitian Populasi Setengah dialel F1 lima tetua

Evaluasi keragaan hibrid F1 Pendugaan DGU,

DGK dan heterosis

Analisis sidik lintas

1. Informasi daya gabung umum, daya gabung khusus dan heterosis.

2. Informasi heritabilitas dan tipe aksi gen pada karakter morfologi dan hasil pepaya.

3. Karakter morfologi dan agronomi yang berpengaruh terhadap kualitas dan hasil pepaya.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman buah yang dapat beradaptasi baik di wilayah tropik dan sub tropik. Pepaya dapat hidup sampai umur 5-10 tahun, tetapi untuk produksi secara komersial biasanya hanya sampai umur 2-3 tahun, karena semakin tua umurnya maka produksi menurun dan tanaman terlalu tinggi. Pepaya berkembang mulai dari Brazil, Australia, Afrika Selatan, Hawai, India, Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Malaysia dan negara tropis lainnya. Pepaya termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Genus Carica terdiri dari 21 spesies, namun hanya C.papaya yang biasa dibudidayakan dan bernilai komersial tinggi.

Pepaya mempunyai sembilan set kromosom dan ukuran genome sangat kecil yaitu 372 Mb ( Kim et al. 2002). Tipe penyerbukan pada pepaya terdiri dari dua macam yaitu menyerbuk silang dan menyerbuk sendiri, tergantung dari ekspresi sex tanamannya. Pepaya yang termasuk dalam kelompok menyerbuk sendiri misalnya Kapoho, Sun-rise Solo dan Eksotika. Pepaya yang mempunyai tipe bunga hermaprodit yang bersifat kleistogami termasuk dalam kelompok pepaya menyerbuk sendiri (Pastor et al. 1990). Menurut Chan (2009), varietas pepaya yang memiliki ukuran buah besar biasanya termasuk dalam kelompok menyerbuk silang.

Berdasarkan tipe bunga tanaman pepaya dapat digolongkan kedalam tiga tipe yakni bunga jantan (staminate), bunga betina (pistilate) dan bunga sempurna (hermaprodit). Tipe bunga sangat bergantung pada sifat kelamin masing-masing pohon yang ekspresi seksnya dikendalikan oleh gen tunggal dengan tiga alel yaitu M untuk jantan, H untuk hermaprodit dan m untuk betina. Alel M dan H dominan terhadap m, tetapi jika dalam keadaan homozigot dominan bersifat letal sehingga tanaman jantan dan hermaprodit selalu dalam keadaan heterozigot Mm dan Hm (Storey 1953).

Tanaman pepaya jantan juga dikenal dengan sebutan pepaya gantung. Jenis ini hanya menghasilkan bunga jantan,pada ujung malai bunga kadang-kadang terbentuk bunga sempurna sehingga menghasilkan buah ukuran kecil dan pahit. Tanaman betina hanya menghasilkan bunga betina, sehingga tanpa adanya serbuk sari dari tanaman lain, tanaman ini tidak menghasilkan biji. Umumnya buah yang dihasilkan tanaman betina berbentuk bulat dan berdaging agak tipis. Tanaman hermaprodit menghasilkan dua jenis bunga, yaitu bunga jantan dan bunga hermaprodit. Bentuk bunga tidak stabil karena pengaruh genetik dan lingkungan (perubahan musim). Tanggap tanaman terhadap tekanan lingkungan menyebabkan terbentuknya empat macam bunga hermaprodit, yaitu sempurna elongata, sempurna pentandria, sempurna antara dan rudimenter. Masing-masing jenis bunga hermaprodit ini menghasilkan bentuk buah yang berbeda-beda. Bunga yang menghasilkan buah normal berdaging tebal adalah bunga elongata. Bunga rudimenter tidak mempunyai putik sehingga tidak menjadi buah.

(20)

6

berbentuk pyriform yang dihasilkan oleh tanaman sempurna daripada buah bulat yang dihasilkan oleh tanaman betina. Hal tersebut mengakibatkan hanya tanaman sempurna yang mempunyai nilai komersial tinggi (Arkle and Nakasone 1984).

Pemuliaan tanaman pepaya

Ketersediaan varietas unggul pepaya bermutu baik, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, toleran cekaman lingkungan, dan sesuai dengan kebutuhan konsumen, menjadi syarat yang harus dipenuhi pada era industrialisasi pertanian dan liberalisasi perdagangan bebas. Upaya perbaikan varietas pepaya di Indonesia mulai banyak dilakukan baik oleh lembaga penelitian Departemen Pertanian maupun lembaga pendidikan seperti IPB, akan tetapi hasilnya kurang cepat sampai mencapai pasar khususnya pasar ekspor.

Program pemuliaan pepaya di negara-negara lain banyak difokuskan pada perbaikan kualitas buah dan ketahanan terhadap penyakit. Perakitan varietas tahan terhadap penyakit memerlukan gen ketahanan yang berasal dari tanaman yan sejenis. Tahun 1960 dan 1970 ditemukan perlawanan monegenik terhadap PRSV (Papaya Ring Spot Virus) pada beberapa spesies Vasconcella antara lain V. cundinamarcensis, V.stipulata, V. Candicans, V.quercifolia dan V. Heiborni. Persilangan antara Carica papaya dengan V. cundinamarcensis menunjukkan resistensi yang baik untuk PRSV (Manshardt and Wenslaff 1989). Penelitian lainnya telah dilakukan di Australia tahun 1990 yaitu menyilangkan beberapa varietas lokal dengan V. cundinamarcensis dan V. quercifolia. Hasil penelitian menunjukkan 75-100% dari progeni persilangan tersebut menunjukkan ketahanan terhadap PRSV (Magdalita et al. 1988; Drew et al. 2006).

Pembentukan varietas hibrida pepaya di luar negeri telah dilakukan Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI). Varietas hibrida pepaya dibuat dengan tujuan untuk lebih beradaptasi, berproduksi tinggi, dan lebih vigor dibandingkan varietas yang sudah ada. Pembentukan hibrida didasarkan pada pemanfaatan heterosis untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah. Berdasarkan hasil persilangan antara L19 dengan Eksotika didapatkan hibrida yang selanjutnya dikenal dengan varietas hibrida Eksotika 2. Eksotika 2 merupakan varietas hibrida yang cepat berbuah dan berproduksi tinggi. Selain itu, varietas ini stabil dalam menghasilkan tanaman hermaprodit (Chan 1992). Penelitian Perez et al. (2010) menghasilkan hibrida persilangan Red Maradol×Strawberry dengan karakter yang lebih unggul daripada Red Maradol.

Daya Gabung Umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus (DGK)

(21)

umum yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik daripada yang lain. Nilai positif atau negatif dari daya gabung umum tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya (Iriany et al. 2011).

DGK digunakan untuk menggambarkan suatu kombinasi persilangan yang memiliki penampilan terbaik dibanding rata-rata persilangan (Sprague dan Tatum 1942). Berdasarkan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dapat diketahui gen yang berperan. Sprague dan Tatum (1942) dalam Pacheco et al. (1999) menyebutkan DGU menggambarkan besarnya peran gen aditif dari suatu variasi genetik yang dapat diduga melalui pengukuran hibiridanya, sedangkan DGK menggambarkan besarnya peran gen non aditif yang ditunjukkan oleh adanya kombinasi persilangan yang menunjukkan keragaan yang jauh lebih baik atau lebih buruk dari nilai rata-rata hibrida yang dievaluasi.

Persilangan dialel adalah suatu set persilangan yang melibatkan sejumlah

“n” galur dan seluruh kemungkinan kombinasi persilangan yang dibuat (Singh

and Chaudhary 1979). Persilangan dialel merupakan suatu rancangan persilangan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi daya gabung suatu galur ketika disilangkan dengan galur-galur lainnya. Terdapat empat jenis rancangan persilangan dialel yang umum digunakan (Griffing 1956) yaitu :

1. Metode I : persilangan dialel penuh dengan resiprok dan galur tetuanya (p2), 2. Metode II : persilangan dialel sebagian dengan galur tetua tanpa resiprok

(½p(p+1))

3. Metode III : persilangan dialel penuh dengan resiprok tanpa galur tetuanya (p(p-1))

4. Metode IV : persilangan dialel sebagian tanpa galur tetua dan resiprok (½p(p-1)).

Pendugaan DGU maupun DGK dapat dilakukan melalui analisis silang dialel menggunakan pendekatan yang dikemukakan Hayman atau Griffing yang didasarkan pada sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) segregasi diploid normal, (2) tidak ada pengaruh maternal (tidak ada perbedaan resiprok), (3) aksi gen-gen yang tidak se alel (non-allelic) bersifat bebas, (4) tidak ada alel ganda (multiple allel), (5) tetua yang digunakan homosigot, (6) gen-gen menyebar bebas diantara tetua, dan (7) koefisien inbreeding hampir sama dengan 1 (Singh dan Chaudhary 1979).

Heterosis

Heterosis merupakan penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya (Hallauer and Miranda, 1995). Heterosis merupakan aksi dan interaksi gen-gen dominan yang baik yang terkumpul dalam satu genotipe F1 sebagai hasil persilangan dua tetua. Persilangan antar individu homozigot yang berbeda akan menghilangkan penampilan sifat yang tidak baik, sekaligus memunculkan akumulasi gen-gen dominan dengan sifat baik yang selanjutnya menimbulkan fenomena heterosis (Baihaki 1989).

(22)

8

Heterosis mengacu pada penyimpangan penampilan turunan dibandingkan dengan tetua persilangan. Oleh karena itu, heterosis dapat bermakna lebih tinggi dan lebih rendah. Heterosis dalam keadaan lebih tinggi sering dinyatakan dengan istilah vigor hibrida (hybrid vigor) (Sprague 1983). Pemuliaan tanaman tidak selalu fokus untuk memperoleh turunan persilangan yang melebihi tetuanya. Beberapa karakter tertentu seperti umur tanaman, tinggi tanaman, ketahanan penyakit dan ketahanan terhadap kerebahan justru dikehendaki turunan yang lebih rendah dari tetuanya, sehingga, istilah heterosis lebih umum digunakan.

Heterosis pada hibrida antara lain disebabkan oleh adanya interaksi antar alel dalam satu lokus tertentu dan interaksi antar lokus yang ada dalam kondisi heterosigot. Teori yang dikemukakan olleh Shull (1908) pertama kali mendeskripsikan fenomena heterosis yaitu individu yang heterozigot mengalami pembagian sel, pertumbuhan dan mempunyai proses fisiologis yang lebih baik daripada individu homozigot. East (1936) menambahkan bahwa individu heterozigot yang memiliki dua alel yang berbeda pada satu lokus maka akan menghasilkan dua enzim berbeda sehingga lebih superior jika dibandingkan dengan individu homozigot yang hanya menghasilkan satu enzim.

Fenomena heterosis ditemukan pada tanaman pepaya, baik pada karakter vegetatif, generatif dan hasil. Mekako and Nakasone (1975) melakukan persilangan interspesifik antara C. cauliflora x C. goudotiana dan C. caulifora x C. monoica, mendapatkan heterosis karakter tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah buah dan bobot buah pada hibrida interspesifiknya. Hasil penelitian Chan (2001) menunjukkan bahwa gejala heterosis ditemukan pada empat karakter vegetatif yang diamati yaitu diameter batang, tinggi tanaman, panjang petiole dan lebar lamina. Persilangan antara L 19 x Eksotika tetap menunjukkan gejala heterosis pada komponen hasil yang melebihi tetua terbaik. Hasil penelitian Dinesh et al. (1992) juga menemukan gejala heterosis pada hasil persilangan pepaya yang menggunakan kultivar Washington, Thailand, Coorg Honey Dew, Pink Flesh Sweet, Sunrise Solo dan Waimanalo. Gejala heterosis ditemukan pada karakter jumlah buah, hasil, bobot buah, volume buah, ketebalan daging, padatan total terlarut, indeks ronga buah dan gula total. Marin et al. (2006) mendapatkan fenomena heterosis pada persilangan antara pepaya kelompok Formosa dan Solo, sehingga menghasilkan hibrida superior yang sesuai untuk pasar internasional.

Penelitian perbaikan varietas pepaya di Indonesia telah menemukan fenomena heterosis untuk karakter kualitas dan hasil tanaman pepaya. Hasil penelitian Sulistyo (2006) mendapatkan nilai heterosis peningkatan jumlah buah sampai 200% serta peningkatan tebal daging dan PTT sampai 30%.

Korelasi dan sidik lintas antar karakter

(23)

Hubungan kausal antar peubah tak bebas dengan peubah bebas menurut Sing dan Chaudhary (1979), dapat diketahu dengan menggunakan analisis sidik lintas (pathway analysis). Besarnya pengaruh langsung suatu peubah bebas dan pengaruh tidak langsung melalui peubah bebas yang lain dapat dipisahkan menggunakan analisis lintas (Li 1956). Metode analisis lintas dikembangkan pertama kali oleh Wright (1921) yaitu untuk menjelaskan hubungan kausal dalam genetika populasi.

Perakitan varietas berdaya hasil tinggi dapat dilakukan melalui seleksi secara langsung terhadap daya hasil atau tidak langsung melalui beberapa karakter lain yang terkait dengan daya hasil (Falconer dan Mackay 1996 dalam Wirnas 2006). Seleksi secara tidak langsung atau simultan untuk meningkatkan daya hasil berdasarkan indeks seleksi akan lebih efisien dibandingkan dengan seleksi berdasarkan satu karakter atau kombinasi dari dua karakter saja (Soh et al. 1994 ; (Woelan dan Sayurandi 2008).

Menurut Zein (1995) seleksi untuk suatu karakter sekaligus dapat memperbaiki karakter lain bila terdapat korelasi fenotipik dan korelasi genotipik yang searah. Menurut Soemartono et al. ( 1992) suatu karakter dapat digunakan sebagai kriteria seleksi apabila memenuhi persyaratan, (1) terdapat hubungan yang nyata antara karakter tersebut dengan karakter yang dituju; dan (2) karakter tersebut memiliki heritabilitas yang cukup tinggi sehingga dapat diwariskan kepada keturunannya.

(24)

10

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai Februari 2013 di Kebun Petani Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengamatan buah di lakukan di Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Bahan Tanaman

Materi genetik yang digunakan adalah 5 tetua dan 10 hibrid F1 hasil kombinasi persilangan setengah diallel dari lima genotipe pepaya koleksi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika yaitu BT-2 (P1), Carmina (P2), Dampit (P3), Carmida (P4) dan Merah Delima (P5). Hibrid F1 yang dipergunakan yaitu BT-2 x Carmina, BT-2 x Dampit, BT-2 x Carmida, BT-2 x Merah Delima, Carmina x Dampit, Carmina x Carmida, Carmina x Merah Delima, Dampit x Carmida, Dampit x Merah Delima dan Carmida x Merah Delima.

Rancangan Penelitian

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman contoh. Tanaman yang diamati adalah tanaman yang memiliki tipe bunga hermaprodit. Karakter kualitas buah dan komponen hasil diamati selama dua periode panen yaitu periode panen pertama saat berumur lebih dari 6 bulan dan periode panen kedua setelah berumur lebih dari 9 bulan.

Pelaksanaan Penelitian

Pembentukan populasi setengah dialel dengan 5 tetua

Pembentukan populasi hibrid pepaya dilakukan dengan mengawinkan tanaman yang mempunyai tipe bunga hermaprodit. Kastrasi dilakukan pada bunga hermaprodit yang belum mekar tetapi kelopaknya sudah berwarna putih. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari mulai jam 8-10. Pada saat tersebut kotak sari pecah dan mengeluarkan serbuk sari yang akan digunakan untuk menyerbuki bunga hermaprodit yang sudah dikastrasi. Bunga yang sudah diserbuki dilabel dan dibungkus dengan kertas minyak untuk menghindari kontaminasi dari serbuk sari bunga lain. Pada umur 4-5 bulan setelah anthesis buah dapat dipanen dan diambil bijinya. Biji tersebut selanjutnya dicuci dan dikering anginkan. Pada saat akan disemai biji dikecambahkan terlebih dahulu.

Persiapan bibit

(25)

Penanaman dan perawatan tanaman

Perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman yang intensif pada awal pertumbuhan. Pemupukan dilakukan menggunakan NPK 16 – 16 – 16 yaitu umur 2 minggu setelah tanam (mst) dengan dosisi 50 g per tanaman, pada umur 4, 6 dan 8 mst dengan dosis 100 g per tanaman, pada umur 10 mst dengan dosis 250 g per tanaman, 6 pada umur 12 mst dengan dosis 200 g per tanaman ditambah KCl 50 g per tanaman, dan setelah umur 12 mst pemupukan selanjutnya setiap 2 bulan sekali dengan menggunakan NPK dosis 300 g per tanaman.

Selain itu pada awal penanaman diberi pupuk hayati yang dicampurkan pada pupuk kandang dengan dosis pupuk kandang 10 kg per tanaman. Pada umur 6 bulan juga dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang dosis 5-8 kg/tanaman. Untuk menjaga kelembaban tanah maka disekitar bidang olah diberi mulsa jerami

Pengendalian hama dan penyakit di lapang dilakukan apabila serangan melebihi ambang batas kerusakan. Pengendalian hama dan penyakit di lapang dengan penyemprotan menggunakan pestisida Supracide, akarisida dan fungisida dengan dosis 2 cc per liter air. Penyiangan dilakukan terhadap kebersihan tanaman dan kebun secara mekanik.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada karakter:

1. Tinggi tanaman pada umur 6 (BST), yang diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2. Diameter batang pada umur 6 BST, yang diukur 15 cm di atas permukaan tanah.

3. Panjang petiole (panjang tangkai daun) pada umur 6 BST, yang diukur dari pangkal petiole yang menempel pada batang sampai ujung petiole yang menempel pada daun. Petiole yang digunakan adalah 6 dari petiole terpucuk.

4. Panjang daun pada umur 6 BST, yang diukur dari pangkal daun sampai ujung daun (bagian terpanjang). Daun yang digunakan adalah daun ke 6 dari pucuk.

5. Lebar daun pada umur 6 BST, yang diukur dari ujung ke ujung pada jari-jari daun ke 6 dari pucuk.

6. Tinggi posisi bunga pertama, yang diukur dari permukaan tanah sampai letak bunga pertama tersebut. Pengukuran dilakukan pada saat muncul bunga pertama.

7. Tinggi posisi buah pertama, yang diukur dari permukaan tanah sampai letak buah pertama tersebut.

8. Jumlah buah dihitung pada umur 6 bulan setelah tanam dan 9 BST. 9. Jumlah buah tidak normal dihitung pada umur 6 bulan setelah tanam dan

9 BST. Buah yang dihitung adalah buah yang berbentuk tidak sempurna, cacat dan pentandria.

(26)

12

11. Bobot buah diamati pada saat panen pertama dan saat berumur 9 BST. Buah yang digunakan adalah 5 buah per genotipe per ulangan dimati 2 periode

12. Panjang buah diukur dari pangkal sampai ujung buah dan diamati pada saat panen pertama dan saat berumur 9 BST.

13.Tebal daging buah yang diukur dibagian tengah buah, diukur rata-rata dari bagian terlebar dan tersempit dan diamati pada saat panen pertama dan saat berumur 9 BST.

14.Padatan Total Terlarut (ºBrix) yang dilakukan pada bagian tengah buah, dan diamati pada saat panen pertama dan saat berumur 9 BST.

15.Tingkat kekerasan daging dan kulit buah diukur pada bagian ujung, pangkal dan tengah dan diamati pada saat panen pertama dan saat berumur 9 BST.

Pengamatan sifat kualitatif dan kuantitatif lainnya diamati berdasarkan Buku Draft UPOV Papaya Guidelines for The Conduct of Test for Distinctness, Uniformity and Stability 2011.

Analisa Data

a. Analisis Ragam

Sidik ragam gabungan yang digunakan untuk menganalisis percobaan pada dua periode panen sesuai yang disampaikan oleh Baihaki (2000). Apabila tidak terdapat interaksi antara periode pertama dan periode kedua, selanjutnya data rata-rata dua periode panen dianalisa menggunakan sidik ragam faktor tunggal.

Model linear untuk RAK faktor tunggal menurut Steel dan Torrie (1989) adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + i+ βj +ε ij Dimana :

Yij = Nilai pengamatan suatu karakter pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

i = Pengaruh aditif dari genotipe ke-i

βj = Pengaruh aditif ulangan ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-ipada ulangan ke-j. Untuk mengetahui perbandingan rataan, dilakukan uji lanjut dengan uji

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada karakter yang berbeda nyata pada

uji F pada taraf 5 %.

b. Analisis Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus dan Heterosis

(27)

Tabel 1. Analisis Sidik Ragam Daya Gabung menggunakan Metode Griffing II

Berdasarkan tabel sidik ragam untuk analisis daya gabung Metode Griffing II di atas, maka komponen ragam dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

2

Komponen genetik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh Singh dan Chaudhary (1979), sebagai berikut :

2

dgu = ½ 2A dan 2dgk = 2D

Estimasi pengaruh DGU dihitung dengan cara sebagai berikut :

Estimasi pengaruh DGK dihitung dengan cara sebagai berikut :

Perbedaan nyata antar kombinasi persilangan dievaluasi berdasarkan rumus :

C.D = S.E x t = x t (tabel)

Nilai duga heritabilitas arti sempit dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan Roy 2000, sebagai berikut :

dimana :

H2ns = Nilai duga heritabilitas arti sempit 2

DGU = Ragam Daya Gabung Umum 2

DGK = Ragam Daya Gabung Khusus 2

e = Ragam galat

Efek heterosis ditentukan dengan cara sebagai berikut :

1. Perbandingan nilai rata-rata F1 dengan nilai rata-rata kedua tetuanya (Mid-Parent = MP) dengan persentase peningkatannya dihitung melalui rumus : 1 100 %

MP MP F

2. Perbandingan nilai rata-rata F1 dengan nilai rata-rata tetua yang lebih tinggi (Higher Parent = HP), dengan persentase peningkatannya dihitung melalui rumus : 1 100 %

HP

Galat (r-1)[(p-1)+(p(p-1)/2)] JKgalat KTgalat

(28)

14

c. Analisis Sidik lintas karakter morfologi terhadap hasil

Besarnya hubungan antar karakter kuantitatif yang dievaluasi dihitung menggunakan analisis korelasi berdasarkan koefisien korelasi Pearson. Analisis antar karakter kualitatif dihitung dengan cara merubah data kuantitatif dan kualitatif menjadi data biner berdasarkan petunjuk karakterisasi pada lampiran 7. Hubungan antar karakter yang sudah ditransformasi menjadi data biner tersebut dihitung berdasarkan koefisien korelasi Pearson .

Besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung untuk masing-masing karakter terhadap hasil ditentukan dengan analisis lintas (path analysis) seperti yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudhary (1979). Persamaan regresi berganda antar variabel Y dan variabel Xi yaitu sebagai berikut :

Y = bo + b1X1 + b2X2 +b3X3 + ....+ bnXn bo, b1, b2..., bn = koefisien regresi

Analisis koefisien lintas dihitung menggunakan metode matriks seperti yang dikemukakan oleh Singh dan Caudhary (1977), yang disajikan seperti memiliki n peubah, merupakan matrik dengan elemen-elemen rij

C = vektor koefisien lintas yang menunjukkan pengaruh langsung dari setipa

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Pertumbuhan tanaman pada umur satu bulan sangat baik karena kebutuhan air dan unsur hara tercukupi. Kebutuhan air untuk tanaman tercukupi dari air hujan dengan curah hujan bulanan sedang yaitu 136 mm, tetapi pada bulan ke dua setelah tanam terjadi curah hujan yang sangat tinggi (392 mm) sehingga menyebabkan terjadinya busuk akar pada beberapa tanaman. Curah hujan pada awal pertumbuhan generatif sangat rendah yaitu antara 79-100 mm. Data curah hujan harian di lokasi sekitar penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7 . Tanaman kekurangan air menyebabkan bunga hermaprodit tidak muncul dan berganti dengan munculnya bunga jantan, proses pembuahan terhambat, bunga dan calon buah gugur. Aiyelaagbe et al. (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan generatif, pembungaan dan hasil pada tanaman pepaya dipengaruhi oleh ketersediaan air.

Curah hujan yang tidak stabil menyebabkan serangan hama thrip dan aphid meningkat. Serangan kutu aphid (Myzus persicae) lebih banyak menyerang tanaman tetua P1, P2, P4 dan hibrida P1 x P2. Serangan Thrips parvispinus menyebabkan keriting pada pucuk daun, calon bunga dan buah gugur. Thrips dan aphid merupakan vektor virus yang membuat daun menjadi keriting.

Beberapa penyakit yang teridentifikasi di lapang adalah busuk akar karena Fusarium ssp, Phytophthora palmivora, busuk buah biasanya disebabkan oleh antraknosa. Penyakit busuk akar mengakibatkan tanaman menjadi layu dan mati. Penyakit layu Fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum dan gejala serangan Phytophthora palmivora ditemui pada genotipe P3, hibrida P2 X P3, dimana pangkal batangnya busuk basah kecoklatan dan diikuti pembusukan akar tunggang. Antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. yang menimbulkan lingkaran kehitaman pada buah hingga akhirnya membusuk. Kondisi umum pertumbuhan dan perkembangan tanaman pepaya pada umur 5 sampai 10 bulan setelah tanam menjadi normal kembali.

Keragaan Populasi Setengah Dialel Lima Tetua Pepaya

Karakter Kualitatif

Hasil karakterisasi sifat-sifat kualitatif yang berpedoman pada buku panduan UPOV 2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Sifat kualitatif pada umumnya dikendalikan oleh satu atau dua gen dan tidak mudah dipengaruhi lingkungan (Mangoendidjojo 2003).

Tetua P3 mempunyai karakter kualitatif yang berbeda dengan empat tetua lainnya terutama pada karakter bentuk daun termasuk tipe 3, arah tangkai daun ke atas, tidak ada pewarnaan antosianin pada tangkai daun, bentuk ovarium dekat putik menyempit, warna buah muda hijau kuat, permukaan kulit kasar, bentuk rongga buah tipe satu dan aroma daging buah tidak kuat.Tetua P5 mempunyai beberapa karakter kualitatif yang berbeda apabila dibandingkan dengan empat tetua lainnya yaitu terdapat daun bendera dan bentuk buah obovate.

(30)

16

tangkai daun dan arah tangkai daun mendatar pada hibrida P1 x P3, P3 x P5 dan P3 x P4.

Bentuk ovarium dekat putik berukuran lebar menyebabkan letak putik dekat dengan serbuksari dan karakter ini dimiliki oleh tetua P1, P2, P4, P5 dan hibrida P1 X P4, P2 X P5, P4 X P5. Hasil penelitian Suketi 2011, menunjukkan keragaan letak benang sari terhadap kepala putik pada bunga hermaprodit pepaya kategori kecil memperlihatkan perbedaan dengan bunga hermaprodit ukuran besar. Keragaan morfologi bunga yang demikian memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri, sehingga diduga bunga papaya kategori buah kecil melakukan penyerbukan sendiri.

Bentuk rongga dalam buah pepaya dari genotipe-genotipe yang diuji terdiri dari tipe star shape, stellate, angular dan circular. Tetua P1, P2 dan P4 mempunyai bentuk rongga buah tipe stellate, rongga buah tetua P3 berbentuk tipe star shape dan rongga buah tetua P5 berbentuk angular. Hibrida P4 X P5 mempunyai rongga buah tipe circular. Bentuk rongga buah dari sepuluh hibrida pada umumnya mengikuti salah satu dari bentuk rongga buah tetuanya. Bentuk rongga buah yang idela yaitu berbentuk circular dan angular, karena konsumen akan lebih mudah membersihkan biji didalam buah sehingga lebih mudah mengkonsumsinya.

Bentuk rongga buah dalam satu genotipe kadang-kadang tidak seragam. Hasil penelitian Suketi (2009) menduga bentuk rongga buah dipengaruhi oleh bentuk jumlah lekukan tangkai kepala putik sehingga menyebabkan karakter bentuk rongga buah pada satu genotipe sering tidak sama. Misalnya bentuk rongga dan lekukan buah pepaya hermafrodit genotipe IPB 1 bervariasi, dari berjumlah lima sampai lebih dari lima. Gambar keragaaan bentuk rongga buah dan bentuk ovarium bunga hermaprodit dapat dilihat pada lampiran 9.

(31)

Tabel 2. Karakter kualitatif dari populasi setengah dialel lima tetua pepaya.

Genotipe Bentuk daun

Daun bendera

Pewarnaan Antosianin tangkai daun

Arah tangkai daun

Bentuk ovarium dekat

putik

Bentuk buah

Warna buah mentah

Permukaan kulit

Warna daging buah

Aroma daging

Bentuk rongga buah

P1 15 tidak ada sedang ke bawah lebar Obovate hijau sedang sedang merah oranye kuat stellate

P2 15 tidak ada sedang ke bawah lebar Obovate hijau sedang halus merah oranye sedang stellate

P3 3 tidak ada tidak ada datar lempit Obovate hijau kuat kasar Oranye lemah Star shape

P4 15 tidak ada sedang ke bawah lebar Obovate hijau sedang sedang merah oranye kuat stellate

P5 15 ada sedang ke atas lebar Oblong hijau sedang halus Oranye lemah angular

P1 x P2 15 tidak ada sedang ke bawah sempit Obovate hijau sedang sedang merah oranye kuat stellate

P1 x P3 15 tidak ada tidak ada datar sedang Obovate hijau sedang halus Oranye kuat angular

P1 x P4 15 tidak ada sedang datar lebar Obovate hijau sedang sedang Oranye sedang stellate

P1 x P5 15 ada sedang ke bawah medium Oblong hijau sedang halus Oranye kuat Star shape

P2 x P3 15 tidak ada sedang ke bawah medium Obovate hijau kuat kasar merah oranye sedang Star shape

P2 x P4 15 tidak ada sedang ke bawah medium obovate hijau kuat kasar merah oranye sedang Star shape

P2 x P5 15 tidak ada sedang datar lebar Oblong hijau sedang halus Oranye sedang Star shape

P3 x P4 15 tidak ada tidak ada datar sempit obovate hijau kuat sedang Oranye lemah angular

P3 x P5 15 tidak ada tidak ada datar medium obovate hijau kuat sedang Oranye lemah angular

P4 x P5 15 ada sedang ke atas lebar Oblong hijau sedang halus Oranye lemah circular

(32)

18

Karakter Kuantitatif

Hasil analisis ragam gabungan karakter kuantitatif pada buah dan hasil menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara genotipe yang diuji dengan periode panen (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa keragaan genotipe-genotipe yang diuji sama pada dua periode panen, sehingga data yang dianalisa yaitu data keragaan buah rata-rata dua periode panen dan untuk keragaan komponen hasil menggunakan data gabungan dua kali pengamatan pada umur 6 dan 9 bulan setelah tanam. Hasil sidik ragam untuk semua karakter vegetatif dan generatif menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata di antara genotipe yang diuji (Lampiran 1). Pada penelitian ini rata-rata koefisien keragaman berkisar antara 2.18%-18.85%, hal ini menunjukkan keragaman data tidak terlalu besar, sehingga tingkat akurasi penelitian cukup tinggi. Koefisien keragaman pada karakter lag fase cukup tinggi yaitu mencapai 23.79%, hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh faktor lingkungan.

Keragaan karakter vegetatif

Karakter vegetatif yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas batang bagian tengah, panjang daun, lebar daun dan panjang tangkai daun dapat dilihat pada tabel 3. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan terdapat perbedaan tinggi tanaman pada lima tetua yaitu tetua P1, P2 dan P4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan tetua P3 dan P5. Hibrida P4 X P5 mempunyai tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan hibrida lainnya dan tidak berbeda nyata dengan tetua P5. Selain itu hibrida P4 X P5 mempunyai tnggi tanaman yang lebih rendah jika dibanding tetua P1, P2, P3 dan P4.

Tinggi tanaman pepaya yang ideal yaitu berperawakan pendek. Tanaman yang terlalu tinggi tidak disukai karena petani akan mengalami kesulitan saat panen buah. Varetas pepaya Calina yang disukai konsumen dan banyak ditanam petani, mempunyai perawakan tanaman pendek (Mentan 2010 ). Hibrida P4 X P5 mempunyai tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan pepaya Calina, sehingga hibrida ini dapat dipilih untuk calan hibrida dengan perawakan tanaman pendek.

Tanaman pepaya mempunyai tipe batang herbaceouse sehingga diperlukan diameter batang yang besar agar tanaman dapat tumbuh dengan kuat. Lima tetua yang diuji mempunyai perbedaan pada karakter diameter batang yaitu terlihat tetua P4 mempunyai rata-rata diameter batang terbesar dibanding empat tetua lainnya. Hibrida-hibrida yang menggunakan tetua P4 sebagai salah satu tetuanya mempunyai diameter batang yang lebih rendah jika dibandingkan tetua P4. Tetua P3 mempunyai panjang buku batang bagian tengah yang lebih pendek jika dibandingkan dengan tetu P1, P2 dan P4. Hibrida-hibrida yang diuji mempunyai panjang ruas batang bagian tengah yang tidak berbeda nyata dengan tetua P3 kecuali hibrida P1XP4, hibrida P2XP5 dan hibrida P3XP5.

(33)

jika dibandingkan dengan tetua P2, P4, P5, hibrida P1 X P2, dan hibrida P4X P5. Tetua P1, P4 dan P5 mempunyai ukuran daun terlebar dibandingkan tetua lain dan hibrida-hibrida keturunannya. Hibrida P4 x P5 mempunyai lebar daun paling sempit. Apabila dibandingkan dengan keragaan morfologi tanaman pepaya Calina maka sepuluh hibrid yang diuji mempunyai panjang tangkai daun, panjang daun dewasa dan lebar daun dewasa yang lebih besar (Deptan 2010).

Tangkai daun yang panjang dapat menurunkan terjadinya saling menutupi antar daun, sehingga kemampuan daun menyerap cahaya matahari untuk fotosintesis semakin besar (Tanekaka 1994). Tangkai daun yang panjang dan daun yang lebar akan menyebabkan kanopi tajuk tanaman menjadi lebih lebar. Hal ini dapat merugikan petani dalam budidaya tanaman pepaya, karena diperlukan jarak tanam yang lebih besar, sehingga akan mengakibatkan jumlah populasi persatuan luas semakin berkurang dan dapat menurunkan produktivitas per luas lahan (Sulistyo 2006). Oleh karena itu perlu dipertimbangkan dalam penentuan ukuran tajuk tanaman dengan produktivitas lahan. Produksi per pohon yang tinggi dan jumlah populasi yang besar per satuan luas lahan akan meningkatkan produktivitas lahan.

Tabel 3. Rata-rata keragaan karakter vegetatif populasi setengah dialel lima tetua papaya pada umur 6 bulan setelah tanam

Genotipe Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berpengaruh

nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.

Keragaan karakter generatif

(34)

20

pada Tabel 4. Terdapat perbedaan yang nyata pada karakter posisi tinggi bunga pertama, buku posisi bunga pertama, tinggi buah pertama, buku posisi buah pertama dan umur panen buah pertama. Karakter buku posisi bunga dan buah pertama mencirikan karakter umur berbunga dan umur berbuah pertama. Tanaman pepaya mengalami penambahan jumlah buku setiap 3-5 hari/buku batang. Pertumbuhan jumlah buku batang varietas Sunrise solo dan Subang 6 setiap minggu bertambah 3 ruas (Chan 2009). Oleh karena itu semakin tinggi posisi bunga dan buah pertama serta jumlah buku batang posisi bunga dan buah pertama semakin banyak maka umur berbunga dan berbuah pertama semakin panjang.

Tabel 4. Rata-rata keragaan karakter generatif populasi setengah dialel lima tetua pepaya.

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Hasil uji lanjut DMRT memperlihatkan bahwa tetua P3 mempunyai tinggi bunga pertama yang tidak berbeda nyata dengan P4, tetapi lebih rendah dibandingkan P1, P2 dan P5. Hibrida-hibrida yang diuji mempunyai tinggi bunga pertama yang tidak berbeda nyata denga P3 kecuali hibrida P1XP2, hibrida P1XP5 dan hibrida P2XP4. Selain itu tetua P3 mempunyai buku posisi bunga pertama yang lebih rendah dibandingkan P1, P2. Hibrida-hibrida yang diuji juga mempunyai buku posisi bunga pertama yang tidak berbeda nyata dengan P3 kecuali hibrida P1XP2, hibrida P1XP3 dan hibrida P3XP5.

(35)

P3, P4, P5, hibrida P1XP2, hibrida P1XP3, hibrida P1XP4, hibrida P2XP3, hibrida P2XP4 dan hibrida P3XP5. Apabila dilihat dari posisi bunga dan buah pertama, maka hibrida P4XP5 mempunyai saat berbuah dan berbunga yang cepat, demikian juga umur panen buah pertama tergolong cepat. Oleh karena itu hibrida P4 X P5 dapat dipilih sebagai hibrida yang mempunyai sifat genjah.

Apabila dibandingkan dengan pepaya Calina, maka hibrida P4XP5 dapat disejajarkan keunggulannya pada karakter kegenjahan tanaman karena mempunyai umur panen buah pertama yang lebih cepat. Keunggulan pepaya Calina antara lain batangnya pendek, tinggi buah pertama pendek, berperawakan tajuk tanaman kecil, ukuran buah sedang, rasa manis dan tekstur daging agak keras (Firdaus dan Wagiono, 2009; Sobir 2010). Berdasarkan diskripsi tanaman pepaya Calina mempunyai kedudukan buah pertama berada pada ketinggian 97.35 cm dari permukaan tanah (Deptan 2010). Posisi bunga dan buah pertama beberapa hibrida yang diuji lebih rendah dibandingkan dengan posisi buah pepaya Calina. Pepaya Calina mempunyai umur produksi tergolong genjah dengan masa umur petik sekitar 180 hari setelah antesis (HSA) (Sujiprihati dan Suketi, 2009).

Keragaan karakter buah

Hasil uji lanjut DMRT untuk karakter buah pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tetua P3 mempunyai ukuran buah besar jika dibandingkan dengan empat tetua lainnya, sedangkan P1 dan P2 mempunyai ukuran buah kecil. Hibrida P3XP4 dan hibrida P3 X P5 mempunyai buah yang berukuran besar sama dengan tetua P3. Hal ini terlihat dari bobot buah, diameter buah dan panjang buah yang lebih besar dibanding genotipe lainnya. Hibrida P1 X P2 dan P1 X P4 termasuk dalam kelompok ukuran buah kecil dan tidak berbeda nyata dengan tetua P1 dan tetua P2 (Tabel 5). Fagundes dan Yamanishi (2001) mengemukakan bahwa rata-rata bobot buah pepaya kategori kecil yang dikenal dengan tipe Solo. Yon 1994 mengklasifikasikan ukuran buah pepaya berdasarkan bobot buah ke dalam tiga kelompok ukuran, yaitu buah kecil yang mempunyai bobot berkisar 300-700g, buah sedang dengan bobot 800-1500 g, dan buah besar 2000-4000 g.

Pepaya yang diminati konsumen saat ini adalah pepaya California, Hawai dan Red Lady. Pepaya California dan Red Lady berukuran sedang dengan bobot buah antara 800 gram hingga 1200 gram. Pepaya Hawai berukuran kecil dengan bobot buah kurang dari 700 gram. Menurut Broto et al. (1991) preferensi masyarakat golongan menengah ke atas dan pasar luar negeri lebih menyukai pepaya yang memiliki ukuran kecil atau sedang, sedangkan ukuran besar lebih sesuai untuk buah potong atau pasar tradisonal. Oleh karena itu berdasarkan ukuran buah maka P1, P2, P4, hibrida P1 X P2 dan P1 X P4 mempunyai potensi yang baik untuk memenuhi permintaan pasar moderen di dalam negeri dan luar negeri, sedangkan tetua P3, hibrida P3 X P5 dan P3 X P4 sesuai untuk memenuhi pasar tradisonal dan buah potong.

(36)

22

daging buah tertinggi dibandingkan tetua dan hibrida lainnya. Hibrida P3 X P5 dan P4 X P5 mempunyai kekerasan daging buah yang tinggi jika dibandingkan dengan tetua P1, P2, P4, hibrida P1XP2, P1XP5, P2XP4, dan P2XP5 (Tabel 5). Oleh karena itu tetua P3, hibrida P3 X P5 dan P4 X P5 dapat dipilih sebagai antara 10.34 - 10.56 0brix. Buah pepaya yang mempunyai kadar PTT tinggi maka rasa daging buahnya semakin manis sehingga lebih disukai konsumen. Varietas pepaya Calina yang saat ini disukai masyarakat, mempunyai TSS antara 10-110brix, sehingga sepuluh hibrida yang diuji mempunyai peluang untuk dicalonkan menjadi varietas baru karena mempunyai tingkat kemanisan yang hampir sama dengan pepaya Calina.

Tabel 5. Rata-rata keragaan karakter buah populasi setengah dialel lima tetua pepaya. Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berpengaruh

nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Keragaan komponen hasil

(37)

pohon, produksi buah per pohon, persentase buah cacat dan jumlah ruas tidak berbuah (lag fase) (Lampiran 1).

Hasil uji lanjut DMRT terhadap keragaan komponen hasil pepaya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah buah antara tetua-tetua yang diuji (Tabel 6). Tetua P5 mempunyai jumlah buah tertinggi jika dibanding tetua lainnya. Jumlah buah yang dimiliki oleh tetua P5 juga tidak berbeda nyata dengan hibrida yang mempunyai jumlah buah terbanyak yaitu hibrida P1 X P4, hibrida P1XP5 dan hibrida P2XP5. Perbedaan jumlah buah per pohon dapat disebabkan faktor genotipe dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah buah antara lain yaitu ketersediaan air tanah, unsur hara dan hama penyakit. Menurut Aiyelaagbe et al.(1986), ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman papaya sangat penting. Pada fase pembungaan dan pembentukan buah sangat sensitif terhadap ketersediaan air. Kadar lengas air tanah rendah, menyebabkan bunga dan calon buah gugur.

Tabel 6. Rata-rata keragaan karakter komponen hasil pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya.

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Lima tetua yang diuji mempunyai produksi per pohon yang lebih rendah jika dibandingkan beberapa hibrida keturunannya. Produksi per pohon tertinggi yaitu 109 kg.pohon-1 dan 101 kg.pohon-1 dihasilkan oleh hibrida P3 X P5 dan P3X P4. Hibrida P1XP4 walaupun mempunyai jumlah buah yang banyak, tetapi produksi per pohon tidak terlalu besar yaitu 50 kg.pohon-1. Hal ini disebabkan ukuran buah hibrida tersebut termasuk dalam kelompok buah kecil.

(38)

24

dan P3 X P4 mempunyai lag fase yang rendah jika dibandingkan dengan tetua P1, P2 dan hibrida P1XP2. Fase lag yang rendah menunjukkan kemampuan genotipe untuk mempertahan buah agar tidak rontok semakin tinggi.

Apabila dibandingkan dengan produksi papaya internasional maka produksi papaya dari genotipe-genotipe yang diuji pada penelitian ini hampir sama. Produksi rata-rata per tahun pada beberapa varietas pepaya di pasar internasional antara lain yaitu pepaya Solo Sunrise 118 ton/ha, Tainung 55-114 ton/ha, Red Lady 128 ton/ha dan Red Flesh 153 ton/ha (Singh et al. 2007). Menurut Silaban (2008) faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi pepaya yaitu tekstur tanah,curah hujan dan kesuburan tanah.

Persentase buah cacat dari genotipe-genotipe yang diuji yaitu antara 18-37%. Hibrida P1 X P3 dan P3 X P4 menunjukkan persentase buah cacat terendah jika dibandingkan dengan tetua P1, P2, P3, hibrida P2XP3 dan hibrida P2XP4. Penyebab buah cacat antara lain yaitu buah terbentuk dari bunga pentandria, perubahan bentuk calon buah akibat cekaman lingkungan dan serangan hama penyakit. Faktor iklim yang tidak menentu dapat mengakibatkan ekspresi seks bunga hermaprodit menjadi bunga pentandria sehingga menyebabkan penurunan produksi dan mutu buah (Suketi, 2009).

Analisis Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) untuk semua peubah yang diamati meliputi karakter-karakter vegetatif, generatif, produksi dan kualitas buah pada periode musim panen pertama menunjukkan perbedaan penampilan yang nyata dari genotipe-genotipe yang diuji, sehingga analisis ragam untuk daya gabung dapat dilakukan untuk semua peubah tersebut.

(39)

Tabel 7. Nilai Kuadrat Tengah Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus karakter vegetatif, generatif dan komponen hasil pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya.

No Karakter KT DGU KT DGK

1 Tinggi tanaman 543.93ns 455.18**

2 Diameter batang 2.20ns 1.08**

3 Panjang tangkai daun 57.25ns 85.19**

4 Panjang daun 8.34ns 116.48**

5 Lebar daun 121.02ns 50.18**

6 Panjang ruas tengah 1.28ns 0.87**

7 Tinggi bunga pertama 316.08* 81.86*

8 Buku posisi bunga pertama 6.87** 1.47ns

9 Tinggi buah pertama 374.09ns 167.51**

10 Buku posisi buah pertama 14.29ns 12.92*

11 Umur panen pertama 1941.10** 394.10**

12 Bobot buah 499148.96** 50619.75**

13 Diameter buah 4.85** 0.58**

14 Panjang buah 40.71** 4.37**

15 Kekerasan kulit buah 47.77** 10.84**

16 Kekerasan daging buah 400.53** 36.80**

17 Tebal daging buah 0.21ns 0.09**

18 PTT daging buah 0.31ns 0.26**

19 Jumlah buah 147.14ns 255.86**

20 Produksi per pohon 968.26ns 635.72**

23 Persentase buah cacat 33.92ns 37.23**

21 Lag fase 69.72* 24.95ns

(40)

26

Karakter vegetatif

Berdasarkan hasil analisis daya gabung pada Tabel 8 terlihat bahwa lima tetua yang diuji mempunyai DGU yang sama pada semua karekter vegetatif tanaman. Perbedaan nilai DGU pada kelima tetua yang diuji secara statistik tidak terlihat berbeda nyata, sehingga tidak dapat diketahui tetua yang mempunyai DGU yang baik untuk karakter vegetatif tanaman.

Tabel 8. Nilai Duga Daya gabung umum karakter vegetatif tanaman pada populasi setengah dialel lima tetua pepaya.

Genotipe

Keterangan : CD = nilai critical difference pada taraf 5% ns = tidak berbeda nyata; ** = berbeda nyata

Menurut Sleper dan Poelman (2006), daya gabung khusus adalah kontribusi yang diberikan tetua-tetua dalam memberikan penampilan kepada hibrida keturunannya. Nilai duga DGK yang paling tinggi untuk peubah tinggi tanaman dimiliki oleh P3 X P5, sedangkan DGK yang dimiliki hibrida P1 x P2, P1 x P3, P1 x P4 dan P4 x P5 nilainya negatif (Tabel 9). Daya gabung khusus tinggi tanaman hibrida P3 X P5 sangat tinggi artinya tetua P3 dan P5 memberikan kontribusi yang baik dan saling bekerjasama untuk memberikan efek yang menyebabkan tanaman menjadi tinggi. Nilai DGK negatif berarti kedua tetua memberikan efek penurunan terhadap tinggi tanaman hibridanya, sehingga menyebabkan keragaan tinggi tanaman hibrida lebih rendah daripada tetua-tetuanya. Nilai DGK negatif untuk penurunan tinggi tanaman terendah didapatkan pada hibrid P1 X P2 dan P4 X P5, sehingga kedua kombinasi hibrid tersebut mempunyai peluang untuk dipilih menjadi hibrid berpenampilan cebol/pendek.

Nilai DGK tertinggi untuk karakter diameter batang yaitu pada kombinasi hibrida P3 x P4, P3 x P5 dan P4 x P5, sedangkan hibrida P1 x P4 mempuyai DGK negatif. Pengaruh DGK pada karakter panjang ruas tengah batang bernilai negatif kecuali pada hibrida P3 X P5. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan panjang ruas tengah batang pada semua hibrida yang diuji kecuali pada hibrida P3 X P5.

Hibrida P2 x P4 dan P3 X P5 mempunyai nilai DGK tertinggi untuk karakter lebar daun. Tetua P2, P4 dan P5 mempunyai DGU negatif untuk karakter lebar daun tetapi dapat menghasilkan keturunan dengan DGU yang besar untuk karakter tersebut. Menurut Indriyani 2002 dan Indriyani et al. (2002) hal ini menunjukkan bahwa ada kerja sama yang baik antara gen-gen pada kedua tetua tersebut sehingga dapat menghasilkan penampilan yang positif.

Gambar

Gambar 1.  Diagram Alur  penelitian
Tabel 1. Analisis Sidik Ragam Daya Gabung menggunakan Metode Griffing II
Tabel  2. Karakter kualitatif dari populasi setengah dialel lima tetua pepaya.
Tabel 3. Rata-rata keragaan  karakter vegetatif populasi setengah dialel lima
+7

Referensi

Dokumen terkait

digunakan sebagai antiinflamasi pada tikus yang sudah diinduksi.. karagenan

kemanusiaan ini. pengembangan terhadap metode dakwah ini merupakan sebuah hal penting yang keberadaannya sangat dinantikan oleh semua stakeholder dalam dakwah. Secara

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan

Pola penanaman pendidikan moral anak di Dusun Taman Roja Desa Batara Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep dilakukan orang tua dengan cara membiasakan anak dalam

Dengan adanya dampak komplain yang serius tersebut serta 12,5% kasus belum bisa diselesaikan dengan penjelasan, maka manajemen komplain pasien yang efektif dan efisien di Rumah

Dalam Kebaktian Umum hari ini, Minggu, 18 Oktober 2015 telah diadakan Perjamuan Tuhan. Biarlah Perjamuan Tuhan ini terus mengingatkan akan kasih Kristus kepada

34 minggu 1 hari dengan kehamilan normal di BPM Sukatmiati, Amd.Keb Ngemplak, Ngudirejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Metode