• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antioksidan in Vitro dan in Vivo Ekstrak Benalu Campuran (Lorantaceae) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antioksidan in Vitro dan in Vivo Ekstrak Benalu Campuran (Lorantaceae) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis L.)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

IN VITRO

DAN

IN VIVO

EKSTRAK BENALU CAMPURAN (Lorantaceae)

PADA TANAMAN TEH (

Camelia sinensis

L.)

ANDAL YAKINUDIN

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan in Vitro dan in Vivo Ekstrak Benalu Campuran (Lorantaceae) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANDAL YAKINUDIN. Aktivitas Antioksidan in Vitro dan in Vivo Ekstrak Benalu Campuran (Lorantaceae) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis L.). Dibimbing oleh SULISTIYANI dan HUSNAWATI.

Benalu teh adalah salah satu tanaman parasit yang biasa digunakan dalam ramuan obat tradisional kanker. Tujuan penelitian ini menentukan aktivitas antioksidan in vivo ekstrak benalu campuran pada tanaman teh dan membandingkannya dengan aktivitas antioksidannya secara in vitro. Ekstrak benalu campuran didapat dengan proses merebus selama 10 menit dengan pelarut etanol 30%. Aktivitas antioksidan in vitro ekstrak benalu campuran diukur dengan metode DPPH. Aktivitas antioksidan secara in vivo diuji dengan mengukur aktivitas SOD dan konsentrasi MDA di hati tikus Sprague Dawley (n=30 ekor) yang dicekok parasetamol (640 mg/kg BB) dan ekstrak benalu campuran pada dosis 100 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 500 mg/kg BB selama 16 hari. Uji DPPH menunjukkan IC50 ekstrak benalu campuran sebesar 12.12 ppm dan kontrol

kuersetin sebesar 1.98 ppm. Pengujian secara in vivo menunjukkan ekstrak benalu campuran dosis 100 mg/kg BB cenderung meningkatkan aktivitas SOD sebesar 27.1% lebih tinggi dari kontrol parasetamol, mengindikasikan efek ekstrak dalam mempertahankan antioksidan endogen hati tetap tinggi. Namun, kadar MDA hati pada semua kelompok percobaan tidak terpengaruh oleh perlakuan yang diberikan.

Kata kunci: antioksidan, DPPH,malondialdehida,superoksida dismutase

ABSTRACT

ANDAL YAKINUDIN. In Vitro and in Vivo Antioxidant Activity of Mixed Mistletoes (Lorantaceae) in Tea (Camelia sinensis L.). Supervised by SULISTIYANI and HUSNAWATI.

Tea mistletoes are one of the parasitic plants commonly used in traditional medicine for cancer. The purpose of this study is to determine the in vivo antioxidant activity of mixed tea mistletoes extracts and compares it with it’s in vitro antioxidant activity. Tea mistletoes extract obtained by the process of boiling for 10 minutes with 30% ethanol. In vitro antioxidant activity of mixed tea mistletoes extracts measured by DPPH method. The antioxidant activity in vivo was tested by measuring the activity of SOD and MDA levels in the liver of Sprague Dawley rat (n=30 animal) treated by decoction with paracetamol (640 mg/kg bw) and mixed tea mistletoes extracts at a dose of 100 mg/kg bw, 250 mg/kg b/w, and 500 mg/kg b/w for 16 days. DPPH test showed IC50 for mixed tea

mistletoe extract is 12.12 ppm, and 1.98 ppm for quercetin control. In vivo testing showed mixed tea mistletoe extract at dose of 100 mg/kg (b/w) increase the activity of SOD by 27.1% higher than paracetamol controls, indicating extract effect in maintaining liver endogenous antioxidant still high. Nevertheless, liver MDA level at all experimental group were not affected by the treatment.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

IN VITRO

DAN

IN VIVO

EKSTRAK BENALU CAMPURAN (Lorantaceae)

PADA TANAMAN TEH (

Camelia sinensis

L.)

ANDAL YAKINUDIN

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Aktivitas Antioksidan in Vitro dan in Vivo Ekstrak Benalu Campuran (Lorantaceae) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis L.) Nama : Andal Yakinudin

NIM : G84090018

Disetujui oleh

drh Sulistiyani, MSc, PhD Pembimbing I

dr Husnawati Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika MAppSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini adalah antioksidan, dengan judul Aktivitas Antioksidan in Vitro dan in Vivo Ekstrak Benalu Campuran (Lorantaceae) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis L.). Penelitian ini mendapat bantuan pembiayaan dari Yayasan Amanah Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Sulistiyani, MSc, PhD dan Ibu dr Husnawati selaku pembimbing. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf dan laboran di Laboratorium Departemen Biokimia FMIPA IPB atas bantuannya saat menjalankan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Kinuy dan Pak Udin atas bantuannya dalam pengambilan sampel benalu di lapangan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Biofarmaka LPPM-IPB dan Yayasan Amanah Institut Pertanian Bogor yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Terima kasih kepada Yayasan Bhakti Tanoto atas beasiswa yang telah diberikan selama ini sehingga penulis bisa lancar menjalankan studi di IPB.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dessy sebagai teman satu tim penelitian atas bantuan dan kerja kerasnya selama ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Waliyudin, Mina, Fitri, Elvira, Aang, dan Suryadi, atas dukungan moril yang diberikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Asrama Sylvalestari dan Sylvapinus atas dukungan dan doanya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL 5

Rendemen Ekstrak dan Aktivitas Antioksidan in Vitro 5 Bobot Badan Tikus selama Masa Adaptasi dan Percobaan 6

Peroksidasi Lipid Hati Tikus 6

Aktivitas Superoksida Dismutase Hati 7

PEMBAHASAN 8

Ekstraksi dan Aktivitas Antioksidan in Vitro 8

Bobot Badan Tikus selama Masa Adaptasi dan Percobaan 9

Peroksidasi Lipid Hati Tikus 10

Aktivitas Superoksida Dismutase Hati Tikus 11

Keterkaitan Aktivitas in Vitro dan in Vivo 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai IC50 ekstrak benalu campuran dan kuersetin 6

2 Konsentrasi MDA hati pada berbagai kelompok perlakuan 7

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva perubahan bobot badan tikus selama masa adaptasi dan percobaan 6

2 Pengaruh homogenat hati tikus kelompok normal dan parasetamol n terhadap kecepatan autooksidasi pirogalol 7

3 Aktivitas SOD hati pada berbagai kelompok perlakuan 8

4 Perubahan 1,1-difenil-2-pikrilhidarzil (senyawa radikal) menjadi n 1,1-difenil pikrilhidrazina (senyawa non radikal) oleh antioksidan 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambaran umum penelitian 18

2 Perhitungan rendemen ekstraksi benalu campuran 18

3 Perhitungan aktivitas antioksidan in vitro ekstrak benalu campuran 19

4 Penapisan panjang gelombang maksimal kompleks warna MDA-TBA 20

5 Kurva standar TMP 20

6 Data pengukuran kandungan MDA sampel PMS hati hewan coba 20

7 Pencarian konsentrasi pirogalol terbaik untuk uji aktivitas SOD 21

8 Kurva autoksidasi pirogalol standar saat pengukuran aktivitas SOD 21

9 Perbandingan rata-rata kemiringan kurva autooksidasi pirogalol di setiap dosis perlakuan 21

10 Aktivitas SOD PMS hati hewan coba berdasarkan inhibisi autoksidasi pirogalol 23

11 Grafik standar inhibisi PMS hati hewan no. 19 terhadap volumnya 23

12 Kurva standar BSA 24

(11)

PENDAHULUAN

Konsekuensi dari penggunaan O2 oleh organisme aerob adalah

terbentuknya radikal bebas. Jumlah radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan ketidakseimbangan seluler yang bisa menyebabkan stres oksidatif (Yeum et al. 2010). Oleh karena itu, organisme aerob mengembangkan sistem antioksidan untuk menangkal efek buruk radikal bebas. Antioksidan merupakan agen pereduksi yang bereaksi dengan mudah dengan senyawa-senyawa reaktif yang bersifat pengoksidasi (Koolman dan Roehm 2005).

Khasiat antioksidan dari suatu bahan telah banyak dikaitkan dengan penangkalan penyakit akibat stres oksidatif (Frei dan Higdon 2003, Hamid et al. 2010). Pola makan yang salah, polusi yang berlebih, serta gaya hidup yang tidak sehat akan mengarahkan tubuh pada keadaan stres oksidatif. Stres oksidatif akan berimplikasi pada kerusakan DNA, protein selular, serta protein fungsional yang ada dalam sel. Karenanya, dibutuhkan strategi dalam usaha untuk mencegah kerusakan seluler akibat stres oksidatif. Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah konsumsi antioksidan untuk melawan radikal bebas penyebab stres oksidatif (Aldini et al. 2010).

Uji efektivitas antioksidan dalam melawan radikal bebas perlu dilakukan untuk membandingkan dosis efektif antioksidan tersebut dalam melawan radikal bebas. Pengujian secara in vitro banyak digunakan untuk membandingkan antioksidan dari beberapa sumber. Namun, uji secara in vitro tidak berkorelasi langsung dengan aktivitas antioksidannya secara in vivo karena tidak mencerminkan kondisi fisiologis dalam sel (Mermelstein 2008). Oleh karena itu, pengujian aktivitas antioksidan secara in vivo perlu dilakukan untuk mengetahui secara mendalam mengenai manfaat yang bisa diperoleh dari konsumsi sediaan antioksidan.

Salah satu tanaman yang telah diketahui mengandung antioksidan tinggi adalah benalu teh (Rahmawati dan Hayashi 2012). Benalu teh adalah tanaman gulma parasit yang terdiri atas beberapa spesies suku Lorantaceae. Penggunaan benalu teh sebagai antikanker secara tradisional umumnya menggunakan dua atau lebih spesies benalu pada tanaman teh. Penelitian ini menggunakan campuran 4 spesies yang menyerang tanaman teh yaitu Scurrula oortiana (39.68%), Scurrula parasitica (36.51%), Macrosolen cochinchinensis (17.46%), dan Lepeostegeres gemmiflorus (6.35%). Beberapa penelitian menunjukkan benalu teh memiliki aktivitas antikanker (Nugroho et al. 2000, Murwani 2003). Aktivitas antikanker dari benalu teh kemungkinan disebabkan oleh aktivitas antioksidan yang dimilikinya (Ikawati et al. 2008). Namun, sampai saat ini belum ada penelitian tentang aktivitas antioksidan in vivo dari benalu teh untuk menguatkan pandangan mekanisme kerja benalu teh sebagai antikanker tersebut.

(12)

2

ekstrak benalu campuran dengan dosis 100 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 500 mg/kg BB selama 16 hari.

Penelitian ini bermanfaat untuk mempelajari mekanisme khasiat campuran benalu teh dalam pengobatan penyakit. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah pengetahuan tentang tanaman obat tradisional Indonesia.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah benalu teh yang diambil di perkebunan teh milik PT Gunung Mas, Cipanas (2000 mdpl), Bogor, etanol, kertas saring, DPPH, kuersetin, metanol, tikus galur Sprague Dawley yang didapat dari Departemen Anatomi dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, pakan tikus standar, parasetamol, Curliv-plus®, dapar fosfat dingin (0.1 M, pH 7.4) yang mengandung 0.15 M KCl, natrium lauril sulfat, TMP, asam asetat, NaOH, asam tiobarbiturat, n-butanol, piridin, dapar Tris-HCl 50 mM (pH 8.5) yang mengandung 1 mM EDTA, pirogalol, pereaksi Bradford, dan standar BSA.

Alat-alat yang digunakan adalah oven, mesin pelumat, pengayak 100 mesh, kertas Whatman 90 mm, gelas piala, penangas air, desikator, kuvet, spektrofotometer Thermo Electron Genesis 10 UV, pipet mikro, alat vortex, kandang tikus, alat cekok, tissue homogenizer (Pyrex), dan sentrifusa berpendingin berkecepatan tinggi (Hitachi, fixed angle rotor).

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Ekstraksi Benalu Teh (Rahmawati dan Hayashi 2012)

(13)

3

Uji Aktivitas Antioksidan in Vitro (Modifikasi Falah et al. 2008)

Sampel ekstrak dibuat menjadi larutan stok dalam metanol dengan konsentrasi 200 ppm. Stok ekstrak kemudian dibuat menjadi konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 160 ppm, dan 200 ppm. Sebanyak 0.2 ml larutan ekstrak yang akan diuji ditambahkan dengan 1 ml DPPH (6 mg/50 ml dalam metanol) dan ditambahkan dengan metanol absolut sampai volumenya 2 ml (konsentrasi akhir menjadi 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm, 16 ppm, dan 20 ppm). Kontrol positif yang digunakan adalah senyawa kuersetin dengan cara yang sama, namun konsentrasi akhir dibuat menjadi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm. Campuran diinkubasi selama 30 menit di ruang gelap (ekstrak dan kuersetin), kemudian diukur absorbansinya pada 517 nm. Pengujian juga dilakukan terhadap blanko (DPPH dengan pelarutnya). Konsentrasi larutan dan absorbansinya dibuat persamaan regresi yang sesuai. Nilai IC50 dihitung menggunakan rumus persamaan regresi

tersebut. Penentuan aktivitas antioksidan in vitro dilakukan menggunakan 2 kali ulangan. Adapun aktivitas % penangkapan radikal DPPH (%) dihitung dengan:

Daya antioksidasi = x 100 %.

Hewan dan Perancangan Percobaan (Modifikasi Haldar et al. 2011)

Tikus yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley jantan umur 2 bulan (BB 100-166 g). Tikus ditempatkan pada kandang individual. Masa adaptasi tikus dilakukan selama 10 hari sebelum percobaan dimulai untuk menyesuaikan cara hidup pada lingkungan yang baru. Tikus diberi pakan pelet standar dan air ad libitum selama masa adaptasi maupun perlakuan. Dosis parasetamol yang diberikan disesuaikan dengan dosis untuk mengganggu fungsi hati.

Setelah masa adaptasi, sebanyak 30 ekor tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok (n=5), berdasarkan perumusan jumlah hewan coba oleh Supranto (2000). Tikus dibagi ke tiap kelompok dengan pembagian tertentu sehingga rata-rata bobot badan tiap kelompok hampir sama. Kelompok I dicekok akuades, kelompok II dicekok parasetamol 640 mg/kg BB, kelompok III, IV, & V dicekok parasetamol 640 mg/kg BB dan ekstrak berturut-turut 100 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 500 mg/kg BB. Kelompok VI dicekok parasetamol 640 mg/kg BB dan Curliv-plus® 83 mg/kg BB. Setelah masa adaptasi, semua kelompok diberi perlakuan setiap hari seperti diatas selama 16 hari. Tikus kelompok III, IV, V, dan VI dicekok parasetamol 4 jam setelah pemberian ekstrak benalu campuran atau Curliv-plus®, selain itu dicekok dengan akuades.

Nekropsi Hewan Coba dan Pembuatan Homogenat Hati (Rasool et al. 2011)

(14)

4

Penentuan Jumlah Protein Homogenat Hati (Bradford 1976)

Pembuatan Kurva Kalibrasi. Standard BSA (1 mg/ml) diambil dengan volum 20, 40, 60, 80, dan 100 µl dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu akuades ditambahkan hingga volum akhir masing-masing tabung 100 µl. Akuades sebanyak 100 µl digunakan sebagai blanko BSA. Sebanyak 5 ml reagen Bradford ditambahkan ke tiap tabung dan dikocok menggunakan alat vortex secara perlahan untuk menghindari terbentuknya busa. Campuran tersebut lalu diukur pada 595 nm terhadap blanko pereaksi. Pengukuran dilakukan pada rentang waktu 4 hingga 5 menit setelah pengocokan.

Pengukuran Konsentrasi Protein. Sebanyak 40 µl PMS yang sudah diencerkan dengan faktor 7.5 kali dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Akuades sebanyak 100 µl digunakan sebagai blanko BSA. Sebanyak 5 ml reagen Bradford ditambahkan ke tiap tabung dan dikocok menggunakan alat vortex secara perlahan untuk menghindari terbentuknya busa. Campuran tersebut lalu diukur pada 595 nm terhadap blanko pereaksi. Pengukuran dilakukan saat masih berada dalam rentang waktu 4 hingga 5 menit setelah pengocokan. Data absorbansi yang didapat dimasukkan kedalam kurva standar BSA dan dihitung konsentrasi proteinnya.

Pengukuran Konsentrasi Lipid Peroksida Hati (Okhawa et al. 1979)

Penentuan Panjang Gelombang Maksimal. Campuran reaksi terdiri atas 0.2 ml dari 8.1% (b/v) sodium lauril sulfat, 1.5 ml asam asetat 20% (v/v) pH 3.5, 1.5 ml asam tiobarbiturat 0.8% dalam air, dan 0.6 ml PMS. Campuran reaksi tersebut dibuat volumenya menjadi 4 ml dengan menambahkan air suling dan dipanaskan pada 95oC selama 60 menit. Setelah didinginkan dengan air mengalir, ditambahkan 1 ml air suling dan 5 ml campuran n-butanol dengan piridin (15:1) dan disentrifugasi pada 4000 rpm selama 10 menit. Lapisan organik lalu dikeluarkan dan absorbansinya diukur terhadap blanko. Panjang gelombang maksimal (λmax) yang didapat adalah 533 nm, sama seperti hasil yang didapat oleh

Emalia (2014). Perbedaan λmax oleh Ohkawa et al. (1979) kemungkinan karena

perbedaan kondisi dan kalibrasi spektrofotometer. Analisis konsentrasi MDA selanjutnya menggunakan panjang gelombang 533 nm.

Pembuatan Kurva Standar. Kurva standar MDA dibuat dengan menggunakan 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP), dengan asumsi 1 mol TMP akan terhidrolisis menjadi 1 mol MDA. Standar TMP (6 M) diencerkan menjadi 25 µM, 20 µM, 15 µM, 10 µM, 5 µM, dan 2.5 µM. Setiap standar TMP diambil disentrifugasi pada 4000 rpm selama 10 menit. Lapisan organik lalu dikeluarkan dan absorbansinya diukur terhadap blanko pada panjang gelombang 533 nm. Data absorbansi selanjutnya dibuat kurva standar MDA.

(15)

5 menambahkan air suling dan dipanaskan pada 95oC selama 60 menit. Setelah didinginkan dengan air mengalir, ditambahkan 1 ml air suling dan 5 ml campuran n-butanol dengan piridin (15:1) dan disentrifugasi pada 4000 rpm selama 10 menit. Lapisan organik lalu dikeluarkan dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 533 nm.

Uji Aktivitas Superoksida Dismutase di Hati (Modifikasi Siburian 2011)

Pengukuran aktivitas SOD menggunakan prinsip inibisi autoksidasi pirogalol oleh SOD. Pirogalol mengalami autoksidasi yang melibatkan radikal superoksida (·O2-) pada kondisi basa. Keberadaan SOD akan menghambat reaksi

autoksidasi karena adanya dismutasi ·O2-. Satu unit aktivitas SOD didefinisikan

sebagai jumah enzim yang dibutuhkan untuk menghambat 50% autooksidasi pirogalol dalam 3 ml campuran pereaksi (Nandi dan Chatterjee 1988). Nilai pH dapar yang digunakan saat pengukuran ditingkatkan menjadi 8.5 untuk meningkatkan sensitivitasnya (Nandi dan Chatterjee 1988).

Pembuatan Grafik Laju Autoksidasi Pirogalol. Sebanyak 200 µl pirogalol 10 mM dicampurkan dengan 2725 µl dapar Tris-HCl 50 mM (pH 8.5) yang mengandung 11 mM EDTA, kemudian ditambahkan 75 µl dapar homogenasi sebagai blanko SOD. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm setiap 10 detik selama 10 menit. Grafik laju autoksidasi pirogalol digunakan sebagai standar pada penentuan inhibisi autoksidasi pirogalol oleh SOD.

Analisis Aktivitas SOD pada Hati. Sebanyak 200 µl pirogalol 10 mM dicampurkan dengan 2725 µl dapar Tris-HCl 50 mM (pH 8.5) yang mengandung 1 mM EDTA, kemudian dilakukan penambahan 75 µl PMS. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm setiap 20 detik selama 10 menit. Penentuan besar inhibisi autooksidasi pirogalol oleh SOD ditentukan berdasarkan pengurangan luas bawah kurva autooksidasi pirogalol.

Prosedur Analisis Data

Analisis statistik terhadap kadar MDA dan aktivitas superoksida dismutase menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yaitu uji analysis of varian (ANOVA) dan uji lanjut uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Seluruh data tersebut dianalisis dengan program perangkat lunak SPSS.

HASIL

Rendemen Ekstrak dan Aktivitas Antioksidan in Vitro

Ekstraksi benalu campuran dengan perebusan oleh etanol 30% selama 10 menit menghasilkan rendemen sebesar 12.25%. Nilai IC50 ekstrak benalu

campuran yang didapat sebesar 12.12 ppm, sedangkan IC50 kuersetin sebesar 1.98

ppm (Tabel 1). Semakin kecil nilai IC50 suatu bahan, semakin besar

(16)

6

Tabel 1 Nilai IC50 ekstrak benalu campuran dan kuersetin

Jenis sampel Nilai IC50 (ppm)

Ekstrak benalu campuran 12.12

Kuersetin 1.98

Bobot Badan Tikus selama Masa Adaptasi dan Percobaan

Perilaku tikus selama percobaan menunjukkan perilaku normal. Tikus mengalami masa adaptasi selama 10 hari untuk menyesuaikan dengan kondisi kandang. Diawal masa adaptasi, bobot badan tikus rata-rata tiap kelompok berbeda. Selama masa adaptasi, bobot badan tikus mengalami peningkatan tajam sehingga rata-rata bobot badan di awal masa perlakuan relatif sama (Gambar 1). Pada saat perlakuan, bobot badan tetap naik kecuali kelompok parasetamol dan Curliv-plus. Kedua kelompok tersebut mengalami penurunan bobot badan pada penimbangan hari ke-7. Penimbangan hari ke-15 menunjukkan terjadi peningkatan bobot badan tikus pada semua kelompok. Kelompok normal menunjukkan peningkatan bobot badan paling besar dibandingkan semua kelompok. Kelompok ekstrak 100 mg/kg BB, ekstrak 500 mg/kg BB, dan parasetamol 640 mg/kg BB, tetap mengalami peningkatan baik pada pengukuran hari ke-7 maupun ke-15. Kelompok Ekstrak 250 mg/kg BB dan Curliv-plus 83 mg/kg BB mengalami peningkatan kembali pada pengukuran hari ke-15.

Gambar 1 Kurva perubahan bobot badan tikus selama masa adaptasi dan percobaan.

Peroksidasi Lipid Hati Tikus

Pengujian statistik (α = 0.05) menunjukkan konsentrasi MDA hati semua kelompok hewan coba pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan hewan normal. Ini berarti perlakuan parasetamol dosis 640 mg/kg BB selama 16 hari tidak menginduksi stres oksidatif di jaringan hati. Rata-rata konsentrasi MDA per gram hati kelompok normal pada penelitian ini adalah 59.51±2.32 nmol/g (Tabel 2). Perlakuan parasetamol hanya meningkatkan konsentrasi MDA sebesar 12.9%, dan tidak berbeda nyata dengan kelompok normal. Pemberian ekstrak benalu teh pada semua dosis juga tidak memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan konsentrasi MDA di hati.

120 140 160 180 200 220

-10 -3 0 7 15

Normal

PCM

Ekstrak 100 mg/kg BB

Ekstrak 250 mg/kg BB

Ekstrak 500 mg/kg BB

(17)

7 Tabel 2 Konsentrasi MDA hati pada berbagai kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan Konsentrasi MDA (nmol/gram jaringan)

Normal 59.51±2.32a

Parasetamol 67.21±11.10 a

Ekstrak 100 mg/kg BB 66.54±5.93 a

Ekstrak 250 mg/kg BB 65.16±8.44 a

Ekstrak 500 mg/kg BB 64.45±9.70 a

Curliv-plus 68.82±5.82 a

Keterangan : tanda yang sama menunjukkan hasil uji statistik tidak berbeda nyata pada α=0.05

Aktivitas Superoksida Dismutase Hati

Pengukuran terhadap aktivitas SOD dilakukan dengan membandingkan laju autooksidasi tanpa SOD dengan autooksidasi yang dihambat SOD. Jika dilihat kemiringan kurva antara waktu reaksi dan absorbansinya (Gambar 2), terlihat penambahan homogenat hati tikus menurunkan laju autooksidasi pirogalol (kemiringan kurva berkurang). Hal ini menunjukkan bahwa homogenat hati yang digunakan pada penelitian ini masih mengandung SOD yang aktif. Pada Gambar 2 juga bisa diamati perbedaan absorbansi awal antara sampel autooksidasi pirogalol standar dan sampel autooksidasi pirogalol yang ditambah homogenat hati.

(18)

8

Gambar 3 Aktivitas SOD hati pada berbagai kelompok perlakuan. Keterangan: tanda yang sama menunjukkan hasil uji statistik tidak berbeda nyata pada α=0.05

PEMBAHASAN

Ekstraksi dan Aktivitas Antioksidan in Vitro

Benalu teh adalah tanaman gulma parasit yang termasuk dalam suku Lorantaceae, dan biasa digunakan dalam ramuan obat tradisional untuk batuk, kanker, diuretik, peghilang nyeri, dan perawatan sesudah melahirkan. Penggunaan benalu teh secara tradisional umumnya menggunaan 2 atau lebih spesies yang menyerang tanaman teh. Hasil temuan saat pencarian di lapangan mengungkapkan bahwa ada 4 jenis benalu yang tumbuh pada pohon teh dengan proporsi yang berbeda-beda antar spesies. Keempat spesises benalu tersebut adalah Scurrula oortiana, Scurrula parasitica, Macrosolen cochinchinensis, dan Lepeostegeres gemmiflorus. Benalu campuran digunakan pada penelitian ini untuk menyesuaikan penggunaan benalu teh secara tradisional sehingga diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih baik terkait penggunaannya di masyarakat.

Hasil ekstraksi benalu campuran pada penelitian ini menghasilkan rendemen yang lebih besar dibanding dengan hasil penelitian Rahmawati dan Hayashi (2012) yaitu rendemen lebih kecil dari 7%. Hal ini kemungkinan karena perbedaan ulangan pada ekstraksinya. Penelitian ini menggunakan 2 kali ulangan, sedangkan penelitian Rahmawati dan Hayashi (2012) hanya menggunakan 1 kali pengulangan. Penggantian pelarut dengan pengulangan merupakan cara yang efektif dalam mengekstrak suatu bahan agar hasil ekstraksi maksimal. Penelitian ini menggunakan pelarut yang mengandung etanol untuk mengekstrak senyawa antioksidan pada benalu campuran. Pelarut yang mengandung etanol sering digunakan untuk mengekstrak senyawa fenolik dari bahan alam. Umumnya, campuran alkohol dan air akan lebih efisien dalam mengekstrak senyawa fenolik dibanding ekstraksi dengan pelarut tunggal (Yilmaz dan Toledo 2006).

Penelitian ini menggunakan ekstrak benalu teh yang diekstraksi menggunakan pelarut, suhu, dan waktu yang disarankan oleh Rahmawati dan Hayashi (2012). Penapisan fitokimia oleh Emalia (2014) menunjukkan bahwa ekstrak benalu campuran mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, fenol, tanin, dan triterpenoid. Analisis kimia ekstrak benalu teh (Scurrula atropurpurea) yang diekstraksi oleh Rahmawati dan Hayashi (2012) menunjukkan bahwa rutin

1.590±0.220a

(19)

9 merupakan senyawa flavonoid terbesar (0.026% (b/b)), dilanjutkan oleh kuersetin 4-glukosida (0.003 % (b/b)). Benalu campuran pada penelitian ini kemungkinan juga mengandung rutin dan kuersetin 4-glukosida karena berasal dari suku yang sama dan menginfeksi inang yang sama. Senyawa flavonoid, khususnya rutin dan kuersetin 4-glukosida, kemungkinan memberikan sumbangan terbesar dalam aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran. Menurut Ohashi et al. (2003), ekstrak benalu teh spesies Scurulla atropurpurea BL. Danser mengandung 16 kelompok senyawa bioaktif yang terdiri atas enam asam lemak, dua santin, dua senyawa glikosida flavonol, satu senyawa glikosida monoterpen, satu senyawa glikosida lignan, dan empat senyawa flavon.

Penelitian ini diawali dengan mengukur aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran secara in vitro dengan metode DPPH. Metode DPPH banyak digunakan sebagai uji awal dalam melihat potensi aktivitas antioksidan suatu bahan karena relatif mudah, cepat, dan murah (Molyneux 2003). Metode ini menggunakan radikal DPPH yang stabil sebagai model radikal bebas. Aktivitas antioksidan suatu bahan dilihat dari kemampuannya dalam meredam radikal DPPH menjadi bentuk tidak radikal (Gambar 4), dan dimonitor melalui absorbansinya. Pengamatan pada λ517 menunjukkan bahwa absorbansi yang teramati terus

menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi ekstrak maupun kuersetin. Hal ini membuktikan bahwa baik ekstrak maupun kuersetin mempu meredam radikal DPPH menjadi bentuk tidak radikal. Aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran pada penelitian ini sekitar seperenam dari aktivitas kuersetin, dan termasuk antioksidan kuat karena memiliki IC50 kurang dari 50 ppm (Shahidi

1997). Hasil ini sangat bagus mengingat bahwa ekstrak benalu campuran yang digunakan merupakan ekstrak kasar dibanding kuersetin yang merupakan senyawa murni. Sebagai perbandingan, ekstrak antioksidan kulit buah manggis memiliki IC50 sebesar 11.08 ppm (Miryanti et al. 2011) dan ekstrak kulit kayu

mahoni sebesar 9.62 ppm (Rosiyana 2012).

Gambar 4 Perubahan difenil-2-pikrilhidarzil (senyawa radikal) menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazina (senyawa non radikal) oleh antioksidan (diadaptasi dari Molineux 2003).

Bobot Badan Tikus selama Masa Adaptasi dan Percobaan

(20)

10

awal masa adaptasi. Penggunaan tikus SD pada penelitian ini karena mudah didapat dan banyak digunakan pada penelitian terkait model hati manusia. Sebelum masa perlakuan, dilakukan adaptasi hewan coba pada lingkungan selama 10 hari agar hewan coba bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan meningkatkan BB tikus.

Perilaku tikus selama percobaan menunjukkan perilaku normal. Hal ini menunjukkan tikus dalam kondisi tidak tertekan dan sehat. Semua kelompok percobaan mengalami kenaikan BB pada penimbangan di masa adaptasi (hari -10. -3, dan 0 perlakuan). Hal ini menunjukkan bahwa tikus sehat dan bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru, ditunjukkan dengan peningkatan BB. Pada penimbangan hari ke-7 percobaan, peningkatan BB tetap terjadi, kecuali kelompok parasetamol dan Curliv-plus. Peningkatan BB pada hari ke-7 cenderung lebih kecil dibandingkan di awal masa adaptasi. Hal ini kemungkinan karena tikus mengalami stres akibat perlakuan pencekokan. Penimbangan hari ke-15 menunjukkan terjadi peningkatan BB pada semua kelompok perlakuan, walaupun laju kenaikan BB tidak seperti kelompok normal. Peningkatan BB pada penimbangan hari ke-15 menunjukkan tikus mulai bisa beradaptasi terhadap kondisi pencekokan setiap harinya.

Peroksidasi Lipid Hati Tikus

Penilaian efektivitas strategi pertahanan tubuh seperti penggunaan suplemen antioksidan, bisa dilakukan dengan panduan pengukuran tingkat perlindungan antioksidan dan tingkat kerusakan oksidatif (Aldini et al. 2010, Yeum et al. 2010). Penandaan biologis dari kerusakan oksidatif bisa dikelompokkan menjadi metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung mengukur produk oksidasi biomolekul (lipid, protein, dan asam nukleat), dan metode tidak langsung mengukur status antioksidan tubuh, salah satunya SOD (Aldini et al. 2010).

Parasetamol adalah obat yang bebas beredar di masyarakat dan penggunaannya tidak bisa dikontrol. Penggunaan parasetamol pada penelitian ini mengikuti dosis yang digunakan untuk menciptakan gangguan fungsi hati (Haldar et al. 2011). Penggunaan parasetamol dosis 640 mg/kg BB diharapkan bisa meningkatkan konsentrasi MDA di hati untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran. Curliv-plus merupakan obat herbal terstandar untuk perlindungan hati. Penelitian ini menggunakan dosis Curliv-plus sebesar 83 mg/kg BB. Nilai ini didapat dari transformasi dosis Curliv-plus untuk pencegahan kerusakan hati dari manusia ke tikus berdasarkan luas permukaan tubuh (Reagan-Shaw et al. 2007).

Rancangan hewan coba pada penelitian ini menggunakan perumusan sederhana oleh Supranto (2000), yaitu:

Keterangan: t = banyaknya kelompok perlakuan r = jumlah ulangan.

(21)

11 (2007) sebesar 75.421±31.24 nmol/g. Pemberian parasetamol tidak meningkatkan konsentrasi MDA hati secara signifikan, namun profil MDA serum meningkat secara signifikan sebesar 27.6%. Dengan demikian, pemberian parasetamol dosis 640 mg/kg BB selama 16 hari dapat memberikan stres oksidatif di serum darah tikus (Emalia 2014). Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian ini belum dapat memberikan stres oksidatif pada hati tikus.

Hati merupakan organ metabolisme utama yang salah satu fungsinya adalah biotransformasi xenobiotik (Koolman dan Roehm 2005). Karena menjalankan berbagai fungsi, hati memiliki pertahanan yang cukup dalam bentuk antioksidan endogen. Antioksidan endogen di hati ada 2 jenis, yaitu senyawa antioksidan dan enzim antioksidan (Yeum et al. 2010). Senyawa antioksidan seluler meliputi vitamin C, vitamin E, dan glutation. Sedangkan, enzim-enzim antioksidan meliputi SOD, glutation peroksidase, dan katalase. Antioksidan dalam sel akan menentralisir radikal bebas, dan mencegah reaksi inisiasi peroksidasi lipid. Antioksidan endogen diperlukan oleh sel hati sebagai pertahanan untuk melakukan berbagai reaksi aktivasi xenobiotik berbahaya, seperti reaksi oleh enzim sitokrom P450. Hewan coba pada penelitian ini akan memetabolisme

sebagian parasetamol dengan enzim sitokrom P450 menjadi senyawa

N-asetil-p-benzoquinon imina (NAPKI) yang radikal. Ada kemungkinan bahwa senyawa antioksidan endogen di hati (glutation, vitamin E dan C) masih mampu menahan peroksidasi lipid yang diakibatkan oleh NAPKI. Namun, pemberian parasetamol cenderung meningkatkan konsentrasi MDA di serum dengan porsi yang lebih besar sehingga lebih menunjukkan efek pemberian parasetamol dalam menginduksi stres oksidatif (Emalia 2014).

Kelompok ekstrak memiliki konsentrasi MDA hati sedikit lebih rendah dibanding kelompok parasetamol. Walaupun perbedaannya sedikit, data ini menunjukkan ekstrak benalu campuran bersifat sebagai antioksidan karena mampu mengurangi peroksidasi lipid di hati seiring dengan peningkatan dosis ekstrak yang diberikan hingga 500 mg/kg BB, namun tidak serendah kelompok normal. Walaupun demikian, konsentrasi MDA serum menurun signifikan pada dosis 250 mg/kg BB (Emalia 2014). Dengan demikian, senyawa-senyawa antioksidan dalam benalu campuran kemungkinan berperan dalam menghambat peroksidasi lipid yang disebabkan oleh NAPKI jika dilihat pada serum, namun tidak pada jaringan hati.

Aktivitas Superoksida Dismutase Hati Tikus

(22)

12

Salah satu penanda biologis untuk perlindungan antioksidan secara enzimatik adalah superoksida dismutase (Ichi dan Kojo 2010). Superoksida dismutase (SOD, EC 1.15.1.1) adalah enzim yang mengkatalisis reaksi dismutasi dari superoksida menjadi oksigen dan hidrogen peroksida. Superoksida merupakan salah satu ROS utama dalam sel, dan dapat dihasilkan pada rantai respirasi seluler serta obat-obatan penghasil superoksida. Ada tiga bentuk SOD pada semua mamalia, temasuk manusia, dan sebagian besar kordata. SOD1 terletak di sitoplasma, SOD2 pada mitokondria, dan SOD3 pada daerah ekstraselular. SOD1 dan SOD3 mengandung tembaga dan seng (Cu-ZnSOD), sedangkan SOD2 (enzim mitokondria), mengandung mangan dalam sisi aktifnya (MnSOD) (Miyamoto et al. 2010). Penelitian ini menganalisis aktivitas Cu-ZnSOD dengan menggunakan post mitochondrial supernatant (PMS) sebagai sampel.

Aktivitas SOD pada PMS bisa dilihat dari kemiringan kurva antara waktu reaksi dan absorbansinya. Penambahan PMS, baik milik kelompok normal maupun parasetamol, cenderung menurunkan kemiringan kurva laju reaksi. Hal ini membuktikan bahwa PMS yang digunakan pada penelitian ini masih memiliki SOD yang aktif. Autooksidasi pirogalol pada pH basa merupakan reaksi yang melibatkan O2- (Marklund dan Marklun 1974). Keberadaan SOD pada autooksidasi pirogalol akan mengurangi jumlah O2- yang terlibat dalam reaksi sehingga laju reaksi menurun. Perbedaan absorbansi awal pada campuran reaksi autooksidasi pirogalol standar dan yang ditambahkan PMS merupakan akibat kekeruhan yang ditimbulkan oleh PMS pada campuran reaksi. Penambahan PMS meningkatkan kekeruhan pada campuran reaksi sehingga absorbansi awal pengukuran laju autooksidasi pirogalol yang ditambahkan PMS lebih tinggi dibanding autooksidasi pirogalol standar.

Aktivitas SOD tikus normal pada penelitian ini jauh lebih kecil dari penelitian Nandi dan Chatterjee (1988) yang melaporkan aktivitas SOD hati tikus albino sebesar 23.90±1.35 U/mg protein. Penelitian lain melaporkan aktivitas SOD hati tikus Wistar normal kurang dari 5 U/mg protein (Rasool et al. 2011). Aktivitas SOD yang paling tinggi didapatkan pada kelompok normal, sedangkan aktivitas SOD paling rendah didapatkan pada kelompok parasetamol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian parasetamol menurunkan kapasitas antioksidan endogen di hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak benalu campuran menurunkan efek pengurangan aktivitas SOD hati akibat parasetamol. Pemberian Curliv-plus dosis 83 mg/kg BB juga menurunkan efek pengurangan aktivitas SOD akibat pemberian parasetamol.

Aktivitas SOD pada penelitian ini tidak berbeda nyata secara statistik (α=0.05) pada semua kelompok hewan coba, walaupun jumlah hewan coba sudah berdasarkan perumusan sederhana oleh Supranto (2000). Hal ini kemungkinan karena besarnya variabilitas tiap individu pada jumlah SOD hati dan pengaruh pemberian parasetamol. Untuk mengatasi hal ini, beberapa penelitian serupa menggunakan hewan coba yang lebih besar dari penghitungan hewan minimal agar meminimalisir efek variabilitas individu (Nandi dan Chatterjee 1988, Haldar et al. 2010, Rasool et al. 2011, Noh et al. 2013).

(23)

13 konsentrasi pirogalol sebesar 0.67 mM, sedangkan pada penelitian Nandi dan Chatterjee (1988) sebesar 0.13 mM. Ada kemungkinan bahwa dapar yang digunakan memiliki pH lebih rendah dari 8.5 akibat kesalahan pH-meter sehingga konsentrasi pirogalol harus ditingkatkan agar tetap memiliki laju autoksidasi yang diinginkan. Laju autoksidasi pirogalol sangat tergantung pada pH dan akan menurun dengan faktor 2 jika nilai pH turun 0.3, begitupun sebaliknya (Marklund dan Marklund 1974). Pembacaan aktivitas SOD yang rendah kemungkinan juga diakibatkan menurunnya sensitivitas pengukuran akibat konsentrasi pirogalol yang ditingkatkan dan penggunaan dapar tris-HCl. Peningkatan konsentrasi pirogalol menurunkan sensitivitas pengukuran dengan faktor 3.3 pada konsentrasi 0.5 mM dibanding menggunakan konsentrasi 0.2 mM, dan penggunaan dapar tris-HCl juga akan menurunkan sensitivitas pengukuran hingga 30% dibanding menggunakan dapar tris-kakodilat (Marklund dan Marklund 1974).

Beberapa penelitian yang menggunakan parasetamol dosis toksik menunjukkan penurunan aktivitas SOD di hati hewan model (Rasool et al. 2011, Haldar et al. 2010). Penurunan aktivitas SOD ini kemungkinan disebabkan oleh deaktivasi enzim-enzim antioksidan, termasuk SOD, oleh NAPKI yang dihasilkan oleh metabolisme parasetamol (Knight et al. 2001). NAPKI akan berikatan kovalen dengan protein dan merusak fungsi dari protein yang diikatnya, termasuk SOD. Selain perusakan SOD secara langsung oleh NAPKI, SOD juga dideaktivasi oleh radikal bebas lainnya akibat kondisi stres oksidatif pada sel.

Keterkaitan Aktivitas in Vitro dan in Vivo

Semua bahan yang bisa mencegah oksidasi disebut antioksidan. Definisi ini relatif sederhana, namun hal ini sangat sulit dinilai jika suatu bahan memiliki aktivitas antioksidan, khususnya secara in vivo (Yeum et al. 2010). Suatu bahan bisa saja memiliki aktivitas antioksidan secara in vitro, namun aktivitasnya secara in vivo ada kemungkinan tidak terlihat. Salah satu tujuan penelitian ini adalah mencari kemungkinan efek ekstrak benalu teh terhadap kesehatan. Untuk tujuan ini, penelitian in vivo lebih dipercaya karena lebih mencerminkan kondisi aktual dalam tubuh. Pengujian secara in vitro banyak digunakan untuk mencari potensi dan membandingkan antioksidan dari beberapa sumber. Namun, uji secara in vitro tidak berkorelasi langsung dengan aktivitas antioksidannya secara in vivo karena tidak mencerminkan kondisi fisiologis dalam sel (Mermelstein 2008).

Peroksidasi lipid banyak digunakan sebagai indikator dalam menentukan tingkat stres oksidatif sel. Kejadian ini melibatkan propagasi radikal peroksida pada membran sel yang diinisiasi oleh radikal bebas lainnya dalam sel (Ichi dan Kojo 2010). Pengujian aktivitas antioksidan suatu bahan dinilai dari kemampuannya dalam meredam efek radikal bebas dalam tubuh. Penelitian ini menggunakan parasetamol sebagai agen penginduksi stres oksidatif, walaupun hasilnya kurang signifikan dalam meningkatkan konsentrasi MDA di hati. Perlakuan ekstrak benalu campuran pada semua dosis tidak berhasil menurunkan tingkat peroksidasi lipid secara signifikan dibanding kelompok parasetamol, namun secara rata-rata masih lebih rendah.

(24)

14

dalam penelitian ini membuat aktivitas SOD menurun. Hal ini karena radikal bebas yang dihasilkan dari metabolisme parasetamol menginaktifkan SOD dengan mengikatnya secara kovalen. Perlakuan ekstrak benalu campuran pada hewan coba di semua dosis telah berhasil meningkatkan aktivitas SOD pada hati. Hal ini kemungkinan karena ekstrak benalu campuran memiliki aktivitas antioksidan secara in vivo, yang bekerja mengurangi jumlah radikal bebas dalam sel sebelum membuat kerusakan pada protein lebih lanjut.

Aktivitas antioksidan ekstrak benalu campuran yang diuji dengan metode DPPH kemungkinan sebagian besarnya disebabkan karena adanya senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid utama yang ada adalah rutin dan kuersetin 4-glikosida (Rahmawati dan Hayashi 2012). Aktivitas antioksidan in vivo ekstrak benalu campuran kemungkinan juga disebabkan oleh senyawa yang sama. Kedua flavonoid tersebut bisa diserap dengan baik di saluran pencernaan dan memberikan kontribusi dalam tubuh untuk melawan radikal bebas. Senyawa rutin dan kuersetin 4-glikosida harus dihidrolisis oleh mikroflora usus sehingga menjadi bentuk yang bisa diserap (Wiczkowski dan Piskuta 2004). Karena harus dihidrolisis, senyawa rutin dan kuersetin 4-glikosida akan diserap secara perlahan dan mempertahankan keberadaan turunannya dalam plasma darah sampai periode perlakuan hari selanjutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Ekstrak benalu campuran memiliki aktivitas antioksidan kuat secara in vitro, namun secara in vivo hanya memperbaiki aktivitas superoksida dismutase dan tidak menghambat peroksidasi lipid.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Aldini G, Yeum KJ, Niki E, Russell RM. 2010. Biomarkers for Antioxidant Defense and Oxidative Damage: Principles and Practical Aplication. Singapura (SG): Blackwell Pub.

Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem. 72: 1976.

Christian. 2007. Khasiat antioksidan ekstrak pare: kajian in vivo pada tikus hiperglikemia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dotan Y, Lichtenberg D, Pinchuk I. 2004. Lipid peroxidation cannot be used as a universal criterion of oxidative stress. Progress in Lipid Research. 43: 200-227.

Duthie SJ, Ma A, Ross MA, Collins AR. 1996. Antioxidant suplementation decreases oxidative DNA damage in human lymphocytes. Cancer Research. 56: 1291-1295.

Emalia D. 2014. Aktivitas ekstrak benalu teh sebagai hepatoprotektor pada tikus galur sprague dawley [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Falah S, Suzuki T, Katayama T. 2008. Chemical constituents from Swietenia

macrophylla bark and antioxidant activity. Pakistan J Biol Sci. 11(16): 2007-2012.

Frei B, Higdon JV. 2003. Antioxidant activity of tea polyphenols in vivo: evidence from animal studies [makalah]. Disampaikan dalam: The Third International Scientific and Human Health: Role of Flavonoid in Diet; 2002 Sep 23; United States of America.

Haldar PK, Adhikari S, Bera S, Bhattacharya S, Panda SP, Kandar CC. 2011. Hepatoprotective efficacy of Swietenia mahagoni L. Jacq. (Meliaceae) bark against paracetamol-induced hepatic damage in rats. Indian J Pharm Edu Resc. 45(2): 106-113.

Hamid AA, Aiyelaagbe OO, Usman LA, Ameen OM, Lawal A. 2010. Antioxidant: its medicinal and pharmacological applications. Afric J Pure App Chem. 4(8): 142-151.

Ichi I, Kojo S. 2010. Antioxidant as biomarkers of oxidative stress. Dalam: Aldini G, Yeum KJ, Niki E, Russell RM, editor. Biomarkers for Antioxidant Defense and Oxidative Damage: Principles and Practical Applications. Singapura (SG). Blackwell Pub. hlm 35-49.

Ikawati M, Wibowo AE, Octa-U NS, Adelina R. 2008. Pemanfaatan Benalu Teh Sebagai Agen Anti Kanker. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Knight TR, Kurtz A, Bajt ML, Hinson JA, Jaeschke H. 2001. Vascular and

hepatocellular peroxynitrite formation during acetaminophen toxicity. Toxicol Sci. 62(2001): 212-220.

Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry, 2nd edition, revised and enlarged. Stuttgart (DE): Thieme.

(26)

16

Marklund S, Marklund G. 1974. Involvement of the superoxide anion radical in the autooxidation of pyrogallol and a convenient assay for superoxide dismutase. Eur J Biochem. 47: 469-474.

Mermelstein NH. 2008. Determining antioxidant activity. Food Technology Magazine, Edisi November 2008. Hal 63-66.

Miryanti YIPA, Sapei L, Budiono K, Stephen I. 2011. Ekstraksi Antioksidan dari Kulit Buah Manggis [laporan penelitian]. Bandung (ID): LPPM Universitas Katolik Parahyangan.

Miyamoto S, Aori H, Terao I. 2010. Enzymatic antioxidant defenses. Dalam: Aldini G, Yeum KJ, Niki E, Russell RM, editor. Biomarkers for Antioxidant Defense and Oxidative Damage: Principles and Practical Applications. Singapura (SG). Blackwell Pub. hlm 35-49.

Molyneux P. 2003. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity.

Murwani R. 2003. Indonesian tea mistletoe (Scurulla oortiana) stem extract increases tumour cell sensitivity to tumour necrosisfactor alpha (TNFα). Phytother Res. 17: 407-409.

Nandi A, Chatterjee IB. 1988. Assay of superoxide dismutase activity in animal tissue. J Biosci. 13(3): 305-315.

Noh JR, Kim YH, Hwang JH, Gang Gil-Tae, Kim KS, Lee IK, Yun BS, Lee CH. 2013. Davallialactone protects against acetaminophen overdose-induced liver injuries in mice. Food Chem Toxicol. 58: 14-21.

Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi. 2000. Daya hambat benalu teh (Scurulla atropurpurea Bl. Danser) terhadap proliferasi sel tumor kalenjar susu mencit (Mus Musculus L) C3H. Cermin Dunia Kedokteran. 127: 15-17. Ohashi K, Winarno H, Mukai M, Inoue M, Prana MS, Simanjuntak P, Shibuya H.

2003. Indonesian Medicinal Plants. XXV. Cancer cell invasion inhibitory effects of chemical constituents in the parasitic plant Scurulla atropurpurea (Loranthaceae). Chem Pharm Bull. 51: 342-345.

Okhawa H, Ohishi N, Yagi K. 1979. Assay for lipid peroxides in animal tisssues by thiobarbituric acid reaction. Anal Biochem. 95: 351-358.

Percival M. 1998. Antioxidant. Clinical Nutritional Insight. Advance Nutrition Insights.

Pitojo S. 1996. Benalu Holtikultura: Pengendalian dan Pemanfaatan. Ungaran (ID): Trubus Agriwidya.

Rahmawati SI, Hayashi N. 2012. The effect of batch reactor extraction on antioxidant activity from Scurulla atropurpurea. Am J App Sci. 9(3): 337-342.

Rasool SN, Jahererunnisa S, Jayaveera KN, Suresh KC. 2011. In vitro callus induction and in vivo antioxidant activity of Passiflora foetida L. leaves. Intl J App Res Nat Prod. 4 (1): 1-10.

Reagan-Shaw S, Nihal M, Ahmad N. 2007. Dose translation from animal to human studies revisited. FASEB J. 22: 659-661.

(27)

17 Samsi M. 2007. Ekstrak benalu teh (Scurulla oortiana) sebagai imunomodulator dan antitumor infeksi marek’s disease virus (MDV) serotipa 1 onkogenik pada ayam [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shahidi F. 1997. Natural Antioxidant: Chemistry, Health Effects, and Applications. USA: AOCS Pr.

Siburian M. 2011. Aktivitas antioksidan superoksida dismutase pada hati tikus hiperkolesterolemia yang diberi ekstrak kulit mahoni (Swietenia macrophylla) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Supranto J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Vernanda RY. 2010. Potensi teh herbal lempuyang gajah (Zingiber zerumbet L.) sebagai antioksidan pada tikus sprague-dawley hiperkolesterolemia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wiczkowski W, Piskuta MK. 2004. Food flavonoids. Pol J Food Nutr Sci. 13(54): 101-114.

Yeum KJ, Robert M, Russellan, Aldini G. 2010. Antioxidant activity and oxidative stress: an overview. Dalam: Aldini G, Yeum KJ, Niki E, Russell RM, editor. Biomarkers for Antioxidant Defense and Oxidative Damage: Principles and Practical Applications. Singapura (SG). Blackwell Pub. hlm 3-19.

(28)

18

Lampiran 1 Gambaran umum penelitian

Lampiran 2 Perhitungan rendemen ekstraksi benalu campuran Berat benalu campuran kering = 1500 gram

Berat ekstrak yang didapat = 183.70 gram

Ekstrak etanol 30%

benalu campuran

Uji aktivitas antioksidan in vitro

Uji aktivitas antioksidan in vivo

Pengukuran tingkat peroksidasi lipid Pengukuran aktivitas

superoksida dismutase

Simplisia benalu teh

Pengukuran kadar protein hati Perancangan Percobaan: Kelompok I : Akuades

Kelompok II : Parasetamol 640 mg/kg BB

Kelompok III : Parasetamol 640 mg/kg BB + Ekstrak 100 mg/kg BB

Kelompok IV : Parasetamol 640 mg/kg BB + Ekstrak 250 mg/kg BB

Kelompok V : Parasetamol 640 mg/kg BB + Ekstrak 500 mg/kg BB

Kelompok VI : Parasetamol 640 mg/kg BB + Curliv-plus 83 mg/kg BB

(29)

19 Lampiran 3 Perhitungan aktivitas antioksidan in vitro ekstrak benalu campuran

[Ekstrak] (ppm) Inhibisi (%)

Perhitungan IC50 ekstrak benalu campuran:

(30)

20

Lampiran 4 Penapisan panjang gelombang maksimal kompleks warna MDA- TBA

Lampiran 5 Kurva standar TMP

Lampiran 6 Data pengukuran kandungan MDA sampel PMS hati hewan coba

Kelompok Normal Parasetamol Ekstrak 100

mg

Ekstrak 250 mg

Ekstrak 500

mg Curliv-plus

[MDA] nmol/g

56.84 56.37 60.17 64.45 59.70 53.99 67.30 59.70 60.17 94.87 76.81 71.10 64.92 63.50 56.37 54.94 82.03 64.45 59.22 72.53 53.52 80.61 59.22 56.37 64.45 80.61 71.58 60.17 67.30

Rataan 59.51 67.21 66.54 65.16 64.45 68.82

Std. Dev 2.32 11.10 5.93 8.44 9.70 5.82

Contoh perhitungan kadar MDA hari (Hewan no. 1):

Absorbansi sampel = 0.120

Persamaan kurva TMP : Absorbansi = 0.02104·[MDA] – 0.0004 [MDA] sampel = Absorbansi + 0.0004 = 0.12 + 0.0004 = 5.6844 µM

0.02104 0.02104 Gram jaringan : Volum PMS = 1 : 10

[MDA] sampel = 5.6844 µmol × 1000 nmol × 1 liter PMS = 56.84 nmol/g 1 liter PMS 1 µmol 100 gram jaringan

y = 0.02104x - 0.0004 R² = 0.9977

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

2.5 µM 5 µM 10 µM 15 µM 20 µM 25 µM

Abs

o

rba

ns

i

λ533

nm

[MDA]

(31)

21 Lampiran 7 Pencarian konsentrasi pirogalol terbaik untuk uji aktivitas SOD

Lampiran 8 Kurva autoksidasi pirogalol standar saat pengukuran aktivitas SOD

Lampiran 9 Perbanding rata-rata kemiringan kurva autooksidasi pirogalol di

setiap dosis perlakuan.

 Kelompok Normal vs. Parasetamol vs. Ekstrak 100 mg/kg BB

(32)

22

 Kelompok Normal vs. Parasetamol vs. Ekstrak 250 mg/kg BB

 Perbandingan kemiringan kurva autooksidasi kelompok Normal vs. Parasetamol vs. Ekstrak 500 mg/kg BB

(33)

23

(34)

24

Contoh perhitungan aktivitas SOD:

Penentuan Volum PMS no. 19 setara 1 Unit PMS:

 Persamaan Inhibisi PMS no.19* terhadap volumnya: (*)PMS no. 19 dijadikan standar SOD karena memiliki % Inhibisi terbesar.

 Satu Unit SOD didefinisikan sebagai jumlah SOD yang diperlukan untuk menghambat 50% autooksidasi pirogalol (1 U = 50% Inhibisi).

 Untuk sampel no. 19, 1 U = 50% = 0.72608 · VPMS + 0.9642

VPMS = 50 – 0.9642 = 67.53 µl

0.72608

Normalisasi Inhibisi dengan Kondisi Percobaan Sampel no. 19:

 % Inhibisi ternormalkan = % Inhibisi no. 19 akhir × % Inhibisi sampel % Inhibisi no. 19 awal

 Contoh sampel no. 1

% Inhibisi ternormalkan = 55.36579% × 44.95769% = 42.9834% 57.90882%

Perhitungan Aktivitas SOD (contoh sampel no. 1):

 Vol. PMS setara 1 Unit SOD = % Inhibisi no.19 × Vol. PMS 1 Unit no. 19 % Inhibisi no.1

= 55.36579% × 67.53 µl = 86.99004 µl 42.9834%

 Aktivitas SOD (Unit/liter) = 16 µl/liter = 11495.57 U/l 86.99004 µl

 Aktivitas SOD (Unit/mg protein) = Aktivitas SOD (U/l) [Protein] (mg/l)

= 11495.57 U/l = 1.7558 U/mg protein 6547.27 mg/l

Lampiran 12 Kurva standar BSA

y = 0.2031x + 0.0684 R² = 0.9986

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

20 µg 40 µg 60 µg 80 µg 100 µg

A595

Jumlah Protein

Standar BSA

Linear (Standar BSA)

(35)

30 Lampiran 13 Aktivitas SOD PMS hati hewan coba

Kode Aktivitas SOD (U/L PMS)

[Protein] (mg/L PMS)

Aktivitas SOD

(U/mg protein) Rataan Std. Dev.

1 11496 6547 1.756 1.590 0.220

2 7853 4036 1.946

3 11330 7120 1.591

4 6860 6603 1.039

5 8018 4959 1.617

6 9840 5624 1.750 1.392 0.255

7 9509 7914 1.202

8 10005 6215 1.610

9 6528 6917 0.944

10 11330 7787 1.455

11 8846 9612 0.920 1.156 0.123

12 10668 8209 1.300

13 9840 7526 1.307

14 8846 7581 1.167

15 9509 8763 1.085

16 6694 5735 1.167 1.469 0.209

17 7522 6030 1.247

18 11330 7304 1.551

19 14807 8984 1.648

20 9509 5495 1.730

21 9509 6677 1.424 1.438 0.379

22 6363 9169 0.694

23 11496 6953 1.653

25 9674 4886 1.980

26 6694 5661 1.182 1.354 0.293

27 5535 6178 0.896

28 9840 5218 1.886

29 9840 6326 1.555

30 8681 6935 1.252

(36)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1992, dan merupakan putra pertama dari Bapak Drs. Yadam dan Ibu Dra. Indrawati. Penulis menempuh pendidikan menengah di SMA Negeri 9 Tangerang (2006-2009). Penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Departemen Biokimia, FMIPA, IPB, melalui jalur masuk USMI pada tahun 2009.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) tahun 2011, Sekretaris Asrama Sylvalestari (2011), Ketua CREBs (2012), co-founder Asrama Sylvapinus IPB dan Koordinator Divisi PSDM Asrama Sylvapinus (2012), serta Staf Divisi Olahraga dan Seni Asrama Sylvapinus (2013). Kepanitiaan yang pernah penulis ikuti adalah Staf Divisi Medis pada Spirit FMIPA 2011, Koordinator Divisi Medis Masa Perkenalan FMIPA dan Departemen Biokimia tahun 2011, Koordinator Divisi Logstran LKIP 2011, Sekretaris pada Bogor Green Sounds for The Earth (BGSE) tahun 2013, dan Fasilitator pada Kemah Hijau Kementrian Lingkungan Hidup (2013). Penulis juga aktif sebagai volunteer di beberapa kegiatan di DeTara Foudation pada tahun 2013 hingga 2014.

Pada bidang akademik, penulis pernah aktif menjadi Tutor pada kegiatan Tutor Sebaya oleh BPA IPB tahun 2010, pemateri pada Stadium Generale oleh CREBs tahun 2012, Asisten Praktikum MK Kimia TPB selama 3 periode pada tahun 2011 hingga 2012, dan Asisten Praktikum MK Mikrobiologi Dasar selama 2 periode pada tahun 2011 dan 2012. Penulis pernah mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi 1 Departemen Biokimia tahun 2012. Penulis juga pernah mendapat Dana Hibah Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2010, 2011, dan 2012.

Pada bidang olahraga dan seni, penulis pernah tampil mengisi hiburan di Lokakarya KM IPB (2011), Malam Apresiasi Rimbawan (2012), Temu Akbar BGSE (2013), dan Konser Puncak BGSE (2013). Penulis merupakan anggota komunitas pecinta alam BIKPALA dan sudah beberapa kali mendaki gunung. Penulis juga pernah masuk dalam Kontingen Cabang Renang FMIPA pada OMI 2011 dan Kontingen Sepak Bola Departemen Biokimia pada Spirit 2013.

Penulis pernah melakukan Praktik Lapang Departemen Biokimia pada tahun 2012 di Clonal Oil Palm Production Unit (COPPU), PT Tunggal Yunus Estate, Asian Agri, Pangkalan Kerinci, Riau. Judul Laporan Praktik Lapang yang ditulis adalah “Perbanyakan Kelapa Sawit Unggul secara Kultur Jaringan”. Penulis mendapatkan kesempatan Praktik Lapang di tempat ini karena penulis merupakan penerima Beasiswa Tanoto Foundation.

Gambar

Gambar 2  Pengaruh homogenat hati tikus kelompok normal dan parasetamol

Referensi

Dokumen terkait

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2014.. :

Dalam melakukan komunikasi persuasif, ketiga faktor tersebut merupakan rangkaian, yang baik secara langsung (penerimaan terhadap objek sikap) maupun tidak

Oleh karena itu yang dimaksud dengan pelestarian budaya dalam kalimat diatas adalah pelestarian budaya lokal yang berasal dari Cirebon, dan bukan budaya yang berasal

didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Belajar bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat apa

Pada tahap I nilai rata-rata yang diperoleh siswa dari indikator keterampilan kreatif hanya sebesar 53% atau berada pada kriteria cukup kreatif dan belum

Indikator pH sangat penting keberadaannya untuk menunjang pengausaan konsep materi tertentu yang memerlukan praktikum, khususnya pada materi Klasifikasi Zat pada

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis cerita fantasi menggunakan metode kooperatif tipe student teams

Tabel 4.11 Hasil percobaan Pertempuran 9 NPC Kirna vs 5 Kirna dengan formasi panah