DI PROVINSI MALUKU UTARA
IRHAM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DI PROVINSI MALUKU UTARA
IRHAM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Dapartemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan minipurse seine Berbasisi Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dan belum dia jukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2006
Irham
Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan ZULKARNAIN.
Perairan Maluku Utara memiliki potensi ikan pelagis kecil yang cukup besar namun diduga tingkat pemanfaatannya belum optimal, hal ini disebabkan karena masih rendahnya produktivitas usaha penangkapan yang dimiliki oleh usaha perikanan mini purse seine.Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menentukan hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine; 2) menentukan jumlah unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil; dan 3) menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan mini purse seine di Maluku utara.
Penelitian ini menggunakan metode survei dan observasi dengan menggunakan analisis regresi berganda untuk menganalisis hubungan antara faktor -faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine, model surplus produksi digunakan dalam pendugaan stok sumberdaya ikan, model Gordon Schaefer untuk menganalisis kondisi bio-nomik penangkapan dan analisis finansial untuk menganalisis pendapatan dan kelayakan usaha.
Hasil anailsis faktor -faktor teknis produksi mini purse seine dalam usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Maluku Utara, diperoleh faktor-faktor teknis produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ikan antara lain jumlah tenaga kerja, jumlah hari tangkapan, tinggi mini purse seine dan panjang mini purse seine sedangkan faktor teknis produksi yang tidak berpengaruh nyata yaitu ukuran kapal. Hasil analisis bio -ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil dengan mini purse seine di Maluku Utara menunjukan bahwa tingkat pengusahaan semberdaya ikan pelagis kecil dengan mini purse seine telah mendekati nilai optimal (MEY). Hal ini dapat dilihat dari hasil aktual penangkapan ikan pelagis kecil yang hampir mendekati tingkat penangkapan optmum dengan hasil tangkapan aktual (ha) yang diperoleh sebesar 18.677,060 kg per tahun dan
effort aktual (Ea) yaitu 24.240 trip per tahun atau setara dengan 202 unit mini
purse seine. Untuk hasil analisis bioekonomi diperoleh hasil tangkapan optimum untuk ikan pelagis kecil sebesar 20.781.869,29 kg per tahun dengan effort
of Small Pelagic Resources In North Maluku Province.Under the direction of SUGENG HARI WISUDO and ZULKARNAIN.
The small pelagic in North Maluku is highly potential, but the utilization has been not optimum due to low productivity of mini purse seine fishery. The objectives of the research are: 1) to determine relationship between production factors and mini purse seine fishing unit production; 2) to determine optimum mini purse seine fishing unit for maximum production and economic profit level in the utilization of small pelagic resources; and 3) to determine feasibility of mini purse seine fishery in North Maluku.
Survey and observation methods were used in this research. Multiple regression analysis to analyze relationship between production factors with catch of fishing unit mini purse seine, production surplus method used on fish resources stock estimation, Gordon Schaefer model to analyze fishing bio-economic condition and financial analysis to analyze business revenue and feasibility.
The result from multiple regression analysis showed the technical production factors that have significant effect to the fish production are number of labor, number of fishing days, mini purse seine height and mini purse seine length, otherwise factors that have not significant effect is boat size. The result from bio-economic analysis showed that exertion level of small pelagic resources using mini purse seine is almost optimum (MEY). The optimum catch for small pelagic is 20.781,87 tons per year with the optimum effort of 36.975 trips per year or equivalent with 205 mini purse seine units. Business and financial analysis of small pelagic fishing using mini purse seine showed BEP for production value per year of Rp 68.837.032,- and production volume per year of 28,89 tons. Value of NPV is Rp 453.157.157,- with IRR value of 47.23% and Net B/C value of 2.19 (more than 1), therefore mini purse seine in North Maluku is feasible to be developed.
@ Hak cipta milik Irham, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,
Nama : Irham
NRP : C551040031
Program Studi : Teknologi Kelautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si Ir. Zulkarnain, M.Si Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si dan Ir. Zulkarnain, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam penyelesaian penulisan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan serta kepada seluruh staf dosen dalam lingkungan Program Studi Teknologi Kelautan dan semua pihak yang telah memberikan masukan dan kritikan.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan sesuai yang di harapkan oleh semua pihak.
Bogor, Maret 2006
(Alm) Yusuf. Hi. Ichsan dan ibu Siti Hawa Musa. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ternate dan di terima di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi S1 dan tahun yang sama pula penulis di angkat
5 HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 43
5.1 Unit Penangkapan Ikan... ... 43
5.1.1 Kapal... ... 43
5.1.2 Alat tangkap... ... 45
5.1.3 Nelayan... .... 47
5.2 Daerah Penangkapan... ... 49
5.3 Metode Operasi Penangkapan... ... 49
5.4 Musim Penangkapan ikan... ... 51
5.5 Volume dan Nilai Produksi.... ... 52
5.6 Komposisi Hasil Tangkapan.. ... 52
5.7 Analisis Faktor T eknis Produksi. ... 53
5.8 Aspek Biologi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil.... 59
5.8.1 Hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) dan tingkat upaya penangkapan.... ... 60
5.8.2 Produksi lestari ikan pelagis kecil... 63
5.9 Aspek Ekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil. ... 64
5.9.1 Biaya penangkapan. ... 64
5.9.2 Analisis harga ikan hasil tangkapan. ... 66
5.10 Analisis Bio -ekonomi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil. ... 66
5.11 Analisis Kelayakan Usaha Penangkapan Pukat cincin (mini purse seine)... 72
6 SIMPULAN DAN SARAN... 75
6.1 Simpulan. ... 75
6.2 Saran. ... 76
DAFTAR PUSTAKA... 77
LAMPIRAN... 81
1 Karakteristik iklim dan wilayah... ... 36
2 Produksi perikanan pelagis kecil di perairan Maluku Utara
antara tahun 1995-2004... 38
3 Jenis armada, volume dan jumlah unit armada penangkapan
ikan pelagis kecil di perairan Maluku Utara... ... 39
4 Jumlah pukat cincin ( mini purse seine) di Maluku Utara
tahun 1995-2004. ... 40
5 Spesifikasi kapal pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara.... 44 6 Komposisi hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) di perairan
Maluku Utara... 53
7 Struktur biaya penangkapan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku
Utara tahun 2004... ... 65
8 Optimalisasi bio-ekonomi dalam berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil dengan pukat cincin (mini purse seine)
1 Diagram alir pengembangan perikanan pukat cincin (mini purse seine)
berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis kecil... 6
2 Unit penangkapan pukat cincin (mini purse seine)... ... 10
3 Ikan kembung (Restrelliger spp)... 14
4 Ikan layang (Decapterusspp).. ... 15
5 Ikan selar (Selaroides spp)... ... 17
6 Ikan tongkol (Auxis thazard)... 18
7 Kapal utama (tipe lambut)... ... 43
8 Kapal jhonson (tipe slep)... 44
9 Desain jaring pada pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara. 44
10 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine di Maluku Utara.. ... 48
11 Penurunan atau setting pukat cincin (mini purse seine)... 50
12 Penarikan atau hauling pukat cincin (mini purse seine). ... 51
13 Hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara ... 53
14 Hubungan antara jumlah anak buah kapal (ABK) dengan hasil tangkapan (ton)... 58
15 Hubungan antara panjang jaring (meter) dengan hasil tangkapan (ton). ... 58
16 Hubungan antara tinggi jaring (meter) dengan hasil tangkapan (ton). ... 59
17 Hubungan antara hari penangkapan dengan hasil tangkapan (ton)... 59
20 Grafik perkembangan CPUE penangkapan ikan pelagis kecil dengan
pukat cincin (mini purse seine) tahun 2995-2004 di Maluku Utara. 61 21 Grafik perkembangan CPUE dengan upaya penangkapan (Effort)
pada alat tangkap pukat cincin (mini purse seine) tahun 1995-2005 di
Maluku Utara... 63
22 Hubungan antara hasil lestari ikan pelagis kecil dengan upaya
penangkapan pukat cincin (mini purse seine) model Schaefer di perairan Maluku Utara. ... 64
23 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan menggunakan pukat cincin (mini purse seine) setiap kondisi periode 1995-2004 di Maluku Utara. ... 67
24 Perbandingan tingkat upaya penangkapan ikan pelagis kecil dengan menggunakan pukat cincin (mini purse seine) setiap kondisi periode
1995-2004 di Maluku Utara. ... 68
25 Perbandingan rente ekonomi penangkapan ikan pelagis kecil dengan menggunakan pukat cincin (mini purse seine) setiap kondisi periode
1995-2004 di Maluku Utara. ... 68
1 Peta lokasi penelitian... ... 82
2 Data faktor -faktor teknis produksi dan hasil tangkapan pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara... 83
3 Hasil analisis regresi berganda unit penangkapan pukat cincin ( minipurseseine) di Maluku... ... 85
4 Data regrasi antara upaya penangkapan, CPUE, nilai intersep (a) dan Slope (b) ikan pelagis kecil di Maluku Utara... 87
5 Hasil analisis program MAPLE VIII terhadap fungsi produksi ikan pelagis kecil dengan alat tangkap pukat cincin (mini purse seine) di Maluku Utara. ... 88
6 Nilai investasi dan penyusutan.. ... 93
7 Biaya operasional nelayan. ... 94
8 Produksi dan pendapatan... 95
9 Asumsi dan koefisien kelayakan pendapatan nelayan dan finansial pemilik... 96
10 Pendapatan nelayan. ... 97
11 Analisis titik pulang modal. ... 98
12 Perhitungan investasi dan penyusutan... 99
13 Perhitungan pembiayaan operasional nelayan.... ... 100
14 Perhitungan produksi dan pendapatan... 101
15 Perhitungan asumsi dan koefisien kelayakan pendapatan nelayan dan finansial pemilik... ... 102
1.1 Latar Belakang
Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu wilayah di Indonesia bagian
timur memiliki luas total wilayah 140.255, 36 km2, dimana sebagian besarnya
merupakan wilayah perairan laut dengan luas 106.977,32 km2 atau sekitar
76,27% dari total luas wilayah. Kondisi laut yang cukup luas menjadikan
wilayah ini sangat potensial untuk kegiatan perikanan (Dinas Perikanan dan
Kelautan2004).
Kegiatan perikanan yang berkembang di wilayah Maluku Utara adalah
kegiatan perikanan tangkap. Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan
ekonomi yang akan menjadi salah satu prime mover sektor perikanan karena memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan perikanan budidaya dan
pengolahan, yaitu 83.758,64 ton per tahun atau 86,44% dari produksi total
perikanan tahun 2004.
Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor
perikanan dan kelautan yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang
saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya, antara lain sarana
produksi, usaha penangkapan, prasarana unit pengolahan, unit pemasaran dan unit
pembinaan. Dalam usaha perikanan tangkap, faktor biologi, lingkungan
perairan dan sosial ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap kegiatan produksi. Sistem ini mempunyai interaksi yang
kompleks antara stok dan faktor produksi seperti alat tangkap, armada,
ketrampilan nelayan dan modal usaha yang digunakan dalam operasi
penangkapan. Untuk kegiatan perikanan skala kecil memiliki jangkauan usaha
penangkapan yang masih terbatas di perairan pantai, dengan produktiv itas yang
dihasilkan masih rendah (Barus et al. 1991).
Perairan Maluku Utara memiliki potensi sumberdaya perikanan
khususnya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun diduga tingkat
pemanfaatannya masih belum optimal. Usaha perikanan yang berkembang di
Maluku Utara tergolong perikanan pantai dimana kegiatan penangkapan masih
nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil di daerah ini adalah pukat cincin
(mini purse seine). Tingkat pemanfaatan yang belum optimal ini diduga disebabkan masih rendahnya produktivitas usaha penangkapan seperti:
keterbatasan modal, alat tangkap yang relatif sederhana, armada penangkapan
yang digunakan relatif kecil dan ketrampilan nelayan yang masih rendah.
Penelitian terdahulu pernah mengkaji tentang perikanan mini purse seine
di wilayah Maluku Utara diantaranya mengenai rancang bangun kapal mini purse seine dan jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap mini purse seine
(Salasa 2002), namun kajian yang terkait dengan kelayakan usaha perikanan mini purse seine, jumlah unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi maksimum dan kajian
tentang hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi unit
penangkapan mini purse seine belum pernah dilakukan.
Sehubungan dengan belum optimalnya usaha perikanan mini purse seine
dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di wilayah Maluku Utara
yang disebabkan oleh rendahnya produktivitas usaha dan sampai saat ini belum
ada kajian mengenai hal tersebut, maka sangat perlu untuk dilakukan penelitian
tentang analisis pengembangan perikanan mini purse seine berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Provinsi Maluku Utara, sehingga dengan
penelitian ini diharapkan usaha perikanan mini purse seine di wilayah Maluku Utara dapat dilakukan secara optimal tanpa mengganggu keberlangsungan
sumberdaya yang ada.
1.2 Perumusan Masalah
Pengembangan usaha perikanan secara umum dilakukan melalui
peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan yang ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, devisa negara, gizi masyarakat
dan penyerapan tenaga kerja, tanpa mengganggu atau merusak kelestarian
sumberdaya prikanan yang ada.
Usaha peningkatan produktiv itas dan produksi perikanan tangkap
tersebut ternyata sulit dibandingkan dengan usaha peningkatan produksi pada
pula diperlukan berbagai pertimbangan, baik dari segi biologi, teknis,
ekonomis dan sosial dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang
dilakukan.
Perairan Provinsi Maluku Utara memiliki potensi sumberdaya perikanan
khususnya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun tingkat eksploitasinya
masih rendah. Sebahagian besar usaha perikanan yang berkembang di daerah ini
masih tergolong perikanan pantai dimana kegiatan penangkapan masih
dilakukan oleh perikanan rakyat dengan menggunakan teknologi penangkapan
yang relatif sederhana. Alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan untuk
menangkap ikan pelagis kecil di daerah ini adalah pukat cincin (mini purse seine).
Dalam rangka usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya
ikan pelagis kecil di daerah P rovinsi Maluku Utara telah dihadapkan pada
masalah besarnya potensi yang belum banyak dimanfaatkan, karena faktor
masih sedikitnya jumlah nelayan, demikian pula dengan sarana dan prasarana
usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan sederhana serta belum
berfungsi secara optimal. Disamping itu memiliki modal usaha yang terbatas,
umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif masih rendah hal ini dicirikan
oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, kemampuan manajemen
yang lemah serta kondisi ekonomi yang kurang baik yang berkaitan dengan
rendahnya tingkat pendapatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dihadapi dalam
usaha perikanan khususnya pemanfaatan ikan pelagis kecil dengan alat tangkap
mini purse seine di wilayah Maluku Utara adalah sebagai berikut : Mengetahui hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi unit penangkapan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara, menentukan unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil serta
menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini lebih
Untuk itu suatu studi yang mendasar dan mencakup aspek biologi, teknis,
dan ekonomi dalam usaha perikanan mini purse seine diwilayah Maluku Utara sangat diperlukan. Dengan demikian diharapkan usaha perikanan mini purse seine
dapat dilakukan seoptimal mungkin, sehingga sumberdaya perikanan laut yang
tersedia dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dengan tanpa
Output
MEY dan Effort optimum secara ekonomi
Input :
Data time series produksi dan
effort mini purse seine
Input:
Faktor-faktor teknis produksi dan pr oduksi
Output :
Faktor-faktor produksi yg berperan dan estimasi nilai optimalnya
Mulai
Analisis regresi linear berganda Analisis Schaefer
Output :
MSY dan Effort optimum secara biologi
Analisis Gordon-Schaefer
Gambar 1 Diagram alir pengembangan perikanan pukat cincin (mini purse seine) berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis kecil.
Output :
Keragaan teknis dan jumlah
mini purse seine yang optimal
Input :
Data investasi dan biaya operasional mini purse seine
Analisis finansial
Output :
Nilai kelayakan usaha mini purse seine yang optimal
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Menentukan hubungan antara fakt or-faktor produksi dengan produksi unit
penangkapan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara.
2) Menentukan jumlah unit penangkapan mini purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi maksimum dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Provinsi Maluku Utara .
3) Menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam
menge mbangkan usaha perikanan mini purse seine di Provinsi Maluku Utara.
2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan
meliputi pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan
umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas menunjukan bahwa kegiatan
penangkapan ika n yang dimaksud adalah bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai tambah
lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap
protein hewan, devisa serta pendapatan negara (Monintja 1994).
Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum
untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil atau
mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan. Perikanan laut sebagai salah
satu sub sektor dari usaha perikanan, yang terbagi menjadi dua aspek yaitu :
(1) penangkapan ikan di laut, adalah semua kegiatan penangkapan yang
dilakukan di laut dan muara-muara sungai, laguna dan sebagainya yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Dalam hal demikian semua kegiatan
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dari perikanan laut dinyatakan
sebagai penangkapan di laut, (2) budidaya di laut, adalah semua kegiatan
memelihara yang dilakukan di laut atau di perairan antara lain yang terletak di
muara sungai dan laguna (Syafrin 1993).
Syafrin (1993) mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan
tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu
perairan dan fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada akhirnya mempengaruhi
nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut.
Menurut UU No.9 tahun 1985 butir 5 tentang perikanan menjelaskan
bahwa usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum
untuk menangkap, membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan dan memasarkan hasilnya untuk tujuan
2.2 Pukat Cincin ( purse seine)
Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi
panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang
diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali
kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan ber bentuk seperti
mangkok (Baskoro 2002). Disebut ”pukat cincin” karena alat tangkap ini
dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting
terutama pada waktu pengoperasian jaring (Gambar 2 ). A danya tali kerut tersebut
jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang (seine net) akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan (Subani dan Barus
1989).
Menurut von Brandt (1984) pukat cincin ( purse seine) dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau lebih panjang daripada tali ris atas (floatline). Floatline memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga posisi jaring agar tetap berada di permukaan air.
Leadline adalah tali ris bawah yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal
dengan maksimal. Pada pukat cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai
penghadang gerak ikan, bukan penjerat seperti pada gillnet (Ayodhyoa 1981). Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama
dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat
langgar, pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di
pantai utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan
(1973/1974) di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Bar us
1989).
Menurut Baskoro (2002) menyatakan bahwa alat penangkap ikan (pukat
cincin) ini dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan
menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan
terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan hingga tertutup dengan
menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Alat
penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan
Menurut Subani dan Barus (1989) umumnya perikanan pukat cincin (purse seine) di dunia menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe Amerika dan tipe Skandinavia (Eropa). Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge (anjungan) dan ruang akomodasi pada bagian haluan. Kapal
purse seine tipe Skandinavia (Eropa) mempunyai bridge (anjungan), dan ruang akomodasi di buritan. Kegiatan penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal
(starboart), sedangkan sisi kiri kapal (portside) ditempati untuk ruang kemudi. Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power block, biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson (1985) diacu dalam Setyawan (1999). Menurut Fridman dan Corrothes (1992) diacu dalam Setyawan (1999) jenis purse seine yang dioperasikan dengan satu unit kapal memiliki kantong (bunt) yang terletak pada salah satu ujung jaring, sedangkan kantong (bunt) pada
purse seine yang manggunakan dua unit kapal terletak pada bagian tengah jaring.
Gambar 2 Unit penangkapan pukat cincin ( purse seine) Sumber. Balai PenelitianPerikanan Laut (1992)
2.3 Pukat Cincin (mini purse seine) di Maluku Utara
Alat tangkap pukat cincin (mini purse seine) yang terdapat oleh di daerah Maluku Utara terdiri dari dua jenis yaitu “ pajeko” yang ukurannya relatif lebih
besar dan target penangkapan adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil dan “giop”
yang ukurannya relatif lebih kecil dan tujuan penangkapannya hanya untuk
spesies tertentu yaitu ikan julung-julung ( Hemirhamphus far). Dalam penelitian ini dikhususkan pada alat tangkap pajeko, karena alat tangkap ini lebih dominan
Pajeko adalah jenis mini purse seine yang banyak digunakan di pantai utara Jawa (Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juana,
Muncar. Pantai selatan Jawa (Cilacap, Prigi dan lainlainnya). Selain dinamakan
pajeko (Maluku Utara) dinamakan juga kursin, jaring kolor, pukat cincin
janggutan, jaring slerek. Pajeko ini memang potensial dan produktivitas hasil
tangkapannya tinggi. Pajeko terdiri dari beberapa komponen penting yaitu :
bagian jaring, papetang (selvedge), tali-temali, pelampung, pemberat dan cincin (Subani dan Barus 1989).
Operasi penangkapan dengan pajeko di daerah ini memerlukan 2 buah
perahu motor yang berukuran 5-7 GT dengan 2 buah mesin tempel 40 PK dan
13-17 GT dengan 2 buah mesin tempel 40 PK. Penggunaan perahu 5-7 GT
sebagai slep, yaitu untuk melingkari rumpon dan kemudian hasil tangkapan
diangkut ke pelabuhan pendaratan ikan. Sedangkan perahu motor 13-17 GT
digunakan untuk mengangkut alat tangkap dan ABK. Tenaga kerja yang
diperlukan antara 15-20 orang (Djamhur 2003).
Untuk satu trip penangkapan dilakukan pada dini hari sampai pagi hari
sekitar pukul 03.00 – 07.00. Penangkapan dengan pajeko ini untuk menangkap
ikan surihi (Layang), komo (Tongkol), kombong (Kembung) dan tude (Selar).
Jenis ikan yang lebih dominan tertangkap dengan pajeko adalah ikan surihi diikuti
oleh ikan komo. Operasi penangkapan dilakukan dengan terlebih dahulu melihat
gerombolan ikan yang terdapat pada rumpon, bila ikan yang terlihat dalam jumlah
yang banyak, maka dilakukan penangkapan. Tetapi jika rumpon yang dituju
gerombolan ikannya sedikit, maka armada diarahkan ke rumpon yang lain. Selain
itu nelayan mengarahkan alat tangkapnya bergiliran untuk setiap rumpon yang
dimiliki, hal ini dilakukan untuk menjaga agar hasil tangkapan yang diperoleh
teta p lestari (Salasa 2002).
Hasil tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap pajeko
adalah surihi (Decapterus sp), Kombong (Rastrelliger sp), Tude (Selamides sp)
dan Komo (Auxis Thazard) (Djamhur 2003). Distribusi dari alat tangka p pajeko yaitu Maluku Utara (Ternate, Tidore, Kayoa dan Moti). Pantai utara Jawa
(Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juana, Muncar. Pantai
2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
Kawasan pelagis terbagi secara horisontal dan vertikal. Secara horizontal
dibagi atas dua zona, yaitu : zona neritik, mencakup massa air yang terletak di atas
paparan benua dan zona oseanik, yang meliputi seluruh perairan terbuka lainnya.
Secara vertikal terdiri atas zona epipelagik yang mempunyai kedalaman 100-150
m atau lebih umum disebut zona tembus cahaya. Zona ini merupakan kawasan
terjadinya produktivitas primer yang penting bagi kelangsungan kehidupan dalam
laut. Kemudian, zona di sebelah bawah epipelagik sampai pada kedalaman sekitar
700 m disebut zona mesopelagik. Pada kawasan zona ini penetrasi cahaya kurang
atau bahkan berada dalam keadaan gelap (Nybakken 1988).
Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di kolom air jauh dari
dasar perairan. Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka
lepas dari dasar laut dan menghuni seluruh daerah di perairan lepas yang dikenal
dengan kawasan pelagis (Nybakken 1988). Direktorat Jenderal Perikanan (1998)
mengelompokkan ikan pelagis berdasarkan ukurannya menjadi dua jenis, yaitu :
(1) Jenis -jenis ikan pelagis besar yaitu jenis ikan pelagis yang mempunyai ukuran
panja ng 100-250 cm (ukuran dewasa) antara lain adalah tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), tongkol (Euthynnus spp), setuhuk (Xiphias spp) dan lemadang (Coryphaena spp). Jenis ikan pelagis besar, kecuali jenis-jenis tongkol biasanya berada di perairan dengan
salinitas yang lebih tinggi dan lebih dalam. (2) Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang
mempunyai ukuran panjang 5-50 cm (ukuran dewasa), terdiri dari 16 kelompok
dimana produksinya didominasi oleh 6 kelompok besar yang masing-masing
mencapai lebih dari 100.000 ton. Kelompok ikan tersebut adalah kembung
(Rastrelliger spp), layang (Decapferus spp), jenis-jenis selar (Selaroides spp dan
Atale spp), lemuru Bali (Sardinella spp) dan teri (Stelaphorus spp).
Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup di lapisan permukaan, sampai
kedalaman 30 - 60 m, tergantung pada kedalaman laut yang bersangkutan.
Kelompok ikan pelagis kecil biasanya hidup bergerombol (schooling), hidup di perairan neritik (dekat pantai). Bila hidup di perairan yang secara
yang dominan dihasilkan dalam kegiatan penangkapan oleh nelayan Maluku Utara
berdasarkan nilai ekonomi termasuk dalam jenis-jenis ikan ekonomis penting
(Direktorat Jenderal Perikanan 1979) yang disukai oleh masyarakat. Jenis-jenis
ikan ini antara lain :
1) Kembung (Rastrelliger spp)
Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp) berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari
bagian yang lain (Gambar 3). Mata mempunyai kelopak yang berlemak. Gigi yang
kecil terletak ditulang rahang. Tulang insang dan banyak sekali terlihat seperti
bulu jika mulut terbuka. Mempunyai dua buah sirip punggung (dorsal), sirip punggung pertama terdiri atas jari- jari lemah dan sama dengan sirip dubur (anal) tidak mempunyai jari-jari keras. Lima sampai enam sirip tambahan (finlet) terdapat di belakang sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal) kedua. Bentuk sirip ekor (caudal) bercagak dalam. Sirip dada (pectoral) dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari-jari keras dan jari-jan lemah (Saanin
1984), dan selanju tnya mengklasifikasi ikan kembung sebagai berikut :
Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata;
Class : Pisces;
Sub Class : Teleostei;
Ordo : Percomorphi,
Sub Ordo : Scombridae;
Famili : Scomridae;
Genus : Rastrelliger,
Gambar 3 Ikan kembung (Rastrelliger spp) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak ja uh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32
‰, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 1993). Penyebaran
utama ikan kembung (Rastrelliger spp) adalah Kalimantan di perairan barat, timur dan selatan serta Malaka, sedangkan daerah penyebarannya mulai dari Pulau
Sumatra bagian barat dan timur, Pulau Jawa bagian utara dan se latan, Nusa
Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat
Jenderal Perikanan 1997). Jenis ikan ini biasanya ditangkap menggunakan sero,
jala lompa dan sejenisnya, kadang-kadang masuk trawl, jaring insang lingkar,
mini purse seine. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin setengah kering (peda). Termasuk ikan yang agak mahal.
2) Layang (Decapterus spp)
Lima jenis layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni
Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma, dan Decapterus maruadsi . Namun dari kelima species ikan layang hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulaan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau
Masalembo. Decapterus lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa (temasuk Selat Sunda. Selat Madura, dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon
Klasifikasi ik an layang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut;
Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Sub Ordo : Carangi
Genus : Decapterus
Species : Decapterus russelli, (Rupped)
Decapterus macrosoma, (Sleeker)
Decapterus maruadsi (Tamminck dan Schlgel) Nama Indonesia : laya ng
Gambar 4 Ikan layang (Decapterus spp) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)
Ikan ini memiliki bentuk seperti cerutu dan sisiknya sangat halus. Dengan
kondid tubuh yang demikian, layang (Decapterus spp) mampu berenang di laut dengan kecepatan tinggi. Decapterus ruselli mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan agak pipih, sedangkan Decapterus macrosoma mempunyai bentuk tubuh yang menyerupai cerutu. Keduanya memiliki bintik hitam pada
bagian tepi insangnya dan masing-masing terdapat sebuah sirip tambahan (finlet) pada belakang sirip punggung (dorsal) dan sirip dubur (anal). Pada bagian belakang garis sisik (lateral line) terdapat sisik yang berlingir (lateral scute).
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 - 32 jari-jari lemah. Sirip dubur (anal)
terdiri atas dua jari-jari keras sedang satu jari-jari keras bergandengan dengan 24 -
27 jari-jari lemah (Saanin 1984).
Decapterus spp hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit (stenohaline) dengan salinitas berkisar 31-33 ppt. Makanan utamanya adalah zooplankton, meskipun terkadang ikan kecil seperti teri (Stolephorus spp) dan japuh (Dussumteria acuta) (Nontji 1993). Ikan ini ditangkap dengan menggunakan payang, jala lompa, jaring insang, mini purse seine, pukat langgar, dan pukat banting. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, asin rebus
(pindang), dengan harga sedang.
3) Selar (Selaroides spp)
Jenis-jenis ikan selar (Selaroides spp) yang tertangkap di perairan Indonesia dan tercatat di dalam data statistik perikanan Indonesia, yaitu selar
bentong (Selar crumenopthalmus) dan selar kuning (Selaroides leptolepsis) (Nontji 1993). Klasifikasi selar menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata;
Class : Pisces
Sub Class : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae
Genus : Caranx
Sub Genus : Selar
Species : Selar crumenophthalmus
Gambar 5 Ikan selar (Selaroides spp)
Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)
Selar kuning (Selaroides leptolepsis) memiliki bentuk badan lonjong, pipih dengan sirip punggung (dorsal) pertama berjari-jari keras delapan buah, sedangkan yang keduanya berjari-jari keras satu buah dengan jari-jari lemah 15 buah (Gambar 5). Sirip duburnya (anal) terdiri atas dua jari-jari keras yang terpisab dan satu jari-jari keras yang bersambung dengan 20 jari-jari lemah. Tapis
insang pada bus ur insang pertama bagian bawah berjumlah 26 buah. Garis rusuk
membusur, memiliki 25-34 sisik dun (scute). Selar bentong (Selar erumenophthalmus) memiliki bentuk yang hampir sama tetapi dapat dibedakan dari matanya yang berukuran Iebih besar (Ditjen Perikanan 1997 diacu dalam Wiyono 2001).
Perbedaan mendasar lainnya terletak pada jumlah jari jari pada sirip dubur
(anal) dan sirip punggung (dorsal), jumlah tapis insang, jumlah sisik duri. Jari jari keras sirip punggung (dorsal) pertama ada sembilan buah (satu yang terdepan mengarah ke bagian muka), sedangkan yang kedua berjari keras satu dan
jari-jari lemah 24 - 26 buah. Sirip dubur (anal) terdiri atas dua jan- jari-jari keras yang
terpisah dan satu jari -jari keras yang tesambung dengan 21 - 23 buah jari jari
lemah. Garis rusuk bagian depan sedikit membusur kemudian lurus pada bagian
belakangnya dengan sisik dun (scule) berjumlah 32 - 38 buah.Kedua jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol disekitar
4) Tongkol (Auxis thazard )
Ikan tongkol (Auxis thazard) termasuk jenis tuna kecil (kate). Ciri-ciri morofologinya adalah badan memanjang, kaku, bulat seperti cerutu. Badan
tongkol tanpa bersisisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan
mengecil pada bagian belakang, warnanya kebiru-biruan serta putih dan perak di
bagian perut. Ciri-ciri lain, dibagian perut terdapat ban-ban serong berwarna hitam
di atas garis rusuk derta noktah-noktah hitam terdapat di antara sirip dada dan
perut. Ukura ini dapat mencapai panjang 50 cm, tetapi umumnya berukuran
panjang 25-40 cm (Saanin 1994).
Tongkol termasuk ikan jenis buas, predator, hidup dekat pantai, lepas
pantai dan bergerombol besar. Tongkol tergolong ikan epipelagik dengan kisaran
temperatur yang disenangi antara 18-29 °C (Nontji 1993).
Penyebarannya tongkol cenderung membentuk kumpulan multi spesies
menurut ukurannya. Penyebaran tongkol sangat luas meliputi perairan tropis dan
sub tropis, termasuk Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Atlantik
(FAO 1986). Penangkapan ikan ini dilakukan dengan pancing tonda, mini purse seine, pole and line. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, asapan kering (fufu), asin rebus (pindang). Harga sedang.
Gambar 6 Ikan tongkol (Auxis thazard ) Sumber. Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)
2.5 Fungsi Produksi
Menurut Teken dan Asnawi (1981) diacu dalam Rakam (1997) bahwa hubungan teknis antara faktor produksi yang dihasilkan persatuan waktu dengan
jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan, tanpa memperhatikan harga-harga
baik harga faktor-faktor produksi maupun produksi itu sendiri disebut fungsi
Secara matematis fungsi produksi dapat dinyata kan sebagai berikut :
Y= f (X1,X2,X3,...,Xn), sedangkan X1,X2,X3,...,Xn) merupakan faktor produksi
yang dipakai untuk menghasilkan produksi (Y). Fungsi diatas menerangkan
produksi yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi, tapi belum
memberikan hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi.
Hubungan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk yang khas seperti
menggunakan fungsi Coob-Douglass, fungsi linier atau fungsi kuadratik.
Menurut Supranto (1983) diantara fungsi-fungsi produksi yang umum
dipakai adalah fungsi linier dan analisis regresi, apabila dalam persamaan garis
regresi tercakup dua jenis variabel yaitu variabel tak bebas (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Oleh karenanya, regresi ini dinamakan regresi linear berganda (multi linear regression). Variabel tak bebas (Y) dalam regresi linear berganda tergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Persamaan
garis tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 +b3 X3 +...+bn Xn
Y dalam hal ini adalah variabel tak bebas sedangkan X adalah variabel bebas yang
nilainya diketahui, kemudian pengaruhnya terhadap Y dapat diperkirakan
sehingga nilai dapat diramalkan.
2.6 Model Produksi Surplus dan Model Bioekonomi 2.6.1 Model produksi s urplus
Umumnya pendekatan yang digunakan untuk mempelajari biologi
perikanan multispesies adalah dengan memisahkan spesies secara bersamaan.
Pendekatan ini cukup sederhana untuk memperlakukan keseluruhan
percampuran spesies sebagaimana mereka berperan sebagai persediaan spesies
tunggal dan untuk menganalisisnya dengan menggunakan model produksi
surplus atau Model Total Biomassa Schaefer (TBSM) ( Panayotou 1985; Clark
1985 diacu dalam Fauzi 2001). Pendekatan ini cukup popule r karena pendekatan ini hanya memerlukan pencarian dan perolehan data, yang relatif
mudah didapatkan (Gulland 1974; Chaudhuri 1986; King 1985 diacu dalam
Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu
perairan merupakan salah satu parameter populasi yang disebut produksi.
Biomassa yang diproduksi ini diperlukan untuk mengganti biomassa karena
kematian. Produksi yang berlebihan dari kebutuhan pengganti ini dianggap
sebagai kelebihan (surplus)yang selanjutnya dapat dipanen. Apabila kuantitas biomassa yang diambil melalui kegiatan perikanan sama dengan surplus yang
diproduksi, berarti keseimbangan tersebut berada dalam keadaan seimbang
(equilibrium) (Schaefer1954; Caddy dan Criddle 1993).
Aplikasi dari model produksi dimaksudkan untuk mengetahui upaya
tangkap optimum (fMSY) dan hasil maksimum lestari (MSY) dari suatu perairan. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan upaya tangkap (catch) dan hasil tangkap per unit upaya (CPUE) pada suatu perairan dengan data berdasarkan kurun waktu tertentu (time series) (Schaefer 1957 dan Gordon1954).
2.6.2 Model bioekonomi
Dalam studi bioekonomik perikanan, umumnya dilakukan pencarian dan
perolehan data akibat ketiadaannya informasi mengenai penghitungan
persediaan. Beberapa model menggunakan time series dan data penangkapan dan usaha untuk dianalisis. Salah satu metode tersebut adalah model jenis
produksi surplus. Model ini cukup dikenal dalam literatur perikanan dan telah
digunakan selama lebih dari empat puluh tahun. Hal ini dikarenakan adanya
suatu fakta bahwa bukan hanya modelnya yang secara relatif sederhana untuk
dihitung, tetapi model tersebut juga harus memerlukan kurun waktu (time series) dari data penangkapan dan usaha yang tersedia pada pusat perikanan (Fauzi
2001).
Kebanyakan model perikanan telah dikembangkan yang ada kaitannya
dengan spesies tunggal di kawasan temperate. Pada model tersebut, yang biasa
dilakukan adalah memperlakukan setiap spesies dan persediaan sebagai unit
manajemen independen atau terpisah, mengabaikan berbagai interaksi yang
dapat muncul seperti hubungan mangsa dengan predator dan interaksi teknologi
antara jenis yang berbeda dari target yang dicapai oleh spesies yang berbeda
Jika dikaitkan dengan perikanan tropis yang memiliki multispesies,
maka nampak bahwa pendekatan ini seringkali tidak memuaskan (Pauly 1979).
Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa bukan hanya perikanan tropis
benar-benar memiliki penyebaran spesies yang tinggi, tetapi juga karena mereka
berada dalam suatu ekosistem yang kompleks.
Sumberdaya pada open acces adalah salah satu sumberdaya yang pengeksploitasinya tidak dapat dikontrol, siapapun dapat mengambil hasil dari
sumberdaya tersebut. Untuk mengendalikan hal ini, maka pengaruh ekonomi
dapat menjadi variabel, sehinga model bioekonomi ini dapat digunakan untuk
membantu menguraikan alasan-alasan dibalik keberagaman (Clark 1990).
Pendekatan bioekonomi akan memadukan kekuatan ekonomi yang
mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi yang menentukan
produksi dan masukan ikan (Clark 1985 dan Charles 1989). Model bioekonomi
perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model statik dan model
dinamik. Model statik tidak memperhatikan dinamika dari faktor waktu,
sedangkan model dinamik memasukkan faktor waktu dalam analisis (Clark
1990; Sparreand Venema 1999; Willmann and Garcia 1985).
Model statik, terdiri dari model harga tetap dan model harga berubah. Pada
penelitian ini digunakan model bioekonomi statik dengan harga tetap yang
digunakan untuk menentukan tingkat optimum pemanfaatan sumberdaya
perikanan (Schnute and Hilbom 1993).
Model statik dikembangkan pertama kali oleh Gordon dengan dasar
fungsi produksi biologis Schaefer, sehingga disebut model Gordon-Schaefer
(Seijo et al. 1998). Asumsi-asumsi yang mendasari model ini adalah : a) Populasi ikan menyebar merata, b) Tidak ada kejenuhan penggunaan unit alat
tangkap di wilayah perairan, c) Semua unit upaya tangkap aktif melakukan
kegiatan penangkapan, d) Unit penangkapan (alat tangkap) homogen) e) B iaya
penangkapan per unit upaya penangkapan ikan adalah konstan, f) Harga ikan per
satuan hasil tangkap adalah konstan.
2.7 Analisis Investasi
Investasi adalah usaha menanamkan faktor- faktor produksi langka dalam
Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan
yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan,
perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo 2000).
Analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak
yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu :
(1) Analisis finansial, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam
proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai
investor dalam proyek. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari
besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut (Kadariah
1978).
(2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam
proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal
ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan
yang diterima oleh masyarakat (Kadariah 1988).
Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi
orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek, sebab
tidak ada gunanya untuk melaksanakan proyek perikanan misalnya, yang
menguntungkan dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika para nelayan
yang menjalankaan aktifitas produksi tidak bertambah baik keadaannya (Edris 1983).
Analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktivitas
atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek
untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat pihak
mana yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan pihak mana dalam
masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut (Kadariah 1978).
Bagi para pengambil keputusan, yang penting ialah mengarahkan
penggunaan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat
memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan,
yaitu yang menghasilkan social returns atau economic returnsyang paling tinggi (Kadariah 1988).
Untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya
disebut investment criteria (Kadariah 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria
mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek,
sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada,
diantaranya adalah net present value(NPV), internal rate of return (IRR) dan net benefit-cost ratio (Net B/C). Ketiga kriteria tersebut digunakan untuk menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing.
1) Net Present Value (NPV)
Metode NPV digunakan untuk menentukan nilai net cash flow pada masa yang akan datang, yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan
menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal (Djamin
1984).
2) Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan suatu tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol (Kadariah 1988). Besamya nilai IRR tidak
ditentukan secara langsung, untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga
tersebut adalah dengan menggunakan metoda coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang
menghasilkan NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif.
IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu
proyek, asalkan setiap keuntungan bersih yang didapat tiap periode ditanam
kembali pada periode berikutnya (Kadariah 1988).
3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Metode net benefit-cost ratio ini membandingkan nilai discount net benefit positif dengan discount net benefit negatif
Jika net B-C ratio > 1 : proyek dianggap layak untuk dilanjutkan.
Jika net B-C ratio < 1 : proyek dianggap tidal: layak untuk dilanjutkan.
Kritera ini menggambarkan seberapa besar bagian biaya proyek yang setiap
usaha tersebut mengalami untung atau rugi ataupun berada pada titik pulang
pokok, sedangkan payback period digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengembalian modal dari hasil keuntungan usaha (Kadariah 1988).
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu
kegiatan, yaitu :
1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September - Oktober 2005),
yaitu pengambila n data primer dan sekunder secara langsung di lapangan.
2) Pelaksanaan analisis pengolahan data dan penyusunan tesis selama 4 bulan
(November 2005- F ebruari 2006 ).
Penelitian ini dilakukan di wilayah P rovinsi Maluku Utara , yang
berlokasi pada beberapa daerah tertentu diantaranya: Pulau Moti yang berada
dalam wilayah Kota Ternate, Pulau Kayoa yang berada dalam wilayah
Kabupaten Halmahera Selatan dan Pulau Tidore berada dalam wilayah Kota
Tidore Kepulauan. Dipilihnya daerah-daerah tersebut menjadi lokasi penelitian
karena pada ketiga daerah ini terdapat a ktivitas alat tangkap mini purse seine
yang sangat dominan dalam kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil
dibandingkan dengan daerah-daerah lain dan wilayah tersebut merupakan pusat
3.2 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey dan
observasi lapangan. Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan pengisian
kuesioner. Responden yang dituju adalah pemilik unit penangkapan purse seine
(pajeko), nelayan mini purse seine (juru mudi dan ABK) dan pegawai Dinas Perikanan Propinsi Maluku Utara. Jenis data primer yang dikumpulkan berupa:
Dimensi dan konstruksi kapal dan alat tangkap mini purse seine, daerah operasi penangkapan mini purse seine, komposisi dan hasil tangkapan (produksi) dari setiap unit penangkapan mini purse seine, jumlah trip operasi penangkapan, penggunaan keperluan produksi (bahan bakar, es dan garam) dalam operasi
penangkapan, penggunaan tenaga kerja atau anak buah kapal (ABK) yang
digunakan dalam pengoperasian alat tangkap dan kapal, sistem bagi hasil dalam
usaha perikanan mini purse seine, biaya investasi dan operasional dalam kegiatan usaha penangkapan serta data aspek kelembagaan dalam usaha perikanan mini purse seine.
Data sekunder yang diambil berupa data produksi perikanan ikan pelagis
kecil selama 10 tahun terakhir (tahun 1995-2004) dari Dinas Perikanan Provinsi
Maluku Utara, jumlah unit mini purse seine yang beroperasi dan data harga masing-masing jenis ikan hasil tangkapan.
3.3 Metode Analisis Data 3 .3.1 Analisis fungsi produksi
Analisis fungsi produksi yang serig dilakukan oleh para peneliti untuk
memperoleh informasi hubungan antara faktor produksi dapat digunakan dengan
fungsi Cobb Douglass, fungsi linear atau fungsi kuadratik. Umumnya yang sering
dipakai adalah fungsi linear dengan analisis regresi (Steel and Torrie 1981).
Peubah Y disebut sebagai peubah tidak bebas, sedangkan peubah X disebut
peubah bebas. Apabila lebih dari satu peubah maka disebut dengan garis regresi
penangkapan minipurse seine dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan persamaan regresi linear berganda (Steel and Torrie 1981) dengan persamaan
sebagai berikut:
Y = bo+b1X1+ b2X2+b3X3+…….bnXn+e
dimana :
Y = nilai dugaan produksi atau nilai variabel tak bebas
bo = peubah pengganggu (intersep)
bi = koefisien regresi
Xi = koefisien produksi yang digunakan
n = jumlah variabel
e = kesalahan
Variabel-variabel yang ditentukan dan diukur di la pangan adalah:
1. Variabel tak bebas : hasil tangkapan (Y)
Hasil tangkapan yang dimaksud adalah jumlah hasil tangkapan yang diperoleh
dalam satu tahun. Satuan ukuran yang digunakan dalam hasil tangkapan
adalah ton/tahun
2 . Variabel bebas (X)
Variabel bebas yang digunakan sebagai faktor-faktot teknis produksi dalam
penangkapan pukat cincin (mni purse seine) adalah juumlah tenaga karja (ABK), jumlah bahan bakar, panjang pukat cincin (mini purse seine), tinggi pukat cincin (mini purse seine), jumlah hari tangkapan dan ukuran kapal. a. Jumlah tenega karja (X1)
Tenaga karja yang dimaksud adalah jumlah jumlah nelayam yamg ikut
dalam kegiatan penangkapan. Tenaga kerja merupakan satu unsur utama
dalam operasi penangkapan, sehingga dimasukkan dalam faktor teknis
produksi.
b. Jumlah bahan bakar (X2)
Bahan bakar merupakan salah satu faktor pada kegiatan penangkapan ikan
yang dipakai dalam motorisas i. Bahan bakar yang dihitung adalah jumlah
rata-rata bahan bakar yang digunakan tiap trip dalam satu tahun. Satuan
c. Panjang pukat cincin (mini purse seine) (X3)
Panjang pukat cincin (mini purse seine) yang dimaksud adalah panjang ukuran pukat cincin sebelum digunakan di dalam air. Panajang pukat
cincin (mini purse seine) diduga mempunyai hubungan yang nyata terhadap hasil tangkapan. Pengukuran panjang pukat cincin (mini purse seine) dengan satuan meter.
d. Tinggi pukat cincin (mini purse seine) (X4)
Tinggi pukat cincin (mini purse seine) yang dimaksud adalah ukuran tinggi pukat cincin (mini purse seine) bukan di dalam air. Tinggi pukat cincin diduga mempunyai hubungan yang nyata terhadap hasil tangkapan.
Pengukuran tinggi pukat cincin dengan satuan meter.
e. Jumlah hari tangkapan (X5)
Jumlah hari tangkapan yang dimaksud adalah jumlah trip operasi
penangkapan pukat cincin (mini purse seine) yang menggunakan satuan hari.
f. Ukuran kapal (X6)
Ukuran kapal merupakan bobot kapal yang dinyatakan dalam gross tonage
(GT). Menurut Nomura and Yamazaki (1997) pengukuran gross tonage
kapal menggunakan rumus:
GT = L x B x D x C x 0,353
Keterangan :
L = panjang kapal (meter);
B = lebar kapal (meter);
D = dalam kapal (meter); dan
C = konstanta bahan kapal (kayu = 0,55).
Penggunaan hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi,
diuji dengan pengujian hipotesis yang menggunakan uji statistik. Pengujian yang
dilakukan terhadap pengaruh faktor produksi sebagai berikut : Pengujian pengaruh
bersama -sama faktor teknis produksi yang digunakan terhadap produksi (Y) di
lakukan dengan uji F yaitu :
H0 : bi= 0 (untuk i=1,2,3,...,n). Ini berarti antara hasil tangkapan (Y) dengan
H1 : minimum salah satu bi≠0 (untuk i= 1,2,3,...,n). Ini berarti bahwa hasil
tangkapan (Y) tergantung terhadap faktor teknis produksi (Xi) seca ra
bersama-sama.
Jika : F hitung > Ftabel H0 ditolak F hitung < Ftabel H0 diterima
Pengujian pengaruh masing-masing faktor teknis produksi dilakukan
dengan uji t- student yaitu :
H0 : bi = 0 (untuk i = 1,2,3,...,n)
Ini berarti antara hasil tangkapan (Y) dengan faktor teknis produksi (Xi) tidak ada
hubungan yang nyata.
H1= bi≠ 0 (untuk i = 1,2,3,...,n)
Ini berarti bahwa hasil tangkapan (Y) memiliki hubungan yang nyata terhadap
faktor teknis produksi (Xi)
Jika t hit > t tab H0 ditolak
t hit < ttab H0 diterima
Hal ini berarti bahwa jika H0 ditolak pada selang kepercayaan tertentu, faktor
teknis produksi (Xi) yang bersangkutan berpengaruh nyata terhadap perubahan
produksi (Y). Sebaliknya, jika H0 diterima pada selang kepercayan tertentu, faktor
teknis produksi (Xi) yang bersangkutan tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan produksi (Y).
Uji- F digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh faktor produksi (Xi)
secara bersama-sama terhadap produksi (Y), sedangkan untuk pengujian hipotesis
mengenai koefisien regesi parsial digunakan uji t-student.
3.3.2 Pendugaan parameter biologi
Metode surplus produksi merupakan salah satu metode untuk menentukan
tingkat upaya penangkapan optimum, yaitu kegiatan penangkapan yang
menghasilkan tangkapan maksimum tanpa mempengaruhi prtoduktivitas populasi
ikan dalam waktu panjang. Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan
dilihat dengan menggunakan metode surplus produksi Schaefer (Sparre and
Hubungan fungsi tersebut adalah :
Kemudian diduga dengan fungsi dugaan, yaitu : Y= a + bx
Nilai a dan b dapat ditentukan menggunankan rumus :
Selanjutnya dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f),
CPUE=a−bf
2) Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f),
C =af −bf
3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyamakan
turunan pertama hasil tangkapan terhadap upaya penangkapan sama dengan
nol sebagai berikut :
4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan cara mensubstitusikan
nilai upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan (2)
Cmax =a(a/2b)−b(a2/4b2
MSY=a2/4b
5) CPUE optimum diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil
tangkapan terhadap CPUE sama dengan nol
3 .3.3 Pendugaan parameter ekonomi
Model bio-ekonomi penangkapan dalam penelitian ini diduga dengan
menggunakan model Gordon Schaefer, dengan berdasarkan pada mode l biologi
Schaefer (1975) dan model ekonomi Gordon (1954). Model bio-ekonomi yang
digunakan adalah model bio-ekonomi statik dengan harga tetap. Model ini
disusun dari model parameter biologi , biaya penangkapan dan harga ikan.
Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan
per unit upaya tangkap adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha
penangkapan (TR) adalah :
TR = p.C
dimana :
TR = total revenue (penerimaan total)
P = harga rata -rata ikan hasil survey per kg (Rp)
C = jumlah produksi ikan (kg)
Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan :
TC =c.E
dimana :
TC = total cost (biaya penangkapan total)
c = total pengeluaran rata -rata unit penangkapan ikan (Rp)
E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit) maka
keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah :
π=TR−TC
π = p.Y −c.E
π = p(aE−bE2)−cE
3.3.4 Analisis kelayakan usaha
Ada dua macam analisis yang biasa digunakan dalam mengevaluasi
kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan ekonomi (Kadariah 1978). Pada
analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal yang ditanam untuk
kepentingan badan atau orang yang langsung berkepentingan dengan proyek
keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek
untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.
UNIDO (1978) mengemukakan bahwa diantara bermacam-macam kriteria
maka analisis biaya manfaat (Cost- Benefit Analysis) sangat sering digunakan. Kriteria yang digunakan dalam studi biaya -manfaat baik secara finansial maupun
ekonomi. Kriteria -kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Net Present Value (NPV)
Net present value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0,
sedangkan apabila NPV< 0 , maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan
yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini
nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak
untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV
adalah : 2) Internal Rate Return (IRR)
IRR merupakan suku bunga maksimal sehingga NPV bernilai sama
dengan nol, jadi keadaan batas untung rugi. IRR dapat disebut juga sebagai nilai
discount rate (t) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh karena itu IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atau investasi,
dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan
mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur
proyek. Dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net benefit-cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri atas present value total yang bernilai positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada manfaat(benefit) kotor.
∑
Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai B/C akan terhingga bila paling
sedikit ada satu nilai Bt-Ct yang bernilai negatif. Pada saat NPV = 0 maka nilai
Net B/C = 1, dan apabila NPV > 0 maka Net B/C akan bernilai > 1. Dengan
demikian apabila Net B/C = 1 menunjukkan bahwa suatu proyek layak untuk
dilanjutkan, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layaknya suatu
proyek.
4) Break Even Point (BEP)
Break Even Point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Atas Unit, dan 2. Atas dasar nilai jual dalam rupiah (Riyanto 1991).
(1) Analisis Break Even Point atas dasar produksi (banyaknya hasil tangkapan) dapat dilakukan dengan rumus :
Biaya tetap x produk si BEP (Kg) =
Hasil penjualan - Biaya variabel
(2) Analisis Break Even Point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
5) Payback Period
Payback Perio d (PP) dimaksud untuk penghitungan perkiraan waktu pengembilan modal (investasi) uang ditanamkan (Edris 1983). Penghitungan
Payback Period (PP) menggunakan rumus :
PP = x LB
I
1 tahun
dimana :
PP = Paybeck Period LB = Laba Bersih
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis dan Administrasi
Provinsi Maluku Utara terbentang antara 03000’00” Lintang Utara sampai
03000’00” Lintang Selatan dan antara 124000’00” Bujur Barat sampai 129000’00”
Bujur Timur. Wilayah provinsi ini merupakan kesatuan dari gugusan pulau besar
dan kecil dengan batasan-batasan sebagai berikut :
Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Seram dan Laut Banda Ø Sebelah Utara berbatasan dengan samudera Pasifik
Ø Sebelah Barat berbatasan dengan laut Maluku Ø Sebelah Timur berbatasan dengan laut Halmahera
Luas wilayah Maluku Utara mencapai 140 255.36 km2, terdiri dari luas
perairan laut sekitar 106 977.32 km2 atau 77% dan luas daratannya 33 278.04
km2 atau 23 % dari luas wilayahnya secara keseluruhan. Gugusan kepulauan
Maluku Utara terdiri dari kepulauan Halmahera, Morotai, Bacan, Gane, Obi, dan
kepulauan Sula. Namun demikian, secara keseluruhan kepulauan ini terdiri
merupakan gugusan dari 500 buah pulau. Sedangkan administrasi wilayah
propinsi Maluku Utara sesuai UU No.49 tahun 1999, wilayah provinsi Maluku
Utara, meliputi kabupaten Maluku Utara, kabupaten Halmahera Tengah dan kota
Ternate.
4.2 Karakterisitik Wilayah 4.2.1 Karakteristik iklim
Kondisi wilayah penelitian dipengaruhi oleh iklim tropis dengan curah
hujan rata-rata 1.000 – 2.000 mm per tahun. Kelembaban nisbi rata-rata yang
tercatat pada Stasiun Meteorologi Babullah Ternate (1997) diacu dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2004) adalah 71% (lower) pada bulan Agustus dan 87% (higher) pada bulan Februari.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah Maluku Utara
beriklim tipe A dan B, sedangkan menurut klasifikasi Koppen adalah bertipe A.
Secara umum dipengaruhi oleh 4 musim, yaitu musim Utara atau Barat dan
musim Selatan atau Timur dan 2 musim peralihan. Akibat dari pengaruh kondisi