• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Akseptor Vasektomi dan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Akseptor Vasektomi dan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU AKSEPTOR VASEKTOMI DAN DUKUNGAN KELUARGA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PORSEA

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Oleh

TIURMINTA HUTAGAOL 127032226/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

PERILAKU AKSEPTOR VASEKTOMI DAN DUKUNGAN KELUARGA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PORSEA

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TIURMINTA HUTAGAOL 127032226/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Dra. Rabiatun Adawiyah, M.P.H.R

(5)

PERNYATAAN

PERILAKU AKSEPTOR VASEKTOMI DAN DUKUNGAN KELUARGA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PORSEA

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(6)

ABSTRAK

Rendahnya keikutsertaan pria dalam ber-KB dikarenakan kurangnya pemahaman tentang kontrasepsi, dan rendahnya minat dalam mengakses informasi tentang KB. Selain itu, masih adanya pandangan negatif yang muncul di masyarakat terhadap pria ber KB, berupa kenyamaan dengan pengebirian, memengaruhi kenikmatan berhubungan seksual dan anggapan sulit untuk ereksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku peserta akseptor vasektomi dan dukungan keluarga di wilayah Kerja Kecamatan Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan pada penelitian ini adalah kepala rumah tangga atau suami yang telah menjadi akseptor KB vasektomi yaitu sebanyak 4 orang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif naratif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan suami masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari penjelaskan informan tentang mekanisme vasektomi, kelebihan dan kekurangan vasektomi serta resiko pelaksanaan vasektomi yang belum dapat dijawab secara benar. Sikap informan terhadap suami yang melakukan KB cukup positif, hal tersebut terlihat dari saran informan kepada suami-suami untuk melakukan KB vasektomi bagi keluarga yang sudah memiliki banyak anak. Dukungan keluarga masih kurang baik, hal ini dapat dilihat masih minimnya informasi tentang vasektomi yang diperoleh dari keluarga, kurangnya anjuran keluarga untuk menggunakan vasektomi, dan keluarga tidak menemani dalam melakukan vasektomi. Pelaksanaan vasektomi yang dilakukan sudah cukup baik karena informan telah mengetahui alasan mengapa mereka mau menjadi akseptor vasektomi dan mengingat waktu melakukan vasektomi, yang menandakan bahwa mereka mengetahui saat melakukan vasektomi secara sadar.

Perlu adanya peningkatan pengetahuan secara berkelanjutan oleh tenaga kesehatan atau petugas dari Badan Kependudukan, Catatan Sipil, KB dan Keluarga Sejahtera untuk memberikan penyuluhan mengenai vasektomi dan keuntungannya, sehingga suami memilih untuk menjadi akseptor vasektomi.

(7)

ABSTRACT

The lack of men’s participation in KB (Family Planning) program is because of the lack of their understanding in contraception and interest in accessing information about KB program. Besides that, there are still negative interpretations on men’s participation in KB program such as convenience in sterilization, bad effect on sexual intercourse, and assumption on the difficulty in erection. The objective of the research was to find out the behavior of vasectomy acceptors and family support in the working area of Porsea Subdistrict, Toba Samosir District.

The type of the research was descriptive qualitative. The informants consisted of four heads of family or husbands who had participated in KB as vasectomy acceptors. The data were gathered by conducting in-depth interviews and analyzed narrative qualitatively.

The result of the research showed that husbands’ knowledge was low; it could be seen from their explanation about the mechanism of vasectomy, the positive and negative values of vasectomy and the risk of the implementation of vasectomy was not correctly expressed by them. The attitude of their wives toward their husbands’ participation in KB was positive; it could be seen from their suggestion that their husbands participate in KB when they had had a lot of children. Family support was bad; it could be seen from the lack of information about vasectomy , the lack of suggestion from families to participate in using vasectomy, and family members did not actively accompanied husbands to participate in KB. The implementation of vasectomy was relatively good because the informants had already known the reasons why they became vasectomy acceptors and knew the right time in using vasectomy which indicated that they did it consciously.

It is recommended that health care providers or the personnel from the Residential Affairs Office, Civil Registry Office, KB, and Family Welfare provide counseling about vasectomy and its benefit so that husbands are willing to be vasectomy acceptors.

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan dan putra-Nya, Yesus Kristus karena berkat, anugerah, penyertaan, dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Perilaku Akseptor Vasektomi dan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dra. Rabiatun Adawiyah, M.P.H.R, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D, dan Drs. Eddy Syahrial, M.S sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Bupati Kabupaten Toba Samosir Pandapotan Kasmin Simanjuntak, yang telah memberikan kesempatan tugas belajar di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, USU Medan.

8. Kapolres Toba Samosir AKBP M. Edi Faryadi, S.H, SIK, M.H, beserta Ibu, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, USU Medan.

9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.

(10)

11. Camat Kecamatan Porsea Elister Manurung, S.E, yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

12. Teristimewa kepada Suamiku Tercinta Robinson Sembiring dan ke-3 buah hatiku tersayang Caesarea Winartha Sembiring, Immanuel Edo Prasetyo Sembiring, dan Calvien Douglas Marcelino Sembiring, yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

13. Seluruh Keluarga khususnya kepada kedua orangtuaku, yang telah memberikan dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

14. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012, yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penyusunan tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Perilaku ... ... 12

2.1.1. Pengetahuan ... ... 12

2.1.2. Sikap ... ... 15

2.1.3. Tindakan ... ... 17

2.1.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku ... ... 17

2.2. Sejarah Keluarga Berencana ... ... 20

2.3. Perkembangan Gerakan Keluarga Berencana Nasional ... ... 23

2.4. Teori Keikutsertaan ... ... 29

2.4.1. Keikutsertaan Pria dalam Keluarga Berencana ... ... 30

2.4.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Pria dalam Keluarga Berencana ... ... 33

2.4.3. Dukungan Sosial Keluarga (Istri) ... ... 36

2.5. Filosofi Penerangan dan Motivasi KB ... ... 38

2.6. Vasektomi ... ... 41

2.6.1. Definisi Vasektomi ... ... 41

2.6.2. Jenis Vasektomi ... ... 41

2.6.3. Kelebihan Vasektomi ... ... 42

2.6.4. Kekurangan/Kerugian/Efek Samping Vasektomi Serta Pengobatan atau Penangannya ... ... 43

2.6.5. Indikasi Vasektomi ... ... 44

2.6.6. Kontra Indikasi Vasektomi ... ... 45

2.6.7. Hal-hal yang Perlu Diketahui Akseptor Vasektomi ... ... 38

2.7. Pelaksanaan Pelayanan Vasektomi ... ... 46

2.7.1. Tempat Pelaksanaan Vasektomi ... ... 46

2.7.2. Teknik Vasektomi Standar ... ... 48

(13)

2.8. Landasan Teori ... ... 53

2.9. Kerangka Pikir ... ... 54

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 56

3.1. Jenis Penelitian... ... 56

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... ... 56

3.2.1. Lokasi Penelitian... ... 56

3.2.2. Waktu Penelitian ... ... 56

3.3. Pemilihan Informan ... ... 56

3.4. Metode Pengumpulan Data ... ... 57

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... ... 58

3.6. Metode Analisis Data ... ... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Gambaran Kecamatan Porsea ... 60

4.1.1. Letak Geografi ... 60

4.1.2. Data Demografi ... 62

4.2. Hasil Wawancara ... 63

4.2.1. Karakteristik Informan ... 63

4.2.2. Pengetahuan Informan ... 64

4.2.3. Sikap Informan ... 74

4.2.4. Dukungan Keluarga ... 81

4.2.5. Pelaksanaan Vasektomi ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ... 90

5.1 Pengetahuan Informan Tentang Vasektomi ... 90

5.2. Sikap Tentang Vasektomi ... 97

5.3. Dukungan Keluarga Tentang Vasektomi ... 102

5.4. Pelaksanaan Vasektomi ... 106

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 111

6.1. Kesimpulan ... 111

6.2. Saran ... . 112

(14)

DAFTAR MATRIKS

No Judul Halaman

4.1. Jawaban Informan tentang KB Pria dan Jenisnya ... 64

4.2. Jawaban Informan tentang Vasektomi, Jenisnya, dan Syaratnya ... 66

4.3. Jawaban Informan tentang Mekanisme Kerja Vasektomi ... 68

4.4. Jawaban Informan tentang Kelebihan dan Kekurangan Vasektomi ... 69

4.5. Jawaban Informan tentang Dampak Resiko Pelaksanaan Vasektomi... 71

4.6. Jawaban Informan tentang Pengembalian Kesuburan Pria Setelah Vasektomi 72 4.7. Jawaban Informan tentang Keikutsertaan Suami Dalam KB ... 74

4.8. Jawaban Informan tentang Suami yang Melakukan KB ... 75

4.9. Jawaban Informan tentang Kaitan Antara Vasektomi dengan Hubungan Seksual ... 76

4.10. Jawaban Informan tentang Kaitan Antara Vasektomi dengan Keturunan ... 78

4.11. Jawaban Informan terhadap Suami yang Melakukan Vasektomi Tanpa Dukungan Istri ... 79

4.12. Jawaban Informan tentang Dukungan Keluarga/ Istri dalam Bentuk Pemberian Informasi tentang Vasektomi ... 82

4.13. Jawaban Informan tentang Dukungan Keluarga/Istri dalam Menganjurkan Suami Melakukan Vasektomi ... 83

4.14. Jawaban Informan tentang Dukungan Keluarga/Istri dalam Menemani Suami Saat Melakukan Vasektomi ... 84

4.15. Jawaban Informan tentang Sikap Keluarga/Istri Setelah Informan Melakukan Vasektomi ... 85

4.16. Jawaban Informan terhadap Waktu Menjadi Akseptor Vasektomi ... 87

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Daerah Skrotum ... 48

2.2. Prosedur Vasektomi Langkah Keempat ... 49

2.3. Prosedur Vasektomi Langkah Kelima ... 49

2.4. Prosedur Vasektomi Langkah Keenam ... 50

2.5. Prosedur Vasektomi Langkah Kedelapan ... 51

2.6. Prosedur Vasektomi Langkah Kesembilan ... 52

(16)

ABSTRAK

Rendahnya keikutsertaan pria dalam ber-KB dikarenakan kurangnya pemahaman tentang kontrasepsi, dan rendahnya minat dalam mengakses informasi tentang KB. Selain itu, masih adanya pandangan negatif yang muncul di masyarakat terhadap pria ber KB, berupa kenyamaan dengan pengebirian, memengaruhi kenikmatan berhubungan seksual dan anggapan sulit untuk ereksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku peserta akseptor vasektomi dan dukungan keluarga di wilayah Kerja Kecamatan Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan pada penelitian ini adalah kepala rumah tangga atau suami yang telah menjadi akseptor KB vasektomi yaitu sebanyak 4 orang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif naratif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan suami masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari penjelaskan informan tentang mekanisme vasektomi, kelebihan dan kekurangan vasektomi serta resiko pelaksanaan vasektomi yang belum dapat dijawab secara benar. Sikap informan terhadap suami yang melakukan KB cukup positif, hal tersebut terlihat dari saran informan kepada suami-suami untuk melakukan KB vasektomi bagi keluarga yang sudah memiliki banyak anak. Dukungan keluarga masih kurang baik, hal ini dapat dilihat masih minimnya informasi tentang vasektomi yang diperoleh dari keluarga, kurangnya anjuran keluarga untuk menggunakan vasektomi, dan keluarga tidak menemani dalam melakukan vasektomi. Pelaksanaan vasektomi yang dilakukan sudah cukup baik karena informan telah mengetahui alasan mengapa mereka mau menjadi akseptor vasektomi dan mengingat waktu melakukan vasektomi, yang menandakan bahwa mereka mengetahui saat melakukan vasektomi secara sadar.

Perlu adanya peningkatan pengetahuan secara berkelanjutan oleh tenaga kesehatan atau petugas dari Badan Kependudukan, Catatan Sipil, KB dan Keluarga Sejahtera untuk memberikan penyuluhan mengenai vasektomi dan keuntungannya, sehingga suami memilih untuk menjadi akseptor vasektomi.

(17)

ABSTRACT

The lack of men’s participation in KB (Family Planning) program is because of the lack of their understanding in contraception and interest in accessing information about KB program. Besides that, there are still negative interpretations on men’s participation in KB program such as convenience in sterilization, bad effect on sexual intercourse, and assumption on the difficulty in erection. The objective of the research was to find out the behavior of vasectomy acceptors and family support in the working area of Porsea Subdistrict, Toba Samosir District.

The type of the research was descriptive qualitative. The informants consisted of four heads of family or husbands who had participated in KB as vasectomy acceptors. The data were gathered by conducting in-depth interviews and analyzed narrative qualitatively.

The result of the research showed that husbands’ knowledge was low; it could be seen from their explanation about the mechanism of vasectomy, the positive and negative values of vasectomy and the risk of the implementation of vasectomy was not correctly expressed by them. The attitude of their wives toward their husbands’ participation in KB was positive; it could be seen from their suggestion that their husbands participate in KB when they had had a lot of children. Family support was bad; it could be seen from the lack of information about vasectomy , the lack of suggestion from families to participate in using vasectomy, and family members did not actively accompanied husbands to participate in KB. The implementation of vasectomy was relatively good because the informants had already known the reasons why they became vasectomy acceptors and knew the right time in using vasectomy which indicated that they did it consciously.

It is recommended that health care providers or the personnel from the Residential Affairs Office, Civil Registry Office, KB, and Family Welfare provide counseling about vasectomy and its benefit so that husbands are willing to be vasectomy acceptors.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat (DepKes, 2011).

Saat ini Keluarga Berencana telah di kenali dunia. Di Negara-negara maju, Keluarga Berencana (KB) bukan lagi merupakan suatu program atau gagasan, tetapi telah merupakan falsafah hidup masyarakat, sedangkan di Negara-negara berkembang Keluarga Berencana masih merupakan program yang pelaksanaannya harus terus ditingkatkan (BKKBN RI, 2007).

(19)

pertumbuhan penduduk sehingga tidak melampaui kemampuan produksi hasil pertanian.

Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan akibat dari fertilitas yang tinggi. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, melebihi angka proyeksi nasional, yaitu sebanyak 237,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,49 per tahun, kondisi kualitas penduduk berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) masih sangat rendah, berada pada posisi ke 124 dari 187 negara. Selain akan menjadi sumber kemiskinan, hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi permasalahan nasional (Sonny, 2011).

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan.Untuk itu, pengelolaan perkembangan kependudukan diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan yang serasi antara kuantitas dan kualitas penduduk, pengarahan mobilitas penduduk dan laju pertumbuhan penduduk agar tercapai kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk dapat mempercepat terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, serta penduduk tumbuh seimbang tahun 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

(20)

pengelolaan program KB mengalami babak baru, kondisi ini memunculkan struktur BKKBN disetiap Kabupaten/Kota menjadi beragam. Bentuk lembaga yang menangani program KB di Kabupaten/Kota seluruhnya berbentuk dinas/badan, ada yang merupakan dinas/kantor yang utuh maupun megser dengan bagian yang lain, dan kesemuanya dibentuk dengan peraturan daerah, yang disesuikan dengan paraturan terbaru yaitu peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Peraturan pemerintah ini disebutkan bahwa Kependudukan Catatan Sipil, Keluarga Berencana dan Keluarga sejahtera merupakan salah satu urusan yang ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota (BKKBN RI, 2007).

Provinsi Sumatra Utara sesuai dengan hasil sensus penduduk 2010 mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,11 persen dengan jumlah penduduk sekitar 13 juta jiwa yang sebelumnya sekitar 11,5 juta jiwa menurut sensus 2000. Keadaan ini menempatkan Sumatera Utara di posisi keempat jumlah penduduk terbesar setelah Jawa Barat dengan jumlah penduduk sekitar 43 juta jiwa, Jawa Timur sekitar 38 juta jiwa dan Jawa Tengah sekitar 35 juta jiwa.

(21)

sangat besar bagi bangsa dan negara. Dalam upaya mengantisipasi perubahan lingkungan strategis, diantaranya kesepakatan global, BKKBN melakukan perumusan kembali visi, misi, dan strategi dasar (Grand Strategy). Melalui upaya ini diharapkan kinerja program dapat meningkat dan sasaran program KB Nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dapat dicapai.

Kesadaran akan pentingnya kontrasepsi di Indonesia saat ini masih perlu tingkatkan guna mencegah terjadinya ledakan penduduk yang merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, selain isu tentang pemanasan global, krisis ekonomi, dan masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Kekhawatiran akan terjadinya ledakan penduduk pada decade mendatang mendorong pemerintah Indonesia membuat berupa kajian penting karena penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (Emon, 2008).

(22)

Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 dan Inpres No 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan Proritas Pembangunan Nasional serta

Inpres No.3 Tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan telah

menempatkan program KB sebagai bagian strategis dari pembangunan nasional. Oleh karena itu peran aktif dan upaya peningkatan peran pria harus ditingkatkan. Hasil penelitian Saptono Tahun 2008 di Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap keikutsertaan pria dalam KB. Sikap kepedulian terhadap masalah kesehatan reproduksi diyakini akan meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena selama ini adanya kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa masalah KB adalah urusan kaum perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud dalam sebuah tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang terjadi pada seseorang mengacu dari pengalaman orang lain. Keikutsertaan dalam KB merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut. Sikap baik keikutsertaan pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau mendukung terhadap upaya keikutsertaan.

(23)

Peserta KB, Pria pada tahun 2006. Sebanyak 420.000 atau sekitar 2% dari jumlah penduduk pria dewasa dan 15% nya menggunakan vasektomi.

Tingkat keikutsertaan pria dalam ber-KB sampai saat ini masih tergolong rendah, hanya 15 persen dari 61,4 persen total peserta KB (SDKI 2007). Dalam upaya meningkatkan keikutsertaan pria dalam ber-KB, kini sedang dikembangkan alat/metode kontrasepsi untuk pria. Namun semenjak program ini diluncurkan yang menjadi sasaran selalu para istri. Dengan rasa cinta dan tanggungjawab kepada keluarga para suami juga dapat menjadi sasaran KB yaitu dengan Metode Operatif Pria (MOP) (BKKBN RI, 2009).

Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada saat pendataan masih menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. Sementara pasangan tidak aktif KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada saat pendataan tidak menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi (BKKBN RI, 2009).

(24)

rincian sebagai berikut : IUD 164.473 (7,37%), MOW 115.798 (5,19%), MOP 10.991 (0,49%), Kondom 117,133 (5,25%), Inplant 175.336 (7,86%), Suntik 507.336 (22,75%), Pil, 463.472 (20,78%).Di lihat pada data tahun 2012 bahwa dari akseptor KB yang ada peserta pelayanan kontrasepsi pria (vasektomi) terdapat kenaikan di Tahun 2013 sebanyak 2.699 akseptor.

Masih rendahnya kesadaran pria ber-KB itu terkait dengan kurangnya pemahaman kaum pria tentang kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam mengakses informasi tentang KB dan kesehatan reproduksi, peran tokoh agama yang masih kurang, sarana pelayanan KB bagi pria juga terbatas. Pada masyarakat juga masih ada pandangan negatif yang muncul terhadap pria ber KB berupa kenyamaan dengan pengebirian, disalahgunakan oleh pria untuk penyimpangan seksual, memengaruhi kenikmatan berhubungan seksual dan anggapan sulit untuk ereksi. Ditambah lagi adanya rumor dmasyarakat yang terkait dengan vasektomi, yaitu sifat yang tidak reversibel atau pria yang melakukan vasektomi sama dengan dikebiri (BKKBN RI, 2007).

(25)

kontrasepsi, hal ini dapat dilihat dari data peserta Keluarga Berencana (KB) yang lebih banyak wanita dari pada pria (Siswosudarmo, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Reproduksi manusia pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi disamping karena kurangnya informasi kontrasepsi untuk pria (47,6%) terbatasnya kontrasepsi pria (19%), dan terbatasnya pelayanan KB pria (17,1%) ternyata juga sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya memakai alat kontrasepsi. Hal ini dinyatakan oleh lebih dari 70% ibu atau 3 dari 4 ibu. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%), rumor dimasyarakat, (46,65%), kurangnya informasi metode KB pria dan terbatasnya tempat pelayanan (6,22%) (BKKBN RI, 2009).

(26)

untuk menjadi peserta KB. Hasil ini juga didukung oleh studi kuantitatif oleh Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1999, bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara bermakna terhadap keikutsertaan KB pria dalam pemakaian kontrasepsi.

Upaya Dinas Kesehatan melalui BKKBN untuk meningkatkan kesertaan pria untuk ikut KB MOP dengan cara menggalakkan promosi kesehatan khususnya tentang KB MOP melalui kader-kader yang telah dibina oleh PPLKB (Pengawas Petugas Lapangan Keluarga Berencana). Sedangkan kemudahan pelayanan dalam penyelenggaraan KB MOP BKKBN menyelenggarakan safari KB di setiap wilayah kerja Puskesmas, namun sasaran KB yang ditujukan untuk pria selalu dimonopoli oleh kaum ibu, hal ini menunjukkan kesadaran pria untuk ber KB masih sangat kurang.

(27)

IUD 132, MOW 126, MOP 19, Kondom 138, IMP 179, Suntik 612, PIL 355. Untuk MOP di Kecamatan Porsea merupakan nomor 2 terbanyak setelah Kecamatan Balige.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana perilaku akseptor vasektomi dan dukungan keluarga di wilayah kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui perilaku peserta akseptor vasektomi dan dukungan keluarga di wilayah Kerja Kecamatan Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan bagi Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kabupaten Toba Samosir dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan KB pria dengan metode vasektomi di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

(28)

3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang partisipasi pria dalam keluarga berencana. 4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari; pengetahuan, sikap dan tindakan/ praktek.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

(30)

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007) :

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

(31)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

(32)

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat diliat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2.1.2. Sikap

Berkowitz dalam Azwar (2000) pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu:

(33)

evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) terhadap objek sikap tertentu”.

2. Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere (1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa “sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons”.

(34)

Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap, berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan.

2.1.3. Tindakan

Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2007).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup (Notoatmodjo, 2007).

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan

2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

(35)

(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku.

Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

a. Faktor-faktor predisposisi

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

b. Faktor-faktor pemungkin

(36)

c. Faktor-faktor penguat

Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku kesehatan dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Hal ini terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari guru, dosen, famili, tokoh masyarakat, supervisior, majikan, teman sebaya dan lain sebagainya.

Menurut Morgan et. al. sebagimana yang dikutip oleh Sudrajat (1992), pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan checklist dan pengamatan langsung terhadap perilaku. Sedangkan menurut Backstorm

(37)

2.2. Sejarah Keluarga Berencana

Gagasan keluarga berencana di Indonesia sebenarnya telah diperkenalkan oleh beberapa tokoh masyarakat sejak tahun 1950, Di Indonesia KB modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publisitas, dengan obat yang ada tentang KB. tetapi baru pada 23 Desember tahun 1957 mulai terbentuk organisasi swasta yang bernama Perkumpulan Keluarga berencana Indonesia (PKBI). adalah pelopor pergerakan KB dan sampai sekarang masih aktif membantu program KB Nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (BKKBN, 2004).

(38)

Sejak Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dan nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam program aksi tentang hak reproduksi dan kesehatan reproduksi paragraf 7.2. yang menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).

(39)

diimplementasikan dalam bentuk Rencana Jangka Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahan periode 2010-2014 yang dibebankan kepada BKKBN, yaitu: 1. Laju pertumbuhan penduduk 1,0% pertahun

2. Total Fertility Rate (TFR) 2,1 3. Peserta aktif KB pria 4, 5% 4. Unmed Need 5%

5. Usia kawin pertama perempuan 21 tahun

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa :

1. Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagai tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagai beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi.

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksinya akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.

(40)

2.3. Perkembangan Gerakan Keluarga Berencana Nasional

Sejak lahirnya pemerintah Orde baru pada tahun 1966, yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat, dan ikut sertanya Presiden Soeharto menanda tangani Deklarasi Kependudukan Dunia pada tahun 1967, maka Keluarga Berencana mulai mendapatkan angin segar dari pemerintah yang belum pernah diperoleh sebelumnya. Hal ini terbukti sejak Pelita I KB secara resmi menjadi bagian utama dari program pembengunan nasional.

(41)

mempelajari kemungkinan-kemungkinan Keluarga Berencana dijadikan program nasional.

Dalam pertemuan Presiden dengan panitia ad-hoc pada bulan Pebruari 1968, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui gerakan Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah. Sehubungan dengan itu, pada tanggal 7 September 1968 keluarlah Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain sebagai berikut :

1. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang keluarga berencana.

2. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, Mentri Kesejahteraan rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No 35/Kpts/kesra/X/ 1968 sebuah lembaga keluarga berencana Tahun 1974 muncul program-program integral (Beyond Family Planning) dan gagasan tentang f aktif. Selanjutnya BKKBN mempunyai salah satu filosofi yaitu : Menggerakkan peran serta masyarakat dalam Strategy yaitu :

1. Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam

(42)

3. Memperkuat SDM operasional

4. Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraa

5. Meningkatkan pembiayaa

Nilai-nilai yang terkandung dalam profesional kompeten, partisipatif, konsisten, organisasi pembelajaran, kreatif/ inovatif. pendekatan desentralisasi, pendekatan kemitraan, pendekatan kemandirian, pendekatan segmentasi sasaran, pendekatan pemenuhan hak (rightbased), pendekatan lintas sector dengan strategi

1. Re-Establishment adalah membangun kembali sendi-sendi pogram sampai ke tingkat lini lapanngan pasca penyerahan kewenangan.

2. Sustainability adalah memantapkan komitme

daerah.

Adapun tujuan dari pelaksanaan KB adalah :

1.

2.

3.

4.

5.

6.

(43)

Tujuan ini dapat dicapai dengan Program KB yang meliputi :

1.

2.

3. Ketahanan dan pemberdaya

4. Penguatan pelembaga

5. Keserasi

6. Pengelolaan SDM aparatur

7. Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan

8. Peningkatan

Dalam Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 dijelaskan bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

(44)

sumberdaya manusia yang berkualitas bagi pembangunan. Pembangunan harus dilakukan oleh penduduk dan untuk penduduk, dan karenanya perencanaan pembangunan harus didasarkan pada kondisi atau keadaan penduduk dan pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh penduduk bukan hanya oleh sebagian atau segolongan tertentu.

Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga harus mendapatkan perhatian khusus dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan. Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga merupakan bagian integral dari pembangunan budaya, social ekonomi bangsa yang tidak dapat di pisahkan dengan pembangunan sektor lainnya dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia sebagai pengamalan Pancasila yaitu meningkatkan kualitas hidup untuk semua penduduk.

Perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh manusia tidak lagi hanya berdimensi lokal atau nasional, akan tetapi juga internasional. Perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga tidak lagi dipahami secara sempit sebagai usaha untuk mempengaruhi pola dan arah demografi semata, tetapi sasarannya jauh lebih luas, yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik dalam arti fisik maupun non fisik termasuk spiritual.

(45)

lintas sektor dan lintas bidang. Oleh karenanya dibutuhkan bentuk koordinasi dan pemahaman mengenai konsep perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga secara tepat.

Konteks perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga perlu memperoleh perhatian khusus dalam rangka pembangunan nasional yang berkelanjutan. Penempatan penduduk sebagai titik sentral pembangunan tidak saja merupakan program nasional namun juga komitmen hampir seluruh bangsa di dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Untuk melaksanakan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga diperlukan suatu lembaga yang kuat.

BKKBN bertambah besar jangkauan programnya tidak terbatas hanya tetapi juga Perkembangan BKKBN dimasa sekarang menpunyai Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015”. Misi BKKBN adalah “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Misi ini dilakukan dengan cara:

1. Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk; 2. Penetapan parameter penduduk;

3. Peningkatan penyediaan dan kualtias analisis data dan infromasi;

(46)

5. Mendorong stakeholder dan mitra kerja untuk menyelenggarakan pembangunan keluarga berencana dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagai remaja, pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga peserta KB.

Melalui misi ini BKKBN berupaya untuk menciptakan penduduk yang berkualitas yang akan mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi dan tujuan pembangunan.Dan mempunyai tugas pokok yaitu : melaksanakan tugas pemerintahan dibidang peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4. Teori Keikutsertaan

Keikutsertaan merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Dalam pengertian sehari-hari, keikutsertaan merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya keikutsertaan dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses pendidikan, keikutsertaan merupakan bentuk tanggapan atau respon atas rangsangan-rangsangan yang diberikan dalam hal ini tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

(47)

sikap antusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu atau ikut berkeikutsertaan. Menurut Atkinson, Hilgard, (1983), adanya pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal di luar kontrol manusia itu sendiri, Hobbes (abad ke -17) mengemukakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab–sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

Teori yang sama menunjukkan adanya hubungan partisipasi dengan motivasi intrinsik dan ektrinsik dimana motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat antusiasmenya dalam melakukan sesuatu kegiatan baik yang bersumber dalam dini individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ektrinsik) (Desra, 2011).

2.4.1. Keikutsertaan Pria dalam Keluarga Berencana

(48)

Penggunaan metode kontrasepsi pria merupakan satu bentuk keikutsertaan pria secara langsung, sedangkan keterlibatan pria secara tidak langsung misalnya pria memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya. Menurut BKKBN (2005), bentuk keikutsertaan pria dalam keluarga berencana dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Keikutsertaan pria secara langsung adalah sebagai peserta KB Pria menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kontrasepsi kondom, vasektomi (kontap pria), metode senggama terputus dan metode pantang berkala/sistem kalender.

2. Keikutsertaan pria secara tidak langsung adalah: a. Mendukung dalam ber-KB

Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB. Dukungan tersebut meliputi :

1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya

2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol

(49)

4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan

6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala

7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.

b. Sebagai Motivator

(50)

2.4.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Pria dalam Program KB

1. Pengetahuan pria terhadap KB

Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

2. Tingkat pendidikan

Pengaruh pendidikan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi dalam KB telah dikemukakan oleh Ekawati. Menurutnya pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria untuk KB.

3. Persepsi

(51)

4. Kualitas pelayanan KB pria

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan kualitas pelayanan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB. 5. Terbatasnya metode kontrasepsi pria

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan terbatasnya metode kontrasepsi pria menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

6. Dukungan istri terhadap suami untuk KB

Dari hasil penelitian di Sumatera Selatan dan Jawa Barat yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan 66,26% istri tidak setuju suaminya ber KB.

7. Aksesibilitas pelayanan KB pria

(52)

pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1% dan rumah sakit swasta 8,6% (Saptono, 2008).

Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Hasil survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi dokter terlatihpun sangat cepat. Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi, kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi dan kurang dukungan logistik kondom.

8. Dukungan pengambil keputusan

(53)

Masih adanya keragu-raguan dari pihak pengelola, petugas, provider maupun toko agama dan tokoh masyarakat bahkan sebagian dari klien terhadap pelayanan vasektomi. Karena vasektomi sampai saat ini masih menjadi bahan perbincangan dan perdebatan dikalangan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Belum optimalnya dukungan pengambil keputusan, tokoh masyarakat dan tokoh agama disebabkan kurangnya advokasi, budaya masyarakat, rendahnya pengetahuan keluarga tentang pentingnya keikutsertaan pria dalam KKG (kesetaran dan keadilan gender) dan kurang mantapnya pelaksanaan mekanisme operasional dalam penggarapan KB pria oleh para pengelola.

2.4.3. Dukungan Sosial Keluarga (Istri)

Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggungjawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Dalam penggunaan kontrasepsi pria seperti kondom dan vasektomi, suami mempunyai tanggung jawab utama sementara, jika istri sebagai pengguna kontrasepsi, suami dapat memaikan peranan penting dalam mendukung istri dan menjamin efektifitas pemakaian kontrasepsi. Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi karena keluarga brencana, dan kesehatan reproduksi bukan hanya urusan pria atau wanita saja (BKKBN, 2000).

(54)

dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintai.

Dalam semua tahapan, dukungan keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sehingga akan meningkatkan kesehatan adaptasi mereka dalam kehidupan.

Jenis dukungan keluarga ada empat menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Friedman (1998), yakni :

1. Dukungan Instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan kongkrit,

2. Dukungan Informasional,yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan desiminator (penyebar informasi).

3. Dukungan Penilaian ( Appraisal), yaitukeluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validate identitas keluarga

4. Dukungan Emosional, yaitu keluarga sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

(55)

pendidikan, keikutsertaan merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Gray dalam Winardi (2007), motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu atau ikut berkeikutsertaan. Menurut Atkinson, Hilgard, (1983), adanya pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal di luar kontrol manusia itu sendiri, Hobbes (abad ke -17) mengemukakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab–sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

Teori yang sama menunjukkan adanya hubungan partisipasi dengan motivasi intrinsik dan ektrinsik dimana motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat antusiasmenya dalam melakukan sesuatu kegiatan baik yang bersumber dalam dini individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ektrinsik) (Desra, 2011).

2.5. Filosofi Penerangan dan Motivasi KB

(56)

ini dilakukan baik melalui Penerangan umum, penerangan kelompok, penyuluhan wawan-muka, maupun melalui pendidikan kependudukan.

a. Penerangan umum.

Penerangan yang bersifat umum dilakukan terutama melalui surat-surat kabar, majalah, kantor berita, siaran radio, TVRI, lagu-lagu populer keluarga berencana, pembuatan film cerita dan dokumenter tentang keluarga berencana, penerbitan-penerbitan, spanduk-spanduk, papan bergambar, stempel pos pada surat-surat, perangko keluarga berencana dan lambang keluarga berencana pada mata uang logam.

b. Penerangan kelompok.

(57)

c. Penyuluhan wawan-muka

Perhatian yang telah timbul dari kalangan masyarakat terhadap program keluarga berencana segera membutuhkan penggarapan yang lebih bersifat perorangan agar kesadaran yang telah berkembang tersebut dapat tumbuh menjadi tindakan melaksanakan keluarga berencana. Hal ini dilakukan melalui penyuluhan wawan-muka baik berupa pendekatan secara langsung kepada calon akseptor maupun kepada mereka yang telah menjadi akseptor. Dengan demikian diharapkan jumlah akseptor baru terus bertambah dan bersamaan dengan itu kelangsungan akseptor yang telah ada dapat terus dipertahankan. Kegiatan penyuluhan wawan-muka tersebut untuk sebagian besar dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Oleh karena itu selama Repelita I jumlah tenaga PLKB terus ditingkatkan. Dalam tahun 1969/70 dan tahun 1970/71 belum terdapat tenaga PLKB yang terorganisir. Sejak tahun 1971/72 telah tercatat 1.930 orang tenaga PLKB, kemudian dalam tahun 1972/73 terdapat tambahan 3.774 orangdan kemudian dalam tahun 1973/74 tercatat PLKB baru sejumlah 5.969 orang.

d. Pendidikan kependudukan

(58)

karya untuk mendapatkan pengarahan dan cara pendekatan yang tepat untuk masyarakat Indonesia. Selama masa Repelita I telah dapat diselesaikan penyusunan bahan-bahan pelajaran pendidikan kependudukan dan telah dapat dirumuskan 26 bahan pelajaran dari 26 judul.

2.6. Vasektomi

2.6.1. Definisi Vasektomi

Vasektomi merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga jalur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan dengan ovum tidak terjadi (Dyah, 2009). Menurut Handayani (2010) vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum.

2.6.2. Jenis Vasektomi

1. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy) 2. Vasektomi dengan insisi skrotum (tradisional)

3. Vasektomi semi permanen

(59)

kembali ke dalam kantong zakar. Bekas luka pun dijahit. Proses ini memakan waktu 10 hingga 20 menit untuk kedua sisi buah zakar.

Penelitian yang membandingkan teknik pembedahan vasektomi tradisional dengan vasektomi kauter listrik tanpa pisau bedah menunjukkan bahwa pria mengalami nyeri dan perdarahan yang lebih sedikit dari luka pada metode ini (Black, 2003). Vasektomi Semi Permanen yakni vas deferens yang diikat dan bisa dibuka kembali untuk berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama tidaknya pengikatan vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka keberhasilan semakin kecil, sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati sperma akan menganggap sperma adalah benda asing dan akan menghancurkan benda asing (Hartanto, 2004 ).

2.6.3. Kelebihan Vasektomi

1. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.

2. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup.

3. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri. 4. Lebih aman (keluhan lebih sedikit).

5. Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan). 6. Lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil)

7. Lebih ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan). 8. Tidak ada mortalitas/kematian.

(60)

10. Tidak ada risiko kesehatan

11. Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan 12. Sifatnya permanen (Niken, dkk., 2010).

2.6.4. Kekurangan / Kerugian / Efek Samping Vasektomi serta Pengobatan atau Penanganannya

Pada umumnya vasektomi sangat cocok dipakai untuk kontrasepsi, akan tetapi pada beberapa pria dapat timbul masalah baik yang serius maupun yang sederhana, antara lain :

a. Perdarahan

Apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi bila perdarahan agak banyak segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada pembengkakan didaerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan.

b. Hematoma

Biasanya terjadi bila didaerah scrotum diberi beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama atau naik kendaraan di jalan yang rusak. Dan terjadi ketika seorang klien tidak memberi cukup waktu bagi dirinya sendiri untuk pulih, hematoma harus diterapi dengan kompres es, analgesia dan istirahat. c. Infeksi

(61)

d. Granuloma sperma

Granuloma sperma dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan lokal, tetapi juga dapat asimtomatik, granuloma terjadi jika sperma bocor ke dalaam jaringan disekitarnya saat vas deferens dieksisi dan dapat membutuhkan eksisi lebih lanjut.

e. Anti bodi sperma

Penyulit jangka panjang yang dapat mengganggu upaya pemulihan fungsi reproduksi.

2.6.5. Indikasi Vasektomi

Pemasangan kontrasepsi vasektomi dapat dilakukan pada pria : 1. Mendapatkan persetujuan istri

2. Pasangan yang tidak lagi ingin menambah jumlah anak. 3. Pasangan yang istrinya sudah sering melahirkan.

4. Harus secara sukarela.

5. Mengetahui akibat-akibat vasektomi. 6. Umur calon tidak kurang dari 30 tahun.

7. Pasangan yang telah gagal dengan kontrasepsi lain.

8. Pria yang akan melakukan MOP harus melakukannya secara sukarela dan menandatangani surat persetujuan.

(62)

2.6.6. Kontra Indikasi Vasektomi

1. Apabila ada peradangan kulit atau penyakit jamur di daerah scrotum.

2. Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien seperti penyakit jantung koroner yang baru, diabetes mellitus, penyakit-penyakit perdarahan.

3. Penderita penyakit kulit atau jamur didaerah kemaluan.

4. Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoagulansia.

5. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar). 6. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar).

7. Penyakit kelainan pembuluh darah.

2.6.7. Hal-hal yang Perlu Diketahui Akseptor Vasektomi

1. Berpuasa hubungan suami istri selama 2 – 4 minggu, setelah melakukan vasektomi

2. Kehilangan kesuburan dan seksualitas.

3. Menambah perasaan nyaman, rileks, dan menambah enjoy dalam menikmati hubungan suami istri.

Akseptor vasektomi harus kontrol kembali pada saat :

(63)

4. Segera kembali apabila terjadi pendarahan, badan panas, nyeri yang hebat atau ada muntah dan sesak nafas.

5. Dan bila terdapat keluhan

2.7. Pelaksanaan Pelayanan Vasektomi 2.7.1. Tempat Pelayanan Vasektomi

Vasektomi dapat dilakukan difasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagian yang sibuk atau banyak orang. Ruangan tersebut sebaiknya seperti berikut:

a. Mendapat penerangan yang cukup

b. Lantai semen/keramik tang mudah dibersihkan dan bebas debu dan serangga. c. Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruang. Ventilasi ruangan

harus sebaik mungkin dan apabila menggunakan jendela, tirai harus terpasang baik dan kuat.

B. Persiapan Klien

Walaupun kulit tidak dapat tindakan pembersihan dengan menggunakan antiseptik sudah sangat mengurangi makroorganisme yang ada pada permukaan kulit, terutama mikroorganisme yang dapat menyebabkan komplikasi (tetanus) :

a. Klien sebaiknya mandi serta menggunakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik.

(64)

d. Cuci atau bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air, kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik.

e. Jika menggunakan larutan povidon iodine tunggu 1 atau 2 menit hingga yodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme.

3. Pencegahan Infeksi Sebelum tindakan:

1. Cuci tangan kemudian gosok skrotum dengan sabun lalu bilas dengan air yang bersih

2. Operator mencuci tangan dengan larutan antiseptik dan membilasnya dengan air bersih.

Selama tindakan:

1. Gunakan instrumen yang telah disterilkan atau didesinfektan tingkat tinggi, termasuk sarung tangan dan kain tertutup.

2. Lakukan dengan tingkat keterampilan yang tinggi sehingga akan sangat mengurangi resiko perdarahan dan infeksi.

Sesudah tindakan:

1. Sementara masih menggunakan sarung tangan operator membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam wadah atau plastik yang tetutup rapat.

2. Lakukan tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrumen atau alat yang masih akan digunakan lagi.

(65)

4. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan. 2.7.2. Teknik Vasektomi Standar

1. Celana dibuka baringkan klien dalam posisi terlentang.

2. Daerah kulit skrotum dan bagian lain dalam pangkal paha kiri dan kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadine, larutan klorheksidin atau asam pikrat. Bulu yang ada perlu dicukur terlebih dahulu dan sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri.

[image:65.612.114.366.360.526.2]

3. Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.

Gambar 2.1. Daerah Skrotum

(66)
[image:66.612.117.386.130.290.2]

5. Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.

[image:66.612.192.446.378.611.2]

Gambar 2.3. Prosedur Vasektomi Langkah Kelima

(67)
[image:67.612.117.343.310.584.2]

6. Setelah kulit dibuka vas deferens di pegang dengan klem kemudian dibersihkan dan dipisahkan sampai tampak vas deferens yang mengkilat seperti mutiara. Perdarahan ditangani dengan cermat, obat anastesi sebaiknya diberikan kembali kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata hingga memudahkan penjahitan kembali. Selanjutnya vasdferens dan fasianya dipisahkan dengan gunting halus berujung runcing.

Gambar 2.4. Prosedur Vasektomi Langkah Keenam

(68)

perdarahan yang tersembunyi. Jepitlah hanya pada titik perdarahan jangan terlalu banyak karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensiasilis.

8. Potonglah diantara ke dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm gunakan benang sutra atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut, ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.

[image:68.612.119.405.282.441.2]

9. Untuk mencegah rekanalisasi spontan, interposisi fasia vas deferens dianjurkan. Interposisi fasia vas deferens adalah menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal sebelah dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian prolsimal (sebelah testis) terletak diluar fasia.

(69)
[image:69.612.115.360.105.345.2]

Gambar 2.6. Prosedur Vasektomi Langkah Kesembilan

10. Lakukan tindakan di atas (langkah 6-9) untuk vas deferens kanan dan kiri setelah selesai tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut, rawat luka operasi dengan baik tutup dengan kasa steril dan diplester.

2.7.3. Perawatan dan Pemeriksaan Pasca Bedah Vasektomi

Setiap tindakan pascabedah walaupun kecil memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pasca tindakan bedah vasektomi dianjurkan dilakukan yaitu:

1. Klien dipersilahkan berbaring selama 15 menit 2. Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka

(70)

1. Perawatan luka, diusahakan tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi, pakailah pakaian dalam yang bersih.

2. Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.

3. Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgetik seperlunya.

4. Jangan bekerja berat atau naik sepeda

5. Setelah dilakukan vasektomi tetap diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisi-sisa sperma dan perlu menggunakan alat pencegah kehamilan selama masih ada sisa sperma. Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal :

1. Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan 2. Sebulan setelah opersi

3. Tiga bulan setelah opersi.

2.8. Landasan Teori

(71)

(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku.

Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

d. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

e. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

(72)

f. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku

Gambar

Gambar 2.1. Daerah Skrotum
Gambar 2.2. Prosedur Vasektomi Langkah Keempat
Gambar 2.4. Prosedur Vasektomi Langkah Keenam
Gambar 2.5. Prosedur Vasektomi Langkah Kedelepan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Windyaningrum, Brigitta E. Supplementary Materials to Teach Vocabulary Based on Task Based Learning for Seventh Graders. Yogyakarta: English Language Education

In addition to providing needed baseline data of water quality parameters of flooded agricultural fields, results of this study indicated that: (1) retention of water on

• In an online mall, consumers can use the mall’s shopping cart technology to purchase items from many stores in a single transaction.. • Online malls act as shopping

ii) Dalam sewa menyewa biasa, suatu entitas mengakui aset untuk sewa operasi di neraca sesuai sifat aset tersebut. Biaya langsung awal sehubungan proses negosiasi

Slide presentasi sesuai instruksi tugas, Slide presentasi bagus dan menarik, komunikasi presentasi kurang lancar dan baik, namun tanggap dalam menjawab pertanyaan.. Sangat

u Ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan Bahan Kajian (Materi Ajar) Bentuk Pembelajaran Kriteria Penilaian (Indikator) Bobot Nilai. 12-15 Mampu melakukan pengujian Hipotesis,

Guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran (Hamalik, 1994:6) dalam Azhar Arsyad) antara lain: 1) media sebagai alat komunikasi guna

In our work we put them in a common probabilistic framework, which guides the complete reconstruction process of complex buildings, in our case russian-orthodox churches.. Churches