• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Suhu Terhadap Kualitas Lemang Pada Alat Pemasak Lemang Listrik Tipe Vertikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Suhu Terhadap Kualitas Lemang Pada Alat Pemasak Lemang Listrik Tipe Vertikal"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SUHU TERHADAP KUALITAS LEMANG PADA ALAT

PEMASAK LEMANG LISTRIK TIPE VERTIKAL

SKRIPSI OLEH

NETTY SINAGA 110308078

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SKRIPSI

OLEH :

NETTY SINAGA 110308078

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan seminar hasil penelitiandi Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

( Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si ) (Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si )

(3)

i

ABSTRAK

NETTY SINAGA: Uji Suhu Terhadap Kualitas Lemang Pada Alat Pemasak Lemang Listrik Tipe Vertikal, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Proses pemasakan lemang merupakan pengolahan hasil pertanian tahap lanjut yang sangat sederhana dan memiliki beberapa kelemahan yang dapat diminimalisir dalam pengolahannya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi suhu pada kinerja alat pemasak lemang listrik tipe vertikal. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU pada April – Mei 2015 menggunakan rancangan acak lengkap non – factorial dengan tiga taraf yaitu 95oC, 100oC dan 105oC dengan tiga kali pengulangan tiap taraf. Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat dan uji organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan suhu pemasakan lemang listrik tipe vertikal memberikan pengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik. Tetapi tidak menunjukkan perbedaan tidak nyata pada kapasitas efektif alat.

Kata kunci: Ketan, Lemang, Alat pemasak lemang.

ABSTRACT

NETTY SINAGA: Efeect of Temperature on the quality of Lemang using Vertical Type Lemang cooking Appliance, supervised bySAIPUL BAHRI DAULAY and LUKMAN ADLIN HARAHAP .

The process of lemang cooking is very simple and has some weakness that can be minimalised. The purpose of this research was to examine the effect of temperature in vertical typelemang cooking appliance. This research was carried out at Agricultural Engineering Laboratory, Faculty of Agriculture USU in April – May 2015 using non factorial randomized block design with three levels, i.e. 95oC, 100oC, and 105oC. Parameters observed were effective capacity and organoleptic values.

The results showed that cooking temperature had significant effect on the organoleptic test. But had no significant effect on the effective capacityof the appliance.

(4)

ii

Netty Sinaga, dilahirkan di Seikopas pada tanggal 13 Agustus 1993, dari

ayah Jasman Sinaga dan ibu Hotlion Sihombing. Penulis merupakan anak ketiga

dari tiga bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Sultang Agung Pematang Siantar dan

lulus seleksi masuk USU melalui jalur UMB Mandiri. Penulis memilih Program

Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan

Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan aktif mengikuti kegiatan KMK

(Kelompok Mahasiswa Kristen) Unit Pelayanan FP USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik kelapa

Sawit (PKS) PTPN IV Bah Jambi, Kab. Simalungun, Sumatera Utara pada Juli

2014. Kemudian pada tahun 2015 mengadakan penelitian skripsi dengan judul

“Uji Suhu Terhadap Kualitas Lemang Pada Alat Pemasak Lemang Listrik Tipe

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Uji Suhu Terhadap Kualitas Lemang Pada Alat Pemasak Lemang Listrik

Tipe Vertikal”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada

Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan kritik serta saran yang membangun

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Disamping

itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan

pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta semua rekan mahasiswa

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2015

(6)

iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Batasan Masalah... 4

Bahan Pembungkus Makanan ... 13

Pengolahan Makanan ... 14

Kapasitas Kerja Alat ... 16

Uji Organoleptik... 16

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Metodelogi Penelitian ... 22

Komponen Alat ... 23

Logam yang Digunakan ... 23

Non Logam yang Digunakan ... 24

Prinsip Kerja Alat ... 25

Prosedur Penelitian ... 25

Parameter Penelitian... 26

Kapasitas alat ... 26

Uji organoleptik ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Alat ... 28

Uji Organoleptik... 29

Aroma ... 29

Rasa ... 32

Keempukan ... 34

Penerimaan keseluruhan... 36

Perlakuan pendahuluan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

(7)

v

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Uji organoleptik untuk penerimaan keseluruhan ... 27

2.

Pengaruh suhu lemang terhadap parameter ... 28

3.

Kapasitas alat ... 29

4.

Pengaruh suhu pemasakan lemang terhadap uji aroma ... 30

5.

Pengaruh suhu pemasakan lemang terhadap uji rasa ... 32

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Proses memasak lemang dengan cara tradisional ... 5

2.

Hubungan suhu pemasakan lemang terhadap aroma ... 21

3.

Hubungan suhu pemasakan lemang terhadap rasa ... 23

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No

hal

1. Flow chart pelaksanaan penelitian ... 40

2. Data pengamatan kapasitas efektif alat ... 41

3. Data pengamatan Organoleptik aroma ... 42

4. Data pengamatan Organoleptik rasa ... 43

5. Data pengamatan Organoleptik keempukan ... 44

6. Gambar alat ... 45

7. Komponen alat ... 47

(10)

i

ABSTRAK

NETTY SINAGA: Uji Suhu Terhadap Kualitas Lemang Pada Alat Pemasak Lemang Listrik Tipe Vertikal, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Proses pemasakan lemang merupakan pengolahan hasil pertanian tahap lanjut yang sangat sederhana dan memiliki beberapa kelemahan yang dapat diminimalisir dalam pengolahannya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi suhu pada kinerja alat pemasak lemang listrik tipe vertikal. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU pada April – Mei 2015 menggunakan rancangan acak lengkap non – factorial dengan tiga taraf yaitu 95oC, 100oC dan 105oC dengan tiga kali pengulangan tiap taraf. Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat dan uji organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan suhu pemasakan lemang listrik tipe vertikal memberikan pengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik. Tetapi tidak menunjukkan perbedaan tidak nyata pada kapasitas efektif alat.

Kata kunci: Ketan, Lemang, Alat pemasak lemang.

ABSTRACT

NETTY SINAGA: Efeect of Temperature on the quality of Lemang using Vertical Type Lemang cooking Appliance, supervised bySAIPUL BAHRI DAULAY and LUKMAN ADLIN HARAHAP .

The process of lemang cooking is very simple and has some weakness that can be minimalised. The purpose of this research was to examine the effect of temperature in vertical typelemang cooking appliance. This research was carried out at Agricultural Engineering Laboratory, Faculty of Agriculture USU in April – May 2015 using non factorial randomized block design with three levels, i.e. 95oC, 100oC, and 105oC. Parameters observed were effective capacity and organoleptic values.

The results showed that cooking temperature had significant effect on the organoleptic test. But had no significant effect on the effective capacityof the appliance.

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil pertanian bahan pangan di Indonesia menjadi sumber mata

pencaharian bagi para petani. Hasil pertanian yang melimpah juga harus didukung

dengan perkembangan teknologi pengolahan hasil pertanian yang memadai, agar

hasil pertanian tersebut bisa diolah menjadi produk yang berguna, bermutu untuk

dikonsumsi oleh masyarakat. Kegiatan di bidang produksi bahan mentah adalah

kegiatan yang berhubungan dengan teknologi pertanian yaitu pembibitan dan

penanaman, pemeliharaan selama pertumbuhan, pemanenan atau pemotongan,

penyimpanan, penanganan atau pengepakan dan distribusi bahan mentah untuk

proses selanjutnya (Winarno, dkk.,1980).

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak makanan tradisional

yang disukai oleh berbagai negara. Lemang merupakan makanan tradisional yang

dihasilkan dari pulut berbentuk silinder dan mempunyai aroma asli hasil dari

proses penyediaan yang agak unik. Namun industri pangan khususnya dibidang

bahan makanan tradisional masih dalam taraf usaha industri rumah. Lemang

sering dibuat ketika ada perayaan atau sengaja dijual dikalangan umum. Banyak

masyarakat Indonesia yang membuat lemang, bahkan di Sumatera Utara tepatnya

kota Tebing Tinggi dijuluki sebagai kota Lemang.

Lemang adalah suatu metode memasak lemak menjadi nasi dengan

menggunakanwadah bambu. Setelah beras dimasukkan kedalam rongga bambu

yang didalamnya dilapisi daun pisang, kemudian bambu yang berisi beras ketan

(12)

diperlukan beberapa sesi untuk memutar bambu tersebut dengan tujuan supaya

beras tersebut masak dengan sempurna dengan waktu yang cukup lama.

Asap dari pembakaran yang tidak sempurna ini cukup banyak bahkan

sering membuat batuk-batuk dan mata pedih. Asap pembakaran kayu mempunyai

efek yang merugikan bagi kesehatan dan jika di lihat dari sisi lingkungan asap

merupakan polusi udara yang berpotensi merusak lapisan ozon.

Faisal, Yunus dan Harahap (2012) menyatakan bahwa pengaruh asap

terhadap kesehatan terjadi melalui berbagai mekanisme, antara lain iritasi

langsung, kekurangan oksigen yang menimbulkan sesak napas, serta absorpsi

toksin. Cedera termal (luka bakar) terjadi pada daerah terkena pada permukaan

eksternal tubuh, termasuk hidung dan mulut, luka bakar di bawah trakea jarang

terjadi karena adanya efisiensi saluran napas bagian atas yang menyerap panas.

Jika dilihat, proses untuk memasak lemang bukanlah sesuatu yang mudah

dan cepat untuk dimasak. Oleh karena itu timbulah alasan untuk membuat alat

pemasak lemang listrik tipe vertikal dimana proses pemasakannya menggunakan

listrik dan tanpa menggunakan bambu. Alat ini mampu mengurangi biaya

penggunaan bambu yang diganti dengan tabung silinder dan waktu proses

pemasakan yang lebih sedikit. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Risanta (2015) waktu proses pemasakan membutuhkan waktu 1 jam 30 menit

dengan suhu 100oC.

Pada proses pemasakan lemang, suhu sangat mempengaruhi tingkat

kematangan. Jika suhu yang digunakan tidak sesuai maka akan mempengaruhi

tingkat kepulenan lemang baik dari segi aroma dan rasa. Oleh karena itu perlu

(13)

3

listrik tipe vertikal. Mekanisasi pertanian di Indonesia telah dipraktekkan atau

dilaksanakan untuk mendukung berbagai usaha pembangunan pertanian terutama

dibidang usaha swasembada pangan. Dengan mempertimbangkan aspek

kepadatan penduduk, nilai sosial ekonomi danteknis, maka pengembangan

mekanisasi pertanian di Indonesia dilaksanakan melalui sistem pengembangan

selektif. Sistem mekanisasi pertanian selektif adalah usaha memperkenalkan,

mengembangkan, dan membina pemakaian jenis atau kelompok jenis alat dan

mesin pertanian yang serasi atau yang sesuai dengan keadaan wilayahsetempat

(Hardjosentono, dkk., 2000).

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Risanta (2015), dimana hasil lemang yang diperoleh untuk

organoleptik akibat suhu dapat diduga masih belum optimal dengan suhu 1000C.

Diharapkan hasil yang diperoleh dengan pengujian suhu dapat optimal dengan

mendapatkan suhu yang sesuai untuk alat pemasak lemang tipe vertikal, sehingga

alat ini dapat membantu dan mempermudah masyarakat terutama produsen

lemang untuk memenuhi permintaan konsumen.

Penelitian ini akan dilakukan dengan pengujian alat dan pengamatan

paremeter. Parameter yang akan diamati yaitu kapasitas alat dan uji organoleptik.

Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan acak lengkap (RAL)

non faktorial dengan 3 taraf yaitu suhu 95OC, 100OC dan 105OC.

Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variasi suhu pada kinerja

(14)

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh suhu terhadap kualitas lemang pada alat pemasak

lemang listrik tipe vertikal.

Batasan Penelitian

Pengujian suhu alat pemasak lemang dilakukan pada bahan baku beras

(15)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Lemang

Menurut Robert dan Yataro (1972) dalam Samsudin (1990) Lemangialah

makanan tradisional yang dihasilkan dari pulut, berbentuk silinder dan

mempunyai aroma asli hasil dari proses yang agak unik. Untuk menyediakannya

pulut terlebih dahulu direndam selama 3-4 jam untuk meningkatkan kandungan

kelembabannya sebelum diaduk bersama bahan perasa seperti garam dan santan.

Selama direndam, beras pulut akan menyerap air sebanyak 25 – 28 % daripada

berat asalnya.

Ditinjau dari aroma, lemang sedikit beraroma daun pisang. Daun pisang

digunakan sebagai bahan pembungkus. Aroma lemang juga dipengaruhi oleh

adanya penggunaan santan dan daun pisang sehingga aroma yang dihasilkan

dengan suhu pemanasan yang sesuai akan menghasilkan aroma yang sangat khas.

Aroma dari makanan yang sedang berada di mulut ditangkap oleh indra

penciuman melalui saluran yang menghubungkan antar mulut dan hidung. Jumlah

komponen volatil yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi oleh suhu dan

komponen alaminya (Suniati, 2011).

Adapun teknologi pengolahan lemang ini masih terbilang sederhana dan

sangat tradisional. Sebelum memasak lemang kita harus mencari bambu lemang

yang ketebalannya berbeda dengan bambu biasa, membutuhkan waktu yang lama

dalam pemasakannya, membutuhkan keterampilan khusus dan perlakuan

pemusingan yang bertujuan meratakan pemasakan serta harus memperhatikan

(16)

dan kayu bakar sebagai alternatif dalam memasak lemang baik itu dalam acara

adat, perayaan hari besar maupun kegiatan komersil pada umumnya.

Gambar 1. Proses memasak lemang dengan cara tradisional

Padi

Padi/beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Indonesia. Permintaan akan beras terus meningkat seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk. Beras tidak hanya merupakan sumber energi dan protein, tetapi

juga sumber vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. Dalam era

modern, masyarakat menaruh perhatian yang besar terhadap kesehatan, antara lain

dengan mengatur gaya hidup, pola makan dan menu

makanan (Santikadan Rozakurniati, 2010).

Haryadi (2008) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik dan kimiawi beras sangat

menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Rasa dipengaruhi

oleh beberapa komponen yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi

(17)

7

rangsangan pada rasamanis tetapi akan menurunkan rangsangan pada rasa asin

dan pahit. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,

kandungan protein dan kandungan lemak. Selain kandungan amilosa dan

kandungan protein, sifat fisik dan kimiawi beras yang berkaitan dengan mutu

beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan dengan air,

yaitu suhu gelatinisasi pati, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas

pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan

bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak dan

mutu rasa nasi.

Dalam penentuan mutu rasa nasi dikenal nasi pera dan nasi pulen. Nasi pera

adalah nasi keras dan kering setelah dingin, tidak lekat satu sama lain dan lebih

mengembang daripada nasi pulen. Sedangkan nasi pulen adalah nasi yang cukup

lunak walaupun sudah dingin, lengket tetapi kelengketannya tidak sampai seperti

ketan, antar biji lebih berlekatan satu sama lain dan mengkilat. Menurut

Rejeki (2012) keempukan berhubungan dengan nilai kekerasan, dimana semakin

rendah nilai kekerasannya maka semakin baik keempukannya.

Secara garis besar tanaman padi dibedakan dalam dua jenis, sebagai berikut:

a. Padi beras, yaitu tanaman padi yang dijadikan beras. Beras dapat ditanak

menjadi nasi dan sebagai makanan pokok.

b. Padi ketan. Setelah menjadi beras ketan, beras tidak digunakan sebagai

makanan pokok, tetapi diolah menjadi berbagai macam makan ringan

(Sugeng, 2001).

Menurut Haryadi (2008) padi atau gabah dengan kadar air yang tinggi

(18)

pengeringan, penyimpanan/ penggudangan, pengolahan, dan atau pada saat

distribusi. Oleh karena itu, perlu penanganan pasca panen yang cepat dan tepat.

Dengan penanganan pasca panen yang baik diharapkan kualitas produk gabah

akan tinggi serta tetap terjaga dengan baik dari produsen sampai ke konsumen

akhir. Cara penanakan beras pun beragam, terutama karena keragaman jenis beras

(beras ketan untuk nasi pera, beras untuk nasi pulen dan beras ketan), keragaman

penggunaan jumlah air untuk memasaknya dan tingkat kemasakannya (dari yang

belum mengembang penuh hingga mengembang penuh sampai pecah).

Beras ketan

Beras ketan (Oryza Sativa Glatinus)termasuk serealia yang kaya akan

karbohidrat sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok manusia,

pakan ternak dan industry yang menggunakan karbohidrat sebahai bahan bakunya.

Komponen kimia yang paling utama pada serealia adalah karbohidrat, terutama

pati, kira-kira 80% dari bahan kering (Sugiyono, 2002).

Beras ketan juga dikenal sebagai beras pulut ataupun nasi lengket. Ketan

merupakan padi bewarna putih yang menyerupai beras yang digunakan untuk

tujuan-tujuan pengentalan serta dalam banyak jenis berasa manis dan kue-kue

lezat yang biasanya dibungkus daun-daun pisang serta dengan cara direbus atau

dibakar pada pengolahannya. Untuk itu cara pemasakan bahan makanan dapat

mempengaruhi kualitas tekstur makanan yang dihasilkan. Keempukan sangat

berpengaruh terhadap produk akhir yang dihasilkan dan menentukan tingkat

(19)

9

Kelapa

Kelapa merupakan tanaman tropis yang penting bagi negara – negara Asia

dan Pasifik. Terutama di negara Indonesia kelapa telah dikenal secara menyeluruh

ke elemen masyarakat. Kelapa disamping dapat memberikan devisa bagi negara

juga merupakan mata pencaharian jutaan petani, yang mampu memberikan

penghidupan puluhan juta keluarganya. Menurut FAO ( Food and Agriculture

Organization ) pada tahun 1976 negara – negara di Asia dan Pasifik

menghasilkan 82% dari produksi kelapa dunia, sedangkan sisanya dihasilkan oleh

negara di Afrika dan Amerika Selatan (Suhardiyono, 1995).

Berikut ini morfologi tanaman kelapa:

1. Batang

Pada umumnya, batang kelapamengarah lurus ke atas dan tidak bercabang,

kecuali pada tanaman di pinggir sungai, tebing, dan lain-lain, pertumbuhan

tanaman akan melengkung menyesuaikan arah sinar matahari. Pada ujung

batang terdapat titik tumbuh yang merupakan jaringan meristem yang

berfungsi membentuk daun, batang, dan bunga.

2. Akar

Banyaknya akar serabut berkisar 2.000-4.000 helai. Akar-akar serabut

bercabang-cabang dan rambut akar berfungsi sebagai pengisap air dan

unsur hara tanaman.

3. Daun

Pertumbuhan dan pembentukan mahkota daun, dimulai sejak biji

berkecambah dan pada tingkat pertama dibentuk 4-6 helai daun. Daun

(20)

memudahkan susunan lembaga serta akar menembus sudut pada waktu

tumbuh.

4. Bunga

Pohon kelapa mulai berbunga kira-kira setelah 3-4 tahun pada kelapa

genjah dan 4-8 tahun pada kelapa dalam. Sedang kelapa hibrida mulai

berbunga sesudah umur 4 tahun. Karangan bunga tumbuh dari ketiak daun

yang bagian luarnya diselubungi oleh seludang yang disebut mancung

(spatha).

5. Buah

Buah mencapai ukuran maksimal sesudah buah berumur 9-10 bulan,

dengan berat 3-4 Kg dan bervolume 3-4 Liter. Buah kelapa sendiri, terdiri

dari:

- Kulit luar, keras licin serta tipis (0,14 mm). Warna ada yang hijau,

kuning atau jingga.

- Kulit tengah atau sabut (mesocarp), bagian ini berserabut dan terdiri

dari jaringan dengan sel serat yang keras, antara sel-sel terdapat

jaringan lunak.

- Kulit dalam, merupakan lapisan yang keras karena banyak

mengandung Silikat (SiO2).

- Kulit luar biji kelapa adalah semua bagian yang berada di sebelah

dalam dari tempurung.

- Putih lembaga (endosperm), merupakan daging kelapa berwarna putih,

lunak dan enak dimakan. Putih lembaga inilah yang sangat

(21)

11

santan, minyak, dan lain-lain) ataupun sebagai bahan komoditi (kopra,

minyak, dan lain-lain).

- Air kelapa, air degan ini mengandung mineral 4%, gula 2% (glukosa,

fruktosa dan sukrosa) dan abu serta air.

- Lembaga, buah yang cukup masak atau tua, lembaganya bisa tumbuh

baik membentuk calon tanaman ataupun membentuk suatu alat

pengisap makanan yang disebut kentos.

(Suhardiman, 1999).

Santan

Santan kelapa merupakan cairan putih kental hasil ekstraksi dari kelapa

yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan kemudian diperas bersama air.

Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan

masakanmenjadi gurih. Dahulu, untuk memperoleh santan dilakukan dengan cara

diperas dengan tangan dari kelapa yang diparut dan menambahkan air panas

sehingga santan yang dihasilkan lebih baik. Akan tetapi, saat ini sudah terdapat

mesin pemeras santan yang dalam penggunaannya kelapa yang diparut tidak perlu

dicampurkan dengan air dan pati santan yang dihasilkan murni 100%. Saat ini

juga banyak dijual santan instan atau siap saji dengan cara pemakaiannya hanya

menambahkan air lalu dimasak. Penggunaan santan di Indonesia sangat luas,

diantaranya digunakan dalam pembuatan makanan seperti rendang, opor, dodol,

agar-agar, dan lain sebagainya (Suhardiyono, 1995).

Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber

gizi, penambahan aroma, cita rasa dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil

(22)

nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan santan bersifat

volatil dan menimbulkan bau yang enak. Pemanfaatan santan dalam produksi

makanan olahan sering menghadapi permasalahan yaitu terjadi pemecahan santan

ketika dipanaskan. Pecahnya santan dapat dilihat dari terbentuknya

gumpalan-gumpalan putih di permukaan, rasa gurih dari santan berkurang menyebabkan cita

rasa produk olahan berubah dan penampilannya menjadi kurang menarik. Hal ini

bisa dicegah dengan melakukan pengadukan selama santan tersebut dipanaskan

dan penggunaan api kecil selama pemasakan santan.

Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Selain itu, air juga merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, dan cita rasa makanan bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun seperti buah kering, tepung dan biji-bijian. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut.

Saat ini istilah yang umum digunakan untuk air yang terdapat dalam bahan makanan adalah ”air terikat”, yang dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Berdasarkan derajat keterikatan air, ”air terikat” terbagi menjadi empat (4) tipe.

(23)

13

b. Tipe 2, yaitu molekul-molekul air berikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air murni. Air tipe ini lebih sukar dihilangkan, dan penghilangan air tipe ini akan menurunkan aw (water

activity).

c. Tipe 3, yaitu air yang terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba dan media untuk reaksi-reaksi kimiawi.

d. Tipe 4, yaitu air yang terikat dalam jaringan suatu bahan dan sering disebut dengan istilah ”air murni” yang memiliki sifat-sifat seperti air biasa dan keaktifan penuh.

Selain tipe-tipe air di atas, terdapat juga air imbibisi dan air kristal. Air imbibisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume bahan, tetapi air ini bukan merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukkan gel dari bahan pati. Sedangkan yang dimaksud dengan air kristal adalah air yang terikat dalam semua bahan, baik bahan pangan maupun non-pangan yang berbentuk kristal seperti gula, garam, tembaga sulfat, dan lain-lain. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan

oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 2002).

Bahan Pembungkus

Sejak dahulu, kita sudah mengenal dan mempergunakan alat pembungkus

yang khas dan bisa dibilang sangat sederhana bahkan apa adanya untuk

membungkus bahan makanan dan makanan olahan. Alat pembungkus yang

dimaksud adalah daun-daunan (daun pisang, pelepah batang pisang dll), kulit,

(24)

maka muncullah beranekaragam alat pembungkus dengan desain yang

bagus-bagus dan modern mengikuti perkembangan jaman yang terbuat dari kertas,

kaleng, gelas, aluminium foil dan plastik (Satyahadi, 2012).

Kue-kue tradisional banyak menggunakan daun pembungkus, seperti, daun

pisang, daun bambu, daun kelapa muda, daun pandan dan lain-lain. Kue-kue yang

di bungkus dapat digantikan dengan bungkusan lain, tetapi aroma daun pada

bungkusan akan hilang. Tujuan pemberian bungkusan tersebut selain untuk

menjaga kebersihan kue juga untuk menambah penampilan kue agar lebih

menarik (Marwanti, 2000).

Daun pisang adalah daun dari

dekoratif pada berbagai kegiatan keagamaan atau sebagai bahan pelengkap dalam

kuliner. Daun pisang mengandung polifenol dalam jumlah besar yang sama

seperti pada daun teh, sehingga menghasilkan aroma khas ketika menjadi bahan

pelengkap makanan (Ristagustina, 2012).

Bagaimanapun menggunakan pembungkus alami jauh lebih sehat

dibandingkan dengan plastik. Penggunaan daun pisang untuk nasi timbel

misalnya, selain menjadikan aroma nasi lebih harum, meningkatkan selera makan,

juga mudah terurai menjadi bahan organik tanah, sehingga berperan terhadap

pelestarian lingkungan (Hidayat, 2011).

Pengolahan Makanan

Dalam pengolahan makanan yang menghasilkan masakan enak, bergizi dan

menarik perlu dilakukan proses-proses tertentu dari bahan mentah menjadi

makanan yang siap dikonsumsi. Proses pengolahan tersebut dimulai dari

(25)

15

pengolahan juga dapat dicampur dengan bahan-bahan lain, misalnya gula, garam,

pewarna, atau bumbu-bumbu lainnya untuk menjadikan makanan lebih lezat dan

menarik (Handayani dan Marwanti, 2011).

Secara umum pengolahan makanan merupakan peningkatan citra rasa dan

menambah umur simpan pada produk olahan. Dimana pada proses perlakuannya

tidak luput dari pengolahan termal hal ini sesuai dengan literatur Estiasih dan

Ahmadi (2009) yang menyatakan proses pengolah termal (thermal process)

termasuk ke dalam proses pengawetan menggunakan energi panas. Proses ini

merupakan proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan produk

dengan umur simpan panjang. Secara umum, tujuan proses termal adalah untuk

mematikan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit yang dapat

menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas.

Pindah panas adalah proses yang dinamis yaitu panas dipindahkan secara

spontan dari satu badan ke badan lain yang lebih dingin. suhu antara sumber

panas dan penerima panas merupakan daya tarik dalam pindah panas. Peningkatan

suhu akan meningkatkan gaya tarik dalam pindah panas (Earley, 1969).

Pada pengolahan pangan secara termal kita jumpai perambatan panas

dilakukan secara konduksi Konduksi adalah perambatan panas dimana panas

dialirkan dari satu partikel ke partikel lainnya tanpa adanya pergerakan atau

sirkulasi dari partikel itu. Semakin padat bahan pangan maka perambatan

panasnya akan semakin lambat.

Kapasitas Kerja Alat

Menurut Daywin, dkk., (2008) kapasitas kerja suatu alat atau mesin

(26)

produk (contoh : ha. Kg, lt) persatuan waktu (jam). Dari satuan kapasitas kerja

dapat dikonversikan menjadi satuan produk per kW per jam, bila alat/mesin itu

menggunakan daya penggerak motor. Jadi satuan kapasitas kerja menjadi :

Ha.jam/kW, Kg.jam/kW, Lt.jam/kW.

Persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut :

Kapasitas Alat = Produk yang diolah

Waktu ... (1)

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan.

1. Panelis

Pelaksanaan uji organoleptik memerlukan paling tidak dua pihak yang bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana kegiatan pengujian. Keduanya berperan penting dan harus bekerja sama, sehingga proses pengujian dapat berjalan dan memenuhi kaidah obyektivitas dan ketepatan. Panel adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertugas melakukan proses pengindraan dalam uji organoleptik, sedangkan orangnya disebut panelis. Terdapat lima macam panel, yaitu panel pencicip perorangan, panel pencicip terbatas, panel terlatih, panel tidak terlatih dan panel konsumen.

(27)

17

sangat singkat dapat menilai mutu dengan tepat, bahkan dapat menilai pengaruh dari proses yang dilakukan dan penggunaan bahan baku. Kelemahan pencicip perorangan adalah hasil uji berupa keputusan yang mutlak, ada kemungkinan terjadi bias atau kecenderungan dapat menyebabkan pengujian tidak tepat karena tidak ada kontrol atau pembandingnya. Target pengujian sangat tergantung pada seseorang, jika ada gangguan kesehatan atau faktor yang mempengaruhi kepekaan panelis, jalannya pengujian akan terhambat. Panel perorangan kemampuannya biasanya spesialis untuk satu jenis komoditas tetapi lengkap.

Panel pencicip terbatas beranggotakan 3 sampai 5 orang panelis yang memiliki tinggkat kepekaan tinggi, berpengalaman, terlatih dan kompeten untuk menilai beberapa atribut mutu organoleptik atau kompeten untuk beberapa komoditas. Panel ini dapat mengurangi faktor bias dalam menilai mutu dan tingkat ketergantungannya hanya pada seseorang lebih kecil. Hasil penilaian adalah kesepakatan dari anggota panel. Kemampuan dalam melakukan pengujian sampai dengan uji yang bersifat diskriptis (menyeluruh) terhadap semua atribut mutu dan juga untuk beberapa komoditas atau produk. Kelemahannya jika terdapat dominasi diantara anggota panel.

(28)

bukan pada tingkat kepekaan indrawi individu. Panel ini biasanya hanya digunakan untuk uji kesukaan (preference test).

Anggota panel adalah orang yang secara khusus memiliki kemampuan yang lebih diantara orang kebanyakan. Kelebihan mereka adalah dalam hal penilaian terhadap suatu produk untuk menentukan mutunya secara indrawi. Kemampuan ini tidak bisa muncul begitu saja tetapi perlu ada upaya untuk memunculkannya, dalam arti bahwa seseorang mungkin telah memiliki bakat terpendam maka perlu dilatih.

Untuk menjadi anggota panel harus memenuhi persyaratan diantaranya adalah memiliki kepekaan indrawi yang baik, berpengetahuan luas tentang komoditas atau produk yang diuji, memiliki ketertarikan pada bidang pengujian serta memiliki kemampuan ilmu-ilmu dasar. Anggota panel tidak semua harus diseleksi, bahkan untuk tujuan tertentu justru panel ini harus berasal dari semua kalangan dan bersifat acak. Misalnya untuk panel konsumen, tidak perlu ada seleksi. Beberapa jenis panel, anggota timnya harus diseleksi secara ketat dengan berbagai persyaratan kemampuan dan ada seleksi yang hanya terbatas pada aspek sosial panelis, misalnya untuk panel wakil konsumen. Seleksi dilakukan pada orang yang memenuhi kriteria, yaitu : a) Orang tersebut memiliki perhatian yang cukup baik pada uji organoleptik

b) Ketersediaan dan memiliki waktu yang cukup untuk berlatih tentang pengujian organoleptik

c) Memiliki pengetahuan, keterampilan dasar yang cukup dalam hal prinsip analisis, sistem dan prosedur, kriteria spesifik bahan/produk, persiapan, faktor fisio-psikologis kepekaan indrawi, komponen bahan dan pengaruhnya pada atribut organoleptik bahan, hasil analisis faktornya, serta dokumen dan pelaporan atas pelaksanaan tugas.

(29)

19

2.Uji Penerimaan (Acceptance Test)

Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Uji penerimaan lebih subyektif daripada uji pembedaan. Karena sifatnya yang sangat subyektif itu beberapa panelis yang mempunyai kecenderungan ekstrim senang atau benci terhadap suatu komoditi atau bahan tidak dapat digunakan untuk melakukan uji penerimaan. Tetapi panelis orang ekstrim ini mungkin masih dapat digunakan untuk menilai dengan uji pembedaan. Pada uji penerimaan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman sekalipun dan tidak ada contoh pembanding atau contoh baku. Selain itu, panelis dilarang mengingat–ingat atau membandingkan dengan contoh yang diuji sebelumnya. Tanggapan harus diberikan segera dan secara spontan. Bahkan tanggapan yang sudah diberikan tidak boleh ditarik kembali meskipun kemudian timbul keraguan.

Tanggapan senang atau suka adalah sangat pribadi karena itu kesan seseorang tak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan dari sesuatu komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah mengetahui apakah suatu komoditi atau suatu sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Karena itu tanggapan senang atau suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau mewakili suatu populasi masyarakat tertentu. Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan.

(30)

menurut tingkat kesukaan sehingga diperoleh data numerik. Data-data tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan analisis statistik.

Secara tidak langsung uji hedonik dapat digunakan untuk mengetahui dari dari suatu produk. Uji ini paling sering digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap produk hasil pengembangan. Setelah didapat data numerik dari panelis maka dilanjutkan dengan metode uji statistik untuk mengolah data hasil uji

deskriptif. Pada umumnya data diuji menggunakan ANOVA kemudian

dilanjutkan dengan uji duncan atau fisher jika didapat yang nyata dalam uji

ANOVA (Setyaningsih, dkk., 2010).

Menurut Winarno (2002) Pengujian organoleptik terbagi atas:

1). Aroma

Aroma adalah rasa bau yang sangat subjektif serta sulit diukur, karena setiap

orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda.

2). Rasa

Rasa merupakan tantangan atas adanya ringkasan kimiawi yang sampai di

indra pengecap lidah. Khususnya jenis rasa yaitu manis, asin, asam dan pahit.

3). Keempukan

Faktor keempukaan diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan,

(31)

21

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 sampai dengan Mei 2015 di

Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beras ketan,

santan, garam, air dan daun pisang muda.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini alat pemasak lemang

listrik tipe vertikal, timbangan, ember, stopwacth, gelas ukur, kalkulator, kamera,

alat tulis, dan komputer.

Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur

(kepustakaan), lalu pengamatan langsung tentang pemasakan lemang.

Kemudian dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter. Penelitian ini

menggunakan rancang acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 3 kali ulangan

di setiap perlakuan menggunakan suhu :

T1 = Temperatur 95oC

T2 = Temperatur 100oC

T3 = Temperatur 105oC

Model rancangan yang digunakan yaitu:

(32)

Dimana :

Yij = nilai pengamatan dari perlakuan faktor lama perendaman pada taraf ke-i dan pada ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

Ti = pengaruh perlakuan ke-i

€ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan lama perendaman pada taraf

ke-i dan ulangan ke-j

Komponen Alat

Pemasak lemang ini memiliki beberapa bagian penting, yaitu:

1. Reaktor

Secara umum reaktor merupakan tempat pereaksian. Reaktor pada tabung

pemasak lemang merupakan tempat terjadinya perpindahan panas pada tabung

silinder lemang secara konduksi. Dimensi reaktorberukuran tinggi 25,7 cm dan

diameter= 15,7 cm dan letaknya tepat dibagian tengah tabung.

2. Tabung lemang

Tabung lemang ini terbuat dari logam yang didesain sedemikian rupa

menyerupai tabung lemang bambu berbentuk silinder dimana tabung lemang

ini berfungsi sebagai wadah penampung bahan baku pembuatan lemang.

Panjang dari tabung silinder ini adalah 25 cm dan berdiameter 5 cm.

3. Heater

Heater merupakan elemen pemanas yang bekerja sangat sederhana.

Elemen pemanas terbuat dari logam dengan nilai resistansinya yang tinggi. Alat

(33)

23

4. Thermostat

Thermostat adalah alat untuk mengatur suhu agar suhu pada proses

pemasakan stabil. Alat ini dapat mengatur suhu 0 – 1200 C.

5. Isolator

Isolator merupakan penghambat laju perpindahan panas dimana terbuat

dari fiberglass yang diselubungi glasswool agar laju perpindahan panas melambat

sehingga panas tidak terbuang percuma.

Logam yang Digunakan

Stainless steel

Logam yang digunakan merupakan logam baja tahan karat (stainless steel).

Baja tahan karat yang mempunyai seratus lebih jenis yang berbeda-beda. Akan

tetapi, seluruh baja itu mempunyai satu sifat karena kandungan kromium yang

membuatnya tahan terhadap karat. Baja tahan karat dapat dibagi ke dalam tiga

kelompok dasar yakni baja tahan karat ferit, baja tahan karat austenit dan baja

tahan karat martensit.

Aluminium

Aluminium banyak dipergunakan dengan pertimbangan sifatnya yang

ringan dan lunak dengan berat jenis 2,7 titik cair 657oC dan titik didih 1800oC,

penghantar panas dan listrik yang baik, tahan korosi dan tidak bercaun, mudah

dibentuk, bersifat non magnetik serta mempunyai daya tarik yang relatif tinggi

(34)

Non Logam yang Digunakan

Glasswool

Glasswool merupakan bahan isolasi yang terbuat dari fiberglass, disusun

menjadi sebuah keempukan yang mirip dengan wol. Glasswool diproduksi dalam

gulungan atau dalam lempengan dengan sifat mekanik dan termal yang

berbeda-beda. Terkait sifat mekanik glasswool : meredam suara, sebagai pengganjal, dll.

Terkait sifat termal glasswool : sebagai isolator (penghambat laju perpindahan

panas). Pada kendaraan, glasswool umumnya digunakan untuk isolasi pada

knalpot.Selain pada knalpot, di dunia industri, glasswool digunakan misalkan

untuk isolator panas. Misalkan ada pipa penyalur air panas, supaya panas air tidak

terbuang percuma ketika melintasi pipa, maka pipa diselubungi glasswool.

Prinsip Kerja Alat

Pada waktu pemasakan lemang, saklar akan terhubung dengan elemen

pemanas (heater) dan thermostat. Panas yang dihasilkan oleh heater kemudian

dirambatkan secara konduksi ke seluruh tabung lemang diharapkan panas yang

dihasilkan merata dan arus listrik yang menuju ke elemen pemanas kemudian

dibaca oleh thermostat dengan demikian suhu yang diperoleh pada pemasakan

akan berlangsung secara konstan.

Persiapan Bahan

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah beras ketan, air,

garam, santan yang diperoleh dari pasar tradisonal dikota Medan dan daun pisang

muda yang tumbuh dari halaman sekitar pemukiman.

Prosedur Penelitian

(35)

25

2. Dicuci hingga bersih dan direndam ketan selama ±3 jam.

3. Disatukan santan kental (705 ml) dan air (705 ml) dalam satu wadah.

4. Dilakukan penambahan garam sebanyak ±15 gr.

5. Diaduk santan kental, air dan garam hingga merata.

6. Dimasukkan tabung lemang ke dalam tabung reaktor.

7. Digulung daun pisang muda (±1 kali putaran) dan dimasukkan gulungan

daun pisang muda pada tabung pemasakan secara vertikal.

8. Dimasukkan ketan per tabung sebanyak 3/4 tabung (195,65 gr).

9. Dimasukan bahan yang telah terkomposisi ke dalam tabung lemang

(sampai ketan terendam dengan santan).

10.Dihidupkan alat pemasak lemang dengan suhu (95oC,100oCdan 105oC)

11.Ditunggu hingga 90 menit.

12.Dilakukan pengamatan parameter.

Parameter Penelitian

Kapasitas efektif alat

Kapasitas efektif alat dilakukan dengan menghitung berat lemangyang

diolah dibagi dengan satuan waktu yang dibutuhkan selama proses pemasakan

(jam). Hal ini dapat dihitung berdasarkan Persamaan (1).

Uji organoleptik

Uji organoleptik menggunakan indra peraba, pembau, pengelihatan dan

pencicipan untuk memberikan penilaian. Oleh karena itu uji ini bersifat objektif,

dalam artian penilaian yang diberikan oleh setiap orang dapat berbeda-beda.

Orang yang bertugas untuk memberikan penilaian disebut sebagai panelis. Penelis

(36)

cukup suka, suka dan sangat suka terhadap suatu karakteristik lemang yang

disajikan. Adapun pengujian organoleptik terbagi atas aroma, rasa dan keempukan

(keempukan). Pengujian dilakukan secara indrawi organoleptik yang ditentukan

berdasarkan numerik.

Tabel 1. Uji organoleptik untuk penerimaan keseluruhan

Skala hedonik Skala Numerik (skor)

Sangat tidak suka 1

Tidak suka 2

Cukup suka 3

Suka 4

Sangat Suka 5

Panelis adalah sekolompok orang yang menilai mutu atau memberikan

kesan subjektif berdasarkan prosedur pengujian sensorik tertentu. Panel yang

(37)

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa suhu pemasakan

lemang dengan alat pemasak lemang listrik berpengaruh sangat nyata terhadap

parameter uji organoleptik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh suhu lemang terhadap parameter

Perlakuan

(oC) KEA

Uji Organoleptik

Aroma Rasa Keempukan Penerimaan Keseluruhan T1 1,53 3,03 2,86 2,10 2,66 T2 1,42 3,80 3,66 3,96 3,80 T3 1,37 4,03 3,70 4,03 4,03 Keterangan untuk nilai uji organoleptik :

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka

3 = cukup suka 4 = suka

5 = sangat suka

Dari Tabel 2 dapat dilihat nilai uji organoleptik tertinggi secara

keseluruhan diperoleh pada perlakuan T3 yaitu sebesar 4,03 (suka) dan nilai uji

organoleptik terendah pada T1 yakni sebesar 2,66 (tidak suka). Untuk hasil

analisa statistik pengaruh suhu terhadap masing-masing parameter yang diamati

dapat dilihat pada uraian berikut.

Kapasitas Efektif Alat

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa suhu

pemasakan lemang listrik tipe vertikal memberikan pengaruh tidak nyata terhadap

kapasitas efektif alat, sehingga pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple

(38)

Kapasitas alat didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam

menghasilkan suatu produk (Kg) persatuan waktu (jam). Dalam hal ini kapasitas

efektif alat dihitung dari perbandingan antara berat lemang yang dihasilkan (kg)

dengan waktu yang dibutuhkan selama proses pemasakan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Daywin, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa kapasitas kerja suatu

alat atau mesin didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam

menghasilkan suatu produk (contoh : ha. Kg, lt) persatuan waktu (jam). Kapasitas

efektif alat dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel3. Kapasitas efektif alat

Perlakuan (OC) Berat Lemang

Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat

kesukaan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap lemang yang dimasak

dengan menggunakan alat pemasak lemang listrik tipe vertikal hasil pemasakan

dengan 3 taraf suhu, yaitu suhu 95oC, 100oC dan 105oC dimana untuk setiap taraf

suhu dilakukan tiga kali ulangan. Uji organoleptik dilakukan terhadap 10 orang

panelis dengan parameter yang digunakan yaitu aroma, rasa, keempukan dan

penerimaan keseluruhan.

1. Aroma

Aroma adalah rasa bau yang sangat subjektif serta sulit diukur, karena setiap

(39)

29

mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan. Aroma dari

makanan yang sedang berada di mulut ditangkap oleh indra penciuman melalui

saluran yang menghubungkan antar mulut dan hidung. Jumlah komponen volatil

yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen

alaminya. Makanan yang dibawa ke mulut dirasakan oleh indera perasa dan bau

yang kemudian dilanjutkan diterima dan diartikan oleh otak.

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa suhu

pemasakan lemang listrik tipe vertikal memberikan pengaruh sangat nyata

terhadap uji organoleptik aroma. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan

Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh suhu pemasakan lemang listrik tipe

vertikal terhadap uji organoleptik aroma untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4.Pengaruh suhu pemasakan lemang terhadap uji aroma.

Suhu(oC) DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

95oC - - T1 3,03 a A 100oC 0,4377 0,6632 T2 3,80 b B 105oC 0,4536 0,6880 T3 4,03 b B Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan

memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa nilai

organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 4,03 (suka) dan

terendah pada 3,03 ( cukup suka). Berdasarkan hasil pengujian menggunakan

DMRT, maka diperoleh hasil bahwa perlakuan T1 berbeda nyata terhadap T2 dan

T3, perlakuan T2 berbeda nyata terhadap T1 dan berbeda tidak nyata terhadap T3

(40)

Hubungan antara suhu lemang dan uji organoleptik aroma dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan suhu pemasakan lemang terhadap aroma

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa persentase hubungan suhu pemasakan

lemang dengan menggunakan alat pemasak lemang listrik tipe vertikal terhadap

aroma dilihat dari grafik batang yang cenderung meningkat pada suhu 100oC dan

105oC.

Berdasarkan data Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik aroma

tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 4,03 (suka) dan terendah pada 3,03

(cukup suka). Hal ini terjadi karena suhu pemanasan dapat menimbulkan aroma

khas dari lemang. Aroma lemang juga dipengaruhi oleh adanya penggunaan

santan dan daun pisang sehingga aroma lemang yang dihasilkan dengan suhu

pemanasan yang sesuai akan menghasilkan aroma yang sangat khas

(Suniati, 2011). Sedangkan nilai organoleptik aroma terendah yaitu pada

(41)

31

perlakuan T1 dengan perlakuan suhu 95oC. Pada pengolahan pangan suhu

pemanasan dapat mempengaruhi aroma dari produk olahannya.

2. Rasa

Rasa merupakan campuran dari tanggapan cicip dan bau. Menurut

Winarno (2002) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia,

suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Untuk

pengujian rasa yang terdapat pada alat pemasak lemang listrik juga menggunakan

3 taraf suhu (95oC, 100oC dan 105oC).

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa suhu

pemasakan lemang listrik tipe vertikal memberikan pengaruh sangat nyata

terhadap uji organoleptik rasa. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan

Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh suhu pemasakan lemang listrik tipe

vertikal terhadap uji organoleptik rasa untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 5.Pengaruh suhu pemasakan lemang terhadap uji rasa.

Suhu (oC) DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

95 T1 2,86 a A

100 0,3460 0,5243 T2 3,66 b B 105 0,3586 0,5439 T3 3,70 b B

Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh

pada perlakuan T3 yaitu 3,70 (cukup suka) dan terendah pada T1 yaitu 2,86 (tidak

suka). Maka diperoleh hasil bahwa perlakuan T1 berbeda nyata terhadap T2 dan

T3, perlakuan T2 berbeda nyata terhadap T1 dan berbeda tidak nyata terhadap T3

(42)

Hubungan antara suhu lemang dan uji organoleptik rasa dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan suhu pemasak lemang listrik terhadap rasa

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa persentase hubungan suhu pemasakan

lemang dengan menggunakan alat pemasak lemang listrik tipe vertikal terhadap

rasa meningkat pada suhu 100oC dan105oC. Hal ini sesuai dengan literatur

Haryadi (2008) yang menyatakan rasa dipengaruhi oleh beberapa komponen

yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang

lain sehingga kenaikan temperatur akan menaikkan rangsangan pada rasa manis

tetapi akan menurunkan rangsangan pada rasa asin dan pahit.

Berdasarkan data Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa pada suhu 100oC

dan suhu 105oC memiliki nilai rata-rata organoleptik rasa yang tertinggi yaitu 3,66

dan 3,7. Nilai organoleptik rasa pada pemasakan lemang listrik dengan suhu yang

berbeda tidak memberikan nilai yang berbeda. Lemang yang dihasilkan memiliki

nilai yang hampir sama. Hal ini dikarenakan formulasi pembuatan lemang yang

digunakan tetap, sehingga rasa yang dihasilkan hampir sama.

(43)

33

3. Keempukan

Keempukan pada lemang sangat penting diperhatikan. Hal ini disebabkan

karena keempukan merupakan salah satu hal yang membedakan pemasakan

lemang dengan cara modern dengan produk lemang lainnya yang dimasak secara

tradisional. Keempukan sangat berpengaruh terhadap produk akhir yang

dihasilkan dan menentukan tingkat kesukaan kosumen terhadap produk tersebut.

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa suhu

pemasakan lemang listrik tipe vertikal memberikan pengaruh sangat nyata

terhadap uji organoleptik keempukan. Hasil pengujian menggunakan DMRT

(Duncan Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh suhu pemasakan lemang

listrik tipe vertikal terhadap uji organoleptik keempukan untuk tiap perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh suhu lemang terhadap uji organoleptik keempukan

Suhu(oC) DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

95 T1 2,10 a A

100 3,460 5,243 T2 3,96 b B 105 3,586 5,439 T3 4,03 b B Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan

memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik keempukan tertinggi

diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 4,03 (suka) dan terendah pada T1 yaitu 2,10

(tidak suka). Maka diperoleh hasil bahwa perlakuan T1 berbeda nyata terhadap T2

dan T3, perlakuan T2 berbeda nyata terhadap T1 dan berbeda tidak nyata terhadap

(44)

T2. Hubungan antara suhu lemang dan uji organoleptik keempukan dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan suhu pemasak lemang terhadap keempukan

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa persentase hubungan suhu pemasakan

lemang dengan menggunakan alat pemasak lemang listrik tipe vertikal terhadap

keempukan meningkat pada suhu tertinggi100oC dan105oC. Berdasarkan pendapat

Rejeki (2012) menyatakan bahwa keempukan berhubungan dengan nilai

kekerasan, dimana semakin rendah nilai kekerasannya maka semakin baik

keempukannya. Hasil uji organoleptik keempukan pada lemang meningkat

berkisar 3,96 sampai 4,03. Hal ini ditunjukkan adanya notasi yang sama pada

rerata sampel kesukaan oleh panelis pada tabel rerata nilai kesukaan panelis

terhadap keempukan. Selain itu nilai kesukaan terendah yaitu 2,10 (tidak suka).

Hal ini diduga karena suhu yang digunakan terhadap pemasakan lemang listrik

lebih rendah, akibatnya keempukan lemang yang dihasilkan menjadi kurang

empuk.

Dari diagram tersebut terlihat bahwa panelis lebih menyukai

keempukanlemang dengan suhu 105oC. Hal ini diduga pada suhu tersebut

(45)

35

keempukan lemang yang dihasilkan adalah yang paling lembut dan tidak terlalu

kering sehingga lidah panelis dapat merasakan keempukan yang mudah ditelan.

Penerimaan Keseluruhan

Pada sampel yang sama, ada penilaian panelis yang berbeda nilainya. Hal

ini disebabkan karena nilai organoleptik penerimaan keseluruhan ditentukan oleh

panelis dimana kemungkinan penilaian indera setiap panelis berbeda-beda, hal ini

sesuai dengan literatur Sjaifullah (1996) yang menyatakan bahwa mutu bahan

makanan jika diukur melalui kemampuan organ indra manusia secara langsung

maka penilaiannya akan bersifat subjektif tergantung kepada kemampuan indra

untuk memberikan penilaian.

Parameter organoleptik meliputi organoleptik aroma, rasa dankeempukan.

Berdasarkan perhitungan penentuan perlakuan terbaik dapat disimpulkan bahwa

perlakuan terbaik nilai organoleptik aroma yaitu pada perlakuan dengan

menggunakan suhu 105oC yaitu 4,03, nilai organoleptik terbaik untuk rasa 3,80

dankeempukan 4,03. Perlakuan suhu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap

nilai organoleptik penerimaan keseluruhan dan tidak menunjukkan perbedaan

(46)

36

1. Kapasitas efektif alat pemasak lemang listrik tipe vertikal yang digunakan

dalam penelitian sebesar 1,44 kg/shift.

2. Perbedaan suhu terhadap kualitas lemang pada alat pemasak lemang listrik

tipe vertikal memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik

yaitu aroma, rasa dan keempukan.

3. Berdasarkan pengujian menggunakan DMRT, suhu terbaik pada penerimaan

keseluruhan organoleptik adalah suhu 105oC yaitu 4,03.

4. Berdasarkan pengujian menggunakan DMRT suhu pemasak lemang listrik

tipe vertikal untuk tingkat kesukaan aroma terbaik diperoleh pada suhu 105oC

yaitu 4,03 (suka), untuk rasa terbaik diperoleh pada suhu 105oC yaitu 3,70

yaitu (agak suka), untuk keempukan terbaik diperoleh pada suhu 105oC yaitu

4,03 (suka).

Saran

Perlu dilakukan modifikasi alat pemasak lemang listrik agar penggunanya

(47)

37

DAFTAR PUSTAKA

Daywin, F. J., R. G. Sitompul dan I. Hidayat, 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Earley, R. I., 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Penerjemah: Nasution, Z. Sastra Hudaya, Bogor.

Estiasih, T. dan Ahmadi, K., 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Malang.

Faisal F, Yunus F, Harahap F., 2012. Dampak Asap Kebakaran Hutan pada Pernapasan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Handayani, T. H. W. dan Marwanri, 2011.Pengolahan Makanan Indonesia. Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri, Yogyakarta.

Hardjosentono M. Wijato, Elon R, Badra IW, Dadang T. 1996. Mesin-Mesin Pertanian.Bumi Aksara, Jakarta.

Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hidayat, A. A., 2011. Bahaya Kemasan Plastik. StafPengajar Teknik Industri Universitas Mercu Buana, Jakart

Marwanti, 2000.Pengetahuan Masakan Indonesia. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta

Rejeki, M. S. W., et al.,2012. Penentuan Kualitas dan Uji Organoleptik. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro, Semarang.

Ristagustina, 2012. Mengapa Daun Pisang Lebih Baik Digunakan sebagai PembungkusMakanan dari Plas [Diakses Tanggal 14 Maret 2015].

Samsudin, A. dkk., 1990. Teknologi Baru Pemrosesan dan Pengeluaran Lemang. Malaysian Agricultural Research and Development Institute. Kuala Lumpur, Malaysia.

(48)

Satyahadi, A., 2012. Bahan Kemasan yang Baik dan Aman. http://www.indonesiaprintmedia.com. [Diakses Tanggal 16 Maret 2015]

Setyaningsih. D., dkk., 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.

Sjaifullah, 1996. Petunjuk Pemilihan Buah Segar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugeng, H. R., 2001. Bercocok Tanam Padi. Aneka Ilmu, Semarang.

Sugiyono, 2002. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Satuhu, Sunarmani, 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suhardiman, P., 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Cetakan X. PT Penebar Swadaya, Bogor.

Suhardiyono, L., 1995. Tanaman Kelapa. Cetakan V. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Suniati, F.R.T. 2011.Pembuatan Pangan Pokok Tiruan Berbasis Tepung Ubi Jalar Putih dan Tepung Kecambah Kacang Komak Dengan Bahan Pengikat CMC. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang

(49)

39

Lampiran 1. Flow chart pelaksaaan penelitian

Pengamatan Parameter

Selesai Mulai

Persiapan Bahan

Pencucian Ketan

Perendaman Ketan ±3-4 jam

Pencampuran

Persiapan Alat

Pemasukan Daun Pisang Muda

Pemasukan Bahan

Pengaturan Suhu 95oC, 100oC dan 105oC

Pengujian Alat

(50)
(51)

41

Lampiran 3. Data Pengamatan Organoleptik Aroma

Suhu (oC)

Ulangan

Total Rataan

I II III

95 2,90 3,10 3,10 9,10 3,03

100 3,60 4,00 3,80 11,40 3,80

105 4,10 4,30 3,70 12,10 4,03

Total 10,60 11,40 10,60 32,60

Rataan 3,53 3,80 3,53 10,86

Analisis Sidik Ragam Organoleptik Aroma

SK DB JK KT F Hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 1,562 0,781 16,349 ** 5,142533 10,92477

Galat 6 0,287 0,048

Total 8 1,849

Ket: tn = tidak nyata

* = nyata

(52)

Lampiran 4. Data Pengamatan Organoleptik Rasa

Suhu (oC)

Ulangan

Total Rataan

I II III

95 2,90 2,80 2,90 8,60 2,86

100 3,50 3,80 3,70 11,30 3,66

105 3,40 4,10 3,60 11,90 3,70

Total 9,80 10,70 10,20 30,70

Rataan 3,43 3,53 3,53 10,22

Analisis Sidik Ragam Organoleptik Rasa

SK DB JK KT F Hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 1,602 0,801 26,704 ** 5,143253 10,92477

Galat 6 0,18 0,03

Total 8 1,782

Ket: tn = tidak nyata

* = nyata

(53)

43

Lampiran 5. Data Pengamatan Organoleptik Keempukan

Suhu (oC)

Ulangan

Total Rataan

I II III

95 2,20 2,00 2,10 6,30 2,10

100 3,90 4,00 4,00 11,90 3,96

105 4,00 4,10 4,00 12,10 4,03

Total 10,10 10,10 10,10 30,30

Rataan 3,36 3,36 3,36 10,09

Analisis Sidik Ragam Organoleptik Keempukan

SK DB JK KT F Hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 2 7,949 3,974 53,388 ** 5,143253 10,92477

Galat 6 0,447 0,074

Total 8 8,396

Ket: tn = tidak nyata

* = nyata

(54)

Lampiran 6. Foto alat

Alat pemasak lemang listrik tipe vertikal

(55)

45

Proses penuangan santan

(56)

Lampiran 7. Komponen alat

Sarung tabung cetakan

Tabung cetakan

(57)

47

Lampiran 8. Gambar teknik alat

(58)
(59)

49

(60)

Gambar

Gambar 1. Proses memasak lemang dengan cara tradisional
Tabel 1. Uji organoleptik untuk penerimaan keseluruhan
Tabel 2. Pengaruh suhu lemang terhadap parameter
Tabel 4.Pengaruh suhu pemasakan lemang terhadap uji aroma.
+6

Referensi

Dokumen terkait

21 Kedudukan guru terutama guru pendidikan agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam turut serta mengatasi terjadinya kenakalan. peserta didiknya sebab

Menurut beliau, ada beberapa tips yang dapat dilakukan agar luka perineum tidak menimbulkan infeksi serta waktu penyembuhan luka menjadi lebih cepat. Tips tersebut diantaranya

Seseorang penulis tidak berjaya menghasilkan sebuah karya yang baik. hanya mengadap komputer

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara parsial maupun simultan budaya organisasi dan pelatihan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kompetensi dan secara

KEDUA : Pedoman Indikator Program Kesehatan Masyarakat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024

Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan). Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Menggunakan

Dari hasil pengujian konsumsi bahan bakar pada 3 ( tiga ) sepeda motor dengan 2 ( Dua ) jenis bahan bakar yang berbeda yaitu pertamax dan pertamax plus menunjukan bahwa pertamax