Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten NiasNomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH
Petra Rosjuwita Telaumbanua 100903082
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas penyertaan dan
kasihNya kepada saya sehingga saya bisa melanjutkan studi di jurusan Ilmu
Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara serta mampu menyelesaikan
kuliah dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak sekali
kekurangan baik dari segi substansi maupun redaksinya. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan masukan, kritikan dan saran dari Bapak dan Ibu dosen serta
rekan-rekan mahasiswa.
Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orangtua penulis : Ariston Telaumbanua dan Idaman G. Harefa (Alm)
yang selalu memberikan doa yang tak henti-hentinya serta dukungan moril dan
materil selama penulis menuntut ilmu hingga saat ini. Penulis juga yakin,
meskipun Mama kini telah pergi untuk selama-lamanya, Mama selalu menyertai
saya dan pasti bangga bahwa saya kini telah menyelesaikan kuliah saya.
2. Saudara-saudari penulis : Genius Angelus Gloridian Telaumbanua, SH, Bruno
AR. Telaumbanua, ST, Gratiano Nelson Telaumbanua, ST, Romana Mega Santi
Telaumbanua, kakak ipar penulis Agnes Larosa,Amd serta keponakan penulis
Lex Winston Telaumbanua. Terimakasih untuk dukungan doa dan hal lainnya
yang dapat membantu karakter penulis, memberikan semangat, terlebih ponakan
penulis yang menghibur penulis dikala penulis merasa jenuh dalam menyelesaikan
skripsi ini. Tante kangen kamu Winston.
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara FISIP USU.
5. Ibu Dra. Elita Dewi, MSP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi
Negara FISIP USU.
6. Bapak M. Ridwan Rangkuti, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi penulis
yang telah meluangkan waktu dan sumbangan pikiran dalam memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Dadang Darmawan, M.Si, selaku dosen penguji yang banyak
memberikan masukan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.
8. Bapak Alwi Hasyim Batubara, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik
penulis selama kuliah di Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam perkuliahan dijurusan ini serta
memberikan masukan dan saran dalam pemilihan matakuliah penulis.
9. Kak Mega, Kak Dian staf dikampus FISIP USU.
10. Bapak Blasius Dawolo, S.S selaku Plt. Direktur Utama PD. Pasar Ya’ahowu
serta seluruh staf dan karyawan PD. Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian serta membantu
penulis dalam merangkum data yang dibutuhkan oleh penulis.
10. Teman-teman seperjuangan penulis : Bobby Trimart Gea S.Sos, Elvina Dewi
Gulo, Christine Batubara, Ade Auristha Manurung, Mariance Hasibuan S.Sos,
Susanti Lona Silalahi,S.Sos, Ira Ria Purba, Zudika Manulang, David Saputra
S.Sos, Maulana All Ravi Siregar, Junita Capah S.Sos, Geny Iryenti Putri S.Sos,
Agustiana Padang S.Sos, Fahmi Nasution, Muda Rahmansah Nasution, Bernad
Nazaras serta yang lainnya. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini, saya
bangga pernah mengenal kalian dan menjadi bagian dari kalian.
11. Rekan-rekan Ilmu Administrasi Negara khususnya stambuk 2010, terimakasih
12. Teman-teman penulis anggota DOBO FC terutama anak gang bahagia: Om
Dian, Ivan, Condrat, Bg Michael, Putra, Jimmy dan lainnya yang menjadi teman
yang menghibur penulis kala suka dan duka.
13. Teman-teman SMA penulis : Eirene Telaumbanua, Marganda Simanjuntak,
Vinny Zega, Wira Zai, Ivon Hulu, Herlitasah Daeli, serta teman-teman yang lain
yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya.
14. Rekan-rekan Di Forum Mahasiswa Nias Universitas Sumatera Utara
(ForMan-USU), terimakasih atas dukungannya selama ini.
15. Untuk mereka yang selalu menjadi penyemangat penulis selama ini dikampus,
terimakasih kepada kalian.
Akhir kata penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang penulis
lakukan, baik selama studi maupun dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap
skripsi ini dapat menjadi sumbangan ilmiah yang berguna untuk setiap orang yang
membacanya.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAK ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Fokus Masalah ... 9
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
1.6 Kerangka Teori ... 10
1.6.1 Kebijakan Publik ... 11
1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 11
1.6.1.2 Mekanisme Kebijakan Publik ... 13
1.6.2 Implementasi Kebijakan ... 15
1.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 15
1.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan ... 18
b. Model Edward ... 20
c. Model Matland ... 23
1.6.3 Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah . 29 1.6.4 Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Perusahaan Daerah ... 30
1.6.4.1 Undang-Undang Dasar 1945 ... 31
1.6.4.2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah ... 32
1.6.4.3 Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu ... 33
1.6.5 Perusahaan Daerah ... 34
1.6.4.1 Manajemen Perusahaan Daerah... 35
1.7 Definisi Konsep ... 39
1.8 Definisi Operasional ... 40
1.9 Sistematika Penulisan ... 41
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 42
2.2 Lokasi Penelitian ... 42
2.3 Informan Penelitian ... 43
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Profil Singkat Kabupaten Nias ... 46
3.2 Sejarah Berdirinya Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias ... 49
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi PD. Pasar Ya’ahowu ... 50
3.4 Visi dan Misi PD. Pasar Ya’ahowu ... 50
3.5 Struktur Organisasi ... 51
3.6 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Struktur Organisasi PD. Pasar Ya’ahowu ... 53
3.6.1 Badan Pengawas ... 53
3.6.2 Direksi ... 55
3.6.3 Unsur Staf ... 59
3.6.4 Unsur Pelaksana ... 63
BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Data Keadaan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu ... 67
4.1.1 Data tentang Karyawan PD Pasar Ya’ahowu ... 67
4.1.2 Data Keadaan Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu ... 71
4.2 Identitas Informan ... 76
4.3 Penyajian Data Tentang Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang PD. Pasar Ya’ahowu... 77
4.4 Data Sekunder ... 88
4.4.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nias ... 92
4.4.3 APBD Kabupaten Nias (Pendapatan) ... 93
4.4.4 Foto-foto Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu ... 94
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Aspek Manajemen Perusahaan ... 100
5.1.1 Kemampuan Manajemen ... 100
5.1.2 Aspek Keuangan Perusahaan ... 105
5.1.3 Aspek Sumber Daya Manusia ... 110
5.2 Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ... 112
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 119
6.2 Saran ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jenis Pendapatan Daerah (APBD Nasional 2007-2012) ... 4
Tabel 1. 2 . APBD Kabupaten Nias tahun anggaran 2009-2013 ... 7
Tabel 1.3. Persentase PAD terhadap APBD (2009-2013) ... 7
Tabel 3.1 Data Umum tentang Kabupaten Nias... 47
Tabel 3.2 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias ... 47
Tabel 3.3 Banyaknya Desa, Kelurahan, Dusun, Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias ... 48
Tabel 4.1 Daftar nama karyawan PD Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias ... 67
Tabel 4.2 Klasifikasi SDM berdasarkan Jenis Kelamin... 68
Tabel 4.3 Klasifikasi SDM berdasarkan tingkat pendidikan ... 69
Tabel 4.4 Klasifikasi SDM Berdasarkan Usia ... 69
Tabel 4.5 Klasifikasi SDM Berdasarkan Masa Kerja ... 69
Tabel 4.6 Data Bangunan yang dimiliki PD Pasar Ya’ahowu ... 71
Tabel 4.7 Klasifikasi Bangunan berdasarkan tarif ... 72
Tabel 4.8 Total Penyewa Gedung Kios 2010-2014 ... 74
Tabel 4.9 Modal Awal PD. Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias ... 84
Tabel 4.10 Pendapatan Perusahaan Daerah dari tahun 2010-2013 ... 92
Tabel 4.11 PAD Kabupaten Nias Tahun Anggaran 2010-2013 ... 92
Tabel 4.11 APBD Kabupaten Nias 2009-2013 ... 94
Tabel 5.1 Persentase Pendapatan PD. Pasar Ya’ahowu terhadap PAD ... 116
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pemahaman dasar proses kebijakan publik ... 17
Gambar 1.2 Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn... 22
Gambar 1.3 Model Teori George Edward III ... 25
Gambar 1.4 Ambiguitas Matland ... 23
Gambar 1.5 Model Implementasi Kebijakan Nugroho ... 28
Gambar 2.1:Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu tampak depan ... 44
Gambar 3.1 Struktur Organisasi PD Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias... 54
Gambar 4.1 Blok A PD. Pasar Ya’ahowu ... 94
Gambar 4.2 Blok B PD. Pasar Ya’ahowu ... 94
Gambar 4.3 Blok C PD. Pasar Ya’ahowu ... 95
Gambar 4.4 Blok D PD. Pasar Ya’ahowu yang merupakan kantor direksi dan staf PD. Pasar Ya’ahowu ... 95
Gambar 4.5 Suasana dalam blok A PD. Pasar Ya’ahowu... 96
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 2. Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi
Lampiran 3. Surat Izin Pra Penelitian
Lampiran 4. Surat Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi
Lampiran 5. Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Meneliti
Lampiran 8. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal
Lampiran 9. Berita Acara Seminar Proposal Rencana Usulan Penelitian
Lampiran 10. Daftar Pertanyaan Wawancara
Lampiran 11. Transkip Wawancara Dengan Plt. Direktur Utama PD. Pasar Ya’ahowu
Lampiran 12. Transkip wawancara dengan PLT. Direktur Administrasi dan hukum pd. Pasar ya’ahowu
Lampiran 13. Transkip wawancara dengan divisi keuangan PD. Pasar ya’ahowu
Lampiran 14. Data APBD 2009-2013
Lampiran 15. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1962
ABSTRAK
Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Skripsi ini disusun oleh :
Nama : Petra Rosjuwita Telaumbanua
NIM : 100903082
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si
Kabupaten Nias merupakan daerah otonom yang memberdayakan BUMD-nya sebagai sumber dari pendapatan daerahBUMD-nya (PAD) .Bangunan Pasar Ya’ahowu adalah merupakan salah satu BUMD yang menjadi sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Nias. Agar pengelolaan Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli tersebut dapat dikelola secara sosial dan profesional, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli sebagai payung hukum pengelolaan perusahaan dimaksud. Hal ini tercantum pada Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang pendirian perusahaan daerah pasar Yaahowu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias nomor 2 tahun 2010 tentang perusahaan daerah pasar Ya’ahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Metode pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan cenderung telaah dokumen (data sekunder).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran PD. Pasar Ya’ahowu untuk meningkatan Pendapatan Asli Daerah sudah terlihat meskipun masih belum optimal. Hal ini bisa dilihat dari sumbangan yang diberikan kepada daerah pada tahun 2012 sebesar Rp. 67.419.572 dan pada tahun 2013 sebesar Rp. 300.000.000, meski pada tahun 2010 dan 2011 masih merugi. Kemampuan direksi, pengelolaan keuangan perusahaan serta SDM berkualitas yang masih belum memadai menjadi tolak ukur peningkatan pendapatan perusahaan. Revisi Peraturan Daerah dalam perampingan jabatan serta kemauan dari direksi dalam menciptakan inovasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Sehingga nantinya, PD. Pasar Ya’ahowu menjadi salah satu BUMD yg berpotensi besar sebagai penopang PAD Kabupaten Nias.
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa
reformasi telah memberikan kewajiban kepada Pemerintah daerah (daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota) untuk melaksanakan politik desentralisasi
dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan atau Otonomi daerah (UUD 1945
Pasal 18). Otonomi daerah berimplikasi luas terhadap tata pemerintahan didaerah.
Penerapan otonomi daerah telah memberikan ruang kepada daerah untuk
mengelola pemerintahan berdasarkan kemampuan lokal yang dimiliki, sehingga
pemberian pelayanan kepada publik dapat dilakukan secara optimal. Implementasi
desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah mulai berlangsung.
Secara umum konsep desentralisasi terdiri atas desentralisasi politik,
desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal dan desentralisasi ekonomi
(Kunarjo, 2003). Dalam rangka mendorong demokratisasi dan pembangunan
daerah, implementasi desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari keempat bentuk
desentralisasi tersebut dan tidak dapat membatasi pada satu bentuk desentralisasi.
Penerapan otonomi daerah tidak saja berkonsekuensi terhadap penyerahan
sebagian kewenangan (desentralization of authority) yang selama ini berada di
tangan pemerintahan pusat kepada pemerintahan di daerah dan juga tidak hanya
berkonsekuensi pelimpahan tugas-tugas administratif yang sebelumnya ditangan
hirarki kelembagaan antar pemerintahan : pusat dan daerah. Lebih dari perubahan
tatahubungan, yang sangat krusial adalah pola pelimpahan kewenangan dalam
pengelolaan keuangan: alokasi, distribusi, pengganggaran, evaluasi dan
penggalian pendapatan asli daerah.
Variabel keuangan merupakan faktor yang sangat penting dan menjadi
determinasi terhadap berhasil tidaknya implementasi otonomi. Desentralisasi
kewenangan pengelolaan pemerintahan berarti beban pembiayaan harus
ditanggung sepenuhnya oleh pemerintahan daerah. Pemerintah pusat tidak lagi
mencampuri urusan pembiayaan (tidak sebatas pembiayaan rutin tapi juga
pembiayaan pembangunan).
Sejak di berlakukannya Undang-undang Pemerintahan Daerah, maka sejak
itu juga telah di limpahkannya secara luas, nyata dan bertanggung jawab
kewenangan kepada daerah. Hal ini merupakan perwujudan komitmen
pemerintahan pusat agar lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan
makro nasional yang bersifat strategis. Dengan adanya kebijakan tentang Otonomi
Daerah, maka daerah akan mampu mengalami proses pemberdayaan dan mampu
membangun daerahnya secara mandiri. Kemampuan, prakarsa dan kreatifitas
daerah akan terpacu sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai
permasalahan daerah akan semakin kuat.
Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang
memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan
konsep desentralisasi dan sentralisasi. Konsep desentralisasi merupakan suatu
keadaan dimana setiap daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan
sendiri sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Asas desentralisasi
tersebut membuat terbentuknya sebuah daerah otonom. Oleh karena itu setiap
daerah memiliki kewenangan sendiri dalam mengatur daerahnya yang bisa
dikatakan pemberian wewenang otonomi daerah.
Namun, Kehadiran Undang-undang otonomi daerah ini juga menimbulkan
reaksi yang berbeda-beda dari daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki sumber
kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan,
sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnyamenanggapinya dengan rasa
khawatir dan was – was. Kekhawatiran beberapa daerah tersebut dapat dipahami,
karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa
konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebihmandiri baik dari sistem
pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerahsesuai dengan
prioritas dan kepentingan masyarakat di daerah (Nasrun Mappa,2010).
Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan tersebut diperlukan biaya
yang wajib ditanggung oleh Pemerintah Daerah, antara lain biaya pembangunan,
pengelolaan, dan perawatan sarana dan prasarana yang merupakan keharusan
Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Kebutuhan
pengeluaran menjadi tanggung jawab daerah tersebut dibiayai sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan
lain-lain penerimaan yang sah (pasal 2 ayat 5 UU 33/2004tentang Perimbangan
Dalam rangka terwujudnya ekonomi yang nyata dan bertanggung jawab,
maka Pemerintah daerah harus sekuat tenaga berusaha meningkatkan Pendapatan
Asli Daerahnya (PAD). Karena pada kenyataannya, PAD ini masih sangat kecil
jika dibandingkan dengan total APBD-nya. Hampir seluruh pemerintahan
Kabupaten/Kota se Indonesia masih sangat tergantung kepada kucuran dana dari
Pemerintah Pusat. Hal ini berarti otonomi daerah belum terwujud secara nyata dan
bertanggung jawab (Harun, 2004).
Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah (APBD Nasional 2007-2012)
Jenis pendapatan
Tahun Anggaran (dalam miliyar rupiah)
Rata-rata % 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PAD 35,546 64,746 67,457 71,852 87,674 112,720 73,332 18
DAPER 208,674 276,101 281,285 292,281 302,264 380,601 290,201 72 Lain-lain
pendapatan
23,649 24,028 44,374 38,908 52,297 58,262 40,253 10
Total 267,869 364,875 393,089 403,041 442,235 551,583 403,786 100 Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)
Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk tahun 2007-2012, rata-rata jumlah
PAD hanya sekitar 18% dan Lain-lain pendapatan hanya 10% dari total
pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper) mencapai 72%. Tabel 1 juga
menunjukkan bahwa adanya peningkatan PAD dari tahun ke tahun, meskipun
masih belum begitu signifikan.Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk lebih
agresif lagi dalam upaya meningkatkan PAD-nya.
Pada dasarnya pemerintah daerah di Indonesia, memperoleh 5 sumber
1. Sumber pendapatan asli daerah, yang diperoleh dari berbagai sumber
perpajakan daerah dan juga pemungutan dari retribusi
2. Penerimaan dari opsen pajak atau bagi hasil pajak
3. Sumber penerimaan daerah yang berupa subsidi dari pemerintah pusat
4. Sumber penerimaan dari perusahaan daerah
5. Sumber penerimaan dari pinjaman daerah
Sehubungan dengan pendapatan asli daerah diatas menurut Josef Riwu
Kaho (1998:128) bahwa pendapatan asli daerah dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Perusahaan daerah
4. Dinas Daerah
5. Pendapatan Daerah lainnya
Memberdayakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bisa menjadi
alternatif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD-nya (Haposan
Bancin, 2012). Badan usaha milik daerah (BUMD) atau bisa juga dikenal sebagai
perusahaan daerah merupakan perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh
pemerintah daerah. Secara etimologi hasil laba perusahaan daerah tidak ada
disebut-sebut baik dalam UU No.32 Tahun 2004 maupun UU No.33 Tahun 2004,
namun dalam kedua undang-undang tersebut, disebut-sebut salah satu sumber
PAD itu adalah berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
dimaksud dengan “hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain
bagian laba dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hasil kerjasama dengan
pihak ketiga”. Jadi dengan demikian sumber pendapatan dari hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan itu salah satunya adalah berasal dari laba
Perusahaan Daerah (BUMD). (Nasution, 2009:171)
Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD
ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Perusahaan daerah
tersebut didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda), dimana modalnya baik
seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali
ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Salah satu BUMD yang sukses dan
berhasil meningkatkan PADnya adalah Bank SUMUT terbukti dengan
diterimanya Penghargaan khusus yakni telah berhasil meraih penghargaan BUMD
Terbaik Indonesia, selama 3 kali berturut-turut, yakni BUMD & CEO BUMD
Award 2008, 2010 dan 2012 (Medan Bisnis Online, 4 Februari 2013).Namun
disisi lain, masih banyak BUMD yang gagal bertahan bahkan merugi dan
bangkrut. Hal ini bertolak belakang dengan anggapan bahwa BUMD merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan PAD menjadi salah satu sumber keuangan
daerah.
Kabupaten Nias yang juga merupakan daerah otonom memberdayakan
BUMD-nya sebagai sumber dari pendapatan daerahnya (PAD).Salah satu BUMD
perlu dikelola secara sosial dan professional.Agar pengelolaan Pasar Ya’ahowu
Gunungsitoli tersebut dapat dikelola secara sosial dan profesional, maka
dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perusahaan
Daerah Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli sebagai payung hukum pengelolaan
perusahaan dimaksud. Hal ini tercantum pada Peraturan Daerah Kabupaten Nias
Nomor 2 tahun 2010 tentang pendirian perusahaan daerah pasar Yaahowu.
Adanya pasar yaahowu yang merupakan perusahaan daerah diharapkan dapat
menjadi salah satu sumber pendapatan daerah Kabupaten Nias.
Tabel 2 . APBD Kabupaten Nias tahun anggaran 2009-2013
Jenis pendapatan
Tahun Anggaran (dalam miliyar rupiah)
Rata-rata % 2009 2010 2011 2012 2013
PAD 20.178 7.850 10.092 24.008 30.533 18.532 4,78
DAPER 501.227 213.578 315.030 346.873 394.298 354.201 91,26
Lain-lain pendapatan
39.396 22.084 6.369 4.500 4.500 15.369 3,96
Total 560.801 243.513 331.491 375.382 429.330 388.103 100
Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)
Tabel 3. Persentase PAD terhadap APBD (2009-2013)
Tahun Anggaran
2009 2010 2011 2012 2013
PAD 20.178 7.850 10.092 24.008 30.533
APBD 560.801 243.513 331.491 375.382 429.330
Persentase (%)
3,59 3,22 3,04 6,39 7,11
Berdasarkan tabel 2 dapat kita lihat bahwa pendapatan daerah Kabupaten
Nias masih didominasi oleh Dana Perimbangan yakni sekitar 91,26% dan sisanya
diisi oleh PAD dan Lain-lain pendapatan yang sah. Jadi masih bisa dikatakan
Kabupaten Nias harus lebih berupaya untuk memaksimalkan potensi yang
dimiliki agar bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar lagi. Sehingga
Kabupaten Nias tidak tergantung sepenuhnya kepada bantuan dari pemerintah
pusat. Sedangkan pada tabel 3 sangat jelas terlihat bahwa PAD Kabupaten Nias
masih belum mencapai 10% dari total pendapatan yang diterima oleh daerahnya
(APBD). Namun dalam tabel 3 juga terlihat bahwa ada peningkatan dari tahun
ketahun jumlah PADnya. Mungkin itu merupakan tanda bahwa pemerintah
Kabupaten Nias memang masih peduli dan mau berupaya untuk meningkatkan
PADnya, tapi masih belum optimal.
Oleh karena itu patut dipertanyakan apakah dengan adanya Pasar
Yaahowu pendapatan daerah Kabupaten Nias dapat meningkat atau tidak?
Pertanyaan ini semakin meningkat tatkala penulis melihat bahwa Pasar Yaahowu
ini masih belum beroperasi semua, dan pengunjungnya masih terlihat sedikit yang
datang untuk berbelanja. Pemerintah daerah juga perlu berkaca pada daerah lain
yang memiliki BUMD namun gagal untuk memberikan sumbangan terhadap
pendapatan daerah, justru malah membuat rugi daerah. Menurut Wihana Kirana
Jaya (2004) dalam Shohibul, fakta peran BUMD sebagai penyumbang bagi PAD
itu sangat rendah, misalnya di NAD tercatat hanya 1,50%, sedangkan di SUMUT
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah:“Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah
Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar
Yaahowu dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah?”
1.3 Fokus Masalah
Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus
masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas didalam
melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian
ini adalah untuk melihat proses implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias
nomor 2 tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab perumusan masalah
yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni untuk mengetahui bagaimana proses
Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang
Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian
program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Secara ilmiah, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
dan informasi serta bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
bagi penulis dan pembaca tentang implementasi peraturan daerah
Kabupaten Nias tentang perusahaan daerah pasar yaahowu dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah
1.6 Kerangka Teori
Teori adalah rangkain asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antara konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir
untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena
1.6.1 Kebijakan Publik
1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris "Public
Policy". Kata "policy" ada yang menerjemahkan menjadi "kebijakan" (Samodra
Wibawa, 1994) dan ada juga yang menerjemahkan menjadi "kebijaksanaan"
(Islamy, 2000). Meskipun belum ada "kesepakatan", apakah policy diterjemahkan
menjadi "kebijakan" ataukah "kebijaksanaan", akan tetapi tampaknya
kecenderungan yang akan datang untuk policy digunakan istilah kebijakan maka
dalam hal ini penulis menerjemahkan public policy menjadi "kebijakan publik".
Pada dasarnya terdapat bayak batasan dan definisi mengenai apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik (public policy). Masing-masing definisi
tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan itu timbul karena
masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.
Menurut Chandler dan Plano (Tangkisilan, 2003) kebijakan publik
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik
merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat
pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi
persoalan publik.
Menurut James E. Anderson (Tangkisilan, 2003 : 2) kebijakan publik
adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk
dilakukan.
4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu.
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses
manajemen, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik
ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan
dimasyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making
mengenai segal sesuatu masalah ) atau negatif ( keputusan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut bahwa
dapat diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni
merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk
memecahkan suatu masalah yang terjadi dimasyarakat dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap
keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan
dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada
masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat
yang dicita-citakan (Nugroho, 2012:123).
1.6.1.2 Mekanisme Kebijakan Publik
Gambar 1.1 Pemahaman dasar proses kebijakan public (Nugroho, 2012)
Gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi berikut: Perumusan
Kebijakan
Implementasi Kebijakan Isu kebijakan
1. Isu kebijakan. Disebut isu apabila strategis, yakni bersifat mendasar, yang
menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, (biasanya)
berjangka panjang, tidak bias diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang
harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan.
Isu kebijakan terdiri atas dua jenis, yaitu problem dan goal. Artinya,
kebijakan publik dapat berorientasi pada permasalahan yang muncul pada
kehidupan publik, dan dapat pula berorientasi pada goal atau tujuan yang
hendak dicapai pada publik. Pada saat itu, sebagian besar kebijakan publik
mengacu pada permasalahan daripada antisipasi ke depan, dalam bentuk goal
oriented policy, sehingga dalam banyak hal kita melihat kebijakan publik
yang berjalan tertatih-tatih di belakang masalah publik yang terus
bermunculan dan akhirnya semakin tak tertangani.
2. Isu kebijakan ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan
kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan
kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya
termasuk pimpinan negara.
3. Setelah dirumuskan, kebijakan publik ini kemudian dilaksanakan baik oleh
pemerintah atau masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan
masyarakat.
4. Namun, dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca-pelaksanaan,
diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru untuk dinilai apakah
kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar dan
5. Implementasi kebijakan bermuara pada output yang dapat berupa kebijakan
itu sendiri ataupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.
6. Dalam jangka panjang, kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam
bentuk impak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang
hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.
1.6.2 Implementasi Kebijakan
1.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2004:64) yang dimaksud
dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah perintah atau
keputusan keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara
untuk menstrukturkan/ mengatur proses implementasinya.
Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya
diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output
kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)
pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran,
dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut,
dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil
melakukan perbaikan perbaikan ) terhadap undang- undang/ peraturan yang
bersangkutan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
menurut Tangkilisan (2003:18) adalah :
a) Penafsiran, yaitu : merupakan yang menerjemahkan makna program
ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan
b) Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan
program kedalam tujuan kebijakan.
c) Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi
pelayanan, upah dan lain- lainnya.
Meter dan Horn (Wibawa, 1994:15), mendefenisikan implementasi
kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik
secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan
sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.
Menurut Wibawa, Implementasi kebijakan merupakan pengejahwartakan
keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam
undangundang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang
pentingatau keputusan keputusan perundangan. Idealnya keputusan keputusan
tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan
tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara menggambarkan struktur
menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil
dari kegiatan pemerintah (Wibawa, 1994).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan adalah suatu proses yang dinamis yang melibatkan upaya pembuat
kebijakan untuk mempengaruhi perilaku pelaksanaan kebijakan, dimana
pelaksana kebijakan melakukan aktifitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya
akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan
itu sendiri.
Jadi, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan
dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan atau kebijakan
ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk
output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian, tugas implementasi
kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan
mencapai hasil melalui aktifitas atau kegiatan dari program pemerintah.
1.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program
menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan
tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu
berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi
kebijakan.
Sekalipun banyak dikembangkan model model yang membahas tentang
model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi
berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.
Berikut beberapa model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :
a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi (Subarsono, 2005:99), yakni :
1. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat
direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi
multi interprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen
implementasi.
2. Sumberdaya
Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human
resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resource).
Dalam berbagai kasus Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk
kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas
aparat pelaksanaan.
3. Hubungan antar Organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan
dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan
Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu
program.
5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau
menolak;bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah
elite politik mendukung implementasi kebijakan.
6. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :
a) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;
b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan
c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang
Gambar 1.2 Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Sumber:Subarsono 2005:99
b. Model Edward
George Edward III (Subarsono, 2005:90), menegaskan bahwa ada empat variabel
yang mempenagruhi implementasi kebijakan publik :
1) Komunikasi (Communication)
Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses
komunikasikebijakan, yakni:
a) Transmisi
Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus
menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk
pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses
keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman
terhadap keputusan yang dikeluarkan.
Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan
perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan
pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi
karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat
mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan
perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga,
persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui
persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.
b) Konsistensi
Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan
harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsure
kejelasan,tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah akan
memudahkan para pelaksana kebijakna menjalankan tugasnya dengan
baik.
c) Kejelasan
Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan
komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas
kebijakan-keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok
masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan,
masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari
2) Sumber Daya (Resources)
Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar
efektif,tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen
saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni
kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial.
3) Disposisi (Dispositions)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor,seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi dengan baik, maka dia akan dapat menjalankan
kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.
4) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)
Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar
(Standard Operating Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementasi dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan
cenderung melemahkan pengawasaan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas
Gambar 1.3 Model Teori George Edward III
Sumber: Subarsono, 2005 : 90
c. Model Implementasi Matland
Richard Matland (Abdiprojo, 2010) mengembangkan sebuah model yang
disebut dengan Model Matriks Ambiguitas-Konflik yang menjelaskan bahwa
implementasi secara admiministratif adalah implementasi yang dilakukan dalam
keseharian operasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini memiliki ambiguitas
atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara
politik adalah implementasi yang perlu dipaksakan secara politik, karena,
walaupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi. Implementasi secara
eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua, namun tingkat konfilknya
ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi. Pemikiran Matland dikembangkan
[image:36.595.116.408.188.341.2]lebih rinci sebagai berikut:
Gambar 1.4 Ambiguitas Matland
Sumber: Nugroho, 2012:703
Pada prinsispnya matrik matland memiliki “empat tepat” yang perlu dipenuhi
dalam hal keefektifan implemenatasi kebijakan, yaitu:
1. Ketepatan Kebijakan
Ketepatan kebijakan ini dinilai dari:
1. Sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang
memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan.
Pertanyaannya adalah how excelent is the policy.
2. Apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan
3. Apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai
kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter
kebijakan.
2. Ketepatan Pelaksanaan
Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga
yang bisa menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara
pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan (privatization
atau contracting out).
Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, seperti kartu identitas
penduduk, atau mempunyai derajat politik keamanan yang tinggi, seperti
pertahanan dan keamanan, sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan
yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti penanggulangan kemiskinan,
sebaiknya diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang
bertujuan mengarahkan kegiatan kegiatan masyarakat, seperti bagaimana
perusahaan harus dikelola, atau di mana pemerintah tidak efektif
menyelenggarakannya sendiri, seperti pembangunan industri-industri berskala
menengah dan kecil yang tidak strategis, sebaiknya diserahkan kepada masyarakat
3. Ketepatan Target
1. Apakah target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah
tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan
dengan intervensi kebijakan lain.
2. Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk dintervensi ataukah tidak.
Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi
target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target ada
dalam kondisi mendukung atau menolak.
3. Apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui
implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang
tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan yang lama
dengan hasil yang sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.
4. Ketepatan Lingkungan
Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu:
1. Lingkungan Kebijakan
Yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dengan pelaksana
kebijakan dengan lembaga yang terkait. Donald J. Calista menyebutnya sebagai
sebagai variabel endogen, yaitu authoritative arrangement yang berkenaan
dengan kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang
berkenaan dengan komposisi jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat
berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan
kebijakan dan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan.
2. Lingkungan Eksternal Kebijakan
Lingkungan ini oleh Calista disebut sebagai variabel eksogen, yang terdiri
dari atas public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi
kebijakan, interpretive instutions yang berkenaan dengan interprestasi
lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan
kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi
kebijakan, dan individuals, yakni individu-individu tertentu yang mampu
memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi
kebijakan.
Riant Nugroho (2012) mengemukakan bahwa secara umum Model
Matland membantu dalam menentukan model implementasi yang efektif.
Nugroho cenderung mengembangkan model dari Matland menjadi empat pilah
Directed (political approach) Guided
(Pilot project)
Delegated (Management) Self
[image:40.595.183.452.126.356.2]implemented (administative)
Gambar 1. 5 Model Implementasi Kebijakan Nugroho
Sumber: Nugroho, 2012:705
Kebijakan yang bersifat kritikal bagi kehidupan bersama, atau berkenaan
dengan hidup-mati atau eksistensi suatu negara, termasuk dalam hal ini
pemerintahan yang sah, dapat dilaksanakan dengan dipaksakan, sehingga masuk
dalam kelompok Directed. Kebijakan yang berkenaan dengan pencapaian misi
negara-bangsa disarankan untuk dilaksanakan dengan pendekatan delegated
(manajemen), dalam arti didelegasikan kepada berbagai aktor kelembagaan yang
ada pada negara bersangkutan, mulai dari lembaga negara dan pemerintahan
hingga lembaga masyarakat, baik nirlaba maupun pelaba. Kebijakan yang bersifat
spesifik atau khusus, atau kebijakan yang mempunyai tingkat resiko yang tinggi
jika gagal, disarankan untuk diimplementasikan dengan model Guided dengan
pilot project. Kebijakan yang bersifat administratif dilaksanakan dengan
kedalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan
pelayanan publik yang bersifat mendasar.
1.6.3 Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan
(implementasi) dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti diatas.
Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel
dalam model pendekatan tersebut.
Berdasarkan model implementasi yang dikemukakan oleh Riant Nugroho
yang berdasar pada model implementasi Matland maka peneliti menggunakan
model implementasi yang berbentuk delegasi (manajemen). Hal ini disebabkan
karena dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2
Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, pelaksanaan
kebijakannya diserahkan kepada pihak swasta (aktor kelembagaan pelaba).
Dimana pelaksana kebijakannya adalah direksi perusahaan dan karyawan PD.
Pasar Ya’ahowu.
Oleh karena itu, model yang dipakai dalam penelitian Peraturan Daerah
Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar
a. Kemampuan Direksi
Kemampuan direksi pada dasarnya merupakan bagaimana sikap direksi
perusahaan dalam mengelola Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu demi
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Kemampuan
direksi tercermin pada perwujudan tujuan yakni sebagai salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah.
b. Keuangan Perusahaan
Keuangan perusahaan merupakan kecukupan modal investasi yang diberikan
oleh pemerintah serta berapa hasil dari pengelolaan sumber daya keuangan
yang dimiliki oleh perusahaan.
c. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah semua pihak yang berperan dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan
Daerah Pasar Ya’ahowu. Sumber daya manusia menunjuk pada kecukupan
secara kualitas maupun kuantitas dari direksi serta staf Perusahaan Daerah
Pasar Ya’ahowu.
1.6.4 Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Perusahaan Daerah
Indonesia merupakan negara hukum. Segala kebijakan yang menyangkut
kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat
kebijakan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka dalam
sesuai atau tidak dengan peraturan yang telah disusun. Untuk itu, diperlukan juga
suatu peraturan pemerintah disusun dengan hukum yang jelas.
Jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut (Indrarti, 2011) :
a. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat
(1) Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang: (2) Peraturan Pemerintah; (3) Peraturan Presiden; (4)
Peraturan Menteri; (5) Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah
Non-Departemen; (6) Peraturan Direktur Jenderal Non-Departemen; dan (7)
Peraturan Badan Hukum Negara.
b. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah
(1) Peraturan Daerah Provinsi; (2) Peraturan/Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Provinsi; (3) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (4)
Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah jenis peraturan
perundang-undangan yakni Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang
Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu.
1.6.4.1Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 13 UUD 1945 disebutkan bahwa adanya pembagian wilayah
Indonesia atas daerah otonom dan wilayah yang bersifat adminstratif belaka. Atas
dalam usaha menggali pendapatan daerah dapat membentuk perusahaan daerah
sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 55 Undang-undang Nomor 5
tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan dinyatakan secara tegas
dalam pasal 79(a) tentang keberadaan Perusahaan Daerah (BUMD).
Pasal 33 UUD 1945 mengenai penguasaan sumber-sumber perekonomian
penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dilakukan oleh negara.
Implikasi dari ketentuan tersebut bisa dijadikan landasan hukum bagi didirikannya
Perusahaan Negara ataupun Perusahaan Daerah.
1.6.4.2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
Dasar hukum Perusahaan Daerah (BUMD) adalah Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa
Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 yang modalnya sebagian atau seluruhnya
merupakan kekayaan yang dipisahkan kecuali ditentukan lain berdasarkan
Undang-undang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 ini merupakan landasan
operasional bagi didirikannya Perusahaan Daerah. Beberapa pasal dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 memberikan pengaturan sebagai berikut:
Pasal 2
Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah ialah semua
atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali
ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.
Pasal 4
1. Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa
undang-undang ini:
2. Perusahaan Daerah termaksud pada ayat (1) adalah badan hukum yang
kedudukannya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya
Peraturan Daerah tersebut.
3. Peraturan Daerah termaksud pada ayat (1) mulai berlaku setelah mendapat
pengesahan instansi atasan.
1.6.4.3 Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu
Setiap perusahaan daerah diatur dengan peraturan daerah berdasarkan
ketentuan perundangan diatas. Karena pendirian perusahaan daerah menyangkut
kepentingan yang luas, maka sesuai dengan ketentuan perundangan, setiap
perusahaan daerah yang mengatur pendirian perusahaan daerah baru bisa berlaku
setelah mendapatkan pengesahan dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri
Dalam Negeri.
Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang Pendirian
Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, berisi tentang ketentuan umum PD Pasar
Ya’ahowu, tempat kedudukan dan wilayah kerja, pendirian, tugas pokok dan
pengaturan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu. Tujuan pendirian perusahaan
daerah ini adalah melakukan pengurusan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya di
Pasar Ya’ahowu dalam rangka pengembangan perekonomian daerah serta
menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional.
1.6.5 Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah, atau sering pula disebut badan usaha milik daerah
(BUMD), didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda), dimana modalnya baik
seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali
ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Perusahaan daerah adalah
perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar
/ seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan daerah
untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah yang
bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: Perusahaan Air Minum
Daerah ( PDAM ),Perusahaan Daerah Pasar ( PD Pasar ), Bank Pembangunan
Daerah (BPD) dan lain-lain. Perusahaan daerah dipimpin oleh suatu direksi.
Sementara itu anggota direksi diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah
setelah mendengar pertimbangan DPRD untuk waku maksimal empat tahun.
Berdasarkan kategori sasarannya BUMD dapat dibedakan dua golongan,
yaitu perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum dan perusahaan
daerah untuk tujuan peningkatan penerimaan daerah dalam Pendapatan Asli
Pasar), jasa air bersih (PDAM) dan berbagai jasa dan usaha produktif lainnya pada
industri, perdagangan dan perhotelan, pertanian-perkebunan, perparkiran,
percetakan, dan lain-lain.
1.6.4.1 Manajemen Perusahaan Daerah
Manajemen yang baik merupakan hal sangat perlu dalam mencapai tujuan
yang ingin dicapai oleh perusahaan daerah. Mencapai tujuan-tujuan tersebut maka
perlu adanya langkah-langkah yang patut diperhatikan oleh manajemen
Perusahaan Daerah yaitu (Siswadi, 2012):
1. Potensi
Manajemen BUMD harus mampu mengenal potensi yang ingin
dikembangkan oleh perusahaan daerah yang bersangkutan. Pengenalan potensi
tersebut mencakup identifikasi inter dan juga ekstern.
Identifikasi internal mencakup pengenalan atas potensi yang ada didalam
perusahaan daerah itu sendiri seperti aspek keuangan, sumber daya manusia,
kemampuan manajemen, sarana dan prasarana yang dimiliki, dan unsur-unsur
lainnya yang ada diperusahaan daerah tersebut. Sedangkan faktor ekstern
mencakup analisis pasar, persaingan, kemungkinan kemitraan, misi yang
ditugaskan oleh pemerintah.
Poin-poin pada identifikasi potensi internal merupakan hal yang akan
diteliti oleh peneliti nantinya. Yakni berupa kemampuan manajemen, aspek
dapat berpotensi untuk meningkatkan kemampuan sebuah perusahaan daerah
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Sasaran
Perusahaan derah harus menetapkan sasaran untuk mencapai tujuannya.
Sasaran perusahaan Daerah adalah:
a) Terhimpunnya dana untuk pembangunan daerah (kas daerah)
b) Pengembangan Perusahaan Daerah tersebut
3. Adanya Rencana yang Mengarah pada Sasaran
Perusahaan daerah harus mempunyai perencanaan-perencanaan yang
terarah untuk mencapai sasaran-sasaran kerja dan organisasi yang telah dibuat dan
ditentukan tersebut.
1.6.6 Pendapatan Asli Daerah
Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan biaya-biaya bagi seluruh
kegiatannya. Dalam hal ini pemerintah sebagai hak penguasa dan juga publik
sevis telsh berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat biaya-biaya tersebut
dari semua sektor. Untuk menentukan biaya-biaya, macam dan nilainya itu adalah
semata-mata menjadi kekuasaan Negara, yaitu pemerintah kita. pengelolaan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu semakin diintensifkan, agar tercapai
keseimbangan antara pelaksana tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan serta
Menurut Marhayudi (2002:285) menyatakan bahwa : ”untuk
meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah diperlukan
penyediaan sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai”
Manajemen Pendapatan Daerah harus dikelola secara cermat, tepat dan
hati-hati. Pemerintah daerah hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi
pendapatan daerah telah terkumpul dan dicatat ke dalam sistem akuntansi
pemerintah daerah melalui sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin
ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen pendapatan daerah yang telah
ditetapkan ( Mardiasmo, 2002:144)
Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan terhadap pendapatan
masyarakat, untuk itu perlu adanya kiat-kiat bagi pemerintah daerah dalam
meningkatkan potensi masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan
masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus menambah Pendapatan Asli
Daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari
kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan unsur swasta dalam
mewujudkan berbagai bidang usaha, untuk selanjutnya dapat memberikan
masukan terhadap daerah.
Berdasarkan pandangan tersebut, menurut penulis bahwa Pendapatan Asli
Daerah merupakan keseluruhan modal dan aset yang dimiliki oleh setiap daerah
pemerintahan maupun pembangunan yang kesemuanya itu berguna untuk
kepentingan masyarakat.
Pemerintah daerah dapat berjalan dikarenakan adanya dukungan berbagai
faktor sumber daya yang mampu menggerakkan roda organisasi pemerintahan
dalam rangka pencapaian tujuan. Otonomi daerah membawa konsekuensi bagi
daerah, bahwa daerah harus mampu menggali dan mengembangkan potensi
ekonomi secara optimal sebagai prioritas utama. Masalah kemampuan keuangan
daerah merupakan masalah utama bagi banyak daerah-daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah, karena luasnya kewenangan yang diemban oleh
pemerintah daerah. Dan perwujudannya sangat tergantung kepada Pendapatan
Asli Daerah sebagaimana yang diuraikan sebelumnya tentang sumber-sumber
keuangan daerah.
Untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan
sebaik-baiknya, ada beberapa faktor/syarat yang perlu mendapat perhatian. Iglesias
(1976) dalam
1. Sumber daya. Termasuk manusia (seperti program personil) dan juga
bukan manusia (misalnya pendanaan, peralatan dan perlengkapan
fisik, serta material lainnya)
tesis Ahmad Raja Nasution menyebutkan faktor-faktor tersebut
adalah:
2. Struktur. Mengetahui secara pasti peran dan hubungan organisasi
secara seimbang dalam program relevan dan juga resep formal atau
3. Teknologi. Pada umumnya menunjukkan pentingnya pengetahuan dan
perilaku untuk menjalankan organisasi secara lebih khusus untuk
kewajiban pengetahuan dan pela tihan-pelatihan untuk pentingnya
program tersebut.
4. Dukungan. Menunjukkan keseluruhan jarak pasti atau peran dan
perilaku potensial dari individu atau kelompok-kelompok yang
cenderung mempromosikan pencapaian tujuan organisasi secara pasti.
5. Kepemimpinan. Merupakan faktor yang dominan dalam pengertian
kemampuan untuk merubah dan memodifikasi kritikan.
1.7 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat
menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan suatu istilah untuk
beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama dengan lainnya
(Singarimbun, 1995: 33).
Untuk dapat menentukan bahasan yang lebih jelas agar penulis dapat
menyederhanakan pemikiran atas masalah yang akan penulis teliti, maka penulis
mengemukakan konsep-konsep antara lain:
1. Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Hal yang menjadi perhatian peneliti dalam implementasi
a) Kemampuan Direksi
b) Keuangan Perusahaan
c) Sumber Daya Manusia
2. Perusahaan Daerah adalah suatu badan usaha milik daerah yang dibuat
berdasarkan peraturan daerah dan laba yang dihasilkan nantinya akan
menjadi sumber pendapatan daerah.
3. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang
dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
1.8 Definisi Operasional
Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka
mempermudah pengumpulan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat
penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan Direksi
- Sistem Rekrutmen direksi dan staf perusahaan
- Pengambilan keputusan oleh direksi
- Bentuk inovasi dan kreatifitas direksi
2. Keuangan Perusahaan
- Modal yang diberikan pemerintah
- Penerimaan dan pengeluaran perusahaan
3. Sumber Daya Manusia
- Struktur Organisasi
1.9 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,kerangka teori, definisi konsep
dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian
yang ditemukan di lapangan.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi secara sistematis
Bab V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan data yang telah disajikan dianalisis sesuai analisis yang
digunakan
BAB VI : PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang dikatakan
bahwa metode deskriptif memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau
fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat
aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat (Nawawi,
1992: 140).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan gejala / keadaan
sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan
interpretasi. Peneliti memilih bentuk penelitian dekriptif dengan pendekatan
kualitatif karena peneliti ingin memaparkan/mendeskripsikan bagaimana
implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang
Perusahan Daerah Pasar Ya’ahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Nias pada Perusahaaan Daerah
Pasar Yaahowu, di Jalan Lagundri Kompleks Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli.
Gambar 2.1:Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu tampak depan(Petra, 17 Maret
2014)
2.3 Informan Penelitian
Penelitian Kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari
hasil penelitian yang dilakukan sehingga subyek penelitian yang telah tercermin
dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian inilah yang
akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang
diperlukan selama proses penelitian (Usman, 2009).
Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan informasi yang
diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi informan
kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau
[image:55.595.115.527.82.347.2]Sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar
pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan.
Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
purposive sampling. Menurut Sugiono (2008:53-54), yang dimaksud dengan
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi
informan kunci dalam penelitian ini adalah Plt. Direktur utama PD. Pasar
Ya’ahowu, Plt. Direktur Administrasi dan Hukum dan Kepala Divisi Keuangan.
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah (Suryanto, 2005: 55-56) :
1. Teknik Pengumpulan Data Primer, merupakan pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data
primer dapat dilakukan dengan cara