• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN

LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

SITI RAHMADANI

100805005

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN

LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SITI RAHMADANI

100805005

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman

Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Siti Rahmadani

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Nomor Induk Mahasiswa : 100805005

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Desember 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Arlen Hanel John, M.Si

NIP. 19581018 1990031 001 NIP. 19700102 199702 2 001

Dr. Erni Jumilawaty, M.Si

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

ii

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN

LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri.Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

(5)

iii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul ”Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional

Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. Skripsi ini dibuat

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Departemen

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.

Erni Jumilawaty, M.Si selaku pembimbing 1 dan Bapak Drs. Arlen Hanel John,

M.Si selaku pembimbing 2 yang telah memberi bimbingan dan banyak masukan

selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih

juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Nursal, M.Si dan Bapak Drs. M. Zaidun

Sofyan, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan dan

arahan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.Ucapan terima kasih juga saya

sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Erman Munir M.Sc selaku dosen Penasehat

Akademik.Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi

FMIPA, USU dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Sekretaris Departemen

Biologi FMIPA, USU, serta Staf Pengajar Departemen Biologi, FMIPA, USU.

Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku Staf Pegawai Departemen Biologi,

FMIPA USU.

Ucapan terima kasih yang paling besar penulis sampaikan kepada

Ayahanda tercinta Ridwan dan Ibunda tercinta Siti Zuaria yang telah memberikan

do’a, dukungan materi dan semangat, kesabaran, perhatian, pengorbanan serta

kasih sayang yang begitu besar kepada penulis, semoga Ayahanda dan Ibunda

senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan umur oleh Allah SWT. Terima

kasih kepada kakak dan adik tercinta Irmawati, S.E, Irwansyah, Ayu Azizah dan

Cut Handayani serta seluruh keluarga besar atas doa dan dukungannya

Penulis juga mengucapkan terima kasih khusus kepada Sasri Wirlan yang

telah memberikan doa dan dukungan yang tidak habis-habisnya kepada penulis.

(6)

iv

melakukan penelitian di Taman Nasional Gunung Leuser. Tim lapanganInggin

Trimendes, Edwardman Zalukhu,Eka Siswiyati, Yusniarti, Dewi Kurnia Arianda,

Pak Irwan, Bang Indra, Pak Gordon, Pak Wayan yang telah banyak membantu

penulis di lapangan.

Terima kasih untuk teman-teman terkasih Eka Siswiyati, Devi

Permatasari, Dewi Kurnia Arianda,Delisma, Nursaniah, Yusniarti, Juliana,

Septiana, Aulia Fajria dan Fitrianiyang telah memberikan indahnya sebuah

pertemanan, selalu berbagi keceriaan,berbagi suka dan duka serta saling

memberikan semangat kepada penulis.Terima Kasih juga kepada teman-teman

stambuk 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Kepada keluarga Ekowan

kak siska, Bang Ncay, Kak Desi, Kak Fivin, Siska Dewi, Ristia Diani,Suri, Nana,

Juned, Jordan, Herclus, Ihsan, Dina, Nurmahdiana, Eka, Erika, Reza, Rika,Syarah,

Nasir serta teman-teman ekowan lainnya yang telah banyak membantu penulis.

Semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2015

(7)

v

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA

UTARA

ABSTRAK

Penelitian tentang Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2015.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman burung di kawasan tersebut.Lokasi penelitian ditentukan dengan metode Purposive RandomSamplingdan pengamatan dilakukan dengan metode wawancara, merekam suara burung dan metode point count.Ditemukan 82 jenis burung, yang termasuk kedalam 9 ordo dan 28 famili. Pada Lokasi 1 (perbatasan hutan) ditemukan sebanyak 35 jenis burung dengan nilai kepadatan = 78,33 ind/ha, lokasi 2 (TNGL) ditemukan sebanyak 38 jenis burung dengan nilai kepadatan = 82,92 ind/ha dan pada lokasi 3 (agroforestri) ditemukan sebanyak 41 jenis burung dengan nilai kepadatan = 185 ind/ha. Indeks keanekaragaman tergolong tinggi, pada lokasi 1 yaitu 3,16, lokasi 2 yaitu 3,25 dan pada lokasi 3 yaitu 3,29. Indeks Equitabilitas (E) pada lokasi 1, 2 dan 3 yaitu 0,89. Nilai Indeks Similaritas (IS) tertinggi terdapat pada lokasi 1 dan 2 sebesar 35,61% dan nilai IS terendah terdapat pada lokasi 1 dan 3 sebesar 34,21%.

(8)

vi

ABSTRACT

The study of bird diversity in Telagah Village Gunung Leuser National Park Kabupaten Langkat Sumatera Utara has been conducted from February until march 2015. This research aimed to know diversity of bird in this area. Study site was settled using “Purposive Random Sampling” and observed using interview method, record the bird sound and Point Count Method. There are eighty two species of birds were found, which were included in 9 Ordo and 28 family. At location 1 (Forest border) were found 35 species of birds with density value (D) = 78,33 ind/ha, location 2 (TNGL) were found 38 species of birds with D = 82,92ind/ha and location 3 (Agroforestry) were found 41 species of birds with D = 184,99 ind/ha. The diversity index was categorized high index, for location 1 is 3,16 , location 2 = 3,25 and location 3 = 3,29. The Equitability index in location 1, 2 and 3 is 0,89. The highest similarity index was found between location 1 and 2 = 35,61% and the lowest is location 1 and 3 = 34,21%.

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1

2.4. Keanekaragaman Jenis Burung 7

2.5. Status Perlindungan Jenis Burung 8

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 10

3.1. Waktu dan Tempat 10

3.2. Deskripsi Area 10

3.2.1. Letak dan Luas 10

3.3. Alat dan Bahan 10

3.4. Potensi Kawasan 11

3.5. Metode Penelitian 11

3.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian 11

3.5.2. Pengumpulan Data 13

3.5.3. Identifikasi Jenis Burung 13

3.6. Analisis Data 14

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis-jenis Burung di Desa Telagah Taman Nasional

(10)

viii

KabupatenLangkat Sumatera Utara. 19

4.3. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’), Indeks Equitabilitas (E) dan Indeks Similaritas (IS) burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser

Kabupaten Langkat. 23

4.4. Pengelompokan Jenis-jenis Burung kedalam Guild

Berdasarkan Jenis Makanan. 26

4.5. Jenis-jenis Burung yang Mendominasi dan Paling Banyak diburu Berdasarkan Hasil Wawancara Masyarakat di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera

Utara. 28

4.6. Status Jenis-jenis Burung yang Didapatkan di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten

Langkat Sumatera Utara. 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 30

5.1. Kesimpulan 30

5.2. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Lokasi Penelitian 10

3.2. Lokasi 1 11

3.3. Lokasi 2 12

3.4. Lokasi 3 12

3.5. Bentuk Titik Pengamatan dengan Menggunakan Metode

(12)

x

Tabel Judul Halaman

1 Jenis-jenis Burung yang Didapatkan di Desa Telagah

Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

16

2 Jenis, Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan

Frekuensi Kehadiran (FK) Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

19

3 Areal Pengamatan, Indeks Keanekaragaman Jenis

(H’) dan Indeks Equitabilitas (E) Jenis Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

24

4 Indeks Similaritas (IS) Burung di Desa Telagah

Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

25

5 Pengelompokan Jenis-jenis Burung Kedalam Guild

Berdasarkan Jenis Makanan.

26

6 Status Jenis-jenis Burung yang Didapatkan Pada

Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian 36

2. Data Jumlah Jenis dan Individu burung di Desa Telagah

Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

Sumatera Utara 37

3. Foto Jenis-jenis Burung yang ditemukan di Lapangan 40

4. Foto Kerja 44

(14)

v

ABSTRAK

Penelitian tentang Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2015.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman burung di kawasan tersebut.Lokasi penelitian ditentukan dengan metode Purposive RandomSamplingdan pengamatan dilakukan dengan metode wawancara, merekam suara burung dan metode point count.Ditemukan 82 jenis burung, yang termasuk kedalam 9 ordo dan 28 famili. Pada Lokasi 1 (perbatasan hutan) ditemukan sebanyak 35 jenis burung dengan nilai kepadatan = 78,33 ind/ha, lokasi 2 (TNGL) ditemukan sebanyak 38 jenis burung dengan nilai kepadatan = 82,92 ind/ha dan pada lokasi 3 (agroforestri) ditemukan sebanyak 41 jenis burung dengan nilai kepadatan = 185 ind/ha. Indeks keanekaragaman tergolong tinggi, pada lokasi 1 yaitu 3,16, lokasi 2 yaitu 3,25 dan pada lokasi 3 yaitu 3,29. Indeks Equitabilitas (E) pada lokasi 1, 2 dan 3 yaitu 0,89. Nilai Indeks Similaritas (IS) tertinggi terdapat pada lokasi 1 dan 2 sebesar 35,61% dan nilai IS terendah terdapat pada lokasi 1 dan 3 sebesar 34,21%.

(15)

vi

BIRD DIVERSITY IN TELAGAH VILLAGE GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The study of bird diversity in Telagah Village Gunung Leuser National Park Kabupaten Langkat Sumatera Utara has been conducted from February until march 2015. This research aimed to know diversity of bird in this area. Study site was settled using “Purposive Random Sampling” and observed using interview method, record the bird sound and Point Count Method. There are eighty two species of birds were found, which were included in 9 Ordo and 28 family. At location 1 (Forest border) were found 35 species of birds with density value (D) = 78,33 ind/ha, location 2 (TNGL) were found 38 species of birds with D = 82,92ind/ha and location 3 (Agroforestry) were found 41 species of birds with D = 184,99 ind/ha. The diversity index was categorized high index, for location 1 is 3,16 , location 2 = 3,25 and location 3 = 3,29. The Equitability index in location 1, 2 and 3 is 0,89. The highest similarity index was found between location 1 and 2 = 35,61% and the lowest is location 1 and 3 = 34,21%.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat

dan memiliki kedudukan yang penting sebagai salah satu kekayaan satwa di

Indonesia.Jenis burung sangat beragam dan masing-masing jenis mempunyai nilai

keindahan tersendiri (Hernowo, 1985).

Sukmantoro et al. (2007), menyatakan bahwa di wilayah Indonesia dapat

ditemukan 1.598 spesies burung. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa Indonesia

merupakan negara nomor empat di Dunia terkaya akan jumlah spesies burungnya

setelah Columbia, Peru dan Brazil. Dari jumlah tersebut 372 spesies (23,28%)

diantaranya adalah spesies burung endemik dan 149 spesies (9,32%) adalah

burung migran. Menurut Hernowo (1985) burung membutuhkan syarat-syarat

tertentu untuk kelangsungan hidupnya, antara lain kondisi habitat yang cocok dan

aman dari segala macam gangguan.

Van Balen (1984) menyatakan bahwa kelestarian berbagai jenis satwa

khususnya populasi burung akhir-akhir ini keadaan dan kondisinya sudah cukup

mengkhawatirkan.Hal ini berkaitan erat dengan berbagai tekanan oleh aktivitas

manusia, seperti adanya perburuan dan yang lebih parah lagi terjadinya perusakan

dan hilangnya habitat burung sebagai tempat bersarang, bermain dan tempat

mencari makan, yaitu dengan merusak dan mengubah fungsi habitat burung.

Kegiatan tersebut antara lain terjadinya konversi lahan hutan untuk pemukiman,

perkebunan, pertanian, pertambangan dan lainnya.

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu kawasan

pelestarian alam di Indonesia dengan luas 1.094.692 hektar yang secara

administrasi pemerintahan terletak di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sumatera

Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi kabupaten Aceh Barat

Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues dan Aceh

Tamiang. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi

(17)

2

Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3.404 meter di atas

permukaan laut. Taman Nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai

pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola

dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi

(BBTNGL, 2010).

Burung merupakan satwa liar yang memiliki kemampuan hidup hampir

semua tipe habitat dan mempunyai mobilitas yang tinggi dengan kemampuan

adaptasi terhadap berbagai tipe habitat yang luas (Rohiyan et al., 2014).kehadiran

suatu jenis burung tertentu, pada umumnya disesuaikan dengan kesukaannya

terhadap habitat tertentu. Secara umum, habitat burung dapat dibedakan atas

habitat di darat, air tawar dan laut, serta dapat dibagi lagi menurut tanamannya

seperti hutan lebat, semak maupun rerumputan (Rusmendro, 2009).Desa Telagah

merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGL

yaitu kawasan Resort Bekancan.Selain untuk pemukiman penduduk, desa ini juga

dimanfaatkan sebagai areal perkebunan dan pertanian.Berbagai macam tanaman

menjadi komoditas utama di desa ini, mulai dari kopi, kincung, bambu hingga

padi.Selain itu, terdapat beberapa kolam di sekitar daerah pemukiman, baik itu

kolam alami maupun buatan.Kondisi ini sangat berperan sebagai habitat yang

cocok untuk burung baik untuk bersarang, mencari makan atau sebagai tempat

bermain.

Hingga saat ini belum ada informasi dan studi yang dilakukan mengenai

keanekaragaman burung yang terdapat di Desa Telagah Taman Nasional Gunung

Leuser. Sehubungan dengan uraian diatas maka dilakukan penelitian dengan judul

:“Keanekaragaman Burung di Kawasan Resort Bekancan Desa Telagah Taman

Nasional Gunung Leuser”.

1.2.Permasalahan

Desa Telagah merupakan salah satu kawasan yang dihuni oleh burung

bersama hewan dan tumbuhan liar lainnya.Kawasan ini sangat berperan dalam

(18)

tinggi.Namunsejauh ini belum diketahui bagaimanakah keanekaragaman burung

di kawasan tersebut.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keanekaragaman burung di

Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera

Utara.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi awal mengenai

keanekaragaman burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser yang

berguna untuk penelitian selanjutnya dan juga bagi instansi terkait sebagai upaya

(19)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Burung

Burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal,

diperkirakan ada sekitar 8.600 jenis burung yang tersebar di dunia.Burung

berdarah panas seperti binatang menyusui, tetapi sebenarnya burung lebih

berkerabat dekat dengan reptil, yang mulai berevolusi sekitar 135 juta tahun yang

lalu.Semua jenis burung dianggap berasal dari sesuatu yang mirip dengan fosil

burung yang pertama, yaitu Archaeopteryx (Mackinnon, 1990).

Burung termasuk kelompok hewan yang digolongkan ke dalam filum

Vertebrata (bertulang belakang) yang termasuk ke dalam kelas Aves, terdiri dari 2

subkelas, yaitu Archaeornithes (dalam bentuk fosil) dan subkelas Neornithes

(burung-burung sejati) dengan 30 ordo (Salsabila, 1985).

2.2. Morfologi Burung

Burung termasuk dalam kelas Aves, sub filum vertebrata dan masuk ke dalam

filum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua.Burung memiliki

sepasang sayap dan tubuhnya ditutupi oleh bulu yang berfungsi sebagai pelindung

tubuh serta mempengaruhi daya terbang, namun demikian meskipun semua

burung memiliki sepasang sayap, tidak semua jenis burung yang dapat

terbang.Burung juga memiliki paruh yang tersusun atas zat tanduk, bentuk paruh

dari jenis burung berbeda-beda yang disesuaikan dengan jenis makanannnya

(Radiopoetro, 1986).

Mackinnon (2000) menyatakan bahwa burung mempunyai sepasang kaki

dengan bentuk dan ukuran kaki pada burung juga berbeda berdasarkan tipe

habitatnya.Kaki bagian bawah dan jari-jari kulitnya berzat tanduk keras. Salsabila

(1985) menambahkan bahwa ciri-ciri utama dari kelas Aves adalah mempunyai

bulu, anggota gerak depan telah termodifikasi menjadi sayap, berenang dan

bertengger, pada tungkai terdapat sisik, rahang bawah tidak mempunyai gigi,

(20)

Departemen Kehutanan (1992) juga menjelaskan bahwa semua jenis

burung dianggap berasal dari burung yang pertama yaitu Archaeopteryx yang kini

telah menjadi fosil, adapun ciri-ciri umum burung antara lain:

a. Burung memiliki kemampuan untuk terbang

b. Tubuh ditutupi oleh bulu kecuali kaki

c. Mempunyai paruh yang bervariasi (parot, lurus,sabit, panjang, ramping, dll.)

d. Makanan bermacam-macam tergantung habitat mulai dari jenis ikan, nektar,

serangga, biji-bijian, buah-buahan dan bangkai.

e. Secara biologis perkembangbiakan burung hanya berbeda sedikit dengan reptil,

telur burung bentuknya mirip dengan telur reptil tetapi lebih berkapur dan kulit

lebih keras.

Sesuai dengan cara memperoleh makan Mackinnon et al., (1992)

menjelaskan bahwa burung pemangsa bercakar tajam serta berparuh tajam,

burung pengisap madu bertubuh kecil, untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan

disekitar bunga bermadu. Selanjutnya dijelaskan bahwa burung memiliki

kemampuan yang berbeda-beda dalam beraktifitas, termasuk memperoleh

makanannya, seperti burung rajawali bisa meluncur dan melayang, alap-alap

terjun dan menerkam mangsanya dan burung camar yang menangkap ikan dalam

air laut, atau burung hantu yang sanggup meluncur jauh tanpa mengeluarkan

suara.

2.3. Ekologi Burung 2.3.1. Habitat

Ekologi burung memang dapat diteliti secara langsung dari segi jenis makanan,

perilaku mencari makan atau dinamika populasinya, tetapi pengetahuan mengenai

habitat juga sangat penting diketahui (Bibby et al., 2000).Habitat yang dipilih

harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk melindungi dan

mempertahankan diri siang dan malam, dan jika memungkinkan untuk sepanjang

musim (Alikodra, 2002).

Mackinnon et al. ,(1992) menjelaskan bahwa hampir semua habitat yang

ada di alam ini ditempati oleh burung. Selanjutnya Bibby et al.,(2000)

menyatakan bahwa keberadaan jenis dan penyebaran (distribusi) burung sangat

(21)

6

bersama binatang dan tumbuhan liar lainnya memiliki nilai keanekaragaman yang

tidak terhingga (Crosby, 2004).

Salah satu habitat bagi burung dengan keanekaragaman jenis yang tinggi

adalah di kawasan hutan tropis.Burung-burung di hutan tropis yang memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi, tapi terkenal sulit untuk ditemukan.Hal ini

disebabkan karena struktur habitat yang sangat kompleks dengan vegetasi bertajuk

tinggi dan kadang penutupan bawahnya rapat (Bibby et al., 2000).

Mackinnon et al. (1992) menjelaskan bahwa burung juga dapat dijumpai

pada berbagai tipe habitat mulai dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan

perbukitan sampai pada hutan pegunungan.Namun ada beberapa jenis yang dapat

hidup pada berbagai habitat yang berbeda karena adaptasinya yang sangat

tinggi.Atas dasar ini maka burung termasuk kelompok hewan yang memiliki

penyebaran yang sangat luas (kosmopolitan).

Alikodra (1990) menyatakan bahwa pada umumnya habitat dapat

mengalami perubahan struktur dan ketersediaan pakan yang disebabkan oleh

kondisi musiman. Menurut Bibby et al. (2000) pergantian dan perubahan habitat

seperti punggung gunung dan dasar lembah, demikian juga aliran sungai dan

rawa-rawa, terutama di daerah kering atau selama musim kemarau, maupun

kawasan hutan merupakan tempat yang menarik bagi burung, baik sebagai habitat

maupun tempat untuk mencari makan. Di dalam suatu kawasan, habitat dengan

segala sumberdaya yang tersedia merupakan bagian penting bagi keberadaan

jenis, jumlah individu masing-masing jenis dan distribusi burung di habitat

tersebut.

2.3.2. Penyebaran

Secara teori, keanekaragaman jenis burung dapat mencerminkantingginya

keanekaragaman hayati kehidupan liar lainnya,artinya burung dapat dijadikan

sebagai indikator kualitas hutan.Berbagai jenis burung dapat kita jumpai di

berbagai tipe habitat,diantaranya hutan (primer/sekunder), agroforestri,

perkebunan (sawit/karet/kopi) dan tempat terbuka (pekarangan, sawah, lahan

terlantar) (Ayat, 2011).Hal ini berhubungan dengan ketersediaan pakan dan faktor

(22)

Bibby et al. (2000) menyatakan bahwa keanekaragaman spesies rendah

terdapat pada komunitas daerah dengan lingkungan yang ekstrim seperti daerah

dengan lingkungan yang ekstrim seperti daerah kering, tanah miskin, terutama

pada daerah bekas bakaran atau letusan gunung merapi, sedangkan keragaman

yang tinggi biasanya terdapat pada lingkungan yang optimum. Keanekaragaman

dan penyebaran jenis-jenis burung pada suatu kawasan dapat diketahui dengan

cara mengamati sekaligus mengidentifikasi jenis-jenis burung tersebut.

Selanjutnya Kar (1979) dalam Arninova (2004) menjelaskan bahwa kekayaan

spesies dan struktur komunitas burung berbeda dari suatu wilayah dengan wilayah

yang lainnya.

Sujatnika (1995) menyatakan bahwa seluruh spesies burung darat yang

dalam sejarahnya memiliki luas penyebaran berbiak kurang dari 50.000 km2.Luas

50.000 km2 ini kemudian digunakan dalam menetapkan spesies burung sebaran

terbatas. Hal yang mendasarinya antara lain :

a. Sebaran ini untuk mengetahui tempat terkonsentrasinya hidupan liar endemik

yang optimal ditetapkan sebagai taman nasional atau kawasan konservasi.

b. Spesies burung dengan penyebaran kurang dari luas tersebut akan mengalami

ancaman yang relatif besar oleh menurunnya kualitas dan kuantitas habitat.

c. Luas tersebut dipandang optimal dalam kaitannya dengan perencanaan strategi

konservasi untuk pengelolaan selanjutnya.

Kehadiran jenis-jenis burung pada suatu kawasan sangat penting. Menurut

Mackinnon et al. (1992) selain mampu memberikan andil yang sangat besar pada

proses penyebaran biji-biji vegetasi hutan, burung juga dapat menjalankan

fungsinya sebagai pemasok makanan bagi sejumlah satwa permukaan pemakan

buah yang tidak mampu memetiknya secara langsung dari atas pohon.

2.4. Keanekaragaman Jenis Burung

Keragaman merupakan sifat komunitas yang menunjukkan tingkat

keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Menurut Krebs (1978),

keanekaragaman (Diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi istilah

kekayaan jenis (Species richnes). Odum (1993) mengatakan bahwa keragaman

(23)

8

kemerataan.Hilangnya vegetasi juga menyebabkan hilangnya sumber pakan bagi

burung, sehingga akan berpengaruh bagi keanekaragaman burung disuatu

wilayah. Keanekaragaman spesies burung berhubungan dengan keseimbangan

dalam komunitas.Jika nilai keanekaragamannya tinggi, maka keseimbangan

komunitasnya juga tinggi.Tetapi, jika nilai keseimbangan tinggi belum tentu

menunjukkan keanekaragaman spesies dalam komunitas tersebut tinggi (Firdaus

et al., 2014).

Hidayat (2013) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis burung yang

dapatdijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan perlu mendapat perhatian

khusus,karena kehidupannya dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, dan

hayati.Odum (1994) menyatakan keberadaan jenis atau keanekaragaman spesies

di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor dan mempunyai sejumlah

komponen yang dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor

geografi, perkembangan dan fisik.Helvoort (1981) menambahkan bahwa

keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal ini

tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.Distribusi

vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk merupakan faktor yang

mempengaruhi keanekaragaman jenis burung.Keanekaragaman merupakan khas

bagi suatu komunitas yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah

individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas.

2.5. Status Perlindungan Jenis Burung

Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruhkeberadaannya

akibat alih guna lahan hutan, terutama pada lahan-lahanmonokultur seperti

perkebunan kelapa sawit dan karet.Hilangnyapohon hutan dan tumbuhan semak,

menyebabkan hilangnya tempatbersarang, berlindung dan mencari makan

berbagai jenis burung. Sementara,burung memiliki peran penting dalam ekosistem

antara lainsebagai penyerbuk, pemencar biji, pengendali hama. Burung juga

seringkalidigemari oleh sebagian orang dari suara dan keindahan bulunya (Ayat,

2011).Selain itu populasi burung juga memegang peranan utama dalam

mempertahankankeseimbangan ekologi di dalam hutan alam di mana burung

(24)

danmempercepat pelapukan kayu-kayu busuk.Kesehatan hutan alam yang terus

menerus banyak menguntungkan manusia termasuk perlindungan terhadap daerah

aliran air sungai, pencegahan erosi dan sebagaiperlindungan sumber air terutama

pada musim kemarau (Humaini, 2009).

Pada hampir semua habitat alaminya di hutan, burung menduduki posisi

yang tinggi dalam rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan sehingga dapat

mencerminkan perubahan yang terjadi pada tingkat yang lebih rendah (Crosby,

2004).Ada beberapa jenis burung yang memiliki kepekaan tertentu terhadap

kesehatan lingkungan dalam habitatnya, salah satu diantaranya adalah sebangsa

raja udang (Resit et al., 1999).

Perdagangan burung untuk dipelihara dalam sangkar juga sangat

memprihatinkan.Suatu jaringan pengumpulan burung menyalurkan burung

(diduga berjumlah sampai sejuta ekor burung per tahun) melalui Jakarta dan

Singapura.Jenis burung yang dijual meliputi kakatua, nuri, jalak, pipit, kutilang,

decut, burung kacamata, murai batu, tekukur dan ayam hutan.Burung-burung

sangkar juga merupakan binatang yang popular di Indonesia dan Malaysia.

Burung yang dipelihara untuk memenuhi permintaan domestik sama jumlahnya

dengan yang diekspor. Beberapa jenis burung dilaporkan hampir lenyap akibat

kegiatan ini, misalnya cucakrawa, jalak, murai batu, dan perkutut di Jawa.Perlu

dicatat bahwa saat ini stok burung di pasar juga banyak yang diimpor dari

Cina.Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sumber domestik tidak mencukupi lagi

untuk memenuhi permintaan (Mackinnon et al., 2010).

Kategori status keterancaman mengacu kepada Redlist International Union

for Conservation of Nature (IUCN) 2007 yang meliputi CR = Critically

Endangered (sangat terancam punah); EN = Endangered (terancam punah); VU =

Vulnerable (terancam); NT = Near Threatened (mendekati terancam); NE = Not

Evaluated (belum dievaluasi); DD = Data Deficient (data kurang), sementara

untuk kategori EX = Extinct (punah), EW = Extinct in the Wild (punah di alam)

dan LC (Least Concern) dikeluarkan (tidak dicantumkan dalam daftar)

(25)

10

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulanFebruari sampai Maret 2015 di Desa

Telagah Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Deskripsi Area 3.2.1. Letak dan Luas

Secara administratif kawasan penelitian terletak di Desa Telagah, Kecamatan Sei

Bingei, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara (Gambar 3.1 dan Peta pada

Lampiran 1) dan masuk kedalam wilayah kerja SPTN Wilayah V Bohorok, BPTN

Wilayah III Stabat.Secara geografis berada pada 03017’33,2” LU dan 98022’27,5”

BT terletak pada ketinggian ± 1.005 mdpl dengan luas kawasan ± 13.994 hektar.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian

3.3. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah teropong binokuler,

kameraCanon 600 D,Tele lens Canon 75-300 mm,stopwatch, kompas, alat tulis,

(26)

buku identifikasi Mackinnon et al. (2010). Sedangkan bahan yang digunakan

adalah lembar data.

3.4. Potensi Kawasan

Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.Hutan

didominasi oleh famili Aspleniaceae, Polypodiaceae, Araceae, Arecaceae,

Commelinaceae, Melastomataceae, Dipterocarpaceae dan

Moraceae.Pohon-pohon besar dan tinggi mudah ditemui, begitu juga dengan satwa liar seperti

kijang (Muntiacus sp.), orangutan Sumatera (Pongo abelii), beruk (Macaca sp.)

dan berbagai jenis burung.

3.5. Metode Penelitian

3.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi sampling ditentukan secara Purposive Random Sampling

berdasarkan pertimbangan vegetasi sebagai tempat istirahat dan mencari makanan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, lokasi sampling yang dipilih ada 3 jalur

pengamatan (transek) yaitu kawasan hutan TNGL, kawasan perbatasan antara

agroforestri dan kawasan hutan TNGL serta kawasan agroforestri.

a. Lokasi 1

Lokasi 1 terletak di kawasan perbatasan antara hutan TNGL dan

perkebunan masyarakat (Gambar 3.2) dengan titik koordinat 03018’07,6” LU dan

098021’50,1” BT. Vegetasi dominan pada lokasi ini yaitu famili

Melastomataceae, Moracea, Araceae dan Polypodiaceae.

(27)

12

b. Lokasi 2

Lokasi 2 terletak di kawasan hutan TNGL (Gambar 3.3) dengan titik

koordinat 03017’02,5” LU dan 098022’05,8” BT. Vegetasi dominan pada lokasi

ini yaitu Moraceae, Polypodiaceae, Aspleniaceae, Arecaceae dan

Dipterocarpaceae.

Gambar 3.3. Lokasi 2

c. Lokasi 3

Lokasi 3 terletak di kawasan agroforestri kopi (Gambar 3.4) dengan titik

koordinat 03017’23,3” LU dan 098022’05,1” BT. Vegetasi dominan pada lokasi

ini yaitu Coffea sp.

(28)

3.5.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data burung dilakukan dengan menggunakan 3 metode

yaituPoint Count, merekam suara burung dan metode wawancara.Dalam metode

Point Count pengamat berhenti pada suatu titik di habitat yang diamati dan

menghitung semua burung yang terlihat secara langsung. Selain itu di setiap titik

juga dilakukan perekaman terhadap suara burung yang terdeteksi.Setiap transek

terdapat 5 titik pengamatan dengan radius 15 meter dan jarak antar titik 200 m.

Pengamatan dimulai pada pagi hari pukul 06.30–10.00 WIB dan pada sore hari

pukul 15.00–18.00 WIB selama 20 menit per titik pengamatan. Untuk

memaksimalkan data yang akan diperoleh maka dilakukan pengamatan sebanyak

dua kali pengamatan per jalur transek.Selain menggunakan metode Point Count

dan merekam suara burung pengumpulan data burung juga dilakukan dengan

menggunakan metode wawancara. Dalam metode ini pengamat akan

mewawancarai penduduk setempat yang melakukan perburuan terhadap burung di

sepanjang jalur transek.

Gambar 3.5. Bentuk titik pengamatan dengan menggunakan metode Point Count.

3.5.3. Identifikasi Jenis Burung

Identifikasi jenis burung hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan

buku Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan

(Mackinnon et al., 2010) dan pemberian nama ilmiah mengacu pada Daftar

Burung Indonesia No. 2 (Sukmantoro et al., 2007).

15 m

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 200 m

(29)

14

3.6. Analisis Data

Berdasarkan jumlah individu yang didapatkan dihitung nilai kepadatan (K),

kepadatan relatif (KR), frekuensi kehadiran (FK), indeks keanekaragaman jenis

(H’), indeks equitabilitas (E) dan Indeks kesamaan jenis (IS) dengan rumus

berdasarkan Suin (2000) dan Fachrul (2007).

a. Kepadatan Populasi Suatu Jenis (K)

K =

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

FK=

0-25% = frekuensi kehadirannya tergolong sangat jarang (aksidental)

25-50% = frekuensi kehadirannya tergolong jarang (assesori)

50%-75% = frekuensi kehadirannya tergolong sering (konstan)

>75% = frekuensi kehadirannya tergolong sangat sering (absolut)

d. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Berdasarkan jumlah individu burung yang didapatkan, ditentukan indeks

keanekaragaman jenis burung pada tiap lokasi dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

H’ = -∑��−1Pi ln Pi

Dimana pi = ni

N

Keterangan :

(30)

Keterangan:

NilaiH’<1 : Keanekaragaman rendah

Nilai 1< H’<3 : Keanekaragaman sedang

NilaiH’>3 : Keanekaragaman tinggi

e. Indeks Equitabilitas

Untuk mengetahui nilai equitabilitas jenis burung dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

E =

H′

Hmaks

Keterangan:

E = Indeks keseragaman

H’ = Indeks keragaman

Hmaks = Indeks keseragaman maksimum, sebesar Ln S

S = Jumlah jenis

f. Indeks Similaritas

Untuk mengetahui kesamaan atau perbedaan komposisi spesies burung

berdasarkan lokasi digunakan rumus:

IS = 2�

� + � x 100%

Dimana :

C = Jumlah jenis yang dijumpai pada kedua lokasi a = Jumlah jenis pada lokasi A

(31)

16

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis-jenis Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Telagah Taman Nasional Gunung

Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang meliputi lokasi 1 (perbatasan

hutan TNGL dan Agroforestri), Lokasi 2 (hutan TNGL ) dan Lokasi 3

(Agroforestri) menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian terdapat 82 jenis burung

yang tergolong dalam 9 ordo dan 28 famili, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis Burung yang Didapatkan di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

(32)

Lanjutan Tabel 1.

Ordo Famili Jenis Burung Ket Lokasi

Nama Latin Nama Lokal 1 2 3

40. Muscicapa dauurica Sikatan Bubik L - √ √ 41. Niltava grandis Niltava Kumbang-padi L - √ - Nectariniidae 42. Anthreptes malacensis Burungmadu Kelapa L, S - - √ 43. Arachnothera robusta Pijantung Besar L - √ - Turdidae 67. Brachypteryx leucophrys Cingcoang coklat L - √ - 68. Cochoa beccarii Ciungmungkal Sumatera L √ - - 69. Copsychus saularis Kucica Kampung L, S - √ √ 70. Turdus obscures Anis kuning L - √ - 71. Zoothera sibirica Anis Siberia L √ - - Zosteropidae 72. Zosterops palpebrosus Kacamata Biasa L - - √ Piciformes Capitonidaae 73.Calorhamphus fuliginosus Takur Ampis S √ - - 74. Megalaima australis Takur Tenggeret S - √ - Trogoniformes Trogonidae 82. Harpactes oreskios Luntur Harimau L √ - -

Total 35 38 41

Keterangan :L = Langsung, S = Suara, (√) = Ditemukan, (-) = Tidak ditemukan. 1 = Perbatasan, 2 = Hutan TNGL, 3 = Agroforestri.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada lokasi 1 ditemukan sebanyak 35

jenis burung, lokasi 2 sebanyak 38 jenis burung dan lokasi 3 sebanyak 41 jenis

burung. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fransisca (2008) pada kawasan Restorasi Resort Sei Betung TNGL yang

memperoleh hasil sebanyak 90 jenis burung dari 28 famili.Perbedaan jumlah jenis

burung yang didapat kemungkinan disebabkan oleh perbedaan habitat, metode,

musim, ketersediaan pakan dan lamanya waktu penelitian. Jumlah jenis burung

paling banyak ditemukan pada lokasi 3 yaitu 41 jenis sedangkan jumlah jenis

(33)

18

dikarenakan sumber pakan yang masih tersedia ditempat ini dibandingkan dengan

lokasi 1 dan 2.

Berdasarkan Tabel 1 Ordo yang paling mendominasi adalah ordo

Passeriformes dengan 18 famili yang terdiri dari 52 jenis, kemudian ordo

Coraciiformes dengan 2 famili yang terdiri dari 5 jenis dan Ordo Piciformes yang

terdiri dari 6 jenis. Selanjutnya untuk ordo yang hanya terdiri dari 1 famili antara

lain ordo Apodiformes terdiri dari 3 jenis, Columbiformes terdiri dari 4 jenis,

Cuculiformes terdiri dari 4 jenis, Falconiformes terdiri dari 2 jenis, Galliformes

terdiri dari 2 jenis dan Trogoniformes terdiri dari 1 jenis.

Banyaknya jumlah jenis ordo Passeriformes yang didapatkan di daerah ini

menunjukkan bahwa kondisi lingkungan dan sumber daya yang tersedia dapat

mendukung kelangsungan hidupnya, sehingga tersebar cukup luas didaerah ini.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sibley & Monroe (1990), bahwa

burung dari ordo Passeriformes merupakan ordo burung yang memiliki daerah

penyebaran sangat luas dan umum dijumpai di seluruh dunia, diantaranya New

Zealand, afrika, Australia, Madagaskar, Amerika, Papua Nugini dan Asia

Tenggara.Selain itu, jenis-jenis dari ordo ini kebanyakan menyukai daerah terbuka

baik untuk mencari makan maupun untuk bermain. Hal ini didukung oleh

pernyataanMackinnon et al. (2000) burung dari ordo Passeriformes banyak

ditemukan di Indonesia, diantaranya di Pulau Sumatera, Jawa, Bali dan

Kalimantan mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik di daerah

perkampungan hingga hutan dataran tinggi. Selain itu ordo ini terdapat pada

ladang, hutan terbuka dekat desa, sawah, tepi hutan, hutan pegunungan, taman,

pekarangan, hutan dataran rendah, kebun-kebun, dan hutan bukit yang rapat.

Berdasarkan Tabel 1 juga diketahui bahwa famili yang paling

mendominasi adalah famili Pycnonotidae yang terdiri dari 9 jenis.Spesies dari

famili ini memiliki banyak jenis dan umum dijumpai di berbagai tipe

habitat.Mackinnon et al. (2010) menyatakan bahwa famili Pycnonotidae

merupakan suku besar di Asia dan Afrika.Burung cucak-cucakan ini merupakan

burung pemakan buah walaupun mereka juga memakan serangga.Burung ini

penuh percaya diri dengan kicauan yang ramai dan sangat musikal pada beberapa

(34)

berbentuk mangkuk yang tidak rapi. Sedangkan famili yang memiliki jumlah jenis

terendah yaitu Artamidae,Champephagidae, Corvidae, Hirundinidae,

Motacillidae, Rhipiduridae, Zosteropidae dan Trogonidae yang hanya terdiri dari

1 jenis burung. Hal ini mungkin disebabkan oleh spesies dari famili tersebut sulit

ditemukan secara langsung maupun melalui suara dan ketersediaan jumlah pakan

yang mulai berkurang akibat berakhirnya musim buah pada lokasi

penelitian.Swastikaningrum et al., (2012) menyatakan bahwa suatu komunitas

dapat dibagi kedalam bagian yang lebih kecil dari suatu asosiasi

tumbuh-tumbuhanseperti pucuk, tajuk, dan batang. Penyebaranburung erat hubungannya

dengan ketersediaan makananatau dengan kata lain, burung tersebut memerlukan

tempatkhusus untuk hidupnya.

4.2. Nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Jenis Burung pada Kawasan Resort Bekancan Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) jenis

burung yang didapatkan dari data-data hasil penelitian di Desa Telagah Taman

Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2.Jenis, Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

(35)
(36)

Lanjutan Tabel 2.

Dari Tabel 2diketahui bahwa pada lokasi 1(areal perbatasan) ditemukan

sebanyak 35 jenis burung dengan nilai kepadatan 78,33 ind/ha, lokasi 2 (areal

hutan TNGL) ditemukan sebanyak 38 jenis burung dengan nilai kepadatan 82,92

ind/ha dan lokasi 3 (areal agroforestri) ditemukan sebanyak 41 jenis burung

dengan nilai kepadatan 185 ind/ha.Tingginya jumlah jenis burung dan nilai

kepadatan burung pada lokasi 3 mungkin disebabkan oleh masih terdapat sumber

pakan baik berupa buah maupun serangga yang berada di perkebunan kopi di

lokasi ini.

Secara keseluruhan didapatkan nilai kepadatan (K) dan kepadatan relatif

(KR) tertinggi pada lokasi 1 adalah dari jenis Megalaima oorti (Takur Bukit),

(37)

22

Pycnonotus goiavierdengan nilai K = 8,33 ind/ha dan KR = 10,63%,

Pycnonotussimplexdengan nilai K = 7,5 ind/ha dan KR = 9,57%, Cyanoptila

cyanomelana dengan nilai K = 6,67 ind/ha dan KR = 8,52%, Dicrurus

leucophaeus dengan nilai K = 4,58 ind/ha dan KR = 5,85% dan Dicaeum

trigonostigma dengan nilai K = 3,33 ind/ha dan KR = 4,25%.

Kondisi habitat yang sesuai dan tersedianya pakan merupakan faktor

yang mendukung tingginya nilai K dan KR Megalaima oorti di kawasan ini.

Tersedianya buah ara yang merupakan makanan yang disukai oleh burung takur

ini juga menjadi faktor utama. Menurut Mackinnon et al. (2010), bahwa

Megalaima oorti masuk kedalam famili Capitonidae yang termasuk kedalam

burung pemakan buah-buahan, biji dan bunga, terutama menyukai buah ara kecil.

Hampir semua jenis takur mempunyai kebiasaan duduk diam untuk waktu yang

lama di puncak pohon, mengeluarkan suara monoton yang keras dan berulang.

Pada lokasi 2 nilai K serta nilai KR tertinggi yaitu dari jenis Megalaima

oorti (Takur Bukit), yaitu K = 9,58 ind/ha dan KR = 11,55%, diikuti Pycnonotus

goiavier dengan nilai K = 7,08 ind/ha dan KR= 8,54%, Pycnonotus

erythrophthalmos dengan nilai K = 6,67 ind/ha dan KR = 8,04%, Cyanoptila

cyanomelana dengan nilai K = 5,83 ind/ha dan KR = 7,03% dan Dicrurus

leuchopaeus dengan nilai K = 4,17 dan KR = 5,03%.

Menurut Wiens (1992), bahwa ketersediaan makanan pada suatu habitat

yang ditempati merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran dan kepadatan

populasi burung. Selanjutnya dijelaskan bahwa kepadatan burung dan

pergerakannya, terutama jenis burung pemakan buah (frugivora) sering

berhubungan langsung dengan kelimpahan buah-buahan di suatu habitat. Ketika

ketersediaan buah-buahan meningkat di suatu habitat, burung-burung akan

berdatangan ketempat tersebut. Akan tetapi apabila ketersediaan buah-buahan

menurun, burung-burung tersebut cenderung bergerak ke sepanjang hutan untuk

mencari tempat baru dimana terdapat buah yang melimpah.

Pada lokasi 3 yang merupakan areal agroforestri didapatkan nilai K dan

KR tertinggi yaitu dari jenisLonchura punctulata dengan nilai K = 21,67 ind/ha

dan KR = 11,71% kemudian Pycnonotus goiavier dengan nilai K = 18,75 ind/ha

(38)

= 7,66%. Jenis-jenis ini sering ditemui pada areal tersebut karena mayoritas

tumbuhan di areal ini adalah kopi yang merupakan sumber makanan bagi

jenis-jenis burung pemakan buah, biji dan serangga. Menurut Mackinnon et al. (1992),

bahwa kehadiran suatu jenis burung pada suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain adalah suhu, kelembaban udara, ketersediaan sumber

pakan, distribusi vegetasi dan jenis-jenis pohon yang disukai sebagai tempat

bersarang dan beristirahat.Banyaknya individu yang dinyatakan persatuan luas

(hektar) merupakan kepadatan, dengan nilai kepadatan relatif menunjukkan

persentase jumlah individu dari semua jenis yang ada dalam komunitasnya

(Hernowo, 1989).

Dari Tabel 2 juga diperoleh nilai Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi

pada lokasi 1 yaitu Megalaima oorti dengan nilai FK sebesar 50%, nilai tersebut

menunjukkan bahwa jenis tersebut tergolong sering , kemudian Pycnonotus

goiavier dan P. simplex dengan nilai FK masing-masing 33,33%, Cyanoptila

cyanomelana sebesar 26,67% dan Dicrurus leucophaeus dengan nilai FK = 23,33.

Pada lokasi 2 nilai FK tertinggi yaitu dari jenis Megalaima oorti sebesar

56,67%. Angka ini menunjukkan bahwa frekuensi kehadirannya tergolong sering

ditemukan pada setiap titik pengamatan.Untuk lokasi 3 nilai FK tertinggi yaitu

dari jenis Pycnonotus goiaviersebesar 60%, kemudian Pycnonotus simplex 50%.

Menurut Partasasmita (2003) Kehadiran suatu burung pada habitat

tertentu, diduga merupakan hasil seleksi. Ketika burung-burung tersebut merasa

cocok dengan habitat tersebut maka habitat tersebut akan terus didiaminya,

sehingga pada akhirnya ikut mempengaruhi perilaku burung tersebut sebagai hasil

adaptasi terhadap habitatnya.

4.3. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’), Indeks Equitabilitas (E) dan Indeks Similaritas (IS) Burung Di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Equitabilitas (E) dan Indeks

Similaritas (IS) jenis-jenis burung yang didapatkan dari data-data hasil penelitian

(39)

24

Tabel 3.Areal Pengamatan, Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) dan Indeks Equitabilitas (E) Jenis Burung Di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Lokasi H’ E

1 3,16 0,89

2 3,25 0,89

3 3,29 0,89

Keterangan : 1 = Areal Perbatasan, 2 = Hutan TNGL, 3 = Agroforestri

Berdasarkan Tabel 3dapat dilihat nilai indeks keanekaragaman jenis (H’)

burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

Sumatera Utara tergolong tinggi.Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi hutan

yang masih baik dan mendukung kebutuhan burung untuk mencari makan,

bersarang dan tempat bermain.Nilai H’tertinggi terdapat pada areal agroforestri

dengan nilai 3,29. Sedangkan nilai H’ terendah yaitu pada areal perbatasan dengan

nilai 3,16.Hal ini mungkin dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang tinggi pada

daerah agroforestri, sedangkan pada areal perbatasan ketersediaan pakan mulai

sedikit.

Keanekaragaman jenis burung berbeda pada setiap tempat, tergantung

kondisi lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Daerah pemukiman

dan pegunungan akan memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Sajithiran et al.

(2004) menyatakan bahwa keragaman spesies burung merupakan sesuatu refleksi

dari bermacam-macam habitat dan kondisi iklim yang mampu

mendukungnya.Menurut Krebs (1978), ada enam faktor yang saling berkaitan

yang menentukan naik turunnya keragaman jenis suatu komunitas, yaitu waktu,

heterogenitas ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan dan

produktivitas.

Menurut Johnsing & Joshua (1994) kekayaan spesies dan struktur

komunitas burung berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.Fachrul

(2007) menambahkan keanekaan spesies di suatu wilayah ditentukan oleh ukuran

luas habitat.Semakin luas habitatnya, cenderung semakin tinggi keanekaan jenis

burungnya. Struktur dan keanekaragaman jenis vegetasi mempengaruhi

keanekaan jenis burung di suatu wilayah.Di daerah yang keanekaan jenis

(40)

tinggi.Hal ini disebabkan oleh setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada

sekelompok jenis tumbuhan tertentu.

Sedangkan untuk nilai equitabilitas (E) pada tiga lokasi diatas memiliki

nilai yang sama yaitu sebesar 0,89. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

keseragaman jenis burung pada kawasan ini cukup merata. Menurut Krebs (1985),

nilai keseragaman berkisar antara 0-1. Nilai keseragaman 1 menunjukkan

pembagian individu pada masing-masing jenis sangat seragam atau

merata.Sebaliknya, jika nilai keseragaman semakin kecil maka keseragaman suatu

populasi juga semakin tidak merata.Indeks kemerataan jenis (E) dipengaruhi oleh

besarnya nilai keanekaragaman suatu jenis dan jumlah seluruh jenis.Artinya

semakin tinggi nilai kelimpahan jenis maka penyebaran suatu jenis semakin

merata dalam suatu kawasan tersebut, begitu pula sebaliknya (Syahadat et al.,

2015).

Keragamanjenis mencakup kekayaan jenis dan equitabilitas individu di

dalam suatu komunitas. Kekayaan jenis tergantung pada predasi, kompetisi

sesama jenis atau intraspesies, suksesi dalam komunitas, dan keterancaman. Nilai

equitabilitas yang sama mungkin disebabkan sumber pakan cukup bervariasi,

masing-masing sudah spesifik, tidak saling berkompetisi dan sumber pakan

berlimpah sehingga dapat dimanfaatkan sepenuhnya dengan baik (Widodo, 2009).

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan didapatkan nilai indeks

kesamaan jenis (IS)sebagai berikut.

Tabel 4.Indeks Similaritas (IS) Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Lokasi Indeks Similaritas (%)

1 2 3

1 - 35,61 34,21

2 - - 35,44

3 - - -

Keterangan : 1 = Areal Perbatasan, 2 = Hutan TNGL, 3 = Agroforestri

Dari Tabel 4dapat dilihat bahwa lokasi 1 dan 2 memiliki tingkat

kesamaan jenis burung sebesar 35,61%, nilai IS untuk lokasi 1 dan 3 sebesar

34,21% dan nilai IS untuk lokasi 2 dan 3 sebesar 35,44%.Nilai tersebut

menunjukkan bahwa tingkat kesamaan jenis burung pada ketiga lokasi tergolong

(41)

26

burung yang ditemukan cukup tinggi dibandingkan dengan nilai IS lainnya. Bibby

et al. (2000) menyatakan bahwa keberadaan jenis dan penyebaran (distribusi)

burung sangat ditentukan oleh kondisi habitat.

4.4. Pengelompokan Jenis-Jenis Burung kedalam Guild Berdasarkan Jenis Makanan.

Pengelompokan jenis-jenis burung yang didapatkan kedalam Guildberdasarkan

jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Pengelompokan Jenis-Jenis Burung kedalam Guild Berdasarkan Jenis Makanan.

Jenis Makanan Spesies %

Pemakan Buah (Frugivora) Aceros undulates

Buceros bicornis 3,75

B. rhinoceros

Pemakan Serangga (Insektivora) Collocalia esculenta

C. fuciphaga

Niltava grandis 47,5

(42)

Lanjutan Tabel 5.

Jenis Makanan Spesies %

Celeus brachyurus Dinopium javanense D. rafflesi

Pemakan Serangga dan Buah (PSB) Artamus leucorhynchus

Pericrocotus divaricatus

P. bimaculatus 28,75

P. brunneus

Pemakan Serangga dan Nektar (PSN) Anthreptes malacensis

Arachnothera robusta 3,75 Nectarinia jugularis

Pemakan Ikan dan Serangga (PIS) Centropus sinensis

Halcyon smyrnensis

Lacedo Pulchella 6,25

Lanius cristatus L. schach

Pemakan Biji (PI) Geopelia striata

Macropygia ruficeps Streptopelia chinensis

Rhizothera longirostris 10 Polyplectron chalcurum

Lonchura punctulata L. striata

Passer montanus

Dari Tabel 5 diketahui bahwa burung yang mendominasi di Kawasan

Penelitian adalah jenis burung pemakan serangga (Insektivora) sebesar 47,5%

kemudian diikuti oleh jenis burung pemakan serangga dan buah (PSB) sebesar

28,75%, burung pemakan biji (PI) sebesar 10%, burung pemakan ikan dan

serangga (PIS) sebesar 10%, burung pemakan serangga dan nektar (PSN) sebesar

(43)

28

pemakan serangga sangat umum dijumpai pada komunitas burung di daerah

hutan.Hal ini disebabkan oleh masih baiknya kondisi hutan tersebut sehingga

masih banyak ditemukan berbagai serangga yang menjadi sumber makanan bagi

burung. Menurut Wilson et al., (2008), sebagian besar spesies burung yang

mendiami hutan memang merupakan pemakan serangga sebagai salah satu

alternatif sumber pakannya.lokasi mencari makan pada burung biasanyadipilih

berdasarkan perbedaan bentuk dan ukuran tubuhsetiap jenis serta makanan yang

disukai (Elfidasari & Junardi, 2005).

4.5. Jenis-Jenis Burung yang Mendominasi dan Paling Banyak diburu Berdasarkan Hasil Wawancara Masyarakat di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Telagah Taman

Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utarabahwa jenis burung

yang mendominasi di kawasan ini yaitu dari jenis Takur, Srigunting, Rangkong,

Pelatuk, Balam dan Merbah.Sedangkan jenis burung yang paling banyak diburu

yaitu dari jenis Cicadaun, Balam, Kutilang, Murai dan Puyuh.Para pemburu

umumnya masuk melalui daerah Deleng Payung. Burung Cicadaun, Kutilang dan

Murai diburu karena memilikikicauan khas dan suara merdu sehingga menarik

minat penduduk lokal maupun penduduk dari luar daerah untuk memburu

burung-burung tersebut. Sedangkan untuk burung-burung Balam dan Puyuh biasanya hanya

dikonsumsi. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan burung tersebut, mulai

dari memasang alat pemikat, menggunakan getah, jaring maupun senapan angin.

Selain untuk dijual, burung-burung tersebut juga dipelihara dan dikonsumsi.

4.6. Status Jenis-jenis Burung yang DidapatDi Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Dari data yang diperoleh di lapangan, terdapat 11 jenis burung yang

statusnya dilindungi di Indonesia (PP No. 7 Tahun 1999). Dua diantaranya juga

tergolong burung yang mendekati terancam punah menurut IUCN Red List Data

Book (2007) yaitu Rangkong Papan (Buceros bicornis) dan Rangkong Badak

(44)

kedalam Appendix I – CITES yang berarti spesies ini termasuk kelompok yang

terancam kepunahannya sehingga dilarang memperjualbelikan spesies ini. Status

jenis-jenis burung yang didapat pada Desa Telagah TNGL dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6.Status Jenis-jenis Burung yang Didapat Pada Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

No. Nama Latin Nama Lokal Status Perlindungan PP IUCN CITES

1. Halcyon smyrnensis Cekakak Belukar DL - - 2. Lacedo Pulchella Cekakak Batu DL - -

3. Aceros undulates Julang Emas DL - App.II 4. Buceros bicornis Rangkong Papan DL NT App.I 5. Buceros rhinoceros Rangkong Badak DL NT - 6. Rhizothera longirostris Puyuh Siul-selanting - NT -

7. Chloropsis cyanopogon Cicadaun Kecil - NT - 8. Ictinaetus malayensis Elang Hitam DL - App.II 9. Spizaetus cirrhatus Elang Brontok DL - App.II

10. Anthreptes malacensis Burungmadu Kelapa DL - - 11. Arachnothera robusta Pijantung Besar DL - - 12. Nectarinia jugularis Burungmadu Sriganti DL - -

13. Cochoa beccarii Ciungmungkal Sumatera - VU - 14. Megalaima raflesii Takur tutut - NT - 15. Dinopium rafflesi Pelatuk Raffles - NT - 16. Harpactes oreskios Luntur Harimau DL - -

Keterangan :

(45)

30

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai keanekaragaman

burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa :

a. Ditemukan sebanyak 82 jenis burung yang tergolong dalam 9 ordo dan 28

famili. Pada lokasi 1 (lokasi perbatasan) ditemukan sebanyak 35 jenis burung

dengan K = 78,33 ind/ha, lokasi 2 (hutan TNGL) ditemukan sebanyak 38 jenis

burung dengan K = 82,92 ind/ha dan pada lokasi 3 (agroforestri) ditemukan

sebanyak 41 jenis burung dengan K = 185 ind/ha.

b. Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) tertinggi pada lokasi 1 yaitu

Megalaima oorti dengan nilai K= 9,58 ind/ha dan KR= 12,23%, pada lokasi 2

nilai K dan KR tertinggi yaitu dari jenis Megalaima oorti dengan nilai K= 9,58

ind/ha dan KR= 11,55% dan pada lokasi 3 nilai K dan KR tertinggi dari jenis

Lonchura punctulata dengan nilai K= 21,67 ind/ha dan KR= 11,71%.

Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi pada lokasi 1 dan 2 yaitu dari jenis

Megalaima oorti dengan nilai FK masing-masing sebesar 50% dan 56,67%.

Sedangkan untuk lokasi 3 nilai FK tertinggi yaitu dari jenis Pycnonotus

goiavier dengan nilai FK sebesar 60%.

c. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) burung tertinggi di kawasan ini

terdapat pada Lokasi 3 (agroforestri) sebesar 3,29 dan nilai H’ terendah pada

lokasi 1 (lokasi perbatasan) sebesar 3,16. Indeks equitabilitas (E) pada lokasi 1,

2 dan 3 sebesar 0,89. Untuk nilai indeks similaritas (IS) tertinggi terdapat pada

lokasi 1 dan 2 sebesar 35,61% dan nilai IS terendah terdapat pada lokasi 1 dan

(46)

5.2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian

lanjutan yang lebih spesifik mengenai burung-burung yang terdapat di Desa

(47)

32

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar.Jilid 1. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.

Alikodra, H.S. 2002.Pengelolaan Satwa Liar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Arninova.2004.Inventarisasi Jenis Burung di Pos Penelitian Sikundur Ekosistem Leuser.[Skripsi]. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Ayat, A. 2011. Burung- Burung Agroforest di Sumatera. World Agroforestry Centre. Bogor.

[BBTNGL] Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. 2010. Rencana Pengelolaan TNGL 2010-2029. BBTNGL. Medan.

Bibby, C., M. Jones dan S. Marsden. 2000. Teknik Ekspedisi Lapangan: Survey Burung. SKMG Mardi Yuana. Bogor.

Crosby, M.J. 2004. Menyelamatkan Burung-Burung Asia yang Terancam Punah: Panduan untuk Pemerintah & Masyarakat Madani (Edisi Indonesia). Bindlife International. United Kingdom.

Departemen Kehutanan. 1992. Buku Saku Pengenalan Satwa Liar (Aves). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan & Pelestarian Alam, DPH. Bogor.

Elfidasari, D. dan Junardi. 2005. Keragaman Burung Air di Kawasan Hutan Mangrove Peniti Kabupaten Pontianak. Biodiversitas. 7(1): 63-66.

Elliot, S., D. Blakesley, J.F. Maxwell, S. Doust, S. Suwannaratana. 2006. Bagaimana Menanam Hutan: Prinsip-Prinsip dan Praktek untuk Merestorasi Hutan Tropis. Terjemahan William Rombang. The Forest Restoration Research Unit.Chiang Mai University. Thailand.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Firdaus, A.B., Setiawan, A. dan Rustiati, E.L. 2014. Keanekaragaman Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Lampung Barat.Jurnal Sylva Lestari. 2(2): 1-6.

(48)

Helvoort, B.V. 1981. Bird Populations in the Rural Ecosistems of West Java.Nature Conservation Department. Netherlands.

Hernowo, J.B. 1985. Studi Pengaruh Tanaman Pekarangan Terhadap Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk Perkampungan di Wilayah Tingkat II Bogor.[Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Hernowo, J.B. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi. 2(4): 61-71.

Hidayat, O. 2003.Keanekaragaman Spesies Avivauna di KHDTK Hambala, Nusa Ternggara Timur.Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. 2(1): 12-25.

Humaini, R. 2009. Identifikasi Jenis dan Kemelimpahan Burung Diurnal di Kawasan Wisata Hutan Lindung Gunung Gedambaan Desa Gedambaan Kecamatan Pulau Laut Utara Kabupaten Kota Baru.Jurnal Wahana Bio. 2: 66-77.

Johnsing, A.J.T dan J. Joshua. 1994. Avifauna in Three Vegetations Types on Mundanthurai Plateau. South India. Journal of Tropical Ecology.(10): 323.

Krebs, C.J. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Third Edition.Harper & Row Publisher. New York.

Mackinnon, J dan Phillips, K. 1990.Burung-Burung di Jawa dan Bali.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Mackinnon, J., Karen, P. dan Bas Van Balen. 1992. Burung-Burung di Jawa dan Bali. Puslitbang-LIPI. Jakarta.

Mackinnon, J., Karen, P. dan Bas Van Balen. 2000. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang-LIPI. Jakarta.

Mackinnon, J., Karen, P. dan Bas Van Balen. 2010. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Odum, P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Odum, P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Partasasmita, R. 2003. Ekologi Burung Pemakan Buah dan Peranannya Sebagai Penyebar Biji. Makalah Falsafah Sains (PPS 702). Bogor: Program Pasca Sarjana IPB

(49)

34

Resit, S., Yusron. S. dan Pupung, F.N. 1999.Jenis-Jenis Burung Dilindungi yang Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari (YPAL). Jakarta.

Reynolds, R.J.T., J.M. Scott. and R.A. Nussabaum. 1980. A Variable Circular-Plot Methods for Estimating Bird Number.

Rohiyan, M., Setiawan, A. dan Rustiati, E.L. 2014.Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Pinus dan Hutan Campuran Muara Sipongi Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.Jurnal Sylva Lestari. 2(2): 89-98.

Rusmendro, H. 2009. Perbandingan Keanekaragaman Burung pada Pagi dan Sore Hari di Empat Tipe Habitat di Wilayah Pangandaran, Jawa Barat.Vis Vitalis. 2(1): 8-16.

Sajithiran.T.M., Jamdhan. S.W and Santiapillai. C. 2004. A Comparative Study of The Diversity of Birds in Three Reservoirs in Vavuniya, Sri Lanka. Tiger Paper. 31(4): 27-32.

Salsabila, A. 1985.Vertebrata. Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi. Universitas Andalas. Padang.

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT. Rineka Cipta. Anggota IKAPI. Jakarta.

Sibley and Monroe. 1990. Classification of the Class Aves. Under review by the checklist committee of the American Ornithologists Union.

Suin, N.M. 2000. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Sujatnika., P. Jepson., T.R. Soehartono., M.J. Crosby. dan A. Mardiastuti. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati: Pendekatan Daerah Burung Endemik. Birdlife International Indonesia Programme.

Sukmantoro, W., M. Irham., W. Novarino., F. Hasudungan., N. Kemp., M. Muchtar.2007.Daftar Burung Indonesia.Indonesian Ornithologist Union.Bogor.

Swastikaningrum, H., Hariyanto, S. dan Irawan, B. 2012. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Berbagai Tipe Pemanfaatan Lahan di Kawasan Muara Kali Lamong Perbatasan Surabaya-Gresik.Berkala Penelitian hayati.17: 131-138.

(50)

Van Balen, S. 1984. Comparisons of Bird Counts and Bird Observation in Neighbourhood of Bogor (Indonesia).[Student Report].University of East Anglia.

Widodo, W. 2009.Komparasi Keragaman Jenis Burung-Burung Di Taman Nasional Baluran dan Alas Purwa Pada Beberapa Tipe Habitat.Berkala Penelitian Hayati. 14 :113-124.

Wiens, J.A. 1992. The Ecology of Bird Communities.Vol 1.Foundations and Patterns.Cambridge University Press. USA.

(51)

36

Lampiran 1.Peta Lokasi Penelitian

Sumber Peta: Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL)

(52)

Lampiran 2.Data Jumlah Jenis dan Individu burung Di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara. a. Lokasi 1 (Areal Perbatasan )

(53)
(54)
(55)

40

Lampiran 3.Foto Kerja

Pengamatan langsung di lokasi penelitian

(56)

Lampiran 4.Foto Jenis-Jenis Burung yang Ditemukan di Lapangan

Phaenicophaeus tristis Megalaima oorti

Lacedo pulchella Ducula badia

(57)

42

Lanius cristatus Lanius schach

Culicicapa ceylonensis Macropygia ruficeps

(58)

Streptopelia chinensis Lonchura punctulata

Pycnonotus goiavier Halcyon smyrnensis

(59)

44

Cyanoptila cyanomelana Motacilla cinerea

Copsychus saularis Ictinaetus malayensis

(60)

Lampiran 5.Perhitungan

a. Kepadatan Populasi Suatu Jenis (K)

KDucula badia =

b. Kepadatan Relatif (KR)

KRDucula badia =

Kepadatan suatu jenis

Jumlah kepadatan seluruh jenis

x

100

%

=2,08

78,33x 100%

= 2,66 %

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

FKDucula badia =

d. Indeks Keanekaragaman/Indeks Diversitas Shannon-Wienner (H’)

(61)

46

= - 3,62

Gambar

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian
Gambar 3.2. Lokasi 1
Gambar 3.4. Lokasi 3
Gambar 3.5. Bentuk titik pengamatan dengan menggunakan metode Point Count.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena Windows 2000 Server dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dapat memudahkan pekerjaan administrator jaringan, contoh fasilitas tersebut antara lain

[r]

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 diatur

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

• Pasal 263 ayat (3) UU Pemda “RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran,

Kelompok sampel adalah anak yang pada usia balita, yaitu usia terendah 8 bulan dan tertinggi 2 tahun 9 bulan, diketahui menderita gizi buruk dan mulai mengikuti

Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi yang nyata (P&lt;0,05) antara legum dengan taraf cekaman kekeringan terhadap produksi bahan kering legum Stylosanthes guianensis dan

[r]