AGREGASI TANAH TEKSTUR BERPASIR
LAKSMITA PRIMA SANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peran Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dalam Agregasi Tanah Tekstur Berpasir adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2011
ABSTRACT
LAKSMITA PRIMA SANTI. The Role of Exopolysaccharide-Producing Bacteria in Aggregation of a Sandy Soil Texture. Under direction of DWI ANDREAS SANTOSA, SUDARSONO, DIDIEK HADJAR GOENADI, and KUKUH MURTILAKSONO.
Soil aggregation is a dynamic and very important factor for the development of agricultural soil functions. Unstable soil aggregate in a sandy soil texture becomes a limiting factor for plant growth. This research was carried out to investigate the role of a selected exopolysaccharide-producing bacterium on aggregation as well as water retention of a sandy soil texture. For these purposes, the activities conducted were : (i) isolation, selection and identification of a potential exopolysaccharide-producing bacteria, (ii) production and characterization of exopolysaccharide functional groups, (iii) determination of exopolysaccharide-producing bacteria in aggregation of a sandy soil texture, and (iv) study the impacts exopolysaccharide-producing bacteria as an active substance of soil bio-ameliorant on the growth performance of the oil palm seedlings in 61.3% sand fraction. A highly potential bacterium for exopolysaccharides production was isolated from a sandy soil located at Central Kalimantan. The bacterium was identified as Burkholderia cenocepacia KTG strain by using 16S rRNA gene sequencing. B. cenocepacia KTG strain is capable of improving aggregate stability index of a soil with 59.5% sand fraction and tolerant with low pH (3-5). Results obtained throughout this research indicate that 3% (w/v) of a 4-hydroxyphenylacetic acid or 2% (w/v) of sucrose as carbon sources yielded the higher exopolysaccharide than that of glucose, mannitol, glutamate, and lactose. IR analysis of exopolysaccharide B. cenocepacia KTG strain showed the presence of O-H (hydroxyl), C=O (carbonyl), and β glucosidic linkages as the major hydrophilic functional group of the exopolysaccharide B. cenocepacia KTG strain which noted play an important role in the sandy soil texture aggregation. Yield of dry mass of a-six-months old oil palm seedlings at main nursery was higher 1.9% (leaf), 10.5% (frond), 17.2% (stem), and 23.2% (root) by application of 75% standard dosage NPK-Mg and 100 gram bio-ameliorant/seedling than those by 100% standard dosage of NPK-Mg fertilizer. The results also showed that the B. cenocepacia KTG strain treatment caused better available water up to 11.2 – 61.6%.
RINGKASAN
LAKSMITA PRIMA SANTI. Peran Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dalam Agregasi Tanah Tekstur Berpasir. Di bawah bimbingan DWI ANDREAS SANTOSA, SUDARSONO, DIDIEK HADJAR GOENADI, dan KUKUH MURTILAKSONO.
Agregasi tanah bersifat dinamis dan merupakan faktor penting untuk pengembangan fungsi tanah pertanian. Ketidakstabilan agregat tanah pada tanah tekstur berpasir merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan tanaman. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran bakteri penghasil eksopolisakarida potensial dalam agregasi dan retensi air pada bahan tanah tekstur berpasir. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka kegiatan yang dilaksanakan adalah: (i) isolasi, seleksi, dan identifikasi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida, (ii) produksi dan karakterisasi gugus fungsional eksopolisakarida, (iii) penetapan kemampuan bakteri penghasil eksopolisakarida terpilih dalam agregasi tanah tekstur berpasir, dan (iv) mempelajari pengaruh bakteri penghasil eksopolisakarida sebagai bahan aktif bioamelioran terhadap keragaan pertumbuhan bibit kelapa sawit di dalam media tanah yang mengandung 61.3% fraksi pasir. Dalam penelitian ini, bakteri potensial penghasil eksopolisakarida asal Kalimantan Tengah telah berhasil diisolasi. Identifikasi bakteri dilakukan dengan sekuensing 16S rRNA. Hasil sekuensing mengidentifikasikan bakteri tersebut sebagai Burkholderia cenocepacia strain
KTG. Bakteri ini dapat meningkatkan kemantapan agregat bahan tanah tekstur berpasir dan toleran terhadap pH rendah (3-5). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan B. cenocepacia strain KTG di dalam medium dengan 3% (b/v) 4-hydroxyphenylacetic acid atau 2% (b/v) sukrosa sebagai sumber karbon menghasilkan eksopolisakarida yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber karbon lainnya yaitu glukosa, manitol, glutamat, dan laktosa. Analisis dengan menggunakan infra red (IR) terhadap eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG menunjukkan keberadaan O-H (hidroksil), C=O (karbonil), dan ikatan β glikosidik yang merupakan gugus fungsional utama dari eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG bersifat hidrofilik serta diyakini memegang peran penting dalam agregasi tanah tekstur berpasir. Bobot kering bibit kelapa sawit umur enam bulan di pembibitan utama dengan perlakuan 75% penggunaan NPKMg dari dosis standar kebun dan 100 gram bioamelioran/bibit menghasilkan bobot kering 1.9% (daun), 10.5% (pelepah), 17.2 % (batang), dan 23.2% (akar) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan 100% NPKMg dosis standar kebun. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan dengan B. cenocepacia strain KTG di dalam bahan tanah yang mengandung 61.3% fraksi pasir dapat meningkatkan nilai air tersedia 11.2 – 61.6%.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PERAN BAKTERI PENGHASIL
EKSOPOLISAKARIDA DALAM
AGREGASI TANAH TEKSTUR BERPASIR
LAKSMITA PRIMA SANTI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr Ir Asep Sapei, MS
Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor Dr Ir Gunawan Djajakirana
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Ir Gede Wibawa
PT Riset Perkebunan Nusantara
Dr Ir Suryo Wiyono
Departemen Proteksi Tanaman
Judul Disertasi : Peran Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dalam Agregasi Tanah Tekstur Berpasir
Nama Mahasiswa : Laksmita Prima Santi
NIM : A161070011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Andreas Santosa Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc Ketua Anggota
Dr Ir Didiek Hadjar Goenadi, MSc, APU Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Anggota Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Tanah
Dr Ir Atang Sutandi, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
PRAKATA
Segala puji ungkapan rasa syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2009-Desember 2010 adalah mengenai agregasi tanah dengan judul PERAN BAKTERI PENGHASIL EKSOPOLISAKARIDA DALAM AGREGASI TANAH TEKSTUR BERPASIR.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Dwi Andreas Santosa, sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc (anggota), Dr Ir Didiek Hadjar Goenadi, MSc, APU (anggota), dan Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS (anggota) atas bantuan, saran, dan bimbingannya sejak penyusunan awal rencana kegiatan penelitian sampai dengan penyelesaian penulisan disertasi ini.
Terima kasih disampaikan pula kepada Managemen dan Divisi Riset dan Pengembangan, PT Astra Agro Lestari, Tbk atas kesempatan dan dukungan dana yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan penelitian di lingkup kebun PT Astra Agro Lestari, Tbk Kalimantan Tengah. Demikian pula kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian selaku penyedia anggaran DIPA tahun 2010 disampaikan ucapan terima kasih untuk dukungan dana kegiatan penelitian laboratorium.
Penghargaan juga disampaikan kepada peneliti dan staf pelaksana di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah-Bogor, Laboratorium Analitik dan Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia atas kerjasama yang terjalin selama penelitian berlangsung.
Kepada keluarga besar penulis dan rekan-rekan satu angkatan Program Studi Ilmu Tanah tahun 2007, terima kasih atas doa, dukungan semangat dan kekompakannya selama kegiatan studi di PS Ilmu Tanah.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi institusi dan pengembangan Ilmu Tanah.
RIWAYAT HIDUP
Laksmita Prima Santi dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 28 Maret 1969, merupakan putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan keluarga Ir H Sunu Sudibyo dan Hj Sri Murtinah, BA. Penulis menikah pada tanggal 11 Maret 1995 dengan Ir Endru Yutaka dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu, Alvin Oktarianto dan Andre Febrian Dwiyudanta.
Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan program Magister Sains pada Program Studi Mikrobiologi di perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2002. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan program Doktor di Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Penulis bekerja di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, PT Riset Perkebunan Nusantara pada tahun 1996 sampai dengan saat ini dan menjadi anggota Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia sejak tahun 1992. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis ialah mikrobiologi tanah. Sebuah artikel yang merupakan bagian dari disertasi telah diterbitkan dengan judul “Pengaruh pemberian inokulan Burkholderia cepacia dan bahan organik terhadap sifat fisik tanah berpasir” pada jurnal Menara Perkebunan 2010, No. 78 (1), hal 9-18. Dua artikel lain berjudul ”Potensi Burkholderia cenocepacia strain KTG sebagai bioamelioran terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah tekstur berpasir” dan ”Karakteristik gugus fungsional eksopolisakarida Burkholderia cenocepacia strain KTG dalam agregat tanah” telah diajukan untuk dapat dipublikasi masing-masing di Jurnal Agronomi Indonesia dan Menara Perkebunan tahun 2011. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program penelitian S3 penulis.
xi
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Agregat Tanah ... 3
Agens yang Mempengaruhi Agregasi ... 6
Karbon. ... 6
Bahan Organik Tanah ... 7
Liat ... 8
Kation ... 8
Bakteri Penghasil Eksopolisakarida ... 8
Bioamelioran ... 9
Ruang Lingkup Kegiatan Penelitian ... 10
Tujuan Penelitian ... 12
Hipotesis Penelitian... 13
Manfaat Penelitian... 13
Kebaruan Penelitian... 13
ISOLASI, SELEKSI, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL EKSOPOLISAKARIDA ... 15
Pendahuluan ... 15
Tujuan ... 18
Bahan dan Metode ... 18
Tempat dan Waktu ... 18
Isolasi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida ... 18
xii Halaman
Uji Kemampuan Tumbuh di dalam Medium Ber-pH 3-5 dan Medium dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir dan
Gambut... 19
Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Eksopolisakarida... 20
Hasil ... 20
Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida... 20
Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Eksopolisakarida 24 Pembahasan ... 24
Kesimpulan ... 27
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI EKSOPOLISAKARIDA Burkholderia cenocepacia strain KTG ... 28
Pendahuluan ... 28
Tujuan ... 32
Bahan dan Metode ... 32
Tempat dan Waktu ... 32
Produksi Eksopolisakarida ... 33
Pengamatan Morfologi Eksopolisakarida Bakteri dengan Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) ... 33
Karakterisasi Gugus Fungsional Eksopolisakarida B. cenocepacia Strain KTG... 33
Hasil ... 34
Produksi Eksopolisakarida ... 34
Pengamatan Morfologi Eksopolisakarida Bakteri dengan Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) ... 35
Karakterisasi Gugus Fungsional Eksopolisakarida B. cenocepacia Strain KTG... 35
Pembahasan... 39
Kesimpulan ... 41
xiii
Pendahuluan ... 42
Tujuan ... 45
Bahan dan Metode ... 45
Tempat dan Waktu ... 45
Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir... 45
Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dan Bahan Organik dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir... 46
Analisis Scanning Electron Microscope ... 48
Hasil ... 49
Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir... 49
Studi Interaksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dan Bahan Organik dengan Bahan Tanah ... 53
Pembahasan ... 56
Kesimpulan... 63
UJI KEEFEKTIFAN BAKTERI PENGHASIL EKSOPOLISAKARIDA DALAM MEDIA BAHAN TANAH TEKSTUR BERPASIR DAN VEGETATIF BIBIT KELAPA SAWIT SESUAI DENGAN KONDISI LAPANG... 64
Pendahuluan ... 64
Tujuan ... 68
Bahan dan Metode ... 68
Tempat dan Waktu Penelitian ... 68
Pembuatan Pembenah Tanah Hayati (Bioamelioran)... 68
Uji Keefektifan Bakteri Penghasil Eksopolisakarida sebagai Bioamelioran terhadap Agregasi Bahan Tanah Tekstur Berpasir ………... 69
Hasil ... 71
xiv Halaman
Uji Keefektifan Bakteri Penghasil Eksopolisakarida dalam Bioamelioran terhadap Agregasi Bahan Tanah Tekstur
Berpasir ………. 73
Pembahasan ... 85
Kesimpulan... 88
Saran ... 88
PEMBAHASAN UMUM ... 89
KESIMPULAN UMUM . ... 95
SARAN UMUM ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 97
xv 1 Isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dari bahan tanah
asal Kalimantan Tengah ... 21 2 Bobot kering eksopolisakarida bakteri dalam medium ATCC
no.14 selama 72 jam inkubasi ... 22 3 Kemampuan tumbuh tiga isolat bakteri potensial penghasil
eksopolisakarida dalam medium Nutrient Broth (NB) dengan
pH 3, 4, dan 5 selama 72 jam inkubasi ... 23 4 Bobot kering eksopolisakarida (mg/ml) dalam medium cair
dengan penambahan 20% (b/v) gambut, fraksi pasir sedang
(FPS) dan fraksi pasir tinggi (FPT)... 23 5 Taksonomi Burkholderia cepacia kompleks: status genomovar
dan nama spesies (Vial et al. 2007; Miao et al. 2007)... 27 6 Bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan B.
cenocepacia strain KTG di dalam medium ATCC no. 14 dengan enam jenis sumber karbon konsentrasi 1, 2, dan 3%
(b/v) selama 72 jam inkubasi ... 34 7 Penetapan gugus fungsional B. cenocepacia strain KTG dan
dua bakteri potensial penghasil eksopolisakarida lainnya……. 36 8 Penetapan gugus fungsional eksopolisakarida B. cenocepacia
strain KTG yang ditumbuhkan dalam medium ATCC no. 14
yang mengandung FPR, FPS, dan FPT... 38 9 Karakteristik kimia jerami padi dan kompos jerami yang
digunakan dalam penelitian... 47 10 Analisis fraksi pasir, debu, dan liat yang digunakan untuk
studi interaksi bakteri penghasil eksopolisakarida ... 49 11 Analisis kimia fraksi pasir bahan tanah asal Kalimantan
Tengah... 49 12 Pengaruh pemberian inokulan B. cenocepacia strain KTG
terhadap indeks kemantapan agregat bahan tanah dengan
waktu inkubasi 30, 60, dan 90 hari... 50 13 Air tersedia pada FPR, FPS, dan FPT yang diinokulasi B.
cenocepacia strain KTG dengan masa inkubasi 30, 60, dan 90
xvi Halaman
14 Studi interaksi bakteri penghasil eksopolisakarida dan bahan organik dengan bahan tanah, waktu inkubasi 30, 60, dan 90
hari ……… 53
15 Pengaruh interaksi suspensi miselium fungi terhadap pembentukan agregat pada fraksi pasir sedang (FPS), waktu
inkubasi 30, 60, dan 90 hari……… 54
16 Populasi B. cenocepacia strain KTG di dalam formula
bioamelioran agregat ... 72 17 Pertumbuhan bibit kelapa sawit umur 3 bulan (pre nursery) di
dalam bahan tanah dengan fraksi pasir 61.3% ... 74 18 Analisis tanah media pertumbuhan bibit kelapa sawit di
pembibitan utama ... 75 19 Data pertumbuhan bibit kelapa sawit di dalam media bahan
tanah fraksi pasir 61.3% dengan waktu pengamatan umur 1-6
bulan di main nursery ... 76 20 Data bobot kering bibit kelapa sawit umur 6 bulan di dalam
media bahan tanah fraksi pasir 61.3% ... 78 21 Data hara tanah fraksi pasir 61.3% media bibit kelapa sawit di
main nursery ... 82 22 Data hara daun bibit kelapa sawit umur 6 bulan (main
xvii 1 Ruang lingkup kegiatan penelitian ... 14 2 Pembentukan slime tebal (tanda panah) pada bakteri penghasil
eksopolisakarida di dalam medium padat ATCC no.14 ... 20 3 Scanning electron microscope eksopolisakarida B. cenocepacia
strain KTG (tanda panah, perbesaran 3500x) ... 35 4 Spektrum infra red gugus fungsional utama eksopolisakarida
B. cenocepacia strain KTG yang ditumbuhkan dalam medium ATCC no.14 dengan sumber karbon glukosa, sukrosa, laktosa,
manitol, dan 4-hydroxyphenyl acetic acid ... 36 5 Fraksi pasir sedang (FPS) tanpa inokulasi B. cenocepacia strain
KTG [(a) perbesaran 150x] dan dengan inokulasi B. cenocepacia
strain KTG [(b), perbesaran 150x]……… 52
6 Hubungan antara waktu inkubasi FPS dengan pemberian inokulan B. cenocepacia strain KTG, jerami, kompos jerami,
dan inokulan P. chrysosporium terhadap air tersedia ... 55 7 Agregat terdiri atas beberapa mikroagregat (a); pori di antara
mikroagregat (b) diisi oleh bakteri (b1); dan di dalam pori antar agregat (c) berkembang sel tunggal (d) atau suatu koloni bakteri,
fungi dan aktinomiset (e). (Krasil'nikov 1958)……… 61 8 Bioamelioran granul (diameter 2-3 mm) dengan bahan aktif
B. cenocepacia strain KTG... 72 9 Pertumbuhan bibit kelapa sawit umur 3 bulan di pre nursery di
dalam bahan tanah fraksi pasir 61.3% ... 73 10 Pengujian bioamelioran agregat di main nursery kebun PT
Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi (PT GSIP) ... 75 11 Keragaan bibit kelapa sawit umur 6 bulan dengan perlakuan :
100% pupuk NPKMg (A), 100 g bioamelioran/bibit + 100% NPKMg (B), 100 g bioamelioran/bibit + 75% NPKMg (C), dan
100 g bioamelioran/bibit + 50% NPKMg (D) ... 75 12 Keragaan bibit kelapa sawit umur 6 bulan dengan perlakuan: 100%
pupuk NPKMg (A), 100 g bioamelioran/bibit (H), dan 50 g
xviii Halaman
13 Keragaan bibit kelapa sawit umur 6 bulan dengan perlakuan: 100 g bioamelioran/bibit + 100% NPKMg (B),
100 g bioamelioran/bibit + 75% NPKMg (C), 100 g bioamelioran/bibit + 50% NPKMg (D), 50 g bioamelioran/bibit + 100% NPKMg (E), 50 g bioamelioran/bibit + 75% NPKMg (F), dan
50 g bioamelioran/bibit + 50% NPKMg (G) ...
79 14 Peningkatan kadar hara tanah. Keterangan gambar: kadar hara
tanah N, P2O5 , K2O,dan MgO analisis bulan pertama
(N1,P1,K1,Mg1) dan bulan keenam (N6,P6,K6,Mg6): 100% NPKMg (perlakuan A), 100-50% NPKMg yang kombinasi dengan 100 g bioamelioran/bibit (perlakuan B-D), 100-50% NPKMg yang kombinasi dengan 50 g bioamelioran/bibit (perlakuan E-G), serta 100 dan 50 g bioamelioran/bibit
(perlakuan H-I) ... 81 15 Perbandingan perlakuan tanpa bioamelioran (perlakuan A)
dan pemberian bioamelioran B. cenocepacia strain KTG (perlakuan B-I) terhadap air tersedia pada bahan tanah
xix Halaman
1 Sekuensing bakteri Burkholderia cenocepacia strain KTG ... 109 2 Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit
Dura x Pisifera standar kebun ... 111 3 Penetapan Tekstur Tanah (Balai Penelitian Tanah 2006) ... 112 4 Penetapan Indeks Kemantapan Agregat (Balai Penelitian Tanah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengertian struktur tanah mengacu pada penyusunan partikel primer (pasir,
debu, liat) ke dalam partikel sekunder atau agregat. Struktur tanah merupakan
faktor utama di dalam fungsi tanah sebagai media yang dapat mendukung
pertumbuhan tanaman serta isu pada saat ini dikaitkan dengan tempat
penyimpanan karbon dan air. Struktur tanah mempengaruhi pergerakan dan
retensi air tanah, siklus hara di dalam tanah, penetrasi perakaran, produktivitas
tanaman, dan keragaman biota tanah.
Agregasi tanah dihasilkan dari penyusunan partikel, flokulasi, dan sementasi
yang diperantarai oleh bahan organik tanah, biota tanah, jembatan ionik, liat, dan
karbonat. Struktur tanah yang baik memiliki kemantapan agregat yang diperlukan
untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, produktivitas tanaman,
porositas, dan menurunkan tingkat erosi. Konsep dasar dari agregasi adalah
pembentukan partikel sekunder melalui penggabungan partikel mineral dengan
bahan organik dan anorganik. Dinamika agregasi sangat kompleks dan
dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor seperti lingkungan, pengelolaan tanah,
tanaman, komposisi mineral, tekstur, konsentrasi karbon organik tanah, proses
pedogenesis, aktivitas mikroorganisme tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan,
cadangan nutrisi di dalam tanah, dan kelembaban (Bronick & Lal 2005).
Kontribusi aktivitas mikroorganisme terhadap kemantapan agregat tanah
telah dilaporkan dalam beberapa kegiatan penelitian. Namun demikian, untuk
kegiatan penelitian terkait dengan agregasi tanah tekstur berpasir dengan
memanfaatkan bakteri penghasil eksopolisakarida belum banyak diteliti. Degens
& Sparling (1996) melakukan kegiatan penelitian pada tanah tekstur berpasir dan
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap
pembentukan agregat tanah tekstur berpasir dengan biomassa bakteri. Di lain
pihak, Khodair et al. (2008) meneliti peran bakteri penghasil eksopolisakarida
yaitu Bacillus circulans UBF 20, 26 dan Bacillus polymyxa UBF 15 pada bahan
debu, dan 13.1% liat. Pemberian inokulan bakteri pada bahan tanah tersebut dapat
meningkatkan pertumbuhan vegetatif bibit gandum.
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama tanaman
kelapa sawit yang ditanam pada jenis tanah dengan dominasi fraksi pasir yang
cukup tinggi. Tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai daya menahan air lebih
kecil dari pada tanah bertekstur halus. Tanaman yang ditanam pada tanah tekstur
berpasir umumnya lebih mudah mengalami kekeringan. Kebutuhan air untuk
tanaman kelapa sawit sekitar 1.950 mm per tahun. Kelapa sawit memerlukan
curah hujan sekitar 2.000 mm yang merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan
kering (defisit air) yang nyata (Pahan 2008). Terkait dengan kebutuhan air yang
sangat besar untuk kelapa sawit maka pengembangan budidaya kelapa sawit di
tanah tekstur berpasir akan mengalami kendala. Selain kecukupan nutrisi, yang
menjadi fokus utama untuk memperbaiki daya dukung kapasitas tanah tekstur
berpasir adalah mengoptimalkan kemampuan meretensi air. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah dominasi fraksi pasir dalam suatu areal perkebunan kelapa
sawit sangat berpotensi terhadap terjadinya erosi dan inefisiensi penggunaan air
irigasi.
Pada umumnya perbaikan daya dukung tanah tekstur berpasir dilakukan
dengan ameliorasi menggunakan bahan organik. Selain itu, peningkatan
produktivitas lahan juga dapat dilakukan dengan memperhatikan pengelolaan air
tanah dalam praktek di kebun sehari-hari. Menurut Lubis (2008), kebutuhan air
pada bibit kelapa sawit di pembibitan awal (pre nursery) adalah 0.1 – 0.3
liter/bibit/hari, sedangkan di pembibitan utama (main nursery) diperlukan 1-3
liter/bibit/hari.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa stuktur tanah dengan
kondisi agregat yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan akar tanaman, ketersediaan air, dan pergerakan udara di dalam
tanah. Oleh karena itu dalam upaya mengoptimalkan fungsi bahan tanah tekstur
berpasir sebagai media pertumbuhan bibit atau tanaman kelapa sawit, maka tahap
awal yang dapat dilakukan adalah memperbaiki sifat agregasi bahan tanah
tersebut. Pemanfaatan bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) dalam agregasi
3
salah satu alternatif untuk mengupayakan hal tersebut serta dapat dilakukan
dengan teknik aplikasi sederhana dalam bentuk pembenah hayati (bioamelioran)
pemantap agregat. Peran BPE dalam agregasi bahan tanah tekstur berpasir dapat
ditetapkan atas dasar indikasi pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit, air
tersedia, dan serapan hara pada daun bibit kelapa sawit. Penetapan tersebut atas
dasar asumsi bahwa pembentukan agregat pada bahan tanah tekstur berpasir akan
meningkatkan ketersediaan air, absorpsi hara oleh bibit kelapa sawit, dan akhirnya
akan menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang sesuai dengan standar
pertumbuhan bibit secara umum.
Agregat Tanah
Kemantapan agregat tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah
untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusak. Gaya-gaya tersebut dapat
berupa kikisan angin, pukulan hujan, daya urai air pengairan, dan beban
pengolahan tanah (Amezketa et al. 2003). Pengukuran kemantapan agregat tanah
menjadi penting sebab dapat memberikan informasi secara umum tentang kondisi
sifat fisik tanah. Agregat tanah berpengaruh terhadap potensi erosi, pergerakan air
dan pertumbuhan akar tanaman. Tanah yang teragregasi dengan baik dicirikan
dengan tingkat infiltrasi, permeabilitas, dan ketersediaan air yang tinggi. Aspek
fisik penting dalam suatu agregat tanah meliputi ukuran, densitas, kemantapan,
dan struktur agregat.
Setiap metode pengukuran kemantapan agregat berhubungan dengan suatu
mekanisme pemecahan agregat yang bersifat spesifik. Pada daerah dengan curah
hujan tinggi, maka pengukuran kemantapan agregat didasarkan empat mekanisme
yang menyebabkan penghancuran agregat karena pengaruh air. Mekanisme
tersebut yaitu: (i) pemecahan oleh udara yang terperangkap di dalam agregat
selama proses pembasahan yang cepat dan tiba-tiba, (ii) pemecahan oleh swelling
dan shrinkage selama proses pembasahan dan pengeringan yang lambat, (iii)
pemecahan secara mekanik oleh pengaruh curah hujan, dan (iv) dispersi setelah
penurunan kekuatan internal yang saling tarik menarik antar partikel koloid
selama pembasahan (dipengaruhi oleh kation monovalen khususnya Na+), di mana
Di lain pihak, penghancuran agregat dapat pula disebabkan oleh aktivitas
pertanian (pencangkulan, pengembalaan, dan pemakaian alat berat pertanian) dan
aktivitas pertambangan (Mbagwu 1992). Metode yang umum digunakan untuk
mengukur kemantapan agregat adalah metode pengayakan basah dan pengayakan
kering. Sementara itu, metode lainnya berdasarkan simulasi pengaruh energi tetes
hujan, dispersi ultrasonik, dan pemecahan agregat setelah pencelupan yang
tiba-tiba ke dalam air.
Pembentukan agregat terjadi melalui beberapa cara dan dikelompokkan
dalam tingkat ukuran yaitu makroagregat (> 250 µm) dan mikroagregat
(< 250 µm). Terdapat beberapa mekanisme agregasi. Teori agregasi yang
dikemukakan Tisdall (1996) adalah mikroagregat (< 250 µm) dibentuk oleh
molekul organik (MO) yang menempel pada liat (L) dan kation polivalen (P)
membentuk partikel (L-P-MO), yang saling berikatan dengan partikel (L-P-MO)
lainnya membentuk makroagregat [(L-P-MO)x]y.
Mekanisme agregasi melalui proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi
terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian
bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam
keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil.
Kemper & Rosenau (1986) mengatakan bahwa makin mantap suatu agregat tanah,
makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah). Karakterisasi
agregat tanah yang dapat secara langsung memberikan petunjuk adalah melalui
deskripsi sifat morfologi di lapangan, menggunakan teknik analisis perbandingan,
atau mengukur distribusi ukuran yang berhubungan dengan pori. Metode lainnya
berdasarkan pada pemecahan struktur unit secara parsial oleh dispersi atau
fragmentasi. Agregat tanah yang mantap memiliki kemampuan mengikat partikel
dan tahan terhadap tekanan lingkungan luar yang menyebabkan disagregasi tanah
seperti pengolahan, swelling dan shrinking, energi kinetik tetes hujan dan lain
sebagainya (Diaz-Zorita et al. 2002; Rohoskova & Valla 2004). Penutupan tajuk
tanaman pada permukaan tanah dapat menghindari erosi karena tetes hujan saat
curah hujan tinggi (Cerda 2000).
Struktur tanah dapat dipengaruhi oleh kandungan air di dalam tanah yang
5
mengenai struktur tanah yaitu pengelompokan partikel-partikel primer (pasir,
debu, dan liat) membentuk suatu agregat yang lebih besar dalam hal ukuran dan
bentuk. Adanya proses penetrasi akar di dalam tanah, siklus pembasahan dan
pengeringan yang berkelanjutan serta aktivitas biota tanah yang dikombinasikan
dengan bahan anorganik dan organik sebagai agens perekat akan menghasilkan
suatu struktur tanah tertentu. Penurunan kadar air akan meningkatkan gugus
kontak antara partikel primer dan bahan organik yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kekuatan daya kohesi tanah. Proses ini terutama terjadi di daerah
sekitar perakaran yang secara langsung memfasilitasi terjadinya pembentukan
mikroagregat.
Konsep mengenai pembentukan mikroagregat sehubungan dengan fungsinya
sebagai penyedia ruang pori tanah untuk air tersedia dikemukakan oleh
Cambardella (2005). Konsep tersebut didasarkan pada suatu model yang
dikemukakan oleh Tisdall & Oades (1982). Pemecahan makroagregat (>250 µm)
akan membentuk mikroagregat (20-250 µm). Sementara itu, proses agregasi pada
partikel berukuran <20 µm umumnya diperantarai oleh bahan organik dan
aktivitas mikroorganisme. Mikroagregat dengan diameter 2-20 µm terbentuk
melalui proses flokulasi partikel debu dan liat. Flokulasi pada partikel liat
bermuatan negatif akan meningkat karena keberadaan kation bermuatan tinggi
seperti Al3+ dan Ca2+
Lebih lanjut dijelaskan oleh Chenu & Stotzky (2002) bahwa di dalam tanah,
bakteri hidup dalam suatu ekosistem yang didominasi oleh partikel padat,
beberapa di antaranya memiliki area permukaan yang luas. Tanah memiliki area
permukaan spesifik yang sangat bervariasi tergantung pada tekstur dan
mineraloginya. Fraksi koloidal dari partikel-partikel ini dapat memiliki muatan
permanen (sebagian besar mineral liat) atau muatan variabel (oksihidroksida dan
bahan organik). Koloid-koloid ini merupakan permukaan aktif partikel yang dapat
menjadi tempat penyimpanan metabolit bakteri. Interaksi permukaan antara
bakteri dengan partikel tanah melalui beberapa tahap yaitu: (i) transport ke
permukaan, (ii) melakukan kontak dan pelekatan awal, (iii) penempelan pada . Bahan organik dapat meningkatkan proses agregasi
tersebut melalui pembentukan kompleks ikatan dengan liat dan kation bermuatan
permukaan partikel, dan (iv) pertumbuhan membentuk mikrokoloni atau biofilm
yang menempel pada substrat. Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop
elektron transmisi (TEM) diketahui bahwa bakteri dapat menempel pada partikel
yang lebih besar daripada selnya seperti butiran pasir atau residu tanaman.
Pelekatan bakteri pada partikel yang lebih kecil menyebabkan partikel tersebut
terbungkus oleh sel bakteri dan ini sering disebut sebagai mikroagregasi bakteri.
Agens yang Mempengaruhi Agregasi
Kemantapan agregat dalam jangka panjang selalu berhubungan dengan
keberadaan senyawa yang bersifat sukar lapuk dan ion-ion logam lainnya di
dalam tanah. Penjenuhan dengan natrium yang dapat dipertukarkan, kadar besi,
aluminium oksida dan hidroksida, dan bahan organik memegang peranan penting
terhadap kemantapan agregat tanah (Le Bissonais 1996). Dalam mengukur
kekuatan tanah diasumsikan bahwa kekuatan tanah secara langsung tergantung
pada area permukaan spesifik atau secara tidak langsung tergantung pada tipe liat
dan kandungan bahan pengikat atau cementing agents seperti bahan organik dan
eksopolisakarida. Kemantapan agregat akan meningkat dengan meningkatnya
kandungan liat dan bahan organik (Perfect et al. 1995). Lebih lanjut dikatakan
bahwa kemantapan agregat tanah dipengaruhi oleh (i) jumlah dan jenis bahan
organik di dalam tanah, khususnya lem dan musilage, (ii) keberadaan bakteri dan
fungi serta akar tanaman berukuran mikro, (iii) pembasahan dan pengeringan, (iv)
freezing dan thawing, (v) situs pertukaran kation alami, dan (vi) aktivitas biota
tanah khususnya cacing tanah.
Karbon
Sumber karbon baik itu karbon organik tanah atau karbon inorganik tanah,
komposisi dan konsentrasinya di dalam tanah mempengaruhi agregasi melalui
asosiasi dengan kation dan partikel tanah. Komposisi karbon organik tanah dapat
terlihat melalui laju dekomposisi dan pelepasan kation di dalam larutan tanah
seperti halnya kemampuannya membentuk kompleks dengan kation di dalam
7
Karbon inorganik tanah berada di dalam mineral primer dan sekunder tanah.
Karbonat berasal dari bahan induk serta merupakan sumber bahan pembentukan
karbon sekunder ketika bahan ini dilarutkan dan ditranslokasikan oleh air dan
asam organik atau CO2 dari tanah dan atmosfer. Karbonat sekunder terbentuk
ketika CO2 terlarut mengendapkan karbonat dan bikarbonat dengan Ca2+ dan
Mg2+. Di bawah kondisi kelembaban rendah dan peningkatan pH, kation,
bikarbonat (HCO3- ), karbonat terlarut dan CO2 dapat bereaksi dengan kation
yang tersedia untuk membentuk karbonat sekunder yang menyelimuti partikel
primer tanah. Sementara itu, karbon organik tanah berperan dalam meningkatkan
respirasi mikroorganisme tanah dan CO2 serta sebagai sumber Ca2+ dan Mg2+
(Bronick & Lal 2005).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah diperkirakan mengandung 5 – 25% karbohidrat dan
oleh karena itu karbohidrat merupakan komponen yang paling banyak di dalam
bahan organik yang telah mengalami dekomposisi lanjut. Tanaman berkontribusi
terhadap kelimpahan karbohidrat di dalam tanah. Karbohidrat yang dihasilkan
tanaman dalam bentuk sederhana seperti gula, hemiselulosa, dan selulosa. Akar
tanaman memberikan konstribusi terhadap kelimpahan bahan organik tanah dan
kemantapan agregat tanah secara langsung melalui material akar tersebut dan
secara tidak langsung melalui stimulasi aktivitas mikroorganisme di daerah sekitar
perakaran (Watt et al. 1993). Bahan organik tanah yang berperan dalam agregasi
adalah: (i) karbohidrat, (ii) polisakarida, (iii) fenol, (iv) lignin, (v) lipid, dan (vi)
bahan humik. Jumlah karbohidrat cukup signifikan di dalam tanah. Hal tersebut
dapat dilihat dalam kemampuan kompleks polisakarida tersebut mengikat partikel
an-organik tanah untuk membentuk agregat yang mantap (Stevenson 1994).
Karbohidrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan umumnya berukuran besar dan
kebanyakan ditemukan pada fraksi pasir, sedangkan karbohidrat yang dihasilkan
dari aktivitas mikroorganisme tanah banyak ditemukan di dalam fraksi debu dan
liat. Kitin adalah salah satu contoh polisakarida yang tersusun atas unit
sel fungi. Polisakarida yang terjerap kuat dalam permukaan mineral, bersifat
sebagai jembatan untuk mengikat partikel tanah (Manjaiah et al. 2010)
Liat
Sifat mineral liat yang mempengaruhi agregasi antara lain area permukaan,
kapasitas tukar kation, perubahan bobot isi, kemampuan pendispersi dan
mengembang. Interaksi liat dengan karbon organik tanah dipengaruhi oleh pH
tanah, kapasitas tukar kation, ion Na+, Ca2+, Mg2+. Liat beraktivitas rendah seperti
kaolinit dan haloisit sering dijumpai pada Alfisol, Ultisol dan Oxisol, sedangkan
yang beraktivitas tinggi dijumpai di Vertisol. Liat berada dalam bentuk mineral
kristalin dan non kristalin dengan struktur amorfous. Pada beberapa tanah, bentuk
liat non kristalin merupakan faktor penting dalam agregasi tanah. Kation, terutama
Ca2+ dan Na2+ , elektrolit, pH dapat mempengaruhi dispersi liat (Bronick &
Lal 2005).
Kation
Kation bivalen seperti Ca2+ dan Mg2+ memperbaiki struktur tanah melalui
pembentukan jembatan kationik dengan partikel liat dan karbon organik tanah.
Pada umumnya Ca2+ lebih efektif daripada Mg2+ dalam memperbaiki struktur
tanah. Sementara itu, kation polivalen Al3+ dan Fe3+ memperbaiki struktur tanah
melalui pembentukan jembatan kationik dan pembentukan kompleks senyawa
logam-organik dan gel. Kelarutan dan pergerakan kation ini di dalam larutan
tanah tergantung pada pH, di mana kelarutan tertinggi terjadi pada pH rendah.
Al3+ dan Fe3+ mengendalikan agregasi pada tanah masam dengan kandungan liat
dan karbon organik rendah seperti di tanah jenis Oxisol (Bronick & Lal 2005).
Bakteri Penghasil Eksopolisakarida
Bahan karbohidrat di dalam tanah sebagian besar berasal dari produk
mikroorganisme. Pada umumnya, karbohidrat hasil metabolisme mikroorganisme
tanah mengandung xilosa dan glukosa yang relatif rendah (jenis karbohidrat ini
cukup banyak dijumpai pada polisakarida tanaman). Sejumlah monosakarida
9
Peran eksopolisakarida dalam meningkatkan kemantapan agregat terutama
sebagai agen pengikat atau perekat. Interaksi antara liat dengan eksopolisakarida
sangat diperlukan untuk memantapkan agregat. Sebagai contoh, interaksi antara
partikel mineral melalui adsorpsi liat dan permukaan oksihidroksida serta pada
tanah-tanah yang kaya akan seskuioksida maka kemantapannya sangat
dipengaruhi oleh eksopolisakarida (Hayes & Cheshire 1990).
Eksopolisakarida dapat dihasilkan secara cepat sehingga sangat
mempengaruhi kemantapan agregat. Beberapa eksopolisakarida yang terdapat di
antara agregat tidak dapat dihancurkan secara biologi selama agregat tersebut
tidak dirusak dan dikeluarkan dari bagian dalam. Eksopolisakarida
mikroorganisme yang tidak terganggu akan bertahan lama di dalam tanah.
Ketahanan eksopolisakarida di dalam tanah mungkin juga melalui pembentukan
kompleks dengan logam atau dengan pengikatan pada gugus aktif dari senyawa
organik lainnya dan mineral liat.
Dalam memahami dinamika tanah, informasi mengenai mekanisme interaksi
mikroorganisme tanah dengan tanah tekstur berpasir yang berhubungan dengan
kemantapan agregat dan penyediaan unsur hara bagi tanaman pertanian dan
perkebunan masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada
peran bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) serta multi interaksinya dalam
suatu mekanisme pembentukan agregat pada tanah tekstur berpasir. Penelitian
yang bertujuan untuk mengoptimalisasi potensi tanah tekstur berpasir telah
dilakukan, namun hampir semuanya menyangkut aspek kimia tanah, agronomi
dan managemen pengelolaan secara praktis, tanpa melibatkan unsur mikrobiologi
tanah.
Bioamelioran
Filosofi penggunaan pembenah hayati (bioamelioran) untuk memantapkan
agregat tanah pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan kapasitas tanah melalui
perbaikan sifat tanah baik secara fisik, kimia, dan biologi. Terkait dengan upaya
mengoptimalkan agregasi pada tanah tekstur berpasir, pembentukan agregat tanah
melalui kontribusi aktivitas mikroorganisme tanah dapat dilakukan melalui teknik
mempermudah aplikasi teknik augmentasi ini, BPE yang akan diinokulasikan di
rizosfer dapat dikemas di dalam suatu bahan pembawa yang sesuai untuk
menunjang aktivitas dan viabilitas BPE bahan aktif.
Dalam pembuatan bioamelioran, pada dasarnya bahan pembawa yang
digunakan untuk inokulan bakteri harus memiliki sifat: (i) non toksik terhadap
inokulan, (ii) memiliki kapasitas absorpsi yang baik, (iii) mudah untuk diproses
dan bebas dari bahan yang dapat membentuk bongkahan, (iv) mudah untuk
disterilisasi atau dipasteurisasi, (v) tersedia dalam jumlah yang banyak, (vi) harga
tidak mahal, (vii) memiliki kapasitas penyangga yang baik, dan (viii) tidak
bersifat toksik terhadap tanaman (FNCA 2006). Untuk inokulan yang
diaplikasikan ke dalam tanah, bahan pembawa dapat berbentuk granular dengan
diameter 0.5 – 1.5 mm atau ≤ 3 mm. Beberapa kriteria kesesuaian bahan pembawa
terhadap inokulan dianalisis melalui: (i) kemampuan inokulan tumbuh dan
berkembang biak di dalam bahan tanah/benih yang diinokulasi dan (ii)
kemampuan tumbuh inokulan selama periode penyimpanan tertentu. Setelah
diinokulasikan ke dalam tanah, bakteri akan secara langsung berkompetisi dengan
mikroorganisme lain untuk memperoleh nutrisi dan habitat nichenya, serta
protozoa. Oleh karena itu, bahan pembawa yang baik juga mampu menyediakan
nutrisi dan dapat digunakan sebagai habitat yang sesuai bagi inokulan (FNCA
2006).
Ruang Lingkup Kegiatan Penelitian
Pengembangan budidaya kelapa sawit telah masuk ke wilayah dengan tanah
tekstur berpasir. Tanah jenis ini memiliki faktor pembatas berupa agregasi tidak
mantap. Butir–butir tanah lepas satu sama lain sehingga jumlah pori drainasenya
tergolong tinggi dan kemampuan menahan air, nutrisi, dan memegang akar
tanaman sangat rendah. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Fairhurst &
McLaughlin (2009), tanah dengan tekstur berpasir di pulau Kalimantan
kemungkinan dapat dijumpai pada jenis tanah dengan luasan masing-masing:
Andisol (162.446 ha), Entisol (3.882.986 ha), Inceptisol (8.175.970 ha), dan
11
Pertumbuhan akar tanaman kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh porositas,
aerasi, kelembaban, dan kelimpahan bahan organik tanah. Oleh karena itu kondisi
ini akan membatasi pertumbuhan akar dan produksi tanaman. Mantel et al.
(2007) menyatakan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah yang
cukup beragam. Kondisi tanah yang paling tidak sesuai untuk kultivasi jangka
panjang adalah tanah miskin drainase, kapasitas menahan air rendah, pada tanah
dengan kandungan miskin hara dan tanah masam serta jenis tanah yang memiliki
ruang pori besar (pasir). Bagaimanapun juga, upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ini masih sangat terbatas. Solusi yang diperlukan diperkirakan
dapat dirumuskan jika interaksi antara mikroorganisme tanah, mineral, dan
komponen organik tanah lainnya dapat dipahami.
Pada umumnya untuk mengupayakan peningkatan agregasi pada tanah
tekstur berpasir dilakukan dengan menggunakan bahan organik yang berasal dari
proses dekomposisi tumbuhan. Kebutuhan akan bahan organik yang cukup besar
pada aplikasi di lapang merupakan suatu kendala tersendiri dalam mencapai
efisiensi teknik pengelolaan tanah khususnya tanah dengan dominasi fraksi pasir
yang tinggi. Khusus untuk perkebunan kelapa sawit, kebutuhan bahan organik
berupa kompos asal tandan kosong kelapa sawit dapat mencapai 40 ton/ha/thn
selama lima tahun pertama.
Terkait dengan tidak adanya kemantapan agregat yang menjadi faktor
pembatas pada tanah tekstur berpasir, maka penggunaan bakteri indigenous
penghasil eksopolisakarida untuk memantapkan agregat menjadi salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor pembatas tersebut. Dalam penelitian
ini sistematika kegiatan penelitian dibagi secara bertahap dalam empat judul
kegiatan penelitian dengan maksud memberikan keterkaitan antara bagian yang
satu dengan bagian berikutnya. Diagram alir ruang lingkup kegiatan penelitian
disajikan dalam Gambar 1.
Bagian 1 menjelaskan mengenai kegiatan isolasi bakteri penghasil
eksopolisakarida dan identifikasinya dengan menggunakan teknik molekuler
(sekuensing). Potensi lain dari bakteri potensial penghasil eksopolisakarida
Bagian 2 menganalisis sumber karbon terbaik untuk produksi
eksopolisakarida dengan menggunakan enam jenis sumber karbon. Karakteristik
gugus fungsional eksopolisakarida juga diidentifikasi menggunakan
fourier-transformed infrared spectroscopy (FTIR) untuk mempelajari mekanisme
agregasi yang terjadi antara eksopolisakarida dengan permukaan partikel pasir.
Bagian 3 memfokuskan pada peran bakteri penghasil eksopolisakarida
dalam agregasi bahan tanah tekstur berpasir. Potensi tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan bahan jerami, kompos jerami dan fungi tingkat tinggi
maupun tingkat rendah dalam agregasi tanah tekstur berpasir.
Bagian 4 merupakan penelitian tahap lanjut di lapang untuk menguji peran
bakteri penghasil eksopolisakarida dalam agregasi tanah tekstur berpasir.
Pengujian di lapang menggunakan indikator pertumbuhan bibit kelapa sawit jenis
Dura x Pisifera (DxP). Teknologi penggunaan bakteri penghasil eksopolisakarida
yang dikemas dalam bentuk bioamelioran agregat berbentuk granul disampaikan
untuk memberikan gambaran bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam
aplikasi secara luas.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas bahan tanah tekstur
berpasir sebagai media pertumbuhan tanaman melalui peningkatan agregasi dan
retensi air dengan memanfaatkan bakteri penghasil eksopolisakarida. Tahapan
kegiatan dilakukan dengan mengisolasi, seleksi, dan identifikasi bakteri potensial
penghasil eksopolisakarida, kemudian menetapkan karakteristik gugus fungsional
eksopolisakarida bakteri tersebut. Atas dasar informasi yang diterima dilakukan
pengujian laboratorium untuk mengetahui potensi bakteri penghasil
eksopolisakarida (BPE) dalam memantapkan agregat bahan tanah tekstur berpasir.
Berdasarkan hasil yang diperoleh di laboratorium tahap kegiatan pengujian
efektivitas bakteri penghasil eksopolisakarida dilanjutkan di lapang. Penggunaan
bahan tanah tekstur berpasir sebagai media tanam bibit kelapa sawit dimanfaatkan
dalam penelitian ini sebagai upaya memperoleh konfirmasi potensi BPE yang
13
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah eksopolisakarida bakteri dapat meningkatkan
kemantapan agregat bahan tanah tekstur berpasir. Informasi mengenai
karakteristik gugus fungsional eksopolisakarida memegang peran kunci dalam
memahami mekanisme agregasi bahan tanah tekstur berpasir oleh bakteri
penghasil eksopolisakarida (BPE). Peningkatan kemantapan agregat pada bahan
tanah tekstur berpasir oleh BPE berdampak terhadap retensi hara dan air tersedia.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memperoleh informasi teknologi untuk
meningkatkan potensi tanah tekstur berpasir yang digunakan sebagai media tanam
bibit kelapa sawit. Meningkatnya efisiensi pengelolaan tanah beragregasi rendah
tersebut melalui teknologi perbanyakan sel bakteri penghasil eksopolisakarida
yang relatif murah dan kemudahan teknik aplikasi di lapang. Manfaat yang lebih
luas dari penelitian ini adalah meningkatkan potensi luas lahan yang sesuai untuk
kelapa sawit khususnya tanah bertekstur pasir melalui perbaikan sifat fisik, kimia,
dan biologi.
Kebaruan Penelitian
Adapun kebaruan dari penelitian ini adalah menyangkut (i) informasi gugus
fungsional eksopolisakarida Burkholderia cenocepacia strain KTG dalam medium
yang mengandung bahan tanah tekstur berpasir, (ii) peran bakteri penghasil
eksopolisakarida Burkholderia cenocepacia strain KTG untuk memantapkan
agregat bahan tanah tekstur berpasir, dan (iii) informasi potensi bahan tanah fraksi
Gambar 1 Ruang lingkup kegiatan penelitian
Agregasi yang rendah pada tanah tekstur berpasir merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan tanaman secara optimal.
Pemanfaatan bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) dalam agregasi tanah tekstur berpasir belum banyak dikembangkan
Agregat yang lebih stabil pada tanah tekstur berpasir akan meningkatkan kemampuan menahan air dan unsur hara sehingga mengoptimalkan fungsi tanah tekstur berpasir untuk pengembangan
pertanian dan perkebunan.
Bag. 1 Isolasi, seleksi, dan identifikasi BPE
Bag. 2 Produksi biomassa BPE, karakterisasi
eksopolisakarida
Bag. 3 Studi interaksi BPE, bahan organik, bahan tanah
tekstur berpasir
Pembuatan bioamelioran berbahan aktif BPE potensial spesifik untuk tanah
tekstur berpasir
Bag. 4 Uji keefektifan BPE dalam media bahan tanah tekstur berpasir dan
vegetatif bibit kelapa sawit
Teknologi ameliorasi untuk agregasi tanah tekstur berpasir dengan menggunakan
ISOLASI, SELEKSI, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI
PENGHASIL EKSOPOLISAKARIDA
Pendahuluan
Peran mikroorganisme tanah terhadap pembentukan, kemantapan, dan juga
degradasi agregat telah diteliti (Drazkiewicz 1994; Amellal et al. 1998;
Caesar-TonThat & Cochran 2001). Akumulasi sel dan pembentukan koloni bakteri yang
melapisi butir partikel primer dan sekunder (agregat) memiliki pengaruh penting
di dalam struktur tanah (Tisdall 1994). Mekanisme yang terjadi adalah dalam
kondisi alami, bakteri tanah menghasilkan senyawa organik berupa
eksopolisakarida (EPS). Eksopolisakarida bakteri dapat berinteraksi dengan
partikel tanah melalui pembentukan jembatan polimer sehingga memiliki peran
dalam pembentukan mikroagregat dan yang lebih utama adalah kemampuan
eksopolisakarida tersebut dalam memantapkan agregat tanah. Lynch & Elliot
(1983) berpendapat bahwa jumlah partikel tanah yang tererosi tergantung pada
jenis dan populasi mikroorganisme yang ditambahkan. Pendapat tersebut
disimpulkan dari percobaan penambahan sejumlah bakteri (Azotobacter
chroococcum dan Pseudomonas sp.) dan ragi (Lypomyces starkeyi) yang ternyata
meningkatkan kemantapan agregat terhadap kekuatan air.
Selain bahan organik tanah asal tumbuh-tumbuhan, eksopolisakarida bakteri
mendapat perhatian yang cukup besar dalam meningkatkan kemantapan agregat.
Eksopolisakarida dihasilkan oleh bakteri Gram negatif dan Gram positif. Lebih
lanjut Wingender et al. (1999) mengatakan bahwa eksopolisakarida sering
ditemukan di sekeliling struktur membran sel luar, baik pada eukariota maupun
pada prokariota. Struktur fisik eksopolisakarida berupa kapsul sampai dengan
dinding sel slime masif yang terbentuk di luar membran sel bakteri (Steinmetz et
al. 1995).
Beberapa bakteri penghasil eksopolisakarida telah banyak dilaporkan antara
lain Pseudomonas aeruginosa, Erwinia, Ralstonia, dan Azotobacter vinelandii.
Eksopolisakarida melindungi bakteri dari berbagai macam cekaman lingkungan
(Iqbal et al. 2002), melindungi sel dari senyawa antimikrob, antibodi, dan
bakteriofage, ataupun untuk pelekatan dengan bakteri lainnya, binatang, dan
Pseudomonas sp. meningkatkan produksi EPS pada habitat tanah tekstur berpasir
selama musim kering untuk melindungi sel. Dengan memproduksi EPS
memungkinkan untuk meningkatkan retensi air sehingga dapat mengatur difusi
sumber karbon seperti glukosa ke dalam sel bakteri (Roberson & Firestone 1992).
Eksopolisakarida yang dihasilkan oleh Rhizobium merupakan salah satu signal
untuk menandakan kesesuaian terhadap inang spesifik selama tahap awal infeksi
rambut akar serta membantu dalam memfiksasi N2 melalui pencegahan terhadap
tekanan oksigen yang tinggi (Neeraj et al. 2009).
Peningkatan kemantapan agregat tanah di daerah sekitar perakaran dengan
penambahan inokulan bakteri penghasil EPS dilaporkan oleh Alami et al. (2000);
Amellal et al. (1998); dan Bezzate et al. (2000) masing – masing adalah
Rhizobium yang diisolasi dari rizosfer bunga matahari, Pantoea agglomerans dan
Paenibacillus polymyxa dari rizosfer gandum. Eksopolisakarida yang dihasilkan
dapat meningkatkan pelekatan akar pada tanah dan secara mekanik dapat
meningkatkan kemantapan agregat tanah di rizosfer (Chenu & Guerif 1991).
Potensi bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) untuk membantu
mengurangi cekaman lingkungan pada tanaman yang tumbuh pada lingkungan
bersalinitas tinggi dilaporkan oleh Ashraf et al. (2004); Han & Lee (2005); dan
Khodair et al. (2008). Mekanisme yang terjadi adalah EPS dapat mengikat kation
termasuk Na+ yang berada di rizosfer. Peningkatan kepadatan populasi bakteri di
daerah perakaran akan menurunkan kandungan Na+ yang tersedia bagi tanaman.
Hasil penelitian Yi et al. (2008) menunjukkan bahwa eksopolisakarida dari
Enterobacter sp, Arthrobacter sp, dan Azotobacter sp dapat membantu kelarutan
trikalsium fosfat di dalam medium pertumbuhan. Kemampuan eksopolisakarida
dalam memegang fosfor mungkin merupakan faktor penting dalam membantu
kelarutan trikalsium fosfat selain asam organik. Azotobacterbeijerinckii WDN-01
menghasilkan eksopolisakarida larut air. Rhizobium tropici mengakumulasikan
poly-3-hidroksibutirat [P(3HB)], eksopolisakarida dan glikogen sebagai sumber
energi dan karbon. Katabolisme penyimpanan karbon intraselular ini merupakan
strategi yang diadopsi oleh beberapa spesies bakteri untuk bertahan dalam kondisi
17
Bakteri memiliki sel yang sangat kecil berkisar 0.5 - 2 µm, sehingga dapat
tumbuh dan berkembang di dalam mikroagregat yang berukuran < 250 µm.
Keragaman jenis bakteri penghasil eksopolisakarida di dalam tanah sangat tinggi
oleh karena itu dapat dikembangkan sebagai agens pembentuk agregat tanah.
Jumlah bakteri Gram negatif penghasil eksopolisakarida lebih banyak dijumpai
jika dibandingkan dengan Gram positif. Kelompok Gram negatif ini meliputi
genus Caulobacter, Acinetobacter, Agrobacterium, Alcaligenes, Arcobacter,
Cytophaga, Flavobacterium, Pseudomonas, Rhizobium. Sementara itu untuk
bakteri Gram positif yang telah dilaporkan adalah Leuconostoc mesenteroides dan
bakteri pendegradasi selulosa Cellulomonas flavigena (Ivanov & Chu 2008).
Menurut Sutherland (2001a) polisakarida bakteri telah banyak diproduksi
dalam skala industri. Penggunaan polisakarida bakteri untuk industri makanan,
kosmetik, farmasi dan tambang minyak ini memiliki keunikan dalam hal
karakteristiknya dan mudah dihasilkan dalam skala besar. Terkait dengan
penggunaan eksopolisakarida untuk agregasi tanah, maka teknologi augmentasi
dengan menambahkan bakteri penghasil eksopolisakarida potensial yang sesuai
dengan lingkungan setempat merupakan teknologi yang paling efisien dan dapat
diaplikasikan dalam skala luas.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terutama di pulau
Kalimantan dan Sulawesi telah masuk wilayah dengan kondisi lahan yang kurang
produktif. Wilayah ini didominasi oleh tanah tekstur berpasir dan gambut serta
memiliki pH tanah rendah-sangat rendah. Khusus untuk tanah tekstur berpasir,
tingkat agregasi yang rendah merupakan faktor pembatas dalam mencapai
produktivitas tanaman secara optimal.
Informasi mengenai mekanisme interaksi mikroorganisme tanah dengan
tanah tekstur berpasir yang berhubungan dengan kemantapan agregat dan
penyediaan unsur hara bagi tanaman pertanian dan perkebunan di Indonesia masih
sangat terbatas. Oleh karena itu, pemanfaatan bakteri penghasil eksopolisakarida
untuk pemantap agregat tanah tekstur berpasir perlu dikembangkan.
Struktur tanah dengan agregat yang stabil akan meningkatkan porositas,
kesuburan tanah, dan produktivitas tanaman, serta menurunkan erodibilitas.
serta berpotensi dalam menghasilkan eksopolisakarida merupakan tahap awal
untuk mengembangkan pengetahuan mengenai peran bakteri penghasil
eksopolisakarida dalam agregasi tanah tekstur berpasir.
Tujuan
Tujuan penelitian tahap pertama ini adalah: (i) memperoleh bakteri potensial
penghasil eksopolisakarida (ii) seleksi kemampuan tumbuh bakteri potensial pada
medium dengan pH 3-5, dan (iii) menguji kemampuan menghasilkan
eksopolisakarida bakteri potensial di dalam medium cair yang mengandung bahan
tanah tekstur berpasir dan gambut.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu
Pelaksanaan pengambilan bahan tanah tekstur liat (≤ 25% pasir), pasir (≥
40-80% pasir), dan gambut untuk isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida
dilakukan di kebun PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi (PT GSIP) dan PT Gunung
Sejahtera Dua Indah (PT GSDI), PT Astra Agro Lestari, Kalimantan Tengah.
Rangkaian kegiatan isolasi, seleksi dan identifikasi bakteri potensial penghasil
eksopolisakarida dilaksanakan di laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor pada bulan Maret-Juni 2009.
Isolasi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida
Bakteri penghasil eksopolisakarida (BPE) diisolasi dari rizosfer kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.) TM, Kalimantan Tengah. Bahan tanah diambil dari
kedalaman 0-20 cm. Sebanyak satu gram bahan tanah secara aseptik
disuspensikan ke dalam larutan garam fisiologi (0,85%) lalu dibuat seri
pengenceran sampai 10-6,dan diinkubasi dalam medium ATCC no. 14 (per liter
medium): 0.2 g KH2PO4; 0.8 g K2HPO4; 0.2 g MgSO4.7H2O; 0.1 g
CaSO4.2H2O; 2.0 mg FeCl3; Na2MoO4.2H2O (trace); 0.5 g ekstrak kamir; 20 g
sukrosa; dan 15 g bakto agar dengan pH 7.2 serta medium MacConkey selama
tujuh hari pada temperatur 28oC (Remel 2005; Santi et al. 2008). Koloni bakteri
19
dan dimurnikan. Seleksi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilakukan
melalui penetapan bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan bakteri sesuai
dengan metode yang dikemukakan oleh Emtiazi et al. (2004).
Seleksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida
Seleksi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilakukan melalui
penetapan bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
medium cair ATCC no. 14 dengan menggunakan sumber karbon sukrosa
sebagaimana metode yang dikemukakan oleh Emtiazi et al. (2004). Koloni bakteri
yang membentuk slime tebal (mucoid) pada medium padat ATCC no.14
ditumbuhkan dalam 50 ml medium cair ATCC no. 14 dan diinkubasi pada
temperatur 28 0C selama tiga hari di atas mesin pengocok dengan putaran 200
rpm. Pada akhir inkubasi, sel dipanen dengan cara menambahkan 1 mM EDTA
sebanyak 500 µl, kemudian dikocok sampai homogen lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 9 000 g selama 10 menit. Supernatan bakteri yang telah terpisah dari
endapan sel diambil, ditambah dengan larutan aseton dingin dengan perbandingan
1:3. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan 15 000 g
selama 2 kali 30 menit. Endapan biomassa berupa eksopolisakarida selanjutnya
dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada temperatur 60oC selama 24 jam atau
sampai diperoleh bobot kering yang tetap.
Uji Kemampuan Tumbuh di dalam Medium Ber-pH 3-5 dan Medium dengan Bahan Tanah Tekstur Berpasir dan Gambut
Bakteri potensial penghasil eksopolisakarida masing-masing ditumbuhkan di
dalam 50 ml medium kaldu nutrien (NB, Oxoid CM0001) dalam kondisi pH 3, 4,
dan 5. Selain itu pula, masing-masing bakteri ditumbuhkan juga di dalam 50 ml
medium ATCC no. 14 yang mengandung 10 g bahan tanah tekstur berpasir atau
gambut steril. Inkubasi dilakukan pada temperatur 28oC selama 72 jam di atas
mesin pengocok 200 rpm. Peubah yang diamati meliputi: (i) populasi bakteri
Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Eksopolisakarida
Identifikasi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dilakukan dengan
analisis sekuensing 16S rRNA. Isolasi DNA dilakukan berdasarkan metode lisis
alkali. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan dua pasangan primer
universal untuk bakteri yaitu: (i) 16F dan 1387R, dan (ii) 27F dan 42R.
Sekuensing dilakukan dengan menggunakan ABI-Prism 3100-Avant Genetic
Analyzer. Hasil sekuensing selanjutnya dianalisis tingkat kesamaannya
menggunakan program dari European Bioinformatics Institute (EMBL-EBI)
(http:atau http:).
Hasil
Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Eksopolisakarida
Sebanyak 71 isolat bakteri berhasil diperoleh dari bahan tanah yang
berasal dari Provinsi Kalimantan Tengah (Tabel 1). Pertumbuhan bakteri tersebut
di dalam medium agar MacConkey (medium selektif untuk bakteri Gram negatif)
dikatagorikan dalam tingkat kurang (+) sampai sangat baik (++++). Dari jumlah
tersebut, tiga puluh isolat bakteri memiliki potensi dalam menghasilkan
eksopolisakarida. Potensi tersebut ditandai dengan kemampuan membentuk slime
tebal di dalam medium padat ATCC no. 14 (Gambar 2).
Gambar 2 Pembentukan slime tebal (tanda panah) pada bakteri penghasil
21
Tabel 1 Isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dari bahan tanah asal Kalimantan Tengah
Berdasarkan hasil pengukuran bobot kering eksopolisakarida (mg/ml)
bakteri seperti yang disajikan pada Tabel 2 diketahui bahwa bakteri dengan kode
2.6, 3.3, dan 5.5 mempunyai potensi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
isolat lainnya. Bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan dari tiga bakteri
Tabel 2 Bobot kering eksopolisakarida bakteri dalam medium
Untuk menetapkan kemampuan tumbuh bakteri di dalam lingkungan tanah
berpH masam, maka tiga bakteri potensial tersebut ditumbuhkan dalam 100 ml
medium kaldu nutrien (NB) masing-masing dengan pH 3, 4, dan 5. Kemampuan
tumbuh bakteri di dalam medium dengan perlakuan pH yang diberikan merupakan
salah satu kriteria penetapan bakteri potensial untuk pengujian selanjutnya. Hasil
pengujian viabilitas bakteri terpilih terhadap perlakuan pH disajikan pada Tabel 3.
Isolat bakteri dengan kode 2.6 dan 3.3, dapat tumbuh baik pada rentang
pH 3 sampai dengan pH 5. Ketahanan bakteri 3.3 pada medium NB dengan pH
3-5 lebih baik jika dibandingkan dengan bakteri 2.6 dan 3-5.3-5. Populasi bakteri 3.3 di
dalam medium NB dengan pH 3 masih cukup tinggi yaitu 105 -106 CFU/ml.
Sebaliknya bakteri 5.5 tidak dapat tumbuh pada pH 3. Selain kemampuan tumbuh
di dalam medium dengan kisaran pH 3-5, tiga bakteri potensial penghasil
eksopolisakarida diuji lebih lanjut kemampuan produksi eksopolisakarida di
dalam medium ATCC no. 14 dengan menggunakan gambut dan bahan tanah
dengan kadar fraksi pasir sedang sampai tinggi (FPS dan FPT). Berdasarkan hasil
yang disajikan pada Tabel 3 dan 4, maka bakteri dengan kode 3.3 digunakan
23
Tabel 3 Kemampuan tumbuh tiga isolat bakteri potensial penghasil eksopolisakarida dalam medium Nutrient Broth (NB) dengan pH 3, 4, dan 5 selama 72 jam inkubasi
Kode penambahan 20% (b/v) gambut, fraksi pasir sedang (FPS) dan fraksi pasir tinggi (FPT)
tidak ada pertumbuhan bakteri 5.5.
Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Eksopolisakarida
Bakteri penghasil eksopolisakarida potensial diidentifikasi menggunakan
metode sekuensing dengan primer forward dan reverse. Metode ini
memungkinkan untuk melakukan sekuensing terhadap 750-800 basa dalam satu
kali running. Dalam penelitian ini sekuensing dilakukan menggunakan primer
16F-1387R dan 27F-42R. Tingkat kesamaan yang dihasilkan dari urutan basa
dengan menggunakan kedua jenis primer tersebut yang dibandingkan dengan data
base masing-masing mencapai 99.8 (fasta) dan 99% (blast) untuk pasangan primer
pertama serta 99% (fasta) untuk pasangan primer kedua. Hasil sekuensing
menunjukkan bahwa bakteri dengan kode 3.3 adalah Burkholderia cenocepacia.
Hasil analisis sekuensing disajikan dalam Lampiran 1. Untuk selanjutnya karena
bakteri ini diperoleh dari Kalimantan Tengah, maka diberi kode strain KTG.
Pembahasan
Di dalam tanah, bakteri selalu berasosiasi dengan liat dan polisakarida lain
hasil dekomposisi atau ekskresi tumbuhan. Asosiasi ini umumnya terjadi di dalam
mikroagregat yang terdapat di zona perakaran. Lupwayi et al. (2001) berpendapat
bahwa rasio bakteri : fungi di dalam makroagregat lebih rendah apabila
dibandingkan dengan di dalam mikroagregat. Hal ini disebabkan aktivitas bakteri
banyak terjadi di dalam mikroagregat sedangkan aktivitas fungi lebih banyak
terjadi di dalam makroagregat. Isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida
dilakukan di rizosfer kelapa sawit yang terdapat dalam matriks tanah. Matrik
tanah merupakan tempat perkembangan akar tanaman, produksi eksudat akar hasil
metabolik internal tumbuhan yang umumnya banyak mengandung senyawa
karbon, dan tempat pertumbuhan makro dan mikro biota tanah. Oleh karena itu,
dengan mengambil bahan tanah di sekitar perakaran, diharapkan diperoleh bakteri
tanah dengan keragaman yang cukup tinggi. Sebagaimana dikemukakan oleh
Bertin et al. (2003) bahwa eksudat akar mengandung beberapa senyawa organik
dengan berat molekul rendah seperti gula dan polisakarida sederhana (arabinosa,
fruktosa, glukosa, maltosa, manosa), oligosakarida, asam amino (arginin,
25
benzoat, dan malat) serta senyawa fenolik. Beberapa dari senyawa tersebut dapat
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tanah.
Kegiatan isolasi bakteri penghasil eksopolisakarida dilakukan pada bahan
tanah dengan fraksi pasir rendah (FPR), sedang (FPS), tinggi (FPT), dan gambut.
Populasi bakteri (CFU/g bahan tanah) yang diperoleh dari FPR lebih banyak jika
dibandingkan dari FPS, FPT dan gambut. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan
bakteri di rizosfer pada FPR lebih tinggi jika dibandingkan dengan FPS, FPT, dan
gambut. Diasumsikan bahwa perkembangan akar tanaman pada rizosfer sangat
dipengaruhi oleh struktur dan ukuran partikel tanah, kandungan air di dalam tanah
dan kapasitas bufer. Akar tanaman merupakan sumber karbon untuk energi dan
makanan mikroorganisme tanah. Perkembangan akar yang baik pada FPR akan
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme tanah dan interaksinya dengan akar
tanaman. Penelitian Hassink et al. (1993) menunjukkan bahwa sel bakteri lebih
banyak dijumpai pada tanah berliat dan lempung yang didominasi oleh ruang pori
yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tekstur pasir. Pada mikroagregat
(2-20 µm) yang diambil dari kedalaman lapisan liat berstruktur masif dan kurang
porous mengandung biomassa bakteri lebih rendah jika dibandingkan dengan
lapisan liat yang sama tetapi berstruktur granular. Sessitsch
Tiga bakteri potensial penghasil eksopolisakarida yang diisolasi dengan
menggunakan medium selektif MacConkey diperoleh dari FPR. Tiga bakteri
tersebut masing-masing dengan kode 2.6, 3.3., dan 5.5 dapat menghasilkan bobot
kering eksopolisakarida 4.83-5.45 mg/ml medium. Pengujian lebih lanjut terhadap
tiga bakteri potensial tersebut dilakukan di dalam medium ATCC no.14
menggunakan FPS, FPT, dan gambut, sebagai upaya memperoleh konfirmasi
mengenai potensi bakteri dalam menghasilkan eksopolisakarida dari bahan tanah
yang berbeda. Hasil penimbangan bobot kering eksopolisakarida menunjukkan
bahwa bakteri dengan kode 3.3 dapat menghasilkan bobot kering yang lebih tinggi
daripada bakteri dengan kode 2.6 dan 5.5 baik pada gambut, FPS maupun FPT.
Populasi bakteri di dalam medium ATCC no.14 dengan bahan FPS, FPT dan
et al. (2001)
menyatakan bahwa di permukaan partikel liat dengan ukuran lebih kecil daripada
2 µm merupakan niche bagi bakteri aerobik dan anaerobik, sedangkan pada