• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan UndangUndang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan UndangUndang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGANGKATAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 DAN HUKUM ISLAM

A. Tradisi atau Budaya Mengangkatan Anak di Indonesia

Pengangkatan anak bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sejak dulu

pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang berbeda sesuai

dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang didaerah

yang bersangkutan, di Indonesia pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan

masyarakat dan menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan karena

menyangkut kepentingan orang perorangan dalam keluarga oleh karena itu

lembaga pengangkatan anak yang telah menjadi bagian dari budaya dari

masyarakat akan mengikuti perkembangan situasi dan kondisi seiring dengan

tingkat kecerdasan serta perkembangan masyarakat itu sendiri.

Proses pengaturan pengangkatan anak dalam peraturan

perundang-undangan pada masyarakat Indonesia yang bhinneka (plural) tidak mudah dan

mengalami banyak pertentangan. Sejak pasca proklamasi sampai awal era

reformasi, yang mengatur tentang pengangkatan anak yang ketentuan pasalnya

sebatas tujuan pengangkatan anak.37

37 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Pasal 12.

Sejak melewati pintu gerbang proklamasi

sampai memasuki pintu gerbang reformasi, tidak ada peraturan

perundang-undangan yang mengatur secara memadai pelaksanaaan pengangkatan anak di

(2)

terwujud dengan lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, yang di dalamnya juga mengatur tentang pengangkatan anak

dalam beberapa pasal. Kini, untuk melaksanakan ketentuan pengangkatan anak

tersebut telah ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun

2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Realita masyarakat dan sistem hukum yang pluralistik (berbeda)

berimplikasi pada beragamnya konsep pengangkatan anak di Indonesia,Terdapat

banyak metode pengangkatan anak menurut hukum adat di Indonesia. Setiap

daerah yang memiliki ciri khas berbeda dan unik yang membuat pengangkatan

anak dalam kehidupan masyarakat adat sangat menarik. berikut beberapa contoh

tentang pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum adat yang terdapat di

beberapa daerah di Indonesia, antara lain :

1. Di Jawa dan Sulawesi Pengangkatan Anak jarang dilakukan dengan

sepengetahuan kepala desa. Mereka mengangkat anak dari kalangan

keponakan-keponakan. Lazimnya mengangkat anak keponakan ini tanpa

disertai dengan pembayaran uang atau penyerahan barang kepada orang

tua si anak.

2. Di Bali, sebutan pengangkatan anak disebut “nyentanayang”. Anak

lazimnya diambil dari salah satu clan yang ada hubungan tradisionalnya,

yaitu yang disebut purusa (pancer laki-laki) . Tetapi akhir-akhir ini dapat

(3)

3. Dalam masyarakat Nias, Lampung dan Kalimantan. Pertama-tama anak

harus dilepaskan dari lingkungan lama dengan serentak diberi imbalannya,

penggantiannya, yaitu berupa benda magis, setelah penggantian dan

penukaran itu berlangsung anak yang dipungut itu masuk ke dalam kerabat

yang memungutnya, itulah perbuatan ambil anak sebagai suatu perbuatan

tunai. Pengangkatan anak itu dilaksanakan dengan suatu upacara-upacara

dengan bantuan penghulu atau pemuka-pemuka rakyat, dengan perkataan

lain perbuatan itu harus terang.38

4. Di Pontianak, syarat-syarat untuk dapat mengangkat anak adalah:

Disaksikan oleh pemuka-pemuka adat, disetujui oleh kedua belah pihak,

yaitu orang tua kandung dan orang tua angkat, sianak telah meminum

setetes darah dari orang tua angkatnya, membayar uang adat sebesar dua

ulun (dinar) oleh si anak dan orang tuanya sebagai tanda pelepas atau

pemisah anak tersebut, yakni bila pengangkatan anak tersebut dikehendaki

oleh orangtua kandung anak tersebut. Sebaliknya bila pengangkatan anak

tersebut dikehendaki oleh orang tua angkatnya maka ditiadakan dari

pembayaran adat. Tetapi apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak maka

harus membayar adat sebesar dua ulun.39

38 Ter Haar,Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal.

182.

39 Amir Mertosedono, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Dahara :

(4)

5. Dalam masyarakat Rejang pada Provinsi Bengkulu dikenal adanya

lembaga pengangkatan anak, yang diangkat disebut “Anak Aket” dengan

cara calon orang tua angkat mengadakan selamatan atau kenduri yang

dihadiri oleh ketua Kutai dan pemuda-pemuda masyarakat lainnya. Di

dalam upacara itu ketua Kutai mengumumkan terjadinya pengangkatan

anak yang kemudian disusul dengan upacara penyerahan anak yang akan

diangkat oleh orang tua kandung dan penerimaan oleh orang tua angkat

(semacam ijab kabul), maka secara adat resmilah pengangkatan anak

tersebut.

Masih banyak lagi bentuk-bentuk pengangkatan anak dalam kehidupan

masyarakat adat di Indonesia. Keanekaragaman pengangkatan tersebutlah yang

membuat hukum adat di Indonesia semakin menarik untuk digali dan dipelajari

secara lebih lanjut untuk memperkaya pengetahuan tentang pengangkatan anak

dalam hukum adat dengan lebih baik.

Pentingnya seorang anak bagi sebuah keluarga dalam kehidupan

masyarakat adat sehari-hari. Anak yang mempunyai banyak fungsi dalam sebuah

keluarga membuatnya sangat penting. Terdapat berbagai alasan yang menjadi arti

penting sebuah pertimbangan dalam pengangkatan seorang anak. Ada beberapa

yang mengangkat anak untuk kepentingan pemeliharaan keluarga di hari tua,

(5)

1.

Umumnya di Indonesia, motivasi pengangkatan anak menurut hukum adat

ada 14 macam, antara lain :

2.

Karena tidak mempunyai anak. Hal ini adalah suatu motivasi yang bersifat

umum karena jalan satu-satunya bagi mereka yang belum atau tidak

mempunyai anak, di mana dengan pengangkatan anak sebagai pelengkap

kebahagiaan dan kelengkapan serta menyemarakkan rumah tangga.

3.

Karena belas kasihan terhadap anak-anak tersebut, disebabkan orang tua si

anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya. Hal ini adalah motivasi

yang sangat positif, karena di samping mambantu si anak juga membantu

beban orang tua kandung si anak asal didasari oleh kesepakatan yang

ikhlas antara orang tua angkat dengan orang tua kandung.

4.

Karena belas kasihan di mana anak tersebut tidak mempunyai orang tua.

Hal ini memang suatu kewajiban moral bagi yang mampu, di samping

sebagai misi kemanusiaan.

5.

Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak

perempuan atau sebaliknya. Hal ini adalah juga merupakan motivasi yang

logis karena umumnya orang ingin mempunyai anak perempuan dan anak

laki-laki.

6.

Sebagai pemancing bagi yang tidak punya anak, untuk dapat mempunyai

anak kandung. Motivasi ini berhubungan erat dengan kepercayaan yang

ada pada sebagian anggota masyarakat.

Untuk menambah jumlah keluarga. Hal ini karena orang tua angkatnya

(6)

7.

8.

Dengan maksud agar anak yang diangkat mendapat pendidikan yang baik.

Motivasi ini erat hubungannyaa dengan misi kemanusiaan.

9.

Karena faktor kekayaan. Dalam hal ini, disamping motivasi sebagai

pemancing untuk dapat mempunyai anak kandung, juga sering

pengangkatan anak ini dalam rangka untuk mengambil berkat baik bagi

orang tua angkat maupun dari anak yang diangkat demi untuk bertambah

baik kehidupannya.

10.

Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan pewaris bagi yang tidak

mempunyai anak kandung. Hal ini berangkat dari keinginan agar dapat

memberikan harta dan meneruskan garis keturunan.

11.

Adanya hubungan keluarga, maka orang tua kandung dari si anak tersebut

meminta suatu keluarga supaya dijadikan anak angkat. Hal ini juga

mengandung misi kemanusiaan.

12.

Diharapkan anak dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan

bagi yang tidak mempunyai anak. Dari sini terdapat motivasi timbal balik

antara kepentingan si anak dan jaminan masa tua bagi orang tua angkat.

13.

Ada perasaan kasihan atas nasib si anak yang tidak terurus. Pengertian

tidak terurus, dapat saja berarti orang tuanya hidup namun tidak mampu

atau tidak bertanggung jawab, sehingga anaknya menjadi

terkatung-katung. Di samping itu, juga dapat dilakukan terhadap orang tua yang

sudah meninggal dunia.

Untuk mempererat hubungan keluarga. Di sini terdapat misi untuk

(7)

14. Karena anak kandung sakit-sakitan atau selalu meninggal dunia, maka

untuk menyelamatkan si anak, diberikannya anak tersebut kepada keluarga

atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak, dengan harapan

anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang usia. Dari motivasi

ini terlihat adanya unsur kepercayaan dari masyarakat kita.40

Sangat jelas bila seorang anak telah diangkat atau diadopsi oleh orang tua

angkatnya, maka akan timbul akibat hukum dari perbuatan pengangkatan anak

tersebut. pada hukum di Indonesia, bila seorang anak telah diangkat oleh keluarga

angkatnya, maka anak tersebut akan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama

seperti anak kandung orang tuanya. Anak angkat akan mendapatkan kewajiban

seperti menghormati orang tua atau walinya, sedangkan hak anak tersebut akan di

dapatkan ketika telah diangkat adalah warisan dari keluarga angkatnya, yang

dapat berupa tanah, harta kekayaan, uang, dan materi yang dapat diwariskan

lainnya.

Dalam hukum adat, Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas

warisan sebagai anak, bukannya sebagai orang asing.41

40 Mudaris Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Sinar Grafika,

Jakarta. 1992),hal.61.

Sepanjang perbuatan

pengangkatan anak telah menghapuskan peranannya sebagai “orang asing’ dan

menjadikannya sebangai “anak” maka anak angkat berhak atas warisan sebagai

seorang anak. Itulah titik pangkalnya hukum adat.

(8)

1.

Pengangkatan anak sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan hak

sepenuhnya atas warisan. Pengadilan Negeri dalam praktek telah merintis

mengenai akibat hukum di dalam pengangkatan antara anak dengan orang tua

sebagai berikut :

2.

Hubungan darah: mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk

memutuskan hubungan anak dengan orangtua kandung.

3.

Hubungan waris: dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak

sudah tidak akan mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak

yang diangkat akan mendapat waris dari orangtua angkat.

4.

Hubungan perwalian: dalam hubungan perwalian ini terputus

hubungannya anak dengan orang tua kandung dan beralih kepada orang

tua angkat. Beralihnya ini, baru dimulai sewaktu putusan diucapkan oleh

pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang tua kandung berlaih kepada

orang tua angkat.

Hubungan marga, gelar, kedudukan adat: dalam hal ini anak tidak akan

mendapat marga, gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua

angkat

Selain akibat hukum yang mengaitkan hak dan kewajiban anak setelah

diangkat oleh orang tua angkatnya, terdapat juga akibat anak tersebut dengan

pihak-pihak yang berkepentingan dengan perbuatan pengangkatan anak tersebut

(9)

a. Dengan orang tua kandung

Anak yang sudah diadopsi orang lain, berakibat hubungan dengan orang

tua kandungnya menjadi putus. Hal ini berlaku sejak terpenuhinya prosedur atau

tata cara pengangkatan anak secara terang dan tunai. Kedudukan orang tua

kandung telah digantikan oleh orang tua angkat. Hal seperti ini terdapat di daerah

Nias, Gayo, Lampung dan Kalimantan. Kecuali di daerah Jawa Timur, Jawa

Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Timur perbuatan pengangkatan anak hanyalah

memasukkan anak itu ke dalam kehidupan rumah tangganya saja, tetapi tidak

memutuskan pertalian keluarga anak itu dengan orang tua kandungnya. Hanya

hubungan dalam arti kehidupan sehari-hari sudah ikut orang tua angkatnya dan

orang tua kandung tidak boleh ikut campur dalam hal urusan perawatan,

pemeliharaan dan pendidikan si anak angkat.

b. Dengan orang tua angkat.

Kedudukan anak angkat terhadap orang tua angkat mempunyai kedudukan

sebagai anak sendiri atau kandung. Anak angkat berhak atas hak mewaris dan

keperdataan. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa daerah di Indonesia, seperti

di pulau Bali, perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan hukum melepaskan

anak itu dari pertalian keluarganya sendiri serta memasukkan anak itu ke dalam

keluarga bapak angkat, sehingga selanjutnya anak tersebut berkedudukan sebagai

anak kandung.42

(10)

Di Lampung perbuatan pengangkatan anak berakibat hubungan antara si

anak dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak dengan orang tua

kandung dan hubungan dengan orangtua kandung-nya secara hukum menjadi

terputus. Anak angkat mewarisi dari orang tua angkatnya dan tidak dari orang tua

kandungnya.43

Terdapat sebuah pengaturan khusus tentang hak waris anak angkat yang

diatur dalam beberapa putusan Mahkamah Agung yang menjelaskan bahwa tidak

semua harta peninggalan bisa diwariskan kepada anak angkat. Hal tersebut dapat

dilihat dalam beberapa keputusan Mahkamah Agung, antara lain:

1) Putusan MA tanggal 18 Maret 1959 No. 37 K/Sip/1959

Menurut hukum adat yang berlaku di Jawa Tengah, anak angkat hanya

diperkenankan mewarisi harta gono-gini dari orang tua angkatnya, jadi terhadap

barang pusaka (barang asal) anak angkat tidak berhak mewarisinya.

2) Putusan MA tanggal 24 Mei 1958 No. 82 K/Sip/1957

Anak kukut (anak angkat) tidak berhak mewarisi barang-barang pusaka,

barang-barang ini kembali kepada waris keturunan darah.

3) Putusan MA tanggal 15 Juli 1959 No. 182 K/Sip/1959

43

Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat

Hukumnya di Kemudian Hari, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, hal. 117.

(11)

B. Pengangkatan Anak Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Secara garis besar akibat hukum tentang perbuatan pengangkatan anak

sudah sangat jelas pengertiannya karena telah diatur di dalam peraturan

perundang-undangan Indonesia. Akibat hukum tersebut akan selalu muncul

apabila sebuah keluarga memutuskan untuk mengangkat seorang anak, karena

perbuatan tersebut akan menciptakan hak dan kewajiban kepada anak yang telah

diangkat.

Pengangkatan anak dalam istilah Hukum Perdata Barat disebut adopsi.

Dalam Kamus Hukum kata adopsi yang berasal dari bahasa latin 1. Tata cara Pengangkatan Anak

adoptio diberi

arti Pengangkatan anak sebagai anak sendiri.44

Sebagaimana ketentuan dalam PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa

Rifyal Ka'bah, mengemukakan

bahwa adopsi adalah penciptaan hubungan orang tua dan anak oleh perintah

pengadilan antara dua pihak yang biasanya tidak mempunyai hubungan atau

keluarga.

Pengangkatan

anak

44 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Bandung, , PT Ghalia, 1986. hal. 28.

adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari

lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung

jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam

(12)

Pengaturan tentang penangkatan anak di atur antara lain di KUHPerdata

(Untuk Golongan Tionghoa dan Timur Asing) dan juga diatur dalam UU No 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP No 54 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Selain dalam pengangkatan anak itu juga perlu

diperhatikan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) nomor 2 tahun 1979 jo

SEMA 6 tahun 1983 jo SEMA 4 tahun 1989.

1.

UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak membedakan antara Anak

angakat dan anah asuh

Anak angkat (Pasal 1 angka 9) adalah anak yang haknya dialihkan dari

lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain

yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan

anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

2.

Pengertian anak angkat sama dengan pengertian anak angkat dalam PP No 54

Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dalam pasal 1 angka 1

Anak asuh (Pasal 1 angka 10) adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau

lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan,

pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang

(13)

UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (pasal 14) dapat

diambil sebuah prinsip bahwa Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya

sendiri, kecuali jika ada alasan dan atau aturan hukum yang sah menunjukkan

bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan

pertimbangan terakhir.

1.

Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara

mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih

dahulu mengajukan permohonan pengesahan pengangkatan kepada Pengadilan

Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada. Bentuk permohonan itu bisa

secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan

ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai

secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat tinggal domisili anak yang akan diangkat.

Pengangkatan anak diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak yaitu Pasal 39 - 41 jo PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak pasal 6 dapat diambil prinsip-prinsip dalam pengangkatan

anak :

2.

Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik

bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang

(14)

memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang

tua kandungnya. Dan pemberitahuannya haruslah memperhatikan kesiapan

anak yang bersangkutan.

3.

4.

Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh

calon anak angkat. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama

anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan

sebagai upaya terakhir.

2. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak

1.

Dalam ketentuan PP No 54 Tahun 2007 Pasal 12 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak disebutkan bahwa anak yang hendak dijadikan anak

angkat atau di adopsi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

2.

belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

3.

merupakan anak terlantar atau ditelantarkan.

4.

berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak.

dan memerlukan perlindungan khusus.

1.

Berkaitan umur si anak, ada beberapa pembagain yaitu :

2.

anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama.

anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas)

(15)

3. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18

(delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

3. Pihak yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak

1.

Pihak yang dapat mengajukan pengangangkatan anak sebagai Calon orang

tua angkat harus memenuhi kententuan dalam PP No 54 Tahun 2007 Pasal 13

tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu :

2.

sehat jasmani dan rohani.

3.

berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun.

4.

beragama sama dengan agama calon anak angkat.

5.

berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak

kejahatan.

6.

berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun.

7.

tidak merupakan pasangan sejenis.

8.

tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak.

9.

dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial.

10.

memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak.

11.

membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak.

12.

adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat.

telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak

(16)

13. memperoleh izin Menteri dan atau kepala instansi sosial.

SEMA No 2 tahun 1979 jo SEMA No 6 tahun 1983 jo SEMA No 4 tahun

1989, permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Pengadilan Negeri yang

daerah hukummnya meliputi tempat anak yang akan diangkat itu berada.

Sejak berlakuknya UU Nomor 3 Tahun 2006, membolehkan Pengadilan

Agama untuk menangani Pengangkatan Anak. Kewenangan itu diatur dalam

penjelasan Pasal 49 huruf a angka 20, yang menyebutkan bahwa PA berwenang

mengadili "penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak

berdasarkan hukum Islam". Dengan aturan itu terkesan ada dua badan peradilan

yang berwenang mengurusi adopsi anak, yaitu PA dan Pengadilan Negeri (PN).

Akan tetapi jelas Perbedaan Pengangkatan anak atau adopsi yang dijaukan ke

Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, Perbedaannya yaitu sebagai berikut :

" Permohonan Anak Angkat yang ditujukan oleh Pemohon yang beragama Islam

dengan maksud untuk memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung dan

dapat mewaris, maka Permohonan diajukan Ke Pengadilan Negeri, sedangkan

apabila dimaksudkan untuk dipelihara, maka permohonan diajukan ke Pengadilan

Agama “

1.

Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara

Asing sebagaimana dimaksud dalam meliputi 2 hal , yaitu :

(17)

2. pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara

Indonesia.

1.

Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara

Asing dilakukan melalui putusan pengadilan. Pengangkatan anak Warga Negara

Indonesia oleh Warga Negara Asing sebagaimana harus memenuhi syarat:

2.

memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui

kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia.

3.

memperoleh izin tertulis dari Menteri.

melalui lembaga pengasuhan.

1.

Selain memenuhi persyaratan calon orang tua angkat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 PP No 54 Tahun 2007, calon orang tua angkat Warga

Negara Asing juga harus memenuhi syarat tambahan, yaitu:

2.

telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun.

3.

mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon.

membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik

(18)

1.

Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia

harus memenuhi syarat:

2.

memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia.

memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak.

Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh

Warga Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri atau kepala instansi

sosial di provinsi yang telah mendapat delegasi.

Pengangakatan anak oleh seorang WNA atau seorang WNI terhadap WNA

(pengangkatan anak antar Negara / Inter Country Adoption) hanya dapat

dilakukan dalam daerah Pengadilan Negeri dimana Yayasan yang ditunjuk

Departemen Sosial RI untuk dapat dilakukannya (pengangkatan anak antar

negara/ Inter Country Adoption) dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimatum

remedium) dan pelaksanaanya harus memperhatikan SEMA no 6 tahun 1983 Jo

SEMA 4 tahun 1989 jo UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal

39, pasal 40 dan pasal 41.

Islam telah lama mengenal istilah tabani, yang di era modern ini disebut

adopsi atau pengangkatan anak. Rasulullah SAW bahkan mempraktikkannya

langsung, yakni ketika mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anaknya.Tabanni

diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan

(19)

nafkah pendidikan dan keperluan lainnya. Menurut hukum Islam anak itu

bukanlah anaknya.45

1. Pengertian Pengangkatan Anak

Istilah “Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan

dari bahasa Inggris “adoption”, mengangkat seorang anak.46 yang berarti “mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan

mempunyai hak yang sama dengan anak kandung”.47 Pada saat Islam disampaikan

oleh Nabi Muhammad SAW, pengangkatan anak telah menjadi tradisi di kalangan

mayoritas masyarakat Arab yang dikenal dengan istilah tabanni

Tabanni

yang berarti

“mengambil anak angkat”.

berarti “mengambil anak”.48 sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut juga dengan istilah “Adopsi”

yang berarti “Pengambilan (pengangkatan) anak orang lain secara sah menjadi

anak sendiri.49 Istilah Tabanni

45

Yusuf Assidiq / Heri Ruslan. http:// www. republika.co.id/ berita/

ensiklopedia-islam/fatwa/10/06/13/119639-mengadopsi-anak-menurut-hukum-islam. Diakses pada pukul 09.45

WIB tanggal 11 Mei 2014.

yang berarti seseorang mengangkat anak orang lain

sebagai anak, dan berlakulah terhadap anak tersebut seluruh ketentuan hukum

46

Jonathan Crowther . Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, (Oxford University :1996), hal. 16.

47 Simorangkir, JCT. Kamus Hukum, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hal. 4.

48 Ibrahim Anis dan Abdul Halim Muntashir. Al-Mu’jam al-wasith, Mishr; Majma’

al-Lughah al-Arabiyah. 1392 H/1972 M, Cet. II, Jilid I, hal. 72

49 Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal.

(20)

yang berlaku atas anak kandung orang tua angkat,50 pengertian demikian

memiliki pengertian yang identik dengan istilah

Tabanni dinilai sebagai perbuatan yang pantas dikerjakan oleh pasangan

suami istri yang luas rezekinya, namun belum dikaruniai anak. Maka itu, sangat

baik jika mengambil anak orang lain yang kurang mampu, agar mendapat kasih

sayang ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan

kesempatan belajar kepadanya. Di Indonesia, peraturan terkait pengangkatan anak

terdapat pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

dan PP No 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Demikian

pula Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang turut memerhatikan aspek ini. adopsi.

Pasal 171 huruf h KHI menyebutkan anak angkat adalah anak yang dalam

hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya,

beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya

berdasarkan putusan pengadilan. Kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak

lama sudah memfatwakan tentang pengangkatan anak. Fatwa itu menjadi salah

satu hasil Rapat Kerja Nasional MUI yang berlangsung Maret 1984. Pada salah

satu butir pertimbangannya, para ulama memandang, bahwa Islam mengakui

keturunan (nasab) yang sah, yaitu anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan).

(21)

Dari berbagai definisi yang diberikan oleh para ahli, ada dua corak

pengertian anak angkat sebagaimana disampaikan oleh Mahmud Syaltut yang

dikutif Andi Syamsul Alam bahwa ada dua pengertian anak angkat :

1. Mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh

perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status anak kandung

kepadanya sesuai dengan surat dan Al-Maidah ayat 3 untuk saling

tolong menolong dalam kebaikan.

2. Mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan dia diberi status

sebagai anak kandung sehingga hak dan kewajibannya sama seperti

anak kandung dan dinasabkan kepada orang tua angkatnya.

Tabanni yang dilarang oleh hukum Islam yaitu karena mengubah nasabnya

kepada ayah angkatnya dan itu bertentangan dengan al-Qur’an surat Al-Ahzab:

kepentingan anak seperti pemeliharaan, pengasuhan, kasih sayang, pendidikan,

masa depan dan kesejahteraan anak. Titik perbedaannya terletak pada penentuan

nasab dengan segala akibat hukumnya. Anak angkat yang tidak dinasabkan

kepada orang tua angkatnya tidak berhak waris mewarisi, menjadi wali dan lain

sebagainya. Sedang anak angkat yang dinasabkan dengan orang tua angkatnya

berhak saling mewarisi, menjadi wali, dan hak-hak lain yang dipersamakan

dengan anak kandung.

Tabanni menurut Wahbah al-Zuhaili adalah pengangkatan anak yang

(22)

di nasabkan kepada dirinya.51 Dalam pengertian lain, tabanni

2. Hukum Pengangkatan Anak

adalah seseorang

baik laki-laki maupun perempuan yang dengan sengaja menasabkan seorang anak

kepada dirinya padahal anak tersebut sudah punya nasab yang jelas pada orang tua

kandungnya. Pengangkatan anak dalam pengertian demikian jelas bertentangan

dengan Hukum Islam, maka unsur menasabkan seorang anak kepada orang lain

yang bukan nasabnya harus dibatalkan.

Para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa Hukum Islam tidak mengakui

lembaga pengangkatan anak yang mempunyai akibat hukum seperti yang pernah

dipraktikan masyarakat jahiliyah dalam arti terlepasnya dari hukum kekerabatan

orang tua kandungnya dan masuknya ke dalam hukum kekerabatan orang tua

angkatnya. Hukum Islam hanya mengakui bahkan menganjurkan, pengangkatan

anak dalam arti pemungutan dan pemeliharaan anak, dalam artian status

kekerabatannya tetap berada di luar lingkungan keluarga orang tua angkatnya dan

dengan sendirinya tidak mempunyai akibat hukum apa-apa. Ia tetap anak dan

kerabat orang tua kandungnya, berikut dengan segala akibat hukumnya.

Larangan pengangkatan anak dalam arti benar-benar dijadikan anak

kandung berdasarkan firman Allah SWT.dalam Surat al-Ahzab ayat 4-5 yang

artinya “ Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu

(sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah

51 Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh Islami wa Adillatuhu,Juz.9 (Beirut: DarFikr

(23)

mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah

mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,

itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui

bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudara seagamamu”.

Para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa Hukum Islam melarang

praktik pengangkatan anak yang memiliki implikasi yuridis seperti pengangkatan

anak yang dikenal oleh hukum Barat dan praktik masyarakat jahiliyah yaitu

pengangkatan anak yang menjadikan anak angkat menjadi anak kandung, anak

angkat terputus hubungan hukum dengan orang tua kandungnya, anak angkat

memiliki hak waris sama dengan hak waris anak kandung, orang tua angkat

menjadi wali mutlak terhadap anak angkat.

Hukum Islam telah menggariskan bahwa hubungan hukum antara orang

tua angkat dengan anak angkat terbatas sebagai hubungan antara orang tua asuh

dengan anak asuh

Hukum Islam hanya mengakui

pengangkatan anak dalam pengertian beralihnya kewajiban untuk memberikan

nafkah sehari-hari, mendidik, memelihara, dan lain-lain, dalam konteks beribadah

kepada Allah SWT.

dan sama sekali tidak menciptakan hubungan nasab. Akibat

yuridis dari pengangkatan anak dalam Islam hanyalah terciptanya hubungan kasih

dan sayang dan hubungan tanggung jawab sebagai sesama manusia. Karena tidak

ada hubungan nasab, maka konsekuensi yuridis lainnya adalah antara orang tua

angkat dengan anak angkat harus menjaga mahram, dan karena tidak ada

hubungan nasab, maka keduanya dapat melangsungkan perkawinan. Rasulullah

(24)

angkatnya, hal ini menunjukkan bahwa antara Nabi Muhammad dan Zaid Bin

Haritsah tidak ada hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang sebagai

orang tua angkat dengan anak angkatnya.52

Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam yang selama ini dilakukan

oleh orang-orang Islam di Indonesia hanya dilakukan dengan upacara tradisional

atau kebiasaan saja tanpa memerlukan penetapan pengadilan, yang meskipun

secara materil dan bersifat sebagian dari hukum Islam tentang pengangkatan anak

telah mendapat perlindungan melalui ketentuan Pasal 39 Undang-undang Nomor

23 Tahun 2002 pada ayat (1) sampai ayat (4), dinyatakan bahwa, pengangkatan

anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan

dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, serta tidak memutuskan hubungan darah

antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya, demikian pula bahwa, calon

orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak

angkat tersebut.

Putusan Pengadilan Agama Medan No:36/Pdt.P/2010/PA.Mdn Merujuk

pada Undang-undang Nomor 1 angka (9) disebutkan bahwa, anak angkat adalah

anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah,

atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan

membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

(25)

Dari ketentuan hukum tersebut, maka untuk mendapatkan kepastian

hukum pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam diperlukan penetapan

Pengadilan yang dalam hal ini tentunya adalah Peradilan Agama sebagai

Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam yang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam dibidang

perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, waqaf dan shodaqah Berdasarkan hukum

Islam.

Berdasarkan ketentuan di dalam Kompilasi Hukum Islam dan ketentuan

perundang-undangan maka untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan

perlindungan bagi pengangkatan anak yang dilakukan menurut hukum Islam

diperlukan penetapan Pengadilan yang mempunyai kewenangan absolut untuk

menegakkan hukum perkawinan dan hukum keluarga berdasarkan hukum Islam,

yaitu Pengadilan Agama di Indonesia.

Berdasarkan hukum Islam maka dalam pengangkatan anak berlaku

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Pengangkatan anak dibolehkan dengan mengutamakan kepentingan

kesejahteraan anak dan dianjurkan terhadap anak yang terlantar.

2. Dalam pengangkatan anak tanggung jawab pemeliharaan anak hidupnya

sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih dari orang tua asal

kepada orang tua angkat sebagai mana diatur dalam pasal 171 huruf (h)

(26)

3. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dengan

orang tuanya dan keluarga orangtuanya.

4. Atas dasar ketentuan tersebut pada butir 3 diatas bila ternyata anak angkat

tersebut adalah perempuan maka yang menjadi wali nikahnya adalah tetap

ayah kandungnya, sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 19

Kompilasi Hukum Islam, dan apabila ternyata ia tidak mempunyai wali

nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat atau

berhalangan, sehingga berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (1) Peraturan

Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987 nikahnya dapat dilakukan dengan

wali hakim.

5. Pengangkatan anak tidak menimbulkan hubungan nasab, kewarisan, dan

hubungan hukum lainnya dengan orang tua angkat, kecuali hak dan

kewajiban yang berkaitan dengan kemaslahatan dan pendidikan anak

tersebut.

6. Terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta anak angkatnya, dan demikian

pula terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan dari orang tua

angkatnya berdasarkan pasal 209 Kompilasi Hukum Islam.

7. Untuk pengangkatan anak diperlukan persetujuan dari orang tua asal, wali,

atau orang/badan yang menguasai anak yang akan diangkat, dengan calon

(27)

8. Dalam pengangkatan anak harus menghormati hukum yang berlaku bagi si

anak.

9. Pengangkatan anak bagi yang beragama Islam hanya dapat dilakukan oleh

orang tua yang beragama Islam berdasarkan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia Nomor : U-335/MUI/VI/82 tanggal 18 sya’ban 1402 H/10 Juni

1982.

10. Demi kepastian hukum, Pengangkatan anak menurut hukum Islam

diperlukan penetapan Pengadilan Agama Sebagaimana dikehendaki oleh

pasal 171 hurup (f) Kompilasi Hukum Islam.

Dalam bidang kemasyarakatan atau muamalah pengangkatan anak itu

berkembang menurut kepentingan masyarakat, dengan berdasarkan pada

Al-Qur’an dan sunah Rasul. Hukum Islam yang dibuat untuk kemaslahatan hidup

manusia dan oleh karenanya hukum Islam sudah seharusnya mampu memberikan

jalan keluar dan petunjuk terhadap kehidupan manusia baik dalam bentuk sebagai

jawaban, terhadap suatu persoalan yang muncul maupun dalam bentuk aturan,

yang dibuat untuk menata kehidupan manusia itu sendiri. Hukum Islam dituntut

untuk dapat menjawab persoalan yang muncul sejalan dengan perkembangan dan

perubahan yang terjadi dimasyarakat, oleh karena hukum Islam hidup

ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan, maka hukum

(28)

3. Tujuan Pengangkatan Anak Dalam Islam

Dalam prakteknya pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia

mempunyai beberapa macam tujuan dan motivasi. Tujuannya adalah antara lain

untuk meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh

keturunan.53 Berdasarkan hukum Islam tujuan pengangkatan anak yaitu tolong menolong dalam hal kebajikan ta’awun. Berdasarkan sumber-sumber yang ada,

dalam hal ini terdapat beberapa tujuan yang digunakan sebagai dasar

dilaksanakannya suatu pengangkatan anak. Dilihat dari sisi orang yang

mengangkat anak, karena adanya alasan:54

a) Keinginan untuk mempunyai anak atau keturunan.

b) Keinginan untuk mendapatkan teman bagi dirinya sendiri atau anaknya.

c) Keinginan untuk menyalurkan rasa belas kasihan terhadap anak orang lain

yang membutuhkan.

d) Adanya ketentuan hukum yang memberikan peluang untuk melakukan suatu

pengangkatan anak.

e) Adanya pihak yang menganjurkan pelaksanaan pengangkatan anak untuk

kepentingan pihak tertentu.

.

53

UU. No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1

54 Irma Setyawati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta,

(29)

Dilihat dari sisi orangtua anak, karena :55

a) Perasaan tidak mampu untuk membesarkan anaknya sendiri.

b) Kesempatan untuk meringankan beban sebagai orangtua karena ada

pihak yang ingin mengangkat anaknya.

c) Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak.

d) Saran-saran dan nasihat dari pihak keluarga atau orang lain.

e) Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orangtuanya.

f) Ingin anaknya terjamin materil selanjutnya.

g) Masih mempunyai anak-anak beberapa lagi.

h) Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk membesarkan anak

sendiri.

i) Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu sebagai akibat dari

hubungan yang tidak sah.

j) Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu mempunyai anak

yang tidak sempurna fisiknya.

(30)

4. Syarat Pengangkatan Anak Dalam Islam

Menurut Hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dilakukan dengan

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan dengan

orang tua biologis dan keluarganya.

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat,

melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya.

3. Demikian juga dengan orang tua angkat tidak berhak berkedudukan

sebagai pewaris dari anak angkatnya.

4. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya

secara langsung, kecuali sekedar sebagai tanda pengenal / alamat.

5. Orang tua angkat tidak bisa bertindak sebagai wali dalam perkawinan

terhadap anak angkatnya.56

Pasal 209 ayat 2 Ketentuan Hukum Islam Menyatakan bahwa anak angkat

hanya berhak mendapat wasiat wajibah, sepertiga dari harta warisan.57

56 Muderis Zaini, 1995, Adopsi Ditinjau Dari Tiga Sistem Hukum, Jakarta : Sinar

Grafika, hal 54.

Lembaga

wasiat wajibah merupakan bagian dari kajian wasiat pada umumnya. Persoalan

wasiat wajibah sangat relevan dengan kajian hukum pengangkatan anak tabani

dalam Hukum Islam, karena salah satu akibat dari peristiwa hukum pengangkatan

57 Ribyal Ka’bah, Pengangkatan Anak Dalam uu No. 3 Tahun 2006, varia peradilan

(31)

anak adalah timbulnya hak wasiat wajibah antara anak angkat dan orang tua

angkatnya.58

Pengangkatan anak menurut Hukum Islam sebenarnya merupakan hukum

Hadhanah atau pemeliharaan anak yang diperluas dan sama sekali tidak merubah

hubungan hukum, nasab dan mahram antara anak angkat dengan orang tua dan

keluarga asalnya, dalam hukum Islam pemeliharaan anak disebutkan dengan

Al-Hudhinah yang merupakan kata dari Al-hadanah yang berarti mengasuh dan

memelihara bayi, dalam istilah hadanah adalah pemeliharaan anak yang belum

mampu berdiri sendiri, biaya pendidikannya dan pemeliharaannya dari segala

yang membahayakan jiwanya.

Masalah hadhanah merupakan hal yang sangat penting untuk

dilaksanakan, oleh karena itu orang yang melaksanakan hadhanah itu haruslah

memenuhi syarat-syarat tertentu :59

1. Berakal sehat.

2. Dewasa.

3. Mempunyai kemampuan dan Keahlian.

4. Amanah dan berbudi luhur.

5. Beragama Islam.

58 Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indonesia, Raja Jakarta : Grafindo Persada, hal.125.

59 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Material Dalam Praktek Peradilan Agama.

(32)

Perubahan yang terjadi hanya perpindahan tanggung jawab pemeliharaan

pengawasan dan pendidikan dari orang tua asli kepada orang tua angkat.

Pengangkatan anak tersebut tidak merubah anak angkat menjadi anak kandung

dan status orang tua angkat menjadi status orang tua kandung. Hanya dalam

praktik pengangkatan anak yang sering terjadi dimasyarakat dengan cara dibuat

seperti anak kandung pada waktu orang tua angkat membuat akta kelahiran. Oleh

karena itu, tidak bisa anak angkat itu seolah-olah anak yang baru lahir

ditengah-tengah keluarga orang tua angkatnya seperti anak kandung. Penetapan

pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam oleh pengadilan agama tidak

memutuskan hubungan hukum atau hubungan nasab dengan orang tua

kandungnya. Penetapan pengadilan agama hanya sebagai dasar bagi kantor

catatan sipil untuk membuat akta kelahiran.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan

pengangkatan anak yaitu yang pertama, anak angkat tidak bisa menggunakan

nama ayah angkatnya seperti yang dijelaskan pada ayat 5 surat Al-ahzab. Yang

kedua, antara ayah angkat dengan anak angkat, ibu angkat dan saudara angkat

tidak mempunyai hubungan darah. Mereka dapat tinggal serumah, tetapi harus

menjaga ketentuan mahram dalam hukum Islam, antara lain tidak dibolehkan

melihat aurat, berkhalwat/bercinta, ayah atau saudara angkat tidak menjadi wali

perkawinan untuk anak angkat perempuan. Ketiga diantara mereka tidak saling

Referensi

Dokumen terkait

Pengangkatan anak dengan memutuskan hubungan darah ( nasab ) diharamkan dalam hukum Islam, yang diperbolehkan adalah pengangkatan anak dalam pengertian pemeliharaan, pengasuhan

Prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam

Namun ada juga bagi yang sudah mempunyai anak tapi belum lengkap, maka mengangkat anak dilakukan dengan alasan untuk menolong anak tersebut agar masa depannya terjamin atau juga

Prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam

Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana. Hukum Keluarga

Ada beberapa permasalahan dalam penelitian yaitu: Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan

Bapak dan lbu Dosen yang mengajar di Program Studi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Medan Area, yang telah membekali saya ilmu pengetahuan dan pengalaman - pengalaman yang berguna..

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengangkatan Anak dengan Akta Kelahiran.. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan