• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

TESIS

Oleh

ADAWIYAH

097011131/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADAWIYAH

097011131/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23

TAHUN 2002 DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Nama Mahasiswa : Adawiyah

Nomor Pokok : 097011131

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD)

Ketua

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 04 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

ABSTRAK

Praktik pengangkatan anak dalam masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap orang tua yang hendak melakukan pengangkatan anak berdasarkan adat istiadat setempat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak angkat terhadap orang tua angkatnya.

Ada beberapa permasalahan dalam penelitian yaitu: Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji secara yuridis tentang ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan untuk menjelaskan akibat hukum pengangkatan anak. Disamping itu pula, untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Perlindungan Anak ditinjau dari Hukum Islam dalm praktik hukum di Indonesia.

Untuk mengkaji hal tersebut, dilakukan penelitian dalam bentuk deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan hanya terhadap peraturan-peraturan tertulis. Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan didukung penelitian lapangan ditam bah analisis penetapan pengadilan dan Kantor Catatan Sipil. Alat pengumpulan data primer adalah informan dengan pedoman wawancara sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif dan induktif dalam bidang hukum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, ketentuan hukum

(6)

konsekuensinya adalah perlindungan terhadap anak angkat dapat terjamin terhadap perwalian hukum maupun harta warisan dari orang tua angkatnya.

(7)

ABSTRACT

Adoption of children in Indonesia society has many objectives such as to continue the descent in the childless marriages. This motivation strong to the parents who will adopt children based on the local custom law or based on the provision of valid acts. This term provides the adopted children with protection to their adopting fathers.

There are some matters in this research : what is the law provision, the law consequences, and the law protection, of adoption of children based on Act No. 23 of 2002 concerning to children protection according to the children protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

The objective of this research is to study the law provision on adoption of children juridically based on Act No. 23 of 002 and to describe the law consequences of the adoption of children. In addition, to study the law protection on the adopted children according to the child protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

In order to study the topics, a research is conducted in the descriptive study by normative juridical approach to the written rules. Collecting data is done by the library research and supported by the field study and the analysis of court decisions and civil administration office. The tool of primary data collection is the informant by interview, meanwhile the data analysis is done by qualitative approach using logical deductive and inductive thinking in the law framework.

The result of this research indicates that : first, the law provision on adoption of children began from the valid regulation of Tionghoa ethnic which is only applied to the male children and then developed to the female children. Also based on the local traditional custom law in a community clearly adopting children. By the implementation of the Islamic Law Compilation in the similar way with the Children Protection Act, adopting children is conducted only by the court determination. Second, the law consequences of adoption of children are commonly emerged by the court determination which decides that there is no fate of the adopted children to their owned parents and there is only the transfer of the guardian rights. For the inheritance affairs, the adopted children determined by courts have rights on inheritances from the adopting parents based on wasiat wajibah. Third, the court determination on adopting children has consequences that protect the adopted children against law guardian and the rights on inheritances from the adopting parents.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkah rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, penulis menyadari bahwa

tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari hamba Allah yang

memiliki kekurangan, meskipun demikian penulis masih memiliki harapan bahwa

tulisan penulis ini dapat penulis pergunakan sebagai sajian ilmu pengetahuan yang

dapat membantu penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai anak

angkat sebagai tambahan ilmu pengetahuan sesuai dengan judul tesis penulis yaitu:

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 DITINJAU DARI HUKUM ISLAM ”.

Di dalam penulisan tesis ini, penulis menghadapi berbagai tantangan akan

tetapi karena banyak pihak-pihak yang memberikan bantuan baik secara moril

maupun materil, memberikan sumbangsih pemikiran kepada penulis sehingga

memudahkan penulis dalam menulis tesis ini.

Besarnya arti bantuan pihak-pihak kepada penulis, ucapan rasa terima kasih

yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister

(9)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis dan selalu memberikan semangat kepada penulis

untuk tetap giat dalam menambah ilmu pengetahuan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan

selaku Dosen Pembimbing penulis dalam pembuatan tesis ini, yang telah

membimbing penulis dengan ilmu pengetahuan sehingga penulis memiliki

tambahan ilmu pengetahuan.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

meskipun selalu sibuk dalam melaksanakan tugasnya namun masih sempat

memperhatikan dan berdiskusi dengan mahasiswa/i dalam menyelesaikan

permasalahan yang berhubungan dengan perkuliahan.

5. Bapak Prof. H.M. Hasballah Thaib, MA selaku dosen dan dosen pembimbing

dalam penulisan tesis ini. Penulis tidak dapat membalas semua ilmu dan kebaikan

yang bapak berikan. Hanya kata dan usaha yang dapat penulis lakukan semoga

penulis dapat berhasil dalam menjalani hidup dan mempergunakan ilmu yang

bapak berikan. Semoga Bapak tetap dalam lindungan Allah SWT.

6. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn selaku dosen dan dosen pembimbing

(10)

memberikan semangat kepada penulis dan banyak memberikan ilmu tanpa pamrih

kepada penulis, dosen yang sangat terpuji yang dapat dijadikan panutan. Terima

kasih atas ilmu dan sikap baik bapak yang menyemangati penulis, semoga bapak

tetap dalam lindungan Allah SWT.

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

khususnya Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi

yang tak terbalaskan oleh penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan

menghasilkan karya tulis ini.

8. Para pegawai/staf pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

administrasi perkuliahan.

9. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta H. Efendi Nasution yang tak pernah

berhenti menyayangi penulis dan tak mengenal lelah mendukung penulis baik

secara moril dan materil untuk memperoleh pendidikan yang baik sebagai bekal

kehidupan menjadi anak yang berguna, dan kepada ibunda Hj. Halimah Lubis

yang tercinta, dengan uluran tangan dan doa-doanya yang telah mendidik penulis,

membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, ya Allah, limpahkanlah rahmat

dan hidayah-Mu kepada kedua orang tuaku, jadikanlah kedua orang tuaku orang

yang Engkau ridhoi dan limpahkanlah segala kebaikan dan kebahagiaan dunia

(11)

10.Adik-adik yang penulis sayangi: Hj. Hannida Fatmi Nasution, SE dan Ashari, Hj.

Hannimi Nasution, SE.Ak, H. Hasanul Aswadi Nasution, SE.Ak, MSi dan Ervida

Aisyah, SE. Yang telah memberikan nasehat, dukungan dan menyayangi penulis

selama ini.

11.Teristimewa kepada suami tercinta Waymin Arief, yang telah menyayangi dan

memberikan dukungan kepada penulis serta anak-anakku tersayang : Farrel

Maulana, Musyaffa Hirzy dan Rumaisha Arifani, semoga menjadi anak yang

sholeh dan sholeha.

12.Seluruh rekan sejawat di Universitas Muslim Nusantara Medan, semoga segala

kebaikan dan dukungan moril yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan

membawa kebahagiaan.

13.Kepada teman-teman seperjuangan dalam pendidikan dan menyelesaikan tesis ini

khususnya Rudi Haposan Siahaan, Lila Meutia, Bukhari Muhammad, Gomsalati,

Netty Sumiati dan M. Taufik dari Kelas Penyetaraan Tahun 2009, semoga tetap

terjalin silahturahmi diantara kita semua.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang selah

memberikan saran dan pendapat ilmiah sebagai bahan masukan penulisan tesis ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kiranya amal kebaikan dan

keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT, Amin. Mohon maaf bagi pihak yang belum

(12)

penulis agar kiranya dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

umumnya.

Medan, 04 Agustus 2010

Penulis,

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : ADAWIYAH NASUTION

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 23 Maret 1970

Alamat : Jl. Pabrik Tenun No.87 Medan

SMP Amir Hamzah Medan : Tahun 1985

SMA Negeri 4 Medan : Tahun 1988

S1 (Strata Satu) Fakultas Hukum

Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) : Tahun 1993

C.N (Candidat Notaris)

Program Spesialis Kenotariatan USU : Tamat 1999

Program Studi Magister Kenotariatan

(14)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... . i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... . 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 25

(15)

A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ... 28

B. Pengertian Umum Pengangkatan Anak ... 30

C. Tata Cara Permohonan Pengangkatan Anak Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia ... 51

D. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak ... 59

BAB III AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ... 71

A. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ... 71

B. Pencatatan Anak Angkat Dalam Catatan Sipil ... 79

C. Perwalian Terhadap Anak Angkat ... 83

D. . Hak Waris Terhadap Anak Angkat ... 85

E. Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 86

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT DALAM PRAKTEK HUKUM DI INDONESIA ... 98

(16)

Pengadilan Agama ... . 98

B. . Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat ... 99

C. Pelaksanaan dan kendala Yang Dihadapi Dalam Penerapan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. .. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(17)

ABSTRAK

Praktik pengangkatan anak dalam masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap orang tua yang hendak melakukan pengangkatan anak berdasarkan adat istiadat setempat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak angkat terhadap orang tua angkatnya.

Ada beberapa permasalahan dalam penelitian yaitu: Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji secara yuridis tentang ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan untuk menjelaskan akibat hukum pengangkatan anak. Disamping itu pula, untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Perlindungan Anak ditinjau dari Hukum Islam dalm praktik hukum di Indonesia.

Untuk mengkaji hal tersebut, dilakukan penelitian dalam bentuk deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan hanya terhadap peraturan-peraturan tertulis. Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan didukung penelitian lapangan ditam bah analisis penetapan pengadilan dan Kantor Catatan Sipil. Alat pengumpulan data primer adalah informan dengan pedoman wawancara sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif dan induktif dalam bidang hukum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, ketentuan hukum

(18)

konsekuensinya adalah perlindungan terhadap anak angkat dapat terjamin terhadap perwalian hukum maupun harta warisan dari orang tua angkatnya.

(19)

ABSTRACT

Adoption of children in Indonesia society has many objectives such as to continue the descent in the childless marriages. This motivation strong to the parents who will adopt children based on the local custom law or based on the provision of valid acts. This term provides the adopted children with protection to their adopting fathers.

There are some matters in this research : what is the law provision, the law consequences, and the law protection, of adoption of children based on Act No. 23 of 2002 concerning to children protection according to the children protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

The objective of this research is to study the law provision on adoption of children juridically based on Act No. 23 of 002 and to describe the law consequences of the adoption of children. In addition, to study the law protection on the adopted children according to the child protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

In order to study the topics, a research is conducted in the descriptive study by normative juridical approach to the written rules. Collecting data is done by the library research and supported by the field study and the analysis of court decisions and civil administration office. The tool of primary data collection is the informant by interview, meanwhile the data analysis is done by qualitative approach using logical deductive and inductive thinking in the law framework.

The result of this research indicates that : first, the law provision on adoption of children began from the valid regulation of Tionghoa ethnic which is only applied to the male children and then developed to the female children. Also based on the local traditional custom law in a community clearly adopting children. By the implementation of the Islamic Law Compilation in the similar way with the Children Protection Act, adopting children is conducted only by the court determination. Second, the law consequences of adoption of children are commonly emerged by the court determination which decides that there is no fate of the adopted children to their owned parents and there is only the transfer of the guardian rights. For the inheritance affairs, the adopted children determined by courts have rights on inheritances from the adopting parents based on wasiat wajibah. Third, the court determination on adopting children has consequences that protect the adopted children against law guardian and the rights on inheritances from the adopting parents.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak

dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta

benda lainnya, anak sebagai amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan

dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai

manusia yang harus dijunjung tinggi.

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam

Undang-undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak –

hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris

dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa datang, generasi penerus cita-cita

bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan

diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Keinginan untuk memiliki anak adalah hal yang alami karena manusia

memiliki akal sehat dan keinginan. Dengan akal fikiran manusia dapat menelaah serta

mengkaji sesuatu agar terasa bermanfaat dan disisi lain keinginan tersebut mendorong

manusia berusaha untuk memperolehnya bahkan terkadang menjurus kepada hal yang

(21)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah

menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah

dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus

demi terlindunginya hak-hak anak.1 Rangkaian kegiatan tersebut harus terus

berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik

fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan

kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial

dan memiliki jiwa nasionalisme berdasarkan akhlak mulia dan nilai pancasila serta

berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yaitu

sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Hal

ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan

komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban

memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif,

kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan

perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak

diperlukan peran masyarakat baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga

keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi

sosial, dunia usaha, media massa atau lembaga pendidikan.

1

Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja Grafindo

(22)

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum

perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang

berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing

daerah walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak belum diatur secara

khusus dalam undang-undang tersendiri.

Hal penting yang harus digarisbawahi bahwa pengangkatan anak harus

dilakukan dengan proses penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai

penjaga ketertiban dan rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus

dilakukan melalui penetapan pengadilan dimaksudkan untuk kemajuan kearah

penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup ditengah-tengah

masyarakat. Agar peristiwa pengangkatan anak itu dikemudian hari memiliki

kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat. Praktik

pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut telah berkembang

baik dilingkungan Pengadilan Negeri maupun dalam lingkungan Pengadilan Agama

bagi mereka yang beragama Islam.

Pengangkatan anak dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa

tujuan/motivasi. Motivasinya antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam

sebuah perkawinan tidak memperoleh keturunan2. Motivasi ini sangat kuat terhadap

pasangan suami istri yang tidak mungkin melahirkan anak. Tujuan pengangkatan

2

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(23)

anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan

berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku3. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak

yang sifatnya memang sangat tergantung dari orang tuanya.

Adanya motivasi lain yang terjadi dimasyarakat misalnya adanya pasangan

suami istri yang paham benar atas kondisi mereka masing-masing, dengan beberapa

alasan mereka antara lain adanya keengganan memiliki anak setelah melewati batas

usia yang aman untuk melahirkan, kurangnya keinginan untuk mengandung dan

melahirkan dan kemampuan mereka sudah tidak memungkinkan lagi untuk

melahirkan seorang anak, sehingga salah satu cara untuk memiliki anak dapat

dilakukan dengan mengangkat anak.

Ada juga fakta nyata yang telah dialami beberapa waktu yang lalu dengan

adanya bencana alam gempa bumi yang diikuti dengan tsunami, akibat bencana

tersebut meninggalkan anak-anak yang kehilangan orang tuanya sehingga beberapa

pasangan suami istri dengan itikad baik untuk mengasuh dan mendidik anak-anak

korban gempa tersebut. Secara yuridis hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan

ketentuan hukum yang berlaku. Secara sosiologi dan nilai-nilai kultur juga

berpengaruh terhadap seorang anak yang di angkat oleh orang tua angkatnya yang

bukan berkewarganegaraan dan keyakinan yang sama.

Praktik pengangkatan anak dengan motivasi komersial, perdagangan,

sekedar untuk pancingan dan setelah memperoleh anak kemudian anak angkat

3

(24)

siakan sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu,

pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan

pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih baik lagi.

Terhadap pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah

masyarakat Indonesia dengan tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang

diangkat dengan orang tua kandungnya4. Hal penting yang harus disadari bagi calon

orang tua angkat dan orang tua kandung bahwa calon orang tua angkat haruslah

seagama dengan agama yang di anut oleh calon anak angkat karena pengaruh agama

orang tua angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arah dari orang tua angkat

dengan anak angkatnya dan jika hal ini terjadi maka sangat melukai hati nurani serta

akidah orang tua kandung dari anak angkat tersebut5.

Pengangkatan anak juga dapat dapat dilakukan oleh Warga Negara Asing

terhadap anak Indonesia. Namun harus sesuai dengan ketentuan hukum yang

mengatur tentang pengangkatan anak antar warga Negara. Pasal 39 angka 4

Undang-Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa pengangkatan anak oleh Warga

Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Apabila asal usul anak

yang akan diangkat tidak diketahui maka agama anak diseuaikan dengan agama

penduduk disekitar anak tersebut ditemukan6.

4

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 ayat 3.

5

Fauzan, Pengangkatan Anak Bagi Keluarga Muslim Wewenang Absolute Peradilan Agama,

Majalah Mimbar Hukum, Edisi Desember 1999, No.X, hal. 56.

6

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(25)

Adanya hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak

terputus oleh lembaga pengangkatan anak, orang tua kandung tetap memiliki hak

untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung. Maka, orang

tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan

orang tua kandungnya. Pemberitahuan ini dilakukan dengan memperhatikan kesiapan

anak yang bersangkutan7.

Hubungannya dengan bimbingan dan pengawasan terhadap anak angkat,

Pasal 41 Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pemerintah dan

masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

pengangkatan anak yang lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah.

Pengangkatan anak merupakan hal yang wajar dilakukan sesuai dengan

keadaan yang dialami oleh orang tua angkatnya sehingga yang menjadi perhatian

dalam pengangkatan anak ini adalah pemberian hak untuk hidup bagi seorang anak,

mereka masih membutuhkan kecukupan nafkah serta perlindungan hidup dan

pendidikan.

Keberadaan lembaga pengangkatan anak di Indonesia sebagai lembaga hukum

masih belum memadai sehingga penyelesaian masalah pengangkatan anak yang ada

dimasyarakat dapat ditinjau dari berbagai aspek hukum. Hukum adat yang merupakan

The Living Law berlaku bagi masyarakat adat setempat, hukum Islam bersumber dari

Al-Qur’an dan Hadist juga mengatur masalah ini bagi ummat Islam, ketentuan hukum

7

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(26)

barat yang bersumber dari Hukum Perdata BW (Burgerlijk Wetboek) berlaku juga di

Indonesia.8

Ketentuan Hukum Perdata BW tidak mengatur tentang masalah adopsi atau

lembaga pengangkatan anak namun beberapa pasal menjelaskan masalah pewarisan

dengan istilah anak luar kawin atau anak yang diakui (Erkend kind) selain itu di

Indonesia juga terdapat keanekaragaman hukum yang berbeda antara daerah yang

satu dengan daerah yang lainnya sesuai dengan lingkungan hukum adatnya

masing-masing yang berbeda pula pengaturan hukum masalah status anak angkat.9

Secara konstitusional keberadaan hukum Islam mendapat pengakuan dalam

Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 hasil amandemen yang berbunyi : (1). Negara

berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, (2). Negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah

menurut agama dan kepercayaannya itu.

Pemaknaan Pasal 29 UUD 1945 diberikan oleh Wirjono Prodjodikoro. Ia

menyebutkan bahwa pembentukan Departemen Agama di Indonesia yang mengurus

persoalan yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan memiliki dasar kuat

dalam Pasal 29 UUD 1945.10 Dengan demikian kepentingan-kepentingan rakyat

mengenai kehidupan keagamaan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Hal ini

berarti penyelenggaraan kehidupan keagamaan termasuk positifikasi hukum agama

menjadi tugas dan tangung jawab pemerintah.

8

Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Ummat Islam, UII Press, Yogyakarta, 1986, hal.10.

9Ibid,

hal.11.

10

(27)

Salah satu ajaran agama Islam adanya keharusan memberikan perhatian

kepada fakir miskin dan anak terlantar. Keharusan bagi umat Islam seperti ini telah

dikukuhkan dalam Pasal 34 UUD 1945. Pasal ini memperkuat dasar hukum

kewajiban negara untuk mewujudkan pesan agama Islam. Agama Islam

menganjurkan untuk memberikan perhatian kepada fakir miskin dan anak yatim.

Pasal 34 UUD 1945 bila dihubungkan dengan Pasal 29 UUD 1945 jelas menunjukkan

bahwa pesan agama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pesan yang di emban

oleh UUD 1945. Maka, negara Republik Indonesia harus berusaha sekuat tenaga

untuk mewujudkan harapan ini.

Dalam beberapa hal telah tampak adanya perhatian negara untuk mewujudkan

cita-cita Pasal 34 UUD 1945 tersebut. Akan tetapi dalam hal perhatian kepada

anak-anak yang telah kehilangan orang tua, dalam keadaan terlantar, belum ada usaha

pemerintah untuk merumuskan suatu cara penanggulangannya. Untuk menanggulangi

anak-anak yang telah kehilangan orangtua, cara yang paling aman adalah melalui

pencarian orang tua pengganti dengan cara pengangkatan anak.

Dalam ajaran Islam “pengangkatan anak” sangat dilarang. Pelarangan ini erat

kaitannya dengan larangan pemanggilan seseorang anak yang lepas dari identitas

orang tua kandungnya. Pengangkatan anak dalam tradisi jahiliyah membawa

konsekuensi saling mewarisi antara anak angkat dan orang tua angkat.

Pengangkatan anak dapat memutuskan hubungan hukum dengan orang tua

(28)

tua angkat. Tradisi ini jelas tidak sesuai dengan Al-Qur’an dalam surah Al-Ahzab

ayat (4) dan (5) yang artinya:

”... dan ia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri

yang demikian ituhanyalah perkataan di mulut saja dan Allah mengatakan yang

sebenarnya dan menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak

angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil

pada sisi Allah dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka

(panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula (pengabdi)

kamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang disengaja oleh hatimu. Dan

adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Menurut ayat (4) Surat Al-Ahzab ini adalah bahwa anak angkat bukanlah anak

kandung, menyebutkan namanya saja tidak boleh dinasabkan kepada ayang

angkatnya dilanjutkan dengan ayat (5) yang maksudnya agar tidak menyesatkan

hubungan darah karena tidak jelasnya hubungan darah yang dapat berakibat pada

kelirunya rancangan perkawinan dan pada akhirnya dapat menyesatkan pembagian

harta warisan. Gangguan seperti inilah yang ingin dihindari oleh ajaran Islam agar

kedudukan nasab antara anak dan orang tua kandung tidak terputus.

Nabi Muhammad saw melakukan pengangkatan anak bukan bermaksud untuk

memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandung tetapi karena didasarkan

pada rasa belas kasihan. Ajaran ini menjadi dasar kuat bagi keberadaan anak angkat

(29)

belas kasihan merupakan bagian dari berbuat baik sesuai ajuran Qur’an surat

Al-Maidah ayat (2) yaitu:

”Berlomba-lombalah berbuat kebajikan dan bertolong-tolonglah dalam melakukan

kebaikan dan jangan bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan”.

Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 5

adalah pembatalan penyebutan dalam arti membangsakan seorang anak kepada selain

ayahnya sendiri. Jadi, Kompilasi Hukum Islam berdasarkan Instruksi Presiden

(Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 dimaksudkan untuk menjawab beberapa persoalan

hukum yang dihadapi umat Islam di Indonesia. Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam

mengakui adanya ketentuan peralihan hak anak angkat atau orang tua angkat.

Ketentuan ini sangat menggembirakan karena selama ini masyarakat melakukan

pengangkatan anak secara diam-diam tanpa memahami adanya ketentuan tentang

wasiat wajibah yang memberikan hak kepada anak angkat dan atau orang tua angkat

atas harta peninggalan dari orang tua angkat atau anak angkat, pengangkatan anak itu

harus dilakukan dengan penetapan pengadilan.

Pengangkatan anak yang dilarang dalam ajaran Islam adalah pengangkatan

yang mengarah kepada putusnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang

tua kandung termasuk dalam hal panggilan nasab. Namun, jika pengangkatan anak

didasarkan pada rasa belas kasihan dan saling bantu membantu bukanlah sesuatu

(30)

yang disimpulkan oleh pengkaji garis hukum yang sekarang termuat dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI).

Kehadiran Kompilasi Hukum Islam ditengah-tengah masyarakat Indonesia

merupakan suatu fakta bahwa masyarakat muslim Indonesia berkeinginan untuk

melaksanakan ajaran Islam dengan sebenarnya, maka dalam Keputusan Menteri

Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 pada diktum pemerintah dinyatakan: seluruh

lingkungan instansi tersebut dalam menyelesaikan masalah-masalah dibidang hukum

perkawinan, kewarisan, perwakafan sedapat mungkin menerapkan Kompilasi Hukum

Islam disamping peraturan perundang-undangan lainnya.

Pengakuan adanya anak angkat dalam perundang-undangan telah lebih

konkrit dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak memuat beberapa syarat pengangkatan anak dimaksud dalam

Pasal 39 sampai dengan Pasal 41. Syarat dan kriteria yang dicantumkan dalam

undang-undang ini sesuai dan sejalan dengan penafsiran-penafsiran yang sudah

diyakini oleh umat Islam.

Komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah

ditinjaklanjuti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengatur tentang berbagai ,opaya yang

dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan

kesejahteraan anak. Salah satu solusi untuk menangani permasalahan anak dimaksud

(31)

pengangkatan anak. Tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan bagi

kepentingan terbaik anak dan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan berdasarkan adat kebiasaan setempat.

Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat atas

pelaksanaan pengangkatan anak yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa melalui

prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak bahkan telah terjadi jual beli

organ tubuh anak.

Untuk itu perlu pengaturan tentang pelaksanaan pengangkatan anak baik

yang dilakukan pemerintah maupun oleh masyarakat yang dituangkan dalam bentuk

peraturan pemerintah. Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini dimaksudkan agar

pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga

dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan

meningkatkan kesejahteraan anak demi kepentingan terbaik bagi anak.

Kemudian lahir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga. Undang-Undang ini tidak ada yang mengatur

secara langsung tentang anak angkat tetapi apabila ditelusuri secara mendalam,

peraturan ini dapat digunakan untuk menghindari kekerasan terhadap anak didalam

rumah tangga, bahkan seharusnya memberi peluang dalam hal pengangkatan anak.

Terhadap Anak tiri, anak orang miskin atau anak yang orangtuanya telah bercerai,

jika mendapat jalan keluar melalui pengangkatan anak tentu saja kekerasan itu dapat

(32)

Masalah kewenangan Pengadilan Agama untuk melakukan penetapan anak

angkat dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada

Pasal 49 huruf a angka (20) menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam dibidang penetapan asal usul seorang anak

dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

Banyaknya anak terlantar, anak miskin dalam aktivitas sosial tentu saja

diperlukan walinya. Siapakah wali untuk anak terlantar, tentu saja jawabannya tidak

ada wali untuk anak terlantar. Kalau rumus pengangkatan anak ditutup rapat, padahal

setiap anak yang berurusan dengan hukum selalu ada pertanyaan atau pernyataan

mengenai orang tua atau wali dan apabila wali nasabnya tidak ada, tentu saja

perwalian akan beralih kepada wali yang lain. Satu-satunya cara yang lebih pasti dan

meyakinkan untuk terwujudnya perlindungan anak dari tindak kekerasan terhadapnya

adalah ketika anak yang bersangkutan memiliki orang tua angkat atau wali. Orang tua

angkat dapat bertindak sebagai wali.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan

penelitian ini dengan judul ”Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut

(33)

B. Permasalahan

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di

Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Untuk menjelaskan akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

3. Untuk menjelaskan perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum

(34)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu

pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan

perundang-undangan tentang perlindungan hukum hak anak angkat menurut

Undang-Undang Perlindungan Anak maupun Hukum Islam.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pihak dalam

menyelesaikan permasalahan terhadap pengangkatan anak dan bagi masyarakat

sebagai bahan masukan untuk mengetahui tata cara pengangkatan anak, fungsi

serta perlindungan hukum anak angkat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas

Sumatera Utara, penelitian mengenai perlindungan hak anak angkat menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 di tinjau dari Hukum Islam belum pernah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya, namun beberapa penelitian yang membahas mengenai

masalah hak anak angkat, antara lain diteliti oleh :

1. Tresna Hariadi, NIM 027011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2004, berjudul Hak Anak Angkat

Dari Orang Tua Angkat dalam Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama

(35)

1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan bagi Pengadilan Agama Medan

dalam memberikan harta peninggalan orang tua angkat kepada anak angkat ?

2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam dan Pengadilan Agama Medan dalam

menentukan hak anak angkat atas harta peninggalan orang tua angkatnya ?

3. Bagaimanakah ukuran keadilan yang diterapkan Pengadilan Agama Medan

untuk menentukan hak anak angkat ?

2. T. Dewi Melfi Hamid, NIM 047011067, mahasiswi Program Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2006, berjudul Tinjauan

Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak (Adopsi) Warga Negara Indonesia Oleh

Warga Negara Asing (Studi Kasus di Departemen Sosial Republik Indonesia).

Permasalahan dalam tesis ini adalah :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan seseorang melakukan pengangkatan

anak ?

2. Bagaimanakah akibat hukum yang ada dari setiap pengangkatan anak

menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam ?

3. Bagaimanakah kedudukan Hukum Perdata dan Hukum Islam dalam

melindungi hak anak angkat ?

Akan tetapi dari segi materi, substansi dan permasalahan serta pengkajian dalam

(36)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi

bahan perbandingan , pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak

disetujui.11

Kerangka teori12 adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih

konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya. Teori itu

bukanlah pengetahuan yang sudah pasti tetapi harus dianggap petunjuk analisis dari

hasil penelitian yang dilakukan sehingga merupakan masukan eksternal bagi

penelitian ini.

Pembahasan mengenai keterlambatan negara merespon perlindungan hukum

terhadap anak angkat, teori utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

11

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. Kemudian juga disebutkan teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstaraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Oleh karena itu,

Soerjono Soekanto menyebutkan lima macam kegunaan dari teori yaitu: pertama, teori berguna untuk

lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.

Kedua, teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur

konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi. Ketiga, teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. Keempat, teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan kemungkinan faktor-faktor tersebut akan timbul

lagi pada masa yang akan datang. Kelima, teori memberikan petunjuk terhadap

kekurangan-kekurangan pada pengetahuan penelitian. Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis dan

Mayarakat, Bandung, Alumni, 1983, hal. 111-112.

12 Ibid,

(37)

teori kedaulatan negara (Staats-Souvereiniteit)13 yang dikemukakan oleh Jean Bodin

dan George Jelinek.

Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara, negara

mengatur dan melindungi kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat

melindungi kehidupan anggota masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang

lemah. Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang

mengatur fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Teori

kedaulatan negara berhubungan dengan teori kedaulatan hukum (rechtsouvereiniteit)

dan teori kedaulatan rakyat.

Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat14.

Hukum dibuat oleh parlemen15 melalui wakil-wakil rakyat. Oleh karena itu, wajar

bila rakyat menaati dan melaksanakan ketentuan hukum yang dibuat oleh wakil-wakil

rakyat melalui organ-organ negara yang dibentuk berdasarkan hukum administrasi

negara.

Organ-organ negara itu adalah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif

yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus mengayomi

13

Soehino, Ilmu Negara, edisi ketiga, Yogyakarta, Liberty, 1998, hal.154-155. Teori kedaulatan rakyat akan berfungsi apabila didukung oleh teori pengayoman dan teori perlindungan.

14

Budi Ispriyarso, Hubungan Fungsional antara kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum

terhadap Perkembangan Hukum Administrasi Negara, dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Pers, 2001.

15

J.S Badudu dan S.M Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet.2, Jakarta, Pustaka Sinar

(38)

masyarakatnya terutama perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yatim dan anak

miskin.

Anak yatim dan anak miskin yang telah ditentukan menjadi tanggung jawab

negara harus ada jalan keluar yang realistik. Tanggung jawab negara tidak hanya

dalam bentuk mendirikan panti asuhan tetapi juga merumuskan perundang-undangan

yang dapat memberikan perlindungan keapda anak yatim dan anak miskin. Negara

mempunyai kekuasaan untuk mewujudkan perlindungan hak dari anak angkat ini.

Di samping teori utama yang dipergunakan sebagai alat analisis penelitian ini,

juga akan didukung dengan beberapa teori lain sebagai teori pendukung atau wacana

yaitu teori kemaslahatan hukum dan teori perwalian. Setiap orang harus ada walinya.

Wali itu dapat terdiri dari orang tuanya atau orang lain yang ditunjuk oleh orang

tuanya atau ditetapkan oleh pengadilan. Wali ini penting dalam hubungannya dengan

perkawinan bila yang bersangkutan perempuan, berkaitan dengan harta benda dan

pewarisan.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa teori perwalian sebagai teori

pendukung, teori ini penting diikutsertakan karena pada dasarnya semua orang harus

ada walinya. Wali terhadap anak secara realitas memang sangat dibutuhkan. Setiap

ada urusan tentang anak selalu dikaitkan dengan orang tua atau walinya.

Teori pendukung lain atau wacana yang berikutnya dalam analisis ini adalah

teori keadilan16, merupakan teori yang menganalisis dan menjelaskan tentang hak

16

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 8, Bandung, Al-Maarif, 1994, hal. 160, menyebutkan

(39)

mengasuh, merawat, memelihara dan mewujudkan perlindungan hak-hak anak. Dapat

dipastikan adanya ketidakadilan apabila anak yang telah hilang orang tuanya tidak

mendapat perhatian apapun dari orang lain atau juga tidak adil apabila orang tua yang

tidak memperoleh anak tidak mendapat tempat mencurahkan kasih sayangnya.17

Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Hakikat

pembangungan nasional adalah membangun manusia seutuhnya. Melindungi anak

adalah melindungi manusia yaitu membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan

masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional.

Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai

permasalahan sosial, yang dapat menggangu ketertiban, keamanan dan pembangunan

nasional. Berarti perlindungan anak yang salah satu upayanya melalui pengangkatan

anak harus diusahakan apabila ingin mensukseskan pembangunan nasional kita.

Teori pengayoman dapat juga sebagai teori pendukung lainnya. Hukum

melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, dengan memberikan

perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan keharmonisan dalam

masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang manusiawai.

Melindungi secara pasif adalah memberikan perlindungan dalam berbagai kebutuhan,

burung itu mengepit telur di bawah sayapnya. Begitu pula dengan perempuan (ibu) yang mengasuh anaknya. Mengasuh anak yang masih kecil hukumnya wajib sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Lihat Mat Saad Abd. Rahman,

Undang-Undang Keluarga Islam, Aturan Perkawinan, Shas Alam, Selangor Daerah Ehsan Malaysia,

Hizbi, 2002, hal. 121, mengatakan hadhanah bermaksud pemeliharaan anak-anak yang masih kecil baik laki-laki atau perempuan.

17

(40)

menjaga ketertiban dan keamanan, taat hukum dan peraturan sehingga manusia yang

diayomi dapat hidup damai dan tentram.18

Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22

Undang-Undang Perlindungan Anak, didalamnya diatur bahwa negara dan pemerintah

berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dekungan dan prasarana dalam

menyelenggarakan perlindungan anak. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan negara dan

pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

Kemudian Pasal 24 juga menyebutkan negara dan pemerintah menjamin anak

untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia

dan tingkat kecerdasan anak.selanjutnya Pasal 25 menyebutkan bahwa kewajiban dan

tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui peran

masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan anak.

2. Konsepsi

Kerangka konsepsional ini penting dirumuskan agar tidak tersesat

kepemahaman lain, diluar maksud penulis. Konsepsional ini merupakan alat yang

dipakai oleh hukum disamping unsur lainnya seperti asas dan standar. Oleh karena

itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu sari hal-hal

yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental

18

Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pembangunan, Jakarta,

(41)

yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran

penelitian untuk keperluan analisis.19

Dalam bahasa Latin, kata conceptus (dalam bahasa Belanda, begrip) atau

pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan defenisi

yang dalam bahasa Latin adalah defenitio. Defenisi tersebut berarti perumusan (dalam

bahasa Belanda onschrijving) yang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk

ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epistimologi

atau teori ilmu pengetahuan20. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa

konsepsional atau pengetian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian

hukum.21

Di sini terlihat dengan jelas bahwa suatu konsepsional atau suatu kerangka

konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih

konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali masih bersifat

abstrak. Namun, suatu kerangka konsepsional terkadang dirasakan masih juga abstrak

sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit

didalam proses penelitian.22 Maka konsepsional merupakan defenisi dari apa yang

19

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996 dan Aminuddin dan H.

Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 48-49.

20

Konsep berbeda dengan teori, dimana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang

menjelaskan hubungan kausal antara dua variable atau lebih. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian

Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Roke Sarasni, 1996, hal. 22-23 dan 58-59, Satjipto Rahardjo, Ilmu

Hukum, Ibid dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Ibid.

21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 21. 22

Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal. 30 dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode

(42)

perlu diamati, konsepsional terdiri dari variabel-variabel yang ingin menentukan

adanya hubungan empiris.23

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan

beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan

penelitian yang telah ditentukan. Konsep tersebut yaitu:

1. Perlindungan hukum adalah kepastian akan perlindungan yang diberikan oleh

aturan-aturan atau norma-norma yang telah dibuat dengan tujuan untuk

menciptakan keamanan, ketertiban dan keadilan di dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa membedakan suku, agama, ras,

adat istiadat karena semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum24 .

Penyelenggaraan perlindungan hukum terhadap anak angkat meliputi berbagai

aspek kehidupan dengan mengacu kepada hak-hak asasi anak yang melekat

padanya sejak anak itu dilahirkan. Setiap anak mendapat perlindungan untuk

beribadah menurut agamanya25 .

23

Koentjaraningrat, et-al, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet 3, Jakarta, Gramedia, 1980, hal.21.

24

Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak dan Pasal 23 ayat (2) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Menurut penjelasan Pasal 22 disebutkan dukungan sarana dan prasarana misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan dan lain-lain.

25

Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, Pustaka

(43)

2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak

dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

3. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk

anak yang masih dalam kandungan.

4. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan

dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak

mempunyai dua makna yang asasi yaitu: (1) sekumpulan kaidah dan nash yang

mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama

manusia baik mengenai orang maupun harta bendanya, (2) kekuasaan menguasai

sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya26 .

5. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan

keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas

perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan

keluarga orang angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

22 Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak dan Pasal 23 ayat (2) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Lebih lanjut lagi disebutkan untuk dukungan sarana dan prasarana antara lain: sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan dan lain-lain.

26 Ibid,

hal. 87. Menurut Tengku M Hasbi Ash Shiddieqy sebagaimana dikutip oleh Iman

Jauhari, Hak menurut pengertian yang umum adalah suatu ketentuan yang dengannya syara

(44)

6. Kompilasi Hukum Islam adalah aturan atau norma-norma yang berdasarkan

Al-Qur’an, Al-Hadist dan Ijma’ para ulama yang hanya berlaku di Indonesia.

7. Peraturan perundang-undangan adalah aturan-aturan atau norma-norma yang

diterbitkan atau dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur permasalahan yang

berkembang didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peraturan hukum adalah memberikan tata tertib dan menjamin adanya kepastian

hukum didalam masyarakat tetap dipelihara sebaik-baiknya dengan harapan setiap

warga taat mematuhi peraturan hukum yang berlaku.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk

teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan27tentang perlindungan hukum

anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari hukum

Islam. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan,

khususnya yang menyangkut Undang-Undang Perlindungan Anak dan peraturan

pelaksanaannya. Sifat penelitian ini adalah juridis normatif yaitu penelitian

kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya terhadap

peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain28.

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1986, hal. 63. 28

(45)

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun

data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang

meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier29.

1). Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu

a). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b). Undang-Undang Dasar 1945.

c). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

d). Kompilasi Hukum Islam.

e). Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

f). Surat Edaran Mahkamah Agung RI Tentang Pengangkatan Anak.

2). Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukumprimer seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari

kalangan hukum yang berhubungan dengan perlindungan hukum anak angkat.

3). Bahan hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus

ensiklopedi atau majalah yang terkait dengan perlindungan hak anak angkat.

3. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

29

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(46)

1. Studi dokumen yaitu untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan

permasalahan yang diajukan dengan caramempelajari buku-buku, hasil

penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait

selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

2. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara kepada

informan yang terkait dengan perlindungan hukum anak angkat.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data

kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi

berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan dari nara

sumber sehingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta

di evaluasi kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan

analisis. Sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat

satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu, data

yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan

diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan

menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas

permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas

(47)

BAB II

KETENTUAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak

Pengamatan Mahkamah Agung memberikan suatu pendapat bahwa

permohonan pengesahan atau pengangkatan anak yang telah diajukan ke Pengadilan

Negeri yang kemudian diputus tampak kian bertambah. Baik yang merupakan

permohonan khusus pengesahan pengangkatan anak yang menunjukkan adanya

perubahan pergeseran dan variasi-variasi pada motivasinya30.

Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat tentang

pengangkatan anak ditengah-tengah masyarakat semakin bertambah dan dirasakan

bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum hanya didapat setelah

memeperoleh putusan pengadilan31.

Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas pokok

kekuasaan kehakiman menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan

perkara yang diajukan kepadanya antara lain permohonan pengesahan atau

pengangkatan anak yang harus mengacu kepada hukum terapannya.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa Mahkamah Agung sendiri

sebagai penanggung jawab atas pembinaan teknis peradilan mengakui bahwa

30

Soedharyo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Jakarta, Sinar Grafika,

2004, hal. 28.

31

(48)

peraturan perundang-undangan dalam bidang pengangkatan anak Warga Negara

Indonesia oleh Warga Negara Asing ternyata tidak mencukupi untuk pelaksanaannya.

Namun ada beberapa peraturan hukum yang dapat dijadikan rujukan bagi

hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman tentang pengangkatan

anak, antara lain :

1. Staatsblad 1917 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur masalah

adopsi yang merupakan kelengkapan dari KUHPerdata/BW yang ada, khusus

berlaku bagi golongan masyarakat keturunan Tionghoa.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 tertanggal 17

April 1979 tentang pengangkatan anak yang mengatur prosedur hukum

mengajukan permohonan pengesahan dan atau permohonan pengangkatan anak,

memeriksa dan mengadilinya oleh pengadilan.

3. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983 tentang

penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979

yang mulai berlaku sejak tanggal 30 September 1983.

4. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 14

Juni 1984.

5. Bab VIII Bagian Kedua dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

(49)

6. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 3 Tahun 2005 tentang

Pengangkatan Anak, berlaku mulai tanggal 8 Februari 2005.

7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada Pasal 49 huruf a angka 20

menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutuskan dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam dibidang penetapan asal usul seorang anak dan penetapan

pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan

Anak. Peraturan ini mengatur tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam

rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan anak.

9. Beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap dan dalam praktik peradilan telah diikuti oleh

hakim-hakim berikutnya dalam memutuskan atau menetapkan perkara yang sama secara

berulang-ulang dalam waktu yang lama sampai sekarang.

B. Pengertian Umum Pengangkatan Anak

Untuk memberikan pengertian tentang pengangkatan anak, dapat dibedakan

dari dua sudut pandang yaitu pengertian secara etimologi dan secara terminologi.

Secara etimologi, adopsi berasal dari kata adoptie (Bahasa Belanda) atau adopt

(adoption) dalam Bahasa Inggris yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak.

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala karunia, nikmat dan rahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis,

Sebagian ahli ilmu berkata nasihat adalah perhatian hati terhadap yang dinasihati siapa pun dia. Nasihat adalah salah satu cara dari al-mau’izhah al-hasanah yang

Hamzah al-Fansuri (cod. 7291: 62) ketika membahas tentang quyud yang beliau ertikan sebagai ikatan iaitu segala rupa yang dapat diinderawi dan dapat diperkatakan oleh

Atribut-atribut yang perlu ditingkatkan oleh Bukalapak yaitu adanya pengembalian dana jika barang yang diterima rusak atau tidak sampai, customer service melayani

Teknologi menjadikan semua hal menjadi lebih mudah dan praktis, munculnya teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) yang sekarang berkembang pesat,

KEWIRAUSAHAAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI SMK BATIK 2 SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian

Contoh Proposal Untuk

Hal ini memberikan makna bahwa variabel bebas yang terdiri dari kepemilikan manajerial (X1), kepemilikan institusional (X2) dan profitabilitas yang diproksi dengan