• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian ketahanan ayam kampong terhadap Salmonella enteritidis menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian ketahanan ayam kampong terhadap Salmonella enteritidis menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KETAHANAN AYAM KAMPUNG TERHADAP

Salmonella enteritidis

MENGGUNAKAN GEN TLR4

SEBAGAI PENCIRI GENETIK

NIKEN ULUPI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kajian Ketahanan Ayam Kampung terhadap Salmonella enteritidis Menggunakan Gen TLR4 sebagai Penciri Genetik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Niken Ulupi

(3)

RINGKASAN

NIKEN ULUPI. Kajian Ketahanan Ayam Kampung terhadap Salmonella enteritidis Menggunakan Gen TLR4 sebagai Penciri Genetik. Dibimbing oleh MULADNO, CECE SUMANTRI dan I WAYAN TEGUH WIBAWAN.

Ayam Kampung merupakan salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang tidak mempunyai ciri yang khas dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Telur yang dihasilkan ayam Kampung dipercaya sebagian besar masyarakat Indonesia dapat meningkatkan stamina tubuh dan dapat menyembuhkan penyakit. Oleh sebab itu telur ayam Kampung dimanfaatkan sebagai jamu atau bagian dari ramuan jamu yang dikonsumsi secara langsung tanpa melalui pemasakan.

Keberadaan telur bebas Salmonella, menjadi sangat penting untuk keamanan jamu, agar pengguna telur ayam Kampung terbebas dari salmonellosis. Telur bebas Salmonella hanya diproduksi oleh ayam yang tahan terhadap bakteri tersebut. Salah satu indikator ketahanan ayam terhadap Salmonella sp adalah keaktifan gen Toll-like Receptor 4 (TLR4). Gen TLR4 berasosiasi dengan respons imun non spesifik, karena mentranskripsi protein TLR4. Protein TLR4 merupakan reseptor permukaan sel fagosit dan berperan dalam pengenalan lipopolisakarida (LPS) bakteri gram negatif, termasuk Salmonella sp.

Tujuan penelitian adalah membuktikan ketahanan ayam Kampung terhadap

S.enteritidis dengan menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik. Pembuktian dilakukan dengan menganalisis asosiasi antara genotipe gen TLR4 dengan faktor-faktor yang merupakan indikator ketahanan ayam terhadap bakteri S. enteritidis

yang diperoleh melalui pengujian secara molekuler dan biologis.

Untuk mengidentifikasi genotipe gen TLR4, 50 ekor ayam Kampung betina dewasa di genotyping menggunakan teknik PCR-RFLP (penelitian tahap pertama). Pada tahap kedua, dilakukan pengujian terhadap beberapa indikator ketahanan ayam terhadap infeksi S. enteritidis yang diperoleh secara alami. Pada tahap ketiga adalah pengujian ketahanan ayam saat ditantang dengan S. enteritidis

(dosis ID50 : 105 cfu ml-1), melalui pengujian secara molekuler dan biologis. Hasil pengujian ini kemudian diasosiasikan dengan genotipe gen TLR4, dan dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan teknik PCR-RFLP pada exon 2 gen TLR4 ayam Kampung teridentifikasi bersifat polimorfik. Pada situs ke 3924 terdeteksi adanya mutasi, yang menyebabkan perubahan basa dari guanin menjadi adenin (GA). Dari pengujian ini ditemukan tiga macam genotipe gen TLR4 yaitu AA, AG dan GG. Genotipe GG mendominasi frekuensi genotipe gen TLR4 ayam Kampung. Genotipe AA hanya ditemukan dari satu individu ayam Kampung, sehingga dalam analisis assosiasi selanjutnya tidak disertakan dalam pengujian secara statistik.

(4)

Ayam Kampung yang ditantang dengan S. enteritidis, tidak terjadi gangguan secara fisiologis, hal ini terlihat dari hasil pengujian konsentrasi leukosit dan diferensiasinya yang tetap berada pada kisaran normal. Meskipun ditantang dengan S. enteritidis, pada ketiga genotipe tersebut tidak ditemukan S. enteritidis

di dalam darah dan telur yang dihasilkannya. Hal ini disebabkan karena hasil pengujian aktivitas fagositosis (pada ketiga genotipe gen TLR4) diperoleh nilai yang sangat tinggi, sehingga mampu clearence terhadap S. enteritidis yang dipaparkan. Nilai aktifitas makrofag dari genotipe AA, AG dan GG masing-masing 74.00, 74.40 ± 4.39, dan 71.86 ± 3.72%. Nilai kapasitas makrofagnya sebesar 40.96, 40.33 ± 1.26 dan 42.13 ± 3.29 bakteri makrofag-1. Antara genotipe AG dan GG tidak berbeda secara statistik terhadap nilai aktivitas dan kapasitas makrofag yang dihasilkan.

Tingginya nilai aktivitas fagositosis dari sel makrofag ini disebabkan karena ketiga genotipe gen TLR4 termasuk kategori aktif. Hasil pengujian ekspresi gen pada ketiga genotipe tersebut, baik yang diperoleh dari jaringan usus maupun ginjal setelah dipapar dengan S. enteritidis menghasilkan jumlah kopi mRNA yang tinggi. Hasil analisis antara genotipe AG dan GG tidak berbeda terhadap jumlah kopi mRNA. Rataan jumlah kopi mRNA secara keseluruhan berkisar antara 1.12-3.92 x 107.

Konsumsi pakan pada ayam bergenotipe AA, AG, dan GG masing-masing sebesar 91.70, 92.19 ± 4.28, dan 91.20 ± 2.67 g ekor-1 hari-1. Bobot telur yang dihasilkan hampir sama yaitu berkisar antara 40.47-41.00 g butir-1. Produksi telur

hen day pada AA, AG, dan GG masing-masing 60.00, 62.23 ± 13.72, dan 34.84 ± 11.86%.

(5)

SUMMARY

NIKEN ULUPI. Study of Kampung Chicken Resistance Against Salmonella enteritidis Using TLR4 Gene as Marker. Supervised by MULADNO, CECE SUMANTRI and I WAYAN TEGUH WIBAWAN.

Kampung chicken is a kind of Indonesian local chicken that do not have special characteristic and spread out in various regions of Indonesia. Kampung chicken eggs is trusted by the majority of Indonesian people to increase stamina and to heal diseases. Therefore Kampung chicken eggs was mostly used by Indonesian people as ‘jamu’ (a potion) or as an ingredient of potion that it was directly consumed without cooking.

Salmonella free eggs become significant in producing the safe ‘jamu preparation’ so that the users of Kampung chicken eggs be spared from salmonellosis. Salmonella free eggs might be produced by chickens which have high resistancy to this bacteria. One of excellent markers showing resistance of chicken against Salmonella is an active Toll-like Receptor 4 (TLR4) gene. TLR4 gene was associated with non-specific immune response, because it transcribes TLR4 protein, which is a phagocytes cell surface receptor that plays a role to recognize lipopolysaccaride of gram negative bacteria including Salmonella sp.

The aim of the research was to prove resistance of Kampung chicken against S. enteritidis, using TLR4 gene as marker. The evidence was done by analyzing the association between genotype TLR4 gene with the factors that indicate the resistance to these bacteria that was obtained from molecular and biological assays.

To identify the genotype TLR4 gene,50 Kampung chickens was genotyped using PCR-RFLP technique (the first stage of these study). The second stage was conducted tests on several chickens resistance indicators against S. enteritidis

from natural infection. The third stage in these research was testing resistance of chickens when was challenged with S. enteritidis (ID50 dose : 105 cfu ml-1), through molecular and biological assays. Then the test results were associated with genotype of TLR4 gene, and it was analyzed by ANOVA (analysis of variance).

The results showed that the PCR-RFLP technique in exon 2 of TLR4 gene was identified that this gene on the Kampung chicken was polymorphic. A presence of mutation was detected on site 3924. This mutation caused bases change from guanine to adenine (GA). From this genotyped was found three kinds of genotype TLR4 gene. They were AA, AG and GG. GG genotype dominated the genotype frequencies of TLR4 gene of Kampung chickens. AA genotype was only found on one individual Kampung chicken, so in subsequent association analysis was not included in the statistical test.

(6)

Kampung chickens which were challenged with S. enteritidis not impaired physiological, it is seen from the results the concentration of leucocytes and differentiation of leucocytes assays that were still in the normal range. Although the Kampung chicken was challenged with S. enteritidis, in all genotypes were not found S. enteritidis in the blood and eggs were produced. It happened because the results of phagocytic activity assays (on all genotypes of TLR4 gene) was obtained a very high value. The value of macrophage activity of AA, AG and GG genotypes respectively 74.00, 74.40 ± 4.39, and 71.86 ± 3.72%. The value of macrophage capacity of these genotypes were 40.96, 40.33 ± 1.26 dan 42.13 ± 3.29 bacteria macrophage-1.The value of macrophage activity and capacity from AG and GG genotypes were not statistically different.

The high value of the phagocytic activity of macrophage was caused by the all of TLR4 gene genotypes include an active category.The results assay on the TLR4 gene expression of AA, AG, and GG genotypes that obtained from the intestine and kidney tissues after being exposed with S. enteritidis produces a high copy number of mRNA. The number of mRNA copies from AG and GG genotypes were not statistically different. The overall of the mRNA copies number were ranged 1.12-3.92 x 107.

Feed consumption on AA, AG, and GG genotypes was obtained at 91.70, 92.19 ± 4.28, and 91.20 ± 2.67 g bird-1 day-1. Eggs weight that was produced almost the same and it ranged between 40.47-41.00 g egg-1.Egg production (hen day) was obtained at 60.00, 62.23 ± 13.72, and 34.84 ± 11.86%.

From a series of the observations in this study were obtained that the TLR4 gene of Kampung chicken was polymorphic with three kinds of genotypes (AA, AG and GG) found. The three kinds of TLR4 gene genotypes in this study did not associate with resistance to S. enteritidis infection, either natural infection or artificial infection through a challenge test. All of TLR4 gene genotypes on Kampung chicken were category resistant to S. enteritidis bacteria. Eggs were produced by the Kampung chicken with AA, AG, and GG genotypes contained specific antibodies to S. enteritidis with high concentrations.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan sesuatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

KAJIAN KETAHANAN AYAM KAMPUNG TERHADAP

Salmonella enteritidis

MENGGUNAKAN GEN TLR4

SEBAGAI PENCIRI GENETIK

NIKEN ULUPI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS drh Surachmi Setyaningsih, PhD Penguji pada Ujian Terbuka : drh Kamaluddin Zarkasie, PhD

(10)

Judul Disertasi : Kajian Ketahanan Ayam Kampung terhadap Salmonella enteritidis Menggunakan Gen TLR4 sebagai Penciri Genetik Nama : Niken Ulupi

NIM : D161114011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Prof Dr drh I Wayan Teguh Wibawan, MS Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak awal bulan April sampai September 2013, adalah “Kajian Ketahanan Ayam Kampung terhadap Salmonella enteritidis Menggunakan Gen TLR4 sebagai Penciri Genetik”. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan banyak pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih. Kepada yang terhormat Bapak Prof Dr Ir Muladno, MSA, Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc, Bapak Prof Dr drh I Wayan Teguh Wibawan, MS selaku komisi pembimbing, penulis menghaturkan ucapan terimakasih atas curahan waktu, arahan, bimbingan, dan dorongan semangat mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS dan Ibu drh Surachmi Setiyaningsih, PhD selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan kepada Bapak drh Kamaluddin Zarkasie PhD dan Bapak Prof Dr Ir Sofyan Iskandar, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka, atas saran dan masukan yang diberikan.

Kepada Dekan Fakultas Peternakan IPB, Bapak Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr, penulis sangat berterimakasih atas perhatian dan dorongan semangat yang diberikan. Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor, MRurSc dan Ibu (almh) Dr Ir Rarah Ratih Aji Maheswari, DEA, atas dorongan yang tak henti-henti agar penulis melanjutkan studi. Terimakasih kepada teman-teman staf pengajar di Departemen IPTP khususnya dan di Fakultas Peternakan umumnya, tempat penulis menanyakan banyak hal tentang ilmu yang terkait dengan studi yang sedang penulis jalani.

Kepada ananda Eryk Andreas, SPt MSi, penulis mengucapkan terimakasih atas pendampingannya selama melaksanakan penelitian di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Molekuler. Kepada Bapak Agus Somantri dan mbak Selyn (teknisi Laboratorium Bakteriologi, FKH-IPB), Ibu Sri dan Ibu Ida (teknisi Laboratorium Fisiologi, FKH-IPB), penulis juga menyampaikan terimakasih atas kesabaran Bapak dan Ibu selama mendampingi pelaksanaan penelitian di laboratorium. Kepada ananda Trubus Tri Ihwantoro, yang dengan tekun membantu pelaksanaan pemeliharaan ayam saat penelitian, penulis mengucapkan terimakasih. Kepada Ibu Prof Dr drh Retno Damayanti, MS, penulis mengucapkan terima kasih atas pengarahannya mengenai pengujian IgY menggunakan metode Indirect ELISA.

(12)

Terima kasih kepada Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas beasiswa BPPS dan didanainya Penelitian Hibah Pasca (Nomor : 63/IT3.41.2/SPK/2013), sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami (Tjiptadi) dan anak-anak (Anggi Kusumadewi-Muhammad Darun Najat, Laras Ratih Maheswari dan Sarah Rahmania Hanif), cucu tersayang (Aliyah Izar Azalia), Ibu, dan seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang, kesabaran, dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2014

(13)

DAFTAR ISI

2 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN TLR4 AYAM LOKAL

MENGGUNAKAN TEKNIK PCR-RFLP 3 ASOSIASI GENOTIPE GEN TLR4 DENGAN KETAHANAN

AYAM KAMPUNG TERHADAP INFEKSI S. enteritidis SECARA ALAMI 4 ASOSIASI GENOTIPE GEN TLR4 DENGAN KETAHANAN

AYAM KAMPUNG SAAT DITANTANG S. enteritidis

(14)

DAFTAR TABEL

1.1 Beberapa gen yang mengontrol ketahanan ayam terhadap S. enteritidis

2

1.2 Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai 5 2.1 Struktur gen TLR4 pada ayam dan ukurannya 8 2.2 Total sampel DNA ayam lokal yang digunakan dalam penelitian 10 2.3 Nilai frekuensi alel dan frekuensi genotipe gen TLR4 pada ayam

lokal

14

2.4 Hasil uji chi-square (x2) gen TLR4 ayam lokal 15 2.5 Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan

(He) serta nilai PIC gen TLR4 pada ayam lokal

16

3.1 Pengelompokan Salmonella berdasarkan target sasarannya 19 3.2 Asosiasi genotipe gen TLR4 ayam Kampung dengan konsentrasi

leukosit dan diferensiasinya

25

3.3 Kisaran suhu harian di dalam kandang ayam selama penelitian 26 3.4 Asosiasi genotipe gen TLR4 ayam Kampung dengan keberadaan

IgY spesifik S. enteritidis dalam serum darah dan kuning telur

28

3.5 Asosiasi genotipe gen TLR4 ayam Kampung dengan keberadaan

S. enteritidis dalam darah dan telur

29

4.1 Asosiasi genotipe gen TLR4 ayam Kampung dengan ekspresinya saat ditantang dengan S. enteritidis

35

4.2 Asosiasi genotipe gen TLR4 dengan konsentrasi leukosit dan diferensiasinya pada ayam Kampung saat ditantang dengan S. enteritidis

37

4.3 Respons pembentukan limfosit sebelum dan sesudah pelaksanaan uji tantang

37

4.4 Asosiasi genotipe gen TLR4 dengan aktivitas dan kapasitas makrofag ayam Kampung saat ditantang dengan S. enteritidis

38

4.5 Asosiasi genotipe gen TLR4 ayam Kampung dengan keberadaan

S. enteritidis dalam darah dan telur saat pelaksanaan uji tantang

39

4.6 Konsentrasi IgY spesifik S. enteritidis dalam kuning telur sebelum dan setelah ayam Kampung ditantang dengan S. enteritidis

39

4.7 Asosiasi genotipe gen TLR4 dengan parameter aspek produksi ayam Kampung saat ditantang dengan S. enteritidis

(15)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Bagan kerangka pemikiran penelitian 3 2.1 Beberapa jenis ayam lokal Indonesia : ayam Kampung (a), ayam

Pelung (b), ayam Sentul (c), ayam Tolaki (d)

7

2.2 Struktur gen TLR4 pada ayam. P = wilayah promotor.

E1,2,3 = wilayah exon 1,2,3.

I1,2 = wilayah intron 1,2 (GenBank, A Y064697.1).

8

2.3 Sekuen gen TLR4 yang diamplifikasi (GenBank, A Y064697.1). Posisi primer menempel pada nukleutida yang bergaris bawah

13

2.4 Produk PCR-RFLP gen TLR4 pada exon 2 (dipotong oleh MscI). M : marker 100 pb.

N : fragmen gen TLR4 (220 pb). AA, AG dan GG : genotipe gen TLR4

13

3.1 Hasil pengujian AGPT serum darah ayam Kampung dengan gen TLR4 bergenotipe AA, AG dan GG

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakteri Salmonella sp. merupakan salah satu emerging pathogen dalam

foodborne disease, yang banyak dijumpai mengkontaminasi telur ayam. Isolasi kejadian salmonellosis pada manusia karena mengkonsumsi telur ayam, sebagian besar disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritidis (Velge et al. 2005). Telur bisa terkontaminasi sejak mulai dari proses pembentukan di dalam tubuh induk yang terinfeksi Salmonella sp. Telur juga bisa tercemar Salmonella sp. dari lingkungan sekitar, sejak telur dikeluarkan dari induk ayam sampai ke tangan konsumen (Gantois et al. 2009).

Nugroho (2005), menyatakan bahwa 1,40% sampel telur segar yang berasal dari 35 peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Sleman diketahui positif tercemar Salmonella sp. Pengujian serupa juga dilakukan di Kabupaten Bogor, menemukan bahwa telur ayam ras yang positif tercemar S. enteritidis sebesar 3.12% (Ulupi et al. 2009). Oleh sebab itu, sangat dianjurkan mengkonsumsi telur dalam keadaan benar-benar matang, agar terhindar dari salmonellosis.

Sebagai kearifan lokal, telur ayam Kampung dipercaya oleh masyarakat Indonesia dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan menyembuhkan penyakit. Sebagian besar telur ayam Kampung, terutama bagian kuning telurnya, selama ini dimanfaatkan masyarakat sebagai jamu atau bagian dari ramuan jamu yang dikonsumsi secara langsung tanpa melalui pemasakan. Dengan demikian peluang masyarakat yang mengkonsumsi telur ayam Kampung terkena salmonellosis menjadi sangat besar. Meskipun demikian, sejauh ini belum ditemukan laporan mengenai kasus salmonellosis yang diakibatkan karena mengkonsumsi telur ayam Kampung mentah.

Kenyataan tersebut menimbulkan pertanyaaan apakah ayam Kampung secara genetik memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap infeksi Salmonella sp. dari pada ayam ras, seperti ketahanannya terhadap infeksi Avian Influenza (AI). Maeda (2005), dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa 63% ayam lokal Indonesia, termasuk ayam Kampung, berada pada kategori tahan dan hanya 37% dari ayam lokal ini yang termasuk kategori peka terhadap infeksi virus AI. Hasil pengamatan terhadap ayam ras, 100% termasuk kategori tidak tahan (peka) terhadap infeksi AI.

Secara umum, sistem ketahanan tubuh terdiri atas komponen genetik, molekuler dan seluler yang saling berinteraksi membentuk jaringan komunikasi yang rumit dan luas (Baratawidjaja dan Rengganis 2012). Sebagai komponen genetik, sistem ketahanan tubuh dikontrol oleh banyak gen.

Beberapa gen yang berperan dalam mengontrol ketahanan ayam terhadap

Salmonella sp adalah TLRs genes, cytokines genes, apoptosis genes, antimicrobial peptidesgenes dan cell-surface antigens genes (Susan 2011). Beberapa gen yang merupakan anggota dari kelompok gen tersebut disajikan dalam Tabel 1.1.

(17)

Komponen tersebut bisa berasal dari bakteri atau virus yang berfungsi sebagai

signaling respons imun bawaan atau innate immunity.

Tabel 1.1 Beberapa gen yang mengontrol ketahanan ayam terhadap S. enteritidis

No Kelompok gen Gen

1 Toll-like receptors MD2, TLR1, TLR2, TLR4, TLR5

2 Cytokines Ah294, Il2, Il4, Il6, Il10, Il18, IFNG, K60, MIP1B, RANTES, SOCS3, TGFB2, TGFB3, TGFB4

3 Apoptosis Bcl-x, CASP1, Fas, IAP, TRAIL, TNF-R1 4 Antimicrobial peptides AvBD2, AvBD3, AvBD5, AvBD11, AvBD12,

AvBD13

5 Cell-surfase antigens CD3, CD40, MHC2A, MHC2B

Sumber : Susan 2011

Komponen bakteri yang berperan sebagai stimulating innate immunity,

antara lain : lipopolisakarida (LPS), peptidoglikan, lipoprotein (lipopeptida), dan DNA bakteri (Emertcan et al. 2011). Komponen-komponen ini disebut sebagai

ligand, yang kemudian berikatan dengan reseptor TLRs (Kabelitz 2007).

Salah satu anggota dari TLRs genes adalah gen TLR4, yang mentranskripsi reseptor TLR4. Ligand dari reseptor TLR4 adalah LPS dari bakteri gram negatif, termasuk Salmonella sp. (Akashi et al. 2001; Akira dan Takeda 2004). Pada bakteri, LPS adalah indotoksin. Apabila bakteri ini berhasil menginfeksi tubuh, maka komponen inilah yang menyebabkan inflamasi atau peradangan (Gantois et al. 2009). Dengan demikian peran reseptor TLR4 adalah sangat penting untuk mengontrol sejak awal terjadinya peradangan akibat infeksi bakteri Salmonella sp.

Singkatnya, gen TLR4 berperan mentranskripsi protein TLR4. Protein ini berfungsi sebagai reseptor pada permukaan sel fagosit yang dapat mengenali LPS bakteri Salmonella sp. Adanya protein reseptor TLR4 pada permukaan sel fagosit, akan memudahkan sel tersebut dalam menangkap Salmonella sp. yang berhasil menembus dinding usus dan mukosa usus. Hal ini merupakan awal proses fagositosis dari sel fagosit, termasuk makrofag. Selanjutnya makrofag akan menghancurkan Salmonella sp. menjadi partikel-partikel kecil yang kemudian ditampilkan pada permukaan selnya. Pada saat yang demikian sel makrofag berperan sebagai Antigen Presenting Cells (APC). Peran makrofag ini merupakan respons imun non spesifik atau imun bawaan atau innate immunity. Reaksi tersebut selanjutnya akan menginduksi terjadinya respons imun spesifik yang diperantarai oleh sel T helper dan sel B untuk memproduksi antibodi spesifik.

Zhongyong et al. (2012) dalam penelitiannya melaporkan bahwa pada ayam yang termasuk dalam kategori rentan, ditemukan peningkatan jumlah bakteri S. enteritidis di dalam darahnya. Selain itu, juga ditemukan penurunan ekspresi gen TLR4 pada leukositnya. Dengan kata lain, penurunan ekspresi gen TLR4 berdampak pada peningkatan jumlah S. enteritidis di dalam darahnya. Pada kondisi tersebut berarti makrofag dan heterofil kurang mampu melakukan fungsinya sebagai sel fagosit dan clearence terhadap Salmonella sp.

(18)

TLR4, berdampak terhadap penurunan kemampuan individu dalam mengenali LPS dari bakteri Salmonella sp. Individu tersebut akan menjadi peka dan mudah terinfeksi bakteri Salmonella sp. (Lorenz et al. 2002). Pada ayam ras petelur coklat komersial, gen TLR4 (exon 2, pada situs ke 3924) terdeteksi adanya mutasi. Terjadinya mutasi pada gen TLR4 tersebut menyebabkan terbentuknya variasi genotipe (Beaumont et al. 2003).

Berdasarkan uraian diatas maka gen TLR4 dapat dipergunakan sebagai penciri genetik dalam mengkaji ketahanan tubuh terhadap S. enteritidis. Apakah gen TLR4 juga dapat digunakan sebagai penciri genetik sifat ketahanan terhadap

S. enteritidis pada ayam Kampung? Apakah genotipe gen TLR4 pada ayam Kampung berasosiasi dengan ketahanannya terhadap bakteri tersebut? Apakah ayam Kampung dapat dinyatakan sebagai ternak resisten terhadap bakteri S. enteritidis? Hal-hal tersebut merupakan kajian yang perlu diteliti dan dibuktikan lebih lanjut.

Perumusan Masalah

Sebelum membuat perumusan masalah dalam penelitian ini, terlebih dahulu disampaikan kerangka pemikiran yang disarikan dari uraian dalam latar belakang tersebut diatas. Bagan kerangka pemikiran ini disajikan dalam Gambar 1.1.

(19)

Masalah utama yang ingin diteliti adalah seberapa besar ketahanan ayam Kampung terhadap S. enteritidis, agar pengguna telur ayam Kampung terbebas dari salmonellosis. Ketahanan ayam Kampung terhadap S. enteritidis adalah fenotipik, yang merupakan ekspresi dari faktor genetik, yang dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap faktor genetik dan fenotipik yang diekspresikannya.

Pengujian terhadap faktor genetik dilakukan pada gen TLR4 yang berperan sebagai penciri genetik untuk aspek ketahanan. Pengujian terhadap faktor genetik bertujuan untuk mengetahui keragaman genotipe gen TLR4 pada ayam Kampung. Pengujian terhadap fenotipik (aspek ketahanan ayam) dilakukan secara molekuler dan secara biologis. Kedua hasil pengujian ini kemudian diasosiasikan dengan hasil genotyping gen TLR4 untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut :

1. Ada berapa macam genotipe gen TLR4 pada ayam Kampung?

2. Apakah masing-masing genotipe gen TLR4 ayam Kampung menghasilkan ketahanan terhadap S. enteritidis yang berbeda pada kondisi normal (alami)? 3. Bagaimana ekspresi masing-masing genotipe gen TLR4 ayam Kampung

terhadap S. enteritidis saat diinfeksi (ditantang) dengan bakteri tersebut?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah membuktikan ketahanan ayam Kampung terhadap

S. enteritidis menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik. Pembuktian dilakukan dengan menganalisis asosiasi antara genotipe gen TLR4 dengan faktor-faktor yang merupakan indikator ketahanan ayam terhadap bakteri tersebut yang diperoleh melalui pengujian secara molekuler dan biologis.

Manfaat Penelitian

Keluaran dari penelitian ini adalah :

1. Ditemukannya kandidat marka genetik yang merupakan salah satu signaling respons imun bawaan sebagai Marker Assisted Selection (MAS) dalam menghasilkan ayam Kampung yang tahan terhadap infeksi S. enteritidis. 2. Meminimalkan potensi salmonellosis bagi pengguna telur ayam Kampung

melalui program seleksi.

Hipotesis

Ayam Kampung dikatagorikan tahan terhadap infeksi bakteri S. enteritidis

apabila gen TLR4 dalam keadaan aktif, dan sebagai indikatornya ialah :

1. Menghasilkan ekspresi gen tinggi saat mendapat paparan bakteri tersebut 2. Menghasilkan aktivitas fagositosis yang tinggi

3. Konsentrasi S. enteritidis dalam darah dan telur rendah

(20)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan mengidentifikasi genotipe gen TLR4 pada beberapa rumpun ayam lokal Indonesia, termasuk ayam Kampung. Penelitian tahap kedua dilakukan pengujian secara biologis terhadap faktor-faktor yang merupakan indikator ketahanan ayam Kampung terhadap S. enteritidis yang diperoleh secara alami. Faktor-faktor tersebut adalah konsentrasi leukosit dan diferensiasinya, konsentrasi S. enteritidis

dalam darah dan telur serta pengujian keberadaan IgY spesifik S. enteritidis secara kualitatif dalam serum dan secara kuantitatif dalam kuning telur ayam Kampung.

Tahap ketiga dilakukan pengujian (secara moleluler dan biologis) terhadap faktor-faktor ketahanan ayam Kampung setelah ditantang dengan S. enteritidis. Pengujian secara molekuler dilakukan untuk menganalisis ekspresi gen TLR4 yang dicerminkan dengan jumlah kopi mRNA yang dihasilkan. Pengujian secara biologis pada aspek ketahanan meliputi : konsentrasi leukosit dan diferensiasinya, aktivitas makrofag, kapasitas makrofag, konsentrasi S. enteritidis dalam darah dan telur, serta konsentrasi IgY spesifik S. enteritidis dalam kuning telur. Pada aspek produksi dilakukan pengamatan terhadap performanya.

Hasil penelitian pada tahap kedua dan ketiga kemudian diasosiasikan dengan genotipe gen TLR4. Tujuan dari setiap tahap penelitian ini disajikan pada Tabel 1.2. Ketiga tahap penelitian ini sebenarnya merupakan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan, sehingga diharapkan dapat menjawab tujuan secara keseluruhan dari penelitian ini.

Tabel 1.2 Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai Tahapan penelitian Tujuan

Penelitian 1 Mengidentifikasi genotipe gen TLR4 pada ayam lokal Indonesia.

Penelitian 2 Membuktikan ketahanan ayam Kampung terhadap infeksi S. enteritidis secara alami menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik

(21)

2 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN TLR4 AYAM LOKAL

MENGGUNAKAN TEKNIK PCR-RFLP

Pendahuluan

Ayam Lokal Indonesia

Perkembangan ayam lokal Indonesia dimulai semenjak proses domestikasi, sehingga dikenal sebagai ayam asli atau native chicken. Proses domestikasi ayam lokal Indonesia sampai saat ini belum terdokumentasi dengan baik, meskipun demikian Sulandari et al. (2007) sudah memulai mendokumentasikannya berdasarkan penemuan arkeologi maupun berdasarkan penelusuran teknik DNA molekuler. Berdasarkan analisis variasi sekuen D-loop mitokondria diketahui bahwa ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) yang dilakukan oleh penduduk setempat dan memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda dengan ayam lokal dari negara lain.

Klasifikasi taksonomi ayam lokal Indonesia adalah sebagai berikut : Dunia : Animalia

Gallus gallus domestikus (Sulandari et al. 2007). Ayam lokal Indonesia memiliki banyak keragaman, dengan karakteristik morfologis yang berbeda. Ayam lokal yang telah teridentifikasi sedikitnya ada 31 rumpun. Ayam lokal ini merupakan aset yang berharga dalam pembentukan bibit unggul, karena ayam lokal terbukti mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan setempat (Nataamijaya 2010). Ayam lokal memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, penghasil telur, sebagai hobi, atau dikembangkan untuk memenuhi fungsi sosial budaya yang berlaku di berbagai wilayah di Indonesia.

(22)

Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Ayam lokal yang tidak memiliki ciri atau karakteristik khusus dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia disebut sebagai ayam Kampung. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat tampilan beberapa rumpun ayam lokal Indonesia.

Gambar 2.1 Beberapa jenis ayam lokal Indonesia : ayam Kampung (a), ayam Pelung (b), ayam Sentul (c), dan ayam Tolaki (d)

Ayam lokal, disatu sisi dikenal sebagai ayam yang memiliki tingkat produktivitas (pertumbuhan dan produksi telur) yang rendah. Pada sisi yang lain, ayam lokal Indonesia, yang sebagian besar dipelihara pada lingkungan marginal ternyata memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain adalah mampu beradaptasi dengan sangat baik pada suhu lingkungan tropis, mampu memanfaatkan sumber pakan berkualitas rendah dan relatif tahan terhadap beberapa penyakit.

Penanganan beberapa penyakit berbahaya seperti AI, ND dan infeksi beberapa bakteri, termasuk bakteri Salmonella sp. pada ternak unggas terutama pada ayam ras, selama ini diatasi dengan penerapan biosekuriti yang ketat dan pelaksanaan vaksinasi secara teratur. Perlakuan tersebut hampir tidak pernah dilaksanakan pada ayam lokal. Meskipun demikian populasi ayam lokal Indonesia, termasuk ayam Kampung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2012, secara nasional tetap menunjukkan peningkatan sebesar 5.90% (dari 259.25 juta menjadi 274.56 juta) (Direktorat Jendral Peternakan 2013).

Kenyataan ini bisa dimaknai bahwa meskipun ayam lokal Indonesia hampir tidak tersentuh oleh teknologi vaksinasi maupun biosekuriti yang memadai, tetapi keberadaan ayam lokal Indonesia tetap exist, dan hal yang sebaliknya bila dibandingkan dengan ayam ras.Hal ini kemungkinan karena ayam lokal memang memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap beberapa penyakit.

Gen TLR4

Gen TLR4 merupakan anggota dari TLRs genes. Gen TLR4 berperan dalam mentranskripsi protein TLR4. Protein ini merupakan reseptor pada permukaan sel fagosit. Protein reseptor TLR4 memiliki kemampuan mengenali LPS dari bakteri gram negatif, termasuk Salmonella. Selanjutnya reseptor TLR4 ini berperan sebagai signaling respons imun bawaan (Akira dan Takeda 2004).

Data dari GenBank dengan nomer akses A Y064697.1 diperoleh bahwa

(23)

(exon 1, exon 2 dan exon 3), intron (intron 1 dan intron 2) dan flanking region.

Struktur gen TLR4 pada ayam dapat dilihat pada Gambar 2.2, dan ukuran gen TLR4 disajikan pada Tabel 2.1.

Gambar 2.2 Struktur gen TLR4 pada ayam. P = wilayah promotor.

E1,2,3 = wilayah exon 1,2,3. I1,2 = wilayah intron 1,2.

FR = wilayah flanking region (GenBank, A Y064697.1)

Tabel 2.1 Struktur gen TLR4 pada ayam dan ukurannya No Struktur gen TLR4 Ukuran (pb)

1 Promotor 2743

2 Exon 1 105

3 Intron 1 934

4 Exon 2 167

5 Intron 2 984

6 Exon 3 3260

7 Flanking region 3505

Sumber : GenBank (A Y064697.1)

Ruan et al. (2012) meneliti keragaman TLR4 pada bangsa ayam yang berbeda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ditemukan sembilan keragaman asam amino, delapan diantaranya berlokasi di ekstraseluler dan yang satu berada di sitoplasma. Dari penelitian ini teridentifikasi adanya keragaman gen TLR4 pada bangsa yang berbeda.

Beaumont et al. (2003), melakukan genotyping pada ayam ras petelur coklat (petelur tipe medium) menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik. Pada exon

2, berhasil diamplifikasi fragmen gen TLR4 sepanjang 257 pb. Pada situs ke 3924 terdapat perubahan basa, dari guanin menjadi adenin (GA). Perubahan nukleotida tersebut mengubah asam amino, dari asam glutamat (GAA) menjadi lisina (AAA) Hasil genotyping dengan metoda RCR-SSCP ini, teridentifikasi dua alel, yaitu alel A dan alel G.

Malek et al. (2004) melaporkan bahwa dengan metode PCR-RFLP, terdapat polimorfisme gen TLR4 pada anak ayam broiler. Pada situs ke 3954 (intron 2), terjadi perubahan basa yaitu dari guanin menjadi sitosin (GC). Perubahan nukleotida tersebut tidak mengubah asam amino.

Gary et al. (2003), pada ayam White Leghorn (petelur tipe ringan), mendapatkan sekuens TLR4 dengan 14 variasi, sembilan diantaranya termasuk

(24)

(glutamina  arginina). Perubahan ini menyebabkan protein yang dtranskripsi gen TLR4 juga mengalami perubahan dan menjadi protein yang tidak dikenali.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa gen TLR4 pada ayam ras, baik pada ayam pedaging (broiler) maupun ayam petelur (tipe ringan dan tipe medium), ditemukan adanya mutasi, sehingga menyebabkan terbentuknya variasi genotipe gen TLR4. Pada ayam lokal Indonesia, sejauh ini belum diketahui variasi genotipe gen TLR4.

Oleh sebab itu tujuan dari penelitian tahap ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman genotipe gen TLR4 pada beberapa rumpun ayam lokal Indonesia menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP). Rumpun ayam tersebut meliputi ayam Kampung, ayam persilangan Kampung-Pelung, ayam Sentul dan ayam Tolaki.

PCR-RFLP

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu reaksi in vitro yang digunakan untuk menggandakan jumlah molekul Deoxyribonucleic Acid (DNA) pada target tertentu. Penggandaan ini terjadi dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan DNA target melalui bantuan enzim dan oligonukleutida sebagai primer dalam suatu thermocycler (Muladno 2010). Teknik PCR terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah denaturasi, yang merupakan pemisahan DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Proses ini terjadi pada suhu sekitar 95 oC. Pada tahap kedua adalah annealing, merupakan penempelan primer pada DNA untai tunggal. Annealing ini terjadi pada suhu sekitar 50-60 oC. Tahap ketiga adalah ekstensi atau perpanjangan. Tahap ini mensintesis DNA baru yang berkomplemen dengan DNA target. Proses PCR biasanya berlangsung 35-40 siklus.

RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) merupakan metode penandaan dengan menggunakan enzim endonuklease untuk memotong DNA pada situs tertentu. Metode ini sangat berguna untuk penyusunan peta genetik pada beberapa spesies ternak. Restriksi endonuklease (RE) adalah enzim yang memisahkan pita DNA (Sironi et al. 2010). Hasil dari pemotongan tersebut berupa fragmen-fragmen DNA yang memiliki perbedaan ukuran. Keragaman ukuran potongan DNA yang didapat akibat aktivitas enzim restriksi merupakan akibat adanya variasi dalam jumlah dan distribusi situs restriksi yang ada pada DNA. Dengan kata lain, PCR-RFLP dapat berfungsi sebagai penduga variasi sekuens DNA.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan dari awal bulan April sampai akhir bulan Mei tahun 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Divisi Unggas dan Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Molekuler, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

(25)

Total Sampel

Sebagian dari penelitian ini menggunakan sampel DNA yang merupakan koleksi dari Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Molekuler. Sampel tersebut adalah DNA ayam Sentul dan DNA ayam persilangan Kampung-Pelung. DNA tersebut adalah hasil ekstraksi DNA yang berasal dari darah ayam Sentul dan ayam persilangan Kampung-Pelung. Kedua rumpun ayam tersebut merupakan koleksi dari Divisi Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan sampel darah dari ayam Kampung dan ayam Tolaki. Ayam Kampung berasal dari pemeliharaan masyarakat di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Ayam Tolaki berasal dari pemeliharaan masyarakat di Kecamatan Palangga, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Dari sampel darah kedua rumpun ayam ini kemudian dilakukan ekstraksi DNA genom menggunakan metode phenol-chloroform

(Sambrook et al. 1989). Total sampel DNA yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Total sampel DNA ayam lokal yang digunakan dalam penelitian Rumpun ayam lokal Total sampel

Kampung 50

Persilangan Kampung-Pelung 36

Sentul 18

Tolaki 32

Total sampel DNA 136

Ekstraksi DNA

Diawali dengan pengambilan sampel darah pada ayam Kampung (50 ekor) dan ayam Tolaki (32 ekor) dari vena brachialis, kemudian dimasukkan ke tabung EDTA 5 ml. Sebanyak 50 µ l sampel darah dimasukkan ke dalam tabung ependorf (1.5 ml). Ditambah dengan 1000 µ l NaCl 0.2%. Setelah didiamkan 5 menit, di sentrifugase pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit, kemudian dibuang bagian supernatan.

Setelah supernatan dibuang, larutan ditambah 20 µ l proteinase K 5 mg ml-1, 40 µ l sodium dodesil sulfat (SDS) 10% dan 300 µl 1 x STE (sodium tris EDTA). Campuran larutan dikocok pelan di dalam inkubator pada suhu 55 oC, selama 2 jam. Selanjutnya campuran larutan ini ditambah 400 µl phenol, 400 µl CIAA (Chloroform : Iso Amil Alkohol = 24 : 1), dan 40 µ l 5 M NaCl, sambil digoyang pelan selama 1 jam pada suhu ruang. Campuran ini kemudian disentrifugase pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit.

Bagian bening (DNA) sebanyak 400 µ l dipindahkan menggunakan pipet ke tabung baru (1.5 ml). Tabung yang sudah berisi DNA (bagian bening), ditambah 800 µ l etanol absolut dan 40 µ l 5 M NaCl, kemudian disimpan dalam freezer

selama semalam.

(26)

rpm selama 5 menit, lalu bagian supernatan dibuang dan didiamkan dalam keadaan terbuka pada suhu ruang sampai etanol hilang. Ke dalam tabung ini selanjutnya ditambah 100 µ l TE 80%. DNA yang diperoleh kemudian disimpan dalam freezer sampai siap dipergunakan.

Amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) gen TLR4

Reaksi PCR menggunakan disain primer sebagai berikut : primer forward

(F) : 5’-GCT CAA ATT ATT TTT CAT CAG Tgg CC-3’ dan primer reverse (R) :

5’-ATC TGG ACT GAA AGC TGC AC-3’. Primer ini didisain sendiri dengan menggunakan bantuan dari Primer Designing Tools Program (http://www.ncbi. nlm.nih.gov/tools/primer-blast

xi = (2��� + ∑�≠1���)

(2N)

xi = frekuensi alel ke-i

nii = jumlah individu bergenotipe ii nij = jumlah individu bergenotipe ij

N = total sampel ).

Amplifikasi DNA dilakukan pada total volume 25 µ l, terdiri dari 2 µ l DNA, 15.75 µ l air bebas ion steril, 2.5 µ l 10 x buffer tanpa Mg2+, 2 µ l MgCl2, 0.5 µ l 10 mM dNTP, 0.25 µ l Taq polimerase, 2 µ l primer. Tahap pertama dilakukan satu siklus, meliputi proses denaturasi awal pada 94 oC selama 4 menit. Tahap kedua dilakukan 30 siklus. Setiap siklusnya terdiri dari denaturasi (94 oC, selama 10 detik), annealing (60 oC, selama 1 menit) dan ekstensi (72 oC, selama 2 menit). Tahap ketiga adalah ekstensi akhir (72 oC, 7 menit). Tahap berikutnya diinkubasi pada suhu 4 oC hingga digunakan untuk analisis lebih lanjut. Proses amplifikasi ini memggunakan GeneAmp PCR system 9700 Applied Byosistem.

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) gen TLR4

Penentuan genotipe menggunakan metode RFLP. Fragmen gen TLR4 yang merupakan produk PCR, sebanyak 4 µ l dipotong dengan restriction endonuclease mix, yang terdiri dari 2 µ l: dH2O (1 µl), buffer (0.7 µl), dan 0.3 µ l MscI selama 16 jam pada suhu 37 oC. Produk PCR yang sudah dipotong dengan enzim restriksi, kemudian divisualisasikan dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 2% dengan buffer 0.5 TBE (Tris Borat EDTA) yang dijalankan pada tegangan 100 V selama 40 menit di bawah UV trans iluminator. Enzim pemotong (MscI), mengenali situs potong TGG|CCA

Analisis Data

Nilai frekuensi alel dan frekuensi genotipe, nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He), nilai keseimbangan Hardy-Weinberg dan nilai Polymorphic Informative Content (PIC) dihitung berdasarkan rumus berikut :

(27)

Frekuensi genotipe (Nei 1987)

Keseimbangan Hardy-Weinberg (H-W) (Hartl & Clark 1997)

x2 = nilai uji chi-squqre

Polymorphic Informative Content (PIC) (Bostein et al. 1980) 

PIC = Polymorphic Informative Content pi = frekuensi alel ke-i

pj = frekuensi alel ke-j n = jumlah alel per penciri

Hasil dan Pembahasan

Genotipe Gen TLR4 Ayam Lokal

(28)

tersebut adalah exon 1, 2, dan 3, yang masing-masing berukuran 105 pb, 167 pb, dan 3260 pb. Intron 1 dan intron 2, masing-masing berukuran 934 pb dan 984 pb. Struktur gen TLR4 diakhiri oleh flanking region yang berukuran 3505 pb.

Genotyping gen TLR4 pada ayam lokal ini dilakukan pada exon 2 (dari basa ke 3898-4117), dengan produk PCR berukuran 220 pb, seperti terlihat pada Gambar 2.3. Adapun hasil penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.3 Sekuen gen TLR4 yang diamplifikasi (GenBank, A Y064697.1). Posisi primer menempel pada nukleotida yang bergaris bawah

Gambar 2.4 Produk PCR-RFLP gen TLR4 pada exon 2 (dipotong oleh MscI). M : marker 100 pb.

N : fragmen gen TLR4 (220 pb). AA, AG dan GG : genotipe gen TLR4

Gambar 2.3 adalah fragmen gen TLR4 yang diamplifikasi (berukuran 220 pb) pada exon 2. Fragmen ini selanjutnya dipotong oleh enzim restriksi MscI, pada situs ke 3924 dengan posisi titik potong TGG|CCA. Dalam Gambar 2.4 diatas, N adalah visualisasi fragmen gen TLR4 yang merupakan produk PCR yang berhasil diamplifikasi pada exon 2 menggunakan primer (F) : 5’-GCT CAA ATT ATT TTT CAT CAG Tgg CC-3’ and (R) : 5’-ATC TGG ACT GAA AGC TGC AC-3’. Pemotongan oleh enzim MscI menghasilkan alel A dan alel G. Alel A berukuran 24 pb dan 196 pb, sedangkan alel G berukuran 220 pb. Adapun AA, AG dan GG adalah genotipe gen TLR4 dari beberapa rumpun ayam lokal yang diidentifikasi.

(29)

transisi, yaitu perubahan basa dalam kelompok yang sama, dalam hal ini adalah purin. Berdasarkan efeknya, maka mutasi ini termasuk missense mutation, yaitu mutasi yang menyebabkan perubahan asam amino, dan dapat menyebabkan perubahan fenotipik (Brown 2007). Hasil penelitian ini serupa dengan yang dilaporkan oleh Beaumont et al. (2003), yang melakukan genotyping pada ayam petelur coklat komersial (commercial brown laying hens).

Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Alel adalah bentuk alternatif dari gen, yaitu gen yang menempati lokus-lokus yang sama pada kromosom yang homolog, tetapi memiliki pengaruh yang berbeda. Adapun yang dimaksud dengan genotipe adalah komposisi gen dalam suatu individu. Nilai frekuensi alel dan nilai frekuensi genotipe gen TLR4 pada lokus MscI pada beberapa rumpun ayam lokal Indonesia yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai frekuensi alel dan frekuensi genotipe gen TLR4 pada ayam lokal Rumpun ayam

lokal

Jumlah sampel

Frekuensi alel Frekuensi genotipe

A G AA AG GG Keterangan : (..) jumlah individu

Alel G pada keempat rumpun ayam lokal tersebut mendominasi frekuensi alel pada gen TLR4. Nilai frekuensi alel G pada keempat rumpun ayam lokal berkisar antara 0.77-0.94. Nilai frekuensi alel A berkisar antara 0.02-0.23. Secara keseluruhan, frekuensi alel A dan G adalah 0.16 dan 0.84. Hasil genotyping ini dapat diartikan bahwa gen TLR4 pada lokus MscI bersifat polimorfik (beragam). Hal ini sesuai dengan Nei dan Kumar (2000), yang menyatakan bahwa : jika terdapat dua alel atau lebih dengan nilai frekuensi relatif dalam populasi lebih dari 0.01 (1%), maka disebut polimorfik.

Keragaman gen TLR4 pada ayam telah dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Keragaman gen TLR4 terdapat pada beberapa bangsa ayam komersial (Ruan et al. 2012), pada ayam ras petelur coklat (Beaumont et al. 2003), pada ayam pedaging atau ayam broiler (Malek et al. 2004), dan pada ayam lokal Cina dilaporkan oleh Li et al. (2013) dan Liu et al. (2011).

Genotipe GG mendominasi frekuensi genotipe gen TLR4. Nilai frekuensi genotipe GG pada beberapa ayam lokal berkisar antara 0.56-0.89. Frekuensi genotipe AG pada keempat ayam lokal tersebut berada pada kisaran yang lebih rendah, yaitu sebesar 0.11-0.41. Frekuensi genotipe gen TLR4 yang terendah adalah AA, yaitu 0.02-0.03.

(30)

pada ayam jantan maupun ayam betina didominasi oleh genotipe GG. Hasil pengamatan dalam penelitian ini, ada 88.89% ayam jantan yang bergenotipe GG, dan pada ayam betina yang dianalisis, sekitar 66.95% juga bergenotipe GG. Hal ini merupakan penyebab genotipe AA ditemukan langka.

Keseimbangan Genotipe Gen TLR4 dalam Populasi

Keseimbangan genotipe gen TLR4 dalam populasi (keseimbangan Hardy-Weinberg), dianalisis dengan chi-square (x2). Hasil pengujian terhadap keseimbangan genotipe gen TLR4 pada lokus MscI disajikan pada Tabel 2.4. Hasil tersebut menujukkan bahwa frekuensi genotipe dan frekuensi alel dari gen TLR4 ayam lokal berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg.

Tabel 2.4 Hasil uji chi-square (x2) frekuensi genotipe gen TLR4 ayam lokal Rumpun ayam lokal Nilai x2

Kampung 0.78tn

Kampung-Pelung 0.10td

Sentul 0.21td

Tolaki 0.58tn

Keterangan : tn  tidak berbeda nyata, x2(0.05,1) = 3.84 td  tidak dianalisis karena db = 0

Nilai x2 pada ayam persilangan Kampung-Pelung dan ayam Sentul tidak dianalisis. Hal ini disebabkan karena jumlah genotipe gen TLR4 ditemukan dua macam yaitu AG dan GG, dan jumlah alel juga ada dua (alel A dan alel G). Setelah dihitung berdasarkan rumus dari Allendorf et al. (2007), yang menyatakan bahwa : derajat bebas = (∑genotipe – 1) – (∑alel – 1), maka nilai derajat bebas yang diperoleh adalah nol. Hal tersebut menyebabkan nilai x2yang diperoleh tidak dapat dianalisis.

Suatu populasi dinyatakan dalam keadaan keseimbangan Hardy-Weinberg, apabila frekuensi genotipe (p2, 2pq, q2) dan frekuensi alel (p dan q) adalah konstan dari generasi ke generasi, akibat penggabungan gamet yang terjadi secara acak dalam populasi yang besar (Vasconcellos et al. 2003).

Keseimbangan genotipe dalam populasi yang cukup besar terjadi jika tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift. Genetic drift adalah perubahan frekuensi genotipe yang diakibatkan oleh fluktuasi acak akibat adanya peluang dalam pola perkawinan, kesalahan pengambilan sampel, dan perubahan frekuensi mendadak akibat faktor lingkungan. Sebaliknya jika terjadi akumulasi genotipe, populasi yang terbagi, mutasi, seleksi, migrasi dan perkawinan dalam kelompok yang sama, dapat menimbulkan ketidakseimbangan frekuensi genotipe atau frekuensi alel dalam populasi tersebut (Falconer dan Mackay 1996; Noor 2010).

(31)

Nilai Heterozigositas dan Polymorphic Informative Content

Hasil analisis pendugaan nilai heterozigositas harapan (He) dan nilai heterozigositas pengamatan (Ho), serta nilai Polymorphic Informative Content

(PIC) gen TLR4|MscI pada ayam Kampung, ayam persilangan Kampung-Pelung, ayam Sentul, dan ayam Tolaki disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He) serta nilai Polymorphic Informative Content (PIC) genotipe gen TLR4 pada ayam lokal

Rumpun ayam lokal Jumlah sampel Ho He PIC

Kampung 50 0.36 0.32 0.27

Kampung-Pelung 36 0.17 0.15 0.14

Sentul 18 0.11 0.11 0.10

Tolaki 32 0.41 0.35 0.29

Nilai heterozigositas merupakan rataan persentase lokus heterozigot tiap individu atau rataan persentase individu heterozigot dalam populasi (Nei dan Kumar 2000). Nilai heterozigositas tinggi menunjukkan tingginya keragaman genetik dalam suatu populasi, dan nilai heterozigositas rendah adalah sebaliknya.

Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) lokus TLR4|MscI pada masing-masing rumpun ayam lokal yang dianalisis berkisar antara 0.11-0.41. Nilai heterozigositas pengamatan pada ayam Tolaki dan ayam Kampung (0.41 dan 0.36) lebih tinggi dari nilai heterozigositas pengamatan pada ayam persilangan Kampung-Pelung dan ayam Sentul (0.17 dan 0.11). Hal ini bisa dipahami, karena intensitas seleksi yang dilakukan masyarakat terhadap ayam Pelung dan ayam Sentul lebih tinggi dari pada ayam Kampung maupun ayam Tolaki. Ayam Pelung diseleksi untuk sifat pertumbuhan yang cepat dan suara yang indah. Ayam Sentul diseleksi untuk memperoleh bobot tubuh yang besar dan terhadap sifat produksi telur yang tinggi. Adapun ayam Kampung sebagian besar masih dipelihara masyarakat secara ekstensif, sehingga hampir tidak ada campur tangan peternak untuk menseleksi ternaknya. Ayam Tolaki masih sulit dibudidayakan karena sifat liarnya. Dengan demikian pada ayam Kampung dan ayam Tolaki, seleksi yang terjadi sebatas pada seleksi alam.

Nilai Heterozigisitas harapan (He) pada keempat rumpun ayam lokal ini berkisar antara 0.11-0.35. Dari data tersebut terlihat bahwa antara nilai heterozigositas pengamatan dan heterozigositas harapan genotipe gen TLR4|MscI pada semua rumpun ayam lokal yang dianalisis, tidak mengindikasikan adanya perbedaan yang besar. Nilai Ho dalam penelitian ini lebih tinggi daripada nilai He. Apabila nilai heterozigositas pengamatan (Ho) lebih rendah dibandingkan dengan nilai heterozigositas harapan (He), maka dalam populasi tersebut telah terjadi indogami yang sangat intensif, yang ditujukan untuk keperluan seleksi (Tambasco et al. 2003). Pendugaan nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He) ini dapat digunakan untuk menduga nilai koefisien

inbreeding pada suatu kelompok ternak.

(32)

pendugaan nilai PIC gen TLR4 lokus MscI pada ayam lokal yang dianalisis, berkisar antara 0.1-0.29. Botstein et al. (1980) menyatakan bahwa kriteria PIC termasuk dalam kelompok rendah jika nilai PIC ≤ 0.25, nilai PIC termasuk katagori sedang adalah antara 0.25 < PIC < 0.5, dan termasuk kategori tinggi bila nilai PIC ≥ 0.5.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka nilai PIC gen TLR4|MscI pada ayam Kampung dan ayam Tolaki termasuk kategori sedang. Adapun nilai PIC pada ayam persilangan Kampung-Pelung dan ayam Sentul termasuk kategori rendah. Dengan demikian gen TLR4|MscI pada ayam Kampung dan ayam Tolaki dalam penelitian ini mempunyai tingkat informasi genetik yang lebih tinggi dari pada ayam Sentul maupun ayam persilangan Kampung-Pelung.

Simpulan

(33)

3

ASOSIASI GENOTIPE GEN TLR4 DENGAN KETAHANAN

AYAM KAMPUNG TERHADAP INFEKSI

S. enteritidis

SECARA ALAMI

Pendahuluan

Salmonella

Salmonella adalah bakteri yang mudah tumbuh dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai bentuk keadaan lingkungan. Salmonella dapat hidup pada suhu yang berkisar antara 6-46 oC dan pada pH antara 4.4-9.4 tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada kisaran suhu 35-37 oC dan pada pH mendekati netral. Menurut Wray dan Wray (2000), klasifikasi ilmiah Salmonella adalah sebagai berikut :

Dunia : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enterica Salmonella bongori

Dua spesies yang dimiliki oleh genus Salmonella adalah S. enterica dan S. bongori. Spesies S. enterica terdiri dari 6 subspesies (yaitu : subspesies enterica,

salamae, arizonae, diarizonae, houtenea dan subspesies indica), sedangkan pada spesies S. bongori hanya satu subspesies. Ditemukansekitar 2443 serotipe dari S. enterica, dan pada S. bongori ditemukan sekitar 20 serotipe.

Berdasarkan sasaran infeksinya, bakteri Salmonella dikelompokkan menjadi tiga kelompok serotipe. Kelompok pertama adalah serotipe yang hanya menginfeksi manusia, yaitu S.enterica typi dan S.enterica paratypi. Kelompok kedua adalah serotipe yang menginfeksi inang pada hewan tertentu, contohnya S. enterica pullorum dan S. enterica gallinarum pada unggas (ayam), S. enterica dublin pada sapi, dan S. enterica choleraesuis pada babi. Kelompok ketiga adalah serotipe yang memiliki inang yang luas, bisa menginfeksi manusia dan hewan, contohnya adalah S. enterica typhimurium dan S. enterica enteritidis (Bhunia 2008). Agar lebih jelas uraian diatas disajikan pada Tabel 3.1.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa S. enterica enteritidis maupun S. enterica typhimurium adalah bakteri patogen yang sangat berbahaya, karena bersifat zoonosis. S. enterica enteritidis dan S. enterica typhimurium merupakan

(34)

Tabel 3.1 Pengelompokan Salmonella berdasarkan target sasarannya No Inang atau target sasaran Serotipe Salmonella

1 Manusia S. enterica typhi S. enterica paratyphi

2 Manusia dan hewan S. enterica typhimurium S. enterica enteritidis

3 Unggas S. enterica pullorum S. enterica gallinarum

4 Babi S. enterica choleraesuis

5 Sapi S. enterica dublin Sumber : Bhunia 2008

Salmonellosis

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella sp. disebut salmonellosis. Kejadian salmonellosis terutama pada manusia, bersifat endemis hampir disemua kota di wilayah Indonesia. Kejadian tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun.

Indonesia dikategorikan sebagai salah satu negara dengan kejadian endemik salmonellosis tinggi di Asia, dan berada pada urutan ke tiga setelah Pakistan dan India. Insiden infeksi Salmonella sp. yang menyebabkan demam pada anak usia 2-5 tahun dilaporkan sebanyak 2-573.2 di Pakistan, 340.1 di India, dan 148.7 di Indonesia per 100000 orang setiap tahunnya. Kejadian salmonellosis pada semua kelompok umur mencapai 33.1 kejadian setiap 1000 penduduk Indonesia (Ochiai 2008). Dengan demikian, kejadian salmonellosis ini bukan merupakan kejadian yang langka di Indonesia.

Lebih dari 44% wabah salmonellosis di seluruh dunia yang menyerang manusia, ternyata disebabkan karena mengkonsumsi telur ayam. Isolasi kejadian salmonellosis pada manusia yang disebabkan karena mengkonsumsi telur ayam ini, sebagian besar ditemukan S. enteritidis (Velge et al. 2005). Telur bisa terkontaminasi S. enteritidis sejak mulai dari proses pembentukan di dalam tubuh induk yang terinfeksi. Telur juga dapat terkontaminasi bakteri tersebut dari lingkungan sekitar.

Mekanisme Pertahanan Tubuh

Infeksi S. enteritidis pada induk ayam diawali dengan tertelannya bakteri ini melalui pakan atau air minum. Selanjutnya bakteri tersebut masuk dan memperbanyak diri dalam saluran pencernaan. Salmonella akan menembus dinding usus dan mukosa usus, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Bakteri ini kemudian masuk ke dalam sistem pertahanan limfatik dan dapat mencapai pembuluh darah. Selanjutnya menyebar ke organ lain seperti organ reproduksi, dan bersarang di ovari (Gantois et al. 2009).

(35)

dinamakan respons imun. Tubuh mampu merespons antigen karena tubuh mempunyai sistem khusus untuk bertahan dari bermacam-macam agen yang menginfeksi. Sistem ini terdiri atas leukosit darah (sel darah putih) dan sel-sel dalam jaringan yang berasal dari diferensiasi leukosit (Baratawidjaja dan Rengganis 2012).

Respons imun ini terdiri dari respons imun non spesifik atau innate immunity dan respons imun spesifik atau acquired immunity. Respons imun non spesifik diperantarai secara struktur oleh kulit dan mukosa, dan secara seluler oleh sel-sel fagosit, seperti makrofag dan heterofil. Makrofag jaringan adalah garis pertahanan pertama untuk melawan infeksi, karena dalam waktu beberapa menit setelah terjadi peradangan telah berada di jaringan yang meradang. Beberapa jam kemudian, baru terjadi penyerbuan heterofil ke dalam jaringan yang mengalami peradangan, dan ini merupakan pertahanan kedua (Ganong 2008). Sebagai pertahanan ketiga adalah invasi monosit menuju area yang mengalami peradangan. Monosit ini dengan cepat akan mengalami perubahan bentuk dan struktur sehingga menjadi sel makrofag, yang segera dapat berfungsi sebagai sel fagosit. Fungsi dari sel-sel fagosit ini adalah menangkap, menelan, membunuh dan menghancurkan antigen. Selanjutnya menyajikan partikel-partikel antigen tersebut ke permukaan selnya. Pada saat demikian, sel fagosit/makrofag berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC).

Respons imun spesifik diperantarai oleh limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B), yang menghasilkan kekebalan spesifik. Kekebalan sepesifik ini bisa bersifat humoral dan seluler. Pada kekebalan spesifik humoral (Humoral Mediated Immunity/HMI), yang berperan adalah sel B. Produk dari HMI adalah antibodi (imunoglobulin), yang bersifat khas terhadap setiap epitop antigen. Pada kekebalan spesifik seluler (Cellular Mediated Immunity/CMI), yang berperan adalah sel T cytoytoxic (Tc). Sel Tc adalah sel T yang menghasilkan sitotoksik untuk menghancurkan sel yang terinfeksi agen penyakit (Nicholas 2004).

Ketahanan tubuh ayam dapat diperoleh secara aktif dan pasif. Vaksinasi atau ayam yang terinfeksi kuman/virus tertentu adalah contoh cara memperoleh ketahanan tubuh secara aktif, sedangkan maternal immunity adalah salah satu cara memperoleh ketahanan tubuh secara pasif. Maternal immunity pada ayam diperoleh melalui aliran darah saat pembentukan dan perkembangan ovum di ovari, sehingga ditemukan Imunoglobulin Y (IgY) dalam konsentrasi yang tinggi pada kuning telur yang dihasilkan.

IgY merupakan antibodi melawan patogen yang menginfeksi, seperti virus dan bakteri (Jeong dan Hoon 2006). Lee et al. (2002) dalam penelitiannya mengenai antibodi yang berasal dari kuning telur ayam (IgY), menyatakan bahwa secara in vitro, antibodi tersebut mampu menghambat pertumbuhan S. enteritidis

dan S. typhimurium. Secara mikroskopis terlihat adanya perubahan struktur dari permukaan sel bakteri yang diikat oleh IgY. Hal tersebut merupakan masa kritis bagi pertumbuhan bakteri dan keadaan ini dapat merusak atau memperlemah fungsi komponen sel bakteri yang menginfeksi.

Beberapa penelitian mengenai isolasi bakteri S. enteritidis dari telur ayam Kampung pada berbagai kondisi, dari berbagai daerah, tidak menemukan adanya bakteri tersebut (Aditya et al. 2012). Kenyataan tersebut menimbulkan pertanyaan apakah ayam Kampung secara genetik memiliki ketahanan terhadap S. enteritidis.

(36)

membuktikan ketahanan ayam Kampung terhadap infeksi S. enteritidis yang diperoleh secara alami menggunakan gen TLR4 sebagai penciri genetik. Pembuktian dilakukan dengan menganalisis asosiasi genotipe gen TLR4 dengan ketahanan ayam Kampung terhadap bakteri S. enteritidis. Ketahanan ayam Kampung diperoleh dari pengujian secara biologis pada beberapa faktor yang merupakan indikator ketahanan tubuh.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan dari awal bulan April sampai akhir Juli, tahun 2013. Pemeliharaan ayam Kampung dilakukan di Laboratorium Lapang Divisi Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pengujian secara biologis mengenai parameter ketahanan dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Laboratorium Bakteriologi, dan Laboratorium Imunologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Hewan Percobaan, Pakan dan Kandang

Ternak yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah ayam Kampung betina yang sudah bertelur, berumur 8 bulan sebanyak 50 ekor. Bobot badan ayam tersebut adalah 1100-1800 g ekor-1, dengan rataan sebesar 1492 ± 278 g ekor-1 dan koefisien keragaman bobot badan sebesar 18%. Ayam tersebut diperoleh dengan cara membeli dari masyarakat di sekitar Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Jenis pakan yang diberikan adalah pakan komersial untuk ayam petelur periode produksi. Pakan tersebut mengandung protein kasar antara 14-17% dan energi metabolis sebesar 2850 kkal kg-1 pakan.

Kandang yang digunakan adalah kandang individu (sangkar) terbuat dari bilah-bilah bambu. Sangkar tersebut diberi nomor (nomor 1-50), sesuai dengan jumlah ayam. Ukuran sangkar sekitar 35 x 45 x 50 cm3. Sangkar tersebut ditempatkan dalam kandang yang berukuran 7 x 10 m2.

Pada setiap bagian luar dari sangkar diberi tempat pakan dan tempat air minum plastik. Kandang juga dilengkapi 2 lampu neon berdaya 18 Watt sebagai penerangan pada malam hari.

Pemeliharaan

Begitu ayam datang, diberi nomor pada kakinya, dari nomor 1-50. Secara acak ayam Kampung tersebut ditempatkan dalam sangkar (cage) individu yang sudah disediakan. Selama satu minggu ayam dipelihara untuk beradaptasi. Pakan dan air minum yang diberikan tidak dibatasi (ad libitum). Selanjutnya pemeliharaan dilakukan selama empat minggu, dari tanggal 2-29 April 2013.

(37)

Pada akhir minggu kedua dilakukan pengambilan darah pada vena brachialis di daerah sayap. Pengambilan darah ini digunakan sebagai sampel untuk pengujian konsentrasi S. enteritidis dalam darah, untuk pengujian konsentrasi leukosit dan diferensiasi leukosit (heterofil, monosit dan limfosit). Pada serum darah juga dilakukan pengujian keberadaan IgY spesifik S. enteritidis. Ayam masih dipelihara untuk tahap penelitian selanjutnya.

Uji Ketahanan

Pada tahap ini dilakukan pengujian secara biologis terhadap beberapa indikator yang mencerminkan ketahanan ayam Kampung terhadap infeksi S. enteritidis secara alami. Indikator-indikator tersebut antara lain adalah konsentrasi leukosit dan diferensiasinya, keberadaan IgY spesifik S. enteritidis dalam serum, konsentrasi IgY spesifik S. enteritidis dalam kuning telur, dan konsentrasi S. enteritidis di dalam darah dan telur.

Pengujian Konsentrasi Leukosit dan Diferensiasinya

Pengujian konsentrasi leukosit dan diferensiasinya dilakukan dengan metoda Giemsa (Sastradipradja et al. 1989), seperti berikut : 20 µ l darah ber EDTA diencerkan dalam 380 µ l larutan Turk (campuran dari larutan gentianviolet 1% dalam air 1 ml, asam asetat glasial 1 ml, aquadest ad 100 ml) dengan menggunakan mikropipet. Selanjutnya dihomogenkan dengan gerakan tangan membentuk pola angka delapan. Cairan yang tidak terkocok dibuang. Setelah itu sampel darah diteteskan dalam hemocytometer neubeur, dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap. Jumlah leukosit dihitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Leukosit dihitung pada empat bidang yang terletak di empat sudut kamar hitung. Jumlah leukosit kemudian dikalikan dengan 50 untuk mengetahui konsentrasinya setiap mm3.

Diferensiasi leukosit (heterofil, monosit dan limfosit) dihitung dengan cara, membuat preparat ulas pada gelas objek. Preparat ulas difiksasi dengan metil alkohol selama 5 menit kemudian diangkat sampai kering udara. Ulasan darah direndam dalam zat warna Giemsa selama 30 menit, diangkat dan dicuci dengan air kran yang mengalir untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan. Preparat ulas diamati dengan mikroskop pada pembesaran 1000 kali (dengan bantuan minyak emersi). Kemudian dihitung jumlah heterofil, monosit, limfosit, eosinofil, dan basofil sampai jumlah total 100 butir leukosit (dengan bantuan hand counter). Selanjutnya dihitung persentase heterofil, monosit dan limfositnya.

Pengujian Keberadaan IgY spesifik S. enteritidis dalam Serum

(38)

ditunggu sampai membeku menjadi agar. Setelah menjadi agar dibuat lubang dengan puncher. Antigen (S. enteritidis) dimasukkan kedalam lubang tengah dan serum darah yang diuji ke dalam lubang sisi dengan mikropet, kemudian disimpan pada nampan yang di bawahnya diisi tissue basah. Hasil uji tersebut positif bila muncul garis presipitasi di antara lubang yang diisi serum yang diuji.

Pengujian Konsentrasi IgY Spesifik S. enteritidis dalam Kuning Telur

Prosedur pengujian konsentrasi IgY spesifik S. enteritidis dari kuning telur menggunakan Indirect ELISA protocol : sumur (well) pada plate ELISA dilapisi dengan antigen (S. enteritidis) 10 µg ml-1 PBS pH 9.6. Plate diinkubasi selama semalam (pada suhu 4 oC), kemudian dicuci tiga kali dengan 200 µ l PBST. Selanjutnya dilakukan blocking dengan menambahkan 200 µ l/well protein binding sites (5% susu skim dalam PBS), diinkubasi pada suhu ruang (2 jam), kemudian dicuci empat kali dengan PBST.

Larutan kemudian di tambahkan sebanyak 100 µ l/well sampel antibodi (kuning telur, dengan pengenceran tertentu). Plate diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu ruang, kemudian dicuci empat kali dengan PBST. Selanjutnya di tambahkan dengan 100 µ l/well conjugate antibodi sekunder (dengan pengenceran tertentu dengan blocking buffer). Plate diinkubasi 1-2 jam pada suhu ruang, kemudian dicuci empat kali dengan PBST.

Ke dalam larutan tersebut kemudian di tambahkan substrat peroksidase 100 µ l/well (larutan TMB dari buffer sitrat : TMB : H2O2 = 10 ml : 100 ml : 4 µ l). Plate diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, di tambah 2 M H2SO4 100 µ l/well sebagai penghenti reaksi. Selanjutnya dibaca absorbsinya dengan ELISA reader (pada panjang gelombang 450 nm). Absorbance reference kemudian dibandingkan dengan absorbance sampel menggunakan kinetical calculation.

Pengujian Keberadaan S. enteritidis dalam Darah dan Telur

Pengujian ini mengacu pada Bacteriological Analitical Manual (BAM) tahun 2007, yang terdiri dari empat tahap yaitu : prapengayaan di media Lactose Broth (LB), pengayaan di media Tetrathionate Broth (TTB), uji biokimia awal di media Hektoen Eteric Agar (HEA), Xylose Lysine Desoxycolate Agar (XLDA),

Bismuth Sulfite Agar (BSA), dan uji biokimia di media Triple Sugar Iron Agar

(TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA). Secara lengkap prosedurnya adalah sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1.1  Beberapa gen yang mengontrol ketahanan ayam terhadap S. enteritidis
Gambar 1.1  Bagan kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2.2  Struktur gen TLR4 pada ayam.  P = wilayah promotor.
Tabel 2.3   Nilai frekuensi alel dan frekuensi genotipe gen TLR4 pada ayam lokal
+6

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Kebutuhan Bahan Ajar Menulis Teks Cerpen Menurut Guru Bahasa Indonesia ... Kebutuhan Bahan Ajar Menulis Teks Cerpen Menurut Siswa Kelas XI

(5) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g dan huruf h yang dilakukan dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri dilaksanakan oleh program

Kasus yang terjadi di tempat penyeberangan dengan lampu lalu lintas di ruas jalan Pahlawan Kota Madiun adalah banyak pejalan kaki yang akan menyeberang jalan tidak

Hasil dari penelitian ini menujukan bahwa tingkat kelayakan wahana di waterboom Mulia Wisata secara keseluruhan dapat dikatakan cukup layak dengan presentase

penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Perangkat Daerah;.. penyusunan dan penyampaian laporan

Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan ekspor produk holtikultura dalam menghadapi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat 20 mata kuliah yang diselenggarakan dengan e-learning oleh 7 orang dosen; (2) e-learning yang diterapkan adalah blended learning;

4.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa pola umum spektrum adjacency titik, Laplace, signless Laplace dan detour graf