DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI
SUMIATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Desember 2005
Sumiati
ABSTRAK
SUMIATI. Rasio Molar Asam Fitat : Zn Untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO dan SUSILOWATI HERMAN.
Asam fitat mengandung mineral P yang tinggi (28,2%) dan potensial sebagai pengikat (chelating) mineral bervalensi-2. Ikatan tersebut menyebabkan tidak tersedianya mineral- mineral tersebut untuk penyerapan di dalam usus halus ternak monogastrik maupun manusia. Zn merupakan mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat.
Dua penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suplementasi ZnO dan enzim fitase ke dalam ransum berkadar asam fitat tinggi dapat memperbaiki status mineral maupun produktivitas ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu (penelitian 1) dan tikus Sprague Dawley umur 45 – 80 hari (penelitian 2). Pada penelitian 1, Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3 x 3 digunakan untuk mempelajari pengaruh 3 taraf suplementasi ZnO ( 0, 252, 567 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 76, 15, 7.5 dan 3 taraf suplementasi enzim fitase (0, 300, 400 U/kg ransum). Pada penelitian 2, digunakan 6 ransum perlakuan yang terdiri atas 4 ransum yang disuplementasi ZnO (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 27, 20, 15, 10 dan 2 ransum yang disuplementasi dengan enzim fitase ( 750, 1000 U/kg ransum).
Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum ayam petelur ISA-Brown tidak nyata mempengaruhi produksi telur, konsumsi ransum, konversi ransum, berat telur dan retensi mineral P. Suplementasi ZnO sangat nyata menurunkan (P<0.01) retensi Zn pada ayam petelur, tapi tidak nyata mempengaruhi aktivitas alkalin fosfatase. Sebaliknya, suplementasi fitase sangat nyata meningkatkan ((P<0.01) aktivitas alkalin fosfatase, tetapi tidak nyata mempengaruhi retensi Zn pada ayam petelur. Secara deskriptif, suplementasi ZnO yang tinggi dalam ransum (567 mg ZnO/kg) hanya sedikit meningkatkan kandungan Zn dalam telur, tetapi menurunkan Mn, Fe, Cu, Ca dan P. Suplementasi ZnO dan enzim fitase meningkatkan Zn dalam kerabang telur dan meningkatkan kandungan vitamin A dalam telur.
Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum tikus tidak nyata mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum, tetapi sangat nyata meningkatkan (P<0.01) retensi Zn. Suplementasi fitase 1000 U/kg sangat nyata meningkatkan (P<0.01) efisiensi penggunaan ransum dan retensi Zn. Suplementasi ZnO dan fitase nyata (P<0.05) meningkatkan persentase bobot thimus, pankreas dan hati tikus, tapi tidak nyata mempengaruhi persentase ginjal.
ABSTRACT
SUMIATI. Molar Ratio of Phytic Acid : Zn to Determine the Zn Supplementation and Phytase Enzyme Addition in High Phytic Acid Diets. Under
the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY
THENAWIDJAYA SUHARTONO, and SUSILOWATI HERMAN
Phytic acid molecule has a high Phosphorus (P) content (28.2%) and chelating potential to form a wide variety of insoluble salts with divalent cations. These binding potentially renders these minerals unavailability for intestinal absorption of the monogastric animals as well as human. Zinc (Zn) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate.
Two experiments were conducted to determine whether, supplementations of zinc oxide (ZnO) and phytase enzyme into high phytic acid diets could improve the minerals status as well as the productivity of the ISA-Brown laying hens at 18 weeks up to 33 weeks of age (experiment 1) and Sprague Dawley rats at 45 days up to 80 days of age (experiment 2). In experiment 1, a 3 x 3 factorial design was used to study the effect of ZnO supplementations (0, 252, 567 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 76, 15, 7.5 respectively and 3 levels of phytase enzyme ( 0, 300 and 400 Unit(U) /kg diet). In experiment 2, 6 treatment diets consisted of 4 diets with ZnO supplementations (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 27, 20, 15, 10 respectively, and 2 treatment diets with phytase enzyme supplementations (750, 1000 U/kg diet).
The supplementations of ZnO and phytase in the laying hen diets did not affect the egg production, feed consumption, feed conversion, egg weight and the retention of P in the body. However the ZnO supplementations highly significantly decreased (P<0.01) the Zn retention of the laying hens, but did not affect the alkaline phosphatase activity. On the contrary, the phytase supplementations highly significantly increased (P<0.01) the alkaline phosphatase activity, but did not affect the Zn retention of the laying hens. The ZnO supplementations increased the Zn content in the egg , but decreased the mangan (Mn), iron (Fe), copper (Cu), calcium (Ca) and phosphorus (P). The supplementations of ZnO and phytase increased Zn in the egg shell as well as the vitamin A content in the eggs.
RASIO MOLAR ASAM FITAT : Zn UNTUK MENENTUKAN
SUPLEMENTASI Zn SERTA PENAMBAHAN ENZIM FITASE
DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI
SUMIATI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi
Nama : Sumiati
NIM : 985035
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc Ketua
Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono Dr. Susilowati Herman, M.Sc
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2003 ini ialah asam fitat dan ketersediaan mineral, dengan judul Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi.
Keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono, Ibu Dr. Susilowati Herman, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Rimbawan (Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup (28 September 2005) dan Ujian Terbuka (30 Nopember 2005) penulis, atas semua masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.Agr. Sc (Ahli Peneliti Muda pada Balai Penelitian Ternak, Bogor), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, atas segala saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk membuka wawasan penulis di bidang penelitian enzim fitase. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Prof. Dr. Juju Wahju, M.Sc (alm), Ibu Prof. Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc (alm) dan Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang pernah membimbing penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf dan karyawan Kelompok Biokimia dan Fisiologi Gizi, Bagian Hewan Coba, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, DEPKES RI, Bogor (drh. Endi Ridwan, M.Sc, Ibu Yetty Yuniar, Ibu Dra Fitrah Ernawati, M.Sc, Bapak Supandi) yang telah banyak membantu kelancaran penelitian. Disamping itu, penulis menghaturkan terimakasih kepada seluruh staf dan teknisi di Bagian Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan IPB ( Dr. Ir. Rita Meutia, M.Agr; Dr.Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS: Ir. Dwi Margi Suci, MS; Ir. Widya Hermana, MSi; Lanjarsih, Amd; Enday; Makmur; Karya) atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh pendidikan S3 ini.
Penulis mengucapkan terima kasih: kepada Prof. Emeritus Donald Oberleas, Department of Food and Nutrition, Texas Tech. University Lubbock USA dan Prof. Barbara Harland, University of Washington, Washington, DC, USA atas bantuan analisis asam fitat dalam beberapa bahan makanan; kepada Ir. Suaedi Sunanto, PT BASF Jakarta atas bantuan mineral ZnO dan enzim fitase serta pustaka-pustaka; kepada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan belajar dan biaya pendidikan ; kepada pengelola Projek Due-Like tahun anggaran 2003 yang telah membantu mendanai sebagian biaya penelitian penulis.
seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan FAPET IPB beserta seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh Staf dan Pegawai atas kelancaran administrasi; Ketua Program Studi Ilmu Ternak (PTK) beserta seluruh Pegawai; serta kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar Bapak E. Sukarya (alm) Sumedang dan keluarga besar Bapak M. Soetjipto (alm) Surabaya atas dorongan moril maupun materil kepada penulis. Ucapan terimakasih yang sangat khusus penulis haturkan kepada suami tercinta Ir. Sugeng Sudibjo, ASAI serta ananda Linea Alfa Arina dan Ba yu Beta Brahmantio atas segala kasih sayang, kesabaran, pengertian serta dorongan moril maupun materil.
Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat untuk banyak pihak dan dapat menyumbang hal positif bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pembangunan Peternakan di Indonesia.
Bogor, Desember 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 Oktober 1961 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak E. Sukarya (alm) dan Ibu I. Sukarya (alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB, lulus tahun 1984. Pada tahun 1988, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 di Universitas Uppsala, Swedia dengan beasiswa pendidikan dari Bank Dunia XVII (kerjasama antara Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB dengan Swedec AB, Swedia) dan lulus pada tahun 1989. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor di Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 1998. Beasiswa pendidikan program doktor diperoleh dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis ... 3
Manfaat Hasil Penelitian ... 3
Kerangka Pemikiran ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Mineral Seng (Zn) ... 6
Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A ... 9
Asam Fitat ... 10
Enzim Fitase ... 13
Suplementasi Zn dalam Ransum ... 17
Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN I Perlakuan pada Ayam Petelur ... 27
PENELITIAN II Perlakuan pada Tikus ... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN I Perfoman Ayam Petelur ISA- Brown Umur 18 – 33 Minggu ... 40
Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn dan P dalam Tubuh Ayam Petelur ISA-Brown ... 49
Kandungan Mineral dalam Telur, Kerabang Telur, Daging dan Tulang Tibia Ayam Petelur ISA-Brown ... 54
Rangkuman Pengaruh Perlakuan terhadap Distribusi Mineral pada Ayam Petelur ... 61
Kandungan Vitamin A dalam Telur Ayam ISA-Brown ... 63
Aktivitas Alkalin Fosfatase dalam Serum Ayam Petelur ISA-Brown ... 65
Tebal Kerabang Telur Ayam ISA-Brown ... 68
PENELITIAN II
Performan Tikus Sprague Dawley Umur 45 – 80 Hari ... 71
Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn, Ca dan P pada Tikus Sprague Dawley Umur 45 – 80 Hari ... 74
Kandungan Mineral Zn, Ca dan Aktivitas alkalin Fosfatase dalam Serum Tikus ... 80
Persentase Bobot Testis dan Ovarium Tikus Umur 80 Hari .... 84
Persentase Bobot Thimus, Pankreas, Hati dan Ginjal Tikus Umur 80 Hari ... 85
Kesimpulan Hasil Penelitian pada Tikus ... 89
PEMBAHASAN UMUM ... 90
KESIMPULAN DAN SARAN ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan ... ... 13
2. Aktivitas enzim 6-fitase dari beberapa bahan makanan ... 14
3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum ... 21
4. Perkembangan penelitian rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum ... 23
5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam ransum ... 24
6. Susunan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu ... 30
7. Kandungan dan kebutuhan zat makanan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu ... 31
8. Susunan ransum tikus penelitian ... 35
9. Kandungan zat gizi ransum tikus penelitian ... 37
10.Kebutuhan zat gizi untuk tikus ... 38
11.Rataan konsumsi ransum, produksi telur hen day, produksi massa telur, konversi ransum dan berat telur ayam petelur ISA-Brown umur 18-33 minggu ... 41
12.Rataan konsumsi protein dan energi metabolis ayam petelur ISA-Brown umur 18-33 minggu ... 43
13.Rataan konsumsi metionina harian ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu ... 47
14.Rataan retensi semu mineral Zn dan P pada ayam petelur ISA-Brown ... 50
15.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam telur (putih + kuning telur) ayam ISA-Brown ... 55
16.Kandungan mineral dalam telur segar ... 56
17.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam kerabang telur ayam ISA-Brown ... 57
18.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam daging ayam ISA-Brown ... 58
19.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam tulang tibia ayam petelur ISA-Brown ... 60
20.Kandungan vitamin A dalam telur ayam ISA-Brown ... 63
21.Rataan aktivitas alkaline fosfatase pada ayam petelur ISA-Brown ... 65
23. Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum, konsumsi protein dan rasio efisiensi protein
pada tikus Sprague Dawleyumur 45-80 hari ... 73
24. Rataan retensi semu mineral Zn, Ca dan P pada tikus Sprague Dawley umur 45-80 hari ... 75
25. Rasio molar mineral Zn terhadap Ca dan P dalam ransum tikus perlakuan ... 78
26. Rataan kandungan mineral Zn, Ca dan aktivitas alkaline fosfatase dalam serum tikus umur 80 hari ... 81
27. Rataan persentase bobot testis dan ovarium tikus umur 80 hari ... 84
28. Persentase bobot thimus, pankreas, hati dan ginjal tikus umur 80 hari ... 85
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema kerangka pemikiran penelitian ... 5
2. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (umur < 4 bulan) berbasis susu sapi (? ) dan kacang kedelai (•) (Bosscher etal. 2001) ... 8
3. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan (Bosscher etal. 2001) ... 8
4. Struktur asam fitat ( Coelho 1999) ... 12
5. Reaksi antara asam fitat dengan Zn (Scott et al. 1982) ... 12
6. Model kerja enzim 3- fitase dan 6- fitase (Nys et al. 1999) ... 15
7. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim 3-fitase dan 6-fitase (Eeckhout dan De Paepe 1999) ... 16
8. Grafik produksi telur hen day ayam petelur ISA-Brown selama penelitian (umur 18-33 minggu) ... 45
9. Grafik rataan konversi ransum ayam petelur ISA-Brown selama 16 minggu penelitian (umur ayam 18 -33 minggu) ... 49
10.Grafik konsumsi, retensi dan ekskresi Zn ayam petelur ISA-Brown umur 33 minggu ... 52
11.Grafik konsumsi, retensi dan ekskresi mineral P pada ayam petelur ISA Brown umur 33 minggu ... 54
12.Hidrolisis fitat (InsP6) oleh enzim fitase mikroba (Sanberg 2002) ... 67
13.Grafik persentase peningkatan aktivitas alkalin fosfatase dalam serum ayam petelur ISA-Brown ... 68
14.Grafik hubungan antara rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum tikus dengan retensi semu mineral Zn, Ca dan P ... 80
15.Mekanisme transpor mineral Zn pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 95
16.Mekanisme transpor mineral Cu pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 97
17.Mekanisme transpor mineral Mn pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 99
18.Mekanisme transpor mineral Ca pada suplementasi mineral Zn dan enzim fitase pada ayam petelur ... 101
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kandungan asam fitat dari bahan makanan penyusun ransum
ayam petelur dan tikus ... 116
2. Rataan suhu kandang selama 16 minggu penelitian ayam petelur ... 117
3. Metode analisis Zn (AOAC 1999) ... 118
4. Metode pengukuran aktivitas alkalin fosfatase (Stauffer 1989) ... 120
5. Metode pengukuran retensi semu mineral Zn dan fosfor pada ayam petelur ISA-Brown ... 121
6. Metode pengukuran retensi semu mineral Zn, Ca dan P pada tikus ... 122
7. Analisis ragam untuk konsumsi ransum ayam petelur(g/ekor/hari) ... 123
8. Analisis ragam untuk produksi telur hen day (%) ... 123
9. Analisis ragam untuk produksi massa telur (g/ekor/hari) ... 123
10.Analisis ragam untuk konversi ransum ayam petelur ... 124
11.Analisis ragam untuk berat telur (g/butir) ... 124
12.Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum ayam ... 124
13.Analisis ragam untuk pertambahan bobot badan tikus ... 125
14.Analisis ragam untuk konsumsi ransum tikus ... 125
15.Analisis ragam untuk efisiensi penggunaan ransum tikus ... 125
16.Analisis ragam untuk retensi mineral Zn pada tikus ... 126
17.Analisis ragam untuk retensi mineral Ca pada tikus ... 126
18.Analisis ragam untuk retensi mineral P pada tikus ... 126
19.Analisis ragam untuk kandungan mineral Zn dalam serum tikus ... 127
20.Analisis ragam untuk kandungan mineral Ca dalam serum tikus ... 127
21.Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum tikus ... 127
22.Analisis ragam untuk persentase testis tikus ... 128
23.Analisis ragam untuk persentase ovarium tikus ... 128
24.Analisis ragam untuk persentase thimus tikus ... 128
25.Analisis ragam untuk persentase pankreas tikus ... 129
26.Analisis ragam untuk persentase hati tikus ... 129
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Defisiensi beberapa mineral bervalensi-2, terutama seng (Zn) merupakan
defisiensi nutrisi yang sering terjadi di seluruh dunia. Defisiensi Zn ini sangat erat
hubungannya dengan banyaknya konsumsi asam fitat yang terkandung dalam
bahan makanan manusia atau bahan pakan untuk ternak. Mineral Zn mempunyai
afinitas paling kuat untuk diikat oleh asam fitat. Makanan nabati merupakan
sumber asam fitat, terutama biji-bijian utuh (whole grain) dan leguminosa. Asam
fitat sudah menjadi bagian dari konsumsi penduduk dunia, termasuk Indonesia
(Oberleas 2001). Data BPS (2005) menunjukkan bahwa pada tahun 2004,
konsumsi energi penduduk Indonesia sebagian besar (62.1%) berasal dari
makanan nabati dengan perincian sebagai berikut : dari serealia sebanyak 1024.08
Kal/orang/hari (51.6%), leguminosa 62.24 Kal/orang/hari (3.1%), umbi-umbian
66.91 Kal/orang/hari (3.36%), sayur-sayuran 38.80 Kal/orang/hari (1.95%) dan
buah-buahan sebanyak 41.61 Kal/orang/hari (2.09%). Rata-rata konsumsi energi
penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 1986.06 Kal/orang/hari. Menurut
Hotz dan Brown (2004), Indonesia termasuk kategori resiko tinggi terhadap
defisiensi Zn, yaitu sekitar 34.4% penduduk Indonesia mengkonsumsi Zn yang
kurang dari kebutuhan (10 mg Zn /orang/hari, kebutuhan rata-rata 15 mg
Zn/orang/hari). Disamping itu, konsumsi rata-rata fitat penduduk Indonesia
cukup tinggi, yaitu 2859 mg/orang /hari. Dengan adanya fakta tersebut,
kemungkinan defisiensi Zn dapat terjadi pada penduduk Indonesia.
Defisiensi Zn juga banyak terjadi pada ternak yang umumnya
mengkonsumsi biji-bijian dan serat kasar tinggi dalam jumlah banyak (kecuali
ternak ruminansia). Asam fitat yang terkandung dalam makanan nabati dapat
menurunkan ketersediaan beberapa mineral bervalensi-2 seperti Zn, zat besi (Fe),
mangan (Mn), kuprum (Cu) dan kalsium (Ca). Ternak (selain ruminansia) maupun
keadaan ini akan menurunkan produktivitas ternak dan terhambatnya
pertumbuhan pada ternak maupun manusia.
Selain adanya asam fitat yang tinggi yang terkandung dalam serealia dan
leguminosa, juga pada umumnya rendah akan kandungan mineral Zn. National
Research Council (NRC 1994) memaparkan bahwa kandungan Zn dalam jagung
kuning, dedak padi (rice bran) dan bungkil kedelai berturut-turut adalah 18, 30
dan 49 mg/kg, sementara itu, kandungan Zn dalam tepung ikan sebesar 147
mg/kg. Dalam keadaan ransum normal, artinya tidak ada penambahan Zn
inorganik atau tidak adanya suplementasi enzim fitase ke dalam ransum,
defisiensi Zn sudah pasti akan terjadi, mengingat ransum ternak monogastrik
sebagian besar (>80%) terdiri atas serealia.
Sampai saat ini sudah banyak penelitian mengenai suplementasi Zn dalam
ransum ayam, namun belum memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn
yang terkandung dalam ransum. Begitu juga mengenai suplementasi enzim fitase
dalam ransum ayam sudah banyak dilakukan, namun difokuskan untuk
meningkatkan ketersediaan mineral fosfor dalam ransum. Penelitian yang khusus
untuk melihat pengaruh suplementasi enzim fitase dalam ransum terhadap
ketersediaan mineral mikro, terutama Zn, Mn, Cu dan Fe masih perlu dilakukan.
Dengan melihat permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka dalam
penelitian ini dicoba 3 alternatif untuk mengatasi defisiensi Zn atau meningkatkan
utilisasi Zn pada ayam petelur, yaitu pertama, melalui suplementasi Zn inorganik ke dalam ransum dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn.
Kedua, dengan cara penambahan enzim fitase ke dalam ransum untuk menghidrolisis asam fitat, sehingga ketersediaan Zn meningkat. Ketiga, dengan kombinasi suplementasi enzim fitase dan mineral Zn dalam ransum. Dengan
terlepasnya mineral Zn dari ikatan asam fitat, diharapkan meningkatkan
ketersediaan mineral bervalensi-2 lainnya dalam tubuh. Untuk mengatasi
defisiensi Zn pada tikus akibat adanya fitat dalam ransum, digunakan 2 alternatif,
Penelitian ini dilakukan pada dua jenis hewan coba, yaitu ayam petelur
periode produksi dan tikus masa remaja – dewasa. Penelitian pada ayam petelur
untuk mengetahui pengaruh asam fitat terhadap ketersediaan Zn yang dicerminkan
oleh produktivitasnya. Penelitian pada tikus untuk mempelajari ketersediaan Zn
dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan.
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan taraf suplementasi Zn yang tepat dalam ransum berdasarkan
rasio molar antara asam fitat : Zn dalam ransum untuk meningkatkan
status mineral Zn serta mempelajari pengaruhnya terhadap produktivitas
hewan coba
2. Mencari taraf suplementasi enzim fitase yang tepat dalam ransum untuk
meningkatkan status mineral Zn, Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg, serta
mempelajari pengaruhnya terhadap produktivitas hewan coba
3. Mempelajari pengaruh kombinasi suplementasi mineral Zn dan enzim
fitase dalam ransum terhadap produktivitas ternak
Hipotesis
1. Suplementasi mineral Zn dalam ransum dengan memperhitungkan
rasio molar antara asam fitat : Zn akan meningkatkan status mineral
Zn, sehingga produktivitas hewan coba meningkat
2. Enzim fitase akan menghidrolisis ikatan antara asam fitat- Zn dan
mineral lainnya (Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg), sehingga mineral Zn dan
mineral lainnya akan dibebaskan dan tersedia bagi hewan coba,
dengan demikian produktivitas hewan coba meningkat
3. Kombinasi suplementasi mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum
akan lebih efektif dalam meningkatkan ketersediaan Zn, Fe, Mn, Cu,
Ca, P dan Mg
Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi tentang taraf
adanya acua n tersebut diharapkan masalah defisiensi Zn pada ransum ayam
petelur bisa diatasi, sehingga produktivitas ternak meningkat.
Disamping implikasi ekonomis yang menguntungkan dengan adanya
peningkatan produktivitas ternak, status gizi manusia yang mengkonsumsi hasil
ternak tersebut ( telur, daging) juga diharapkan akan lebih baik, karena kandungan
Zn atau mineral lainnya dalam produk ternak tersebut meningkat.
Manfaat lain dari hasil penelitian ini (percobaan dengan tikus) adalah
memberi gambaran untuk manusia mengenai pengaruh negatif asam fitat dalam
makanan terhadap status mineral Zn dan cara mengatasi efek tersebut.
Hasil penelitian ini juga memberi masukan terhadap perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi dalam bidang mineral.
Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian MASALAH
UNGGAS Defisiensi Zn
•Pertumbuhan menurun •Produksi telur menurun •Efisiensi penggunaan ransum menurun MANUSIA Defisiensi Zn •Pertumbuhan terhambat •Reproduksi terganggu •Fungsi kekebalan menurun •Kulit kasar
RANSUM UNGGAS
•> 80% pakan nabati (dedak padi, bungkil kedelai, dll.) •Asam fitat(AF) tinggi •Kandungan Zn rendah •Rasio molar AF:Zn > 15
MAKANAN MANUSIA
•>80% serealia (beras, kacang kedelai, kacang hijau, dll.) •Asam fitat (AF) tinggi •Kandungan Zn rendah •Rasio Molar AF:Zn >15
PEMECAHAN MASALAH PENAMBAHAN Zn : •Meningkatkan ketersediaan Zn PENAMBAHAN FITASE : •Meningkatkan ketersediaan Zn dan mineral lainnya PENAMBAHAN Zn DAN FITASE :
•Meningkatkan ketersediaan Zn dan mineral lainnya AYAM PETELUR TIKUS
TINJAUAN PUSTAKA
Mineral Seng (Zn)
Mineral Zn dikukuhkan sebagai salah satu zat nutrisi esensial untuk ternak
sejak tahun 1934 (Pond et al. 1995) dan sejak awal tahun 1960-an untuk manusia (Berdanier 1998). Mineral Zn tersebar di dalam jaringan tubuh, tetapi konsentrasi
terbesar berada dalam hati, tulang, ginjal, otot, pankreas, mata, kelenjar prostat,
kulit, rambut dan wool (Pond etal. 1995). Menurut Kottferova (2001) hati adalah organ utama tempat akumulasi Zn. Pond et al. (1995) mengatakan bahwa konsentrasi Zn dalam darah dibagi menjadi dua, yaitu dalam sel dan plasma darah
dengan rasio 9 : 1. Selanjutnya dipaparkan bahwa Zn plasma terikat secara lemah
dengan albumin ( 1 : 3) dan terikat lebih kuat dengan globulin ( 2: 3) serta
responsif terhadap pemberian ransum. Sebagian besar Zn dalam sel darah merah
berada sebagai komponen enzim carbonic anhydrase.
Desmukh (2001) memaparkan bahwa Zn ditemukan dalam semua jaringan
yang fungsinya antara lain meliputi :1). meningkatkan sistem kekebalan, terutama
fungsi dari kelenjar thymus (thymus gland) ; 2). terlibat dalam siklus Krebs dan produksi energi ; 3). merupakan komponen insulin ; 4). konstituen dari lebih 2000
enzim yang terlibat dalam pencernaan dan metabolisme, terutama metabolisme
tulang, pencernaan protein dan metabolisme phosphor. Mineral Zn mempunyai
fungsi yang sangat penting di dalam tubuh. Zn merupakan kofaktor esensial
untuk lebih dari 70 enzim (Berdanier 1998). Zn merupakan konstituen dari
banyak metalloenzim, diantaranya adalah carbonic anhydrase, carboxypeptidase
A dan B, beberapa dehydrogenase, alkaline phosphatase, ribonuclease dan
polymerase DNA ( Pond et al. 1995). Selanjutnya dipaparkan oleh Pond et al. (1995) bahwa Zn diperlukan untuk sintesis dan metabolisme protein normal serta
sebagai komponen dari insulin, yang mana dalam hal ini berkaitan dengan
metabolisme karbohidrat.
Penyerapan mineral oleh ternak maupun manusia sangat rendah. Menurut
Underwood (1962) kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung struktur
sulfat (ZnSO4.H2O) mempunyai ketersediaan yang sama untuk ayam, sedangkan Zn sulfida (ZnS) tidak dapat diserap. Menurut Pond etal. (1995) absorpsi Zn dari saluran pencernaan terjadi sepanjang usus halus dan hanya diserap sekitar 5-40%
dari yang dikonsumsi. Penyerapan Zn pada manusiapun sangat rendah, yaitu
sekitar 10-40% dari yang dikonsumsi (Berdanier 1998). Penyerapan Zn menurun
dengan adanya zat pengikat atau chelating agent. Zn terikat dengan ligand yang mengandung sulfur, nitrogen atau oksigen. Zn akan membentuk komplek dengan
grup fosfat (PO42-), klorida (Cl-) dan grup karbonat (HCO3-) serta dengan sistein dan histidin. Zn yang terikat dengan serat, fosfat dan asam fitat tidak akan diserap
dan akan diekskresikan melalui feses.
Manusia yang mengkonsumsi makanan yang mengandung asam fitat tinggi
(terutama produk serealia ) merupakan grup populasi yang beresiko tinggi
terhadap defisiensi Zn (Berdanier 1998). Oberleas (1993) dalam Berdanier (1998)
mengatakan bahwa makanan manusia yang mempunyai rasio molar asam fitat
(AF) : Zn > 10 akan memicu defisiensi Zn. Gharib dan Mohajer (2005)
menyatakan bahwa pada orang dewasa, rasio molar antara asam fitat : Zn = 10
cukup untuk memelihara homeostasis Zn.
Bosscher et al. (2001) melaporkan bahwa ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) nyata menurun (P< 0,05) pada rasio
molar AF : Zn > 7.9, yaitu dari 23.83% menjadi 15.12%. Food and Agricultural
Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) (2002) menetapkan
kriteria untuk mengelompokkan makanan yang berkaitan dengan ketersediaan Zn
yang dikandungnya. Makanan tersebut dicirikan oleh ketersediaan Zn rendah,
sedang dan tinggi. Makanan yang tergolong pada ketersediaan Zn rendah
kemungkinan mengandung asam fitat tinggi atau merupakan produk kacang
kedelai (soyabean-protein produc t) atau mempunyai rasio molar AF: Zn > 15.
Secara umum, rasio AF : Zn > 1.5 akan menghambat ketersediaan Zn pada
makanan bayi muda ( berumur < 4 bulan), setelah berumur 4 bulan angka rasio
AF : Zn meningkat menjadi sekitar 8 (Bosscher et al. 2001). Pengaruh rasio molar asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (infant
pada Gambar 2 dan ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan disajikan pada Gambar 3.
Rasio molar asam fitat : Zn
Gambar 2. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (Umur < 4 bulan) berbasis susu sapi (? ) dan kacang kedelai (•) (Bosscher etal. 2001)
Rasio molar asam fitat : Zn
Gambar 3. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan (Bosscher etal.
2001)
Pallauf dan Rimbach (1999) melaporkan bahwa Zn adalah unsur kelumit
(trace element) yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh asam fitat ransum.
Hal ini dibuktikan oleh penelitian in vivo bahwa rasio molar AF : Zn > 10-15 dalam ransum menyebabkan status Zn suboptimal pada tikus dan babi. Pallauf
dan Rimbach (1999) juga melaporkan bahwa tikus yang diberi ransum dengan
26) memperlihatkan tanda-tanda defisiensi Zn yang meliputi perubahan konsumsi
ransum dan anoreksia. Selanjutnya dilaporkan bahwa tikus albino jantan (bobot
badan 50 gram) yang diberi ransum (albumin telur 20%, pati jagung 48%) dengan
molar rasio AF: Zn = 25 dan 50 selama 21-28 hari memperlihatkan penurunan
pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum.
Tanda defisiensi Zn yang paling jelas terjadi pada semua spesies ternak
adalah terhambatnya pertumbuhan, anoreksia, penurunan aktivitas alkaline
phosphatase dan konsentrasi Zn plasma (Pond et al. 1995). Menurut Berdanier (1998) tanda-tanda defisiensi Zn pada manusia diantaranya adalah terhambatnya
pertumbuhan, anemia, hypogonadism, pembesaran hati dan ginjal serta kulit kasar. Pada tikus, defisiensi Zn menyebabkan glucose intolerance, yang membuktikan adanya hubungan antara Zn dengan insulin. Piliang et al. (2000) melaporkan bahwa tanda-tanda yang terjadi akibat adanya defisiensi Zn
diantaranya adalah : kecepatan pertumbuhan terhambat baik pada anak-anak
maupun ternak, anoreksia, perkembangan karakteristik seks sekunder terhambat
dan pada ayam petelur daya tetas telur menurun. Leeson dan Summers (2001)
melaporkan bahwa defisiensi Zn pada anak ayam menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, menurunkan efisiensi penggunaan pakan, pemendekan dan
penebalan tulang kaki serta pertumbuhan bulu yang sangat jelek. Defisiensi Zn
pada ayam petelur menyebabkan produksi telur menurun.
Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A
Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa istilah vitamin A digunakan
untuk retinol (bentuk alkohol) dan retinal (bentuk aldehyde). Istilah provitamin A
digunakan untuk ß – karoten dan karotenoid lainnya yang mempunyai aktivitas
biologis seperti ß – karoten. Berdanier (1998) menyatakan bahwa di dalam
makanan asal hewan (hewani), vitamin A biasanya berada dalam bentuk alkohol
(retinol), tetapi bisa juga dalam bentuk aldehyde (retinal) atau dalam bentuk asam
(asam retinoat). Di dalam makanan asal tanaman (nabati), vitamin A berada
dalam bentuk prekursor vitamin A, yaitu berupa pigmen dari golongan karoten.
Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa fungsi vitamin A adalah
untuk penglihatan dan fungsi sistem yang meliputi diferensiasi seluler,
pertumbuhan, reproduksi, perkembangan tulang dan sistem kekebalan. Vitamin A
sebagai retinol sangat penting untuk proses reproduksi pada jantan dan betina,
walaupun mekanismenya belum jelas. Berdanier (1998) menyatakan bahwa
peranan vitamin A dalam reproduksi berhubungan dengan fungsinya dalam
sintesis RNA dan protein. Vitamin A mempengaruhi pertumbuhan sel telur
(ovum) dan sintesis enzim yang diperlukan untuk memproduksi hormon steroid
yang mengatur proses reproduksi.
Terdapat hubungan antara metabolisme vitamin A dan mineral Zn di dalam
tubuh. Lonnerdal (1988) menyatakan bahwa defisiensi Zn menurunkan vitamin A
dalam plasma, retinol-binding protein (RBP) dalam plasma serta menurunkan sintesis RBP dalam hati. Mobilisasi vitamin A dari hati dihambat dengan adanya
defisiensi mineral Zn. Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa defisiensi Zn
menurunkan mobilisasi retinol di hati dari bentuk simpannya (retinyl ester).
Aktivitas enzim retinyl ester hydrolase yang melepas vitamin A dari bentuk simpannya dihambat dengan kurangnya mineral Zn. Enzim alkohol
dehidrogenase yang mengkonversi retinol menjadi retinal juga sangat tergantung
mineral Zn.
Mineral Zn juga mempunyai fungsi mengkonversi ß- karoten menjadi
retinol. Penelitian Dijkhuizen dan Wieringa (2001) pada manusia di Indonesia
membuktikan bahwa suplementasi ß- karoten hanya efektif dalam meningkatkan
status vitamin A jika diberikan bersama-sama dengan Zn. Suplementasi ß-
karoten dikombinasikan dengan mineral Zn pada wanita Indonesia efektif
meningkatkan konsentrasi retinol pada plasma dan air susu ibu.
Asam Fitat
Asam fitat/phytic acid ( myo- inositol 1,2,3,4,5,6-hexakis dihydrogen phosphate) adalah sebuah molekul gula/sugar yang mengikat 6 buah grup fosfat
total fosfor. Molekul asam fitat mengandung mineral P yang tinggi, yaitu sekitar
28,8%. Karena ransum unggas sebagian besar terdiri atas bahan pakan nabati
(terutama serealia), maka asam fitat sangat penting ditinjau dari segi nutrisi.
Ravindran (1999) memaparkan bahwa di bawah kondisi ransum normal, P-asam
fitat tidak tersedia untuk unggas, karena unggas miskin dengan enzim fitase untuk
menghidrolisis asam fitat.
Asam fitat juga mempunyai kemampuan untuk mengikat kation multivalen,
termasuk Ca, Zn, Fe, Mg, Mn dan Cu. Kornegay etal. (1999) melaporkan bahwa asam fitat berpotensi untuk membentuk komplek dengan berbagai kation seperti
Ca, Mg, Zn dan Cu. Mineral Zn mempunyai afinitas paling kuat untuk diikat oleh
asam fitat (Reddy et al. 1982). Menurut Weaver dan Kannan (2002), Zn adalah mineral esensial yang paling dipengaruhi oleh fitat dan urutan stabilitas ikatan
antara fitat- mineral adalah sebagai berikut : Zn2+ > Cu2+ > Ni2+ > Co2+ > Mn2+ > Ca2+.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam fitat menurunkan
ketersediaan Zn pada manusia, tikus, babi dan ayam (Bobilya etal. 1991). Pallauf dan Rimbach (1999) melaporkan bahwa asam fitat sebanyak 0.5% dalam ransum
tikus (rasio molar asam fitat : Zn = 25) menurunkan konsentrasi Zn dalam plasma
sebanyak 63.7% dibandingkan dengan ransum kontrol ( dari 1.35 µg/ml menjadi
0.49µg/ml) serta menurunkan absorpsi semu mineral Zn sebanyak 45.4% (dari
52.2% menjadi 28.5%). Menurut Pallauf dan Rimbach (1999), asam fitat
sebanyak 0.72% dalam ransum babi yang mengandung Zn 58 mg/kg ransum
menghasilkan absorpsi semu mineral Zn sebanyak 16.2%. Setelah ditambah
enzim fitase sebanyak 1160 unit/kg ransum ke dalam ransum babi tersebut,
absorpsi semu mineral Zn meningkat menjadi 30.6%. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan adanya pengaruh negatif asam fitat terhadap absorpsi Zn.
Cowieson et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian asam fitat pada ayam broiler sebanyak 1.0 gram selama 48 jam menurunkan retensi semu mineral Zn
dari 88.0% menjadi 85.1%. Struktur asam fitat disajikan pada Gambar 4. Reaksi
Gambar 4. Struktur asam fitat ( Coelho 1999)
Asam fitat Zn-fitat yang tidak larut
Kandungan asam fitat dalam bahan makanan bervariasi. Hasil samping
serealia (cereal by products) seperti dedak gandum (wheat bran) dan dedak padi
(rice bran) mengandung asam fitat dalam jumlah besar. Serealia dan biji
leguminosa mengandung asam fitat sedang, sementara umbi dan akar
mengandung asam fitat rendah. Bagian daun mengandung asam fitat paling
sedikit atau bahkan tidak ada (Ravindran 1999). Kandungan asam fitat dari
beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan
_________________________________________________________________
No. Bahan Makanan Ravindran Harland dan Oberleas
(1999) (1999)
... (%bk) ...
1. Jagung 0.74 0.89
2. Beras(unpolished) 0.96 0.89
3. Beras(polished) 0.32 0.21
4. Sorgum 0.78 -
5. Gandum 0.82 1.17-1.37
6. Singkong 0.14 -
7. Kacang kedelai - 1.40
8. Bungkil kedelai 1.38 -
9. Kelapa - 2.38
10. Bungkil kelapa 0.96 -
11. Dedak gandum(wheat bran) 3.51 4.46-5.56
12. Dedak padi(rice bran) 4.89 -
_________________________________________________________________ *%bk = % bahan kering
Enzim Fitase
Nys et al. (1999) memaparkan bahwa enzim fitase (myo- inositol hexaphosphate hydrolases) adalah phosphomonoesterase yang mampu menghidrolisa asam fitat (myo- inositol 1,2,3,4,5,6-hexakisphosphate) untuk
rendah (inositol pentaphosphate menjadi monophosphate) dan akhirnya menjadi
myo- inositol bebas. Enzim fitase terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman
dan hewan, serta ditemukan pula dalam mikroorganisme (fungi, ragi/yeast,
bakteri). Aktivitas 1 (satu) unit enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
membebaskan 1 mikromol P- inorganik per menit dari 0.0051 mol/l sodium fitat
pada pH 5.5 dan suhu 37oC.
Terdapat 2 tipe utama enzim fitase yang sudah dikenal, yaitu enzim 3-fitase
(EC 3.1.3.8) dan enzim 6-fitase (EC 3.1.3.26). Enzim 3- fitase terutama
diproduksi oleh mikroorganisme, sedangkan enzim 6- fitase terdapat dalam
tanaman. Aktivitas enzim 6- fitase dari beberapa bahan makanan disajikan dalam
Tabel 3.
Tabel 2.Aktivitas enzim 6- fitase dari beberapa bahan makanan
No. Bahan Makanan Aktivitas Enzim Fitase
(unit/kg)
1. Gandum 700
2. Jagung 30
3. Sorgum 24
4. Beras 125
5. Bungkil kedelai 60
6. Dedak padi 122
7. Dedak gandum 1100
Sumber : Nys etal. (1999)
Model kerja kedua enzim tersebut berbeda. Enzim 3-fitase memulai
dephosphorilasi asam fitat pada posisi ke-3, sedangkan enzim 6- fitase mulai pada
posisi ke-6. Enzim 3- fitase (dari Aspergillus ficcum) mempunyai 2 (dua) pH optimum, yaitu pada pH 2.5 dan pH 5.5, sedangkan enzim 6- fitase (dari wheat
bran) hanya mempunyai 1(satu) pH optimum, yaitu 5.2 (Kies, 1999). Model kerja
Gambar 6. Model kerja enzim 3- fitase dan 6-fitase (Nys etal. 1999)
Nys et al.(1999) memaparkan bahwa pH optimum akitvitas enzim fitase yang terkandung dalam berbagai bahan makanan asal tanaman adalah sebagai
berikut : pH 5.1 (gandum), 5.0 (dedak gandum/wheat bran), 5.6 (jagung), 4.5
(dedak padi) dan 4.5 – 4.8 (kacang kedelai). pH optimum enzim fitase yang
berasal dari mikroba adalah : 2.5 dan 5.3 (Aspergillus ficcum), 4.5 (Aspergillus terreus) dan 4.6 ( saccharomyces). Aktivitas enzim fitase dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah suhu pada waktu pembuatan pellet : aktivitas
enzim fitase gandum menurun sebanyak 90% pada suhu 72oC, enzim fitase kacang kedelai menurun sebanyak 91% pada suhu 70oC, sedangkan aktivitas enzim fitase mikroba hanya turun 10% pada suhu 80oC. pH optimum aktivitas enzim 3- fitase ( fitase mikroba) dan enzim 6- fitase (fitase tanaman) diilustrasikan
pH
? Fitase mikroba ? Fitase gandum
Gambar 7. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim 3- fitase dan 6-fitase (Eeckhout dan De Paepe 1999)
Tempat utama aktivitas fitase dalam saluran pencernaan adalah tembolok
(crop) dan proventrikulus. Aktivitas enzim fitase dalam tembolok lebih besar
dibandingkan dengan aktivitas enzim fitase dalam proventrikulus. Tidak terdapat
aktivitas enzim fitase di dalam usus halus (Kornegay & Yi 1999). Hal ini
berkaitan dengan pH dalam saluran pencernaan, dimana pH tembolok dan
proventrikulus sekitar 3-4, sedangkan usus halus sampai colon > 5-6.5 (Spring
1997). Leeson dan Summers (2001) melaporkan bahwa pH tembolok adalah 4.5 ;
pH proventrikulus 2.5 ; pH duodenum 6.0 – 6.8 dan pH jejunum 5.8 – 6.8.
Kornegay dan Yi ( 1999) melaporkan bahwa pH pada digesta lambung babi (pH
3.4 – 4.8) cocok untuk aktivitas enzim fitase, sedangkan pH pada usus halus
terutama bagian bawah usus halus (pH 6.4 – 7.2) tidak cocok untuk aktivitas
Suplementasi Zn dalam Ransum
Piliang etal. (1982a) melakukan penelitian suplementasi tiga taraf kadar Zn dalam bentuk ZnCO3 ( 25, 125 dan 225 ppm) dalam ransum ayam petelur yang mengandung tiga taraf dedak padi (25, 50 dan 75%). Hasilnya adalah
suplementasi 125 ppm ZnCO3 dalam ransum yang mengandung dedak padi 25% meningkatkan produksi telur dibandingkan dengan produksi telur yang diberi
ransum 25% dedak padi + 25 ppm ZnCO3, yaitu dari 72.91% menjadi 77.67%. Suplementasi semua taraf ZnCO3 nyata meningkatkan kadar Zn dalam serum ayam petelur dibandingkan tanpa suplementasi.
Piliang et al.(2002) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi ZnCO3 sebanyak 200 ppm dalam ransum ayam kampung petelur yang mengandung minyak ikan dapat secara nyata (P<0,05) meningkatkan produksi
telur. Hasil penelitian Roberts et al. (2002), yaitu suplementasi Zn dalam bentuk ZnSO4 sebanyak 10, 50 dan 150 ppm dalam ransum babi yang mengandung 30 ppm Zn tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum,
efisiensi penggunaan pakan maupun respon kekebalan.
Kornegay et al.(1999) melakukan penambahan Zn dalam bentuk ZnSO4.7H2O sebanyak tiga taraf ( 5, 10 dan 20 mg/kg) dan enzim fitase Natuphos sebanyak empat taraf (150, 300, 450 dan 600 U/kg ransum) dalam ransum ayam
broiler jantan yang mengandung 20 mg Zn/kg (ransum jagung-bungkil kedelai).
Ransum tersebut diberikan pada ayam umur 0-21 hari. Hasil penelitian tersebut
adalah : 1). Penambahan Zn dalam ransum rendah Zn dapat meningkatkan
pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum secara linier (P < 0,01), tetapi
tidak mempengaruhi konversi ransum ; 2). Penambahan enzim fitase
meningkatkan pertambahan bobot badan secara linier, tetapi menurunkan efisiensi
penggunaan pakan secara linier pula. Penurunan tersebut disebabkan oleh
rendahnya Zn dalam ransum, bahkan setelah penambahan enzim fitase, Zn dalam
ransum masih belum mencukupi kebutuhan ayam ; 3). Jumlah Zn yang diretensi
(mg/ekor) serta konsentrasi Zn dalam hati meningkat dengan adanya suplementasi
enzim fitase (dalam kisaran 150-600 unit/kg) dapat melepas 0.9 mg Zn dalam
ransum.
Adeola (1999) melakukan penelitian suplementasi Zn ( 0 dan 100 mg/kg)
dan enzim fitase (0 dan 1500 U/kg) dalam ransum babi berbasis jagung-bungkil
kedelai. Ransum ini diberikan pada babi (bobot badan 10 kg) selama 21 hari.
Hasil penelitiannya adalah : 1). Suplementasi 100 mg Zn/kg tanpa enzim fitase
meningkatkan bobot badan sebesar 76 gram/hari, suplementasi enzim fitase
sebanyak 1500 U/kg dalam ransum tanpa suplementasi Zn meningkatkan bobot
badan lebih besar lagi, yaitu 155 gram/hari ; 2). Suplementasi Zn sebanyak 100
mg/kg meningkatkan retensi Zn dan lebih meningkat lagi dengan adanya
suplementasi enzim fitase 1500 U/kg, yaitu dari 29.3% (ransum tanpa enzim
fitase) menjadi 43% ( suplementasi enzim fitase 1500 U/kg + 0 mg/kg Zn) dan
menjadi 48.2% (suplementasi enzim fitase 1500 + 100 mg/kg Zn). Akan tetapi,
supleme ntasi Zn sebanyak 100 mg/ kg ransum babi ini menurunkan retensi
mineral Mg sebanyak 31.08% (dari 341 mg/ekor/hari menjadi 235 mg/ekor/hari),
mineral Mn sebanyak 40.9% (dari 22 mg/ekor/hari menjadi 13 mg/ekor/hari) dan
mineral Cu sebanyak 43.73% (dari 2.95 mg/ekor/hari menjadi 1.66 mg/ekor/hari)..
Adeola (1999) juga menyatakan bahwa meningkatnya Zn dalam plasma
babi dengan adanya suplementasi enzim fitase menunjukan adanya kemampuan
enzim tersebut untuk membebaskan Zn dari ikatan Zn-asam fitat, sehingga
ketersediaan Zn meningkat. Selanjutnya dilaporkan bahwa hidrolisis asam fitat
dengan adanya penambahan 1500 U/kg enzim fitase dalam ransum berbasis
jagung-bungkil kedelai dapat meningkatkan ketersediaan zat- zat nutrisi, sehingga
dapat meningkatkan pertambahan bobot badan.
Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum
Enzim fitase mikrobial telah menarik perusahaan yang memproduksi enzim
sebagai feed supplement untuk menghidrolisa asam fitat dalam ransum, terutama untuk ternak monogastrik. Beberapa sumber mikroba telah dipurifikasi,
dikarakterisasi dan dipelajari untuk diproduksi dan saat ini telah tersedia secara
diproduksi oleh fungus Aspergillus ficcum NRRL 3135 mempunyai aktivitas enzim fitase tertinggi, sehingga sangat cocok digunakan sebagai feed additive
(Nys etal. 1999).
Dari hasil- hasil penelitian diketahui bahwa enzim fitase dapat mengatasi
efek negatif dari asam fitat terhadap performan ternak. Ravindran et al.(1999) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi
ransum ayam broiler menurun dengan tingginya asam fitat dalam ransum, akan
tetapi performan tersebut dapat diperbaiki dengan penambahan enzim fitase
mikroba (3- fitase). Adeola etal. (1995)melaporkan bahwa suplementasi enzim 3-fitase dapat meningkatkan ketersediaan dan absorpsi serta retensi Zn pada babi
muda. Kornegay et al. (1999) menyatakan bahwa pemberian enzim 3- fitase pada unggas, tidak hanya meningkatkan penggunaan P, tetapi juga meningkatkan
ketersediaan Zn dan Mn.
Um et al. (1999) melakukan penelitian terhadap ayam petelur dan hasilnya adalah suplementasi natuphos 500 U/kg dalam ransum berbasis jagung-bungkil
kedelai (corn-soybean meal diet) nyata (P<0.05) meningkatkan kandungan
mineral Ca, P, Mn dan Zn tulang tibia. Natuphos adalah enzim 3- fitase yang
berasal dari Aspergillus ficcum yang diproduksi oleh perusahaan BASF.
Jacob et al. (2000a) menyimpulkan hasil penelitiannya, yaitu suplementasi enzim 3- fitase 0.01% dalam ransum ayam broiler yang berbasis gandum-bungkil
kedelai (wheat-soybean meal diet) dapat menurunkan viskositas isi saluran usus
halus dan nyata (P<0.05) meningkatkan abu tulang tibia pada ayam broiler umur
42 hari. Jacob etal. (2000b) mendapatkan hasil penelitiannya, yaitu suplementasi ransum petelur yang berbasis gandum-bungkil kedelai (mengandung 17% protein)
dengan enzim 3- fitase 0.04% menyebabkan penurunan ekskresi mineral P secara
nyata, tanpa menurunkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum.
Suplementasi enzim 3- fitase 0.04% dalam ransum ayam petelur berbasis
gandum-bungkil kedelai (mengandung protein 13.5%) menurunkan performan ayam
petelur. Paik (2000) menyatakan bahwa gandum (wheat) mengandung fitase
alami sebanyak 1120 U/kg, sementara jagung tidak. Dengan demikian
keuntungan suplementasi enzim fitase pada ransum berbasis gandum-bungkil
Punna dan Roland (1999) telah melakukan suplementasi enzim fitase dari
natuphos sebanyak 300 U/kg dalam ransum ayam petelur yang mengandung
berbagai taraf P-tersedia (available phosphorus) (0.1; 0.2; 0.3 dan 0.4%), energi
metabolis 2809 kkal/kg, protein 16.67% dan Ca 4%. Hasilnya adalah enzim fitase
meningkatkan produksi telur (P<0.01) dari 46.1% menjadi 82.9% pada ayam yang
mengkonsumsi ransum dengan 0.1% P-tersedia, tetapi tidak berpengaruh pada
ayam yang diberi ransum dengan P-tersedia 0.2, 0.3 maupun 0.4%. Puncak
produksi telur pada ayam yang mengkonsumsi P-tersedia 0.1% dicapai pada umur
26 minggu dengan produksi telur 79%, setelah itu menurun terus sampai hanya
33% pada umur 36 minggu. Pemberian enzim fitase mampu memperbaiki
penurunan tersebut dan produksi telur tetap terpelihara tinggi, yaitu 94% sampai
umur 36 minggu. Suplementasi enzim fitase juga dapat menurunkan mortalitas
dari 55% menjadi 5% pada ayam yang mengkonsumsi ransum P-tersedia 0.1%.
Lim et al.(2003) mendapatkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum ayam petelur ISA-brown umur 21-41 minggu
mampu memperbaiki produksi telur, menurunkan produksi telur yang pecah dan
lembek serta menurunkan ekskresi mineral P. Penelitian Ceylan et al.(2003) menyimpulkan bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum petelur
yang mengandung 0.2% P-tersedia dapat meningkatkan retensi mineral P, Ca, Zn,
Cu dan Mn.
Viveros et al.(2002) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi enzim fitase Natuphos sebanyak 500 U/kg pada ransum ayam broiler yang
mengandung P-tersedia rendah (0.22% untuk umur 1 hari- 3 minggu dan 0.14%
untuk ayam umur 3-6 minggu), mampu memperbaiki performan dan
meningkatkan penggunaan P, Ca, Mg dan Zn.
Penggunaan enzim fitase pada makanan manusia ditunjukkan oleh laporan
Australian New Zealand Food Authority (ANZFA) (2000), bahwa lembaga ini
telah merekomendasikan kepada Australian New Zealand Food Standars Council
bahan-bahan untuk memenuhi keperluan teknologi yang berhubungan dengan
perlakuan atau pengolahan.
Rangkuman perkembangan penelitian yang sudah dilakukan dengan topik
suplementasi Zn dapat dilihat pada Tabel 3, topik rasio molar asam fitat : Zn pada
[image:36.596.111.516.205.760.2]Tabel 4 dan suplementasi enzim fitase dalam ransum disajikan pada Tabel 5.
Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum
No. Jenis
Ternak
Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti
1. Ayam petelur
Suplementasi ZnCO3 (25,
125, 225 ppm) dalam ransum yang mengandung dedak padi (25, 50, 75%)
Suplementasi 125 ppm ZnCO3
dalam ransum 25% dedak padi meningkatkan produksi telur dan Zn serum
Piliang
et al.
(1982a)
2. Ayam petelur
Suplementasi ZnCO3 200
ppm dalam ransum yang mengandung dedak padi 81,5%
Memp erbaiki pertumbuhan bulu anak ayam
Piliang
et al.
(1982b)
3. Ayam kampung petelur
Suplementasi ZnCO3 200
ppm
Meningkatkan produksi telur Piliang
et al. (2002)
4. Ayam petelur
Suplementasi ZnSO4 60
ppm
Meningkatkan Zn dalam kuning telur, tidak mempengaruhi ketebalan kerabang
Mabe
et al.
(2003) 5. Ayam
broiler
Suplementasi ZnO 1000 ppm
Tidak mempengaruhi bobot badan maupun kandungan Zn dalam daging dada dan paha
Emmert dan Baker (1995)
6. Ayam broiler
Suplementasi ZnSO4 (5,
10, 20 ppm)
Meningkatkan pertambahan bobot badan
Kornegay
et al. (1999)
7. Ayam broiler
Suplementasi ZnSO4 200
ppm
Tidak mempengaruhi kandungan Zn dalam daging paha dan dada
Bou et al. (2004) 8. Ayam
broiler
•Suplementasi ZnO (500, 1000, 1500 ppm)
•Suplementasi ZnSO4
(500, 1000, 1500 ppm)
•ZnSO4 1500 ppm menurunkan
pertumbuhan bobot badan
•ZnO 1500 ppm tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan
•Suplementasi ZnSO4 maupun
Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum
(lanjutan)
No. Jenis
Ternak
Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti
ZnO tidak mempengaruhi kandungan Zn daging dada
•Suplementasi ZnO meningkatkan ekskresi Zn dalam manure lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi ZnSO4
9. Babi Suplementasi ZnSO4 (0,
100 ppm)
•Meningkatkan pertambahan bobot badan dan retensi Zn
•Menurunkan absorpsi Mg, Mn dan Cu
Adeola (1999)
10. Babi Suplementasi ZnSO4 (10,
50, 150 ppm)
•Tidak mempengaruhi performan Roberts
et al. (2002) 11. Tikus Pemberian makanan yang
defis ien Zn (< 1 mg Zn/kg ransum) vs kontrol (30 mg Zn/kg)
•Menurunkan bobot badan, berat hati, Zn serum, Zn femur, berat femur
•Menurunkan metallothionein dalam hati dan usus halus
Szczurek
et al. (2001)
12. Tikus Suplementasi ZnO (1000, 2500, 5000 mg/kg ransum)
•Tidakmempengaruhi pertambah- an berat badan, berat badan akhir, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum
•Meningkatkan aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan protease dalam pankreas maupun usus halus
Szabo
Tabel 4. Perkembangan penelitian rasio molar asam fitat: Zn dalam
ransum
No. Jenis
Organis
me
Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti
1. Tikus Rasio molar asam fitat : Zn -Rasio molar asam fitat : Zn = 26 pada tikus menyebabkan defisiensi Zn yang ditandai dengan : anoreksia, pertambahan bobot badan menurun, efisiensi penggunaan ransum menurun
Pallauf dan Rimbach (1999)
2. Manusia Rasio molar asam fitat : Zn pada makanan bayi
• Rasio molar asam fitat : Zn > 1,5 menurunkan ketersediaan Zn pada makanan bayi umur < 4 bulan •Rasio molar asam fitat : Zn >8 menurunkan ketersediaan Zn pada makanan bayi umur > 4 bulan
Bosscher
et al. (2001)
3. Ayam
petelur
Rasio molar asam fitat:
Zn pada ransum ayam
Isa-Brown yang
mengandung dedak padi
tinggi (50%)
Rasio molar asam fitat: Zn = 15
menghasilkan efisiensi
penggunaan ransum tertinggi,
kandungan vitamin A dalam
telur tertinggi, meningkatkan
aktivitas alkalin fosfatase dalam
serum
Sumiati
et al. (2005)
-belum
publikasi
4. Tikus Rasio molar asam fitat:
Zn dalam ransum tikus
yang mengandung
tepung beras-kacang
kedelai tinggi (41.25%
tepung beras, 45%
kacang kedelai)
Rasio molar asam fitat : Zn = 10
merupakan angka rasio terbaik;
retensi Zn tertinggi,
meningkatkan aktivitas alkalin
fosfatase, meningkatkan
perkembangan organ reproduksi
(testis dan ovarium), thimus dan
pankreas
Sumiati
et al. (2005)
-belum
Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam
ransum
No. Jenis
Ternak
Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti
1. Ayam petelur
Suplementasi 500 U fitase/ kg ransum dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai (corn- soybean diet), tanpa protein hewani
Meningkatkan kandungan mineral Zn, Mn, Ca dan P dalam tulang tibia
Um et al. (1999)
2. Ayam petelur
Suplementasi 300 U fitase/kg ransum pada ransum berbasis jagung-bungkil kedelai, tanpa tepung ikan, P-tersedia (0.1; 0.2; 0.3; 0.4%)
Meningkatkan produksi telur pada ransum dengan P-tersedia rendah ( 0.1%)
Punna dan Roland (1999)
3. Ayam petelur
Suplementasi 0,04 % enzim fitase pada ransum berbasis gandum-bungkil kacang kedelai (wheat-soyabean meal), tanpa protein hewani
Menurunkan ekskresi mineral P Jacob et al.
(2000)
4. Ayam petelur Babcock
Suplementasi 300 U fitase/kg ransum dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai, tanpa protein hewani, P-tersedia 0.25%
Tidak mempengaruhi produksi telur
Keshavarz (2000)
5. Ayam petelur ISA-Brown
Suplementasi 300 U fitase/kg ransum
Meningkatkan produksi telur, menurunkan ekskresi P
Lim et al. (2003)
6. Ayam petelur ISA-White
Suplementasi 300 U fitase/kg ransum
Meningkatkan produksi telur Keshavarz (2003)
7. Ayam petelur
Suplementasi 300 U fitase/kg
Meningkatkan retensi mineral Zn, Cu, Mn, Ca dan P
Ceylan
Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam
ransum (lanjutan)
No. Jenis
Ternak
Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti
8. Ayam petelur
Suplementasi 300 U/kg ransum dalam ransum dengan protein rendah, disuplementasi dengan asam amino lisin, metionina, triptofan, isoleusin dan valin
Meningkatkan retensi mineral P, produksi telur, berat telur, efisiensi penggunaan ransum
Keshavarz dan Austic (2004)
9. Ayam broiler
a.Suplementasi enzim fitase (0, 400, 800 U/kg ransum), tanpa bahan pakan hewani, kandungan asam fitat (1,04; 1,32; 1,57%)
b. Suplementasi enzim fitase (0, 625 U/kg ransum), mengandung bahan pakan hewani, kandumgan asam fitat (0.46; 0.82; 1.18%)
a. Meningkatkan pertambahan bobot badan
b. Meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum
Ravindran
et al. (1999)
10. Ayam broiler
Suplementasi enzim fitase (600, 1200 U/kg ransum) pada ransum defisien Zn (13 mg Zn/kg ransum)
Meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, berat tibia dan kandungan Zn tibia
Kornegay
et al. (1999)
11. Ayam broiler
Suplementasi 0.01% fitase dalam ransum berbasis gandum-bungkil kacang kedelai
•-Menurunkan viskositas isi saluran usus
•-Meningkatkan abu tulang tibia
Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam
ransum (lanjutan)
No. Jenis
Ternak
Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti
12. Ayam broiler
Suplementasi 500 U fitase/kg ransum pada ransum dengan P-tersedia rendah (0.22% untuk periode starter, 0.14% untuk periode finisher)
•-Meningkatkan performan •-Meningkatkan penggunaan
Zn, Mn, Ca dan P
Viveros
et al. (2002)
13. Ayam broiler
Suplementasi enzim fitase (90, 500, 750 U fitase/kg ransum) dalam ransum berbasis jagung-bungkil kedelai, P-tersedia rendah (0.35%)
Meningkatkan kecernaan asam amino dan mineral P
Rutherfurd
et al. (2004)
14. Ayam
petelur
Suplementasi enzim
fitase (300 dan 400 U
fitase/kg) dalam ransum
yang mengandung dedak
padi tinggi (50%)
Tidak nyata mempengaruhi
performan ayam petelur;
meningkatkan kandungan
mineral P dan vitamin A
dalam telur, meningkatkan
retensi Zn dan P,
meningkatkan aktivitas alkalin
fosfatase
Sumiati
et al. (2005) -belum
publikasi
15. Tikus Suplementasi enzim
fitase (750 dan 1000 U
fitase/kg ransum) dalam
ransum tikus yang
mengandung tepung
beras 41.25% dan kacang
kedelai 45%
Suplementasi enzim fitase 1000
U fitase/kg merupakan taraf
terbaik ; efisiensi penggunaan
ransum tertinggi,
meningkatkan mineral Zn, Ca
dan P, meningkatkan aktivitas
alkalin fosfatase dalam serum,
meningkatkan perkembangan
organ reproduksi, thimus dan
pankreas
Sumiati
et al. (2005)
-belum
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dimulai dengan analisis kandungan nutrisi dan asam fitat dari
bahan makanan penyusun ransum. Bahan makanan yang dianalisis adalah jagung
kuning, dedak halus, bungkil kacang kedelai, tepung kacang kedelai, tepung beras
dan tepung ikan. Analisis meliputi analisis proksimat (kadar air, protein, lemak,
serat kasar, BETN, abu), energi bruto, Zn, Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg dan asam fitat.
Setelah mendapatkan data kandungan zat nutrisi dan asam fitat, kemudian
dilakukan penyusunan ransum ayam petelur berdasarkan rekomendasi NRC
(1994) dan ransum tikus berdasarkan rekomendasi Purina Lab. Chows (1991) dan
Baker et al. (1979). Penambahan Zn inorganik dilakukan dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat (AF) : Zn dalam masing- masing
ransum (ayam petelur dan tikus).
PENELITIAN I
Perlakuan pada Ayam Petelur
Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan Bagian Nutrisi Unggas,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.
A. Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur strain
ISA-Brown umur 16 minggu sebanyak 162 ekor yang dibeli dari PT. Hejo Farm,
Cicurug, Sukabumi. Ayam ini dipelihara sampai umur 33 minggu.
B. Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang kawat (cages) yang telah dilapisi
dengan vernis sebanyak 54 kotak yang masing- masing diisi 3 ekor ayam, setiap
kotak berukuran 45 cm x 45 cm x 45 cm (panjang x lebar x tinggi). Cages
tersebut ditempatkan dalam 5 ruang kandang. Tempat pakan dan air minum yang
digunakan terbuat dari bambu. Lampu wolfram berkekuatan 60 watt sebanyak 5
buah (masing- masing 1 buah untuk 1 ruang kandang) digunakan sebaga i
plastik penutup kandang(tirai), timbangan, tabung penampung darah, spuit, rak
telur, peralatan untuk memotong ayam, termometer, peralatan tulis.
C. Ransum
Ransum perlakuan terdiri atas 9 macam, yaitu :
P0 = Ransum Kontrol (tanpa suplementasi ZnO maupun fitase
(rasio molar AF:Zn = 76)
P1 = P0 + 252 mg ZnO/kg (rasio molar AF : Zn = 15)
P2 = P0 + 567 mg ZnO/kg (rasio molar AF : Zn = 7.5)
P3 = P0 + 300 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 76)
P4 = P0 + 400 U fitase/kg ransum (rasio molar AF:Zn = 76)
P5 = P0 + 252 mg ZnO/kg + 300 U fitase/kg ransum (rasio molar
AF:Zn = 15)
P6 = P0 + 252 mg ZnO/kg + 400 U fitase/kg ransum (rasio molar
AF:Zn = 15)
P7 = P0 + 567 mg ZnO/kg + 300 U fitase/kg ransum (rasio molar
AF:Zn = 7.5)
P8 = P0 + 567 mg ZnO/kg + 400 U fitase/kg ransum (rasio molar
AF:Zn = 7.5)
Ransum perlakuan diberikan pada ayam petelur umur 18 – 33 minggu,
umur 16 – 18 minggu merupakan masa adaptasi pemberian ransum perlakuan.
Mineral ZnO (mengandung 80% Zn) yang digunakan untuk suplementasi Zn
adalah produksi PT. INDO LYSAGHT, Jakarta. Latar belakang penggunaan ZnO
dalam penelitian ini adalah: ZnO tidak bersifat toksik jika digunakan dalam taraf
yang relatif tinggi seperti pada penelitian ini, sedangkan ZnSO4 bersifat toksik (akan menimbulkan iritasi) jika digunakan dalam taraf yang tinggi. Alasan lain
adalah pada waktu penelitian ini dilakukan hanya ZnO yang tersedia di pasaran.
Enzim fitase yang digunakan untuk suplementasi adalah 3- fitase Natuphos (EC
kandungan serta kebutuhan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel
7.
Perhitungan molar rasio asam fitat (AF) : Zn dalam ransum ayam petelur. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan Bosscher etal.(2001) :
Jumlah asam fitat (mg) dalam 100 g ransum/ berat molekul (BM) Jumlah Zn (mg) dalam 100 g ransum / berat molekul (BM )
Untuk ransum ayam petelur (ransum kontrol/P0) :
a. Asam fitat = 3.81%
b. Zn = 49.8 mg/kg
c.BM asam fitat (C6H18O24P6)= 660
d. BM Zn = 65.4
• Asam fitat = 3.81/100 x 100 g = 3.81 g = 3810 mg/660 = 5.7727 mmol
• Zn = 49.8 mg/kg = 4.98 mg/100g = 4.98 mg / 65.4 = 0.0761 mmol
• Molar rasio AF : Zn = 5.7727 mmol / 0.0758 mmol = 75.86 : 1 = 76:1
Perhitungan penambahan ZnO dalam ransum ayam petelur
1. Molar rasio AF : Zn = 7.5
• Asam fitat : Zn = 7.5, maka 5.7727 mmol (kandungan asam fitat ransum kontrol) : Zn = 7.5, sehingga Zn yang diperlukan dalam ransum adalah :
-Zn = 5.7727 mmol / 7.5 = 0.7697 mmol x 65.4 (BM Zn) = 50.3383
mg/100 g = 503.383 mg/kg
• Penambahan Zn = 503.383 – 49.8 mg/kg (Zn dalam ransum kontrol) = 453.583 mg / kg ransum
• Penambahan dalam bentuk ZnO (mengandung Zn 80%) =
2. Molar rasio asam fitat : Zn = 15
• Asam fitat : Zn = 15, maka 5.7727 (kandungan asam fitat ransum kontrol) : Zn = 15, sehingga Zn yang diperlukan dalam ransum adalah :
-Zn = 5.7727 mmol / 15 = 0.3848 mmol x 65.4 (BM Zn) = 25.1659
mg/100g = 251.659 mg/kg
• Penambahan Zn = 251.659 – 49.8 mg/kg (kandungan Zn ransum kontrol)= 201.859 mg/kg ransum
• Penambahan dalam bentuk ZnO (mengandung Zn 80%) =
[image:45.596.112.520.313.652.2]100/80 x 201.859 mg/kg = 252.32, dibulatkan menjadi 252 mg/kg ransum
Tabel 6. Susunan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu
No. Bahan Makanan1)
Ransum Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
1. Jagung(%) 15 15 15 15 15 15 15 15 15
2. Dedak padi
(%) 50 50 50 50 50 50 50 50 50
3. Bungkil kedelai
(%) 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 13.2 4. Tepung ikan
(%) 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
5. Minyak(%) 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1 7.1
6. CaCO3(%) 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3
7. Premix(%) 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
8. Garam(%) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
9. ZnO (mg/kg)2) - 252 567 - - 252 252 567 567
10. Fitase(U/kg)3) - - - 300 400 300 400 300 400
Jumlah (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100
1) Analisis proksimat bahan makanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Fakultas peternakan IPB (2003) ; analisis mineral dilakukan di Laboratorium Terpadu, IPB (2003), analisis asam fitat dilakukan di Department of Food and Nutrition, Texas Tech. University Lubbock USA (2003).
2)