MELALUI PENDEKATAN KELOMPOK
Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui
Pendekatan K elompok Usaha Bersama (KUBE)
Oleh:
JOYAKIN TAMPUBOLON
PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN
SEKOLAH PASCASARJANA
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemberdayaan Masyarakat
melalui Pendekatan Kelompok: Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui
Pendekatan Kelompok Usaha Bersama(KUBE) adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Jakarta, Maret 2006
Yang Membuat Pernyataan,
iii
ABSTRAK
JOYAKIN TAMPUBOLON. Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendekatan Kelompok: Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dibimbing oleh BASITA GINTING (KETUA), MARGONO SLAMET, DJOKO SUSANTO, SUMARDJO (Anggota)
Sejak dulu hingga sekarang upaya penanganan kemiskinan terus dilakukan oleh pemerintah. Berbagai kebijakan dan program sudah banyak diluncurkan dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun pemasalahan kemiskinan tidak pernah terselesaikan sampai tuntas hingga sekarang. Sejak 1984 Departemen Sosial telah menawarkan satu program pemberdayaan kepada fakir miskin melalui pendekatan KUBE namun keberhasilannya kurang optimal. Karena itu, KUBE menjadi menarik untuk diteliti
Tujuan penelitian: (a) mengkaji sejauh mana tingkat kedinamisan kehidupan KUBE dan keberhasilan KUBE, (b) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamisan KUBE, (c) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan KUBE, (d) mengidentifikasi faktor utama penentu keberhasilan KUBE dan (e) merumuskan model yang efektif pemberdayaan fakir miskin melalui pendekatan KUBE.
Populasi penelitian adalah KUBE kelompok fakir miskin yang sudah berdiri semenjak (minimal) 4 tahun hingga tahun 2004. Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian sebanyak 224 orang anggota KUBE dari 61 KUBE dengan teknik penarikan sampel adalah stratified random sampling, yang terdiri dari: dua orang pegurus KUBE, dan dua orang anggota dari setiap kelompok KUBE. Sedangkan lokasi penelitian meliputi 3 wilayah provinsi, yaitu: Propinsi Sumatera Utara; Propinsi Jawa Timur; dan Propinsi Kalimantan Timur yang dipilih secara purposive. Disain penelitian menggunakan deskripsi analisis eksploratorif dan korelasional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi, survey, serta dengan menggunakan instrumen wawancara berstruktur (setengah terbuka) , dan observasi berstruktur.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, jenis usaha ekonomis produktif KUBE dikelompokkan dalam tiga kategori: (a) KUBE Harian, (b) KUBE
Bulanan, (d) KUBE Tahunan. Hasil menunjukkan 59,02 % KUBE merupakan
KUBE Harian. Kedinamisa n KUBE dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu (a) dinamis inklusi, (b) dinamis aktif, dan (c) dinamis inovatif. Hasil penelitian menunjukkan 85,2 % KUBE kategori aktif. Sekitar 93,8 % keberhasilan aspek sosial KUBE berada dalam kategori sedang, dan sebesar 95,5 % keberhasilan aspek ekonomi berada pada kateori sangat rendah. Lemahnya keberhasilan aspek ekonomi ini karena variabel pengguliran, tabungan, pengembangan jenis usaha, dan pengelolaan IKS belum berjalan dengan baik.
Dinamika kehidupan KUBE dipengaruhi terutama oleh: tingkat pendidikan
anggota KUBE, modal awal yang dimiliki, pelatihan yang diikuti responden, motivasi responden untuk tergabung dalam KUBE, proses pendampingan, bantuan yang diterima (uang dan per alatan), proses pembentukan KUBE, norma dan nilai budaya yang berlaku, peluang pasar yang ada, keterkaitan kelompok dengan tokoh formal dan informal, dan jaringan kerja yang dibangun. Tingkat
iv
anggota, kepemimpinan kelompok, keefektifan kelompok, kekompakan kelompok, fungsi tugas kelompok, dan tujuan kelompok.
Ada 5 faktor utama eksistensi KUBE, yaitu: aset (asset), kemampuan (ability), kemasyarakatan (community), komitmen (commitment), pasar (market) selanjutnya diberi nama “KONSEP PEMBERDAYAAN ABCCM”. Tiga faktor kedinamisan KUBE, yaitu: pendampingan (guide), jaringan kerjasama
(networking), dan inovasi (innovation). Ada beberapa variabel yang saling
mempengaruhi dalam model, yaitu variabel dinamika kehidupan KUBE dipengaruhi pola pemberdayaan, karakteristik individu KUBE, dan lingkungan sosial KUBE. Sedangkan variabel tingkat keberhasilan KUBE dipengaruhi oleh dinamika kehidupan KUBE.
Model yang dihasilkan disusun dalam tujuh tahap dan harus dilakukan secara bertahap dan konsisten, yaitu (a) pemahaman kondisi awal, (b) sosialisasi program, (c) pembentukan kelompok, (d) pelaksanaan ABCCM, (e) operasionalisasi usaha, (f) inovasi usaha, dan (g) evaluasi keberhasilan KUBE..
Didasarkan pada hasil penelitian disarankan beberapa hal perlu disarankan. P erlu mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang berkaitan - terutama dengan: (a) tingkat pendidikan anggota KUBE, (b) modal awal yang dimiliki, (c) pelatihan yang diikuti anggota KUBE, (d) motivasi anggota untuk tergabung dalam KUBE, (e) proses pendampingan, (f) bantuan yang diberikan (uang dan peralatan), (g) proses pembentukan KUBE. (h) norma dan nilai budaya yang berlaku, (i) peluang pasar yang ada, (j) keterkaitan kelompok dengan tokoh formal dan informal, (k) jaringan kerja yang dibangun, (l) pembinaan kelompok, (m) kepuasan anggota, (n) kepemimpinan kelompok, dan (o) keefektifan kelompok
Dalam penerapan model harus mengikuti 7 tahapan yang harus dilalui secara berur utan dan konsisten yang dimulai dari (a)pemahaman kondisi awa l;
(b) sosialisasi program (c) pembentukan kelompok; (d) pelaksanaan “ABCCM”
(e) operasionalisasi usaha ; (f) inovasi usaha ; dan (g) evaluasi keberhasilan
KUBE. Ada beberapa faktor yang harus mendapat tekanan dalam penerapan
model, yaitu: (a) konsep pemberdayaan ABCCM, meliputi: aset, kemampuan,
kemasyarakat, ko mitmen, pasar, pendampingan , jaringan kerjasama, inovasi, (b)
jenis sifat kegiatan KUBE, meliputi: harian, bulanan, semesteran, (c) kedinamisan KUBE, meliputi: inklusi, aktif dan inovatif.
Mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada pada anggota KUBE maka pendampingan masih sangat diperlukan hingga jangka waktu tertentu. Guna mempercepat akses KUBE terhadap keuangan, maka eksistensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) masih diperlukan sehingga dapat mempercepat akses KUBE terhadap kebutuhan modal yang senantiasa berkembang.
KUBE harus terintegrasi dengan teknologi tepat guna , karena, itu pihak perguruan tinggi khususnya Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) perlu bekerja sama dengan KUBE dan lebih proaktif dalam pengembangan inovasi KUBE
v
ABSTRACT
JOYAKIN TAMPUBOLON. The Community Empowerment through The Group Approach: The Empowerment Case of The Poverty Community through The Group of Sharing Economic Business Approach. Under the direction of BASITA GINTING (Promoter), MARGONO SLAMET, DJOKO SUSANTO, and SUMARDJO (Co-Promoter).
The objectives of the study are: (a) to overview the level of the dynamic of KUBE’s life, (b) to identify factors which effect the level of KUBE’s success is, (d) to identify main components which determine KUBE’s success and (e) to formulate an effective empowerment model for poor society through modified KUBE approach.
The type of productive economical business of KUBE it is necessary classified in three categories : (a) Daily KUBE, (b) Monthly KUBE, (c) Annual
KUBE. The result shows 59.02 percent of KUBE is Daily KUBE. The dynamic
of KUBE need to be classified in three categories, they are (a) inclusion dynamic, (b) active dynamic, and (c) innovative dynamic. The result of the research shows 85.2 percent of KUBE is active category. It is about 93.8 percent of the success of social aspect of KUBE at medium category and 95.5 percent the success of economy aspect at very low category. The weak of success of economy aspect because the variable of turning time, saving, development of business variation, management of IKS have not run well.
Dynamic of KUBE life is effected strongly by the level of education of
KUBE members, initial asset owned, training is taken by members, the motivation of the members to join KUBE, guiding process, aids gotten (money and tools), process of building KUBE, norms and values of culture existed, the opportunity of market, the involve of groups with informa l and formal doer, and networking built. The level of the success of KUBE is effected strongly by guiding group, the satisfaction of members, the leadership of group, the effective of group, the harmony of group, the function of group work and the purpose of group. There are 5 main components of KUBE existence, they are: asset, ability, community,
commitment, named “ABCCM Empowerment Concept”.
The three of KUBE dynamic, they are: guide, networking and innovation. There are some variables effect each other in model, that is, variable of dynamic life of KUBE is effected by empowerment pattern, the characteristic of the individual KUBE and society environment of KUBE. Meanwhile the variable of the success level of KUBE is effected by the dynamic of KUBE life. M odel that has been formulated consist of seven phase and must be done step by step and consistently, those are: (a) understanding of the beginning condition, (b) program socialization, (c) forming of group, (d) application of ABCCM, (e) business operationalization, (f) business innovation, and (g) evaluate efficacy of KUBE.
vi
Hak cipta milik Joyakin Tampubolon, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
vii
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MELALUI PENDEKATAN KELOMPOK
Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui
Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Oleh:
JOYAKIN TAMPUBOLON
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)
PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN
SEKOLAH PASCASARJANA
viii
Judul Disertasi : Pemberdayaan Masyarakat mela lui Pendekatan Kelompok: Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Nama : Joyakin Tampubolon
NRP : P05600001
Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA Prof. Dr. H. Margono Slamet, MSc
Ketua Anggota
Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, APU Dr. Ir. Sumardjo, MS
Anggota Anggota
Diketahui,
Dekan
Ketua Program Studi Sekolah Pascasarjana
Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Amri Jahi, MSc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan karunia -Nya, disertasi yang berjudul: Pemberdayaan Masyarakat
melalui Pendekatan Kelompok ini dapat diselesaikan. Disadari bahwa bukan
karena limpahan ramah-Nya semua ini tidak akan dapat dilaksanakan. Berbagai
tantangan dan hambatan sudah dihadapi dalam rangka penyelesaiaan studi ini
khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian mulai dari penyusunan
proposal, terutama pada pelaksanaan penelitia n di lapangan hingga penyusunan
laporan disertasi ini. Tetapi karena lindungan-Nya semua dapat diatasi dengan
baik.
Sejak dulu hingga sekarang upaya-upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat kelompok yang kurang mampu sudah banyak dilakukan oleh
pemerintah. Berbagai kebijakan dan program sudah banyak diluncurkan, seperti
Memantapkan Program Menghapus Kemiksinan (MPMK), Gerakan Terpadu
Pengentasan Kemiskinan (GARDUTASKIN), Inpres Desa Tertinggal (IDT),
hingga Bantuan Lansung Tunai Rumah Tangga Miskin (BLTRTM), tetapi kondisi
yang ada belum berpihak pada kelompok ini. Berbagai tantangan dan hambatan
selalu silih berganti, seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar yang tidak stabil,
kerusakan terjadi diberbagai daerah, bencana alam terjadi di mana-mana , harga
BBM naik, dan lain-lain. KUBE merupakan salah satu bentuk pemberdayaan yang
ditujukan pada kelompok ini. Diperkirakan semenjak program ini dimulai tahun
1984 sudah lebih dari 35.000 KUBE sudah diberdayakan, namun keberhasilannya
belum diketahui secara past i. Sampai tahun 2010 Departemen Sosial
merencanakan akan memberdayakan + 300.000 KUBE fakir miskin. Didasarkan
pada kondisi tersebut, eksistensi KUBE ini menjadi sesuatu yang sangat strategis
untuk diteliti.
Dalam memahami hasil penelitian ini, perlu mendalami apa sesungguhnya
yang dimaksud dengan KUBE. KUBE dalam penelitian ini sebagai media dalam
melakukan berbagai aktivitas kelompok yang pada intinya meliputi dua hal yaitu
aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial atau Usaha -usaha
Kesejahteraan Sosial (UKS) dan kegiatan yang bersifat ekonomis produktif.
x
teori-teori kelompok untuk mendalami sejauh mana kedinamisan KUBE mampu
meningkatkan keberhasilan KUBE. Ada 9 unsur dinamika kehidupan KUBE yang
dianggap relevan dalam mendalami KUBE sebagai suatu media aktivitas
kelompok, yaitu: (a) tujuan kelompok, (b) struktur kelompok, (c) fungsi tugas
kelompok, (d) pembinaan kelompok, (e) kekompakan kelompok, (f) keefektivan
kelompok, (g) kepemimpinan kelompok dan (h) kepuasan kelompok. Karena itu
pemahaman KUBE dalam penelitian harus dilihat sebagai media perwujudan
aktivitas kelompok.
Untuk melihat bagaimana keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui
pendekatan KUBE, penulis mengambil sampel KUBE-KUBE yang dikategorikan
berhasil sebanyak 61 KUBE. Penulis mengambil lokasi di tiga Provinsi, yaitu:
Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Kalimantan Timur.
Alasan pemilihan lokasi ini, karena di ketiga wilayah provinsi kebehasilan KUBE
relatif lebih baik dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kedua, persentase
kelompok miskin relatif besar dibandingkan dengan jumlah penduduk
masing-masing wilayah.
Ada lima tujuan penelitian yang diharapkan dapat diungkapkan melalui
penelitian ini, yaitu: pertama, menggali seberapa besar tingkat kedinamisan
kehidupan dan keberhasilan KUBE; kedua , mengindentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kedinamisan kehidupan KUBE; ketiga, mengindentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE; keempat, mengindentifikasi
faktor utama penentu keberhasilan KUBE, dan kelima, merumuskan model
pemberdayaan masyarakat yang efektif melalui pendekatan KUBE.
Penulis berdoa dan memohon mudah-mudah hasil penelitian ini dapat
lebih meningkatkan efektivitas proses pemberdayaan masyarakat kelompok
miskin sehingga bantuan pertolongan yang ditujukan kepada mereka benar-benar
dapat memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan sosial mereka menjadi
lebih baik. Amin.
Jakarta, Maret 2006
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pealinta suatu perkampungan di desa Siabal-abal II
Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 2
September 1960, putra bungsu dari enam bersaudara dari keluarga (alm) St
Meman Tampubolon dan (alm) Karolina br Panjaitan, telah menikah dengan
Merry Hutabarat, SE. Pada tanggal 15 Juni 1993 dan sudah dikaruniai tiga anak:
Barata Teddy Irwanto Tampubolon (11 tahun), Sri Pascarini Agustina
Tampubolon (11) dan Mastro Septri Johan Tampubolon (9 tahun).
Pada usia 7 tahun penulis masuk sekolah SD Negeri Lumbanjulu dan lulus
tahun 1974, Sekolah Menengah Tingkat P ertama di SMP Negeri Sipahutar lulus
1977, Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Negeri Siborong-borong semua di
dan lulus tahun 1981. Karena prestas i yang dicapai selama pendidikan SMP,
penulis menerima beaswiswa mulai dari kelas I hingga kelas III SMA. Pada tahun
1986 setelah bekerja di Departemen Sosial RI, penulis melanjutkan pendidikan
Diploma III di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dengan
status Tugas Belajar utusan dari Kanwil Departemen Sosial Propinsi Sumatera
Utara lulus tahun 1989 (lulusan terbaik III). Setahun kemudian dengan tetap
sebagai status Tugas Belajar dari kantor yang sama melanjutkan pendidikan pada
sekolah yang sama (STKS Bandung) pada jenjang S1 lulus tahun 1992 (lulusan
terbaik III). Pada tahun 1995 penulis kembali mendapat kesempatan dengan status
Tugas Belajar melanjutkan pendidikan Program Magister (S2) di Universtas
Indonesia jurusan Sosiologi kekhususan Kesejahteraan Sosial lulus tahun 1997.
Kemudian pada tahun 2000 penulis kembali melanjutkan pendidikan Program
Doktor di Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.
Selama sekolah di SD, SMP dan SMA penulis selalu aktif dalam berbagai
kegiatan ekstrakurikuler sekolah, seperti anggota dan pengurus Organisasi Siswa
Intra Sekolah (OSIS), Palang Merah Remaja, kegiatan Kegiatan Kerohanian
Remaja, kegiatan Kesenian Remaja, Kegiatan Pramuka dan kegiatan-kegiatan
lainnya. Pada tahun 1978-1979 semasa pendidikan di SMA penulis sebagai
Koordinator Bidang Kesenian OSIS SMA Negeri Siborong-borong. Selama
xii
Sarjana, penulis aktif dalam kegiatan ektrakurikuler mahasiswa. Selama periode
1987-1989 penulis terpilih sebagai Sekretaris HIMA STKS Bandung, pada
periode yang sama juga terpilih sebagai Wakil Ketua dan pelatih Paduan Suara
mahasiswa Mahaswiswa STKS Bandung. Pada tahun 1991-1992 terpilih sebagai
Ketua Badan Pengawas Harian Koperasi STKS Bandung. Dalam kegiatan
kerohanian Kristen baik selama mengikuti pendidikan Diploma maupun jenjang
S1 penulis aktif sebagai pelatih Paduan Suara Keluarga Mahasiswa Kristen
(KMK) STKS Bandung. Selain itu, penulis juga terpilih beberapa kali sebagai
Ketua Kelas dan aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang dilaksanakan
oleh STKS Bandung seperti: Dies Natalis, Wisuda, Ospek Mahasiswa Baru, dan
lain-lain.
Sejak tahun 1983 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di
Departemen Sosial RI dan bertugas di Kantor Wilayah Departemen Sosial
Propinsi Sumatera Utara pada Sub Bagian Kepegawaian hingga tahun 1986. Pada
tahun 1986-1989 mengikuti pendidikan Diploma III di STKS Bandung dengan
status Tugas Belajar. Pada tahun 1989 kembali bertugas di Kanwil P ropinsi
Sumatera Utara dan dipindakan pada Bidang Penyusunan Program hingga tahun
1990. Selama periode 1989 hingga 1990 penulis aktif sebagai penulis berbagai
Pedoman, Juknis dan Juklak yang diadakan oleh Kanwil Departemen Sosial
Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1990-1992 penulis kembali mendapat
kesempatan mengikuti pendidikan jenjang S1 di STKS Bandung dengan status
Tugas Belajar. Pada tahun 1993-1995 kembali bertugas di Kanwil Departemen
Sosial Propinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1995-1997 penulis kembali mengikuti
pendidikan di Universitas Indonesia untuk Program Magister dengan status Tugas
Belajar. Setelah selesai mengikuti pendidikan S2, penulis dipindahkan ke
Departemen Sosial pusat dan ditempatkan di Pusdiklat Pegawai Seksi Penyusunan
Kurikulum. Setahun kemudian diangkat menjadi Widyaiswara Muda (Tenaga
Pengajar) Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial hingga sekarang.
Berbagai seminar yang diikuti di antaranya adalah seminar Pengembangan
Koperasi, seminar Remaja dan Pengaruh Lingkungannya, seminar
Pengembangan Masyarakat dan Usaha Kesejahteraan Sosial dalam Perpektif
xiii
Modern. Seminar Nasional Isu-isu Masalah Sosial Strategik dan Isu-isu Global
yang Berpengaruh terhadap Pembangunan Kesejahteran Sosial. Seminar Nasional
Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan di Era Globalisasi.
Pelatihan yang pernah diikuti adalah Pelatihan Pendataan dan Perencanaan
Bidang Kesejahteraan Sosial (1993) yang diadakan oleh Kanwil Departemen
Sosial Provinsi Sumatera Utara, Pelatihan Traning Need Assessment (1998) dan
Pelatihan Traning Need Analysis (1998) , Diklat TOT SPAMA (1999) yang
diadakan Lembaga Adminstrasi Negara , TOT Kepemimpinan dan Pemberdayaan
SDM (1999), Diklat Metodologi Pembelajaran (1999) yang diadakan oleh
Departemen Sosial RI, Diklat ADUM (1999) dan Diklat SPAMA (2000) yang
diadakan oleh Departemen Sosial bekerjasama dengan Lembaga Adminstrasi
negara, Diklat Statistik (2001) yang diadakan oleh FMIPA Institut Pertanian
Bogor.
Pengalaman la in yang diperoleh adalah sebagai Tenaga Pelatih / Fasilitor
Diklat pada Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI, Dinas Bimbingan Mental
dan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta, Disigner dan Pelatih Out Bound Pusdiklat
Pegawai Departemen Sosial RI. Tim Evaluasi Pelatihan Dasar Pekerjaan Sosial
(PDPS) Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI, Tim Pakar Pusdiklat Pegawai
Depsos dan sebagai Tenaga Pengajar (Dosen) di STIA YAPPANN sejak 1999
hingga sekarang. Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan IPSPI (periode
1999-2004), Anggota Pengurus Bidang Hukum dan Pemerintahan IPSPI
(2004-sekarang). Bertugas selama + 1 bulan setelah 3 hari terjadinya gempa bumi dan
gelombang tsunami yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussallam.
Pengkajian yang sudah dilakukan adalah Pengkajian dan Penyusun
Kurikulum Diklat Out Bound, Diklat Penanggulangan Bencana, Diklat
Penanganan Fakir Miskin melalui Pendekatan KUBE, Diklat Penanganan
Pengungsi, Diklat Manajemen Pimpinan Panti, Diklat Jabatan Fungsional
Pekerjaan Sosial, Pengkajian Kearifan Lokal Pasca Bencana Gempa Bumi dan
Gelombang Tsunami di Aceh, dan pengkajian-pengkajian lainnya. Penelitian yang
sudah dilakukan: penelitian tentang Integrasi WNI keturunan Asing dengan WNI
Penduduk Masyarakat Setempat (1992) lokasi Bandung, Pelayanan Gerakan
xiv
Permasalahan Migran dan Model Pemberdayaannya (2003) 6 Provinsi, Penelitian
Indikator Kemiskinan (2003) Uji Coba Model Pemberdayaan Keluarga dalam
Rangka Mencegah Tindak Tuna Sosial oleh Remaja (2004) 9 Provinsi, Model
Pemberdayaan Keluarga bagi Korban Bencana pasca bencana tsunami di Aceh
(2005), Analisis Efektivitas Kebutuhan Anak melalui Sistem Panti dan Nonpanti
(2005) di 6 wilayah Provinsi.
Jakarta, Maret 2006
xv
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama proses penyelesaian studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) banyak
bantuan maupun dukungan baik langsung maupun tidak langung yang saya
terima dari berbagai pihak, terutama dalam penulisan disertasi ini. Ucapan terima
kasih yang sedalam-dalamnya pertama-tama saya sampaikan kepada pembimbing
saya: Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA, selaku Ketua Komisi, Bapak
Prof. Dr. H. Margono Slamet, MSc, Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, APU,
dan Dr. Ir. Sumardjo , MS, selaku Anggota Komisi yang telah sudi menjadi
pembimbing dan menyediakan waktu, tenaga dan pikiran di dalam proses
pembimbingan selama penyusunan rancangan penelitian dan disertasi ini. Banyak
masuk dan arahan-arahan yang saya terima yang pada akhirnya dapat diwujudkan
seperti sekarang ini. Pada kesempatan ini juga saya memberikan ucapan terima
kasih kepada jajaran IPB khususnya para tenaga adminstrasi Pascasarjana, mantan
Ketua dan Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Bapak Prof. Dr.
H. Margono Slamet, MSc dan Dr. Ir. Amri Jahi, MSc. , serta staf pengajar dan
tenaga adminstrasi program Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah
memberikan pelayanan selama mengikuti pendidikan di IPB bogor.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada . Kepada Bapak Drs.
Chusnan Yusuf mantan Kepala Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial yang
banyak memberikan dukungan dan dorongan untuk melanjutkan pendidikan ini.
Kepada Bapak Drs. Agus Priyono, MAP, selaku Kepala Pusdiklat Pegawai
Depsos RI dan jajarannya yang banyak memberikan dukungan, motivasi, fasilitas
dan kemudahan-kemudahan kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.
Selanjuntya kepada Bapak Drs. Abdul Malik, SH, MSi (Kepala Biro
Kepegawaian dan Hukum Depsos ) beserta staf yang telah banyak memberikan
pelayanan adminstrasi kepagawaian. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas dukungan materil yang diberikan kepada penulis melalui keikutsertaan
penulis dalam berbagai kegiatan yang diadakan selama ini, kepada: Bapak Drs.
Mulyono Machasi (mantan Direktur Bantuan Sosial Fakir Miskin Depsos RI)
beserta staf, Bapak Drs. Charles Talimbo, MSi (Kepala Pusat Penyuluhan Sosial
Depsos RI) beserta staf, Bapak Drs. Agus Chamdun, Msi (Kepala Pusat Data dan
xvi
(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial Depsos
RI) beserta staf, Dra. Sahawiyah Abdullah, Msi (Direktur Bina Pelayanan Korban
Napza Depsos RI) beserta staf, Bapak Drs. Dedi Suhendi (Inspektur IV Bidang
Penunjang) yang banyak memberikan perhatian selama ini.
Pada kesempatan ini juga disampaikan terima kasih kepada ennumerator
yang telah banyak membantu selama penelitian: Banten (sebagai lokasi uji coba
intrumen penelitian): Dra. Agustina (Depsos), Dra. Lis Nurhidayah (Depsos);
Sumatera Utara: Marsitta Simbolon, S.Sos, Indah Rivanti, S.Sos, Harpen
Simarmata, SKM (masing-masing LSM YAKMI), Dra. Alwanti Saragih
(Pendamping); Jawa Timur: Teguh, S.Sos (Dinso Prov. Jatim), Drs. Edy (Dinso
Kab. Nganjuk), Dra. Drs. Sofii (Dinso Kota Pasuaruan), Sugiarto (Dinso Kota
Pasuruan), Dra. Nini (Dinso Kota Surabaya ); Kalimantan Timur: Sahuddin
(Pasir), Itjul Ardana (Berau) dan Mahyudin (Pasir) masing-masing Anak Panti
PSAA Dharma Dinso Provinsi Kaltim, dan Rusman (Pelaksana Kaseksi Bidang
Ekonomi, Kantor Pemberdayaan Kotamasya Balikpapan), Dra. Nani (Kepala
Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial Pandeglang).
Terima kasih juga disampaikan pada teman-teman yang telah turut
membantu pelaksanaan penelitian di daerah sehingga penelitian dapat diselesaikan
tepat waktu, Sumut: Drs. Haris Pasi, Msi (Kepala Seksi Fakir Miskin, Dinso
Provinsi Sumut), Drs. Mansyur Syah (Staf Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin),
Ramdono (Staf Sudin Pemberdayaan Dinso Provinsi Sumut), Ester Hutabarat,
Aks (Ketua Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia, YAKMI); Dra.
Redima Gultom, S.Sos (dalam peminjaman mobil); Jatim: Rachmat Syamsudin,
SH (Kepala Panti PRSPP Teratai Surabaya, Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur
yang sangat banyak membantu dalam memfasilitasi kegiatan penelitian), Dra. Sri
Utami (Kasub Seksi Advokasi dan Perlindungan, Dinso Provinsi Jatim), Dra.
Dwi Anti Sunarsih, Msi. (Staf Seksi Advokasi dan Perlindungan, Dinso Provinsi
Jatim) yang sangat banyak membantu dan memfasilitasi pelaksanaan penelitian),
Drs. Bayoe (Kepala Penyusunan Program, Dinso Provinsi Jatim), Hardyanto (Staf
Seksi Advokasi dan Perlindungan, Dinso Provinsi Jatim) yang banyak berjasa
sebagai driver selama di jawa Timur); Kalimantan Timur : Yusuf (Pelaksana Seksi
xvii
memfasilitasi pelaksaan penelitian di Provinis Kaltim, Dra. Dwi Hartini (Kasubag
Tata Usaha PSAA Dharma Samarinda ) yang banyak membantu dan memfasilitasi
pelaksanaan penelitian di Samarinda) , Drs. Maiwan Syam (Kepala Seksi Bantuan
Sosial), Drs. Nomen Simarmata (Kasubdin Sarana, Prasarana dan Pengembangan
Swadaya Masyarakat) yang telah banyak membantu dan memfasilitasi
pelaksanaan penelitian di Balikpapan, Drs. Bambang Harjunadi (Kepala Seksi
Bantuan Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana dan Sosial
Kabupaten Nganjuk) , Aep Saifullah (Kepala Seksi Bantuan Sosial Fakir Miskin,
Dinas Sosial dan Kependudukan Provinsi Banten).
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terimah kasih yang
sebesar-besarnya kepada: Kakanda tercinta Kel. Gr. BM. Tampubolon dan Kel
Bapak Metua Drs. AM. Hutabarat, SH di Medan; Kel. Ir. Piter Nadeak dan Kel
Silitonga/ br Simatupang (Bere ) di Balikpapan, Kel Rachmat Syamsudin, SH
(Kepala Panti PRSPP Teratai Surabaya, Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur), di
Surabaya, Kepala Panti Jompo dan Staf di Kotamadya Samarinda atas pelayanan
yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.
Kepada beliau yang telah bertindak sebagai Penguji dari luar Komisi,
yaitu: Bapak Dr. Ir. Harry Hikmat, MSi., (Direktorat Bantuan Sosial Fakir Miskin
Departemen Sosial RI) sebagai Penguji pada Ujian Tertutup yang diadakan pada
tanggal 18 Januari 2006, Prof. Dr. Robert Lawang (Ketua Program Studi
Pembangunan Sosial Pascasarjana Universitas Indonesia) dan Prof. Dr. Gunawan
Sumodiningrat, M.EC. (Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Departemen
Sosial RI) masing-masing sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang
diadakan pada tanggal 22 Maret 2006. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas masukan-masukan yang diberikan dalam penyempurnaan
disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dra. Lucy Sandra (Kepala
Sub Bidang Metodologi dan Teknologi Pusdiklat Pegawai Depsos dan Dedi
Simatupang (Bere) yang telah membantu dalam proses entri data hasil lapangan.
Kepada Bapak Dr. Ir. Made Swande, MSi dan Drs. Bagus, MSi staf Pengajar
Program Studi Statistik Institut Pertanian Bogor yang telah sudi meluangkan
xviii
hingga penulisan akhir disertase ini. Kepada teman-teman seperjuangan di
program Studi Ilmu Penyuluhan Pembanguan yang banyak membantu dan
memberikan dukungan.
Pada kesempatan ini saya mengucapakan terima kasih kepada Bapak
(Alm) Prof. Drs. Mangatas Tampubolon, MSc dan istri yang saya anggap sebagai
orang tua saya yang telah membesarkan saya dan banyak memberikan dorongan
dan motivasi bagi penulis untuk terus melanjutkan pendidikan hingga Program
Doktor. Namun, sayang Beliau (A lm) sudah dipanggil oleh yang Maha Kuasa
sebelum studi saya ini berakhir. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa
memberikan tempat yang layak disisi-Nya.
Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada istri tercinta Merry Hutaba rat SE, yang telah banyak membantu
dan memberikan dorongan, semangat dan pengertian dalam penyelesaian studi ini.
Hal yang sama juga disampaikan kepada Ananda tercinta: Barata Teddy Irwanto
Tampubolon, Sri Pascarini Agustina Tampubolon dan Mastro Septri Johan
Tampubolon atas semangat, dorongan dan pengertian yang diberikan dalam
proses penyelesaian disertasi ini. Kepada (alm) Ibunda tercinta yang selalu
berusaha dan berjuang keras untuk pendidikan anak-anaknya. Terima kasih atas
perjuangan (alm) Ibunda ter cinta. Terima kasih disampaikan kepada Kakanda Gr.
BM. Tampubolon, STh dan istri, Drs. Jintar Tampubolon, MPd dan istri yang
terus menerus mendorong dan memotivasi penulis dalam penyelesaian studi ini,
demikian juga kepada Bapak/Ibu Mertua St. Drs. AM. Hutabarat, SH yang telah
banyak memberikan dukungan dalam penyelesaian studi ini.
Kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan secara satu
persatu dalam disertasi ini, atas bantuan dan dukungan yang diberikan pada
penulis baik langsung maupun tidak langsung, diucapkan terima kasih. Kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, motivasi, dan perhatian
diucapaka n terima kasih, kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan
yang setimpal. Terima kasih.
Jakarta, Maret 2006,
xix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xix
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR GAMBAR ... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Masalah Penelitian ... 6
Tujuan Penelitian ... 7
Kegunaan Penelitian ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
Kemiskinan ... 9
Kelompok ... 16
Lingkungan Sosial ... 28
Kepemimpinan ... 29
Pemberdayaan ... 33
Keberhasilan Kelompok ... 39
Penyuluhan dan Pemberdayaan ... 45
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 49
Kerangka Pemikiran ... 49
Hipotesis Penelitian ... 64
METODE PENELITIAN ... 65
Populasi dan Sampel ... 65
Populasi penelitian ... 65
Teknik penarikan sampel ... 65
Sampel penelitian ... 67
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 67
Lokasi penelitian ... 67
Waktu penelitian ... 68
Disain Penelitian ... 68
Data dan Instrumen ... 68
Sumber data penelitian ... 68
xx
Peubah dan Pengukuran ... 69
Peubah-peubah penelitian ... 69
Pengukuran peubah ... 71
Validitas dan Reliabilitas ... 72
Ana lisis Data ... 76
Definisi Operasional dan Indikator Pengukuran ... 80
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 94
Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Miskin Lokasi Penelitian .. 94
Karakteristik Masyarakat Miskin ... 101
Pemberdayaan Mas yarakat Miskin ... 112
Lingkungan Sosial KUBE ... 123
Dinamika Kehidupan KUBE ... 132
Tingkat Keberhasilan KUBE ... 142
Kelompok sebagai Media Pemberdayaan ... 161
Konsep Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Suatu Sintesis Hasil Kajian ... 164
Visi dan misi Pemberdayaan Masyarakat Miskin ... 164
Kedinamisan KUBE ...... 168
Keberhasilan KUBE ...... 172
Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kehidupan KUBE ... 177
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE ... 196
Faktor Utama Penentu Keberhasilan KUBE ... 202
Model P emberdayaan yang Efektif bagi Pemberdayaan Masyarakat Miskin ... 220
Strategi Penerapan Model Pemberdayaan KUBE ... 229
Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin ...... 236
SIMPULAN DAN SARAN
... 239Simpulan ... 239
Saran ... 242
DAFTAR PUSTAKA ... 245
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Indikator Garis Kemiskinan ... 15
2 Model Hipotetik Dinamika Kehidupan Kelompok ... 55
3 Model Hipotetik Paradigma Pola Pemberda yaan Masyarakat melalui KUBE ... 57
4 Model Hipotetik Aspek Lingkungan Sosial KUBE ... 59
5 Model Hipotetik Keberhasilan KUBE ... 60
6 Jumlah Sampel dan Wilayah Penelitian ... 67
7 Pengujian Kesahihan Hubungan Antara Variabel Utama ... 74
8 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen ... 76
9 Indikator dan Parameter Karakteristik Individu Anggota Kelompok KUBE (X1) ... 82
10 Indikator dan Parameter Pola Pemberdayaan (X2) ... 84
11 Indikator dan Parameter Lingkungan Sosial (X3) ... 86
12 Indikator dan Parameter Dinamika Kehidupan Kelompok (Z1) ... 88
13 Indikator dan Parameter Tingkat Keberhasilan KUBE ... 92
14 Angka Garis Penduduk Miskin dan Miskin (Rp/Bln) ... 95
15 Jumlah Responden Menurut Kedudukan dalam KUBE dan Jenis Kelamin ... 101
16 Komposisi Tingkat Pendidikan dan Umur Anggota KUBE ... 104
17 Nilai Mean, Median, Modus, Minimum dan Maksimum dari Modal Awal, Bantuan yang Diterima ... 106
18 Pengelompokan KUBE berdasarkan Jenis Usaha yang Dikembangkan ... 107
19 Distribusi Jenis Usaha KUBE menurut Provinsi ... 108
20 Penerapan Pendekatan atau Me tode Pembinaan Kelompok .... 115
21 Reaksi atau Tanggapan Responden terhadap Metode yang Diterapkan ... 115
22 Nilai Mean, Median, Modus, Minimum dan Maksimum dari Modal Awal, Bantuan yang diterima, Modal Akhir dan Persentase Kenaikan Modal ... 153
23 Pendapatan Anggota dan Besarnya Tanggungan Keluarga ... 157
24 Banyaknya Jenis Usaha dan Pertambahan Jenis Usaha ... 158
25 Kriteria Pengelompokan Kedinamisan KUBE ... 171
26 Tingkat Keberhasilan Aspek Sosial menurut Provinsi ... 175
27 Tingkat Keberhasilan Aspek Ekonomi menurut Provinsi ... 176
xxii
29 Koefisien Korelasi antara Pola Pemberdayaan (X2) dengan
Dinamika Kehidupan Kelompok (Y2) ... 188
30 Koefisien Korelasi antara Lingkungan Sosial (X3) dengan
Dinamika Kehidupan Kelompok (Y1) ... 194
31 Koefisien Korelasi antara Dinamika Kehidupan KUBE (Y1)
dengan Tingkat Keberhasilan Sosial KUBE (Y21) dan Tingkat
Keberhasilan Ekonomi KUBE (Y21) ... 200
32 Nilai Hasil Pengujian Faktor Eksistensi dan
Kedinamisan KUBE ... 204 33 Jalur Lintasan dan besarnya Koefisien Lintas Pengaruh
Langsung tidak langsung serta Pengaruh Total ... 224 34 Kerangka Model Strategi Pemberdayaan Masyarakat
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Jenis kelompok Berdasarkan Struktur Kelompok ... 21 2 Jenis kelompok Berda sarkan Fungsi Kelompok ... 21 3 Jenis kelompok Berdasarkan Pola Interaksi ... 22 4 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pendekatan KUBE ... 63 5 Model Hubungan Antara Variabel ... 77 6 Persentase Penduduk Fakir Miskin dan Miskin terhadap Jumlah
Pendudukan masing-masing Wilayah ... 96 7 Tingkat Partisipasi Masyarakat Miskin menurut Pendidikan ... 97
8 Persentase Masyarakat Miskin yang berusia 15 tahun ke atas
menurut Angkatan Kerja dan Jenis Pekerjaan ... 97
9 Persentase Rumah Tangga Miskin menurut Kepemilikan Rumah .. 98
10 Persentase Rumah Tangga Miskin menurut Kondisi Rumah
Tidak Layak Huni ... 99
11 Bentuk Kegiatan Badan Usaha dalam Penanganan Permasalahan
Sosial ... ... 100
12 Persentase Komposis Umur Anggota KUBE ... 102
13 Komposisi Pendidikan Formal Anggota KUBE ... 103 14 Penghasilan Utama dan Waktu yang Paling Banyak Dihabiskan
untuk Bekerja ... 109 15 Persentase Kehadiran dalam Pertemuan ... 117 16 Besar Bantuan yang Diterima ... 118 17 Kesesuaian dan Besar Bantuan yang Diberikan ... 119 18 Peranan Pendamping sebagai Fasilitator, Katalisator dan
Dinamisator ... 121 19 Jaringan Kerjasama / Kemitraan Kerja yang Terbentuk ... 129 20 Pencapaian Tujuan Kelompok ... 133 21 Persentase Pertambahan Modal Usaha KUBE ... 154 22 Lama KUBE Berdiri ... 154 23 Pengguliran Bantuan ... 155 24 Besarnya Pendapatan Keluarga dan Anggota KUBE ... 156 25 Ketersediaan Tabungan untuk Jangka Waktu 1 bulan ... 158 26 Konsep Kedinamisan KUBE ... 169 27 Hubungan Dinamika Kehidupan Kelompok dengan Keberhasilan
Aspek Sosial ... 170 28 Tingkat Keberhasilan KUBE ... 173 29 Skema Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Karaktiristik
Individu Anggota KUBE (X1) dengan Dinamika Kehidupan
Kelompok (Y1) ... 182
30 Skema Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Pola Pemberdayaan KUBE (X2) dengan Dinamika Kehidupan
Kelompok (Y1) ... 189
31 Skema Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Lingkungan Sosial
xxiv
32 Skema Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Dinamika
Kehidupan KUBE (Y1) terhadap Keberhasilan KUBE (Y2) ... 201
33 Unsur Konsep Pemberdayaan “ABCCM” ... 212 34 Pelaksanaan Kemitraan ... 217 35 Faktor Penentu Keberhasilan KUBE ... 220 36 Hasil Pengujian Analisis Lintasan Pemberdayaan Masyarakat
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1a Pola Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Pendekatan KUBE ... 253 1b Model Umum Kelembagaan dan Pengorganisasian Program
Pemberdayaan Fakir Miskin ... 254 2a Pengujian Hubungan Karakteristik Individu Anggota KUBE
(X1) dengan Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) ... 255 2b Pengujian Hubungan Pola Pemberdayaan KUBE (X2) dengan
Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) ... 256 2c Pengujian Hubungan Lingkungan Sosial KUBE (X3) dengan
Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) ... 257 2d Pengujian Hubungan Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) dengan
Keberhasilan Aspek Sosial (Y21) ... 258 2e Pengujian Hubungan Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) dengan
Keberhasilan Aspek Ekonomi (Y22) ... 259 2f Pengujian Hubungan Antara Variabel X1, X2, X3, Y1, Y22, dan
Y2 ... 260 2g Analisis Keragaman Varian antara Wilayah Propinsi ... 261 3a Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Karakteristik Individu
Anggota KUBE (X1), Pola Pemberdayaan (X2), dan Lingkungan
Sosial (X3) terhadap Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) ... 262 3b Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Karakteristik Individu
Anggota KUBE (X1), Pola Pemberdayaan (X2), dan Lingkungan Sosial (X3), Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) terhadap Tingkat
Keberhasilan KUBE (Y2) ... 263 3c Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Karakteristik Individu
Anggota KUBE (X1) terhadap Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) .. 264 3d Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Pola Pemberdayaan (X2)
ter hadap Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) ... 265 3e Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Lingkungan Sosial (X3)
terhadap Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) ... 266 3f Pengujian Analisis Lintasan Pengaruh Dinamika Kehidupan
KUBE (Y1) dengan Tingkat Keberhasilan KUBE (Y2) ... 267 3g Pengujian Persamaan Tingkat Kedinamisan KUBE antara
Peubah Dinamika Kehidupan KUBE (Y1) terha da p Tingkat
Latar Belakang
Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah
dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin
yang terjadi antara tahun 1976 hingga 1996. Pada tahun 1976 proporsi penduduk
mis kin masih sekitar 40,1 persen dari jumlah penduduk, pada tahun 1996 proporsi
penduduk miskin tinggal hanya 17,7 persen dari 185 juta penduduk Indonesia
(BPS, 2002). Pada masa itu berbagai upaya dan kebijakan dilakukan dalam rangka
mengentaskan kemiskinan.
Sejak terjadinya multi krisis ekonomi dan sosial yang melanda bangsa
Indonesia sejak tahun 1997 hingga sekarang ini, terjadi peningkatan penduduk
miskin secara fluktuatif. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin hanya tinggal
17,7 persen dari penduduk Indonesia, pada tahun 1998 meningkat menjadi 24,2
persen (BPS, 2002). Pada masa itu dampak krisis ekonomi sangat dirasakan
terhadap kehidupan masyarakat, lapangan kerja sangat terbatas, pendapatan
menurun, perekonomian nasional menjadi stagnan. Pada tahun 2000 terjadi
perbaikan, jumlah penduduk miskin hanya sekitar 19,1 persen (13,7 juta jiwa) dari
jumlah penduduk Indonesia dan kemudian menurun kembali menjadi 18,2 persen
(15,6 juta jiwa) pada tahun 2002 (BPS, 2004). Pada tahun 2005 jumlah penduduk
miskin (berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh BPS tahun 2005) yang
menerima Bantuan Langsung Tunai ( BLT) Rumah Tangga Miskin meningkat
menjadi sebesar 15,5 juta rumah tangga miskin (Depsos, 2005).
Setelah krisis seja k tahun 1997, pemerintah terus berupaya menaggulangi
kemiskinan. Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan Memantapkan Program
Menghapus Kemiskinan (MPMK) yang dicanangkan pada 1977. Kemudian pada
tahun 1998 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 21 tahun 1998
tentang Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan disingkat dengan
GARDUTASKIN . Intinya adalah menginstruksikan kepada semua departemen /
instansi dan kelompok masyarakat yang terkait dengan penanganan kemiskinan
kongkrit di dalam menanggulangi kemiskinan (Menkokesra dan Taskin, 1998).
Dengan instruksi ini, upaya -upaya penanggulangan kemiskinan ditata dan disusun
kembali dalam suatu sistem yang lebih terpadu dan menyeluruh. Berbagai
hambatan prosedur dan birokrasi yang selama ini dianggap dapat mengurangi
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program dihilangkan. Dengan adanya
pencanangan dan instruksi ini maka muncullah berbagai kelompok-kelompok
pemberdayaan di masyarakat, seperti: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga
Akseptor (UPPKA), Takesra dan Kukesra, Program Peningkatan Pendapatan
Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Kelompok Belajar Usaha (KBU), Kelompok
Masyarakat (Pokmas) untuk IDT, Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga
Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), termasuk KUBE.
Semenjak tahun 1983 sebenarnya Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
sudah dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam penanganan penggulangan
kemiskinan. Dengan keluarnya kebijakan MPMK dan Instruksi Presiden tersebut
menjadikan KUBE semakin eksis sebagai suatu pendekatan dalam penanganan
permasalahan kemiskinan. Dalam perjalana nnya pendekatan KUBE akhirnya
merupakan program Departemen Sosial dalam menterjemahkan program MPMK
dan Instruksi Presiden tentang Gardu Taskin tersebut.
Pola pemberdayaan KUBE yang diterapkan oleh Departemen Sosial
selama ini sangat seragam, kurang menekankan pada unsur-unsur lokal setempat.
Jumlah kelompok sebanyak 10 KK. Jumlah kelompok ini sangat terkait dengan
pengadministrasian bantuan yang akan diberikan, di mana pada setiap pengusulan
bantuan melalui anggaran APBN setiap tahunnya selalu didasarkan pada jumlah
10 KK jumlah anggota KUBE. Bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk uang
tetapi berupa paket usaha yang disediakan oleh pihak ketiga, seperti peralatan
bengkel, ternak sapi, peralatan-peralatan pertanian, dan lain-lain. Pemberian
bantuan ini diawali dengan pembekalan pengembangan keterampilan usaha
seadanya. Jenis paket usaha yang dikembangkan dianjurkan untuk memilih jenis
usaha sesuai dengan ketersediaan sumber-sumber di daerah masing-masing,
namun pelaksanaannya lebih mengacu pada kondisi pengadministrasian yang
harus dipertanggung jawabkan. Setiap kelompok mendapat 1 paket bantuan usaha,
tahap berikutnya. Bantuan yang sudah diterima harus digulirkan pada kelompok
fakir miskin lainnya yang ada di sekitarnya. Ada 10 indikator keberhasilan yang
digunakan selama ini (Depsos, 1994), yaitu:
1. Perkembangan usaha ekonomis produktif keluarga 2. Perkemba ngan usaha ekonomis produktif kelompok
3. Kondisi kesejahteraan sosial Keluarga Binaan Sosial (KBS) secara keseluruhan
4. Sumbangan Sosial Wajib (SSW) / Iuran Kesejahteraan Sosial (IKS) dan perkebangan gotong royong
5. Perkebangan koperasi kelompok
6. Pelaksanaan jaminan kesejahteraan sosial melalui embrio organisasi sosial 7. Perkembangan tabungan dan tabanas
8. Ikut sertanya KBS dalam program keluarga berencana, Posyandu dan wajib belajar
9. Ada tidaknya partisipasi dalam kegiatan Karang Taruna
10. Dampak proyek bantuan kesejahteraan sosial dalam masyarakat
Tujuan pemberdayaan pendekatan KUBE adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial para kelompok miskin, yang meliputi: terpenuhinya
kebutuhan hidup sehari-hari, meningkatnya pendapatan keluarga, meningkatnya
pendidikan, dan meningkatnya derajat kesehatan. Selain itu, pendekatan ini
bertujuan untuk mengembangkan dinamika kehidupan kelompok sosial, seperti:
pengembangan hubungan yang semakin harmonis, pengembangan kreativitas,
munculnya semangat kebersamaan dan kesetiakawanan sosial, munculnya sikap
kemandirian, munculnya kemauan, dan lain-lain, sehingga menjadi sumber daya
manusia yang utuh dan mempunyai tanggung jawab sosial ekonomi terhadap diri,
keluarga dan masyarakat serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
Melalui pendekatan KUBE ini diharapkan juga kelompok sasaran mampu
menggali dan memanfaatkan sumber daya alam, sosial, ekonomi, sumber daya
manusia dan sumber lingkungan serta sumber-sumber lainnya yang ada di
sekitarnya untuk kepentingan pengembangan potensi yang dimiliki, seperti:
pemanfaatan lahan untuk pertanian, pemanfaatan air untuk pengembangan usaha
ternak ikan, pemanfaatan tenaga yang mengganggur untuk menjadi tenaga kerja
di KUBE yang dikelola, dan lain -lain. Diharapkan dengan pola seperti ini, mereka
akan mudah mengintegrasikan sumber -sumber tersebut ke dalam
kepentingan-kepentingan kelompok. Filosofi yang terbangun melalui pendekatan KUBE ini
mengelola, mengembangkan, mengevaluasi dan menikmati hasil-hasilnya.
Pemerintah hanya memfasilitasi agar KUBE dapat berhasil dengan baik. Dilihat
dari komposisi ini, pendekatan KUBE merupakan pendekatan yang relevan di
dalam pemberdayaan kelompok miskin tersebut.
Namun kenyataannya di lapangan tidakla h selalu demikian, berbagai
kendala dan hambatan dihadapi. Proses pembentukan, pengelolaan dan
pengembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, bagaimana bantuan
yang diberikan, bagaimana pendampingan yang dilakukan, dan lain-lain.
Sebagian KUBE terbentuk atas insiatif anggota, sebagian karena gagasan atau
bentuk aparat desa atau pihak lain yang berkepentingan. Dalam pengelolaannya
juga demikian, ada KUBE yang memang murni dikelola oleh anggota dan
sebagian ada pihak yang terlibat karena ada kepentingan, dan masalah-msalah
lainnya. Tetapi keberhasilan dan kegagalan KUBE tidak bisa hanya dilihat dari
sisi sebelah mata, hanya menyalahkan pihak eksternal yang mungkin terlibat,
yaitu karena adanya campur tangan pihak luar. Namun masalah-masalah yang
bersifat internal juga perlu dikaji dan dianalisis, seperti sifat dan unsur -unsur yang
ada dalam kelompok, seperti keanggotaan, struktur kelompok dan lain -lain.
Dari hasil pemberdayaan yang dilakukan melalui pendekatan KUBE,
diperoleh gambaran bahwa jumlah KUBE hingga 2002 sudah mencapai 35.378
KUBE (diolah dari laporan pelaksanaan KUBE, Depsos) yang tersebar di tingkat
desa / kelurahan. Bila dilihat dari kuantitas jumlah ini cukup membanggakan,
tetapi bila dilihat dari eksistensi keberlanjutan KUBE, sangat terbatas KUBE
yang dapat bertahan atau dikategorikan berhasil.
Guna memperoleh informasi yang valid seberapa jauh tingkat keberhasilan
pelaksanaan KUBE, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Sosial RI telah mengadakan penelitian evaluatif tentang “Tingkat keberhasilan
Prokesos-KUBE dalam Pengentasan Fakir Miskin” sebanyak 2 kali pada KUBE
yang berbeda, yaitu pada tahun 1997/1998 dan pada tahun 1998/1999. Pada tahun
1997/1998 penelitian diarahkan pada 3 kelompok KUBE yaitu KUBE Fakir
Miskin, KUBE Karang Taruna dan KUBE Keluarga Muda Mandiri. Dari
penelitian diperoleh hasil: KUBE Fakir Miskin: 71,43 persen berhasil, 7,1 cukup
Muda Mandiri: 40 persen berhasil, 50 cukup berhasil (biasa-biasa saja), dan 10
persen kurang berhasil; KUBE Karang Taruna: 48 persen berhasil, 32 cukup
berhasil (biasa-biasa saja), dan 20 persen kurang berhasil (Balatbangkesos, 1998).
Penilaian yang dilakukan pada tiga faktor, yaitu: (a) pengembangan usaha
ekonomi kelompok; (b) manfaat KUBE terhadap kesejahteraan sosial keluarga
binaan, dan (c) perkembangan jaringan sosial kelompok binaan dengan fokus
pada partisipasi KBS dalam berbagai kegiatan.
Pada tahun 1998/1999 dilakukan penelitian terhadap 2 jenis program
KUBE, yaitu KUBE Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat (Paca) dan
KUBE Program Peningkatan Peranan Wanita Bidang Kesejahteraan Sosial
(P2WKS). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil: KUBE Paca: 50 persen
berhasil, 25 persen cukup be rhasil, dan 25 persen kurang behasil, sedangkan
KUBE P2WKS: 45 persen berhasil, 30 persen cukup berhasil, 25 persen kurang
berhasil. Kriteria yang digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan
keberhasilan: (a) peningkatan kemampuan usaha bersama kelompok; (b)
peningkatan pendapatan anggota; (c) pengembangan usaha kelompok; (d)
peningkatan keperdulian dan kesetiakawanan sosial di antara anggota dan
masyarakat lingkungannya (Balatbangsos, 1999) . Data ini menunjukkan bahwa
KUBE yang dilaksanakan selama ini diduga belum dapat dikategorikan berhasil.
Melalui hasil penelitian di atas, dan mengingat bahwa selama ini sangat
jarang dilakukan penelitian atau pengkajian untuk melihat sejauh mana peranan
dan keberhasilan KUBE serta mengingat bahwa KUBE merupakan suatu
pendekatan dalam proses pemberdayaan terhadap sebagian besar kelompok
masyarakat miskin , maka pemilihan topik penelitian ini menjadi sangat
diperlukan. Selain itu, desentralisasi yang sudah mulai bergulir sekarang,
menjadikan KUBE perlu dikaji sebagai sua tu pendekatan dalam proses
pemberdayaan, sehingga benar-benar menjadi suatu pendekatan yang dapat
menjadi satu alternatif penanganan atau model di dalam pemberdayaan
masyarakat miskin. Didasarkan alasan tersebut menjadi sangat penting untuk
mendalami topik tersebut dalam disertasi ini dengan judul: Pemberdayaan
Masalah Penelitian
Sejak diterapkannya KUBE sebagai suatu pendekatan pemberdayaan
kepada kelompok masyarakat miskin, masih sangat terbatas penelitian maupun
pengkajian atau evaluasi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana relevansi
pendekatan KUBE sebagai suatu model pemberdayaan fakir miskin. Hasil
penelitian yang diperoleh belum sepenuhnya dapat menggambarkan dan
menjawab secara utuh idealisme KUBE sebaga i suatu pendekatan pemberdayaan.
Dilihat dari jumlah keberadaan memang cukup berhasil, namun bila dilihat dari
target pencapaian fungsional, mungkin masih perlu pengkajian lebih lanjut untuk
melihat hasil yang lebih objektif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan
Libang Kesos Departemen Sosial (1996-1999) menunjukkan bahwa KUBE
belum dapat dikatakan berhasil, masih perlu pembenahan-pembenahan dalam
berbagai hal.
Kenyataan di lapangan menunjukkan belum dapat meyakinkan dan
membuktikan bahwa KUBE sudah berhasil. Ada beberapa pendapat yang muncul
dalam setiap forum diskusi, pertemuan-pertemuan yang diadakan dalam
pembahasan KUBE, mengatakan: bahwa kekurangberhasilan KUBE disebabkan
adanya intervensi dari luar KUBE yang terlalu berpengaruh, baik dalam proses
pembentukan KUBE, pengelolaannya, pendampingannya, pemasaran hasilnya,
pemilihan jenis usahanya, dan bantuan yang diberikan.
Pada sisi lain, ada yang mengatakan bahwa ketidakberhasilan KUBE tidak
terlepas dari masalah internal KUBE, seperti masalah keanggotaan kelompok,
komitmen kelompok, tujuan kelompok, struktur organisasi kelompok, manajemen
kelompok dan lain-lain. Memang terlihat adanya ketimpangan dalam pendekatan
ini, di mana anggota masyarakat diupayakan untuk terhimpun dalam suatu wadah
kelompok KUBE tetapi, kemampuan dan keterampilan anggota kelompok dalam
hal manajerial kelompok masih terbatas, latar belakang pendidikan rendah,
pengalaman dalam pengorganisasian kelompok terbatas, sekalipun mereka
memiliki pengalaman individual yang lumayan. Tentu hal ini menjadi suatu
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka peneliti ingin melihat masalah ini
menjadi suatu masalah yang menarik untuk diteliti. Berkaitan dengan
permasalahan di atas, maka masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini
adalah: Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendekatan Kelompok.Pendekatan
kelompok di sini menjadi hal yang penting dan menjadi fukus dalam penelitian
ini. Berdasarkan rumusan permasalahan pokok yang dipaparkan di atas, maka
lebih lanjut dijabarkan rincian masalah penelitian yang sekaligus dijadikan acuan
atau arah di dalam pelaksanaan penelitian dimaksud. Adapun permasalahan
penelitian dimaksud adalah:
1. Seberapa jauh tingkat kedinamisan dan keberhasilan KUBE?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamisan kehidupan KUBE?
3. Apa faktor-faktor dinamika kehidupan KUBE yang mempengaruhi
keberhasilan KUBE
4. Apa komponen utama penentu keberhasilan KUBE
5. Bagaimana model pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif melalui
pendekatan kelompok?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang dipaparkan di atas, ada
beberapa tujuan penelitian, yaitu:
1. Mengkaji tingkat kedinamisan dan keberhasilan KUBE.
2. Mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamisan KUBE.
3. Mengindentif ikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE
4. Mengindentifikasi faktor-faktor utama penentu keberhasilan KUBE.
5. Merumuskan model pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif melalui
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal:
1. Dapat dijadikan masukan dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin
yang menerapkan pendekatan kelompok, khususnya yang berkaitan dengan
pola pemberdayaan, pengembangan kedinamisan KUBE, efektivitas
pembinaan KUBE.
2. Dapat menjadi masukan yang berharga dalam penentu atau perumus kebijakan
pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok.
3. Dapat menjadi dasar perumusan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
penyuluhan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemampuan (sikap,
pengetahuan, dan keterampilan) .
4. Dapat memberikan masukan bagi pengembangan keilmuan, khususnya Ilmu Penyuluhan Pembangunan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia
yang berkaitan dengan peningkatkan kemampuan (sikap, pengetahuan, dan
Kemiskinan
Pendefinisian suatu kemiskinan bukanlah suatu hal yang mudah, karena
diperlukan berbagai aspek yang dapat dijadikan sebagai indikator pengukurannya
Berbeda dengan fenomena kemiskinan di negara-negara maju, kemiskinan di
negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara pada umumnya berkaitan dengan
masalah kelaparan, kekuranga n gizi, ditambah pakaian dan perumahan yang tidak
memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali
kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer, dan lain -lain
(Griffin, 1980).
Friedman (1981) mendefinisikan kemiskinan dari suatu basis kekuasaan
sosial, yang meliputi: (a) modal yang produktif ata u asset, misalnya: tanah,
perumahan, peralatan, kesehatan, dan lain-lain; (b) sumber-sumber keuangan,
seperti: income dan kredit yang memadai; (c) organisasi sosial dan politik yang
dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama, seperti: partai politik,
sindikat, koperasi, dan lain-lain ; (c) network atau jaringan sosial untuk
memperoleh pekerjaan, barang-barang, dan lain -lain; (d) pengetahuan dan
keterampilan yang memadai; (e) informasi yang berguna untuk memajukan
kehidupan orang. Dari definisi ini terlihat berbagai aspek yang dijadikan sebagai
indikator pengukuran kemiskinan.
Badan Koordinasi Pena nggulangan Kemiskinan (BKPK) bekerjasama
dengan Lembaga Penelitian SEMERU (2001) membuat batasan kemiskinan:
a. ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan);
b. tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi):
c. tidak adanya jaminan masa depan karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga);
d. kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun masal; e. rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam; f. tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat;
g. tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan;
h. ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
Definisi-definsi di atas jelas terlihat apa yang dimaksud dengan
kemiskinan. Kemiskinan tidak hanya saja menyangkut kepemilikan harta yang
bersifat material, tetapi juga hal-hal yang bersifat non-material termasuk di
dalamnya kepemilikan akses terhadap berbagai sumber.
Secara umum, pendekatan yang biasa digunakan dalam mengukur
kemiskinan adalah mengacu pada dua konsep yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dari kemampuan individu untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupanya secara layak, yang pada intinya berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu: pemenuhan makan, rumah dan
pakaian. Kemiskinan seperti biasa dikenal dengan inability of individual to meet
basic needs (Tjondronegoro, Seoyono, dan Har djono, 1993). Hal yang kurang
lebih sama juga dikemukakan oleh Sen dalam Meier (1989), yang mengatakan
bahwa kemiskinan adala h: the failure to have certain minimum capabilities.Dari
dua konsep di atas dikategorika n miskin bilamana seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak.
BPS dan Departemen Sosial (2002) merumuskan kemiskinan dan fakir
miskin dengan cara pendekatan menetapkan nilai standar kebutuhan minum yang
harus dipenuhi seseorang dalam mempertahankan hidupnya yaitu berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan makanan dan non makan. Standar kebutuhan
minum ini dikenal dengan garis kemiskinan atau poverty line atau poverty
treshold. Garis kemiskinan yang berkaitan dengan kebutuhan makanan adalah
sejumlah rupiah yang harus dikeluarkan oleh seorang individu untuk dapat
membayar kebutuhan makan setara dengan 2.100 kalori per orang per hari.
Sedangkan kriteria kebutuhan non makan berkaitan dengan kemampuan invididu
untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan,
transportasi, dan kebutuhan barang-barang dan jasa lainnya. Bilamana seseorang
tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atas secara layak, maka
dikategorikan sebagai miskin.
Kemudian dalam penetapan rumah tangga miskin dalam rangka pemberian
Bantuan Langsung Tunai Rumah Tangga Miskin (BLTRTM) kepada kelompok
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal yang dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terluas terdiri dari tanah / bambu / kayu berkualitas rendah
3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terluas terdiri dari tanah / bambu / kayu berkualitas rendah.
4. Fasilitas tempat buang air besar (jamban/kakus) digunakan secara bersama-sama atau penggunaan secara umum.
5. Sumber air minum adalah sumber atau mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 6. Sumber penerangan utama bukan listrik
7. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari terdiri dari kayu / arang /minyak tanah
8. Jarang atau tidak pernah membeli daging/ayam/susu setiap minggunya.
9. Anggota rumah tangga biasanya hanya mampu menyediakan makan dua kali dalam sehari.
10. Tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel setiap setahun. 11. Bila jatuh sakit tidak berobat karena tidak ada biaya untuk berobat
12. Pekerjaan utama anggota kepala keluarga sebagai buruh kasar atau tidak bekerja 13. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala keluarga adalah SD ke bawah 14. Ada tidaknya barang dalam keluarga yang dapat dijual dengan nilai Rp 500.000,-.
Selanjutnya dari kriteria di atas dikembangkan 3 kategori dalam
mengelompokkan siapa penduduk miskin tersebut, yaitu:
a. Penduduk dik atakan sangat miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 1900 kalori per orang perhari plus kebutuhan dasar non-makan, atau setara dengan Rp 120.000,- per bulan.
b. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900 sampai 2100 kalori per orang perhari plus kebutuhan dasar non-makan, atau setara dengan Rp 150.000,- per orang per bulan.
c. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 sampai 2300 kalori per orang perhari plus kebutuhan dasar non-makan, atau setara dengan Rp 175.000,- per orang per bulan.
Didasarkan pada kriteria di atas, maka batas garis kemiskinan suatu
keluarga dikatakan sangat miskin, miskin dan mendekati miskin adalah
kemampuan memenuhi konsumsi perorang per hari plus kebutuhan sadar
non-makan plus kebutuhan dasar non-non-makan yang harus dipenuhi dikalikan dengan
jumlah anggota keluarga dalam satu keluarga. Namun garis kemiskinan yang
disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan akan bervariasi antar daerah
Bila dilihat kriteria di atas mungkin kasus-kasus di atas akan dapat
dijumpai, tetapi apakah kasus -kasus tersebut sudah menggambarkan kriteria yang
sesungguhnya, seperti kriteria nomor 2, 3, 7. Menurut hemat penulis kriteria ini
sangat terkait dengan nilai budaya masyarakat. Untuk suatu daerah tertentu ada
budaya masyarakat yang sebenarnya mampu membuat lantai dan dinding
rumahnya dari semen, tetapi karena budaya masyarakat sangat terbiasa dengan
rumah terbuat dari lantai dan berdinding kayu, sehingga rumahnya hanya berlantai
dan berdinding kayu. Padahal keluarga tersebut mampu secara ekonomi.
Demikian juga dengan kriteria makan hanya maksimal dua kali dalam sehari, ada
budaya masyarakat yang hanya makan dua kali dalam sehari tetapi bukan karena
mereka tidak mampu menyediakan makan lebih dari tiga kali, tetapi hanya karena
budaya yang seperti itu. Bagaimana pun hal seperti ini perlu dipertimbangkan
dalam proses penentuan keluarga miskin tersebut, sehingga tidak salah pilih.
Departemen Sosial (2004) mencoba membedakan antara miskin dan fakir
miskin berangkat dari persoalan-persoalan faktual yang dialami oleh kelompok
miskin. Pendekatan makanan dan non makan dalam mengukur kemiskinan, sangat
rentan terhadap perubahan kondisi kehidupan masyarakat miskin, di mana
pendekatan ini lebih berorientasi pada harga pasar. Melonjaknya jumlah
penduduk miskin pada tahun 1997 disebabkan terjadinya krisis ekonomi sehingga
terjadi depresiasi rupiah terhadap dollar. Harga -harga kebutuhan pokok melonjak
menjadikan jumlah penduduk miskin semakin bertambah secara statistik, karena
pengukurannya lebih didasarkan pada perkembangan harga yang ada. Karena itu,
untuk kepentingan operasionalisasi penaggulangan masalah kemiskinan, Ada
beberapa indikator kemiskinan yang dijadikan acuan oleh Departemen Sosial
yang terkait dengan aspek-aspek kehidupan masyarakat miskin tersebut, yaitu:
1. Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis kemiskinan yang dapat diukur dari tingkat pengeluaran per -orang per -bulan berdasarkan standar BPS per wilayah propinsi dan kabupaten/kota.
2. Ketergantungan pada bantuan pangan kemiskinan (zakat/ raskin/ santunan sosial)
3. Keterbatasan kepemilikan pakaian yang cukup setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun)
4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit
5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya
7. Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40 tahun akibat tidak mampu mengobati penyakit sejak awal.
8. Ada anggota keluarga usia 15 tahun ke atas yang buta huruf.
9. Tinggal di rumah yang tidak layak huni (Depsos, 2004)
Kriteria di atas sangat multidimensional, artinya bahwa setiap orang dapat
berbeda jenis dan kedalaman kemiskinannya. Bilamana 3 (tiga) kriteria sudah
dipenuhi dari 9 kriteria yang diapaparkan sudah dapat dikategorikan sebagai
miskin atau layak mendapatkan bantuan atau pelayanan dari Departemen Sosial.
Pada sisi lain, bila kriteria ini dikembangkan dalam kaitannya dengan
pengelompokkan masyarakat miskin, 4 hingga 6 kriteria dipenuhi dikategorikan
sebagai non-fakir dan lebih dari 6 kriteria dipenuhi seseorang maka seseorang
tersebut dikategorikan sebagai fakir miskin. Tetapi perlu dipahami, bahwa kriteria
di atas bukalah keriteria yang berdisi sendiri tetapi kriteria yang terintegrasi
dengan kriteria yang lainnya. Jadi, kedalaman tingkat kemiskinan seseorang harus
dilihat dalam kaitannya dengan kriteria yang lainnya. Pemahaman suatu kriteria
harus dilihat secara utuh, tetapi tidak hanya secara sepotong-sepotong.
Rumah sering dijadikan sebagai indikator atau tolok ukur kemiskinan.
Ukuran kelayakan sebuah rumah tempat tinggal pada kenyataan sangat banyak
dipengaruhi oleh faktor budaya sehingga kualitas sebuah rumah tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan ekonomi tetapi nilai budaya yang berlaku dalam
masyarakat tersebut, namun demikian secara umum Departemen Sosial mencoba
merumuskan indikator rumah yang dapat dikategorikan sebagai rumah tak layak
huni dengan kriteria sebagai berikut:
1. Luas bangunan sempit atau hanya mendukung fungsi ruang yang terbatas (memiliki bagian ruangan yang tidak membedakan fungsi untuk ruang tamu, ruang tidur, ruang makan, dan dapur) atau luas lantai per orang untuk keperluan sehari-hari kurang dari 4 m2.
2. Lantai masih dari tanah/ bambu/ diplester secara sederhana
3. Kesulitan memperoleh air bersih
4. Tidak memiliki tempat mandi, cuci pakaian dan membuang air besar (MCK) di rumah sendiri yang memenuhi syarat kesehatan
5. Tidak mempunyai sirkulasi udara yang dapat memungkinkan sinar matahari dan udara masuk rumah dengan baik.
6. Dinding umumnya terbuat dari bambu/ papan/ bahan yang mudah rusak
Kriteria di atas juga sangat multidimensional, artinya seseorang dapat
tingga l di rumah yang tidak layak huni dengan indikator yang berbeda. Menurut
ukur penerimaan bant uan dan pelayanan, bilamana seseorang sudah memenuhi 2
kriteria dari indikator yang disebutkan, maka yang bersangkutan layak
mendapatkan bantuan dan pelayanan yang berkaitan dengan perbaikan perumahan
dari pemerintah, dan bilamana dikategorikan memiliki lebih dari dua kriteria
maka yang bersangkutan layak untuk diprioritaskan untuk menerima bantuan dan
pelayanan perumahan. Terkait dengan ukuran-ukuran kemiskinan yang sudah
dipaparkan di atas, pada Tabel 1 disajikan beberapa indikator garis kemiskinan.
Dalam pengukuran kemiskinan, hampir semua pendekatan yang berporos
pada pendekatan ekonomi neo-k lasik ortodox yang melakukan pengkajian
kemiskinan masih berkiblat pada paradigma modernisasi yang