EFEKTIFITAS METODE CERAMAH DAN METODE DEEP DIALOG DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJARSISWA PADA MATA
PELAJARAN EKONOMI KELAS X SEMESTER GANJIL DI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN
2012/2013
(Skripsi)
Oleh
JOKO APRIANTO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEKTIFITAS METODE CERAMAH DAN METODE DEEP DIALOG DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJARSISWA
KELAS X SEMESTER GANJIL DI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN
2012/2013 Oleh
JOKO APRIANTO
Proses pembelajaran yang terjadi di satu periode terakhir ini menunjukkan penurunan mutu pembelajaran. Dimana selama satu dekade proses pembelajaran selalu berpusat pada guru bukan kepada siswa, dan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Jika guru yang mengajar tidak memiliki kemampuan yang baik dan professional dalam proses pembelajarannya, sudah dapat
diabayangkan apa yang akan didapat oleh peserta didik nantinya.
Oleh sebab itu penelitian ini mengambil studi perbandingan terhadap siswa yang di ajarkan dengan metode Deep Dialog dan metode ceramah. Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Eksperimen dengan pendekatan observasi dan lapangan. Dengan menggunakan metode Random Sampling terpilihlah 2 kelas dimana salah satunya menjadi kelas Eksperimen. Dengan analisis yang dibantu dengan menggunakan program SPSS didapatlah hasil sebagai berikut:
1. Fhitung11,215 > Ftabel 4,00, berarti hipotesis diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pebedaan antara prestasi belajar siswa yang diberikan model pembelajaran Deep Dialog dengan siswa yang diberikan model pembelajaran Ceramah.
2. Fhitung 0,729 < Ftabel 4,00, berarti hipotesis ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang diberikan model pembelajaran Deep Dialog lebih rendah dibandingkan model pembelajaran Ceramah pada siswa yang berkemampuan awal tinggi.
3. Fhitung 16,916 > Ftabel 4,00, berarti hipotesis diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata prestasi belajar ekonomi pada siswa yang memiliki kemampuan awal rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Deep Dialog lebih rendah dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Ceramah.
4. Fhitung 1,001 <Ftabel 4,00,berarti hipotesis ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal siswa pada prestasi belajar mata pelajaran ekonomi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 11 April
1990, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra dari
pasangan Bapak Sudarno dan Ibu Rumiyati.
Pendidikan formal yang pernah diselesaikan olehpenulis adalah :
1. SD Negeri 2 Kampung Baru dan selesai tahun 2002
2. SMP Negeri 29 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2005
3. SMA Negeri 5 Bandar Lampung selesai pada tahun 2008
Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi melalui jalur Seleksi
Ujian Mandiri (UM).
Sebagai salah satu mata kuliah wajib, penulis dituntut untuk dapat
mengaplikasikan mata kuliah teori yang didapat selama diperkuliahan. Penulis
telah mengikuti dan melaksanakan program-program wajib perkuliahan yang
antara lain:
1. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan Studi Banding dengan tujuan Solo – Yogyakarta – Semarang – Bandung – Jakarta yang dilaksanakan pada
Panaragan Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang
Bawang selama 40 hari, terhitung tanggal 30 Juni 2011 sampai 11 Agustus
2011.
3. Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMAN 1 Tulang Bawang Tengah.
Program Pengalaman Lapangan (PPL) ini berintegrasi dengan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) sehingga waktu pelaksanaan bersamaan selama 3
bulan, terhitung tanggal 11 Juli 2011 sampai 30 September 2011.
Pengalaman organisasi penulis diantaranya yaitu menjadi anggota ASSETS
(Association of Economic Education Students) Pendidikan Ekonomi Universitas
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan hidayah-Nyalah
skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak terlupa shalawat dan salam kepada
Rasullulah Nabi Muhammad SAW atas penunjuk jalan kebenaran
bagi umat manusia di muka bumi.
Skripsi ini kupersembahkan
kepada:
Ayahandaku tersayang Sudarno dan Ibundaku tercinta Rumiyati, yang senantiasa menyayangiku dan mendoakan keberhasilanku.
Adikku tersayang Dina Marlina yang selalu memberikan do’a, keceriaan, mendukungku dan menantikan keberhasilanku.
Keluarga besar yang selalu memberi semangat dan motivasi demi keberhasilanku.
Seseorang yang spesial, Lutviana Fitri yang selalu menguatkan aku, betapa besar
arti kekuatan dari sebuah do’a
Sahabat-sahabat yang kusayangi
Para pendidik yang kuhormati
Keluarga Besar ASSETS (Association of Economic Education Students)
MOTO
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar
(Al-Baqarah: 153)
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segunmpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan Qalam. Dialah yang mengajar manusia segala yang belum
diketahui
(Q.S Al-‘Alaq 1-5)
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis, dan
pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum
(Mahatma Gandhi)
Tanda kecerdasan sejati bukanlah pengetahuan tapi imajinasi. Jangan pernah berkecil hati atas apapun yang terjadi dalam
hidup
Inilah hidup penuh perjuangan dan do’a
SANWACANA
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam atas segala limpahan
nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam Nabi dan Murobbi terbaik umat
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa
mengikuti ajaran dan sunnah-Nya. Atas izin Allah penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Efektifitas Metode Ceramah dan Metode Deep Dialog
Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas
X Semester Ganjil Tahun Ajaran 2012/2013” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi
Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberikan olehsemua
pihak.Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman,M.Si., selaku Dekan FKIP Unila;
2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I FKIP Unila;
3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II FKIP Unila;
4. Bapak Drs. Iskandarsyah, M.H., selaku Pembantu Dekan III FKIP Unila;
5. Bapak Drs. BuchoriAsyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP Unila;
6. Bapak Drs. Hi. Nurdin, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan
penulis;
7. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus
sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu, motivasi, arahan
dan bimbingan kepada penulis;
8. Bapak Dr. R. Gunawan Sudarmanto S.Pd, S.E, M.M selaku Pembimbing I.
Terima kasih atas motivasi dan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini;
9. Bapak dan Ibu Dosen FKIP Universitas Lampung khususnya Program Studi
Pendidikan Ekonomi terima kasih atas bantuan dan bimbingannya serta tiada
henti-hentinya mengingatkan penulis untuk terus belajar dan belajar;
10. Bapak Drs. Sugiarto, selaku Kepala SMA Negeri 5 Bandar Lampung;
11. Bapak Wahyu, S.Pd selaku guru mitra dalam penelitian ini;
12. Ayahanda Sudarno dan Ibunda Rumiyati,serta semua Keluarga Besarku yang
telah mendukung dan menyayangi serta berdoa untuk keberhasilanku;
13. Untuk teman spesial didalam hidupku Lutviana Fitri memberikan banyak
motivasi dan berdoa untuk keberhasilanku;
14.
Untuk sahabatku Dauzan, Lay, May, Fiqih, Ivan dan Angga terima kasih atasmotivasi dan dukungan kalian;
15. Untuk teman-teman seperjuanganku ECOUTION 2008 REGULER (Dini,Iis,
Fajaria, Selvina, Chitty,Aulia,Metra, Nesti, Ratih IW, Ria, Sri, Santi, Citra,
Desi, Devy, Dinar, Dyah, Eka N, Elda, Ellysa, Dila, Endryan, Ferli, Fiqih,
Freddy, Galih, Gika, Kiki, Lisa, Udin, Marsel, Maya, Meyta, Ulan, Pepi, Puji,
Rahma, Fani, Rosi, Rudi, Ewa, Evo, Windy, Dani, Yana,Anggia,dan Yuli),
Ayu, Dede, Desi S, Durotul, Eka R, Ela, Ernia, Iin, Ika P, Joko, Acc, Meli,
Ana, Nur KD, Osie, Ratih CN, Mai, Rachma, Suryo, Wina, Andrian, Aris,
Chintya, Desi MS, Ucil, Dwinta, Zie, Ika N, Kris, Lia, Meri, Mina, Ony,
Mitha, Rahmat, Rini, Sigit, Siti Ruhibah, Vita dan Yenni), terimakasih atas
do’a dan dukungannya;
17. Ibu Rita, Om Herdi, Kak Haris dan Wardani terima kasih atas semua
masukan dan informasi yang telah kalian berikan.
18. Seluruh Kakak tingkat serta adik-adik tingkat 2007, 2009, 2010,2011 dan
2012 yang sudah berkarya maupun yang masih berusaha berkarya semoga
sukses;
19. Rekan-rekan seperjuangan KKN dan PPL di SMA N 1 Tuba Tengah, Tulang
Bawang;
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas sumbangan
pemikiran dan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan
terbuka dan ucapan terima kasih. Namun demikian, penulis berharap semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya.
Bandar Lampung, 20 Februari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 9
1.3 Pembatasan Masalah ... 9
1.4Rumusan Masalah ... 10
1.5Tujuan Penelitian ... 11
1.6Kegunaan Penelitian ... 12
1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Prestasi Belajar... 12
2.2 Pembelajaran ... 21
2.2.1 Pembelajaran Kooperatif ... 21
2.2.2 Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif ... 28
2.2.3 Pembelajaran Dialog (dialogue) ... 29
2.2.4 Pembelajaran Ceramah ... 51
2.2.5 Efektivitas Pembelajaran ... 59
2.2.6 Penguasaan Konsep ... 61
2.2.7 Kemampuan Awal ... 64
2.3 Hasil Penelitian yang Relevan .. ... 68
3.1 Rancangan Penelitian ... 74
3.6.3 Pembelajaran Kooperatif Dialog (PKD) ... 79
3.6.4 Pembelajaran Ceramah ... 81
3.7 Uji Persyaratan Instrumen ... 81
3.7.1 Validitas Instrumen ... 82
3.7.2 Reliabilitas Instrumen ... 84
3.7.3 Uji Tingkat Kesukaran ... 85
VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 93
4.2 Diskripsi Data ... 96
4.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 127
4.4 Prestasi Belajar Ekonomi Di Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 129
4.5 Pengujian Hipotesis ... 133
4.6 Pembahasan ... 136
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 143
5.2 Saran ... 145
I. PENDAHULUAN
Pembahasan pada bab pendahuluan ini akan disampaikan beberapa hal pokok
yang berupa latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah. Hal-hal pokok lain yang perlu disampaikan yaitu rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan
ini akan diawali dengan menyajikan latar belakang masalah.
1.1 Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran yang terjadi di satu periode terakhir ini menunjukan
penurunan mutu pembelajaran. Dimana selama satu dekade proses pembelajaran
selalu berpusat pada guru bukan kepada siswa, dan pada saat berlangsungnya
proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa
dengan siswa jarang terjadi. Jika guru yang mengajar tidak memiliki kemampuan
yang baik dan professional dalam proses pembelajarannya, sudah dapat
diabayangkan apa yang akan didapat oleh peserta didik nantinya.
Guru dalam melaksanakan pembelajaran dituntut untuk selalu profesioanal dalam
mendidik peserta didiknya. Profesionalisme guru sangat ditentukan oleh
kemampuannya memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran, untuk
menunjang kelancaran tugas profesinya. Dalam melaksanakan kompetensi
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, terutama penggunaan strategi dan
metode pembelajaran. Salah satu syarat yang wajib diperhatikan oleh seorang
guru jika ingin melaksanakan strategi dan metode pembelajaran yang baik dan
efektif adalah dengan memperhatikan seutuhnya kebutuhan peserta didik yang
memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Penggunaan strategi dan metode pembelajaran diharapkan dapat mengoptimalkan
proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas, siswa termotivasi
untuk belajar dengan senang, sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan
penguasaan terhadap materi yang dipelajari.
Mengajar akan efektif dan berhasil jika kemampuan peserta didik diperhatikan
secara baik dengan memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa. Guru
dalam menyampaikan pembelajaran atau mentransfer informasi harus
memperhatikan kondisi peserta didik, agar peserta didik dapat berhasil dalam
belajar dengan memiliki kemampuan dalam memperoses informasi. Guru harus
mampu memilih strategi, metode, dan materi pembelajaran yang disesuaikan
dengan kemampuan siswa, serta materi yang akan disampaikan.
Kondisi di SMAN 5 Bandar Lampung berdasarkan pengamatan saat melakukan
penelitian pendahuluan, dalam menanamkan konsep pada umumnya guru masih
meggunakan metode konvensional, dimulai dari menjelaskan materi, memberi
contoh, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal dari LKS atau buku paket,
sehingga dalam penerapannya guru sangat aktif tetapi hasilnya siswa menjadi
pasif, dan kemampuan guru ekonomi kelas X pada SMAN 5 Bandar Lampung
ceramah. Keberhasilan kegiatan pembelajaran mata pelajaran ekonomi dan tingkat
penguasaan konsep yang dipelajari sangat tergantung dari penguasaan konsep
awal, dan kenyamanan dalam belajar baik suasana lingkungan maupun perasaan
peserta didik, juga metode yang dapat membuat siswa aktif dikelas. Hal ini
menunjukkan pembelajaran akuntansi kurang bermakna untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai.
Mata pelajaran ekonomi di SMA/MA merupakan bagian dari rumpun mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), mata pelajaran ini mulai dipelajari di
kelas X IPS semester genap. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan melalui
wawancara dan data – data yang didapat dari pihak sekolah khususnya untuk mata
pelajaran ekonomi dikelas X (sepuluh) pada SMAN 5 Bandar Lampung, terdapat
beberapa masalah yang masih dikesampingkan oleh guru mata pelajaran ekonomi
seperti ketidakefektifan dalam penggunaan metode ceramah yang hanya berpusat
pada guru.
Proses pembelajaran di kelas yang hanya berpusat pada guru mengakibatkan
interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang sekali
terjadi. Siswa yang aktif bertanya rata-rata hanya mencapai 3 (tiga) hingga 5
(lima) orang pada saat KBM berlangsung. Kebanyakan siswa malu dan malas
bertanya kepada guru walaupun belum memahami, begitu juga siswa malas
bertanya dengan temannya sendiri yang sudah lebih mengerti, ini adalah akibat
dari metode pembelajaran guru yang kurang melibatkan siswa dikelas. KBM yang
berpusat pada guru akan membuat suasana pembelajaran kurang menyenangkan,
para siswa akan lebih senang bercanda, coret-coret buku, mengobrol, dan
siswa pada mata pelajaran ekonomi terbilang rendah. Penguasaan konsep mata
pelajaran ekonomi yang rendah akan membuat kurang terampilnya siswa dalam
menjawab soal-soal dan perhitungan yang sudah diajarkan, mereka hanya akan
menjawab sesuai dengan teori yang ada tanpa ada pengembangan jawaban yang
lebih lanjut karena kurangnya pemahaman siswa.
Masalah lain yang terlihat saat melakukan penelitian pendahuluan lainya adalah
kurangnya perhatian guru dalam mengamati kemampuan awal dan perkembangan
siswa dalam penguasaan konsep pembelajaran ekonomi. Hal ini membuat siswa
merasa tidak diperhatikan dalam KBM mata pelajaran ekonomi. Hubungan
emotional antara guru dan murid yang tidak terjalin dengan baik serta penggunaan
metode yang tidak menarik secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil
belajar siswa.
Hal ini terbukti dari hasil ulangan siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas X
semester ganjil di SMA Negeri 5 Bandar Lampung belum mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) terutama pada bagian pengikhtisaran, perhitungan,
penyusutan nilai ekonomi dari suatu barang, perhitungan pajak dan pemahaman
istilah-istilah ekonomi . Nilai Kritria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berlaku di
SMA Negeri 5 Bandar Lampung adalah 70. Dilihat dari penguasaan materi bahan
kurikulum, penguasaan konsep yang diperoleh siswa secara keseluruhan daya
serapnya baru mencapai 19,26% dan kurang dari 80,74% siswa nilai ekonominya
belum mencapai KKM. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa
selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang mencerminkan tingkat
pendahuluan yang dilakukan, diketahui prestasi belajar ekonomi siswa kelas X
IPS di SMAN 5 Bandar Lampung 2011-2012 dengan rincian Tabel 1.1 sebagai
berikut.
Tabel 1.1 Hasil ulangan harian ekonomi siswa kelas X semester ganjil SMAN 5 Bandar Lampung TP.2011-2012
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 25 - 30 16 14,68
Sumber : Arsip nilai guru mata pelajaran ekonomi semester ganjil 2011-2012
Data pada Tabel 1.1 di atas, maka tingkat prestasi belajar ekonomi siswa kelas X
SMAN 5 Bandar Lampung berdasarkan KKM yang telah ditetapkan, dapat
diringkas sebagai berikut.
Tabel 1.2 Prestasi belajar ekonomi siswa SMAN 5 Bandar Lampung sesuai KKM
No KKM Frekuensi Persentase
1 < 70 88 80,74
2 ≥ 70 21 19,26
Jumlah 109 100
Berdasarkan data Tabel 1.2 tersebut, ternyata prestasi siswa yang menguasai
Sedangkan 80,74% atau 88 siswa belum mencapai KKM, dengan kriteria
ketuntasan minimal adalah sebesar 70. Dengan demikian penguasaan pelajaran
ekonomi siswa masih tergolong rendah. Pendapat Djamarah dan Zain (2006:128)
apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65 % dikuasai siswa, maka
prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah.
Kenyataan diatas merupakan resefrentatif dimana proses pembelajaran
ditunjukkan dengan kurang aktifnya siswa dalam berinteraksi dalam proses
pembelajaran. Proses bahan-bahan yang dipelajari sulit diserap, sehingga
penguasaan konsep menjadi rendah. Rendahnya prestasi siswa dalam
pengikhtisaran siklus akuntansi perusahaan dagang diduga disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu kemampuan aritmatika, pemahaman kalimat soal ekonomi,
dan analisis transaksi ekonomi. Pada pelajaran ekonomi banyak latihan-latihan
soal yang harus di selelesaikan siswa guna meningkatkan pemahaman konsep
materi yang sudah dipelajari. Siswa sering terlihat penuh ketegangan dalam
menyelesaikan soal-soal yang sulit.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka sangat diperlukan kompetensi guru dalam
proses pembelajaran ekonomi, khususnya dalam menentukan strategi
pembelajaran yang tepat, termasuk keefektivitasan dalam memilih dan
menggunakan strategi dan metode pembelajaran serta alat peraga. Pembelajaran
akuntansi tidak boleh diartikan hanya terdapat keharusan menyampaikan konsep,
prinsip, dan teori tetapi juga harus menekankan bagaimana cara untuk
prinsip, dan teori dengan baik maka siswa perlu dilatih untuk mampu mengamati,
mengelompokkan, menafsirkan, menganalisa dan mengkomunikasikan.
Guru dalam proses belajar, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa seharusnya
tidak hanya memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan saja, tetapi
lebih pada memiliki kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik
dan bermakna bagi siswa. Menurut teori belajar kognitif Ausubel, dalam
Herpratiwi (2009: 26) proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna
kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa. Teori belajar bermakna Ausubel menekankan pentingnya pelajar
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem
pengertian yang telah dipunyai. Dengan demikian diharapkan dalam proses
belajar itu siswa aktif.
Untuk mencapai tujuan di atas, guru harus mengembangkan pola pembelajaran
yang inovatif, efektif, sehingga motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas X
meningkat. Guru harus mengenal dan menguasai dengan baik metode dan teknik
penyajian, sehingga guru mampu mengkombinasikan penggunaan metode tesebut
sekaligus. Metode ceramah digunakan guru apabila meyampaikan informasi
tentang suatu pokok bahasan atau pesoalan tertentu, terlalu lama membuat siswa
pasif dan membosankan, dan kurang merangsang pengembangan kreatifitas dan
ketrampilan mengemukakan pendapat serta kerjasama siswa.
Tindakan guru yang dilakukan pada proses pembelajaran dapat merubah suasana
dan menyenangkan. Salah satu tindakan dengan menerapkan kooperatif model
dialog, dengan harapan penerapan kooperatif model dialog dapat meningkatkan
pemahaman dan penguasaan konsep ekonomi perusahaan dagang dan
pemerintahan. Suasana pembelajaran akan lebih menarik dan rileks, disamping
menumbuhkan tanggung jawab, ketelitian, kerjasama, persaingan sehat,
keterlibatan belajar, dan merangsang perserta didik untuk lebih banyak bertanya.
Karakteristik strategi pembelajaran koopertaif model dialog yang dikembangkan
dalam usaha mengoptimalkan pemahaman dan penguasaan konsep dan hasil
belajar siswa. Pembelajaran kooperatif model dialog memunculkan adanya
kelompok dan kerjasama dalam belajar. Model ini digunakan untuk mata
pelajaran ekonomi dengan waktu yang dipergunakan untuk mereview lebih efektif
dan efisien jika dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah. Pemahaman
konsep akan lebih baik, karena harus mencari jawaban yang tepat dengan suasana
belajar yang menyenangkan.
Menurut Endang (2001: 99), bahwa kegiatan pembelajaran akan berhasil jika
seseorang yang belajar merasa senang dan tertarik. Untuk menimbulkan rasa
senang belajar dapat dilakukan sambil bermain dalam arti tidak terjadi ketegangan
antara yang belajar dengan mengajar. Belajar dan bemain itu dua hal yang berbeda
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang ada di
lokasi penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1. Prestasi belajar siswa masih rendah, khususnya pada siswa kelas X
SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Kurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran ekonomi.
3. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered), sehingga
siswa menjadi pasif.
4. Keaktifan siswa dalam pembelajaran sangat kurang sehingga siswa
tidak dapat menggali potensi diri.
5. Belum digunakannya model pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran ekonomi.
6. Belum diketahuinya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Deep Dialog dan model pembelajaran kooperatif tipe Ceramah yang
meningkatkan prestasi untuk materi tertentu pada dibidang studi
ekonomi.
7. Kemampuan awal siswa masih belum dijadikan dasar dalam
Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, terlihat
bahwa permasalahan yang terjadi di lokasi penelitian tidak dapat untuk
dipecahkan semuanya. Hal ini karena adanya keterbatasan baik waktu, tenaga,
maupun biaya. Berkenaan dengan berbagai keterbatasan tersebut, maka penelitian
ini hanya akan dibatasi pada pembelajaran kooperatif metode Deep Dialog,
kemampuan awal siswa, dan penguasaan konsep pembelajaran ekonomi.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah, maka masalah yang akan dikaji dengan penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan antara prestasi belajar ekonomi siswa yang
menggunakan model Pembelajaran Deep Dialog dibandingkan dengan
menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Ceramah?
2. Apakah prestasi belajar mata pelajaran ekonomi yang pembelajarannya
menggunakan model Pembelajaran Deep Dialog lebih tinggi dibandingkan
model Pembelajaran Kooperatif Tipe Ceramah pada siswa yang
berkemampuan awal tinggi?
3. Apakah prestasi belajar mata pelajaran ekonomi yang pembelajarannya
menggunakan model Pembelajaran Deep Dialog lebih rendah dibandingkan
yang pembelajarannya menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe
4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
siswa pada hasil belajar mata pelajaran ekonomi?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut.
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan antara prestasi belajar ekonomi
siswa yang diberikan model Pembelajaran Deep Dialog dengan siswa yang
diberikan Pembelajaran Kooperatif Tipe Ceramah.
2. Mengetahui keefektifan model Pembelajaran Deep Dialog dibandingkan
model Pembelajaran Kooperatif Tipe Ceramah dalam pencapaian prestasi
belajar ekonomi pada siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi.
3. Mengetahui keefektifan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Ceramah
dibandingkan model Pembelajaran Deep Dialog dalam pencapaian prestasi
belajar ekonomi pada siswa yang memiliki kemampuan awal rendah.
4. Mengetahui ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
awal pada hasil belajar mata pelajaran ekonomi.
1.6 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis/empirik.
1.6.1 Secara teoritis, kegunaan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.
1. Menyajikan strategi pembelajaran kooperatif Deep Dialogdalam upaya
lebih lanjut tentang hal yang sama dengan menggunaan pendekatan dan
metode pembelajaran lain yang belum digunakan dalam penelitian ini.
1.6.2 Secara praktis/empirik, kegunaan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.
Kegunaan penelitian secara empirik pada dasarnya dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu bagi guru ekonomi, bagi siswa, dan bagi sekolah.
Bagi Guru Ekonomi
1. Memberikan masukan bagi guru dalam menerapkan strategi
pembelajaran kooperatif dialog di kelas.
2. Mendorong kreativitas guru dalam mengajar, sehingga pembelajaran
lebih bervariasi dan menyenangkan.
3. Dapat meningkatkan profesionalisme guru.
Bagi Siswa
1. Meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap pembelajaran ekonomi.
2. Meningkatkan keaktifan dan saling kerjasama antar siswa dalam
pembelajaran ekonomi.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih baik dengan suasana belajar
Bagi Sekolah
1. Dapat meningkatkan nama baik sekolah melalui peningkatan motivasi
belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif dialog.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Kepala Sekolah untuk melakukan
kajian bagi guru-guru dalam melaksankan pembelajaran di kelas.
3. Untuk memberikan kontribusi yang baik dalam peningkatan proses
pembelajaran dimasa yang akan datang.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan pada ruang lingkup penelitian ini akan di fokuskan pada pembahasan
ruang lingkup penelitian dan ruang lingkup ilmu. Untuk memberikan kejelasan
keilmuan dalam cakupan pendidikan IPS, rincian selengkapnya sebagai berikut.
1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian
Fokus ruang lingkup penelitian yaitu pembelajaran kooperatif dialog dan
ceramah pada peningkatan prestasi dalam belajar siswa khususnya siswa
kelas X SMA Negeri 5 Bandar Lampung, kemampuan awal siswa.
1.7.2 Ruang Lingkup Bidang Kajian IPS
Sebagaimana dipahami bersama, bahwa kajian tentang IPS (sosial studies)
lebih di fokuskan pada tema-tema yang mencakup sepuluh tema IPS.
Ruang lingkup kajian IPS sebagai mata pelajaran dan pendidikan disiplin
maupun disiplin ilmu. Landasan ini akan dapat memberikan
pemikiran-pemikiran mendasar tentang pengembangan struktur, metodologi, dan
pemanfaatan Pendidikan Ilmu pengetahuan Sosial (PIPS) sebagai
pendidikan disiplin ilmu. Dalam kesepuluh tema di atas, pembahasan yang
berkaitan dengan ekonomi adalah tema produksi, konsumsi dan distribusi.
Menurut Abdullah (1992 : 5) dalam Supardan (2007 : 366), ilmu ekonomi
adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuas kebutuhan
manusia. Kebutuhan, yaitu suatu keperluan manusia terhadap barang dan
jasa yang sifat dan jenisnya sangat bermacam-macam dalam jumlah yang
tidak terbatas. Pemuas kebutuhan mempunyai ciri-ciri terbatas.
Bidang kajian dalam penelitian ini berkonsentrasi pada penelitian
pendidikan ekonomi yang di dalamnya terdapat pendidikan akuntansi yang
merupakan bagian dari kawasan ekonomi. Ilmu ekonomi adalah suatu studi
tentang bagaimana langkanya sumber-sumber dimanfaatkan untuk
memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas. Pada mata pelajaran
akuntansi keterkaiatan dengan sepuluh tema di atas adalah tema waktu,
berkelanjutan dan perubahan, tema individu, group dan lembaga.
Penyusunan transaksi akuntansi harus secara kronologis atau berurutan
waktu, berkelanjutan dan selalu ada perubahan. Informasi akuntansi sangat
diperlukan oleh individu, karyawan, pemberi kredit, lembaga pemerintah
maupun swasta. Juga pada tema ilmu pengetahuan teknologi dan
laporan keuangan, dengan menggunakan teknologi informasi yang baik
untuk keperluan masyarakat pemakai informasi akuntansi.
Kompetensi tersebut dapat dikaitkan dengan semua kegiatan ekonomi, pada
penyusunan siklus akuntansi harus memperhatikan kapan waktu penyusunan
pencatatan, untuk siapa pencatatan dibuat, kenapa harus disusun, sampai
kapan harus dibuat, dan bagaimana caranya manusia dapat membuat
laporan. Karena selama perusahaan masih berjalan maka pencatatan
akuntansi akan terus dibuat secara berkelanjutan dan mengalami perubahan
sesuai dengan volume kegiatan perusahaan.
Akuntansi merupakan seperangkat pengetahuan untuk menghasilkan
informasi yang bermanfaat. Seperangkat pengetahuan tersebut merupakan
suatu system pencatatan, pengelompokkan, pengikhtisaran atau
mengkalsifikasikan suatu transaksi keuangan guna menghasilkan laporan
keuangan. Laporan keuangan tersebut dapat dijadikan salah satu dasar dalam
pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik
investor, kreditor, pemerintah, management, karyawan maupun masyarakat
luas.
1.7.3. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah prestasi siswa
yang diajarkan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe dialog.
1.7.4. Objek Penelitian
1.7.5. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah semester ganjil tahun ajaran 2011-2012.
1.7.6. Tempat Penelitian
Tempat penelitian pada penelitian ini adalah SMA Negeri 5 Bandar
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
Pembahasan pada bab II ini akan disampaikan beberapa hal pokok yang berupa
tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis.
Dalam sub-sub pokok pembahasan yang perlu disampaikan yaitu belajar dan
pembelajaran, pembelajaran kooperatif, kooperatif dialog, pembelajaran ceramah,
efektivitas pembelajaran, penguasaan konsep, mata pelajaran ekonomi,
kemampuan awal. Pembahasan ini akan diawali dengan menyajikan belajar dan
pembelajaran.
2.1 Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri atas dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Makna prestasi
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti hasil yang telah dicapai dari
yang telah dilakukan. Sedangkan pengertian belajar benyak yang dikemukakan
para ahli antara lain belajar adalah proses yang aktif untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan siswa. Dengan demikian prestasi belajar berarti
hasil yang telah dicapai dari proses belajar.
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu memahami
suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai
akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya.
Dipertegas lagi oleh Djamarah (2002:13) :
“belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan psikomotor”.
Berdasarkan uraian diatas, belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri
individu dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Menurut Djamarah (2002: 15-16) ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 4. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 5. Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.
Prestasi belajar merupakan tolak ukur dalam dunia pendidikan, khususnya
sekolah. Setelah menjalani proses pembelajaran, maka siswa akan mendapatkan
hasil belajar sesuai dengan apa yang dilakukannya. Hasil belajar tersebut
dinyatakan berupa angka dan huruf. Sesuai pendapat Ahmadi 2002:21 , “Prestasi
belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha kegiatan belajar dan
perwujudan prestasinya dapat dilihat dengan nilai yang diperoleh dari setiap
mengikuti tes”. Sedangkan menurut Hamalik 2001:43 , “Prestasi belajar adalah
hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, atau
kalimat yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam
Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi belajar adalah sesuatu yang dicapai
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Djamarah (2002: 10) dalam belajar terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan agar prestasi belajar dapat dicapai dengan baik, yaitu
1. Belajar dengan teratur, 2. disiplin,
3. konsentrasi, 4. pengaturan waktu.
Menurut Slameto dalam Ratnawuri (2007: 20) , faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu
1. faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, yaitu faktor jasmaniah (faktor kesehatan, cacat tubuh), factor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), serta factor kelelahan.
2. Factor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu, yaitu faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi guru dengan siswa, relasi siswa-siswa, disiplin sekolah).
Menurut Umar Hamalik (2004: 48) Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku
yang diharapkan pada siswa setelah dilakukan proses mengajar.
Prestasi belajar ekonomi yang dicapai siswa merupakan hasil dari interaksi
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri siswa
(internal), maupun dari luar siswa (eksternal). Pengenalan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar sangat penting dalam rangka membantu
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil atau prestasi belajar adalah
1. Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa. Faktor
internal ini dibagi menjadi tiga factor yaitu
a. Faktor Jasmaniah.
Seperti: kesehatan dan cacat tubuh.
b. Faktor Fisikologis.
Seperti: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif kematangan dan
kesiapan.
c. Faktor Kelelahan.
2. Faktor eksternal adalah factor yang dating dari luar diri siswa. Faktor
eksternal ini juga dibagi menjadi tiga faktor yaitu
a. Faktor Keluarga.
Seperti: cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi.
b. Faktor Sekolah.
Seperti: metode mengajar, kerikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, alat peraga, tugas rumah, keadaan gedung, waktu
belajar dan disiplin.
c. Faktor Masyarakat
Seperti: teman bergaul, bentuk kehidupan, keiatan siswa dalam
masyarakat, dan media masa (Slameto, 2003: 54-72).
Menurut Mulyadi (2001: 8), ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari
cara manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan sumber
Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar ekonomi adalah hasil yag dicapai
siswa dalam mata pelajaran ekonomi setelah siswa mengikuti kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan di sekolah dan diwujudkan dalam bentuk nilai dari
guru kepada muridnya pada jangka waktu tertentu. Penilaian yang dilakukan oleh
guru adalah sebagai dasar untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan
selama siswa mengikuti proses belajar.
2.2. Pembelajaran
Pembahasan belajar dan pembelajaran akan disampaikan beberapa sub pokok bahasan
yang akan dikaji meliputi, pengertian pembelajaran, dan pembelajaran kooperatif.
Pembahasan ini akan diwali dengan mengkaji pengertian pembelajaran.
2.2.1 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran akan lebih bermakna apabila guru mampu melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student oriented). Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran dalam kelompok kecil yang bekerja sama untuk
memaksimalkan penguasaan tentang apa yang dipelajari siswa. Dalam
pembelajaran kooperatif terjadi proses saling membantu di antara
anggota-anggota kelompok.
Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode pembelajaran adalah, “Metode
pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan
Sedangkan M. Sobri Sutikno 2009: 88 menyatakan, “Metode pembelajaran
adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar
terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga
tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya belajar dari
guru, tetapi juga dari sesama teman (Sugiyanto, 2010: 40). Ide utama belajar
kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada
kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan
kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok
mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1995) dalam Tianto (2009 : 57).
Menurut Sugiyanto (2010: 37) pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Dua atau lebih individu saling berinteraksi dan bekerjasama untuk
Johnson (1994) dalam Trianto (2009: 57), menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louissell and Descamps,1992 dalam Trianto, 2009: 57).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen-elemen pembelajaran koopertaif menurut Lie
(2004) dalam Sugiyanto (2010: 40) adalah (1) saling ketergantungan positif; (2)
interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk
menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja
diajarkan.
Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 2) model pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan
hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang
harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses
kelompok (Lie, 2003: 30).
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam
kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan
rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku
yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran
pembelajaran. Dalam belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi
baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas
sosial yang kuat.
Sagala (2003 : 215) mengatakan bahwa metode kooperatif (kerja kelompok) adalah cara pembelajaran anak didik dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri, untuk mencari satu tujuan pelajaran yang tentu dengan bergotong royong. Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok, mengandung pengertian bahwa siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kesatuan (kelompok) tersendiri, atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil atau sub-sub kelompok. Kelompok bisa dibuat berdasarkan perbedaan individual dalam kemapuan belajar, perbedaan minat dan bakat belajar, jenis kegiatan, wilayah tempat tinggal,
random, dan sebagainya.
Menurut Arends (1997: 11) dalam Trianto (2009: 65) menyatakan bahwa
pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah;
3. Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin beragam; dan
4. Pemberian penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Menurut Slavin (1995); Eggen and Kauchak dalam Trianto (2009: 56), belajar
kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5
orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Adapun
Artzt and Newman (1990: 448) dalam Trianto (2009: 56) menyatakan dalam
belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam
untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dengan
memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa
bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan
teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari
sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi
teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mancapai tujuan mereka hanya
jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut.
Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil
belajar akademis, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan (Ibrahim, dkk, 2000: 7).
Tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik,
dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang
lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang
memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua,
pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut
antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan
tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk
bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa
yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil
belajar yang signifikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam
struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran
ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok,
keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai tujuanyang positif dalam
belajar kelompok. Pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling
tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Siswa menyadari
bahwa tujuan mereka akan tercapai hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan
tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas
keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran
kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka
harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah-langkah kooperatif,
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa
untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan
bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam
tim-tim belajar. Tahapan ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama
kooperatif meliputi fersentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang
telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok
maupun individu. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dapat
di lihat pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotifasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok kerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing mempersentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Sumber: Ibrahim, dkk (2000:10).
Langkah-langkah pembelajaran menurut Sanjaya (2008: 312), prosedur
pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1)
tim. Pembelajaan kooperatif bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan
mereka.
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mareka saling
berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Penghargaan
atau pengakuan diberikan kepada kelompok sehingga anggota kelompok dapat
memahami bahwa membantu orang lain adalah demi kepentingan mereka juga.
Sedangkan tanggung jawab individual merupakan bentuk akuntabilitas individu di
mana setiap orang memiliki kontribusi yang penting bagi tim atau kelompok.
2.2.2 Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan unsur-unsur dan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif, maka akan
kita bahas keuntungan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Menurut
Sugiyanto (2010:43), keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif, ada
banyak nilai pembelajaran kooperatif, antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi perilaku sosial.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
11.Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.
Menurut Usman (2002 : 50) kelemahan model pembelajaran kooperatif sebagai
berikut.
1. Terlalu banyak persiapan-persiapan dan pengaturan yang kompleks dibanding dengan metode lainnya.
2. Bilaman guru kurang kontrol maka akan terjadi persaingan yang negatif antar kelompok.
3. Tugas-tugas yang diberikan kadang-kadang hanya dikerjakan oleh segelintir siswa yang cakap dan rajin, sedangkan siswa yang malas akan menyerahkan tugas-tugasnya kepada temannya dalam kelompok tersebut.
Keuntungan dan kelemahan yang telah diuraikan di atas, tentu saja seorang guru
harus mampu memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kelemahan, serta
dapat menganalisis kemampuan dan kebutuhan yang sesuai untuk diterapkan
kepada siswanya. Dengan harapan pencapaian hasil belajar siswa akan mengarah
pada tingkat keberhasilan dalam menuntaskan kegiatan belajar tanpa memandang
perbedaan kemampuan.
2.2.3 Pembelajaran Deep Dialog
Secara sederhana, dialog adalah percakapan antara orang-orang dan melalui
dialog tersebut, dua masyarakat/kelompok atau lebih yang memiliki pandangan
berbeda-beda bertukar ide, informasi dan pengalaman. Deep dialogue (dialog
mendalam), dapat diartikan bahwa percakapan antara orang-orang tadi (dialog)
harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur
dan mengandalkan kebaikan (GDI, 2001). Sedangkan ciritical thinking (berpikir
intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan
secara tepat dan melaksanakannya secara benar.
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical thinking,
antara lain adalah: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang
terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta empatisitas yang
tinggi.
Dengan demikian, deep dialogue/critical thinking mengandung nilai-nilai
demokrasi dan etis sehingga keduanya seharusnya dimiliki oleh manusia.
Nilai-nilai demokrasi dan etis yang dijadikan orientasi dalam DD/CT, mempunyai
kaitan erat dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia (PKn),
terutama dalam pembentukan warga negara yang baik, demokratis, cerdas dan
religious.
Sebagai pendekatan pembelajaran, pada dasarnya Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT) bukanlah sebuah pendekatan yang baru sama sekali, akan
tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah ada sebelumnya (GDI,
2001). Oleh karena itu, Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bisa
menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya
seperti Multiple Intelligences, Belajar Aktif, Keterampilan Proses ataupun
Parthnership Learning Method, sebagaimana yang dikembangkan oleh Eisler.
Dengan demikian, filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap
seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional
Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan
berpikir kritis, tidak saja menekankan keaktifan peserta didik pada aspek fisik,
akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual. Peserta
didik yang telah belajar di kelas yang menggunakan pendekatan DD/CT,
diharapkan akan memiliki perkembangan koqnisi dan psikososial yang lebih baik.
Mereka juga diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan hidup tentang
DD/CT yang akan meningkatkan pemahaman terhadap dirinya dan terhadap orang
lain yang berbeda dari diri mereka, dan oleh karena itu akan memperkuat
penerimaan dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan.
Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan, Global Dialogue Institute (2001)
mengindetifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan DD/CT, yaitu: (1)
peserta didik dan dosen nampak aktif; (2) mengoptimalisasikan potensi
intelligensi peserta didik; (3) berfokus pada mental, emosional dan spiritual; (4)
menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis; (5) peserta didik
dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; (6) dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari; (7) lebih menekankan pada nilai,
sikap dan kepribadian.
Pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) mengakses
paham konstruktivis dengan menekankan adanya dialog mendalam dan berpikir
kritis. Elemen-elemen dalam menerapkan konstruktivisme meliputi: (1)
menghidupkan pengetahuan artinya pengetahuan sebelumnya harus dijadikan
dalam arti perolehan tambahan pengetahuan harus dilakukan secara menyeluruh ,
bukan berupa paket-peket kecil. Hal ini dapat dianalogkan belajar berenang,
peserta didik harus mempraktekkannya, setelah paham akan proses berenang,
dosen dapat membelajarakan secara individual tentang berbagai gerakan dan gaya
berenang; (3) memahami pengetahuan ini berarti peserta didik harus menggali,
menemukan dan menguji semua pengetahuan baru yang diperoleh. Mereka perlu
mendiskusikan dengan dosennya dengan teman, saling membelajarkan, saling
mengkritik, serta membantu lainnya memperbaiki susunan perolehan pengetahuan
yang dibelajarkan; (4) menggunakan pengetahuan artinya peserta didik
memperoleh kesempatan memperluasan wawasan, menyaring pengetahuan
dengan menggunakan berbagai cara dalam bentuk pemecahan masalah; (5)
Refleksi pengetahaun yang diperoleh.
Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang diharapkan mampu di samping
mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog
mendalam/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia
dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di
dalam masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk
memahami makna yang fundamental dari kehidupan secara individual dan
kelompok dengan berbagai dimensinya. Dengan demikian, pada skala yang lebih
luas, dialog lebih mengandalkam „cara berpikir baru’ untuk memahami dunia.
Melalui deep dialogue/critical thinking, orang juga akan mampu mengikuti dunia
lain dan secara perlahan-lahan mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya.
Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan jabatan
lain. Dengan kegiatan beripikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang
jernih dan kritis, membagi rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat
dan pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Dalam pandangan teori belajar humanistik, belajar menekankan pada isi dan
proses yang berorientasi pada peserta didik sebagai subyek belajar (Rianto 2000).
Teori ini bertujuan untuk memanusiakan manusia agar mampu
mengaktualisasikan diri dalam kehidupan. Teoris humanistik Kolb (dalam Irawan, 1996), membagi belajar ke dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap pengalaman konkret; yaitu perserta didik dalam belajarnya hanya sekedar ikut mengalami suatu peristiwa; (2) tahap pengamatan kreatif dan reflektif, yaitu secara lambat laun peserta didik mampu mengdakan pengamatan secara aktif terhadap suatu peristiwa dan mulai memikirkan untuk memahaminya; (3) tahap konseptualisasi, yaitu peserta didik mampu membuat abstraksi dan generalisasi berdasarkan contoh-contoh peristiwa yang diamati; dan (4) tahap eksperimentasi aktif, peserta didik mampu menerapkan suatu aturan umum pada situasi baru.
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical thinking, antara lain adalah: adanya prinsip komunikasi multi arah, prinsip pengenalan diri untuk mengenal dunia orang lain, prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, prinsip saling memberadabkan (civilizing) dan
memberdayakan (empowering), prinsip keterbukaan dan kejujuran serta prinsip empatisitas yang tinggi (Al-Hakim, 2002).
Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang di samping mampu mengenali
diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog
mendalam/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia
dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di
dalam masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk
memahami makna yang fundamental dari kehidupan secara individual dan
kelompok dengan berbagai dimensinya. Dengan demikian, pada skala yang lebih
luas, dialog mendalam dan berpikir kritis lebih mengandalkam „cara berpikir
Sebagai suatu inovasi pembelajaran DD/CT, diharapkan mampu memberdayakan
dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas
pembelajaran dan hasil belajar dapat terus ditingkatkan.
Menurut M. Rogers (1995), memerinci adanya lima aspek inovasi yang dapat diterima oleh adopter, adalah sebagai berikut:(1) Relative advantage atau keuntungan relatif, adalah tindakan dimana suatu ide baru dianggap lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya;
(2) Compatibility, adalah sejauh mana suatu inovasi pendidikan dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima inovasi; (3) Complexity, adalah tingkat dimana suatu inovasi pendidikan dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan diterapkan oleh pelaksana pendidikan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dipahami oleh beberapa guru, sedangkan guru lainnya tidak. Kerumitan inovasi pendidikan berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya;(4) Trialibility, adalah suatu tingkat dimana sebuah inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba lebih dulu;(5) Observability, adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil-hasil inovasi tertentu mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan beberapa lainnya tidak. Observabilitas suatu inovasi pendidikan berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya.
Deep dialogue/critical thinking memuat kelima aspek tersebut diatas, selanjutnya
dengan DD/CT orang juga akan mampu mengikuti dunia lain dan secara
perlahan-lahan mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya. Kapasitas dialog dan
berpikir dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan seseorang pada posisi yang
sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan kegiatan
beripikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan kritis, membagi
rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang ada
dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.
Pembelajaran berbasis Deep dialogue/critical thinking memiliki berbagai
kelebihan sebagai berikut :
1. Deep dialogue/critical thinking dapat digunakan melatih peserta didik untuk
fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan tradisional. Sehingga
peserta didik dapat membedakan mana yang disebut berpikir baik dan tidak baik,
mana yang benar dan tidak benar. Dialog mendalam dan berfikir kritis bertujuan
untuk mendapatkan pemahaman paling lengkap. Melalui dialog mendalam dan
berpikir kritis peserta didik memahami bagaimana mereka berhubungan dengan
orang lain dan lingkungannya. Berpikir kritis membantu peserta didik
menemukenali sekaligus menguji sikap mereka sendiri, serta menghargai
nilai-nilai yang dipelajari;
2. Deep dialogue/critical thinking merupakan pendekatan yang dapat
dikolaborasikan dengan berbagai metode yang telah ada dan dipergunakan oleh
dosen selama ini;
3. Deep dialogue/critical thinking merupakan dua sisi mata uang, dan merupakan
hal yang inhernt dalam kehidupan peserta didik, oleh karena itu dalam kegiatan
pembelajaran berbasis DD/CT selalu berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga
memudahkan peserta didik mengerti dan memahami manfaat dari isi
pembelajaran;
4. Deep dialogue/critical thinking menekankan pada nilai, sikap, kepribadian,
mental, emosional dan spiritual sehingga peserta didik belajar dengan
menyenangkan dan bergairah;
5. Melalui pembelajaran berbasis deep dialogue/critical thinking, baik dosen
maupun peserta didik akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman,
karena dengan dialog mendalam dan berpikir kritis mampu memasuki ranah
intelektual, fisikal, sosial, mental dan emosional seseorang;
sebab pembelajaran berbasis DD/CT membiasakan dosen dan peserta didik untuk
saling membelajarkan, dan belajar hidup dalam keberagaman.
Dalam tataran praksis, kajian deep dialogue/critical thinking sebagai paradigma
pengembangan pendidikan berlaku prinsip Unity in policy and deversity in
implementation. Justru kenyataan ini sebagai kelebihan lain dari penerapan deep
dialogue/critical thinking, sekaligus sejalan dengan pembelajaran yang sedang
dikembangakan di perdosenan tinggi yakni Student Centered Learning (SCL)
yakni pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar peserta didik, bukan
semata aktivitas dosen mengajar. Ciri SCL (Dirjen Dikti, 2005) sebagai berikut:
(a) peserta didik belajar baik secara individual maupun berkelompok untuk
membangun pengetahuan dengan cara mencari dan menggali sendiri informasi
dan teknologi yang dibutuhkannya secara aktif dari pada sekedat menjadi
penerima pengetahuan yang pasif; (2) Dosen lebih berperan sebagai FEE
(facilitating, empowering, enabling) dan guides on the sides daripada sebagai
mentor in the center yaitu membantu peserta didik untuk menemukan solusi
terhadap permasalahan nyata sehari-hari, dari pada sekedar sebagai gatekeeper of
information; (c) Peserta didik tidak sekedar kompeten di bidang ilmunya, namun
juga kompeten dalam belajar artinya peserta didik tidak hanya menguasai isi mata
kuliahnya tetapi mereka juga belajar tentang bagaimana belajar (learn how to
learn). Melalui discovery, inquiry, problem solving, klarifikasi nilai dan terjadi
pengembangan; (d) belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh
dosen yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada peserta
didik; (e) belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat (learning
belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai
informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk memberdayakan peserta didik
dalam mencapai keterampilan utuh (intelektual, emosional dan psikomotor) yang
dibutuhkan.
Agar deep dialogue/critical thinking dapat diimplementasikan dalam
pembelajaran dan kehidupan sehari-hari, perlu diperhatikan kaidah-kaidah DD/CT
sebagai berikut:
Pertama, keterbukaan, langkah awal untuk melakukan dialog mendalam dan
berpikir kritis individu harus membuka diri terhadap mitra dialog, karena sifat
terbuka dalam diri akan membuka peluang untuk belajar, mengubah dan
mengembangkan persepsi. Pemahaman realitas dan bertindak secara tepat
merupakan hasil berpikir kritis. Dengan demikian ketika masuk dalam dialog, kita
dapat belajar, berubah dan berkembang dalam rangka meningkatkan berpikir
kritis. Dialog sebagai suatu kegiatan memiliki dua sisi yakni dalam masyarakat
(intern) dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya (antar). Hal ini
dilakukan mengingat bahwa dialog pada hakekatnya bertujuan untuk saling
berbicara, belajar dan mengubah diri masing-masing pihak yang berdialog,
sehingga perubahan yang terjadi pada masing-masing pihak merupakan hasil
berpikir kritisnya sendiri (self-critical thinking).
Kedua, kejujuran, bersikap jujur dan penuh kepercayaan diperlukan dalam deep
dialogue/critical thinking, sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala
pihak-pihak yang melakukan bersikap jujur dan tulus.Artinya masing-masing
mengemukakan tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya melalui berpikir
kejujuran merupakan prasyarat terjadinya dialog atau dengan kata lain tidak ada
kepercayaan berarti tidak ada dialog.
Ketiga, kerjasama. Untuk menanamkan kepercayaan pribadi, langkah awal adalah
mencari kesamaan dengan cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya
memilih pokok-pokok permasalahan yang memungkinkan memberi satu dasar
berpijak yang sama. Selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat
dihadapi bersama atau mencari solusinya. Hal ini penting karena kemampuan
untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama atau dengan bekerjasama akan
menghasilkan pemecahan yang menguntungkan pihak-pihak yang bermasalah
(win-win solution).
Keempat, menunjung nilai-nilai moral, deep dialogue/critical thinking terjadi
manakala masing-masing pihak yang berdialog menjunjung tinggi nilai-nilai
moral, etis atau santun, saling menghargai, demokratis yakni dengan
memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa sehingga berketetapan hati untuk
berdialog. Artinya kita paling mengetahui apa yang kita ketahui, dan mitra dialog
kita paling mengerti apa yang mereka ketahui. Di samping itu masing-masing
saling mempelajari, untuk memperluas wawasan bersama, untuk memperdalam,
mengubah dan memodifikasi pemahaman mereka.
Kelima, saling mengakui keunggulan, deep dialogue/critical thinking akan terjadi
manakala masing-masing pihak menghadirkan hati. Dalam berdialog harus
menghadirkan hati dan tidak hanya fisik. Dengan menghadirkan hati,
masing-masing pihak yang berdialog dapat memberi respon kepada mitra dialog secara
baik, dan menghindarkan menjadi penceramah, pengkotbah atau yang